• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi Kondisi Operasi Steam Pretreatment Sawdust (Serbuk Kayu) Sebagai Bahan Baku Produksi Glukosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Variasi Kondisi Operasi Steam Pretreatment Sawdust (Serbuk Kayu) Sebagai Bahan Baku Produksi Glukosa"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Variasi Kondisi Operasi Steam Pretreatment Sawdust (Serbuk Kayu) Sebagai Bahan Baku

Produksi Glukosa

Gema Arias(2307100018), Elsa Astriana W(2307100040)

Pembimbing : Ir. Nuniek Hendrianie, M. Eng.

Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng.

Laboratorium Pengolahan Limbah Industri Kimia

Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

SURABAYA

Kata kunci: steam-treatment, glukosa, hidrolisis, sawdust, Trichoderma reesei, Aspergillus niger

ABSTRAK

Kebutuhan energi untuk menunjang kehidupan manusia semakin meningkat, sementara persediaan bahan bakar fosil yang sampai saat ini merupakan sumber utama energi semakin menurun. Bahan bakar fosil tidak dapat di perbaharui sehingga bila di pergunakan secara terus-menerus lama-kelamaan akan habis selain itu penggunaan bahan bakar fosil dapat menurukan kualitas lingkungan. Oleh karena itu perlu mencari energi alternatif lain sebagai pengganti bahan bakar fosil, salah satunya adalah biofuel seperti biohidrogen dan bioetanol. Produksi biohidrogen dan bioetanol dapat menggunakan bahan baku limbah yang mengandung selulosa, diantaranya adalah serbuk kayu (sawdust). Diantara komponen yang terdapat pada Sawdust, kandungan selulosa yang paling besar sebanyak 40%, maka selulosa merupakan bahan yang sangat menjanjikan untuk di konversi menjadi glukosa sebagai bahan baku biofuel yang merupakan energi yang dapat diperbaharui.

Percobaan ini bertujuan untuk menyediakan glukosa sebagai bahan baku untuk produksi biofuel dan menentukan kondisi optimum pada proses steam-teatment,kemudian dilanjutkan dengan biological treatment menggunakan jamur

Trichoderma reesei dan Aspergillus niger. Percobaan steam-treatment ini menggunakan variabel waktu treatment 5 dan

10 menit, temperatur treatment 180,190,200,dan 210 OC, penambahan H

2SO4 0%,1%,dan 2%. Kemudian dilanjutkan

dengan biological treatment dengan rasio Trichoderma reesei : Aspergillus niger 2:1. Percobaan ini dimulai dengan mempersiapkan sawdust,menimbang berat sawdust yang akan di treatment seberat 50 gr dan dimasukkan kedalam wadah treatment. Melakukan pre-steam treatmet terhadap sawdust tersebut., pre-steam treatment ini berlangsung selama 10 menit dengan tekanan steam yang dihasilkan ± 2bar. Setelah pre-steam treatment dilanjutkan dengan menambahkan H2SO4 sesuai variabel. Steam treatment dilakukan untuk setiap sawdust yang telah di pre-steam kan. Hasil dari

steam-treatment yang menghasilkan kadar glukosa tertnggi akan dilanjutkan ke biological steam-treatment. Membuat media pertumbuhan mikroorganisme yaitu jamur Trichoderma reesei dan Aspergillus niger dengan menggunakan PDA

(potato dextrose agar), dan terakhir menghidrolisis sawdust menjadi glukosa dengan jamur Trichoderma reesei dan Aspergillus niger . Hasil penelitian didapatkan kadar glukosa tertinggi didapat pada steam-treatment dengan temperatur

210 OC penambahan H2SO4 2% selama 5 menit, sebesar 10,5%, setelah dilakukan biological treatment didapatkan

kadar glukosa yang dihasilkan sebesar 9,5%

1. Pendahuluan

Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan bangunan hingga peralatan rumah tangga akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya teknologi.. Pada masa depan pasokan kayu di Indonesia banyak dipasok dari hutan tanaman industri, kebun, dan hutan rakyat. Akan banyak didirikan pabrik berbahan baku kayu serta pengolahan-pengolahan kayu. Di lain pihak, pemanfaatan kayu solid yang ada hingga saat ini masih belum efisien. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya volume limbah yang dihasilkan, baik dari limbah yang dihasilkan dari kegiatan penebangan maupun limbah dari industri pengelolaan kayu.

Industri penggergajian kayu menghasilkan limbah yang berupa serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9% dan potongan 14,3% dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digunakan (Setyawati, 2003).

Produksi total kayu gergajian Indonesia mencapai 2,6 juta m³ pertahun. Dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang terbentuk 54,24% dari produksi total, maka dihasilkan limbah penggergajian

kayu sebanyak 1,4 juta m³ per tahun. Angka tersebut cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian (Forestry Statistics of Indonesia 1997/1998 dalam Pari, 2002).

Disisi lain Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan juga bahan bakar secara nasional pun semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbaharukan seperti minyak bumi dan batu bara. Namun tidak selamanya energi tersebut bisa mencukupi seluruh kebutuhan manusia dalam jangka waktu yang panjang mengingat cadangan energi yang semakin lama semakin menipis dan juga proses produksinya yang membutuhkan waktu jutaan tahun. Untuk itu perlu adanya energi alternatif untuk mencukupi kebutuhan manusia dengan cara memanfaatkan biomassa, senyawa organik maupun limbah untuk dikonversi menjadi energi yang bersifat dapat diperbaharui. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara pengolahan

(2)

Pretreatment Lignoselulosa dari Sawdust (serbuk

kayu).

2. Metodologi

2.1. Bahan

Sawdust,H2SO4,Tricodherma Ressei,Aspergillus

Niger,Yeast ekstrak,Asam / Basa,,Kentang,Distilled Water,Glukosa,KH2PO4,MgSO4,Aquadest,CaCl2.2H2

O,CH3COOH,NaOH,ZnSO4.7H2O,(NH4)2SO4,MnSO 4.H20,FeSO4.7H2O,Na-asetat,,K2Cr2O7 Keterangan alat: 1. Vent steam 2. Pressure indikator 3. Temperatur indikator 4. Heater jacket 5. Wadah sampel 2.2. Peralatan dan prosedur

Alat utama yang digunakan untuk melakukan proses steam-treatment seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.

Penelitian diawali dengan menimbang bahan baku sawdust seberat 50gr , memasukkan sampel kedalam wadah sampel yang terbuat dari kertas saring. Melakukan proses pre-steam treatment dengan memasukkan sampel kedalam reaktor yang sudah berisi air, dan memanaskan reaktor hingga tekanan terbaca 2 bar selama 10 menit. Sampel yan g sudah di pre-steam treatment direndam didalam larutan H2SO4 dengan kadar 0,1,dan 2 % v/v, lama

proses ini 24 jam pada suhu kamar. Melakukan proses steam-treatment pada sampel yang sudah di H2SO4 treatment dengan memasukkan sampel

tersebut kedalam reaktor dan memanaskannya hingga tercapai temperatur sesuai variabel yaitu 180,190,200,dan 210oC selama 5 dan 10 menit.

Analisa kadar glukosa dilakukan pada filtrat hasil steam-treatment. Sampel yang menghasilkan kadar glukosa yang paling besar dilanjutkan dengan proses biological treatment. Sampel di masukkan kedalam

bioreaktor dan melakukan pembiakan dengan jamur

aspergilus niger dan trichoderma ressei kemudian

sampel dianalisa setelah 1 minggu pembiakan. Analisa yang dilakukan adalah analisa selulosa,hemiselulosa, lignin dan glukosa. Analisa tersebut dilakukan pada saat sesudah steam-treatmen dan biological treatment.dan khusus untuk selulosa ,lignin,hemiselulosa, dilakukan juga pada saat sebelum dilakukan treatment.

3. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu, waktu dan penambahan larutan H2SO4 pada proses steam treatment dan juga untuk

mendapatkan kondisi terbaik pada kinerja campuran

Aspergillus Niger dan Trichoderma Reesei pada

produksi glukosa.

1. Pre-steam Treatment

Pada proses pre-steam treatment, sawdust yang telah ditimbang dimasukkan kedalam kawat kasa yang telah dilapisi dengan kertas saring, hal ini dilakukan untuk menghindari jatuhnya serbuk kayu kedalam reaktor.

Sebelum dilakukan proses steam treatment maka dilakukan proses Pre-Steam treatment. Proses ini dilakukan dengan mengkontakkan sampel dengan steam yang bertekanan 2 bar selama kurang lebih 10 menit, hal ini bertujuan untuk mengkondisikan sampel agar pada proses Steam treatment terjadi pengurangan Lignin, Hemiselulosa dan Selulosa lebih sempurna

2. Steam Treatment

2.1 Pengaruh Steam Treatment dengan selang waktu 5 menit

Penurunan kadar Lignin, Selulosa, Hemiselulosa dan kenaikan kadar glukosa selama proses steam preatment dengan selang waktu 5 menit dapat dilihat pada gambar 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4.

Gambar 4.1 Penurunan kadar lignin pada proses steam treatment selama 5 menit

(3)

Gambar 4.2 Penurunan kadar lignin pada proses steam treatment selama 10 menit

Dari gambar 4.1 dan 4.2 yang menunjukkan pengaruh proses steam treatment terhadap degradasi lignin. Berdasarkan variabel temperatur, setiap kenaikan temperatur menyebabkan lignin terdegradasi, pengurangan ini terjadi karena lapisan lignin berkontak langsung dengan steam bertekanan tinggi. Dimana semakin tinggi temperatur maka tekanan yang terbentuk tinggi, sehingga kekuatan steam untuk merusak lapisan lignin akan semakin besar. Pengurangan lignin terbaik dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2, pada variabel waktu 5 menit degradasi lignin terbaik adalah pada temperature 210oC dengan penambahan asam sulfat 2% (v/v)

sebesar 26% dan pada waktu 10 menit degradasi lignin yang terbaik terjadi pada temperature 210oC

dengan penambahan asam sulfat 2% (v/v) sebesar 27%. Kadar lignin tersebut berkurang dari analisa komposisi awal yang ditunjukkan pada tabel 4.1 sebesar 36%.

Gambar 4.3 Penurunan kadar hemiselulosa pada steam treatment selama 5 menit

Gambar 4.4 penurunan kadar hemiselulosa pada steam treatment selama 10 menit

Dari gambar 4.3 dan 4.4 yang menunjukkan pengaruh proses Steam treatment terhadap pengurangan Hemiselulosa. Berdasarkan variabel temperatur, setiap kenaikan temperatur menyebabkan hemiselulosa berkurang, pengurangan ini terjadi karena adanya proses autohidrolisis antara hemiselulosa dengan steam. Hemiselulosa terurai menjadi glukosa. Dimana semakin tinggi temperatur maka tekanan yang terbentuk tinggi, sehingga akan semakin banyak steam yang menghidrolisi hemiselulosa. Penguraian hemiselulosa terbaik dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4, pada variabel waktu 5 menit penguraian hemiselulosa adalah pada temperatur 210oC dengan penambahan asam sulfat

2% (v/v) sebesar 7% dan pada waktu 10 menit penguraian hemiselulosa yang terbaik terjadi pada temperature 210oC dengan penambahan asam sulfat

2% (v/v) sebesar 8%. Kadar hemiselulosa tersebut berkurang dari analisa komposisi awal yang ditunjukkan pada tabel 4.1 sebesar 24%.

Gambar 4.5 Penurunan kadar selulosa pada steam treatment selama 5 menit

(4)

Gambar 4.6 Penurunan kadar selulosapada steam treatment selama 10 menit

Dari gambar 4.5 dan 4.6 yang menunjukkan pengaruh proses steam treatment terhadap degradasi selulosa. Pengaruh steam treatment terhadap pengurangan selulosa sangat sedikit, ini disebabkan karena selulosa memiliki derajat polimerisasi yang tinggi sehingga susah untuk dihidrolisa langsung oleh steam, maka hanya sedikit selulosa yang berkurang.

Gambar 4.7 Kenaikan kadar Glukosa pada steam treatment selama 5 menit

Gambar 4.7 Kenaikan kadar Glukosa pada steam treatment selama 10 menit

Dari gambar 4.6 dan 4.7 dapat dilihat kadar glukosa tertinggi yang dihasilkan terjadi pada kondisi steam treatment 210oC pada variabel 5 menit

didapatkan yield sebesar 10,5%. Kadar glukosa yang didapatkan kecil yang merupakan hasil autohidrolisis hemiselulosa yang ditunjukkan dengan berkurangnya kadar hemiselulosa.

Berdasarkan variabel waktu untuk mendapatkan kadar glukosa tertinggi, waktu treatment 5 menit menunjukkan kadar glukosa lebih banyak dibandingkan dengan waktu treatment selama 10 menit, ini dapat dilihat pada gambar 4.6 dan 4.7, dimana glukosa yang tertinggi terbentuk pada variabel asam sulfat 2% (v/v) dengan temperatur 210oC pada variabel 5 menit sebesar 10,5% dan pada

variabel 10 menit dengan asam sulfat 2% (v/v) pada temperatur 210oC didapat glukosa sebesar 8,9%.

3. Biological Treatment

Pretreatment dilanjutkan dengan Biological Treatment, dengan mengambil substrat yang menghasilkan kadar glukosa tertinggi dari hasil proses steam treatment pada variabel 210oC dengan

kandungan 2% asam sulfat (v/v) pada waktu 5 menit. Substrat tersebut kemudian dimasukkan kedalam bioreaktor, serta diberikan nutrient untuk sumber makanan dari jamur. Pemberian jumlah jamur adalah 1:2 Aspergillus niger dan Trichoderma ressei, perbandingan ini mengikuti perbandingan proses hidrolisa oleh enzyme (Eva Palmqvist,1996), dimana enzym selulase yang dihasilkan oleh A.niger akan dicampurkan dengan enzym selulase yang dihasilkan oleh T.reesei ke dalam substratnya dengan perbandingan campuran 1:2. T.reesei yang menghasilkan endo dan eksoglukanase akan mengubah sawdust menjadi selobiosa dan dengan penambahan sedikit A.niger yang menghasikan glukosidase maka selobiosa bereaksi dengan β-glukosidase dan akan menghasilkan glukosa. Penambahan A.niger yang cukup banyak akan menurunkan konsentrasi glukosa dikarenakan selobiosa yang dihasilkan sangat sedikit sehingga glukosa yang akan di hasilkan akan sedikit. Campuran substrat dengan jamur ini diletakkan didalam inkubator selama 1 minggu. Setelah itu campuran ini di campurkan dengan larutan buffer kemudian diaduk diatas shaker selama 135 menit. Campuran tersebut kemudian dipisahkan antara liquid dengan solidnya secara sentrifuge. Cairan yang terpisahkan itu kemudian dianalisa kandungan glukosanya. Didapatkan kandungan glukosa setelah biological treatment sebesa 9,4 %. Kadar glukosa yang rendah ini kemungkinan besar disebabkan oleh kedua jamur tersebut belum tumbuh maksimum pada fase logaritmiknya untuk pembiakan pada substrat sawdust, kemudian substratnya dianalisa kembali untuk diketahui kadar selulosa didalamnya, kadar selulosa sebelum di biological treatment sebesar 33,7% dan setelah dilakukan biological treatment selulosa berkurang dengan kadar 27,6% yang telah dianalisa removal selulosa sebesar 18,10%.

4. Kesimpulan

1. Serbuk kayu (Sawdust) dapat dijadikan sebagai bahan baku produksi glukosa, dalam penelitian ini didapatkan kadar glukosa

(5)

tertinggi setelah di Steam Treatment sebesar 10,5%.

2. Steam Treatment dapat mendegradasi Lignin sebesar 25,6% dan juga Hemiselulosa sebesar 7% pada kondisi 210oC selama 5

menit dengan physical treatment 2% H2SO4

(v/v)

3. Glukosa yang didapatkan setelah Biological

Treatment yaitu sebesar 9,4% dengan

menggunakan perbandingan Aspergillus

Niger dan Trichoderma Reseei 1:2.

Daftar Pustaka

1. Aderemi, B.O. , E. Abu, B. K. Highina (2008), “The Kinetics of Glucose

Production from Rice Straw by Aspergillus niger”, African Journal of Biotechnology

Vol. 7 (11), 3 June, pp. 1745-1752.

2. Balat, Musatafa. (2007), “Progress in

Bioethanol Processing”. Progress in Energy

and Combustion Science 34, pp. 551-573. 3. Barbel, H.H (1996), “Design and Operations

of Bench-Scale Process Development Unit for The Production of Ethanol from Lignocellulosics”, Bioresource Technology.

176-179.

4. Carrasco.C (2010), ”SO2-Catalyzed Steam

Pretreatment and Fermentation of

Enzymatically Hydrolyzed Sugarcane

Bagasse”, Enzyme and Microbial

Technology. 64-73.

5. Chandran, G. (2010), “Cellulase Production

by Aspergillus Niger Fermented in Sawdust and Bagasse”, Journal of Cell and Tissue

Research vol. 10(1) pp. 2115-2117.

6. Hamelinck, Carlo. N. (2003), “Prospect for

Ethanol from Lignocellulosic Biomass”.

Science Technology Society.

7. Johan, Sendelius (2005), ”Steam Pretreatment

Optimisation for Sugarcane Bagasse in Bioethanol Production”. Master of Science

Thesis 2005. Sweden.

8. Kuhad, R.C. (2007), “Lignocelullose

Biotechnology”, I.K International

Publishing House. New Delhi.

9. Lennox, J.A, (2010), ”Comparative

Degradation of Sawdust by Microorganism Isolated from It”, African Journal of

Microbiology Research vol. 4 (17), pp. 1804-1807.

10. Sinaga, A (2009), ”Comparative Studies of

Intermediates Produced from Hydrothermal Treatments of Sawdust and Cellulose”,

Journal of Supercritical Fluids 50. pp. 121-127.

11. Sodestrom, Johanna, (2002), ”Two-step

Steam Pretreatment of Softwood by Dilute

H2SO4 Impregnation for Ethanol

Production”. Biomass and Bioenergy 24

475-486.

12. Sun, Ye, (2002), “Hydrolisis of

Lignocellulosic Materials for Ethanol Production”. Bioresource Technology 83,

pp. 1-11.

Taherzadeh, M.J. (2008), “Pretreatment of

Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas Production”.International Journal of

Gambar

Gambar 4.1 Penurunan kadar lignin pada proses  steam treatment selama 5 menit
Gambar 4.2 Penurunan kadar lignin pada proses  steam treatment selama 10 menit
Gambar 4.6 Penurunan kadar selulosapada steam  treatment selama 10 menit

Referensi

Dokumen terkait