• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan

Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen

(Level Of Knowledge About The Preparation Of Pregnant Women Face

Primigravid Labor In Primary Health Care Kedawung I District Sragen)

Danik Dwiyanti

Akademi Kebidanan YAPPI Sragen [email protected]

Abstract:

Keywords: Abstrak

(3)

Kata Kunci:

I. PENDAHULUAN

Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Sekarang ini secara umum sudah diterima bahwa setiap kehamilan membawa risiko bagi ibu. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya, serta dapat mengancam jiwanya. Dari 5.600.000 wanita hamil di Indonesia, sebagian besar akan mengalami komplikasi atau masalah Kesehatan yang dilaksanakan pada tahun 1997 menyatakan bahwa dari tahun 1992-1997, 2% wanita dengan kelahiran hidup mengalami komplikasi (Fadlun & Feryanto, 2014).

Kehamilan risiko tinggi merupakan suatu kehamilan yang memiliki risiko lebih besar dari biasanya, baik bagi ibu maupun bayinya, yang akan menyebabkan terjadinya penyakit atau kematian sebelum maupun sesudah persalinan. Untuk menentukan suatu kehamilan berisiko tinggi atau tidak, perlu dilakukan penilaian terhadap wanita hamil guna mengetahui adanya ciri-ciri yang menyebabkan ia dan janinnya lebih rentan terhadap penyakit atau kematian, keadaan atau ciri tersebut dinamakan faktor risiko. Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan (Musbikin, 2010).

Wanita yang hamil pertama kali hanya mengetahui sedikit mengenai proses yang terjadi pada dirinya, mengapa terjadi berbagai perubahan, serta bagaimanakah kehamilan dan persalinan dapat berjalan normal. Kurangnya pengetahuan dan kesiapan akan apa yang dihadapi dalam persalinan dapat mengakibatkan rasa cemas dan takut, sehingga masa kehamilan kurang menyenangkan, bahkan dapat mempersulit persalinan. Mengingat hal-hal tersebut, apabila di dalam proses persalinan tidak disertai persiapan maka persalinan tidak dapat berjalan menyenangkan (Nolan, 2004).

Persalinan merupakan titik kulminasi dari kehamilan, yaitu titik tertinggi dari seluruh persiapan yang telah dilakukan. Hal ini sangat

dan tentunya setiap ibu hamil mengharapkan persalinan yang lancar dan menyenangkan. Jika setiap ibu hamil telah mengetahui seluk-beluk persalinan, maka dalam menghadapi proses persalinan ibu tidak merasa begitu sakit dan justru menikmati persalinan. Kesiapan dalam menghadapi persalinan sangat tergantung pada pengetahuan ibu tentang persalinan, pengetahuan tersebut bisa didapat saat ibu melakukan ANC. Pada ibu yang sering melakukan kunjungan telah diberitahukan perkiraan tanggal persalinan, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri saat persalinan tiba. Karena sewaktu – waktu mereka merasakan tanda – tanda persalinan seperti perut sakit disertai dengan keluarnya lendir bercampur darah, ibu dapat segera ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan pertolongan persalinan yang aman (Stoppard, 2007).

(4)

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen didapatkan bahwa pada bulan Juli-Desember 2010 kunjungan ANC sebanyak 97 orang yang meliputi ibu hamil Multigravida dan Primigravida. Terdiri dari Primigravida 45 orang (46,39%) dan Multigravida 52 orang (53,61%). Sedangkan data yang didapat dari Puskesmas Karang Malang, didapatkan bahwa pada bulan Juli- Desember 2010 kunjungan ANC sebanyak 87 orang yang meliputi ibu hamil Primigravida 37 orang (42,53%) dan Multigravida 50 orang (57,47%). Setelah dilakukan wawancara dan menjawab pertanyaan dari kuesioner yang diberikan kepada responden di Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen dari 8 orang ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan 3 orang diantaranya dalam kategori baik tentang apa persiapan persalinan, sedangkan 5 orang diantaranya dalam kategori kurang tentang apa persiapan persalinan. Sedangkan dari Puskesmas Karang Malang dari 8 orang ibu hamil primigravida 5 orang diantaranya dalam kategori baik dan 3 orang diantaranya dalam kategori kurang tentang apa persiapan persalinan.

Berdasarkan dari hasil wawancara dan menjawab pertanyaan dari kuesioner tentang persiapan dalam menghadapi persalinan yang diberikan kepada responden di Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen dari 8 orang ibu hamil primigravida 3 orang diantaranya sudah mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang, sedangkan 5 orang diantaranya belum mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang. Sedangkan dari Puskesmas Karang Malang dari 8 orang ibu hamil primigravida 5 orang diantaranya sudah mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang dan 3 orang diantaranya belum mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang.

II. METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen. Penelitian dilakukan Januari- Agustus 2011. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif dengan metode pendekatan Cross Sectional. Tehnik sampel yang digunakan dengan teknik total sampling. Subyek penelitian yang digunakan yaitu ibu-ibu hamil primigravida sebanyak 30 responden. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisa Data dengan menggunakan univariate.

III. HASIL PENELITIAN

Berikut adalah hasil penelitian setelah dilakukan olah data.

Gambar 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan Gambar 1 menunjukan bahwa responden yang terbanyak mempunyai tingkat pendidikan SMA yaitu 12 responden (40%).

Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

(5)

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebesar 21 responden (89,99%).

Tabel 1. Tingkat pengetahuan Ibu Hamil Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Kedawung I

Tingkat Pengetahuan Pendidikan

Baik Cukup Kurang Jumlah F f f SMP SD SMA PT 10 (33,33%) 1 (3,33%) 12 (40%) 3 (9,99%) 1 (3,33%) 1 (3,33%) 0 0 0 2 (6,66%) 0 0 11 (36,66%) 4 (13,33%) 12 (40%) 3 (9,99%) Jumlah 26 (86,66%) 2 (6,66%) 2 (6,66%) 30 (100%) Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan pendidikan responden yang paling banyak adalah responden yang berpendidikan SMA dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 12 responden (40%).

Tabel 2. Tingkat pengetahuan Ibu Hamil Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Kedawung I

Tingkat Pengetahuan Pekerjaan

Baik Cukup Kurang Jumlah F f f IRT Swasta Wiraswasta Tani 18 (59,99%) 6 (20%) 2 (6,66%) 1 (3,33%) 1(3,33%) 0 0 0 2(6,66%) 0 0 0 21(69,99%) 6(20%) 2(6,66%) 1(33,33%) Jumlah 27 (89,99%) 1(3,33%) 2(6,66%) 30(100%) Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan pekerjaan responden yang paling banyak adalah responden yang mempunyai pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 18 responden (59,99%).

Gambar 3. Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 26 responden (86,66%).

IV. IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil

(6)

Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan di Pusksmas Kedawung I mempunyai tingkat pengetahuan yang baik sebanyak 26responden (86,66%).

Pengetahuan, (knowledge) adalah Hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Mubarak, 2007). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstilions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation) (Soekanto, 2005).

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalamam, kebudayaan sekitar dan informasi (Mubarak, 2007).

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. (Mubarak, 2007). Berbagai pekerjaan seseorang berdasarkan kemampuan yang bisa dilihat dari masing – masing orang serta pengalaman pekerjaan yang luas dan bisa mempengaruhi pengetahuan orang sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya (Hendra, 2008).

Dalam penelitian ini, sebagian besar responden bekerja sebagai IRT. Meskipun

sebagai IRT sesorang dapat juga mendapatkan pengetahuan atau informasi melalui berbagai media seperti surat kabar, TV maupun radio sehingga dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Selain faktor umur dan pendidikan, faktor sosial ekonomi yang berkaitan dengan pekerjaan juga mempengaruhi ibu dalam mempersiapkan menghadapi persalinan yang akan dihadapi nanti yang sesuai dengan kemampuannya. Pekerjaan mempengaruhi seseorang untuk mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan (Hendra, 2008).

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai – nilai yang baru diperkenalkan (Mubarak, et al, 2007).

Dalam penelitian ini, responden yang berpendidikan SMA tingkat pengetahuannya lebih baik dari pada yang berpendidikan dibawah SMA. Pada umumya seseorang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi

(7)

maka pengetahuannya akan lebih baik pula. Pendidikan mempengaruhi terhadap daya tangkap seseorang terhadap informasi yang didapat.

V. SIMPULAN

Simpulan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan di Puskesmas Kedawung I dalam kategori baik.

DAFTAR PUSTAKA

Fadlun dan Feryanto, A. 2014. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika.

Hendra, (2008). Pengetahuan. Available o nl in e: h t t p: / / a ja ng k a r y a . wo r dp r e s s . com/.10 Desember 2010. Jam 16.00WIB. Mubarak, Wahid iqbal et.al (2007). Promosi

Kesehatan. Graha Ilmu: Yogyakarta

Musbikin, I. 2010. Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan. Yogyakarta : Mitra Pustaka. Nolan, Mary, (2004). Kehamilan Dan Kelahiran.

Arcan: Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Stoppard, M (2007). Kehamilan dan Panduan Mempersiapkan Kelahiran Untuk Calon Ibu dan Ayah. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Soekanto. (2005). Sosiologi Suatu Pengantar.

(8)

Pengaruh Perendaman Larutan Tomat (Solanum lycopersicum L.)

Terhadap Penurunan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)

Pada Kerang Darah (Anadara granosa)

The Effect of Soaking Solution Tomato (Solanum lycopersicum L.) With The

Decreasing Level of Heavy Metals Lead (Pb) and Cadmium (Cd) On

Mussels Blood (Anadara granosa)

Akademi Farmasi Theresiana Semarang Maria Mita Susanti 1, Margareta Retno Priamsari 2

[email protected]

ABSTRACT.

Keywords

(9)

Kata kunci

I. PENDAHULUAN

Kerang darah hidup dengan cara membenamkan diri di pantai pada substrat lumpur dan pasir, merupakan makhluk feeder (memperoleh makanan dengan cara menyaring air) dan suka menetap di suatu tempat, karena pergerakannya yang lambat. Cara hidup yang menetap menyebabkan akumulasi kandungan logam berat di dalam tubuh kerang darah (Darmono, 2001; Oemarjati, 1990).

Logam berat yang sering ditemukan dalam kerang darah yaitu kadmium (Cd) dan Timbal (Pb). Cd dan Pb adalah bahan pencemar dalam air yang berasal dari pembuangan limbah industri dan limbah pertambangan. Peningkatan kadar Cd dan Pb di dalam kerang darah semakin meningkat sejalan dengan proses industrialisasi yang semakin berkembang (Achmad, 2004; Widowati et.al, 2008).

Menurut Wulandari dkk (2009) kandungan logam berat Cd dalam kerang darah yang ditemukan di sekitar muara Banjir Kanal Timur mencapai 1,6770 mg/kg dan menurut Ardy.C (2010) rata – rata kadar logam berat Pb dalam kerang hijau sebesar 3,0762 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kadar logam berat pada kerang melebihi syarat yang diperbolehkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No 7387 : 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yaitu di bawah 1 ppm untuk Cd dan 1,5 ppm untuk Pb.

Informasi dan pengetahuan masyarakat yang masih kurang mengenai pengolahan biota laut salah satunya adalah kerang darah menyebabkan masih tingginya kandungan

logam berat Cd dan Pb, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menurunkan kadar Cd dan Pb dalam kerang darah. Logam berat dapat diturunkan kadarnya dengan zat yang disebut dengan sekuestran. Menurut Jones (1999) tomat merupakan buah yang memiliki kandungan asam sitrat yang tinggi karena jumlah asam sitrat dan malat dalam buah tomat adalah 60% dari total asam organik yang terkandung. Asam sitrat dapat berfungsi sebagai sekuestran yaitu zat yang dapat mengikat logam pada makanan, sehingga toksisitas logam dapat berkurang (Sarwono, 2001).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh perendaman larutan tomat (

L.) terhadap penurunan kadar logam berat kadmium (Cd) dan Timbal (Pb)

pada kerang darah ( ).

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi larutan tomat (15%, 25% dan 50%) dan lama perendaman (15 menit dan 30 menit).Variabel terikat pada penelitian ini adalah penurunan logam Pb dan Cd.

a. Perendaman Kerang Darah dalam Larutan Tomat

Ditimbang daging kerang darah 100 g masukkan ke dalam cawan porselin, ditambahkan larutan tomat dengan konsentrasi 15%, 25% dan 50%. Masing – masing dilakukan perendaman selama 15 menit dan 30 menit. Daging kerang darah setelah direndam dilakukan pencucian,

(10)

tidak lebih dari 3 kali pencucian (Izza dkk., 2014).

b. Preparasi Sampel dengan Destruksi Kering

Sampel kerang darah yang sudah dicuci diblender, ditimbang sebanyak 10 g dalam cawan porselin dan dipanaskan di atas hot dengan suhu 250°C selama 2 jam sampai kering. Sampel kering dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 550°C selama 8 jam sampai menjadi abu. Abu di dalam cawan porselin ditambahkan 2 mL HNO3 65% dan diencerkan dengan aquadest. Hasil destruksi disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 40 ke dalam labu takar 50,0 mL dan ditepatkan sampai tanda batas dengan aquadest (SNI 2354.5:2011).

c. Pembuatan Larutan Baku Standart Pb Larutan standar Pb disiapkan dalam beberapa titik konsentrasi yaitu 0,1 mg/L; 0,2 mg/L; 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; 2 mg/L dan 5 mg/L. Absorbansi larutan standar Pb dan sampel dibaca dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 283,3 nm.

d. Pembuatan Baku Standart Cd

Larutan standar Pb disiapkan dalam beberapa titik konsentrasi yaitu 0,1 mg/L; 0,2 mg/L; 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; 2 mg/L dan 5 mg/L. Absorbansi larutan standar Pb dan sampel dibaca dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 228,8 nm.

e. Analisis Kadar Logam Pb dan Cd

Penentuan kadar Pb dan Cd dilakukan dengan penyiapan larutan standar dan larutan sampel. Larutan standar 0,1 mg/L; 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; dan 2,0 mg/L dan 5 mg/L diinjeksikan pada burner secara bergantian, kemudian alat secara otomatis akan mencetak kurva kalibrasi larutan standar, selanjutnya diinjeksikan larutan sampel pada burner yang masing – masing

dilakukan replikasi sebanyak tiga kali (SNI 2354.5:2011).

III. HASIL PENELITIAN

a. Kadar Pb dan Cd Dalam Kerang

Berdasarkan hasil analisis kadar logam berat Cd sebelum dilakukan perendaman yaitu 1,27 mg/kg sedangkan untuk logam Pb sebesar 0,9603 mg/kg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb dan Cd di dalam kerang darah masih di atas NAB yang ditentukan BPOM (2009). b. Penurunan Kandungan Logam Berat Pb

dan Cd Dalam Kerang

Penurunan kadar logam berat Pb dan Cd dilakukan dengan perendaman kerang

yang digunakan yaitu 15 %, 25 %, dan 50 %, sedangkan lama perendaman yaitu 15 menit dan 30 menit. Penentuan kadar Pb dan Cd dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Hasil penurunan kadar Cd dalam kerang darah setelah dilakukan perendaman disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Penurunan Kadar Cd

Dari Gambar 1 terlihat bahwa kadar Cd menggunakan lama perendaman selama 30 menit menunjukkan kadar logam berat Cd mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan lama perendaman 15 menit. Hasil penurunan kadar Pb dalam kerang darah setelah

(11)

dilakukan perendaman disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Penurunan Kadar Pb Dari Gambar 2 terlihat bahwa kadar Pb menggunakan lama perendaman selama 30 menit menunjukkan kadar logam berat Pb mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan lama perendaman 15 menit. Berdasarkan Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa perendaman selama 30 menit menghasilkan penurunan terhadap logam berat Pb dan Cd lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman selama 15 menit. c. Pengaruh Perendaman Larutan Tomat

Terhadap Penurunan Kadar Pb dan Cd Data penurunan kadar Pb dan Cd diuji normalitas data mengunakan ShapiroWilk diperorel hasil (p>0,05) yang menunjukkan bahwa distribusi data normal. Analisa data kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Anova. Hasil uji Anova disajikan pada Tabel I

Tabel I. Pengaruh Penurunan Kadar Pb dan Cd

Pb Cd

Mean square 0,103 0,138

Sig 0,00 0,00

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bawa ada perbedaan pengaruh penurunan kadar Pb maupun Cd (p=0,00). Hal ini menunjukkan bahwa larutan tomat (

L) mampu menurunkan kadar logam berat Pb dan Cd pada kerang darah (

).

IV. PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb dan Cd di dalam kerang darah masih di atas NAB yang ditentukan BPOM

(2009). Tingginya kadar logam berat Pb dan Cd di dalam kerang darah ini dapat dipengaruhi akibat pencemaran di perairan Semarang, karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perairan Semarang. Menurut Bappeda Kota Semarang dan BPS Kota Semarang (2010) bahwa industri yang terdapat di kota Semarang antara lain yaitu industri mebel, furniture, biji plastik, kayu ukiran, air accu, percetakan, farmasi, reparasi kapal, kertas, buku tulis, kabel dan travo, komponen otomotif, sablon, pipa baja, mesin diesel, dan lain – lain yang berpotensi menghasilkan buangan limbah jenis logam berat seperti Pb dan Cd. Logam berat yang masuk di perairan akan mengalami pengendapan kemudian terdispersi dan diserap oleh organisme yang tidak bisa di metabolisme, sehingga akan mengalami akumulasi dalam organisme yang hidup di perairan (Puspita dkk, 2012).

Umur kerang merupakan indikator terjadinya akumulasi logam berat pada perairan yang telah tercemar logam berat, semakin lama umur kerang semakin tinggi logam berat yang terakumulasi di dalam tubuh kerang darah dan semakin besar ukuran kerang semakin banyak pula jumlah logam berat yang terakumulasi. Kerang darah merupakan biota laut yang memperoleh makanan dengan cara menyaring air dan tinggal menetap di suatu tempat karena pergerakannya yang lambat, sehingga menyebabkan terakumulasinya logam berat Pb dan Cd di dalam tubuh kerang darah. Jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik sebagai parameter tingkat pencemaran lingkungan (Darmono, 2001).

Berdasarkan hasil analisa menunjukkan bahwa perendaman selama 30 menit menghasilkan penurunan terhadap logam berat Pb dan Cd lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman selama 15 menit. Perbedaan mempengaruhi penurunan kadar Cd dalam daging kerang darah. Hasil menunjukkan bahwa

(12)

lama perendaman, semakin banyak asam sitrat

logam sehingga akan menurunkan kadar Cd dan Pb dalam kerang darah.

Perlakuan dengan lama perendaman 30 menit lebih efektif menurunkan logam berat jika dibandingkan dengan lama perendaman 15 menit, karena semakin lama waktu kontak antara asam sitrat dengan logam berat, maka semakin banyak pula logam berat yang dapat berikatan dengan asam sitrat membentuk garam sitrat. Penurunan logam berat Cd dan Pb menggunakan larutan tomat memberikan menurunkan logam berat, hal ini dipengaruhi oleh asam sitrat dalam tomat yang berikatan dengan logam Pb dan Cd dalam kerang darah membentuk garam sitrat. Asam sitrat sebagai sekuestran (zat pengikat logam) dapat menurunkan kadar logam berat dalam kerang darah dengan cara merusak ikatan logam protein. Ion logam yang terdapat dalam tubuh organisme hidup hampir semuanya berikatan dengan protein. Asam sitrat tiap molekulnya mengandung gugus karboksil (COOH) dan satu gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Gugus fungsional tersebut yang dapat menyebabkan ion sitrat bereaksi dengan ion logam membentuk garam sitrat.Ion sitrat akan mengikat logam sehingga dapat menghilangkan ion logam yang terakumulasi pada kerang sebagai garam sitrat (Setiawan dkk, 2013). Garam karboksilat apabila direaksikan dengan asam akan diperoleh kembali asam karboksilat yang disebut dengan reaksi kebalikan.

V. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh perendaman larutan tomat dengan penurunan kadar logam berat Cd dan Pb pada kerang darah (p

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R., 2004. .

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Ardy, A., Mifbakhuddin, M., dan Nurullita., 2010.

Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Bappeda Kota Semarang dan Badan Pusat Statistik, 2010.

.Pemerintah Kota Semarang. Semarang. Hal 1-10. BPOM, 2009. . Jakarta : BSN. SNI 7387-2009. Darmono, 2001. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Izza, A.T., Hidayat, N., & Mulyadi, A.F., 2014.

. . Universitas Brawijaya.

Jones., J.B., Jr., 1999.

, CRC Press, Boca Raton, FL.

Oemarjati, Boen S., &Wisnu W., 1990. . Jakarta: Penerbit UI-Press.

Puspita, F., Melannisa, R., & Santoso, B., 2012.

. .

(13)

Setiawan, A., Yulianto, B., &Wijayanti, D.P., 2013.

1(2), 129-142.

Standar Nasional Indonesia, 2011. SNI 2354.5:2011. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Widowati, W., 2008. .

(14)

Gambaran Pengetahuan Pasien Terhadap Hak dan Kewajiban Pasien

SC(Sectio Caesaria) Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Mei

Tahun 2014

(Picture Of Patients Knowledge Of The Rights An Obligations Of

Hospitalized Patients Sc (Sectio Caesaria) In RSUD Dr. Moewardi Surakarta

May Year 2014)

Bekti Suharto

Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo

[email protected]

Abstract:

Keywords

(15)

Kata kunci

I. PENDAHULUAN

Banyak hal lain dalam persetujuan tindakan medis ini belum jelas untuk kalangan dokter dan rumah sakit maupun untuk pasien dan masyarakat pada umumnya. Bagaimana kedudukan hukumnya, apa isi perjanjian ini sudah baik sehingga kepentingan dokter dan rumah sakit seimbang dengan kepentingan pasien dan keluarga. Menurut Permenkes No.290//MENKES/PER/III/2008,

persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.

Berdasarkan Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 31 mengenai kewajiban pasien yaitu setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap rumah sakit atas pelayanan yang diterimanya, dan Pasal 32 mengenai hak pasien yaitu memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit, memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien, memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi, memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, dan sebagainya.

Pada akhir-akhir ini terjadi beberapa kasus yang bergulir seperti dugaan malpraktik di rumah sakit yang mengakibatkan meninggalnya seorang pasien. Kasus yang paling banyak terjadi adalah pada tindakan

pada proses persalinan. Hal ini sebenarnya bisa

diatasi dengan prosedur pelaksanaan sebelum tindakan pasien dan keluarga harus diberi penjelasan tentang resiko/ akibat apa saja yang akan terjadi setelah dilakukan , kemudian harus menandatangi

setiap tindakan baik besar maupun kecil. Namun kenyataannya di beberapa rumah sakit terjadi beberapa pelanggaran disiplin seperti dalam penjelasan informasi tentang hak dan kewajiban pasien kurang jelas dan dipahami oleh pasien, sehingga hal ini bisa menyebabkan kejadian salah paham yang berujung pada gugatan kasus malpraktik kepada tenaga kesehatan. Pelanggaran itu umumnya juga terkait dengan pelanggaran hukum, seperti misalnya : melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan ( ), ketidakmampuan tenaga medik untuk menjalankan profesinya, menulis surat keterangan yang tidak sesuai dengan kenyataannya, penelantaran pasien ( ), dan sebagainya. Angka kejadian di Indonesia menurut data survei nasional pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan. Di RSDM angka kelahiran bayi dengan persalinan sectio menempati urutan ke-4 pada laporan 10 besar penyakit rawat inap tahun 2013 yaitu sebanyak 1.502 pasien. Persalinan dengan memiliki resiko tinggi karena dilakukan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau insisi transabdominal uterus, sehingga sangat penting pemberian informasi tersebut kepada pasien agar mereka siap menerima apapun

(16)

yang akan terjadi dan tidak akan melakukan gugatan setelah dilakukan tindakan yang sudah disetujui pasien dengan / persetujuan tindakan medis.

II. METODE PENELITIAN a. Jenis Penelitian

1. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif.

2. Metode yang digunakan yaitu metode observasi dan wawancara.

3. Penelitian ini menggunakan metode .

b. Populasi dan Sampel Penelitian Objek penelitian pasien

pada bulan Mei Tahun 2014, populasi dan sampel total pasien pada bulan Mei.

III. HASIL PENELITIAN

Diketahui bahwa dari total 19 pasien yang sudah jelas informasi tentang persetujuan umum sebanyak 16 (84,2%) dan yang belum jelas memperoleh informasi tentang persetujuan umum sebanyak 3 (15,8%), pasien yang sudah memahami informasi berjumlah sebanyak 17 (89,5%) sedangkan yang belum jelas memahami informasi sebanyak 2 (10,5%), pasien yang sudah jelas informasi tentang hak pasien sebanyak 19 (100%) atau total semua pasien, pasien yang sudah jelas memahami informasi tentang kewajiban pasien/ keluarga sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien, pasien yang sudah mendapatkan informasi mengenai persetujuan tindakan medis sebanyak 14 (73,7%) dan yang belum jelas mendapatkan informasi tentang persetujuan tindakan medis sebanyak 5 (26,3%), pasien yang sudah mendapatkan informasi dengan jelas mengenai persetujuan tertulis persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien, pasien yang sudah mendapatkan informasi dengan jelas mengenai penjelasan persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien,

pasien yang mendapatkan informasi dengan jelas mengenai risiko sebanyak 17 (89,5%) dan yang belum jelas sebanyak 2 (10,5%), pasien yang sudah jelas mendapatkan informasi dan menandatangani persetujuan dengan kesadaran sendiri sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien.

IV. PEMBAHASAN 1. Rekam Medis

Menurut Permenkes no 269 tentang Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatn dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengoibatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Pengaturan mengenai rekam medis dapat kita jumpai dalam Pasal 46 ayat (“UU Praktik Kedokteran”) yang mengatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.Arti rekam medis itu sendiri menurut penjelasan Pasal 46 ayat UU Praktik Kedokteran adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

2. Hukum Kesehatan

Menurut Van Der Mijn, hukum kesehatan adalah hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, meliputi penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara. Dan hukum kesehatan menurut Leenen, Profesor pada mata kuliah hukum kedokteran hukum kesehatan sebagai keseluruhan di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya. (Dahlan, 2000)

Hak adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendapatkan

(17)

atau memutuskan untuk berbuat sesuatu. Sedang kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. Dalam buku Manjemen Mutu Pelayanan Kesehatan (Wijono, 2000), hak pasien yaitu hak pribadi yang dimilki setiap manusia sebagai pasien.

Hak dan kewajiban pasien antara lain : Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit, Memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur, Memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran, kedokteran gigi, dan tanpa diskriminasi, Memperoleh asuhan keperawatan setara sesuai dengan keinginannya dan sesuai peraturan di rumah sakit, Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginan dan peraturan di rumah sakit, Di rawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar, Meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdapat di rumah sakit tersebut terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat, Berhak atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang dideritanya termasuk data-data mediknya, Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi :Penyakit yang dideritanya, Tindakan medik apa yang hendak dilakuka, Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya, Alternative terapi lainnya, Prognosanya, Perkiraan biaya pengobatan. Pasien berhak menyetujui atau memberikan ijin tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengn penyakit yang diderita. Pasien berhak menolak tindakan yagakan dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri setelah memperoleh informasi yang jelas dalam keadaan kritis.Pasien berhak didampingi keluarga dalam keadaan kritis. Berhak

atas menjalankan ibadah. Berhak atas keamanan dan keselamatan diri. Berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya. Berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual. Pasien berkewajiban mentaati segala peraturan dan tata tertib di rumah sakit. Pasien wajib mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam perawatan. Pasien wajib memberikan informasi dengan jujur dan lengkap tentang penyakit kepada dokter yang merawat. Pasien wajib melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau dokter. Pasien wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuatnya.

Hak dan Kewajiban Dokter, meliputi : Berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya, Berhak untuk bekerja menurut standar profesi serta berdasar hak otonomi, Berhak menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, Menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien, Berhak atas privasi (berhak menuntut apabila nama baiknya tercemar oleh pasien), Berhak mendapatkan informasi secara lengkap dari pasien, Berhak memperoleh informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya. Berhak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun pasien, Berhak mendapatkan imbalan jasa berdasarkan peraturan di rumah sakit, Dokter wajib mematuhi peraturan dirumah sakit.

Hak dan Kewajiban pemberi pelayanan kesehatan (Provider/Rumah Sakit), meliputi : Provider berhak membuat peraturan-peraturan sesuai dengan kondisi yang ada

Berhak mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan rumah sakit, Berhak

(18)

mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya, Berhak memilih tenaga dokter yang akan bekerja dirumah sakit melalui panitia kredensial, Berhak menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak ketiga dll), Berhak mendapatkan perlindungan hukum, Wajib mematuhi perundangan dan aturan-aturan yang dikeluarkan pihak pemerintah, Wajib memberikan pelayanan kepada pasien tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, sex, dan status sosial pasien, Wajib merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membeda-bedakan kelas perawatan ( ), Wajib menjaga mutu keperawatan dengan tidak membedakan kelas perawatan ( ), Wajib memberikan pertolongan pengobatan di UGD tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu, Wajib menyediakan sarana dan prasarana umum yang dibutuhkan, Wajib menyediakan sarana peralatan medic sesuai dengan standar, Menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai ( ), Wajib merujuk kepada rumah sakit yang lain jika rumah sakit tersebut tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, Mengusahakan adanya sistem sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana, Wajib melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum jika dokter tersebut mendapatkan tuntutan hukum dari pasien atau keluarga, Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter, Membuat standar dan prosedur tetap baik untuk pelayanan medik, penunjang medik dan non medik. (Rustiyanto, 2009)

Hak pasien atas isi rekam medis ini juga ditegaskan dalam Pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

“Pasien, dalam menerima pelayanan

pada praktik kedokteran, mempunyai hak: mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; menolak tindakan medis; dan mendapatkan isi rekam medis.”

Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 diganti dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan belum secara terperinci mengatur tugas dan wewenang perawat serta berbagai hal yang berkaitan dengan keperawatan, sehingga amat diperlukan suatu UU tersendiri yaitu UU Praktik Keperawatan yang dapat menjadi standar praktik dan jaminan terhadap mutu pelayanan keperawatan serta perlindungan hukum bagi perawat, pasien atau masyarakat yang memperoleh pelayanan keperawatan.

3. Unit Rawat Inap

Unit rawat inap atau instalasi rawat inap merupakan inti kegiatan rumah sakit yang berfungsi memberikan pelayanan pasien suatu hari atau lebih dengan berbagai jenis didalam suatu ruangan dengan kelas perawatan yang berbeda. Perbedaan ruangan dan kelas tidak menunjukan perbedaan mutu pelayanan namun semata-mata pada jenis dan tarif pelayanan. Unit Rawat Inap juga merupakan pelayanan klinis yang melayani pasien karena keadaannya harus dirawat selama 1 hari atau lebih. Dalam perawatan tersebut dapat terjadi beberapa kemungkinan: harus dilakukan tindakan operasi sehingga harus dirujuk ke kamar bedah, harus ditolong persalinan sehingga harus dirujuk ke kamar bersalin, dan harus dilakukan pengawasan insentif sehingga harus dirujuk dan dirawat di kamar insentif seperti ICU, ICCU, NICU, dan PICU. (Sofari, 2002)

(19)

Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gr (Mitayani, 2009) Sectio caesarea telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia sejak jaman kuno, beberapa referensi tentang sectio caesarea telah ada pada kebudayaan kuno Hindu, Mesir, Yunani, Roma, dan beberapa cerita rakyat dari Eropa.

Undang-Undang untuk Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pasal 15 dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan : berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; dengan persetujuan ibu hamil yang bersngkutan atau suami atau keluarganya; pada sarana kesehatan tertentu.

Menurut Solikhah,

merupakan cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan uterus melalui dinding depan perut. juga diartikan sebagai pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau insisi transabdominal uterus.

umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal melalui vagina tidak meungkinkan atau karena adanya indikasi medis ataupun nonmedis. Tindakan medis hanya dilakukan ada masalah pada proses kelahiran yang bisa mengancam nyawa ibu dan janin misalnya

kehamilan dengan preeklampsi (Judhita, 2009).

Berdasar hasil wawancara dengan pasien, dalam penelitian mengenai pengetahuan informasi hak dan kewajiban pasien sc ( ) rawat inap di RSUD Dr. Moewardi diketahui sudah baik dalam menerima informasi. Hal ini terbukti dari pemahaman informasi hak dan kewajiban pasien/ keluarga dengan hasil sebanyak 19 (100%), namun dari itu belum bisa diambil kesimpulan baik secara total karena masih ada pasien yang belum jelas mengenai informasi persetujuan tindakan medis sebanyak 5 (26,3%). Hal ini dipengaruhi oleh usia > 28 tahun cenderung merasa belum jelas dalam menerima penjelasan tentang hak dan kewajiban pasien sc ( ) di RSUD Dr. Moewardi, sehingga bisa mempengaruhi hasil penilaian mutu pelayanan dan rentannya kesalah pahaman yang berakibat keluhan/ gugatan tentang penanganan medis diakhir pelayanan jika dalam perawatan tidak sesuai dengan pemahaman pribadi pasien, karena kurang memahami informasi pada saat awal pendaftaran rawat inap.

V. SIMPULAN

1. Informasi hak dan kewajiban pasien untuk general consent persetujuan umum pasien sectio caesaria di RSUD Dr. Moewardi sudah berjalan dengan baik karena petugas memberikan informasi kepada pasien dan keluarga sebelum pasien berobat rawat inap.

2. Dari 19 pasien diketahui jelas dan belum jelas memahami informasi mengenai hak dan kewajiban pasien SC (Sectio Caesaria) sebanyak :

a. Informasi tentang persetujuan umum sebanyak 16 (84,2%) jelas dan belum jelas 3 (15,8%),

(20)

sebanyak 17 (89,5%) jelas sedangkan yang belum jelas 2 (10,5%),

c. Informasi tentang hak pasien sebanyak 19 (100%) jelas atau total semua pasien,

d. Memahami informasi tentang kewajiban pasien/ keluarga sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien,

e. Informasi mengenai persetujuan tindakan medis sebanyak 14 (73,7%) jelas dan yang belum jelas 5 (26,3%), f. Persetujuan tertulis persetujuan

tindakan medis sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien,

g. Persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien,

h. Informasi mengenai risiko sebanyak 17 (89,5%) jelas dan belum jelas 2 (10,5%),

i. Menandatangani persetujuan dengan kesadaran sendiri sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien.

3. Penyebab belum jelasnya informasi adalah pengaruh umur pasien, kurangnya memahami informasi saat membaca, mendengarkan dan sebelum menyetujui persetujuan umum.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Sofwan. 2000.

. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang

Djoko wijono, 2000.manajemen mutu pelayanan kesehatan.surabaya : airlangga university Dwi Hastuti. 2015. Hubungan Pengetahuan

Tentang Dengan

Kecemasan Ibu Pre Operasi Di Ruang Catleya Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Stikes Kusuma Husada Surakarta, Vol. 2015.

Muhamad Yaeni. 2013. Analisa Indikasi Dilakukan Persalinan Sectio Caesarea Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Program Studi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.Vol. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/

MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 290/ MENKES/PER/III/2008.

Rustiyanto, Ery. 2009.

Graha Ilmu. Yogyakarta.

Shofari, Bambang. 2002.

PORMIKI Jawa Tengah. Semarang. Solikhah, Umi. 2011.

Nuha Medika. Yogyakarta

. 2010. Bandung : Citra Umbara.

(21)

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Bebas Pada

Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

(Role Of Peers Relations With Adolescent Sexual Behavior In Smk Bina

Patria 1 Sukoharjo)

Mia Dwi Indah P1 2

Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo

[email protected] , [email protected]

Abstract :

is

Keyword :

(22)

Kata Kunci :

I. PENDAHULUAN

Pembangunan keluarga berencana (KB) adalah salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), dalam upaya tersebut diciptakan model keluarga berkualitas dengan sasaran adalah generasi muda usia 15 – 24 tahun. Generasi muda ini, disebut generasi berencana (Genre); yaitu generasi yang dapat menunda usia perkawinan dan berperilaku sehat sehingga terhindar dari resiko HIV/AIDS (

)dan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif Lainnya). Generasi berencana (Genre) ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi teman sebayanya. Generasi berencana (Genre) diwadahi dalam sebuah pusat informasi dan konseling remaja (PIK-R) yang dibentuk di sekolah, universitas, dan organisasi kepemudaan,(BKKBN,2012). Perilaku seksual remaja yang tidak sehat dan melewati batas kewajaran, yaitu dari ciuman bibir sampai dengan hubungan seksual merupakan perilaku seksual beresiko. Resiko – resiko yang dapat terjadi diantaranya terjangkit penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS, kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, dan meningkatnya angka kematian ibu (AKI) serta angka kematian bayi (AKB), (Sarwono, 2007). Data BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ) mencatatkan bahwa setiap tahunnya jumlah kejadian aborsi di Indonesia semakin meningkat yaitu 15 %. Berdasarkan riset pada tahun 2012 oleh BKKBN, diperkirakan setiap tahunnya jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa. 800.000 diantaranya terjadi di kalangan remaja, (BKKBN,2014).

Perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu usia, jenis kelamin, peranan keluarga, pengaruh dari teman sebaya, jumlah uang saku, kurangnya pengetahuan, paparan iklan, pemahaman agama, sumber informasi, gaya hidup, budaya, dan ketidakpastian ekonomi, (Darmasih, 2009). Menurut Morton dan Farhat dalam Dewi (2012) menyatakan bahwa teman sebaya mempunyai kontribusi yang sangat dominan dari aspek pengaruh dan percontohan ( ) dalam perilaku seksual remaja dan pasangannya.

Berdasarkan studi pendahuluan di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dengan wawancara dari guru Bimbingan Konseling (BK),pada tahun 2015 didapatkan empat orang siswa yang berpacaran di tempat sepi pada saat gedung sekolah kosong. Kejadian ini berulang pada beberapa bulan kedepan.

Penelitian –penelitian sebelumnya yang dapat mendukung penelitian ini yaitu penelitian dari Suwarni (2009) tentang monitoring parental dan perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja SMA di Kota Pontianak, dengan hasil bahwa ada pengaruh yang besar pada perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja di SMA Kota Pontianak. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Maryatun (2013), tentang peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta, yang memaparkan hasil bahwa peran teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku seksual pranikah pada remaja.

Kelompok sebaya memberikan lingkungan dimana remaja dapat melakukan sosialisasi dengan aturan yang ditetapkan oleh mereka

(23)

sendiri. Sehingga mereka akan cenderung lebih banyak di luar rumah bersama teman sebayanya, dan hal inilah yang menjadi salah satu cara mereka menemukan konsep diri, (Depkes RI,2012). Menurut Santrock (2007), bahwa kawan – kawan sebaya adalah anak – anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Parlee dalam Siregar (2010), mengungkapkan bahwa ciri – ciri dalam berteman yaitu secara sukarela, unik, kedekatan, dan keintiman. Sehingga, kita perlu memelihara pertemanan agar dapat saling mengenal dan mengerti satu sama lainnya. Teman sebaya mempunyai peran penting yaitu sebagai sumber informasi mengenai keadaan di luar lingkungan keluarga, sumber pengetahuan, dan sumber untuk mengungkapkan ekspresi sebagai identitas diri, (Santrock,2007).

Ikatan pertemanan, selain mempunyai peran; juga dapat berfungsi sebagai yaitu memberikan kesempatan seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika melakukan

aktivitas, yaitu

melalui berteman akan membuat seseorang terasah bakat dan minatnya sehingga mudah mendapatkan kesempatan di lingkungan sosial, yaitu dengan kehadiran teman akan membuat seseorang lebih berarti dalam suatu lingkungan, dukungan ego yaitu apa yang dihadapi seseorang akan dirahasiakan dan dipikirkan oleh orang lain (temannya),

yaitu akan membuka kesempatan seseorang untuk mengungkapkan segala kompetensi dan minatnya, yaitu akan tebentuk sikap saling percaya,menghargai, dan menghormati orang lain, (Santrock, 2007).

Setiap remaja mempunyai tahapan perkembangan psikososial dan seksual yang terbagi menjadi 3 yaitu masa remaja awal atau dini (11 – 13 tahun),masa remaja pertengahan (14 – 16 tahun), dan masa remaja lanjut (17 – 20 tahun), (Irianto,2014). Pada masa remaja

primer yaitu terjadinya haid (menstruasi) pada remaja putri dan terjadinya mimpi basah pada remaja laki – laki; dan tanda – tanda seks sekunder yaitu terjadinya perubahan suara, tumbuhnya jakun, tumbuhnya kumis; dan pada remaja perempuan terjadi perubahan pada payudara yaitu bertambah ukurannya dan tumbuhnya rambut ketiak dan sekitar kemaluan. Sedangkan, pada perubahan kejiwaan yang berlangsung lebih lambat daripada perubahan

menjadi lebih sensitif, agresif, dan reaktif terhadap rangsangan luar yang mempengaruhi; juga perkembangan intelegensi yaitu seorang remaja akan lebih berpikir abstrak, senang memberikan kritik dan mencoba hal – hal yang baru, (Kumalasari dan Andhyantoro,2012).

Perilaku seksual pada remaja dapat berupa sesuatu yang tidak tampak seperti berfantasi, dan sesuatu yang tampak seperti berpegangan tangan, cium kering dan cium basah, perabaan, berpelukan, masturbasi, oral, , serta , (Imran,2009). Menurut Sarwono (2007), seorang remaja dalam melakukan penyimpangan seksual bebas, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berasal dari dalam diri remaja itu sendiri, antara lain yaitu meningkatnya libido seksualitas yang berkaitan dengan kematangan

yang tercermin dari kontrol diri dan emosional. Faktor – faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual seorang remaja, antara lain yaitu kurangnya informasi tentang pendidikan seks, adanya orientasi pada pemuasan nafsu, kurangnya komunikasi antara orangtua dengan anak, lingkungan pertemanan, serta adanya penundaan usia perkawinan. Selain kedua faktor tersebut, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang termasuk perilaku seks bebas pada remaja, yaitu faktor predisposisi atau pemudah seperti pendidikan, sikap , motivasi, pengetahuan; faktor pendukung seperti media

(24)

massa dan kualitas pelayanan kesehatan; dan faktor penguat seperti peran teman sebaya, (Notoatmodjo,2007).

Apabila seorang remaja melakukan perilaku seks bebas, akan menimbulkan beberapa akibat diantaranya adalah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), terjangkitnya penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS, konsekuensi psikologis yang menyebabkan psikologis tubuh, (Notoatmodjo,2007).

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada siswa SMK Bina Patria 1 Sukoharjo pada bulan April – Mei tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan yaitu analitik observasional dengan pendekatan . Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X

SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dengan teknik

sampling . Teknik

pengumpulan data dengan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis univariat pada data kategorik yaitu peran teman sebaya dan perilaku seksual bebas. Analisis bivariat menggunakan uji yang hasilnya ditunjukkan dengan nilai p.

III. HASIL PENELITIAN

Peran teman sebaya, hasil analisa univariat yang didapatkan yaitu peran teman kuat dan peran teman lemah. Sama pada variabel perilaku seksual yang dibagi menjadi tidak melakukan dan melakukan. Kedua variabel tersebut, yaitu peran teman sebaya dan perilaku seksual bebas, hasil analisisnya ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Pada Variabel Teman Sebaya pada Remaja Kelas X SMK Bina Patria 1 Sukoharjo

No. Peran

Teman Sebaya F %

1 Lemah 37 46

2 Kuat 44 54

Total 81 100

Sumber : Data Primer 2016

Tabel 1 dapat diketahui bahwa peran teman sebaya yang kuat yaitu apabila hasil dari kuesioner adalah lebih dari sama dengan 50% lebih besar (54%) dibandingkan dengan peran teman sebaya yang lemah yaitu apabila hasil dari kuesioner kurang dari 50%.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Pada Variabel Perilaku Seksual Bebas pada Remaja Kelas X SMK Bina Patria 1 Sukoharjo

No. Perilaku

Seksual Bebas F %

1 Tidak Melakukan 38 47

2 Melakukan 43 53

Total 81 100

Sumber : Data Primer 2016

Menurut tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja kelas X di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo (53%) melakukan perilaku seksual bebas.

Analisa Bivariat pada hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas remaja di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dimulai dengan hasil variabel peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas yangditampilkan dalam tabel sebagai berikut :

(25)

Tabel 3 Crosstab variabel peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas No. Peran Teman Sebaya Perilaku Seksual Bebas

Total Tidak melakukan % Melakukan %

1. Lemah 27 71 10 23 37

2. Kuat 11 29 33 77 44

Total 38 100 43 100 81

Sumber : Data Primer 2016

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas remaja di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dilakukan uji , didapatkan hasil nilai p yaitu 0,000 kurang dari 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas pada remaja di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo.

IV. PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa peran teman sebaya pada siswa kelas X SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, kuat. Hasil ini sesuai dengan pembahasan dalam Modul Kesehatan Reproduksi Remaja (2012), bahwa seorang remaja akan cenderung lebih banyak di luar rumah bersama teman sebayanya, untuk mendapatkan konsep diri mereka. Karena pada lingkungan teman sebaya ini, seorang remaja dapat melakukan sosialisasi, dimana aturan telah ditetapkan oleh mereka sendiri.

Selain dapat menemukan konsep diri dalam lingkungan teman sebaya, seorang remaja mampu mengungkapkan identitas diri, memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan mendapatkan informasi dari dunia luar karena adanya peran teman sebaya, (Santrock,2007).

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwarni (2009), menemukan bahwa perilaku teman sebaya mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perilaku remaja. Menurut Sarwono (2007), teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan sosial dan perkembangan diri remaja; hal ini dibuktikan dengan adanya tekanan dari teman sebaya yang sering

membuat remaja berperilaku kearah hal – hal yang negatif, (Yusuf,2002).

Menurut Azwar (2005); bahwa rasa ingin tahu seorang remaja dalam segala hal termasuk perilaku seksual bebas, didorong oleh adanya pengaurh dari teman sebaya agar remaja tersebut dapat diterima di dalam kelompok dengan mengikuti semua norma yang telah dianut oleh teman sebayanya. Seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk mempercayai semua informasi dari teman sebayanya tanpa mencari kejelasan sumber informasi tersebut. Karena pada masa remaja, ikatan antara teman sebaya lebih kuat sehingga terkadang dapat menggantikan peran keluarga. Selain itu teman sebaya dianggap mempunyai rasa simpati, pengertian, dan dapat saling berbagi pengalaman, sehingga remaja dapat mempunyai kebebasan tersendiri, (Branstetter,2003).

Selain penelitian Suwarni (2009), penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryatun (2013), bahwa remaja yang memperoleh informasi seksualitas dari teman sebaya akan lebih beresiko dalam berperilaku seksual pranikah dibandingkan remaja yang tidak memperoleh informasi seksual pranikah dari teman sebayanya. Seorang remaja yang telah masuk dalam kelompok teman sebaya, mendapatkan bahwa teman sebagai orang yang dapat memberikan simpati dan pengertian karena hampir sama. Proses mencari identitas diri dan kemandirian menyebabkan remaja memilih untuk menghabiskan waktu dengan teman sebayanya.

(26)

Sebagian masyarakat termasuk remaja sendiri, beranggapan bahwa perilaku seksual bebas selalu berhubungan dengan adanya hubungan intim ( ). Tetapi, perilaku seksual yang sering dilakukan pada remaja berupa berfantasi, berpegangan tangan, cium kering (dipipi atau kening), cium basah (dibibir sampai lidah), berpelukan, masturbasi, oral, menempelkan atau menggesekkan alat kelamin, sampai pada bersenggama, (Imran, 2009). Seorang remaja laki – laki maupun perempuan menghabiskan waktu dua kali lebih banyak bersama teman sebaya dibandingkan dengan kedua orangtuanya. Seorang remaja pada umumnya tidak bersedia mengakui aktivitas seksualnya pada orangtua ataupun guru kecuali pada teman sebayanya. Karena menurut mereka, teman sebaya lebih dapat menyimpan rahasia, lebih terbuka dalam membicarakan lawan jenis serta dapat memecahkan masalah yang dihadapi dengan orangtua atau keluarganya, (Sarwono, 2007).

Perilaku seksual bebas pada remaja mengakibatkan beberapa kejadian yang tidak diinginkan seperti pengguguran kandungan (aborsi), perdarahan, infeksi, kematian, hingga penyebaran penyakit menular seksual AIDS. Selain beberapa hal tersebut, juga dapat mengakibatkan timbulnya perasaan malu, berdosa, bersalah, dan depresi pada diri remaja tersebut, (Notoatmodjo, 2007). Akibat yang ditimbulkan dari perilaku seksual bebas tersebut, terjadi karena kurangnya peran keluarga dalam kehidupan seorang remaja dan remaja tersebut lebih memilih teman sebayanya sebagai sarana dalam mengekspresikan segala keingintahuan juga bakat mereka.

Menurut Notoatmodjo (2007), seorang remaja dapat melakukan perilaku seksual bebas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sikap terhadap stimulus sosial yang ada dalam diri remaja, motivasi atau dorongan untuk melakukan perilaku seksual bebas, pengetahuan remaja tentang pendidikan

seksual bebas yang sedikit, semakin mudahnya akses informasi, pelayanan kesehatan yang kurang menyentuh tingkat usia remaja, dan peran teman sebaya yang kuat dalam mempengaruhi pola pikir seorang remaja.

V. SIMPULAN

sebaya dengan perilaku seksual bebas pada remaja kelas X di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo.

DAFTAR PUSTAKA Azwar,S. 2005.

. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

BKKBN. 2012.

. diakses tanggal 10 oktober 2015 jam 12.45 WIB.

. 2014.

. diakses tanggal 10 oktober 2015 jam 13.03 WIB. Branstetter,S.A. 2003.

NIDAGrant F31 DA015030-01: University of Denver Department of Psychology. Damarsih,R. 2009.

. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Depkes RI. 2012.

. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dewi,A. 2012.

Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

(27)

Imran. 2009.

. Jakarta:PKBI.

Kumalasari I dan Andhyantoro,I. 2012. Jakarta: Salemba Medika.

Maryatun. 2013.

Surakarta: Stikes Aisyiyah Surakarta.

Notoatmodjo. 2007.

. Jakarta: Rineka Cipta. Santrock. 2007. . Jakarta:

Erlangga.

Sarwono,S. 2007. Jakarta:

Suwarni,L. 2009.

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol.4 No.2.

Yusuf,S.L.N. 2002.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

(28)

Uji Daya Analgetik Ekstrak Etanol Daun Jinten (Coleus Amboinicus L.)

Pada Mencit Dengan Metode Rangsang Kimia

(Analgesic Power Test Of Ethanol Extract Of Jinten Leaves (Coleus

Amboinicus L.) On Mice With Chemical Stimulation Methods)

Ganang Caesar Ramadhan, Siwi Hastuti Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo

[email protected] [email protected]

Abstract: Jinten Leaf (

This research aims to know the power of ethanol extract of analgesic leaves jinten to the male mice (Mus musculus L.) in the induction of acetic acid. Ethanol extract of jinten leaf retrieval method treatment leaves jinten with a dose of 50 mg/kg, 100 mg/kg, 200 mg/kg body weight, coconut oil 25 ml/kg (control), asetosal and 39 mg/kg body weight (a comparison). The amount of stretching the acetic acid induced mice are used to calculate the percent power analgesic test preparations. Percent with a dose of analgesic power 50, 100, 200 mg/kg body weight respectively are (4.17 ± 0,227)%, (10.86 ± 0,262)% and (22,98 ± 0,246)%. The result is still less than the power with a dose power obtained from the amount of stretching that mice are induced by intraperitoneal acetic acid an interval of 30 minutes after oral induced. The data obtained were analyzed using test.

Keywords

Abstrak: Daun jinten

minyak atsiri. Flavonoid dan polivenol yang ada dalam daun jinten dapat memberikan daya analgetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya analgetik ekstrak etanol daun jinten terhadap mencit jantan yang di induksi asam asetat. Pengambilan ekstrak etanol daun jinten menggunakan metode maserasi. Mencit dikelompokan dalam lima kelompok (n=5), masing-masing diberi perlakuan secara oral ekstrak etanol daun jinten dengan dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, minyak kelapa 25 ml/kg BB (kontrol), dan asetosal 39 mg/kg BB (pembanding). Jumlah geliat mencit yang diinduksi asam asetat digunakan untuk menghitung persen daya analgetik sediaan uji. Persen daya analgetik dengan dosis 50, 100, 200 mg/kg BB berturut-turut adalah (4,17 ± 0,227)% ,(10,86 ± 0,262)% dan (22,98 ± 0,246)%. Hasil masih lebih kecil dari daya analgetik asetosal dengan dosis 39 mg/kg BB (33,64 ± 0,122)% yang

intraperitoneal selang waktu 30 menit setelah pemberian oral. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji . Ekstrak etanol daun jinten dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/

p Kata kunci:

(29)

I. PENDAHULUAN

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer, 2001).

Intensitas nyeri merupakan gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2006).

Tanaman tradisional merupakan salah satu modal dasar pembangunan kesehatan nasional, di Indonesia disamping pelayanan formal, pengobatan dengan cara tradisional dan pemakaian obat tradisional masih banyak dilakukan oleh masyarakat secara luas, baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan. Istilah tanaman obat diartikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman yang digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan.

Banyak orang ber-anggapan penggunaan obat tradisional relatif lebih aman, namun bukan berarti obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya kurang tepat. Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang kelebihan dan kelemahan serta kemungkinan penyalah-gunaan obat tradisional dan tanaman obat (Ramadhan, 2009). Terdapat berbagai obat tradisional dari tanaman dan telah banyak diteliti kandungan kimia dan khasiatnya. Namun masih banyak tanaman yang belum diketahui kadar analgetiknya, sehingga perlu diteliti lebih lanjut (Cahyadi, 2009).

Jinten ( )

merupakan tanaman etnobotani Indonesia yang telah dimanfatkan secara turun-temurun oleh masyarakat Sumatera Utara, terutama ibu-ibu yang baru melahirkan, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas air susu ibu (ASI) (Santosa and Hertiani, 2005).

jinten juga dilaporkan aktif terhadap beberapa bakteri dan (Ragasa ., 1999). Secara tradisional, daun jinten digunakan untuk mengobati batuk, infeksi tenggorokan, hidung tersumbat dan penyembuh luka.

II. METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan ekstrak etanol daun jinten (EEDJ) perlu dilakukan ekstraksi. Ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode maserasi, karena pada penelitian sebelumnya juga menggunakan metode maserasi ekstrak etanol dengan menguji terhadap gel antibakteri pada jerawat. Penyarian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode maserasi dengan etanol 70% perbandingan (1:5) kemudian ditutup dengan plastik. Dibiarkan selama dua hari terlindung dari cahaya matahari, sambil berulang–ulang diaduk, setelah dua hari dalam , kemudian sari diuapkan diatas waterbath sampai etanol menguap semua (Dirjen Binfar and Alkes, 2010).

Pada uji aktivitas, mencit dibagi menjadi 5 kelompok sebagai berikut sebelumnya mencit dipuasakan selama 18-24 jam dengan tetap diberi minum. Kelompok I kontrol negatif diberi minyak kelapa 25 ml/kg BB secara peroral. Kelompok II kontrol positif diberi suspensi asetosal 39 mg/kg BB. Kelompok III EEDJ 50 mg/kg BB. Kelompok IV EEDJ 100 mg/kg BB. Kelompok V EEDJ 200 mg/kg BB. Pemberian sediaan uji masing-masing kelompok secara peroral, 30 menit kemudian hewan uji diberikan larutan asam asetat 100 mg/kg BB secara intra-peritoneal. Setelah itu diamati dan dihitung jumlah kumulatif geliat mencit tiap selang waktu

(30)

5 menit selama 1 jam. Nyeri ditandai dengan timbulnya writhing (geliat), yaitu abdomen menyentuh dasar tempat berpijak dan kedua pasang kaki ditarik ke belakang. Pengujian efek analgetik dengan metode geliat ditetapkan dengan menghitung jumlah kumulatif selama 60 menit.

Teknik Analisis Data

Data penelitian berupa jumlah geliat kumulatif pada masing-masing kelompok perlakuan. Kemudian dihitung daya analgetikanya yang dinyatakan sebagai % daya analgetik (% DA) dengan rumus sebagai berikut:

Ket :

P = jumlah geliat kelompok perlakuan K = jumlah geliat kontrol negatif III. HASIL

Hasil maserasi daun jinten memperoleh dari EEDJ yaitu bentuk ekstrak kental, warna hijau kehitaman, bau khas daun jinten dan rasa getir.

Uji pendahuluan pertama dilakukan untuk

tersebut didapat kumulatif geliat masing-

masing dosis berurutan yaitu 583,6 geliat dan 206 geliat.

Uji pendahuluan kedua untuk menentukan kg BB dilihat dari hasil uji Anova satu jalan menunjukkan bahwa waktu induksi asam asetat pada lima menit, 30 menit, dan 60 menit setelah pemberian senyawa uji menunjukan perbedaan dilakukan uji Post Hoc Tests (LSD) diperoleh waktu induksi lima menit dengan 30 menit dan 60 menit. Waktu induksi 30 menit dengan lima

Tetapi untuk waktu induksi 30 menit dengan maka Ho diterima tidak ada perbedaan yang waktu induksi 60 menit. Uji pendahuluan ketiga yaitu mengorientasi dosis sediaan EEDJ yang akan digunakan untuk uji aktivitas. Peneliti menggunakan sampel dosis percobaan yaitu

Hasil uji analgetik pada mencit yang diinduksi asam asetat, menunjukkan jumlah geliat dan daya analgetik sediaan uji dan kontrol positif yang terlihat pada tabel 1. kontrol negatif yang digunakan adalah minyak kelapa sebagai pelarut sediaan uji.

(31)

Tabel 1. Pengaruh sediaan uji terhadap jumlah geliat mencit yang diinduksi asam asetat Perlakuan No Jumlah Geliat Mean ± SEM

(%) Daya analgetik (%) Mean ± SEM (%) Minyak kelapa kg BB I 188 191,4 ± 0,070 0 0 II 204 III 175 IV 206 V 184 Asetosal Dosis 39 I 135 127±0,058 29,46 % 33,64±0,122 II 115 39,91 % III 133 30,51 % IV 125 34,69 % V 127 33,64 % EEDJ Dosis 200 I 137 147,4±0,073 28,42 % 22,984±0,246 II 158 17,45% III 143 25,28% IV 139 27,37% V 160 16,40% EEDJ Dosis 100 I 172 170,6±0,031 10,13 % 10,864±0,262 II 176 8,04 % III 162 15,36 % IV 174 9,09 % V 169 11,70 % kg BB I 181 183,4±0,009 5,43 % 4,174±0,227 II 186 2,82 % III 184 3,86 % IV 183 4,38 % V 183 4,38 %

Kolmogorov-Smirnov Tests dan untuk memberi nilai tentang hasil analisis apabila terdapat perbedaan variabel uji, maka dibuat Ho dan H1. Ho yaitu persen daya analgetik kontrol positif dan ekstrak Etanol daun jinten dosis 50 mg, 100 mg dan 200 mg adalah sama. H1 yaitu persen daya analgetik kontrol positif dan ekstrak Etanol daun jinten dosis 50 mg, 100 mg dan 200 mg

sama, jadi Ho diterima. Berdasarkan hasil uji

dapat disimpulkan data terdistribusi normal. Uji homogenitas menggunakan Test of

diperoleh mempunyai varian yang tidak

antara persen daya analgetik ekstrak etanol daun jinten. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc

asetosal dengan dosis 100 mg, dan asetosal dengan dosis 200 mg maka Ho ditolak, ada asetosal dengan ekstrak etanol daun jinten. Pemberian dosis 50 mg dengan asetosal dan dosis 50 mg dengan dosis 200 mg memiliki

Gambar

Gambar  1.  Karakteristik  Responden  Berdasarkan Pendidikan
Tabel  2.  Tingkat  pengetahuan  Ibu  Hamil  Primigravida  tentang  persiapan  menghadapi  persalinan berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Kedawung I
Gambar 2. Penurunan Kadar Pb Dari  Gambar  2  terlihat  bahwa    kadar  Pb  menggunakan  lama  perendaman  selama  30  menit  menunjukkan  kadar  logam  berat  Pb  mengalami  penurunan  yang  lebih  besar  dibandingkan  dengan  menggunakan lama perendaman
Tabel 1. Pengaruh sediaan uji terhadap jumlah geliat mencit yang diinduksi asam asetat Perlakuan No Jumlah Geliat Mean ± SEM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yunica (2014) yang meneliti hubungan antara pengetahuan dan umur dengan kelengkapan imunisasi tetanus toksoid (TT) pada

Berdasarkan hasil uji hubungan dengan menggunakan Chi-Square ( 2 ) didapatkan nilai ( 2 hit = 12,756) dengan nilai probabilitas 0,000 yang nilainya lebih kecil dari 0,05,

hubungan seksual pada ibu hamil primigravida mayoritas mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 17 responden; 2) Tingkat kecemasan responden sebagian

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Primigravida Dengan Perilaku Perawatan Payudara Pada Saat Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdowo- Naskah Publikasi dan tujuan

Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden dengan berpengetahuan cukup dengan kesiapan baik sebanyak 5 ibu hamil (14.7%), responden dengan

Akan tetapi dengan adanya dukungan dari suami, kecemasan itu dapat dikurangi karena dengan adanya orang yang disanyangi disekitarnya, maka akan membuat perasaan ibu lebih

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mukhadiono (2015) menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara dukungan suami dengan tingkat kecemasan ibu hamil

Sesuai dengan latar belakang diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan motivasi ibu primigravida dengan