Bab V Pengujian Sistem dan Evaluasi Unjuk Kerja
Setelah proses pengujian sub-sistem dilakukan dan dapat dikatakan bahwa tiap-tiap modul / sub-sistem berjalan dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah melakukan serangkaian pengujian sistem secara keseluruhan. Pengujian dilakukan pada skala laboratorium dan lapangan. Setelah itu, dilakukan evaluasi terhadap hasil pengujian tersebut. Pada pengujian ini, ingin dibuktikan bahwa sistem yang dikembangkan memiliki unjuk kerja yang baik.
V.1 Pengujian Laboratorium
Pada skala laboratorium, pengujian yang dilakukan meliputi uji fungsionalitas sistem dan optimasi desain. Prosedur pengujian dapat dilihat pada Gambar V.1 di bawah ini. Sistem yang diuji terdiri dari 4 node dengan konfigurasi 1 kepala klaster (Board-1) dan 3 node sensor (Board-2, 3, dan 4). Masing-masing node terhubung dengan PC melalui hyperterminal untuk mengamati aktivitas node. Data pengamatan juga dapat disimpan untuk diolah lebih lanjut. Pada pengujian ini, semua node menggunakan catu tegangan DC 12 V.
V.1.1. Uji Fungsionalitas Sistem
Pada bagian ini, akan diuji unjuk kerja sistem dalam menjalankan protokol MAC yang dikembangkan. Pengujian dimulai dari fase set-up, fase steady-state selama 5 round, dan kemudian kembali ke fase set-up, namun dengan perubahan anggota jaringan. Parameter yang ingin diamati dalam pengujian ini antara lain:
- Implementasi protokol MAC
- Fungsi pengaturan jaringan mandiri (self-organizing and maintenance) - Skalabilitas sistem.
Gambar V.2. Uji fungsionalitas sistem pada Kepala Klaster.
Aktivitas jaringan pada kepala klaster dapat dilihat pada Gambar V.2 di atas. Terlihat bahwa pada fase set-up, setelah kepala klaster menyebarkan pesan SETUP, ada 3 node sensor yang membalas, sehingga frame / slot yang terbentuk adalah | 01 | 02 | 03 | 00 | 00 |. Pada fase steady state, data dari 3 node sensor dapat masuk dengan baik. Pada bagian ini terlihat bahwa dalam 1 round terdapat 5 frame periode data dan 5 frame periode tanpa data. Pada pesan ACK, terlihat bahwa setelah 2 round, jumlah data yang diterima oleh kepala klaster adalah 2 x 3 node = 6 data. Hal ini berarti nilai PER adalah 0%.
Sedangkan aktivitas jaringan pada node sensor, dapat dilihat pada Gambar V.3 di bawah ini. Pada fase set-up, terlihat bahwa node sensor mencari pesan SETUP
hingga ketemu. Setelah memberikan pesan JOIN, node pun menerima slot jaringan. Pada fase steady-state, hanya pada frame yang terdedikasi untuk node itulah saat terjadinya pertukaran data. Dengan membandingkan Member ID node, hasil SLOT, dan slot pertukaran data, maka dapat dikatakan bahwa implementasi protokol MAC pada sistem berjalan dengan baik.
Gambar V.3. Uji fungsionalitas sistem pada Node Sensor.
Untuk parameter pengaturan jaringan dan skalabilitas, hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar V.4 di atas, yang merupakan aktivitas jaringan pada kepala klaster. Pada 5 round sebelumnya, hanya terdapat 2 node anggota dalam jaringan. Kemudian setelah 5 round, jaringan di-reset dan melakukan pengaturan ulang dengan memasuki fase set-up kembali. Pada 5 round yang baru, ternyata terdapat node sensor baru yang ingin masuk ke jaringan. Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa proses pengaturan jaringan mandiri dan penambahan node baru dapat berjalan dengan baik.
Namun masih terdapat celah dalam algoritma pengaturan jaringan mandiri ini. Masalah tidak terdapat untuk kasus node yang mati / keluar dari jaringan. Namun untuk node baru yang ingin masuk jaringan, harus menunggu hingga 5 round selesai dilakukan, yaitu selama 5 round x 10 frame x 2 detik = 100 detik. Pada implementasinya pun, proses masuk / aktifnya node baru ini masih dilakukan secara manual, yaitu dengan menyalakan node sensor baru saat jaringan sedang pengaturan jaringan ulang. Pada pengembangan lebih lanjut, diharapkan algoritma pengaturan ini lebih cerdas, sehingga proses masuknya node baru dapat dilakukan secara otomatis dan lebih cepat.
Dalam hal skalabilitas, karena dalam 1 round hanya terdapat 10 frame, maka jumlah maksimum node sensor yang dapat menjadi anggota adalah 10 buah. Untuk aplikasi spesifik seperti greenhouse, kapasitas ini memang sudah lebih dari cukup. Namun untuk aplikasi lain dengan skala lebih besar, protokol MAC diharapkan lebih fleksibel dalam mengatur kapasitas maksimal node-nya.
V.1.2. Optimasi Desain
Sebelum melakukan optimasi, yang harus dilakukan adalah melakukan uji konsumsi energi pada protokol MAC yang dikembangkan. Berdasarkan karakteristik transceiver CC1100 pada Lampiran A, konsumsi arus pada saat aktif adalah TX = 30 mA saat daya keluaran +10dBm dan RX = 15 mA. Sedangkan konsumsi arus saat mode tidur (XOFF) adalah 0.2 mA. Sehingga berdasarkan desain protokol MAC pada Bab III, dapat dihitung rata-rata konsumsi energi tiap
node saat fase steady-state di tiap slot-nya. Secara garis besar terdapat 3 keadaan, yaitu TX, RX, dan Sleep. Konsumsi energi dalam 1 slot (200ms) adalah:
TX = 3,5V.{(20ms x 15mA) + (15ms x 30mA) + (165ms x 15mA)} = 11,3 mJ RX = 3,5V.{(5ms x 15mA) + (195ms x 15mA)} = 10,5 mJ
Sleep = 3,5V.(200ms x 0,2mA) = 0,14 mJ
Hasil perhitungan konsumsi energi tiap timeslot pada frame periode data dan tanpa data dari kepala klaster dan node sensor dapat dilihat pada Tabel V.1.
Tabel V.1. Perhitungan konsumsi energi saat steady-state.
Periode Data (mJ)
Slots 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Base 11,3 10,5 10,5 10,5 11,3 10,5 0,14 0,14 0,14 0,14 65,16 Node-1 10,5 10,5 11,3 10,5 10,5 10,5 0,14 0,14 0,14 0,14 64,36 Node-2 10,5 10,5 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 22,12
Periode Tanpa Data (mJ)
Slots 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Base 11,3 10,5 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 22,92 Node-1 10,5 10,5 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 22,12 Node-2 10,5 10,5 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 22,12 Tabel V.2. Perhitungan konsumsi energi terhadap variasi periode terima data.
Message 10 detik Total 20 detik Total 30 detik Total
Base 325,8 1954,8 440,4 1321,2 555 1110 Node-1 152,84 917,04 263,44 790,32 374,04 748,08 Node-2 152,84 917,04 263,44 790,32 374,04 748,08
Message 40 detik Total 50 detik Total 60 detik Total
Base 669,6 1110 784,2 1110 898,8 898,8
Node-1 484,64 748,08 595,24 748,08 705,84 705,84 Node-2 484,64 748,08 595,24 748,08 705,84 705,84
Dengan memvariasikan periode terima data dari 10, 20, 30, 40, 50, hingga 60 detik, maka perhitungan total konsumsi energi (mJ) dalam 1 menit tiap node dalam jaringan dapat dilihat pada Tabel V.2 di atas. Gambar V.5 di atas adalah plotting data pada Tabel V.2 dalam grafik. Terlihat pada grafik bahwa konsumsi energi pada node sensor cenderung stabil. Sedangkan pada kepala klaster (base), terjadi penurunan energi akibat penambahan periode terima data. Kecenderungan ini dapat dimanfaatkan untuk menghemat energi pada aplikasi sistem yang berbeda-beda.
Proses optimasi desain protokol MAC dilakukan 2 tahap, tahap-1 adalah modifikasi protokol, sedangkan tahap-2 adalah penurunan daya keluaran transceiver. Pada tahap-1, optimasi yang dilakukan adalah memanfaatkan mode IDLE dari transceiver sebagai mode normal (default state) dengan mengganti mode RX, mode normal sebelumnya. Optimasi dilakukan pada fase set-up dan steady state, seperti dapat dilihat pada Gambar V.6 dan V.7 di bawah ini.
Gambar V.6. Optimasi tahap-1 desain MAC pada fase set-up.
Gambar V.7. Optimasi tahap-1 desain MAC pada fase steady-state.
Dengan adanya optimasi ini, setiap node memasuki mode aktif (TX dan RX) hanya saat hendak mengirim atau menerima data. Pada interval waktu antar mode aktif inilah node memasuki mode IDLE. Keuntungan optimasi ini selain menghemat konsumsi arus hingga 1/10 kali (Tx +10dBm = 30mA, Rx = 15mA, IDLE = 2mA, SLEEP = 0.2mA), metode ini dapat mencegah node untuk mendengar medium pada waktu yang tidak perlu (overhearing). Perhitungan konsumsi arus pada Tabel V.1 dan Tabel V.2 di atas juga akan berubah akibat penerapan optimasi ini. Efek optimasi tahap-1 pada kepala klaster dan node sensor dapat dilihat pada Gambar V.8 di bawah ini.
Konsumsi energi dalam 1 slot (200ms) untuk TX dan RX berubah akibat penggunaan mode IDLE dengan perhitungan sebagai berikut:
TX = 3,5V.{(20ms x 2mA) + (15ms x 30mA) + (165ms x 2mA)} = 2,87 mJ RX = 3,5V.{(5ms x 15mA) + (195ms x 2mA)} = 1,63 mJ
Akibatnya, konsumsi rata-rata energi dalam 1 menit pada kepala klaster dapat diturunkan secara signifikan hingga 78,6 %, sedangkan pada node sensor, penurunan yang terjadi adalah sebesar 80,6 %.
(a) Kepala klaster (b) Node sensor
Gambar V.8. Efek optimasi tahap-1 MAC terhadap konsumsi energi.
Optimasi tahap-2 adalah penurunan level daya keluaran transceiver CC1100 dari +10 dBm menjadi -10dBm. Konsumsi arus saat mode TX akan berkurang dari 30 mA menjadi 14 mA. Sehingga konsumsi energi dalam 1 slot (200ms) untuk TX akan berubah dengan perhitungan sebagai berikut:
Akibatnya, konsumsi rata-rata energi dalam 1 menit pada kepala klaster dapat diturunkan lagi hingga 13,8 %, namun pada node sensor, penurunan yang terjadi tidak besar, hanya sebesar 1,4 %. Hal ini disebabkan karena pada node sensor, aksi kirim data hanya dilakukan satu kali dalam 1 round. Efek optimasi tahap-2 pada kepala klaster dan node sensor dapat dilihat pada Gambar V.9 di bawah ini.
(a) Kepala klaster (b) Node sensor
Gambar V.9. Efek optimasi tahap-2 MAC terhadap konsumsi energi.
Gambar V.10. Optimasi tahap-2 desain MAC.
Pada Gambar V.10 di atas, dapat dianalisis bahwa semakin besar periode data terima, maka konsumsi energi pada kepala klaster mendekati node sensor. Dengan kisaran energi 150 – 200 mJ dalam 1 menit, maka dalam 1 jam, dibutuhkan energi sebesar 12 joule. Dengan baterai berkapasitas 2000 mAh, maka daya tahan baterai adalah: T = (3,5V.2000.3,6) / 12 J/jam = 25200 / 12 = 2100 jam = 87,5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa protokol MAC yang hemat energi telah berhasil dikembangkan.
V.2 Pengujian Lapangan
Pengujian lapangan dilakukan pada salah satu greenhouse yang terdapat di Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) Lembang, Jawa Barat, seperti dapat dilihat pada Gambar V.11 di bawah ini. Greenhouse dengan ukuran 16 x 10 m ini digunakan untuk pembibitan tanaman kentang kelas 1.
Gambar V.11. Greenhouse untuk uji lapangan.
Prosedur pengujian dapat dilihat pada Gambar V.12. Empat buah node diletakkan secara merata dengan konfigurasi 1 kepala klaster dan 3 node sensor. Di dalam greenhouse terdapat 6 jalur tanam, dan 2 diantaranya sedang ditanami (warna hijau). Pengujian yang akan dilakukan terkait dengan homogenitas lingkungan internal greenhouse dan pengaruh AC (air conditioner) pada lingkungan.
Gambar V.13. Hasil uji sensor tekanan.
Gambar V.14. Hasil uji sensor temperatur.
Gambar V.15. Hasil uji sensor kelembaban.
Pengujian dilakukan pada siang hari di kisaran pk.11.00 – pk.13.00. Pengambilan data dilakukan selama kurang lebih 1 jam. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada Gambar V.13 – V.15. Untuk sensor tekanan, ke-3 sensor menunjukkan nilai yang relatif stabil dengan rata-rata deviasi antar sensor +/- 1 mbar. Kisaran nilai
tekanan pada 871 – 873 mbar sesuai dengan ketinggian tempat uji 1200 – 1250 meter [12]. Untuk sensor temperatur, node-3 lebih panas dari ke-2 node lainya karena daerah node-3 terkena sinar matahari langsung. Pada sensor kelembaban, node-3 justru memiliki kelembaban paling kecil karena berada di area yang tidak ditanami, sehingga tidak terkena irigasi. Kecenderungan nilai temperatur berbanding terbalik dengan kelembaban. Deviasi rata-rata antar sensor temperatur adalah +/- 0,3 0C, sedangkan untuk sensor kelembaban adalah +/- 3 %. Nilai ini memenuhi spesifikasi yang dirancang pada Tabel III.1.
(a) (b) Gambar V.16. Hasil uji pengaruh AC.
Hasil uji pengaruh AC dapat dilihat pada Gambar V.16. Terdapat dua variabel pengaturan pada AC, yaitu kecepatan kipas (Low Fan, Low Cool, High Fan, High Cool), dan level thermostat (7 set). Gambar V.16 (a) adalah hasil uji dengan pengaturan High Cool dan thermostat-7. Terlihat bahwa node-3 yang terletak paling dekat dengan AC akan mengalami penurunan suhu, sedangkan node-1 tidak berubah. Perbandingan karakteristik pengaruh level thermostat dapat dilihat pada Gambar V.16 (b). Pengujian menunjukkan bahwa peranan 1 buah AC untuk greenhouse dengan ukuran tersebut kurang memadai, sehingga harus ditambah. Besarnya penurunan temperatur akibat AC juga tergantung pada temperatur lingkungan sekitar (ambient).
Dengan demikian serangkaian proses pengujian sistem telah selesai. Sistem pemantauan tanaman yang dikembangkan telah menunjukkan performansi yang baik, dalam uji laboratorium maupun uji lapangan. Namun ada beberapa hal yang masih harus dikembangkan lebih lanjut di masa depan.