• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Edy Sujana, 2 I Gusti Ayu Purnamawati Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 Edy Sujana, 2 I Gusti Ayu Purnamawati Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA ETIS ORGANISASI, ORIENTASI ETIKA,

DAN GENDER TERHADAP SENSITIVITAS ETIKA AUDITOR

PADA INSPEKTORAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGLI,

GIANYAR DAN KLUNGKUNG

1Kadek Linda Restya Dewi, 1Edy Sujana, 2I Gusti Ayu Purnamawati

Jurusan Akuntansi Program S1

Universitas Pendidikan

Ganesha Singaraja,

Indonesia

e-mail: {lindarestyadewi@gmail.com, ediesujana_bali@yahoo.com, ayupurnama07@yahoo.com}@undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh Budaya Etis Organisasi, Orientasi Etika dan Gender terhadap Sensitivitas Etika. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah Auditor yang melakukan fungsi pemeriksaan di Kantor Inspektorat Kabupaten Bangli, Gianyar dan Klungkung. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sensus dengan jumlah responden 41 orang. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Skala pengukuran data dengan skala likert. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan bantuan program SPSS versi 21.0.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat pengaruh positif dan signifikan Budaya Etis Organisasi terhadap Sensitivitas Etika, (2) terdapat pengaruh positif dan signifikan Orientasi Etika terhadap Sensitivitas Etika, (3) terdapat pengaruh positif dan signifikan Gender terhadap Sensitivitas Etika (4) dan terakhir, terdapat pengaruh secara simultan antara Budaya Etis Organisasi, Orientasi Etika dan Gender terhadap Sensitivitas Etika.

Kata Kunci : Budaya Etis Organisasi, Gender, Orientasi Etika, Sensitivitas Etika

Abstract

This study was aimed at finding evidence empirically about the effect of organization ethic culture, ethic orientation, and gender toward ethic sensitivity. This study was a quantitative research. The population in this study is the auditors who performs the function of inspection at the office of the Inspectorate of Bangli regency, Gianyar, and Klungkung. The sampling technique used was sensus technique with 41 respondents. Methods of collecting data using a questionnaire distributed to respondents. The scale of measurement data by Likert scale. Data were analyzed using by multiple regression analysis with SPSS version 21.0.

The results from the study showed that (1) there is a positive and significant impact organization ethic culture toward ethic sensitivity, (2) there is a positive and significant impact ethic orientation toward ethic sensitivity,(3) there is a positive and significant impact gender toward ethic sensitivity and (4) and the last, there is the effect of simultaneous between organization ethic culture, ethic orientation and gender has a significant effect on ethic sensitivity.

(2)

Jurusan Akuntansi S1 (Volume 7 No. 1 Tahun 2017)

Keywords: Organization Ethic Culture, Gender, Ethic Orientation, Ethic

Sensitivity. PENDAHULUAN

Kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah yang dicanangkan pemerintahan di era reformasi telah mendorong adanya pembangunan nasional. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pembangunan nasional menuntut peran pemerintah daerah agar mampu mengatur rumah tangganya sendiri termasuk dalam hal penerimaan daerah. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk mampu memberikan informasi keuangan terhadap publik, DPRD, dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder pemerintah daerah (Mardiasmo, 2005). Di era dengan tingkat kritisme masyarakat yang kian meningkat, menuntut organisasi-organisasi sektor publik untuk lebih meningkatkan akuntabilitasnya. Kewenangan setiap Daerah untuk mengatur pemerintahannya sendiri menjadi tugas yang cukup sulit bagi Pemerintah Daerah dalam mempertanggung jawabkan setiap kegiatan agar tercipta Pemerintahan yang baik (Good Governance).

Pengawasan internal di pemerintah kabupaten/kota di Bali oleh Inspektorat masing-masing, dirasakan masih sangat lemah. Akibatnya, banyak terjadi kasus korupsi di daerah yang tidak dapat dideteksi oleh Inspektorat serta masih adanya temuan audit yang tidak mampu ditemukan oleh auditor Inspektorat daerah. Agar dapat melatih sensitivitasnya dalam hal pertimbangan etika, auditor harus dapat menyadari ada masalah etika dalam pekerjaannya, dan sensitivitas tersebut merupakan tahap awal dalam dalam proses pengambilan keputusan etika (Shaub et al., 1993).

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Profesi auditor merupakan profesi yang berbasis kepercayaan sebab profesi ini ada karena masyarakat mempunyai harapan bahwa mereka akan melakukan tugasnya dengan selalu menjungjung

tinggi independensi, integritas, kejujuran serta objektivitas (Cahyani dan Purnamawati, 2015).

Dalam melaksanakan pekerjaannya seorang auditor internal kadang menghadapi permasalahan dalam budaya kerja, permasalahan tersebut adalah terabaikannya nilai-nilai etika dan budaya kerja dalam perusahaan sehingga melemahkan disiplin, etos kerja dan produktivitas kerja. Maka penting bagi aparatur Inspektorat untuk peka terhadap masalah etika. Alternatif yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etika adalah budaya etis organisasi atau perilaku yang beretika oleh seorang auditor. Budaya etis organisasi akan mempengaruhi orientasi etika aparatur Inspektorat dalam melaksanakan tugasnya dan juga akan berpengaruh pada sensitivitas etika.

Hurt et al (2008) menyatakan, budaya etis organisasi merupakan pandangan luas tentang persepsi karyawan pada tindakan etis pemimpin akan pentingnya etika di perusahaan dan memberikan penghargaan ataupun sanksi atas tindakan tidak bermoral. Budaya etis organisasi merupakan salah satu variabel penting bagi seorang pemimpin, karena mencerminkan nilai-nilai yang diakui dan menjadi pedoman bagi pelaku anggota organisasi tersebut (Sutiarsih, 2014).

Budaya etis organisasi merupakan sistem nilai, norma dan kepercayaan yang bersama-sama dimiliki oleh masing-masing anggota organisasi yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi agar terciptanya perilaku yang baik dan beretika serta menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan organisasi (Martina, 2015).

Melalui budaya etis organisasi yang dianut oleh Inspektorat Pemerintah Kabupaten Bangli, Gianyar dan Klungkung, auditor internal memiliki sensitivitas yang tinggi dalam menghadapi permasalahan dalam

(3)

kegiatan audit yang dilaksanakan, sehingga budaya etis organisasi berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnami (2016) yang membuktikan bahwa budaya etis organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat sensitivitas. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Budaya etis organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap sensitivitas etika. Orientasi etika berarti mengenai konsep diri dan perilaku yang berhubungan dengan individu dalam diri seseorang (Sutiarsih, 2014). Orientasi etika dikendalikan oleh dua karakteristik yaitu idealisme dan relativisme. Idealisme berhubungan dengan tingkat dimana individu percaya bahwa konsekuensi yang diinginkan (konsekuensi positif) tanpa melanggar kaidah moral.

Orientasi etika menunjukan pandangan yang diadopsi oleh masing-masing individu ketika menghadapi masalah yang membutuhkan penyelesaian etika atau dilema etika (Martina, 2015). Falah (2006) mengatakan orientasi setiap individu pertama-tama ditentukan oleh kebutuhannya. Kebutuhan tersebut berinteraksi dengan pengalaman pribadi dan sistem nilai individu yang akan menentukan harapan-harapan atau tujuan dalam setiap perlakuannya sehingga pada akhirnya individu tersebut menemukan tindakan apa yang akan diambilnya. Jadi dengan orientasi etika yang dimiliki oleh seorang auditor itu membuatnya memiliki sensitivitas etika yang diperlukan untuk menentukan harapan-harapan atau tujuan yang ingin dicapainya. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Martina, (2015) bahwa terdapat pengaruh antara orientasi etika dengan sensitivitas etika. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Orientasi etika berpengaruh positif dan signifikan terhadap sensitivitas etika.

Gender adalah suatu konsep analisi yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut non-biologis,

yaitu dari aspek sosial, budaya maupun psikologis. Menurut Chung and Monroe (2001), dari literatur cognitive psychology dan literatur marketing dinyatakan bahwa gender sebagai faktor level individual dapat berpengaruh terhadap kinerja yang memerlukan pertimbangan dalam berbagai kompleksitas tugas. Perempuan dapat lebih efesien dan efektif dalam memproses informasi dalam tugas yang kompleks dibanding laki-laki dikarenakan perempuan lebih memiliki kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan. Namun pengaruh gender terhadap pemrosesan informasi dan pertimbangan belum banyak teruji dalam konteks penugasan audit atau penugasan sebagai auditor, oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan menggunakan variabel gender.

Penelitian yang dilakukan oleh Purnami (2016) menyatakan bahwa gender berpengaruh secara signifikan terhadap sensitivitas etika. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2016) menyatakan bahwa gender tidak berpengaruh terhadap sensitivitas etika pada auditor. Adanya hasil penelitian yang bertentangan maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk variabel gender.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3: Gender berpengaruh positif d a n signifikan terhadap sensitivitas etika.

Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik Agoes (2012). Sebagaimana dikatakan oleh Peschke (2003), sebagai teori etika muncul antara lain karena adanya perbedaan perspektif dan penafsiran tentang apa yang menjadi tujuan akhir hidup manusia. Etika menjadi salah satu panduan bagi profesi auditor dalam mempertanggungjawabkan segala aktivitasnya (Januarti, 2011).

Kemampuan seorang auditor untuk mengidentifikasi perilaku etis dan perilaku tidak etis dapat dikatakan memiliki tingkat sensitivitas etika yang

(4)

Jurusan Akuntansi S1 (Volume 7 No. 1 Tahun 2017)

tinggi. Sesuai dengan penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Nurfarida (2011) menunjukan bahwa secara simultan dan secara parsial budaya etis organisasi yang tinggi akan mempengaruhi tingkat sensitivitas etika seorang auditor ketika mereka berada dalam situasi yang mengandung nilai etika. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4: Budaya etis organisasi, orientasi etika dan gender berpengaruh positif dan signifikan terhadap sensitivitas etika. Penelitian ini pada dasarnya mengacu pada penelitian Sutiarsih (2014). Perbedaannya dengan penelitian terdahulu terletak pada penambahan variabel baru yaitu gender. Hal ini dikarenakan variabel gender belum dimasukan dalam penelitian sebelumnya dan peneliti juga ingin menguji apakah akan berpengaruh secara signifikan terhadap sensitivitas etika auditor di inspektorat pemerintah daerah.

Penelitian ini dilakukan pada auditor yang bekerja di Inspektorat Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung karena masih tingginya tingkat kasus korupsi di Kabupaten tersebut serta masih adanya temuan audit yang tidak mampu ditemukan oleh auditor di Inspektorat Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sensitivitas auditor dalam menjalankan tugasnya masih belum optimal.

Dengan adanya Inspektorat di wilayah kota/kabupaten seharusnya dapat mendeteksi dan mencegah bahkan mengurangi adanya penyimpangan pengelolaan keuangan negara yang terjadi agar kasus korupsi dan kesalahan prosedur akuntansi bisa dideteksi sedini mungkin sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di daerah tersebut dengan judul “Pengaruh Budaya Etis Organisasi, Orientasi Etika, dan Gender Terhadap Sensitivitas Etika Auditor Pada Inspektorat Pemerintah Kabupaten Bangli, Gianyar dan Klungkung”.

METODE

Penelitian ini dilakukan untuk

memperoleh gambaran mengenai pengaruh budaya etis organisasi, orientasi etika, dan gender terhadap sensitivitas etika auditor di inspektorat pemerintah kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung. Peneliti menggunakan seluruh auditor yang ada di kantor Inspektorat Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung sebagai populasi sekaligus sebagai sampel penelitian karena jumlah populasi kurang dari 100 responden sehingga jumlah sampel sama dengan jumlah populasi.

Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel terikat/dependen dan variabel-variabel bebas/independen. Definisi operasional variabel pada penelitian ini yaitu budaya etis organisasi, orientasi etika, dan gender yang merupakan perpaduan antara kompetensi dan karakter yang menunjukkan adanya tanggung jawab moral.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tanpa melalui perantara). Data primer dalam penelitian ini adalah jawaban responden dari kuesioner yang disebar. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui pembagian atau penyebaran daftar pertanyaan yang diberikan kepada pegawai Inspektorat Pemerintah Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan skala likert. Skala likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur, sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2013). Setiap pernyataan disediakan 5 (lima) alternatif jawaban, yaitu: (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) cukup setuju, (2) tidak setuju, dan (1) sangat tidak setuju. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas, (2) Uji hipotesis menggunakan uji regresi regresi linier berganda dengan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji

(5)

multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kuesioner budaya etis organisasi terdiri dari 5 butir dengan indeks validitas butir bergerak dari 0,802 s.d 0,926 dan indeks reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,893 dengan klasifikasi tinggi. Kuesioner orientasi etika terdiri dari 20 butir dengan indeks validitas butir bergerak dari 0,342 s.d 0,816 dan indeks reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,861dengan klasifikasi tinggi. Kuesioner sensitivitas etika terdiri dari 4

butir dengan indeks validitas butir bergerak dari 0,710 s.d 0,886 dan indeks reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,813 dengan klasifikasi tinggi. Hasil pengujian normalitas data menggunakan statistik angka Asymp. Sig.(2-tailed) lebih besar dari 0,05 untuk statistic Kolmogorov-Smirnov Z. Berdasarkan kriteria uji normalitas, data terdistribusi normal jika angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Berdasarkan Tabel 1, ditunjukkan bahwa angka Asymp. Sig. (2- tailed) sebesar 0,904 yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolgomorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 37

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 0,54339858

Most Extreme Differences Absolute 0,093

Positive 0,070

Negative -0,093

Kolmogorov-Smirnov Z 0,568

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,904

Sumber: data primer diolah, 2016

Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data budaya etis organisasi, orientasi etika, dan sensitivitas etika berdistribusi normal. Pada Tabel 2 hasil pengujian multikolinieritas menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai VIF dari masing- masing variabel bebas lebih besar dari 0,1 dan lebih kecil dari 10 yaitu:

4,796 untuk variabel budaya etis organisasi, 5,516 untuk orientasi etika, dan 2,040 untuk variabel gender. Serta dilihat dari nilai tolerance yang masing-masing lebih besar dari 0,1 yaitu: 0,209 untuk variabel budaya etis organisasi, 0,181untuk variabel orientasi etika, dan 0,490 untuk variabel gender.

Tabel 2. Hasil Uji Multikolinieritas

Model Collinearity Statistics Keterangan Tolerance VIF

Budaya Etis Organisasi 0,209 4,796 Non Multikolinearitas Orientasi Etika 0,181 5,516 Non Multikolinearitas

Gender 0,490 2,040 Non Multikolinearitas

Sumber: data primer diolah, 2016

Berdasarkan nilai VIF dan tolerance, korelasi di antara variabel bebas dapat dikatakan mempunyai korelasi yang lemah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa di antara variabel bebas tidak ada korelasi atau tidak terjadi multikolinearitas

pada model regresi linier. Hasil pengujian heteroskedastisitas yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain yaitu dengan menggunakan uji Glejser

(6)

Jurusan Akuntansi S1 (Volume 7 No. 1 Tahun 2017)

menunjukkan bahwa nilai signifikansi antara

variabel bebas dengan absolut residual lebih besar dari 0,05 yaitu 0,121untuk variabel budaya etis organisasi, 0,438 untuk variabel orientasi etika,dan 0,680 untuk variabel

gender yang ditunjukkan pada Tabel 3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukannya masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

Tabel 3. Hasil Uji Heterokedastisitas

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 0,094 1,146 0,082 0,935 X1 -0,052 0,032 -0,561 -1,592 0,121 X2 0,016 0,021 0,297 0,786 0,438 X3 -0,066 0,159 -0,096 -0,417 0,680

Sumber: data penelitian diolah, 2016

Pada penelitian ini diajukan 4 hipotesis. Pengujian hipotesis digunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis uji koefesien determinasi disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, ditunjukkan bahwa hasil uji koefesien determinasi dengan nilai Adjusted R Square

yang diperoleh sebesar 0,947. Hal ini menunjukkan bahwa sensitivitas etika dipengaruhi oleh budaya etis organisasi, orientasi etika, dan gender sebesar 94,7%. Sisanya 5,3% sensitivitas etika dipengaruhi oleh faktor lain di luar model regresi linier dalam penelitian ini.

Tabel 4. Hasil Pengujian Koefisien Determinasi

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 0,975 0,951 0,947 0,568

Sumber: data primer diolah, 2016

Hasil analisis regresi linier berganda antara variabel budaya etis organisasi (X1),

orientasi etika (X2), dan gender (X3) terhadap sensitivitas etika (Y) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Persamaan Regresi Linier Ganda

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -5,275 2,103 -2,509 0,017 X1 0,325 0,059 0,460 5,478 0,000 X2 0,186 0,038 0,443 4,919 0,000 X3 0,699 0,292 0,131 2,397 0,022

Sumber : data primer diolah, 2016

Berdasarkan data pada Tabel 5.diperoleh model persamaan regresi linier berganda yaitu:

5

,

275

0

,

325

X

1

0

,

186

X

2

0

,

699

X

3

Y

1. Konstanta sebesar -5,275 menunjukan jika variabel Budaya etis organisasi (X1), Orientasi etika (X2), Gender (X3) bernilai konstan maka variabel

sensitivitas etika (Y) memiliki nilai negatif sebesar

-5,275 satuan.

2. Koefisien variabel budaya etis organisasi sebesar 0,325 menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan variabel budaya etis organisasi maka akan meningkatkan variabel sensitivitas etika sebesar 0,325 satuan dengan asumsi variabel lainnya bernilai tetap.

(7)

3. Koefisien variabel orientasi etika sebesar 0,186 menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan variabel orientasi etika maka akan meningkatkan variabel sensitivitas etika sebesar 0,186 satuan dengan asumsi variabel lainnya bernilai tetap. 4. Koefisien variabel gender

sebesar 0,699 menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan variabel gender maka akan meningkatkan variabel sensitivitas etika sebesar 0,699 satuan dengan asumsi variabel lainnya bernilai tetap.

PEMBAHASAN

Pengaruh Budaya Etis Organisasi terhadap Sensitivitas Etika

Berdasarkan hasil analisis regresi linier ganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya etis organisasi terhadap sensitivitas etika. Hal ini didukung oleh jawaban dari reponden, dimana jawaban responden untuk variabel budaya etis organisasi yang terdiri dari 5 pernyataan sebagian besar setuju. Pada indikator hukuman akan diberikan untuk setiap perilaku tidak etis dan peringatan bagi pelanggar, jawaban dari responden dominan setuju hal ini membuktikan bahwa pimpinan telah menyalurkan budaya etis organisasi dengan baik kepada para pegawainya sehingga pegawai akan lebih sensitif mengenai situasi yang mengandung etika ataupun ketika mengalami dilema etika membuat variabel budaya etis organisasi berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor pada kantor Inspektorat Pemerintah Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung. Sehingga budaya etis organisasi dalam penelitian ini berpengaruh terhadap sensitivitas etika.

Budaya etis organisasi akan cenderung membentuk budaya yang kuat, sebaliknya budaya organisasi yang inetis akan cenderung membentuk budaya yang lemah. Budaya yang kuat akan

berpengaruh lebih besar terhadap pegawai dibandingkan dengan budaya yang lemah. Budaya etis organisasi merupakan acuan yang terdapat dalam suatu organisasi yang harus ditaati oleh auditor. Seorang auditor yang taat pada nilai-nilai dan norma organisasinya akan cenderung semakin memiliki kedisiplinan dan tanggungjawab dalam melakukan penugasan audit. Sebaliknya jika seorang auditor tidak memiliki budaya etis yang baik maka akan mengabaikan nilai etika yang ada dan cenderung berani melakukan pelanggaran yang berakibat pada turunnya tingkat sensitivitas etika auditor tersebut.

Selain itu pula dengan diterapkannya suatu budaya etis di dalam organisasi maka akan dapat mendorong seseorang untuk dapat melakukan tindakan-tindakan yang beretika sehingga kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diminimalisir. Karena jika budaya etis dalam suatu organisasi baik maka akan memicu individu dalam organisasi tersebut untuk berperilaku etis, sedangkan jika budaya etis dalam suatu organisasi buruk maka hal tersebut akan memicu individu didalamnya untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari perilaku etis. Dalam suatu lingkungan yang etis, seorang karyawan akan lebih cenderung melakukan atau menjalankan peraturan-peraturan organisasi dan menghindari perbuatan kecuranga di dalam instansi, lingkungan etis ini dapat dinilai dengan adanya budaya etis organisasi (Martina, 2015)

Membentuk budaya etis yang kuat dapat dilakukan dengan cara menjadi model peran yang nyata, maksudnya yaitu pegawai akan melihat model perilaku eksekutif puncak sebagai tolok ukur merancang perilaku yang tepat. Jika pimpinan memberikan contoh perilaku etis, ia akan menebar pesan kuat dan positif kepada pegawainya. Berikutnya mengadakan pelatihan etika seperti seminar, pelatihan program atau lokakarya tentang etika dalam dunia kerja. Gunakan sesi ini untuk mendorong standar perilaku organisasi, untuk mengklarifikasikan apa yang boleh dan tidak boleh dan membahas kasus dilema etis yang sering

(8)

Jurusan Akuntansi S1 (Volume 7 No. 1 Tahun 2017)

muncul dalam keseharian

Hasil penelitian Falah (2006) menyatakan bahwa pengembangan budaya etis yang tinggi akan terbentuk sikap, perilaku yang etis, bermoral, professional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan serta mendapat kepercayaan dari masyarakat. Sutiarsih (2014) dalam penelitiannya menyatakan, budaya etis organisasi merupakan pandangan luas tentang persepsi karyawan pada tindakan etis pemimpin akan pentingnya etika di perusahaan dan memberikan penghargaan ataupun sanksi atas tindakan tidak bermoral. Sejala n deng an pen elitian Nurf arida (2011) Budaya etis organisasi merupakan salah satu variabel penting bagi seorang pemimpin, karena mencerminkan nilai-nilai yang diakui dan menjadi pedoman bagi pelaku anggota organisasi tersebut.

Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Martina, (2015) yang menyatakan bahwa dengan adanya budaya etis organisasi atau perilaku yang beretika oleh seorang auditor, maka tentunya hal tersebut akan mempengaruhi nilai sensitivitas etika profesi auditor untuk bertindak professional dan mampu memberikan laporan keuangan secara transparansi dan jujur.

Semakin seringnya seorang pemimpin organisasi menyalurkan budaya etis organisasi maka pegawai seperti auditor akan melakukan aktivitas etis sehingga akan meningkatkan konsistensi perilaku pada standar nilai dalam pengambilan keputusan karena auditor tersebut memiliki kedisiplinan dan tanggungjawab yang tinggi serta tidak mementingkan diri sendiri. Dengan adanya budaya etis organisasi atau perilaku yang beretika oleh seorang auditor, maka tentunya hal tersebut akan mempengaruhi tingkat sensitivitas etika profesi auditor untuk bertindak profesional, mampu memberikan laporan secara tranparansi dan jujur.

Sesuai dengan teori keprilakuan yang menyatakan bahwa perilaku etis merupakan perilaku yang sesuai dengan

norma-norma sosial yang diterima secara umum, berhubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan. Karakteristik tersebut meliputi sifat, kemampuan, nilai, ketrampilan, sikap, dan intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2015) yang menyatakan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martina (2015) yang menyatakan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh terhadap sensitivitas etika. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Purnami (2016) yang menyatakan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh terhadap sensitivitas etika. Hal ini mengindikasikan bahwa budaya etis organisasi yang tinggi akan cenderung membantu auditor dalam mengenal situasi etika ketika mereka menjalankan tugasnya.

Pengaruh Orientasi etika terhadap Sensitivitas Etika

Berdasarkan hasil analisis regresi linier ganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan orientasi etika terhadap sensitivitas etika. Hal ini didukung oleh jawaban dari reponden, dimana jawaban responden untuk variabel orientasi etika yang terdiri dari 20 pernyataan hasilnya dominan setuju. Pada indikator sikap idealisme seseorang terhadap nilai-nilai moral, jawaban dari responden menujukan bahwa mereka setuju dengan suatu tindakan tidak boleh merugikan orang lain, seseorang tidak boleh mengancam kehormatan dan kesejahteraan oranglain, melakukan tindakan harus sesuai dengan norma universal dan tindakan moral yang baik itu harus sesuai dengan tindakan yang sifatnya ideal. Sedangkan pada indikator sikap relativisme seseorang terhadap nilai-nilai moral, jawaban dari responden menunjukan bahwa mereka setuju dengan aturan etika berbeda pada setiap komunitas, kebohongan dinilai dari bermoral atau tidak tergantung pada situasi yang mengelilinginya. Meskipun

(9)

demikian pada penelitian ini menunjukan bahwa seseorang tidak dapat dikatakan hanya memiliki sikap idealisme ataupun relativisme karena setiap individu pasti memiliki sikap idealisme dan relativisme. Seseorang yang cenderung idealisme tetap memiliki sikap relativisme, hanya saja kecenderungan idealisme lebih besar dari pada kecenderungan relativisme begitu pula sebaliknya.

Orientasi etika menunjukan pandangan yang diadopsi oleh masing-masing individu ketika menghadapi masalah yang membutuhkan penyelesaian etika atau dilema etika (Martina, 2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa auditor dengan orientasi etika yang baik harus dipertahankan agar dapat digunakan dalam mengambil keputusan yang tepat ketika menghadapi dilema etika.

Falah (2006) mengatakan orientasi setiap individu pertama-tama ditentukan oleh kebutuhannya. Kebutuhan tersebut berinteraksi dengan pengalaman pribadi dan sistem nilai individu yang akan menentukan harapan-harapan atau tujuan dalam setiap perlakuannya sehingga pada akhirnya individu tersebut menemukan tindakan apa yang akan diambilnya. Seorang akuntan yang tidak bersikap idealisme hanya mementingkan dirinya sendiri agar mendapat fee yang tinggi dengan meninggalkan sikap independensi (Putri, 2016).

Selanjutnya menurut Putri (2016) relativisme adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar. Dalam penalaran moral seorang individu, ia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat dimanapun ia berada. Seorang auditor yang mampu bertindak profesional dan independen akan menghasilkan laporan yang jujur dimanapun ia menjalankan tugasnya sebagai lembaga yang mengawasi unit kerja di pemerintah daerah.

Hal ini di dukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutiarsih (2014) yang menyatakan bahwa nilai etika yang diterapkan oleh seorang auditor dalam organisasinya secara otomatis akan terbawa kemanapun ketika auditor tersebut menjalankan tugasnya. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2015) menyatakan bahwa orientasi etika berpengaruh positif terhadap sensitivitas etika. Begitu juga dalam penelitian yang dilakukan oleh Martina (2015) menyatakan bahwa orientasi etika berpengaruh positif terhadap sensitivitas etika.

Sesuai dengan teori etika oleh Bertens (2000) menyatakan bahwa etika dapat membantu proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan moral dan justifikasi terhadap keputusan tersebut, sehingga kasus-kasus korupsi yang terjadi diharapkan dapat dicegah sejak dini dan dapat berkurang di masa yang akan datang. Sehingga dari hal tersebut dapat diketahui bahwa orientasi etika berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor pada kantor Inspektorat Pemerintah Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung.

Pengaruh Gender terhadap Sensitivitas Etika

Berdasarkan hasil analisis regresi linier ganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan gender terhadap sensitivitas etika. Menurut Chung and Monroe (2001) dari literatur cognitive psychology menyatakan bahwa gender sebagai faktor level individual dapat berpengaruh terhadap kinerja yang memerlukan pertimbangan dalam berbagai kompleksitas tugas, yang dimana seorang perempuan dapat lebih efesien dan efektif dalam memproses informasi dalam tugas yang kompleks dibanding laki-laki dikarenakan perempuan lebih memiliki kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan.

Dalam penelitian Purnami (2016) menyatakan bahwa dalam memecahkan suatu masalah, laki-laki pada umumnya tidak menggunakan semua informasi yang tersedia dan mereka juga tidak memperoses informasi secara menyeluruh sehingga dapat dikatakan bahwa laki-laki cenderung melakukan pemrosesan informasi secara terbatas. Sedangkan perempuan dipandang sebagai pemroses informasi lebih detail yang melakukan proses informasi pada sebagian inti informasi untuk pengambilan

(10)

Jurusan Akuntansi S1 (Volume 7 No. 1 Tahun 2017)

suatu keputusan.

Dalam penelitian Putri (2016) menyatakan laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Perempuan memiliki karakteristik lebih realistis, teguh pendirian, mudah dipercaya, memiliki kecurigaan yang tinggi, penuh perhatian dan teliti, kurang percaya diri dan cenderung mematuhi peraturan, Sedangkan laki-laki memiliki kepribadian yang tidak berpihak, kurang dapat bekerja sama, cenderung praktis dan tidak realistis, lebih percaya diri dan cenderung sembarangan dalam menjalankan tugas. Perbedaan ini disebabkan karena laki-laki dan perempuan mengembangkan bidang peminatan, keputusan dan praktik yang berbeda yang berhubungan dengan pekerjaannya. Laki-laki dan perempuan merespon secara berbeda tentang reward dan cost.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Purnami (2016) yang menyatakan bahwa laki-laki akan mencari kesuksesan kompetitif dan bila perlu melanggar aturan untuk mencapainya. Sedangkan perempuan lebih menekankan pada melakukan tugasnya dengan baik dan lebih mementingkan harmonisasi dalam relasi pekerjaan. Selain hal tersebut, dalam berbagai kasus yang melibatkan profesi akuntan, kebanyakan kasus juga lebih banyak melibatkan auditor laki-laki seperti auditor Ludovicus Sensi yang merupakan partner dari kantor akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa yang bertanggungjawab atas audit PT. Kimia Farma yang dimana auditor tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh perusahaan PT Kimia Farma sehigga auditor tersebut diberikan sanksi atas kegagalannya tersebut.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Purnami (2016) yang menyatakan bahwa gender berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2016) yang menyatakan bahwa gender tidak berpengaruh terhadap sensitivitas etika

auditor.

Pengaruh Budaya etis organisasi, Orientasi Etika dan Gender terhadap Sensitivitas Etika

Berdasarkan hasil uji koefisien diketahui bahwa besarnya nilai Adjusted R Square (R2) adalah 0,947 atau 94,7%. Nilai 94,7% mempunyai makna besarnya pengaruh variabel budaya etis organisasi (X1), orientasi etika (X2), dan gender (X3) secara bersama-sama atau gabungan. Berdasarkan uji ini dapat dilihat bahwa budaya etis organisasi, orientasi etika dan gender memiliki pengaruh yang besar terhadap sensitivitas etika auditor pada kantor Inspektorat Pemerintah Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung.

Budaya etis organisasi tercermin dalam praktek-praktek organisasi. Kondisi-kondisi yang dialami anggota organisasi seperti penghargaan, dukungan, dan perilaku yang diharapkan dalam organisasi menjadikan anggapan tentang budaya etis organisasi itu sendiri dan perilaku pribadi yang berhubungan dengan individu dalam diri seseorang. Semakin sering sorang pemimpin menyalurkan dan menerapkan budaya etis organisasi maka akan semakin meningkatkan sensitivitas etika pegawai khususnya auditor. Demikian halnya dengan penelitian-penelitian lain yang menggunakan variabel budaya etis organisasi, sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2015) yang menyatakan bahwa variabel budaya etis organisasi berpengaruh langsung terhadap sensitivitas etika auditor. Orientasi etika menunjukan pandangan yang diadopsi oleh masing-masing individu ketika menghadapi masalah yang membutuhkan penyelesaian etika atau dilema etika (Martina, 2015). Seorang auditor dengan orientasi etika yang baik harus dipertahankan agar dapat digunakan dalam mengambil keputusan yang tepat ketika menghadapi dilema etika. Faktor gender seorang auditor juga dapat berkaitan dengan sensitivitas etika, seorang perempuan dapat lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi yang kompleks dibanding laki-laki dikarenakan perempuan lebih memiliki

(11)

kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori keprilakuan yang menyatakan bahwa orientasi setiap individu ditentukan oleh kebutuhannya, kemudian berinteraksi dengan pengalaman pribadi dan sistem nilai individu yang akan menentukan harapan-harapan atau tujuan dalam setiap perilaku sehingga individu tersebut dapat menentukan tujuan apa yang akan diambil. Sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurfarida (2011) menunjukan bahwa budaya etis organisasi yang tinggi akan mempengaruhi tingkat sensitivitas etika seorang auditor ketika mereka berada dalam situasi yang mengandung nilai etika. Demikian halnya dengan penelitian-penelitian lain yang menggunakan variabel budaya etis organisasi, sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2015) yang menyatakan bahwa variabel budaya etis organisasi berpengaruh langsung terhadap sensitivitas etika auditor.

Pada penelitian Asana (2013) yang menyatakan bahwa orientasi etika secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor dalam situasi dilema etika. Sehingga, berdasarkan hasil uji statistik F menyebutkan bahwa budaya etis organisasi, orientasi etika dan gender secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sensitivitas etika pada auditor kantor Inspektorat Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan beberapa hasil terkait rumusan permasalahan pada penelitian ini: (1) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya etis organisasi terhadap sensitivitas etika, (2) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara orientasi etika terhadap sensitivitas etika, (3) terdapat pengaruh postif dan signifikan antara gender terhadap sensitivitas etika, (4) terdapat pengaruh secara simultan antara budaya etis organisasi, orientasi etika dan

gender terhadap sensitivitas etika. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, penelitian ini memiliki beberapa saran yang dapat diajukan yaitu bagi auditor inspektorat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam mengambil suatu keputusan ketika menghadapi dilema etika ketika menjalankan tugasnya agar bisa meningkatkan sensitivitas etika. Auditor inspektorat, selain harus patuh pada pimpinan juga harus menghadapi tuntutan dari masyarakat untuk memberikan laporan yang jujur. Meskipun demikian, seorang auditor harus mempertahankan integritas tanpa dipengaruhi pihak tertentu atau kepentingan pribadi. Sedangkan bagi peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk dapat mengembangkan penelitian ini dengan menambah variabel lain yang dapat mempengaruhi sensitivitas etika seperti motivasi, pengalaman serta independensi. Selain menggunakan kuesioner, peneliti selanjutnya hendaknya menggunakan juga metode pengumpulan data dengan wawancara sehingga informasi yang didapat lebih akurat dan lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2012. Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.

Asana, Gde Herry Sugiarto. 2013. Pengaruh pengalaman, komitmen dan orientasi etika terhadap sensitivitas etika auditor kantor akuntan publik di Bali. Universitas Udayana: Tesis.

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Cahyani, Kadek Candra Dwi dan I Gusti

Ayu Purnamawati. 2015. Pengaruh Etika Profesi Auditor, Profesionalisme, Motivasi, Budaya Kerja dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kinerja Auditor Junior (Studi Empiris Pada Kantor

(12)

Jurusan Akuntansi S1 (Volume 7 No. 1 Tahun 2017)

Akuntan Publik di Bali). Jurnal Akuntansi Program S1. Vol 3. No 1. Universitas Pendidikan Ganesha.

Chung and Manroe. 2001. “A Research Note on The Effects of Gender and Task Complexity on An Audit Judgment”. Behavioral Research in Accounting Vol 13. Page 143-170. Dewi, Putu Purnama. 2015. Pengaruh

pengalaman, orientasi etika, komitmen dan budaya organisasi pada sensitivitas etika auditor badan pengawas keuangan dan pembangunan perwakilan provinsi Bali. Universitas Udayana: Tesis. Falah, Syaikhul. 2006. Pengaruh Budaya

Etis Organisasi dan Orientasi Etika terhadap Sensitivitas Etika. Universitas Diponegoro: Tesis. Hurt, R.L. 2008. “Accounting Information

System”: Basic concept and Current Issues. USA: The Mac Graw-Hill Companies.

Januarti, Indira. 2011. Analisis pengaruh pengalaman auditor, komitmen profesional, orientasi etis, dan nilai etika terhadap persepsi dan pertimbangan etis (auditor badan pemeriksa keuangan Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XIV. Aceh.

Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Martina, Made Bella. 2015. Pengaruh

Budaya Etis Organisasi, Orientasi Etika, Pengalaman dan Profesionalisme Terhadap Sensitivitas Etika Kegiatan Audit yang Dilaksanakan Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng. Jurnal Akuntansi Program S1. Vol 3. No 1. Universitas Pendidikan Ganesha.

Nurfarida, Lia. 2011. Pengaruh Budaya Etis Organisasi dan Orientasi Etika terhadap Komitmen Organisasi dan Sensitivitas Etika Auditor. Skripsi. Program Studi Akuntansi Universitas Syarif Hidayatulalah.

Jakarta.

Peshke, Karl Heinz. 2003. Etika Kristiani. Jilid III. Maumere:Ledalero.

Purnami, I Gusti Ayu Mira. 2016. Pengaruh Pengalaman, Komitmen Profesional, Budaya Etis Organisasi dan Gender Terhadap Sensitivitas Etika pada Auditor Kantor Akuntan Publik di Bali. Skripsi. Universitas Pendidikan Ganesha.

Putri, Farida Dewi Hariyanto. 2016. “Pengaruh Gender, Pengalaman, Orientasi Etika Dan Komitmen Profesional Terhadap Sensitivitas Etika Auditor (Studi Empiris Pada Auditor di Kantor Akuntan Publik Yogyakarta)”. Tesis. UPN Veteran Yogyakarta.

Shaub, M. K., Don W. Finn dan Paul Munter. 1993. The Effects of Auditor’s Ethical Orientation on Commitment and Ethical Sensitivity. Behavioral Research in Accounting, Vol. 5.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sutiarsih, Gusti Ayu. 2014. Pengaruh Budaya Etis Organisasi, Idealisme dan Relativisme Terhadap Sensitivitas Etika Auditor (Studi pada Aparatur Inspektorat Kabupaten Buleleng). Skripsi. Universitas Pendidikan Ganesha.

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses pembelajaran pada siklus II diperoleh ketuntasan hasil belajar yaitu 74,40 karena siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran inkuiri ,siswa sudah aktif

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan pada siklus pertama, maka akan dilakukan tindakan pada pelaksanaan siklus II, langkah pelaksanaan masih sama seperti siklus I

Penentuan cemaran timbal dan timah dalam makanan dilakukan dengan cara menimbang 5 gram sampel buah cabe jawa dan masukkan ke dalam cawan porselen.. Ditambahkan 10 mL

Pada tahap ini, peneliti membuat perencanaan perbaikan pembelajaran berdasarkan hasil analisis pada siklus II, yaitu sebagai berikut. 1) Pada siklus ketiga peneliti tetap

Pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Banyuwangi difokuskan kepada peningkatan produksi perikanan budidaya dan

demikian, pada kenyataannya banyak siswa yang tidak memiliki keterampilan berpidato dengan baik. Minat secara umum dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang

oleh orang tua saat melakukan komunikasi dengan cara bertatapan muka langsung dengan anak ketika melakukan komunikasi dan memberikan pesan kepada anak (Pusungulaa,et al.

Tingginya rasio FDR ini, di satu sisi menunjukkan pendapatan bank yang semakin besar, tetapi menyebabkan suatu bank menjadi tidak likuid dan memberikan