45
ANALISIS KOMPONEN MAKNA
MAKIAN DALAM BAHASA JAWA DIALEK SOLO
Drs. Andrianus Sudarmanto Staf Pengajar Bahasa dan Sastra Inggris
Universitas Surakarta
Dari penelitian dapat disimpulkan ada tujuh kategori yang ditemukan pada makian dalam bahasa Jawa dialek Solo yaitu: Hewan, Keadaan, Profesi, Makhluk Halus, Bagian Tubuh, Kekerabatan, Benda-Benda. Untuk kategori hewan ditemukan lima kata yaitu: asu, boyo, bajing, munyuk, dan wedhus. Untuk kategori keadaan adalah: edan, goblok, modar, kurangajar. Profesi ditemukan kata maling dan lonthé, Untuk makhluk halus hanya ditemukan satu kata yaitu setan. Sedangkan bagian tubuh ditemukan kata: ndasmu, kupingmu, matamu, lambemu. Untuk kekerabatan juga ditemukan satu kata saja yaitu mbahmu. Sedangkan untuk kategori benda-benda ditemukan dua buah kata makian yaitu gombal and tai.
Kata kunci : Komponen makna, Makian, Bahasa Jawa
1. Pendahuluan
Dalam berkomunikasi, manusia pada umumnya berinteraksi untuk membina kerja sama antarsesamanya, tetapi ada
kalanya manusia berselisih paham atau pendapat dengan lainnya. Dalam situasi inilah para pemakai bahasa memanfaatkan berbagai kata makian, disamping kata-kata kasar
atau sindiran halus untuk mengekspresikan segala bentuk ketidaksenangan, kebencian terhadap situasi yang tengah dihadapi. Bagi orang yang terkena, ucapan-ucapan itu mungkin
dirasakan menyeran, tetapi bagi yang mengucapkannya, ekspresi dengan makian adalah alat pembebasan dari segala bentuk dan situasi yang tidak mengenakkan tersebut.
Studi tentang makian dalam ilmu makna erat kaitannya dengan
masalah tabu (taboo). Kata taboo sendiri secara etimologi berasal
46 dari bahasa Polynesia yang
diperkenalkan oleh Captain James Cook yang kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris, dan seterusnya ke dalam bahasa-bahasa Eropa lainnya (Ullmann, 1972:204). Kata ini mempunyai makna yang sangat luas, tetapi umumnya berarti sesuatu yang dilarang.
Dalam analisis komponen makna kita ingin menemukan kandungan makna kata atau komposisi makna kata. Contoh kata
makian dalam bahasa Jawa dialek Solo: maling, misalnya, mengandung unsur atau komponen makna makhluk BERNYAWA, golongan MANUSIA, tetapi mempunyai status sosial SUKA MENCURI, dan termasuk golongan PRIA/WANITA. Berlawanan dengan, lonthé adalah makhluk
BERNYAWA, golongan
MANUSIA, tetapi mempunyai status sosial SUKA
GONTA-GANTI PASANGAN, dan
termasuk golongan WANITA. Dari
salah satu contoh dapat dibaca sebagai berikut: lonthe adalah
makhluk bernyawa, golongan manusia, suka gonta-ganti pasangan, dan wanita.
2. KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Makian Makian adalah sebuah
uangkapan yang tidak sopan sebagai ungkapan ekpresi kemarahan, kejengkelan atau perasaan kuat lainnya…ejekan; secara lebih luas merupakan bahasa yang buruk (Oxford English Dictionary,367)
2.2. Bentuk-bentuk Makian Dalam Bahasa Indonesia
Sacara formal ada tiga jenis bentuk makian yaitu: kata, frase,
dan klausa. Di bawah ini akan dijelaskan sebagai berikut:
2.2.1. Makian Berbentuk Kata
Bentuk-bentuk makian yang berbentuk kata dapat dibedakan menjadi dua yaitu makian bentuk kata dasar dan bentuk kata jadian. Makian bentuk dasar adalah makian yang berujud kata-kata monomorfemik, seperti babi, bangsat, setan. Sementara itu, makian bentuk jadian adalah makian yang berupa kata-kata
47 polimorfemik, seperti sialan,
bajingan, diancuk, dan diamput.
2.2.2. Makian Berbentuk Frase
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk membentuk frase makian dalam bahasa Indonesia, yaitu dasar plus makian. Seperti dasar sial, dasar kampungan dan makian plus mu, seperti matamu, kakekmu. Kata dasar dalam hal ini memungkinkan melekat dengan berbagai makian dengan bermacam-macam referensi, seperti binatang
(dasar buaya, dasar babi dan sebagainya) profesi (dasar maling, dasar sundal dan sebagainya), benda ( dasar gombal, dasar tai dan sebagainya), keadaan ( dasar gila, dasar keparat dan sebagainya), makhluk halus ( dasar setan, dasar iblis dan sebagainya). Dalam pada itu, -mu hanya bisa berlekatan dengan kata-kata kekerabatan ( kakekmu, nenekmu ) dan bagian tubuh ( matamu, kupingmu).
2.2.3 Makian Berbentuk Klausa
Makian yang berbentuk
klausa dalam bahasa
Indonesiadibentuk dengan menambahkan pronominal (pada
umumnya) di belakang makian dari berbagi referensi itu, seperti gila kamu, gila benar dia, setan alas kamu, sundal kamu.
2.2.4 Referensi Makian Bahasa Indonesia
Secara sederhana, berdasarkan ada dan tidaknya referen ( acuan ), kata-kata dalam bahasa dapat digolongkan menjadi dua, yaitu kata-kata referensial dan nonreferensial. Dilihat dari referensinya system makian di Indonesia dapat dibagi menjadi bermacam-macam antara lain
sebagai berikut: keadaan, binatang, benda-benda, bagian tubuh, kekerabatan, makhluk halus, aktivitas, profesi dan seruan. Sementara itu, nonreferensial adalah sebagai berikut yang mempunyai fungsi untuk membantu kata-kata lain untuk menjalankan tugas, seperti proposisi, konjungsi, dan interjeksi.
48
2.2.5 Makna Leksikal dan Hubungan Referensial.
Makna Leksikal adalah fungsi hubungannya terhadap butir leksikal lain dalam sebuah medan leksikal atau medan makna. Makna leksikal ada dua yaitu denotatif dan
konotatif. Hubungan antara konsep, lambang dan acuan dapat diperlihatkan dalam segitiga semiotik berikut ini:
(b). konsep
a.(symbol) c. ( referent)
Symbol atau lambang adalah unsur linguistik berupa kata atau kalimat, acuan adalah objek, peristiwa, fakta atau proses yang berkaitan dengan dunia pengalaman manusia. Sedangkan konsep adalah adalah apa yang ada di dalam mind tentang objek yang ditunjukkan oleh
lambang. Sedangkan referent adalah dunia kenyataan yang ditunjukkan oleh makna kata. Hubungan antara kata, makna kata, dan dunia kenyataan itu disebut hubungan Referensial. Contoh kata: misalnya
perempuan yang terdapat dalam
kalimat berikut:
(1). Perempuan itu ibu saya.
Secara denotatif mengandung konsep ‘manusia dewasa
berkelamin perempuan’ Kata yang sama dalam kalimat:
(2). Ah dasar perempuan
tidak menunjuk kepada konsep manusia dewasa berkelamin perempuan. Tetapi kepada salah satu sifat perempuan yang antara lain suka bersolek. Jadi makna
konotatif adalah makna yang dibentuk lewat makna denotatif, tetapi makna itu ditambahkan komponen makna lain. Dalam kalimat (2) arti denotatifnya
49 ditambah dengan salah satu sifat
perempuan.
2.2.6 Analisis Komponen
Untuk mengidentifikasi komponen makna diperlukan analisis makna leksikal atau dekomposisi leksikal. Dalam analisis makna kata kita pun ingin menemukan kandungan makna. Setiap kata mengandung sejumlah komponen yang bersama-sama memberi makna tertentu pada kata itu. Dalam analisis komponen makna diperlukan notasi semantik untuk menandai nilai semantik
komponen makna tertentu dalam kaitannya dengan butir leksikal tertentu dalam sebuah medan leksikal. Lehrer (1974:62-63) menggunakan notasi semantis: (+) untuk menandai kehadiran komponen; (-) untuk menandai ketidakhadiran komponen. (*) untuk menandai komponen yang tidak berfungsi.
Kata Indonesia gadis, misalnya, mengandung unsur atau komponen makna makhluk BERNYAWA, golongan MANUSIA, yang sudah berusia DEWASA, tetapi mempunyai status sosial BELUM KAWIN, dan termasuk golongan kelamin WANITA. Singkatnya gadis adalah makhluk
BERNYAWA, MANUSIA,
DEWASA, BELUM KAWIN, WANITA. Berlawanan dengan
jejaka yang mempunyai semua
unsur makna gadis, kecuali jenis kelaminnya PRIA. Tetapi biasanya disajikan dengan cara memberi tanda + untuk komponen makna yang dimilki oleh kata yang sedang diperikan, dan tanda – bila komponen makna yang merupakan ciri makna kata tidak dimilki oleh kata yang diperikan itu, seperti berikut:
(1). Gadis: +BERNYAWA +MANUSIA -KAWIN -PRIA (2). Jejaka: +BERNYAWA +MANUSIA -KAWIN +PRIA
50 Dapat dibaca sebagai berikut: gadis adalah makhluk BERNYAWA, MANUSIA, DEWASA, BELUM KAWIN, BUKAN PRIA (WANITA). Jejaka: BERNYAWA MANUSIA, BELUM KAWIN, PRIA.
Bila terjadi sebuah kata tidak memerlukan spesifikasi dengan salah satu komponen yang menurut kerangka pemikiran logis memerlukannya maka komponen makna itu dipakai juga sebagai bagian dari pemerian kata itu, tetapi diberi tanda 0 yang menyarankan arti bahwa kata bersangkutan tidak
memerlukan spesifikasi khusus. Kata orang, misalnya tidak memerlukan spesifikasi apakah dia pria atau wanita, atau dengan kata lain bisa pria bisa wanita, maka untuk menyatakan netralisasi cirri itu diberi komponen kosong dan diberi symbol 0, seperti 0 pria:
(3). Orang: +BERNYAWA, +MANUSIA 0 PRIA + DEWASA
Jadi orang adalah makhluk BERNYAWA, MANUSIA, DEWASA, yang mungkin PRIA atau WANITA.
3. MAKIAN DALAM BAHASA JAWA DIALEK SOLO
1. Ndasmu 2. Matamu 3. Kupingmu 4. Lambému 5. Asu 6. Boyo 7. Munyuk 8. Wedhus 9. Bajing 10. Maling 11. Goblok 12. Kurangajar 13. Lonthé 14. Mbahmu 15. Tai 16. Modar 17. Setan 18. Gombal 19. Moto dhuiten 20. Bajigur 21. Bajingan KLASIFIKASI
51
3.1 HEWAN
Satuan-satuan lingual yang referensinya binatang pemakaiannya bersifat metaforis. Artinya, hanya sifat-sifat tertentu dari binatang itulah yang memiliki kemiripan atau kesamaan dengan individu atau keadaan yang dijadikan sasaran makian. Dalam hal ini tentu tidak saja tidak semua nama binatang dapat dijadikan untuk sarana memakai dalam penggunaan bahasa. Contoh binatang yang digunakan sebagai makian dalam bahasa Jawa dialek Solo adalah: Asu, Boyo, Munyuk,
Wedhus, Bajing. Asu adalah binatang menyusui yang digunakan menjaga rumah, berburu dan sebagainya. Tetapi disini kata asu bisa berubah arti bukan binatang yang berkaki empat tetapi seorang teman anda yang amat anda benci dan oleh karena itu anda sebut asu. Boyo: binatang berdarah dingin yang merangkak adalah makna yang sebenarnya. Tetapi makna boyo bisa diartikan sebagai lelaki yang suka main perempuan/senang mencari pasangan. Munyuk:
binatang berbulu, berwarna keabu-abuan, berekor panjang. Tetapi sehubungan dengan keburukan muka referennya yaitu munyuk. Bajing adalah binatang yang suka meloncat di pohon kelapa. Untuk memperhalus ucapan, seperti halnya perubahan
bentuk makian bahasa Jawa dari kata bajing menjadi bajingan yang berubah makna menjadi pencopet. Dari kata bajingan menjadi kata
bajigur yaitu sejenis minuman.
Kemudian analisis komponen maknanya adalah sebagai berikut:
Pembeda Asu Boyo Bajing Munyuk Wedhus
Buas/tidak + + + + -
pemakan rumput/tidak - - - - +
52
Di hutan/tidak - - + + -
Contoh tersebut dapat dibaca sebagai berikut: Asu adalah binatang buas biasanya dipelihara, bukan pemakan rumput, dan tidak hidup di hutan. Boyo adalah binatang buas, bukan pemakan rumput, bukan hewan peliharaan (kecuali yang ada di kebun binatang), tidak hidup di hutan.
Bajing adalah binatang buas,
hidupnya di hutan, bukan pemakan rumput, dan tidak dipelihara.
Munyuk termasuk binatang buas,
bisanya hidup di hutan, bukan binatang pemakan rumput, bukan hewan peliharaan (kecuali di kebun binatang). Wedhus ialah binatang pemakan rumput, biasanya dipelihara, tidak hidup di hutan, dan tidak buas.
3.2. KEADAAN
Untuk menunjukkan keadaan yang tidak menyenangkan yaitu keadaan mental, edan, goblok,. Untuk menunjukkan keadaan yang berhubungan dengan peristiwa seseorang seperti: modar, kurangajar. Kata edan adalah sakit ingatan, tidak beres ingatan. Tetapi dalam hal ini edan dapat digunakan untuk mengekspresikan keheranan atau kekaguman. Goblok adalah bodoh sekali. Kata goblok
menunjuk kepada orang yang tidak lekas mengerti atau tidak mudah tahu. Modar: tidak bernyawa. Kata modar disini bisa berarti mampus.
Kurang ajar: tidak sopan. Kata
kurangajar biasanya berhubungan dengan sikap seseorang. Analisis komponen medan makna keadaan adalah sebagai berikut:
Pembeda edan goblok modar kurangajar
Bodoh/tidak - + - -
Mati/tidak - - + -
53
Brengsek/tidak - - - +
Dari contoh diatas dapat dibaca sebagai berikut: edan adalah tidak beres ingatan (gila), tidak lekas tahu (bodoh), tidak bernyawa (mati), tidak brengsek. Sedangkan goblok adalah bodoh atau tidak lekas tahu,
tidak mati, tidak gila, tidak brengsek. Modar yaitu mati atau tidak bernyawa, tidak bodoh, tidak gila, tidak brengsek. Sedangkan
kurangajar adalah brengsek, tidak
bodoh, tidak mati, tidak gila.
3.3. PROFESI
Profesi seseorang, terutama profesi rendah dan yang diharamkan oleh agama, sering kali digunakan oleh para pemakai bahasa untuk mengumpat atau mengekspresikan rasa jengkelnya. Profesi-profesi yang biasa dipakai untuk memaki yang ditemukan dalam makian bahasa Jawa di Solo adalah maling dan lonthé. Kata
maling digunakan untuk orang
yang mengambil milik orang secara sembunyi-sembunyi atau pencuri. Kemudian lonthé digunakan untuk menyebut perempuan jalang atau pelacur.
Analisis komponen makna profesi adalah sebagai berikut:
Pembeda Maling Lonthé Suka mencuri milik orang lain + -
Pelacur - +
Bernyawa + +
Manusia + +
Pria 0 -
Dari data tersebut dapat dibaca sebagai berikut: maling adalah suka
mencuri milik orang lain, bernyawa, manusia, bisa laki-laki atau
54 perempuan. Sedangkan Lonthé
adalah pelacur, bernyawa, manusia,
dan tidak pria (wanita).
3.4. MAKHLUK HALUS
Dari data penelitian ada satu buah kata makhluk halus yang ditemukan dalam makian bahasa Jawa dialek Solo yaitu setan. makhluk halus tersebut yang menganggu kehidupan manusia. Kata setan adalah roh jahat yang selalu menggoda manusia untuk
berbuat jahat. Kata setan bisa berubah menjadi persetan yaitu ungkapan yang digunakan untuk menyatakan masa bodoh atau tidak peduli. Analisis komponen maknanya adalah sebagai berikut: makhluk halus, mengganggu manusia, berbuat jahat.
3.5. BAGIAN TUBUH
Dari data penelitian ditemukan lima kata bagian tubuh yang digunakan untuk mengumpat yaitu: ndasmu, matamu, kupingmu, lambemu. Bagian tubuh yang sering digunakan untuk memaki adalah matamu. Mata dalam artian sebenarnya adalah alat indera yang digunakan untuk melihat benda-benda di sekelilingnya. Hal ini kata
matamu dipakai untuk mengumpat
orang yang tidak dapat memanfaatkan alat penglihatannya sehingga melakukan kesalahan. Kata mata bisa menjadi moto dhuiten yang digunakan untuk orang yang lebih mementingkan uang dalam mengerjakan sesuatu.
Ndas adalah bagian atas tubuh yang bentuknya bulat. Ndas bisa menjadi pecah ndhasé yang artinya pecah kepalanya. Ungkapan ini digunakan untuk menyatakan kejengkelan terhadap sesuatu. Kuping adalah alat indera (bagian tubuh) yang digunakan untuk mendengarkan. Tetapi makna lain yaitu seperti kupingmu budheg digunakan untuk memakai orang yang tidak mendengarkan sesuatu sehingga tidak terdengar jelas. Lambé adalah alat indera (bagian tubuh) yang digunakan untuk makan dan minum serta untuk bicara. Lambemu digunakan untuk mengumpat orang yang senang ngobrol (tidak bisa
55 diam). Di bawah ini adalah analisis
komponen makna bagian tubuh:
Pembeda ndas mata kuping lambé
Bentuk bulat/tidak + + - -
Tubuh paling atas/tidak + - - -
Melihat/tidak - + - -
Mendengar/tidak - - + -
Bicara/tidak - - - +
Dari data diatas dapat dibaca sebagai berikut: ndas bentuknya bulat, bagian tubuh yang paling atas, tidak untuk melihat, bukan untuk mendengar dan bicara. Sedangkan, mata bentuknya bulat digunakan untuk melihat, bukan merupakan bagian tubuh yang paling atas, tidak digunakan untuk mendengat dan bicara. Kuping
adalah indera yang digunakan untuk mendengar, bentuknya tidak bulat, bukan bagian tubuh yang paling atas, tidak untuk melihat dan bicara. Sedangkan lambé digunakan untuk bicara, bentuknya tidak bulat dan bukan bagian tubuh yang paling atas, tidak untuk melihat dan mendengar.
3.6. KEKERABATAN
Dari data penelitian hanya ditemukan satu kata makian dalam kategori kekerabatan yaitu:
mbahmu. Mbahmu adalah orang
tua dari bapak atau ibu. Tetapi untuk mengungkapkan kejengkelan kepada lawan bicara, kadang seringkali menyangkut kata kekerabatan ini. Analisis komponen
maknanya adalah sebagai berikut kata makian mbahmu: bernyawa, manusia, laki-laki atau perempuan, sudah tua.
55
3.7. BENDA-BENDA
Tidak jauh berbeda dengan nama-nama binatang dan makhluk halus, nama-nama benda juga banyak digunakan untuk memaki seperti gombal dan tai. Gombal makna sebenarnya adalah kain yang sudah tua. Kemudian gombal digunakan untuk memaki yang berkaitan dengan keburukan
referennya seperti untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak berguna. Kemudian kata tai adalah ampas makanan dari perut yang keluar melalui dubur. Tai
digunakan untuk memaki hal-hal yang kotor. Analisis komponen maknanya sebagai berikut:
Pembeda Gombal Tai
Lusuh/tidak + -
Cair/tidak - +
Kotoran/tidak - +
Dari data diatas dapat dibaca sebagai berikut: Gombal adalah kain yang lusuh, tidak cair (padat), bukan kotoran. Sedangkan, tai
bentuknya cair, merupakan kotoran hewan atau manusia, dan tidak lusuh.
4. KESIMPULAN
Bentuk-bentuk makian adalah sarana kebahasaan yang digunakan oleh manusia untuk mengekspresikan ketidaksenangan terhadap sesuatu. Dari penelitian dapat disimpulkan ada tujuh kategori yang ditemukan pada makian dalam bahasa Jawa dialek Solo yaitu: Hewan, Keadaan, Profesi, Makhluk Halus, Bagian
Tubuh, Kekerabatan, Benda-Benda. Untuk kategori hewan ditemukan lima kata yaitu: asu, boyo, bajing, munyuk, dan wedhus. Untuk kategori keadaan adalah: edan, goblok, modar, kurangajar. Profesi ditemukan kata maling dan lonthé, Untuk makhluk halus hanya ditemukan satu kata yaitu setan. Sedangkan bagian tubuh ditemukan
56 kata: ndasmu, kupingmu, matamu,
lambemu. Untuk kekerabatan juga ditemukan satu kata saja yaitu mbahmu. Sedangkan untuk kategori benda-benda ditemukan dua buah kata makian yaitu gombal and tai.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Lyons, John. Semantics. Volume 2. Cambridge: Cambridge University Press. Nida, Eugene A. 1975. Componential Analysis of Meaning. Paris: The Hague Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Wedhawati. 1999. Medan Leksikal dan Analisis Komponensial. Seminar Nasional 1: Semantik, S2 Linguistik UNS.