• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN

ALGORITMA GENETIKA

Oleh :

GUNAWAN KISWOYO F14104104

2008

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL

PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT)

MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN

ALGORITMA GENETIKA

Oleh :

Gunawan Kiswoyo

F14104104

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN

ALGORITMA GENETIKA SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor Oleh :

Gunawan Kiswoyo

F14104104

Dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1985 di Pati Tanggal lulus:

Menyetujui, Bogor, September 2008 Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Suroso, M.Agr. NIP. 131 878 500

Ketua Departemen Teknik Pertanian

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. NIP. 131 671 603

(4)

Gunawan Kiswoyo. F14104104. Optimasi Jarak dan Kecepatan Rol pada Penggilingan Padi (Rice Milling Unit) Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Suroso, M.Agr.

RINGKASAN

Keberhasilan proses penggilingan padi dapat dilihat dari dua parameter, yaitu efisiensi pengupasan dan persentase beras patah. Efisiensi pengupasan menggambarkan banyaknya gabah yang berhasil dikupas. Sedangkan persentase beras patah, menggambarkan banyaknya beras patah yang terjadi selama proses penggilingan.

Penggilingan bertujuan untuk mengupas gabah sebanyak mungkin dan mengurangi beras patah sekecil mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu dilakukan optimasi dengan menggunakan program jaringan syaraf tiruan dan genetika algoritma. Jaringan syaraf tiruan merupakan suatu metode pemprograman, dimana algoritmanya mampu mempelajari pola pasangan input dan output yang dimasukkan ke program (training). Untuk selanjutnya melalui tahap validasi, dapat dilakukan pendugaan nilai output dengan memasukkan nilai inputnya saja. Sedangkan untuk mencari parameter input yang paling optimal sehingga didapatkan kombinasi efisiensi pengupasan dan persentase beras patah yang paling baik, digunakan genetika algoritma.

Parameter-parameter input yang akan dioptimasi yaitu kadar air gabah kering giling (GKG), jarak antar rol dan kecepatan putar rol utama pada penggilingan padi (RMU). Untuk mendapatkan data parameter-parameter input tersebut, terlebih dahulu dilakukan penggilingan gabah dengan RMU tipe rubber

roll dengan sekali lintasan. Sedangkan varietas gabah yang digunakan dalam

penelitian ini hanya satu jenis, yaitu padi varietas ciherang. Penelitian ini, hanya dilakukan sampai pemutuan beras pecah kulit.

Setelah didapatkan data dari proses penggilingan dengan RMU, data dimasukkan ke dalam program jaringan syaraf tiruan untuk mencari hubungan antara parameter hasil giling dengan parameter hasil pendugaan dengan JST. Keberhasilan proses training JST dapat dilihat dari besarnya nilai standard error

of calibration (SEC). Sedangkan tingkat keberhasilan untuk proses validasi, dapat

dilihat dari besarnya nilai standard error of prediction (SEP) dan coefficient of

variation (CV). Dari hasil pemprograman dengan JST didapatkan hasil pendugaan

yang terbaik, dimana untuk efisiensi pengupasan didapatkan nilai SEC 1.21, SEP 1.36, dan CV 1.46%. Sedangkan untuk persentase beras patah didapatkan nilai SEC 0.88, SEP 1.75, dan CV 23.57%.

Hasil optimasi proses penggilingan untuk gabah Ciherang adalah digiling dengan kadar air 13.1% bb, dengan mengatur jarak antar rol RMU sebesar 0.64 mm dengan kecepatan putar rol utama 1065 rpm. Dengan parameter gabah dan RMU tersebut, maka akan dihasilkan persentase beras patah 5.7% dan efisiensi pengupasan 95.8%. Akan tetapi, untuk penggunaan di lapangan diperlukan penyesuaian terhadap kondisi RMU itu sendiri. Untuk kadar air 13.1%, penyetelan yang optimum yaitu pada jarak antar rol 0.6 mm dan kecepatan putar rol utama 1065 rpm. Dengan parameter gabah dan RMU tersebut didapatkan persentase beras patah 5.7% dan efisiensi pengupasan 95.7%.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah, 14 Februari 1985. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Sutar dan Ibu Mujayatmi.

Tahun 1998 penulis lulus dari SDN 2 Trimulyo, kemudian pada tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 1 Juwana. Tahun 2004 penulis berhasil menamatkan studinya di SMUN 2 Pati. Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum di mata kuliah Mekanika Fluida, Praktikum Terpadu Mekanika dan Bahan Teknik, serta Teknik Pengolahan Pangan. Selain itu penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) 2005/2006.

Penulis pernah melakukan praktek lapangan di PG. Trangkil. Pengalaman kerja penulis selama kuliah yaitu kerja proyek sebagai enumerator di ICRAF (World Agroforestry Center) tahun 2008.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, semangat, dan nikmat sehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi penelitian. Skripsi penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, IPB. Skripsi penelitian ini berjudul Optimasi Jarak dan Kecepatan Rol pada Penggilingan Padi (Rice Milling Unit) Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Suroso, M. Agr selaku dosen pembimbing akademik yang dengan sabar telah memberikan bimbingan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen penguji skripsi.

3. Keluarga penulis tercinta, terima kasih atas doa dan dukungannya.

4. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, Pak Abas, Pak Parma, Mas Firman, Mas Darma, dan Pak Totok atas bantuan tenaga dan waktunya selama penulis melakukan penelitian.

5. Teman satu bimbingan penulis, Tiara Windasari. Terima kasih atas dukungan semangat dan kebersamaannya.

6. Teman-teman seperjuangan penulis : Mas Aris, Harritz Rizaldi, M Ali Maksum, TPPHPer 41 (Shohib, Anan, Asep, Eko, Lia, Ismi M, Anggi, Nurul, Emma, Boris, Salamun, Indra L, Ida, Firly, dan Almarhum Ega Andriawan), Teman-teman Mapol (Bayu, Agung, Lukman, Frima, Anes, Ilham, Nami, Udin, Onal, Septian, Manan, dll..), serta semua teman-teman TEP 41 terima kasih atas segala doa dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi penelitian ini masih terdapat kekurangan, sehingga saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

RINGKASAN EKSEKUTIF ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras ... 5

2.2. Penggilingan Padi ... 10

2.3. Standar Mutu Gabah dan Beras ... 19

2.4. Jaringan Syaraf Tiruan ... 21

2.5. Algoritma Genetika ... 25

2.6. Penelitian Sebelumnya ... 28

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

3.2. Bahan dan Alat ... 29

3.3. Metode Penelitian ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Penggilingan Dengan RMU ... 36

4.2. Pendugaan Efisiensi Pengupasan dan Persentase Beras Patah Dengan Jaringan Syaraf Tiruan ... 37

4.3. Optimasi Efisiensi Pengupasan dan Persentase Beras Patah Dengan Algoritma Genetika ... 40

(8)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 48

5.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hubungan kecepatan putar rol dengan efisiensi pemecahan sekam.. 2

Tabel 2. Hubungan kapasitas pengupasan dengan kadar air gabah... 3

Tabel 3. Karakteristik padi varietas Ciherang ... 10

Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit ... 14

Tabel 5. Standar mutu gabah berdasarkan SNI ... 20

Tabel 6. Komponen fisik beras ... 20

Tabel 7. Komponen fisik gabah hasil giling ... 35

Tabel 8. Data selang parameter giling selama proses giling... 35

Tabel 9. Uji keberhasilan hasil pengdugaan dengan JST ... 37

Tabel 10. Parameter-parameter algoritma genetika ... 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur fisik butiran gabah ... 6

Gambar 2. Diagram Sankey... 11

Gambar 3. Sistem penggilingan padi ... 13

Gambar 4. Skema pengupasan sekam dengan handmill ... 15

Gambar 5. Mesin pemecah kulit tipe Engelberg ... 16

Gambar 6. Skema pengupasan sekam dengan rubber roll ... 17

Gambar 7. Skema pemecahan kulit tipe impeller husker ... 19

Gambar 8. Diagram alir umum pemprograman ... 32

Gambar 9. Model JST yang dikembangkan ... 34

Gambar 10. Diagram alir Algoritma Genetika ... 35

Gambar 11. Tampilan saat proses pembelajaran JST ... 39

Gambar 12. Tampilan program AG untuk optimasi parameter giling ... 42

Gambar 13. Nilai efisiensi pengupasan selama proses regenerasi ... 42

Gambar 14. Nilai beras patah selama proses regenerasi ... 43

Gambar 15. Nilai jarak antar rol selama proses regenerasi ... 43

Gambar 16. Nilai kadar air selama proses regenerasi ... 43

Gambar 17. Nilai kecepatan putar rol utama ... 44

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data hasil giling untuk input proses training JST... 52

Lampiran 2. Data hasil giling untuk proses validasi JST. ... 53

Lampiran 3. Hasil proses training JST ... 54

Lampiran 4. Data hasil proses validasi JST ... 55

Lampiran 5. Nilai pembobot hasil keluaran proses training JST... 56

Lampiran 6. Hasil optimasi program AG berdasarkan nilai kadar air …….. 57

Lampiran 7. Sortasi gabah menggunakan winower ... 58

Lampiran 8. Peralatan giling dan sortasi beras ... 59

Lampiran 9. Sortasi beras pecah kulit secara manual ... 60

Lampiran 10. Penimbangan beras pecah kulit ... 61

Lampiran 11. Tampilan program AG yang siapdigunakan ... 62

(12)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang bercorak agraris dengan sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Meskipun memiliki potensi daerah pertanian yang luas, dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, Indonesia setiap tahunnya mengalami permasalahan mengenai ketersediaan pangan. Permasalahan pangan tersebut akibat kebiasaan masyarakat Indonesia yang kurang melakukan diversifikasi pangan. Hampir 90% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok, sedangkan 10% nya mengkonsumsi sagu, jagung, singkong dan kentang.

Indonesia mengalami swasembada beras pada tahun 2008. Produksi Gabah Kering Giling sampai bulan September 2008 mencapai 59 877 219 juta ton. Tapi tingginya tingkat produksi tidak didukung dengan konsumsi per kapita beras yang sangat tinggi yaitu mencapai 139 kg/kapita/tahun (Anonimous, 2008). Konsumsi beras tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan konsumsi negara lain, semisal Jepang yang konsumsi beras per kapitanya hanya 85 kg/kapita/tahun. Indonesia juga tercatat sebagai negara pengimpor beras terbesar di dunia antara tahun 1998-2001.

Menurut Badan Pusat Statistika (2008), jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 220 juta jiwa dan akan menjadi 300 juta jiwa tahun 2015. Kebutuhan beras akan melonjak 1.5 kali lipat dari sekarang. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan mengingat lahan pertanian Indonesia yang tinggal 7 juta ha, dan terus berkurang karena konversi lahan pertanian menjadi pemukiman penduduk.

Untuk menanggulangi masalah tersebut, beberapa alternatif solusi telah dipersiapkan pemerintah. Diantaranya menghentikan konversi lahan, meningkatkan produktivitas dengan teknologi inovatif baik di sektor budidaya maupun pascapanen, dan dilakukannya diversifikasi pangan.

Sampai saat ini beras masih menjadi fokus utama pemerintah dalam mencukupi kebutuhan pangan nasional. Pertumbuhan produktivitas padi di Indonesia cukup tinggi, tahun 2006-2007 mencapai 4.96%. Meskipun produktivitas tinggi, namun usaha meningkatkan produktivitas harus terus dilakukan mengingat pertambahan penduduk Indonesia yang tinggi. Usaha

(13)

optimasi sebaiknya bukan hanya dari segi budidaya padi, tetapi juga dari segi teknologi pascapanen.

Sektor pascapanen memiliki kontribusi besar dalam mengamankan produksi beras nasional. Menurut Badan Pusat Statistik (1996), kehilangan hasil panen dan pascapanen akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pascapanen mencapai 20%, dimana kehilangan saat pemanenan 9.5%, perontokan 4.8%, pengeringan 2.1%, penggilingan 2.2%, penyimpanan 1.6%, dan pengangkutan 0.2%. Angka ini jika dikonversikan terhadap produksi padi nasional tahun 2007 yang mencapai 57.05 juta ton GKG, setara dengan Rp 26 triliun.

Selain dari segi kuantitas, segi kualitas juga harus diperhitungkan karena akan mempengaruhi nilai jual dari beras tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diterima petani. Semakin tinggi mutu dari beras, maka semakin tinggi pula harga jualnya. Mutu beras ditentukan berdasarkan sifat fisik beras tersebut, seperti ukuran beras dan derajat sosohnya. Mutu dari beras selain disebabkan oleh gabah yang akan digiling, juga dapat dipengaruhi oleh kondisi mesin penggilingan padi itu sendiri.

Mutu beras pecah kulit bergantung pada beberapa faktor, seperti jenis padi, kualitas padi, kadar air gabah, karakteristik mesin dan penyetelannya (kekerasan karet, kecepatan putaran rol, tekanan rol, lebar rol, jarak rol, jumlah bahan yang masuk, pengaturan saringan), dan keahlian operator (Waries, 2006). Hubungan antara kecepatan putaran rol dengan efisiensi pengupasan diperlihatkan oleh Tabel 1. Sedangkan data mengenai pengaruh kadar air terhadap mutu pengupasan ditunjukkan oleh Tabel 2.

Tabel 1. Hubungan kecepatan putar rol dengan efisiensi pemecahan sekam (Waries, 2006)

Putaran (rpm) Efisiensi Pengupasan (%) 700 800 900 1000 79 85 87 89

(14)

Tabel 2. Hubungan kapasitas pengupasan dengan kadar air gabah (Waries, 2006)

Jaringan syaraf tiruan (artificial neural networks) dan algoritma genetika (genetic algorithm) merupakan metode komputasi yang mampu memecahkan masalah untuk menghasilkan solusi yang optimal atau mendekati optimal dalam waktu yang dapat diterima. Jaringan syaraf tiruan (JST) dan algoritma genetika (AG) digunakan untuk menyelesaikan masalah yang rumit dan tidak dapat dipecahkan dengan teknik-teknik konvesional. Dengan menggunakan kedua metode tersebut, diharapkan dapat dilakukan optimasi terhadap proses penggilingan padi menggunakan rice milling unit (RMU).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Menduga persentase beras patah dan efisiensi pengupasan sekam dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan.

2. Menentukan jarak antar rol, kecepatan putaran rol utama, dan kadar air gabah yang optimum pada operasi penggilingan.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi solusi terhadap permasalahan yang menyangkut pengoptimalan kualitas beras hasil giling. Proses penggilingan yang saat ini sebagian besar hanya berdasarkan pada pengalaman operator dari proses trial and error, dengan program jaringan syaraf tiruan dan algoritma genetika akan didapatkan penyetelan yang optimal untuk mendapatkan kualitas beras pecah kulit yang terbaik. Program JST dan AG tersebut akan memberikan nilai kadar air GKG, jarak antar rol dan kecepatan putar rol utama yang paling optimum untuk mendapatkan kombinasi efisiensi pengupasan dan persentase beras patah yang optimal. Sehingga, pada akhirnya program ini diharapkan

Kemampuan Kadar air (%) Tenaga (HP) Rasio pengupasan (%)

kg/jam kg/jam 18 16 14 12 2.1 1.8 1.6 1.5 65 74 80 82 830 880 900 910 390 480 560 610

(15)

mampu memberikan sumbangsih kepada petani Indonesia dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras

Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman biji-bijian yang berasal dari benua Asia. Biji padi disebut gabah, dan gabah yang sudah tua, akan diolah menjadi beras. Dewasa ini, beras telah menjadi bahan makanan pokok masyarakat dunia, termasuk di Indonesia.

Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman padi : Regnum : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Famili : poaceae Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L.

Tanaman padi biasanya ditanam di areal persawahan, namun ada juga jenis padi yang ditanam di ladang, seperti padi gogo. Tanaman padi siap dipanen ketika berumur tiga bulan. Yaitu ketika butiran gabahnya seragam berwarna kuning kecoklatan. Gabah hasil panen kemudian diproses lebih lanjut menjadi beras, melalui proses penggilingan. Tahapan pascapanen tanaman padi meliputi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pengemasan.

Salah satu tahapan pascapanen yang penting yaitu proses penggilingan. Pada tahapan ini, gabah yang sudah siap digiling atau Gabah Kering Giling (GKG) akan diproses menjadi beras putih yang siap dikonsumsi. Untuk mengoptimalkan hasil penggilingan, maka sangat baik jika diketahui terlebih dahulu karakteristik dari gabah.

2.1.1. Karakteristik Fisik Gabah

Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam, tergantung varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia, dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis

(17)

indica memiliki bentuk butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi yang

banyak ditanam yaitu padi jenis indica. Butiran gabah dapat diuraikan menjadi bagian seperti ditunjukan pada Gambar 1. Secara garis besar, bagian-bagian gabah dapat dibedakan menjadi 3 bagian-bagian. Bagian paling luar disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan glume. Bagian ke dua disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah, lapisan silang, testa, dan aleuron. Sedangkan lapisan yang paling dalam disebut endosperm.

Keterangan :

1. Palea 7. Testa 2. Lemma 8. Aleuron 3. Glume 9. Endosperm

4. Lapisan luar 10. Lembaga (Bakal tunas padi) 5. Lapisan tengah 11. Lapisan dalam

6. Lapisan silang

Gambar 1. Struktur fisik butiran gabah (Waries, 2006).

Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat, 6-7.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B2. Karbohidrat dan protein terdapat di dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar lemak dan vitamin B2 terdapat dalam lapisan bekatul.

Kandungan protein pada endosperm berpengaruh pada rendemen beras kepala dan derajat keputihan butiran. Kadar protein yang tinggi membuat butiran

(18)

menjadi keras sehingga cenderung tidak patah pada saat penyosohan. Di samping itu, butiran beras juga tahan terhadap gesekan sehingga hanya sedikit bagian endosperm yang terkikis. Akibatnya, derajat sosoh akan menjadi rendah.

Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun.

Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah.

Kualitas gabah akan mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling seperti ditunjukan pada Persamaan 1.

Rendemen giling =

Wgabah

Wsosoh x 100% ... (1)

Dimana :

Wsosoh = Berat beras sosoh (kg) Wgabah = Berat gabah (kg)

Selain dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan.

Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen (GKP), memiliki kadar air antara 20-27%. Apabila gabah disimpan sebelum digiling, kadar airnya harus diturunkan terlebih dahulu dengan cara dikeringkan sampai kadar air maksimum 18%. Pada kadar air ini gabah disebut gabah kering

(19)

simpan (GKS). Sebelum digiling GKS dikeringkan lagi hingga kadar air sekitar 13-15%.

2.1.2. Karakteristik Fisik Beras a. Beras Pecah Kulit

Gabah yang telah dikupas disebut beras pecah kulit (beras PK). Struktur butiran beras PK tersusun atas endosperm, lapisan aleuron, testa, dan Lapisan dalam. Lapisan-lapisan tersebut secara ringkas disebut lapisan endosperm dan bekatul. Beras PK mempunyai rasa yang kurang enak jika langsung dikonsumsi. Untuk itu, masih diperlukan proses lanjutan yaitu proses penyosohan.

b. Beras Sosoh

Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah digosok untuk mendapatkan warna putih mengkilap. Beras sosoh memiliki rasa yang lebih enak daripada beras PK serta memiliki warna yang menarik.

Pada zaman dahulu petani menumbuk padi sampai pada tahap menghasilkan beras sosoh yang disebut dengan istilah beras las. Namun beras yang dihasilkan tidak bisa seputih beras yang dihasilkan oleh mesin penggilingan padi. Dengan menumbuk, lebih sedikit lapisan bekatul yang terlepas. Karena masih berwarna kecoklatan maka dikenal dengan nama beras coklat. Rasa beras coklat memang kurang enak daripada beras slyp, namun lebih kaya zat gizi karena lapisan katul mengandung protein, lemak, dan vitamin B2.

Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran yaitu beras kepala, beras patah, dan beras menir. Beras kepala dan beras patah dikonsumsi dalam bentuk nasi. Menir memiliki bentuk yang kurang menarik jika dimasak dalam bentuk nasi karena ukurannya yang kecil. Oleh sebab itu, menir lebih umum dimasak menjadi bubur untuk kue, atau diolah menjadi tepung beras sebagai bahan baku untuk bihun atau kue.

(20)

c. Beras Patah

Pada proses penggilingan, beras patah tidak dikehendaki. Namun timbulnya beras patah tidak dapat dihindari. Timbulnya beras patah terutama terjadi pada proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan lapisan bekatul.

Terjadinya beras patah, disamping ditentukan oleh kinerja mesin penggiling, juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling. Dengan penanganan yang kurang tepat gabah dapat menjadi mudah patah atau retak, bahkan telah patah sebelum digiling.

Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pascapanen sebagai akibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah mengkerut dan mengembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat.

2.1.3. Padi Varietas Ciherang

Padi varietas Ciherang termasuk dalam padi golongan cere. Padi ini merupakan persilangan antara IR 64 dengan IR 64. Karakteristik padi Ciherang dapat dilihat pada Tabel 3. Padi varietas Ciherang menempati urutan pertama berdasarkan luas tanam, mengalahkan beras varietas IR 64, terutama di daerah Jawa Barat. Menurut Hermanto (2006), padi varietas ciherang unggul dengan luas tanam 0.73 juta ha, atau 33% lebih luas dari areal tanam IR 64. Padi varietas Ciherang banyak ditanam karena nasinya yang pulen, selain itu juga produktivitasnya tinggi. Potensi hasil Ciherang 5-7 ton/ha GKG lebih tinggi dari pada produktivitas padi jenis IR 64 yang rata-rata 5 ton/ha GKG.

(21)

Tabel 3. Karakteristik padi varietas Ciherang. Subjek Keterangan Asal Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Gabah isi per malai Warna kaki

Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Muka daun Warna daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Bobot 1000 butir Kadar amilosa Potensi hasil

Ketahanan terhadap hama Ketahanan terhadap penyakit Anjuran tanam

Persilangan IR 18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1-3///IR 64////IR 64 Cere 116-125 hari Tegak 107-115 cm 14-17 batang - Hijau Hijau Putih Putih

Kasar pada sebelah bawah daun Hijau Tegak Tegak Panjang ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen 27-28 gram 23 % 5-7 ton/ha

Tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 2 dan 3

Tahan hawar daun bakteri strain III & IV -Sawah irigasi dataran rendah <500 mdpl -Cocok pada musim hujan dan kemarau

Sumber : Deptan (2000). 2.2. Penggilingan Padi

Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan sampai penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun dalam proses penggilingan, tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah akibat adanya gesekan dan tekanan.

(22)

Gambar 2. Diagram Sankey (Waries, 2006).

Diagram Sankey menunjukan besarnya susut yang terjadi selama proses penggilingan. Nilai-nilai numerik di dalam diagram Sankey dapat berbeda-beda bergantung pada varietas padi yang digiling serta sistem penggilingan padi yang digunakan. Nilai-nilai yang ditunjukan pada Gambar 2, adalah nilai-nilai untuk padi yang berasal dari Amerika yang berbutir panjang (long grain).

Gabah kering panen yang memiliki kadar air sekitar 20% akan menurun beratnya sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14%. Apabila tidak langsung digiling, gabah terlebih dahulu disimpan dalam bentuk gabah kering giling.

Gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14% dan kotoran sekitar 3% dianggap sebagai bobot awal (100%) yang merupakan masukan terhadap proses penggilingan. Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan kotoran-kotoran yang berjumlah kira-kira 3% dari bobot gabah awal. Selanjutnya gabah mengalami proses pemecahan kulit, dimana sekam yang berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah, dan akan tersisa beras pecah kulit sebanyak 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk

(23)

mendapatkan warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak 10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 52%. Persentase sekam dan bekatul semata-semata disebabkan oleh perbedaan varietas padi, sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai.

Dalam proses penggilingan, yang disebut hasil utama yaitu beras sosoh. Beras sosoh yaitu gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir. Jumlah yang dihasilkan dapat diperkirakan dari diagram Sankey pada Gambar 2, yaitu sekam sebanyak 20%, bekatul 10%, dan menir 2% dari berat gabah awal yang digiling. Hasil-hasil samping tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sekam dipakai sebagai bahan bakar atau media tumbuh tanaman hidroponik, bekatul dipakai sebagai bahan pakan ternak, makanan manusia, minyak bekatul (bran oil), dan menir biasanya diolah lebih lanjut menjadi tepung beras atau pakan ternak.

Untuk mengerjakan rangkaian tahapan penggilingan padi di atas diperlukan rangkaian mesin/alat yang keseluruhannya disebut sistem penggilingan padi. Rangkaian mesin-mesin tersebut berfungsi mulai dari mengupas kulit gabah (sekam), memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkupas (beras pecah kulit), melepas lapisan bekatul dari beras pecah kulit, dan terakhir memoles beras sehingga siap dikonsumsi dan memiliki penampakan yang menarik. Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi dapat berupa rangkaian yang lengkap atau hanya berupa rangkaian beberapa buah mesin. Kelengkapan rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir hasil penggilingan. Untuk menghasilkan hasil gilingan yang baik, sistem penggilingan padi seharusnya terdiri dari rangkaian mesin-mesin yang lengkap. Namun dengan adanya keterbatasan modal untuk pengadaan mesin-mesin secara lengkap, maka suatu sistem penggilingan padi dapat mengurangi rangkaian mesin yang dipakai. Hal ini tentu saja akan mengurangi kuantitas dan kualitas beras hasil penggilingan.

(24)

Keterangan gambar : 1. Bak penampang gabah 2. Klep pengumpanan 3. Rol karet

4. Aspirator

5. Saluran pengeluaran sekam 6. Saluran pengeluaran beras

pecah kulit dan gabah utuh 7. Saluran pengeluaran gabah

muda

Gambar 3. Sistem penggilingan padi (Waries, 2006).

Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi telah berkembang dari rancangan sederhana hingga menjadi modern. Perbedaan rancangan umumnya ditandai dengan perbedaan pada aliran biji-bijian, perbedaan teknologi yang digunakan serta perbedaan kapasitas.

2.2.1. Pemecahan Kulit

Pemecahan atau pengupasan kulit bertujuan melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras. Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruh bagian tersebut dinamai kulit gabah atau sekam. Istilah lain yang dipakai untuk pemecahan kulit adalah husking, hulling, atau shelling. Sedangkan mesin yang dipakai untuk menggiling disebut mesin pemecah kulit atau disebut juga

husker, huller, atau sheller.

Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit akan terkupas, dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Gabah yang belum terkupas dapat berupa gabah utuh atau gabah yang telah pecah kulitnya, namun sekam belum terlepas dari butiran berasnya. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecahan kulit.

(25)

Proses pengupasan akan berjalan dengan baik apabila gabah memiliki kadar air yang sesuai, yaitu antara 13-15% (Waries, 2006). Pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan akan sulit karena sekam sulit dipecahkan. Sebaliknya, pada kadar air yang lebih rendah, butiran padi akan mudah pecah atau patah sehingga akan menghasilkan banyak beras patah atau menir.

Tinggi rendahnya tingkat pengupasan ditunjukan oleh efisiensi pengupasan yang merupakan persentase bobot butiran yang terkupas terhadap bobot butiran gabah awal. Disamping efisiensi pengupasan, kualitas pengupasan kulit juga ditunjukkan oleh persentase beras patah. Beras PK yang baik yaitu beras PK yang memiliki efisiensi pengupasan sekam yang tinggi dan persentase beras patahnya kecil.

Untuk mendapatkan kualitas pengupasan dengan efisiensi pengupasan yang tinggi dan efisiensi beras patah yang rendah, penyetelan mesin pemecah kulit perlu dilakukan secara tepat. Mesin pemecah kulit yang digunakan di masyarakat beraneka ragam. Berbagai jenis mesin pengupas kulit ditunjukan pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit (Waries, 2006).

Kelompok Tipe

Friksional Hand mill

Engelberg

Under runner disk husker Rubber roll husker

Sentrifugal Impact husker

Impeller husker Vacum husker

2.2.2. Jenis-Jenis Mesin Pemecah Kulit a. Hand Mill

Hand mill merupakan alat pemecah kulit paling tua, dimana untuk

memecah kulit gabah digunakan alu dan lesung. Gerakan alu yang menumbuk butiran-butiran gabah akan memberikan tegangan geser pada sisi-sisi gabah yang menyebabkan sekam menjadi robek dan terkupas. Gaya yang diterima oleh butiran gabah berupa dua gaya gesekan dengan arah berlawanan seperti ditunjukan pada Gambar 4.

(26)

Keterangan : 1. Alu 2. Lesung 3. Gabah

Gambar 4. Skema pengupasan sekam dengan handmill (Waries, 2006). Gerakan alu ke bawah akan menggesek sisi gabah yang ditumbuk oleh alu, sedangkan sisi gabah yang lain tertahan oleh gabah yang terletak di sebelahnya. Kedua gaya ini mengakibatkan adanya tegangan geser berlawanan yang bekerja pada sisi-sisi gabah yang berseberangan. Sebagai akibatnya, sekam akan terpuntir ke dua arah berlawanan sehingga robek. Gabah yang berada di sebelahnya juga mengalami pola tegangan geser serupa namun tidak sebesar gabah pertama. Apabila puntiran cukup besar, gabah itu pun akan terkupas.

b. Engelberg Husker

Ciri utama mesin pemecah kulit tipe Engelberg yaitu adanya silinder besi yang digunakan untuk mengupas sekam. Tipe ini dibuat dan mulai digunakan pada akhir abad 19 di Amerika Serikat, kemudian menyebar ke negara-negara penghasil beras di berbagai penjuru dunia.

Mesin pemecah kulit tipe Engelberg, pada awalnya dirancang untuk dapat melakukan kegiatan pemecahan kulit dan penyosohan. Namun, dalam perkembangannya, pemecah kulit tipe Engelberg lebih banyak digunakan untuk kegiatan penyosohan.

Mesin pemecah kulit tipe Engelberg bekerja dengan prinsip pemberian dua tegangan geser berlawanan pada sisi-sisi gabah. Tegangan dihasilkan sebagai akibat dari adanya gesekan silinder yang berputar. Pada sisi luar silinder terdapat tonjolan-tonjolan besi sebanyak 5 sampai 6 buah yang dipasang membujur di sepanjang sisi silinder. Tonjolan-tonjolan inilah bersama dengan pisau pengupas yang akan menjepit gabah dan menggesek gabah pada waktu silinder berputar.

(27)

Keterangan :

1. Bak penampungan 2. Pengatur pengumpanan 3. Tutup bagian atas 4. Silinder besi 5. Ruang pengupasan 6. Ulir pendorong

Gambar 5. Mesin pemecah kulit tipe Engelberg (Waries, 2006) Dalam perkembangannya mesin pemecah kulit tipe Engelberg ini dianjurkan oleh pemerintah untuk tidak digunakan dalam proses penggilingan padi, karena beras patah yang dihasilkan banyak dan beras pecah kulit yang keluar lebih panas daripada yang dihasilkan oleh tipe-tipe mesin pemecah kulit yang lain. c. Under-Runner Disc Husker

Mesin under-runner disc husker memecahkan sekam dengan dua buah piringan. Kedua piringan dipasang bersusun satu di atas yang lain. Piringan yang terletak di atas dipasang stasioner, sedangkan piringan yang terletak di bawah berputar. Karena piringan memiliki permukaan gesek yang terbuat dari batu, mesin ini juga disebut dengan stone disc husker atau pelmolen. Di Indonesia, mesin ini dikenal dengan nama gilingan monyet.

Apabila dibandingkan dengan mesin pemecah kulit tipe rol karet, under

runner disc husker memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Under runner disc husker menghasilkan beras retak, memar, dan patah yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pemecah kulit tipe rol karet. Energi yang diperlukan untuk mengupas per satuan berat gabah lebih rendah daripada mesin tipe rol karet skala besar, namun lebih tinggi daripada mesin tipe rol karet skala kecil. Dalam hal biaya, under runner disc husker lebih murah daripada mesin tipe rol karet, baik dalam biaya pengadaan mesin maupun biaya operasi. Namun demikian, tipe rol karet lebih populer daripada under runner disc husker karena persentase beras patahnya lebih kecil. Saat ini under runner disc husker telah jarang digunakan.

(28)

d. Rubber Roll Husker

Mesin pemecah kulit tipe rol karet (rubber roll husker) memecahkan sekam dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan.

Menurut Waries (2006), untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak antara rol diatur 0.5 sampai 0.8 mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah. Rol yang berputar dengan kecepatan tinggi disebut rol utama, sedangkan rol lainnya disebut rol pembantu. Rol utama juga disebut fixed roll karena dipasang pada suatu poros stasioner sedangkan rol pembantu disebut dengan movable roll karena posisinya dapat digeser untuk mengatur jarak antara kedua rol.

Pada waktu gabah dimasukkan di antara kedua rol, gabah tersebut akan ditekan oleh lapisan karet yang elastis. Butir gabah akan memiliki kontak lebih panjang pada rol yang berkecepatan tinggi dan memiliki kontak lebih pendek pada rol berkecepatan rendah. Ditambah dengan adanya tekanan, perbedaan kecepatan ini menyebabkan gabah akan terpuntir sehingga kulitnya menjadi robek.

Kapasitas rubber roll husker dan kualitas pengupasan tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis padi, kualitas padi, kadar air gabah, karakteristik mesin dan penyetelannya (kerapatan karet, kecepatan putaran rol, tekanan rol, lebar rol, jarak rol, jumlah bahan yang masuk, pengaturan saringan), dan keahlian dari operator. Skema pengupasan gabah diperlihatkan oleh Gambar 6.

(29)

e. Impact Husker

Impact husker atau mesin pemecah kulit tipe benturan, memakai prinsip

pengupasan dengan aplikasi gaya gesekan pada satu sisi gabah. Untuk memberikan gerakan yang cepat kepada gabah, gabah diputar dengan piringan berbentuk lingkaran. Blade-blade karet dipasang miring di luar sisi piringan dengan sudut 450 yang akan berlaku sebagai permukaan gesek. Pada waktu terlempar ke luar dari piringan, butiran gabah telah memiliki kecepatan dan gaya sentrifugal yang cukup. Selanjutnya butiran gabah akan membentur permukaan gesek dengan sudut 450.

Akibat adanya benturan, terdapat gaya gesekan antara sisi yang berbenturan dan gaya inersia yang tetap bekerja pada pusat masa butiran. Akibat adanya gaya gesekan yang menahan butiran gabah pada sisi benturan dan gaya inersia yang mendorong butiran gabah tetap bergerak, gabah akan terpuntir sehingga kulitnya terkupas. Pemecah kulit tipe ini memberikan efisiensi pengupasan yang lebih tinggi daripada pemecah kulit tipe rol karet, namun terjadi lebih banyak beras patah dan kerusakan pada bagian kecambah. Karena adanya kekurangan tersebut, tipe ini sudah jarang dipakai.

f. Impeller Husker

Pemecah kulit tipe impeller merupakan penyempurnaan dari tipe benturan. Bagian yang disempurnakan adalah permukaan geseknya. Dimana, butiran gabah diputar dengan piringan yang memiliki kisi-kisi berupa blade. Kumpulan blade berputar berlaku sebagai impeller. Bagan pemecah kulit tipe impeller ditunjukan pada Gambar 7. Apabila dibandingkan dengan tipe benturan, hasil pengupasan yang diberikan oleh tipe impeller lebih baik. Beras patah dan retak lebih kecil, namun kerusakan lembaga tetap terjadi pada waktu benturan dengan bantalan. Karena adanya gesekan pada blade, terjadi beras memar lebih banyak daripada yang terjadi pada tipe benturan.

(30)

Keterangan : 1. Bak penampungan 2. Klep pengumpanan 3. Piringan Q 4. Blade 5. Bantalan 6. By pass ke separator 7. By pass ke separator

Gambar 7. Skema pemecahan kulit tipe impeller husker (Waries, 2006). g. Vacuum Husker

Mesin pemecah kulit vakum memiliki prinsip kerja mirip dengan tipe

impact (benturan). Gabah diputar dengan kecepatan tinggi dan kemudian

dibenturkan dengan kuat pada dinding karet di pinggiran piring pemutar. Hal ini terjadi pada ruang pecah kulit (2). Setelah sekam pecah, seluruh butiran dihisap keluar oleh hisapan udara yang sangat kuat. Ini membuat butiran-butiran tertarik, dan sekam yang belum terlepas dari butiran beras akan terlepas karena kuatnya hisapan. Karena kuatnya hisapan ini, tipe ini disebut tipe vakum.

2.3. Standar Mutu Gabah dan Beras

Sebagai komoditas makanan pokok, gabah dan beras telah dilakukan standarisasi berdasarkan mutunya. Pemberian standar mutu tergantung dari instansi yang bersangkutan. Di Indonesia, salah satu standar yang umum digunakan yaitu standar mutu berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia). Untuk pemutuan gabah digunakan standar mutu SNI tahun 1999. Dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan standar mutu beras dapat dilihat di Tabel 6.

Persyaratan standar mutu beras berdasarkan SNI No. 01-6127-1999 terdiri dari komponen umum dan komponen fisik beras. Komponen umum standar mutu beras yaitu :

a. Bebas hama dan penyakit

b. Bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya c. Bebas dari campuran bekatul

(31)

d. Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan Tabel 5. Standar mutu gabah berdasarkan SNI (1999).

Tabel 6. Komponen fisik beras

No Komponen Mutu Satuan Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V 1 Derajat sosoh

(min) (%) 100 100 100 95 85

2 Kadar air (maks) (%) 14 14 14 14 15

3 Beras kepala

(min) (%) 100 95 84 73 60

Butir utuh (min) (%) 60 50 40 35 35

4 Butir patah (maks) (%) 0 5 15 25 35 5 Butir menir (maks) (%) 0 0 1 2 5 6 Butir merah (maks) (%) 0 0 1 3 3 7 Butir kuning/rusak (maks) (%) 0 0 1 3 5 8 Butir mengapur (maks) (%) 0 0 1 3 5 9 Butir asing (maks) (%) 0 0 0.02 0.05 0.2 10 Butir gabah (maks) (%) 0 0 1 2 3 11 Campuran varietas lain (maks) 5 5 5 10 10 Sumber : SNI (1999).

Persyaratan Mutu Mutu I Mutu II Mutu III

Kadar air 14 14 14

Gabah hampa 1 2 3

Butir rusak + butir

kuning 2 5 7

Butir mengapur + gabah

muda 1 5 7

Butir merah 1 2 10

Benda asing - 0.5 4

(32)

2.4. Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Networks) adalah salah satu cabang ilmu kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan merupakan alat untuk memecahkan masalah terutama di bidang-bidang yang melibatkan pengelompokan dan pengenalan pola (pattern recognition) (Puspitaningrum, 2006).

Jaringan syaraf tiruan (JST) merupakan salah satu representasi dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran. JST diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Metode JST merupakan metode matematik dengan mensimulasikan suatu teknologi intelegensi atau kecerdasan buatan. Sistem JST meliputi basis data, model sistem dan fungsi optimasi (Kusumadewi, 2003).

Jaringan syaraf tiruan mampu mempelajari pasangan input dan output yang diberikan, kemudian belajar beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan metode komputasi konvensional. Selain itu JST mampu memecahkan masalah dimana hubungan input dan output tidak diketahui.

Pada umumnya JST tersusun dari tiga jenis lapisan noda, yaitu lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer). Noda merupakan suatu unit komputasi yang paling sederhana pada setiap lapisan yang dihubungkan dengan setiap noda pada lapisan berikutnya. Hubungan antar noda diekspresikan oleh suatu bilangan yang disebut pembobot (weight). Setiap noda pada suatu layer akan menjadi masukan pada lapisan berikutnya sampai akhirnya menghasilkan keluaran pada output layer.

Metode yang populer digunakan dalam JST yaitu metode

backpropagation. Backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang

terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhitung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobot dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus

(33)

dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivitasi sigmoid, yaitu :

f(x) =

(

x

)

e

+ 1

1 ...(2)

Algoritma propagasi balik dapat dibagi ke dalam dua bagian : 1. Algoritma pelatihan

Terdiri dari tiga tahap: tahap umpan maju pola pelatihan input, tahap pemropagasi balikan error, dan tahap pengaturan bobot.

2. Algoritma aplikasi (validasi)

Pada tahap ini hanya terjadi tahap umpan maju saja.

Algoritma Pelatihan a. Inisialisasi awal

Tahapan ini meliputi, penentuan angka pembelajaran ( ) dan penentuan syarat kondisi berhenti. Jika dalam penentuan kondisi berhenti menggunakan nilai ambang, maka perlu ditetapkan nilai toleransi error. Jika digunakan banyaknya epoch sebagai kondisi berhenti, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu nilai epoch maksimum. Bobot awal sebaiknya diambil nilai random yang cukup kecil.

Nilai laju pelatihan (learning rate) harus dipilih antara 0-0.9. Nilai laju pelatihan menentukan kecepatan pelatihan sampai sistem mencapai keadaan optimal. Prinsip dasar algoritma backpropagation adalah memperkecil galat hingga mencapai minimum global dan menghindari minimum lokal. Minimum lokal merupakan suatu keadaan, dimana galat sistem turun tetapi bukan merupakan solusi yang baik untuk jaringan tersebut.

Pemilihan nilai learning rate yang besar akan membuat sistem jaringan melompati nilai minimum lokalnya dan akan ber-osilasi sehingga tidak tercapai konvergensi. Sebaliknya nilai learning rate yang kecil menyebabkan sistem jaringan terjebak dalam minimum lokal dan memerlukan waktu yang lama selama proses pelatihan. Untuk menghindari keadaan tersebut maka ditambahkan suatu nilai konstanta momentum antara 0-0.9 pada sistem

(34)

tersebut. Pada kondisi demikian nilai learning rate dapat ditingkatkan dan osilasi pada sistem dapat diminimumkan.

Kerjakan langkah-langkah berikut selama kondisi berhenti bernilai FALSE: b. Laju pembelajaran

Feedforward :

1. Tiap-tiap unit input (Xi, i=1,2,3,...,n) menerima sinyal xi dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi).

2. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,...,p) menjumlahkan sinyal-sinyal

input terbobot : z_inj = v0j + = n i i ij v x 1 ... (3) untuk menghitung sinyal outputnya menggunakan fungsi aktivasi :

zj = f(z_inj) ... (4) sinyal tersebut akan dikirimkan ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit

output).

3. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,....,m) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot dari lapisan tersembunyi.

y_ink =w0k + = p i i jk w z 1 ... (5) fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya:

yk= f(y_ink) ... (6) sinyal tersebut dikirimkan ke semua unit output.

Backpropagation

4. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,...,m) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, informasi errornya dihitung :

k = (tk – yk) f’ (y_ink) ………. (7) kemudian menghitung koreksi bobot yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai wjk:

wjk= k zj ……… (8) penghitungan koreksi bias yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w0k:

(35)

w0k= k ……….. (9) kirimkan k ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya.

5. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,....,p) akan menjumlahkan delta inputnya, yaitu delta input dari lapisan output :

_inj = = m k k jk w 1 δ ………. (10)

mengkalikan nilai hasil penjumlahan delta input dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error :

j = _inj f’(z_inj) ……….. (11) menghitung koreksi bobot yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai vij :

vjk = j xi ……….. (12)

menghitung koreksi bias yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v0j :

v0j = j ... (13) 6. Tiap-tiap unit output (Yk, k= 1,2,3,....,m) memperbaiki bias dan bobotnya

(j=0,1,2,3,..., p):

wjk(baru) = wjk (lama) + wjk ... (14) Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j = 1,2,3,....,p) memperbaiki bias dan bobotnya (i = 0,1,2,...,n):

vij (baru) = vij (lama) + vij ... (15) c. Tes kondisi berhenti.

Jika syarat berhenti program terpenuhi, maka iterasi akan dihentikan secara otomatis.

Kinerja jaringan dapat dinilai berdasarkan nilai RMSE (Root Mean Square

Error) pada proses generalisasi terhadap contoh data input-output baru, nilai

RMSE sesuai dengan persamaan berikut (Fu, 1994) :

RMSE = (p-a)2/n ... (16) Dimana :

p = nilai prediksi jaringan

(36)

n = jumlah contoh data pada set validasi

Setelah JST terlatih untuk memecahkan suatu masalah, kemudian harus dilakukan validasi yang merupakan proses pengujian kinerja jaringan terhadap contoh yang belum diberikan selama proses pelatihan. Proses validasi dilakukan dengan memasukkan suatu set contoh input-output yang hampir sama dengan contoh set input-output yang diberikan selama proses pelatihan. Kinerja JST yang dihasilkan selama proses selama proses pelatihan diperoleh dari nilai galat yang dihasilkan pada proses validasi. Proses validasi hanya dilakukan untuk 1 epoch. Jika JST telah berhasil selama proses pelatihan dan validasi maka sistem tersebut sudah dapat digunakan untuk aplikasi selanjutnya.

2.5. Algoritma Genetika

Algoritma genetika atau genetic algorithms adalah algoritma pencarian

heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi biologis. Algoritma genetika

merupakan teknik pencarian dan optimasi yang meniru proses evolusi dan perubahan genetika pada struktur mahkluk hidup (Goldberg, 1989).

Pada algoritma genetika (AG), teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang dikenal dengan istilah populasi. Individu yang terdapat pada satu populasi disebut dengan istilah kromosom. Kromosom ini merupakan suatu solusi yang masih berbentuk simbol. Populasi awal dibangun secara acak, sedangkan populasi berikutnya merupakan evolusi kromosom-kromosom melalui iterasi yang disebut dengan istilah generasi. Pada setiap generasi, kromosom akan melalui proses evolusi dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan fungsi

fitness.

Proses seleksi merupakan proses pemilihan beberapa kromosom untuk dijadikan kromosom induk bagi generasi berikutnya. Proses seleksi menggambarkan aspek yang sangat penting dalam algoritma genetika, yaitu bagaimana memperoleh kromosom dengan tingkat kelayakan yang tinggi. Kromosom-kromosom tersebut akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dipilih dan direproduksi di dalam generasi berikutnya (Wahab, 2000).

Salah satu teknik seleksi dalam AG adalah teknik cakram rolet (roulette

wheel selection) yang diperkenalkan oleh Goldberg (1989). Teknik ini

(37)

populasi menempati suatu slot pada cakram rolet. Besarnya ukuran slot sama dengan rasio antara fitness (kelayakan) suatu kromosom dengan total nilai fitness semua kromosom. Semakin besar ukuran slot suatu individu, maka semakin besar kemungkinan individu tersebut untuk bertahan.

Reproduksi adalah proses dimana rangkaian individu menyalin secara tepat untuk nilai fungsi yang obyektif. Reproduksi dapat dilakukan dengan cara

crossover (penyilangan) dan mutasi.

Crossover adalah penyilangan antara nilai-nilai yang ada menjadi nilai

yang baru. Penyilangan ini bekerja pada sepasang kromosom induk untuk menghasilkan dua kromosom anak dengan cara menukarkan beberapa gen yang dimiliki masing-masing kromosom induk. Setelah reproduksi, crossover sederhana dapat diproses dengan dua langkah, yaitu :

a. Anggota rangkaian yang baru diproduksi pada kelompok pasangan secara acak.

b. Setiap pasangan rangkaian yang mengalami crossover diikuti sebuah posisi

integer k sepanjang rangkaian diseleksi keseragamannya pada pengacakan

antara 1 dan rangkaian panjang dikurang satu (1.1-1).

Tingkat penyilangan (crossover ratio) adalah rasio antara jumlah kromosom yang diharapkan mengalami penyilangan dalam setiap generasi dengan jumlah kromosom total dalam populasi. Tingkat penyilangan yang tinggi menyebabkan semakin besarnya kemungkinan AG mengeksplorasi ruang pencarian sekaligus mempercepat ditemukannya solusi optimum. Tetapi apabila tingkat penyilangan yang terlalu tinggi, maka hal ini sama artinya dengan membuang-buang waktu mencari solusi pada daerah yang mungkin saja kurang menjanjikan. Penentuan peluang penyilangan yang tepat sangat tergantung pada permasalahan yang dihadapi.

Beberapa metode penyilangan yang dapat dilakukan antara lain metode PMX (Partially Mapped Crossover), metode OX (Order Crossover) dan metode modifikasi. Metode PMX pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg dan Lingle (1985). Metode PMX menghasilkan anak (offspring) dengan memilih sepenggal gen dari induk (parent) yang lain kemudian sisanya diisi dari induknya sendiri

(38)

secara berurutan yang tidak sama dengan sepenggal gen yang sudah ada sebelumnya. Batas penggal ditentukan secara acak.

Metode OX menghasilkan offspring dengan memilih sepenggal gen dari induknya sendiri kemudian sisanya diisi dari induk yang lain secara berurutan yang tidak sama dengan sepenggal gen yang ada sebelumnya. Batas penggal ditentukan secara acak.

Sedangkan metode modifikasi merupakan modifikasi dari metode

crossover yang umum, yaitu bahwa jika diketahui satu batas crossover maka offspring yang dihasilkan bagian kiri berisi penggal gen dari induknya sendiri

sampai batas crossover, sedangkan bagian kanan tidak dapat semata-mata mengambil penggal bagian kanan dari induknya yang lain, tetapi mengambil gen dari induk yang lain tersebut secara berurutan yang tidak sama dengan penggal gen yang sudah ada pada offspring.

Proses mutasi merupakan perubahan kromosom-kromosom yang akan menghasilkan kromosom anak dengan hanya melakukan satu atau beberapa perubahan terhadap kromosom induk. Mutasi merupakan operator sekunder pada proses reproduksi. Karena itu variabel offspring dimutasi dengan menambahkan nilai random yang sangat kecil, dengan probabilitas rendah (0.001-0.2). Mutasi berperan untuk menggantikan gen yang hilang dari populasi akibat proses seleksi yang memungkinkan munculnya kembali gen yang tidak muncul pada inisialisasi populasi.

Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukan kualitas kromosom dalam populasinya. Fungsi fitness merupakan suatu fungsi yang obyektif yang dapat dinyatakan dalam bentuk dan banyak variabel. Semakin besar nilai fungsi

fitness dalam populasi, maka semakin besar pula kemungkinan kromosom

tersebut untuk tetap survive pada generasi berikutnya. Fungsi fitness dapat sama atau hasil modifikasi terhadap fungsi tujuan masalah yang hendak diselesaikan. Jika masalahnya adalah masalah optimasi maka fungsi fitnessnya sama atau berbanding lurus dengan fungsi tujuan, sedangkan untuk masalah minimasi, fungsi fitnessnya berbanding terbalik dengan fungsi tujuannya.

(39)

2.6. Penelitian JST dan AG di Bidang Teknik Pertanian

Penggunaan JST dan AG untuk penelitian sudah banyak dilakukan. Dalam bidang pertanian sudah banyak penelitian yang memanfaatkan JST atau AG atau kombinasi dari keduanya. Program JST dan AG banyak dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan metode konvesional.

Suroso (1999), menggunakan metode finite element dan AG untuk optimasi lingkungan mikro pada wadah kultur jaringan. M Khamsi Purnama (2002), menggunakan AG untuk penjadwalan pasokan larutan nutrisi pada media tanam paprika (Capsicum annum L.) dalam hidroponik substrat. Chusnul Arif (2003), menggunakan JST dan AG bersama-sama untuk penjadwalan pasokan larutan nutrisi pada sistem hidroponik substrat tanaman mentimun (Cucumis

sativus L).

Dalam penelitian yang lain, Esti Khotifah (2005), melakukan penjadwalan pasokan larutan nutrisi untuk tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada sistem hidroponik substrat menggunakan JST dan AG. Sedangkan Slamet Widodo (2007), menggunakan JST dan AG untuk optimasi komposisi media pembesaran plantlet anggrek Dendrobium Kanayao secara in-vitro.

(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian mulai dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2008.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah gabah varietas Ciherang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rice milling unit (RMU) tipe

rubber roll, winower, round perforation, kett mouisture tester, timbangan, tachometer, jangka sorong, ember plastik, terpal, kalkulator dan personal

komputer.

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Penggilingan gabah

a. Gabah kering panen (GKP) dengan kadar air kurang lebih 25% dibeli dari petani sebanyak 7 kwintal, dibagi menjadi 3 gelombang pembelian.

b. Gabah kering panen kemudian dikeringkan dengan sinar matahari sampai kadar air yang sudah ditentukan. Selama proses pengeringan, gabah dibersihkan dari kotoran seperti serat daun yang ikut tercampur secara manual. Setelah kadar airnya mencapai kira-kira 18 sampai 20%, gabah dibersihkan dengan winower. Winower merupakan sebuah alat yang mempunyai bilah-bilah, yang dapat berputar dengan bantuan motor listrik. Bilah-bilah yang berputar tersebut, akan menghasilkan angin yang alirannya diatur melewati sebuah ruangan bersekat. Sehingga apabila ada gabah yang dilewatkan, maka gabah tersebut akan terpisah sesuai dengan beratnya. Gabah yang sudah dibersihkan diusahakan memenuhi syarat GKG SNI yaitu, jumlah kotoran dan gabah hampa maksimal 3%.

c. Gabah yang sudah bersih, kemudian dikeringkan kembali. Selama pengeringan, kadar air diukur dengan menggunakan kett moisture tester. Dalam penelitian ini, kadar air target gabah dibedakan menjadi 3 kelompok,

(41)

yaitu kadar air 12, 14, dan 16%. Setelah kadar air gabah sesuai dengan kadar air target, maka gabah didiamkan dalam suhu kamar selama satu malam dan siap digiling keesokan harinya. Pendiaman dalam suhu kamar dimaksudkan untuk meratakan kadar air, sehingga tidak terjadi gradien suhu yang tidak merata yang dapat mengakibatkan banyak timbulnya beras patah.

d. Sebelum digiling, gabah dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam plastik-plastik sampel. Setiap sampel beratnya kurang lebih 10 kg. Setelah ditimbang, maka gabah yang sudah siap digiling dihitung kadar airnya kembali.

e. Rice milling unit yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe rubber roll. Jarak antar rol diatur dengan jarak 0.4, 0.5, 0.6, 0.7, dan 0.8 mm. Sedangkan kecepatan putar rol utama diatur pada kecepatan 1035, 1050, dan 1065 rpm. Gabah yang akan digiling sebanyak 60 sampel, dimana sampel gabah untuk input pada proses training JST sebanyak 45 buah dan sampel gabah untuk input pada proses validasi berjumlah 15 sampel.

f. Dari penggilingan 10 kg gabah pada masing-masing sampel, diambil 100 g beras pecah kulit secara acak. Dari 100 g beras pecah kulit tersebut, akan dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan data persentase beras patah dan efisiensi pengupasan. Persentase beras patah dapat dihitung dengan rumus :

BP = x100% W W PK BP ... (17) Dimana :

BP = Persentase beras patah (%) WBP = Bobot beras patah (g) WPK = Bobot beras pecah kulit (g)

Sedangkan nilai efisiensi pengupasan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 18. EP = 100% 0 1 0 x W W W − ... (18) Dimana : EP = Efisiensi pengupasan (%) W0 = Bobot gabah awal (g)

(42)

g. Hasil perhitungan efisiensi pengupasan dan persentase beras patah, serta data

input penggilingan seperti kadar air gabah, jarak antar rol, dan kecepatan putar

rol utama akan digunakan sebagai input dalam program JST. Untuk selanjutnya pembobot hasil output dari JST digunakan sebagai input pada progam AG. Diagram Alir umum pemprograman dapat dilihat pada Gambar 8.

(43)

Tidak

Ya

Gambar 8. Diagram alir umum pemprograman. Selesai

Mulai

Mutasi Crossover

Seleksi

JST untuk menduga efiisiensi pengupasan dan persentase beras patah

Inisialisasi nilai kecepatan rol utama, jarak antar rol dan kadar air gabah

Generasi Selesai

Efisiensi pengupasan dan persentase beras patah optimal

(44)

3.3.2. Pengembangan jaringan

a. Jaringan syaraf tiruan (JST) untuk pendugaan persentase beras patah dan efisiensi pengupasan

Hubungan antara faktor-faktor penggilingan dengan persentase beras patah dan efisiensi pengupasan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Belum ada persamaan matematika yang menjelaskan hubungan tersebut. JST dapat digunakan untuk mencari hubungan antara faktor-faktor dalam penggilingan dengan persentase beras patah dan efisiensi pengupasan.

Program JST yang akan digunakan yaitu program JST yang dibangun oleh Rudiyanto et al (2003). Model JST yang digunakan terdiri dari tiga layer yaitu

input layer, hidden layer, dan output layer. Data input yang dimasukkan dalam

program JST sebanyak empat noda yaitu kecepatan putar rol utama, jarak antar rol, kadar air gabah, dan bias. Sedangkan pada output layer terdapat dua noda yaitu persentase beras patah dan efisiensi pengupasan.

Data yang didapatkan dibagi menjadi dua kelompok yaitu satu set data untuk proses training dan satu set data untuk proses validasi. Untuk menguji kinerja training atau kalibrasi, Osborne et al (1993) menggunakan standard error

of calibration (SEC). SEC dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

SEC =

(

)

1 ˆ 2 − − k n y y ……… (19) dimana y adalah efisiensi pengupasan atau persentase beras patah hasil giling. Sedangkan yˆ adalah efisiensi pengupasan dan persentase beras patah hasil pendugaan dengan JST.

Keberhasilan proses validasi dapat dilihat dari standard error of prediction (SEP) dan coefficient of variation (CV). Osborne (1993), menghitung SEP dengan persamaan : SEP =

(

)

1 ˆ 2 − − v i i n y y ……….. (20) Dimana yi adalah efisiensi pengupasan atau persentase beras patah hasil giling untuk proses validasi. Sedangkan yˆ adalah efisiensi pengupasan atau persentase i

(45)

beras patah hasil proses validasi JST. Dan nv adalah banyaknya data validasi. CV dihitung dengan formula (Chan et al, 2002;Xiccato et al, 1999) berikut :

CV = x100%

y

SEP ………. (21)

Dimana y adalah rata-rata efisiensi pengupasan dan persentase beras patah hasil giling. Semakin rendah nilai dari SEC, SEP dan CV, maka semakin tinggi tingkat keberhasilan dari proses training dan testing pada JST.

b. Algoritma genetika untuk optimasi mutu beras pecah kulit.

Program AG ini dibuat dengan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Program ini bertujuan untuk mengoptimasi parameter mutu beras pecah giling yaitu persentase beras patah dan efisiensi pengupasan. Untuk itu perlu diketahui parameter penggilingan, yaitu kecepatan putar rol utama, jarak antar rol, dan kadar air gabah yang paling baik. Input dari AG ini adalah nilai pembobot (weight) yang menunjukan hubungan input dan output pada proses JST dan parameter penggilingan yang berpengaruh dalam penggilingan gabah.

Keterangan gambar :

1 = RPM rol utama 5. Beras Patah

2 = Jarak antar rol 3 = Kadar air gabah 4 = Efisiensi Pengupasan

Gambar 9. Model JST yang dikembangkan. 1 2 3 Bias Bias 5 4

(46)

Tidak

ya

Gambar 10. Diagram alir Backpropagation Neural Network. Mulai Selesai Input Training Perubahan Nilai Pembobot Perhitungan Nilai

Output dan Nilai Kesalahan Inisialisasi Pembobot

Error tercapai

(47)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Penggilingan Dengan RMU

Sebelum memulai proses penggilingan, terlebih dahulu dilakukan analisis kelayakan gabah yang akan digiling. Dari hasil pengamatan diperoleh data seperti pada Tabel 7. Berdasarkan SNI mutu gabah yang akan di giling termasuk dalam gabah mutu I.

Tabel 7. Komponen fisik gabah hasil giling.

Komponen Mutu GKG Kadar Air Butir hampa/kotoran Butir kuning/rusak Butir hijau/mengapur Butir merah 13.9 % 1.5 % 4 % 4.8 % 0 %

Setelah diketahui kondisi gabah yang akan digiling, maka GKG siap untuk digiling. Dari hasil penggilingan diperoleh selang nilai data sebagai berikut :

Tabel 8. Data selang parameter giling selama proses giling.

Layer Parameter Selang Satuan

Input Kadar air

Kecepatan putar rol utama Kerapatan antar rol

11.3-15.6 1035-1065 0.4-0.8 % bb rpm mm

Output Efisiensi pengupasan

Persentase beras patah 85.2-97.3 4.6-12.3 % %

Kadar air merupakan sebuah besaran yang menunjukkan kandungan air yang terkandung dalam sebuah benda. Untuk penggilingan padi, kandungan kadar air gabah sangat berpengaruh. Semakin rendah kadar airnya, maka gabah tersebut semakin mudah dikupas. Sedangkan gabah yang kadar airnya masih tinggi lebih sulit untuk dikupas. Meskipun bisa dikupas, masih banyak butir padi yang tidak terkupas sempurna. Menurut Waries (2006), kadar air yang optimal untuk dilakukan penggilingan adalah 13 sampai 15%.

Gambar

Tabel 2. Hubungan kapasitas pengupasan dengan kadar air gabah (Waries, 2006)
Gambar 1. Struktur fisik butiran gabah (Waries, 2006).
Gambar 2. Diagram Sankey (Waries, 2006).
Gambar 3. Sistem penggilingan padi (Waries, 2006).
+7

Referensi

Dokumen terkait