• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN. Perencanaan Bundaran untuk Persimpangan Sebidang DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN. Perencanaan Bundaran untuk Persimpangan Sebidang DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN

Konstruksi dan Bangunan

Pd. T-20-2004-B

Perencanaan Bundaran

untuk Persimpangan Sebidang

(2)

Daftar isi ... i

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar ... iii

Prakata ... iv

Pendahuluan ... v

1 Ruang lingkup ... 1

2 Acuan normatif ... 1

3 Istilah dan definisi ... 1

3.1 bundaran ... 1

3.2 bundaran lajur tunggal ... 1

3.3 bundaran lajur ganda ... 1

3.4 jarak pandang bundaran ... 1

3.5 jarak pandang henti ... 2

3.6 jalur lingkar ... 2 3.7 kecepatan rencana ... 2 3.8 kendaraan rencana ... 2 3.9 konflik ... 2 3.10 lajur keluar ... 2 3.11 lajur lingkar ... 2 3.12 lajur masuk ... 2

3.13 lebar lajur lingkar ... 2

3.14 lebar lajur keluar (exit width) ... 3

3.15 lebar lajur masuk ... 3

3.16 lengan pendekat ... 3

3.17 jarak ... 3

3.18 radius/jari-jari (exit curve/curvature) ... 3

3.19 radius/jari-jari masuk ... 3

3.20 pulau bundaran (central island) ... 3

3.21 pulau pemisah (splitter island) ... 3

3.22 lindasan truk ... 3

3.23 jalan utama atau major road ... 4

4 Ketentuan ... 4

(3)

4.2 Ketentuan teknis ... 5

4.2.1 Parameter perencanaan ... 5

4.2.2 Elemen bundaran ... 5

4.2.3 Jumlah lajur lingkar ... 7

4.2.4 Diameter bundaran ... 7

4.2.5 Lebar jalur lingkar ... 7

4.2.5.1 Bundaran sederhana dan bundaran lajur tunggal ... 7

4.2.5.2 Bundaran lajur ganda ... 8

4.2.6 Pulau bundaran ... 8

4.2.7 Superelevasi jalur lingkar ... 10

4.2.8 Lengan pendekat ... 10

4.2.8.1 Lajur masuk dan lajur keluar (entry and exit) ... 10

4.2.8.2 Radius masuk dan radius keluar ... 11

4.2.8.3 Kelandaian dan superelevasi lengan pendekat ... 12

4.2.8.4 Alinyemen horisontal pendekat ... 13

4.2.8.5 Pulau pemisah (splitter island) ... 13

4.2.9 Kebebasan pandang di bundaran ... 15

4.2.9.1 Kebebasan pandang pada bundaran dan wilayah pendekat bundaran... 15

4.2.9.2 Jarak pandang henti ... 16

4.2.10 Marka dan rambu ... 18

4.2.11 Fasilitas lainnya ... 19

4.2.11.1 Drainase ... 19

4.2.11.2 Jalur pejalan kaki ... 19

4.2.11.3 Lahan parkir dan halte ... 20

4.2.11.4 Akses lahan ... 20

5 Cara pengerjaan ... 20

Lampiran A Bagan alir pengerjaan desain bundaran (Informatif) ... 21

Lampiran B Pendekatan perencanaan persimpangan (Informatif) ... 22

Lampiran C Kategori bundaran (Informatif) ... 23

Lampiran D Contoh penggunaan bundaran simpang Y (Informatif) ... 25

Lampiran E Contoh pengerjaan (Informatif) ... 26

Lampiran F Daftar nama dan lembaga (Informatif) ... 28

Bibliografi ... 29 Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, No. 260/KPTS/M/2004,

(4)

Tabel 1 Jumlah lajur lingkar ... 7

Tabel 2 Kecepatan rencana maksimum dan dimensi bundaran ... 7

Tabel 3 Lebar minimum jalur lingkar pada bundaran lajur ganda ... 9

Tabel 4 Variasi kecepatan rencana dan radius minimum masuk dan keluar ... 12

Tabel 5 Jarak pandang ke lengan bundaran (b) ... 16

Tabel 6 Jarak pandang henti minimum ... 16

Tabel 7 Dimensi jalur pejalan kaki ... 19

Daftar gambar

Gambar 1 Bagian/elemen geometri bundaran 3 lengan ... 5

Gambar 2 Bagian/elemen geometri bundaran 4 lengan ... 6

Gambar 3 Bagian/elemen geometri bundaran 5 lengan ... 6

Gambar 4 Tipikal pulau bundaran ... 8

Gambar 5 Ilustrasi lebar jalur lingkar ... 9

Gambar 6 Potongan melintang jalur lingkar dan lindasan truk ... 10

Gambar 7 Peningkatan kapasitas jalan dengan menambah lajur pada lengan pendekat ... 10

Gambar 8 Peningkatan lebar jalan dengan memperlebar flare ... 11

Gambar 9 Ilustrasi jalur masuk dan keluar ... 11

Gambar 10 Hubungan koefisien gesek dengan kecepatan rencana ... 12

Gambar 11 Alinyemen pendekat ... 13

Gambar 12 Tipikal pulau pemisah ... 14

Gambar 13 Dimensi hidung pulau pemisah ... 14

Gambar 14 Jarak pandang bundaran ... 15

Gambar 15 Jarak pandang henti pendekat ... 17

Gambar 16 Jarak pandang henti jalur lingkar ... 17

Gambar 17 Jarak pandang henti jalur penyeberang jalan pada jalur keluar ... 18

Gambar 18 Tipikal marka dan rambu jalan ... 18

(5)

Prakata

Pedoman perencanaan bundaran untuk persimpangan sebidang ini disusun oleh Panitia Teknik Standarisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Geometri pada Sub Panitia Teknik Standarisasi Bidang Prasarana Transportasi. Pedoman ini diprakarsai oleh Direktorat Bina Teknik, Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan dalam perencanaan bundaran terutama pada persimpangan sebidang. Penyusunan pedoman ini mengacu pada kriteria-kriteria yang tertuang pada pedoman perencanaan geometri jalan perkotaan, kebijakan geometri AASHTO, dan pedoman perencanaan bundaran dari Federal Highway Authority (FHWA). Pedoman ini diproses melalui mekanisme konsensus yang melibatkan nara sumber, pakar dan stakeholders prasarana transportasi sesuai Pedoman BSN No . 9 tahun 2000.

Penulisan pedoman ini mengikuti Pedoman Badan Standarisasi Nasional (BSN) Nomor : 8 tahun 2000.

(6)

Salah satu model pengaturan lalu lintas di persimpangan yang banyak digunakan di beberapa kota di Indonesia saat ini adalah bundaran. Pengaturan dengan model ini sudah dikenal cukup lama di Indonesia dan dinyatakan secara tegas dalam Peraturan Pemerintah RI No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan sebagai salah satu bentuk pengaturan persimpangan yang diijinkan. Keuntungan model pengaturan persimpangan dengan bundaran adalah meningkatnya tingkat keselamatan pada volume lalu lintas yang tinggi, menurunkan titik konflik, dan memberikan nilai estetika yang lebih baik dibandingkan menggunakan pengaturan-pengaturan bentuk lain.

Sangat disayangkan bahwa model pengaturan ini tidak dapat dimanfaatkan secara optimum bahkan cenderung menjadi sumber masalah karena menimbulkan kemacetan dan rawan kecelakaan. Permasalahan ini diindikasikan terjadi karena aplikasi desain/perencanaan bundaran yang belum memenuhi kaidah-kaidah perencanaan geometri dan keselamatan, serta rendahnya disiplin pengguna jalan dalam melaksanakan sistem prioritas jalan.

Pedoman ini merupakan petunjuk praktis bagi perencana jalan dalam merencanakan bundaran pada persimpangan sebidang. Sekalipun tata laksana dan tahapan perencanaan

yang dimuat dalam pedoman ini hanya menggunakan contoh persimpangan dengan 4 lengan, tidak tertutup kemungkinan ketentuan-ketentuan maupun tahapan perencanaan

dalam pedoman ini digunakan untuk persimpangan yang memiliki lengan kurang atau lebih dari empat.

(7)

Perencanaan Bundaran untuk Persimpangan Sebidang

1 Ruang lingkup

Pedoman ini mengatur kaidah-kaidah perencanaan geometri bundaran pada persimpangan sebidang. Pedoman ini memuat berbagai parameter yang digunakan untuk merancang berbagai jenis bundaran pada persimpangan sebidang. Pedoman ini juga memuat ketentuan berbagai besaran geometri komponen bundaran, seperti diameter bundaran, radius atau jari-jari masuk, lebar lajur masuk dan lajur putaran, dimensi pulau pemisah, ketentuan pemarkaan dan perambuan, fasilitas pejalan kaki dan fasilitas pendukung lainnya, termasuk penempatan halte dan drainase.

2 Acuan normatif

Undang-Undang RI Nomor : 13 Tahun 1980 tentang Jalan;

Undang-Undang RI Nomor : 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Peraturan Pemerintah RI Nomor : 26 Tahun 1985 tentang Jalan;

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas; SNI No. 03-2447-1991, Spesifikasi Trotoar

Pedoman Teknis No.Pd.T-12-2004-B, Marka Jalan

Federal Highway Authority (FHWA), No. RD-00-067, Roundabout : an Informational Guide.

3 Istilah dan definisi

3.1 bundaran

persimpangan yang dilengkapi lajur lingkar dan mempunyai desain spesifik, dilengkapi perlengkapan lalu lintas.

3.2

bundaran lajur tunggal

bundaran dengan desain lajur masuk, lajur keluar dan jalur lingkar, berjumlah 1 lajur.

3.3

bundaran lajur ganda

bundaran dengan desain lajur masuk, lajur keluar dan jalur lingkar, berjumlah 2 lajur.

3.4

jarak pandang bundaran

jarak yang dibutuhkan oleh pengemudi untuk menerima dan bereaksi terhadap kendaraan yang mungkin akan konflik.

(8)

3.5

jarak pandang henti

jarak yang dibutuhkan oleh pengemudi untuk bereaksi dan memberhentikan kendaraannya dalam mengantisipasi konflik dengan obyek di jalan

3.6

jalur lingkar

jalur yang digunakan oleh kendaraan melakukan putaran arus lalu lintas dan dapat terdiri dari 1 atau 2 lajur lingkar.

3.7

kecepatan rencana

kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometri jalan dan persimpangan.

3.8

kendaraan rencana

dimensi kendaraan yang digunakan sebagai acuan dalam perencanaan geometri jalan dan persimpangan.

3.9 konflik

sebuah peristiwa yang melibatkan 2 atau lebih pengguna jalan, dimana suatu aksi dari salah satu pengguna jalan akan mengakibatkan pengguna jalan lain bereaksi untuk menghindari tabrakan.

3.10 lajur keluar

lajur yang mengarahkan kendaraan meninggalkan bundaran.

3.11

lajur lingkar

lajur di jalur lingkar, yang berfungsi sebagai ruang pergerakan kendaraan dan sebagai pengarah gerakan kendaraan.

3.12

lajur masuk

lajur yang mengarahkan kendaraan memasuki bundaran.

3.13

lebar jalur lingkar

(9)

3.14

lebar lajur keluar (exit width)

lebar dari lajur jalan yang dipakai kendaraan keluar dari jalur lingkar, yang diukur dari titik perpotongan tegak lurus ke arah sisi kiri dari lengan keluar sisi diameter jalur bundaran dengan marka pulau pemisah.

3.15

lebar lajur masuk

lebar dari lajur jalan yang dipakai kendaraan untuk masuk ke jalur lingkar, yang diukur dari titik perpotongan sisi diameter lingkaran bundaran dengan marka pulau pemisah.

3.16

lengan pendekat

bagian dari ruas jalan yang mengarahkan lalu lintas memasuki bundaran.

3.17 jarak

jarak pandang aman kendaraan untuk mengantisipasi konflik dengan kendaraan dari lengan lain atau dengan kendaraan di jalur lingkar.

3.18

radius/jari-jari keluar (exit curve/curvature)

minimum radius dari lengkung di lajur keluar.

3.19

radius/jari-jari masuk

minimum radius dari lengkung di lajur masuk.

3.20

pulau bundaran (central island)

area yang ditinggikan atau area yang ditandai dengan marka sebagai pusat bundaran.

3.21

pulau pemisah (splitter island)

pulau lalu lintas pada pendekat yang digunakan untuk memisahkan arus lalu lintas masuk dan arus lalu lintas keluar, mengarahkan serta memperlambat kecepatan kendaraan saat masuk, dan menyediakan lahan tunggu bagi penyeberang jalan.

3.22

lindasan truk

bagian pulau pusat yang boleh dilindas (mountable) dan digunakan pada bundaran berdimensi kecil untuk mengakomodasi lintasan roda kendaran besar.

(10)

3.23

jalan utama atau major road

jalan yang memiliki hirarki fungsi lebih tinggi.

4 Ketentuan

4.1 Ketentuan umum 4.1.1 Penggunaan bundaran

Bundaran yang diatur dalam pedoman ini dapat digunakan di kawasan perkotaan pada : 1) Persimpangan sebidang antara :

a) jalan lokal dengan jalan lokal; b) jalan lokal dengan jalan kolektor; c) jalan kolektor dengan jalan kolektor; d) jalan kolektor dengan jalan arteri; e) jalan arteri dengan jalan arteri;

2) Persimpangan sebidang yang memiliki perbandingan volume lalu lintas seperti digambarkan pada Lampiran B;

3) Persimpangan-persimpangan yang apabila diatur dengan lampu lalu lintas diperkirakan akan mengakibatkan waktu tundaan yang lebih besar daripada bundaran;

4) Persimpangan yang memiliki lalu lintas belok kanan cukup tinggi;

5) Persimpangan jalan lokal atau kolektor, dimana kecelakaan yang melibatkan lalu lintas menerus dan pergerakan membelok cukup tinggi;

6) Persimpangan jalan arteri, dimana lalu lintasnya memiliki kecepatan yang cukup tinggi;

7) Pada simpang T atau Y dimana volume lalu lintas membelok ke kanan pada jalan dengan hirarki fungsi lebih tinggi sangat besar.

4.1.2 Ketentuan operasional

Pedoman perencanaan bundaran harus memperhatikan aspek sebagai berikut : 1) kelancaran lalu lintas;

2) keselamatan lalu lintas;

3) ketersediaan lahan yang cukup; 4) efisiensi;

5) kemudahan akses bagi pejalan kaki dan penyandang cacat;

(11)

4.2 Ketentuan teknis

4.2.1 Parameter perencanaan

1) Volume lalu lintas rencana yang digunakan dalam perencanaan bundaran adalah volume lalu lintas seluruh lengan yang diperkirakan akan memasuki bundaran pada akhir umur rencana;

2) Kendaraan rencana yang digunakan adalah kendaraan dengan radius putar yang paling besar;

3) Kecepatan rencana yang digunakan dalam perancangan dibatasi maksimum 50 km/h.

4.2.2 Elemen bundaran

Secara fisik bundaran terdiri atas :

1) pulau bundaran;

2) jalur lingkar;

3) lindasan truk/apron truk; 4) pulau pemisah. Radius keluar masuk Lebar keluar Lajur keluar Lebar pendekat Lajur masuk Radius Pulau pemisah Garis prioritas Apron Truk Pulau bundaran

Lebar jalur lingkar

(12)

Pulau pemisah Radius masuk Garis prioritas Radius keluar Pulau bundaran lajur masuk lajur keluar Lebar keluar Lebar pendekat Apron Truk Lebar jalur lingkar

Gambar 2 Bagian/elemen geometri bundaran 4 lengan

Radius keluar Garis prioritas Pulau bundaran Radius masuk Pulau pemisah lajur keluar lajur masuk

Apron Truk Lebar pendekat Lebar keluar

Lebar jalur lingkar

(13)

4.2.3 Jumlah lajur lingkar

1) Jumlah lajur lingkar maksimum bundaran yang diatur dalam pedoman ini adalah 2 lajur lingkar. Jumlah lajur lingkar ditentukan berdasarkan volume lalu lintas harian rencana pada persimpangan, lihat Tabel 1. Volume lalu lintas harian rencana yang lebih besar dari 40.000 kendaraan per hari tidak dapat mengikuti ketentuan pedoman ini.

Tabel 1 Jumlah lajur lingkar

No Volume lalu lintas harian rencana

persimpangan (kendaraan per hari)

Jumlah lajur lingkar

1 < 20.000 1

2 20.000 – 40.000 2

2) Jumlah lajur pada jalur masuk atau jalur keluar tidak boleh lebih besar dari jumlah lajur pada jalur lingkar.

4.2.4 Diameter bundaran

Diameter bundaran diukur dari sisi luar lingkaran yang bersinggungan dengan lengan pendekat. Diameter bundaran ditentukan berdasarkan kendaraan rencana dan kecepatan rencana. Tabel 2 menampilkan rentang diameter bundaran untuk kendaraan rencana dan kecepatan rencana yang dipilih.

Tabel 2 Kecepatan rencana maksimum dan dimensi bundaran

No. Kendaraan rencana

Kecepatan rencana maksimum lengan pendekat (km/h) Rentang dimensi diameter bundaran[m] Jenis bundaran 1 Truk sumbu tunggal/Bis 25 25 - 30 Bundaran sederhana 2 Truk sumbu ganda/Semi Trailer 35 30 - 45 Bundaran lajur tunggal 3 Semi Trailer atau

Trailer 50 45 - 60

Bundaran lajur ganda

4.2.5 Lebar jalur lingkar

4.2.5.1 Bundaran sederhana dan bundaran lajur tunggal

Bundaran sederhana dan bundaran lajur tunggal merupakan bundaran yang memiliki 1 lajur lingkar pada jalur lingkar, lajur masuk dan lajur keluar.

Lebar jalur lingkar minimum merupakan lebar dari jalur masuk dan kebutuhan manuver membelok dari kendaraan, lebar antara 4.30 m – 4.90 m.

(14)

4.2.5.2 Bundaran lajur ganda

Bundaran lajur ganda merupakan bundaran yang memiliki 2 lajur lingkar pada jalur lingkar, lajur masuk dan lajur keluar.

Lebar jalur lingkar pada bundaran dengan lajur ganda ditampilkan pada Tabel 3.

4.2.6 Pulau bundaran

1. Bentuk geometri yang umum dipakai untuk pulau bundaran adalah lingkaran. Selain lingkaran, seperti bentuk oval, tidak disarankan.

2. Pulau bundaran harus memberikan pandangan yang cukup bagi pengendara untuk dapat mengantisipasi kendaraan dari arah lengan pendekat lain. Penempatan obyek di dalam pulau bundaran harus memperhatikan jarak pandang jalur lingkar dan jarak pandang henti jalur lingkar.

3. Pulau bundaran dapat dilengkapi dengan apron truk, untuk desain bundaran yang mengakomodasi kendaraan rencana truk dan trailer. Lebar apron truk berkisar antara 1- 4 meter. Lindasan Truk Pulau Bundaran Perkerasan berpola (opsional) Lindasan truk 7,5 cm 25 cm 10 cm 2% Lansekap pulau bundaran 2% Kereb

Kereb yang dapat didaki

Gambar 4 Tipikal pulau bundaran

4. Diameter pulau bundaran dihitung dengan mengurangkan total lebar jalur lingkar terhadap diameter bundaran :

(15)

a) Untuk bundaran lajur tunggal, diameter pulau bundaran adalah diameter bundaran dikurangi dua kali lebar jalur lingkar yang dipilih.

b) Untuk bundaran lajur ganda, lihat Tabel 3.

Tabel 3 Lebar minimum jalur lingkar pada bundaran lajur ganda

No

Diameter bundaran

(meter)

Lebar jalur lingkar * (meter) Diameter pulau pusat (meter) 1 45 9.8 25.4 2 50 9.3 31.4 3 55 9.1 36.8 4 60 9.1 41.8 5 65 8.7 47.6

* Keterangan : lebar 1 lajur di jalur lingkar = 4.3 m s.d. 4.9 m

Fasilitas lan kaki Peja Lebar jalur lingkar

(16)

4.2.7 Superelevasi jalur lingkar

Superelevasi jalur lingkar bundaran sebesar 2%, superelevasi apron truk sebesar 3 % - 4 %. Gambar superelevasi jalur lingkar ditampilkan pada Gambar 6 .

Gambar 6 Potongan melintang jalur lingkar dan lindasan truk

4.2.8 Lengan pendekat

Kereb dalam yang dapat didaki Perkerasan Normal

kelandaian -2%

Perkerasan beton untuk landasan truk kelandaian -3 % to -4 %

Kereb luar Area Pusat Bundaran

Kereb tambahan optimal

4.2.8.1 Lajur masuk dan lajur keluar (entry and exit)

Lebar lajur masuk untuk bundaran dengan lajur tunggal maupun lajur ganda berkisar antara 4.30 m – 4.90 m.

Lajur masuk dapat dimodifikasi/diubah/dilebarkan/untuk meningkatkan kapasitas dengan cara :

1. memberikan lajur tambahan atau lajur paralel pada lengan pendekat; 2. melebarkan pendekat secara gradual (flare).

Gambar 7 dan 8 menampilkan peningkatan kapasitas pada lajur masuk.

Panjang taper Penambahan

panjang taper

Gambar 7 Peningkatan kapasitas jalan dengan menambah lajur pada lengan pendekat

(17)

Titik Awal Flare Panjang Flare

Gambar 8 Peningkatan lebar jalan dengan memperlebar flare

Kesinambungan radius masuk dengan jalur lingkar secara signifikan akan memberikan dampak kepada aspek keselamatan. Radius masuk/keluar, pulau bundaran dan jalur lingkar memberikan kontribusi kepada manuver kendaraan yang akan masuk atau keluar jalur lingkar.

Gambar 9 menampilkan ilustrasi kesinambungan jalur masuk dan keluar dengan jalur lingkar.

Lebar jalur masuk didasarkan pada kebutuhan kapasitas dan kendaraan rencana Radius masuk

bersinggungan dengan sisi luar jalur putaran Kesinambungan radius masuk dalam bersinggungan dengan pulau pusat

Lebar jalur keluar didasarkan pada kebutuhan kapasitas dari kendaraan rencana

Kesinambungan radius masuk dalam bersinggungan dengan pulau pusat

Radius keluar bersinggungan dengan sisi luar jalur putaran

Gambar 9 Ilustrasi jalur masuk dan keluar

4.2.8.2 Radius masuk dan radius keluar

Radius masuk dan radius keluar bundaran ditentukan oleh persamaan (1) berikut ini :

)

(

127

R

e

f

V

=

+

……… (1)

dengan pengertian :

V adalah kecepatan rencana pada lengan pendekat, km/h R adalah radius masuk/keluar, m

(18)

0,00 20 10 30 40 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 50 60 Ko ef is ie n Ge se k Pe rmu k aa n jal a n Kecepatan (km/h)

Gambar 10 Hubungan koefisien gesek dengan kecepatan rencana

Koefisien gesek ditentukan berdasarkan fungsi dari kecepatan rencana, dengan mengacu kepada standar yang dikeluarkan oleh AASHTO. Hubungan koefisien gesek dengan kecepatan rencana ditentukan berdasarkan Gambar 10.

Tabel 4 menampilkan variasi kecepatan rencana dan radius masuk serta radius keluar.

Tabel 4 Variasi kecepatan rencana dan radius minimum masuk serta keluar

No. Kecepatan rencana pendekat

(km/h)

Radius minimum

masuk dan keluar (m) 1. 20 9 2. 25 15 3. 30 24 4. 35 36 5. 40 51 6. 45 70 7. 50 94

4.2.8.3 Kelandaian dan superelevasi lengan pendekat

Kelandaian maksimum lengan pendekat dan daerah persimpangan bundaran pada persimpangan sebidang adalah 4 %.

(19)

4.2.8.4 Alinyemen horisontal pendekat

Titik pusat bundaran seharusnya ditempatkan pada perpotongan sumbu (centerline) dari masing-masing lengan pendekat.

Namun dimungkinkan pula jika sumbu dari salah satu lengan bergeser ke arah kanan dari titik pusat bundaran. Namun tidak dibenarkan jika sumbu salah satu pendekat bergeser ke arah kiri dari titik pusat bundaran.

Gambar 11 Alinyemen pendekat

4.2.8.5 Pulau pemisah (splitter island)

1) Pulau pemisah harus tersedia di setiap lengan bundaran. Selain dipergunakan untuk membimbing kendaraan memasuki jalur lingkar, pulau pemisah juga berfungsi sebagai “tempat pemberhentian (refuge)” bagi penyeberang jalan dan membantu mengendalikan kecepatan.

2) Total panjang minimum dari pulau pemisah lebih kurang 15 m. Gambar 12 menampilkan dimensi minimum dari pulau pemisah.

3) Meningkatkan lebar dari pulau pemisah secara signifikan akan memberikan kontribusi tingkat kecelakaan pada jalur lingkar.

(20)

Gambar 12 Tipikal pulau pemisah Detail A 15 m 4,5 m Lihat detail A 3,0 m 7,5 m 1,8 m O ffset 1,0 m R = 1,0 m O ffset 1,0 m hingga 0,3 m R =0,3 m R = 0,6 m R = 0,3 m R =0,3 m O ffset 0,5 m

(21)

4.2.9.1 Kebebasan pandang pada bundaran dan wilayah pendekat bundaran

1) Desain bundaran harus memberikan kebebasan pandang kepada pengemudi untuk dapat mengantisipasi pergerakan kendaraan di jalur lingkar maupun kendaraan yang memasuki daerah persimpangan bundaran. Karena itu, seluruh wilayah yang termasuk dalam daerah kebebasan pandang pengemudi harus terbebas dari obyek yang dapat mengganggu kebebasan pandang. Arsiran pada Gambar 14 memperlihatkan wilayah kebebasan pandang yang harus disediakan pada wilayah bundaran.

2) Wilayah kebebasan pandang diukur dari titik A yang terletak 15 m sebelum garis prioritas. Dari jarak tersebut, pengemudi harus dapat mengantisipasi kendaraan yang bergerak pada jalur lingkar (d2) maupun kendaraan pada lengan pendekat yang akan memasuki jalur lingkar dari arah kanan (d1).

3) Kebebasan pandang samping ditentukan dengan menarik garis sepanjang b m. ke arah tepi lengan pendekat di sebelah kanan. Panjang garis b dihitung dengan rumus (2).

b

= 0.278 (

V

konflik) (

t

c) ……… (2)

dengan pengertian :

b

adalah jarak pandang lengan bundaran, meter

V

konflik adalah 70 % kecepatan rencana lengan pendekat, km/h

t

c adalah selisih waktu kritis saat masuk pada jalan utama, detik, (6,5 detik) 4) Jika kecepatan konflik yang telah ditentukan sebelumnya, panjang garis b dapat

mengacu pada Tabel 5.

5) Jarak pandang bundaran ditentukan dengan mengasumsikan mata pengendara setinggi 1.080 mm dan tinggi obyek (kendaraan lain) adalah 600 mm.

Gambar 1 Jarak pandang bundaran

15 m

b

Keterangan :

d1 Jarak Pandang tikungan bundaran d2 Jarak Pandang lajur lingkar b Jarak pandang samping

d2 d1

(22)

Tabel 5 Jarak pandang ke lengan bundaran (

b

)

Kecepatan konflik (

V

konflik)

(km/h)

Jarak pandang lengan bundaran (

b

)

(meter) 20 36 25 45 30 54 35 63 40 72

4.2.9.2 Jarak pandang henti

1) Jarak pandang henti dihitung dengan persamaan (3) :

(

)( )( )

a

V

V

t

d

2

039

.

0

278

.

0

+

=

) ……… (3) dengan pengertian :

d adalah jarak pandang berhenti, m

t adalah waktu reaksi, diasumsikan 2,5 detik

V adalah kecepatan, km/h

a adalah deselerasi pengemudi, diasumsikan 3,4 m/detik2

2) Untuk kecepatan yang telah ditentukan, jarak pandang harus minimum pada bundaran dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jarak pandang henti minimum

No Kecepatan (km/h) Jarak pandang henti minimum

(meter) 1 10 8 2 20 19 3 30 31 4 40 46 5 50 63

3) Khusus untuk perencanaan persimpangan dengan bundaran terdapat 3 jarak pandang henti yang harus dihitung, yaitu :

a) Jarak pandang henti pendekat

Jarak pandang henti ini merupakan jarak aman yang dibutuhkan pengemudi untuk dapat memberhentikan kendaraannya dalam mengantisipasi obyek atau penyeberang jalan pada lengan pendekat, seperti terlihat pada Gambar 15.

(23)

Gambar 15 Jarak pandang henti pendekat

b) Jarak pandang henti jalur lingkar

Jarak pandang henti ini merupakan jarak aman yang dibutuhkan pengemudi untuk dapat memberhentikan kendaraannya dalam mengantisipasi obyek di jalur lingkar. Seperti terlihat pada Gambar 16.

d

d

Gambar 16 Jarak pandang henti jalur lingkar

c) Jarak pandang henti jalur penyeberang jalan pada jalur keluar

Jarak pandang henti ini merupakan jarak aman yang dibutuhkan pengemudi untuk dapat memberhentikan kendaraannya dalam mengantisipasi obyek atau penyeberang jalan pada lajur keluar. Dapat dilihat pada Gambar 17.

(24)

d

Gambar 17 Jarak pandang henti jalur penyeberang jalan pada jalur keluar

4.2.10 Marka dan rambu

Spesifikasi pemarkaan dan perambuan mengacu kepada tata cara pemarkaan dan perambuan Nomor : Pd. T-12-2004-B, Pedoman Marka Jalan. Persyaratan minimum penempatan rambu dan pemarkaan pada bundaran dapat dilihat pada Gambar 18.

Marka Garis Marka Garis Pulau Jalan SATU ARAH Apron Truk Jalur Penyeberangan Marka Garis Jalur putaran Tempat Penyeberangan Marka Garis Marka Garis Pulau Jalan Marka Garis Marka Apron truk Jalur putaran

(25)

4.2.11.1 Drainase

Inlet sistem drainase jalan ditempatkan di sisi luar dari diameter bundaran. Untuk bundaran dengan kemiringan jalur relatif datar (mendekati 0,5%), selain ditempatkan di sisi luar diameter jalur lingkar bundaran, inlet juga dapat ditempatkan di garis kereb pulau pusat atau apron truk.

4.2.11.2 Jalur pejalan kaki

1) Dimensi dari jalur pejalan kaki (trotoar) mengacu kepada SNI No. 03-2447-1991, Spesifikasi Trotoar dan tata cara perencanaan fasilitas pejalan kaki di kawasan perkotaan 011/T/Bt/1995. Tabel 7 menampilkan hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan perencanaan bundaran dengan mempertimbangkan aspek dimensi pejalan kaki, penyandang cacat dan sepeda.

Tabel 7 Dimensi jalur pejalan kaki

No Moda Dimensi

(meter)

Dampak kepada desain bundaran

1 Sepeda Panjang

Lebar minimum

1.80 1.50

Lebar pulau pemisah Lebar lajur sepeda

2 Pejalan Kaki Lebar 0.50 Lebar trotoar, lebar lintasan

penyeberangan

3 Kursi roda Lebar minimum Lebar 0.75 0.90 Lebar trotoar, lebar lintasan penyeberangan

2) Untuk menghindari pejalan kaki melintasi jalur lingkar, terlebih jika pulau pusat dilengkapi oleh apron truk sebaiknya antara jalur pejalan kaki dengan perkerasan jalan dibuat jalur hijau atau pagar. Perlakuan ini akan memaksa pejalan kaki untuk menyeberang jalan di lokasi-lokasi yang sudah ditentukan. Gambar 19 menampilkan penanganan yang dimaksud.

Jalur pejalan kaki yang lebih luas untuk

mengakomodasi sepeda & pejalan kaki ( lebar 3m ) Jalur hijau atau

(26)

2) Parkir di lengan bundaran sebaiknya ditempatkan sejauh mungkin dari jalur lingkar bundaran. Direkomendasikan lokasi parkir sekurang-kurangnya 50 meter dari jalur penyeberangan (zebra cross), menjauhi titik pusat bundaran.

3) Halte bus ditempatkan sekurang-kurangnya 50 meter dari jalur penyeberangan, menjauhi titik pusat bundaran.

4.2.11.4 Akses lahan

1) Akses lahan dapat ditempatkan sekurang-kurangnya sejauh 7 meter dari jalur penyeberangan pada lengan pendekat, menjauhi pusat bundaran dan difasilitasi dengan jalur lambat.

2) Jalur lingkar harus terbebas dari akses lahan maupun pergerakan pejalan kaki.

5 Cara

pengerjaan

Cara pengerjaan ini meliputi perencanaan penggunaan bundaran sebagai alternatif jenis penanganan simpang dan evaluasi kinerja simpang.

1) Tentukan jumlah lajur bundaran dengan memperhitungkan volume lalu lintas harian persimpangan (lihat Tabel 1) ;

2) Tentukan :

• Kendaraan rencana (lihat Tabel 2) ; • Kecepatan rencana (lihat Tabel 2).

3) Tentukan diameter bundaran dan jenis bundaran (Tabel 2) ;

4) Tentukan lebar lajur lingkar sesuai jenis bundaran (Subbab 4.2.5.1 – Subbab 4.2.5.2 atau Tabel 3);

5) Rencanakan pulau bundaran (Subbab 4.2.6 atau Gambar 4); 6) Tentukan superelevasi jalur lingkar (Subbab 4.2.7 atau Gambar 6);

7) Rencanakan atau desain lengan pendekat dengan menentukan atau menghitung : a) Lajur masuk dan lajur keluar (Subbab 4.2.8.1);

b) Radius masuk dan radius keluar (Subbab 4.2.8.2 atau Tabel 4); c) Kelandaian maksimum lengan pendekat (Subbab 4.2.8.3);

d) Rencanakan pulau pemisah untuk setiap lengan pendekat (Subbab 4.2.8.5, Gambar 12 dan Gambar 13).

8) Periksa dan ukur kebebasan pandang lengan bundaran dan jarak pandangan henti minimum (Subbab 4.2.9);

9) Rencanakan penempatan rambu, marka jalan dan fasilitas lainnya.

(27)

(Informatif)

Bagan alir pengerjaan desain bundaran

Ya Tidak Hitung radius masuk/keluar ( Subbab 4.2.8.2 dan Tabel 4) Tentukan lebar lajur lingkar (Subbab 4.2.5 dan Tabel 3) Tentukan diameter bundaran dan jenis (Tabel 2) Tetapkan kecepatan rencana lengan pendekat (Tabel 2) Tetapkan kendaraan rencana (Tabel 2) Tentukan jumlah lajur lingkar (Tabel 1) Tetapkan volume lalu lintas simpang tahun rencana (Tabel 1) Desain pulau bundaran (Gambar 4) Pemarkaan, perambuan dan penempatan fasilitas pendukung (Subbab 4.2.10 dan 4.2.11) Desain pulau pemisah (Gambar 12 dan 13) Tentukan superelevasi jalur putaran (Subbab 4.2.7 dan Gambar 6) Desain lengan pendekat Tentukan lebar lajur masuk dan keluar (Subbab 4.2.8.1) Tentukan kelandaian lengan pendekat (subbab 4.2.8.4) Eva lu asi Hitung jarak pandang henti (Tabel 6) Hitung jarak pandang bebas di bundaran (Tabel 5) Kembali

(28)

Pendekatan perencanaan persimpangan

(29)

Lampiran C

(Informatif)

Kategori bundaran

Bundaran dapat dikategorikan menjadi 3 jenis yaitu : 1) bundaran sederhana;

2) bundaran lajur tunggal; 3) bundaran lajur ganda.

Bentuk tipikal dari masing-masing jenis bundaran dapat dilihat pada Gambar C.1 sampai dengan Gambar C.3. Pulau bundaran ditinggikan Lintasan truk dibutuhkan

Lajur masuk lebih tegak lurus untuk menurunkan kecepatan

Batas lansekap

(30)

Kapasitas lebih besar dibandingkan bundaran sederhana Batas lansekap Lintasan sepeda Lintasan truk

Gambar C.2 Bundaran lajur tunggal

2 lajur masuk

Batas lansekap Jalur bundaran

lebih lebar

(31)

Lampiran D

(Informatif)

Contoh penggunaan bundaran simpang Y

Lajur keluar Lebar keluar Radius masuk Lajur masuk Lebar pendekat Garis prioritas Apron truk Radius keluar Lebar jalur lingkar Pulau pemisah

(32)

Lampiran E

(Informatif)

Contoh pengerjaan

Kapasitas simpang tahun rencana dipakai 40.000 kendaraan per hari Tentukan jumlah lajur putaran simpang (Tabel 1)

Tetapkan kendaraan rencana, dan kecepatan rencana untuk desain bundaran.

Solusi :

Ditetapkan kendaraan rencana jenis semitrailler (3 axle). Kecepatan rencana pada pendekat persimpangan : 40 km/h.

Tentukan diameter bundaran dengan mengacu pada Tabel 2, rentang diameter bundaran berkisar antara 45 - 55 m. Dipilih diameter bundaran 45 m, maka jenis bundaran dapat ditentukan.

Tentukan lebar lajur putaran yaitu minimum 4.3 m dan maksimum 4.9 m. Untuk bundaran dengan diameter 45 m, lebar jalur putaran minimum adalah 9,8 m (Tabel 3). Untuk kemudahan pelaksanaan di lapangan lebar jalur putaran dibulatkan menjadi 10 m.

Hitung diameter pulau pusat yaitu = 45 – (2 x 10) – (2 x 1.5) = 22 m

Tentukan lebar landasan truk/apron truk yang lebarnya berkisar antara 1 – 4 m. Dipilih lebar 1.5 m.

Tentukan superelevasi jalur putaran. Dipilih 2 %.

Tentukan lebar lajur masuk dan lajur keluar, antara 4.3 m – 4,9 m untuk 1 lajur jalan. Dipilih lebar 4,9 m. Dengan demikian lebar jalur masuk adalah 2 x 4,9 = 9,8 m

Hitung radius masuk dan radius keluar dengan menggunakan persamaan V2 = 127R(e+f), lihat halaman 11, dengan V = 40 km/h, e = 0.02, dan f = 0.23, maka diperoleh radius 51 m (Tabel 4).

Kelandaian lengan pendekat relatif datar = 0,5 %

Rencanakan pulau pemisah dengan dimensi geometri seperti yang ditampilkan pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Dengan kecepatan rencana pendekat yang dipilih, hitung panjang lengan konflik (jarak pandang bebas bundaran) dan jarak pandang henti bundaran.

Dengan menggunakan Tabel 5, dimana kecepatan konflik = 70%, kecepatan rencana lengan pendekat adalah 40 km/h x 0.7 = 28 km/h, dibulatkan menjadi 30 km/h, maka panjang lengan konflik minimum diperoleh 54 m.

Dengan menggunakan Tabel 6 didapat jarak pandang henti minimum 46 m. Rencanakan perambuan dan pemarkaan sesuai dengan Gambar E.1; Rencanakan penempatan untuk fasilitas lainnya.

(33)

R=50 m 45 25 22 7 7 Keterangan : persimpangan geometri awal

(34)

Lampiran F

(Informatif)

Daftar nama dan lembaga

1. Pemrakarsa

Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Perdesaan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

2. Penyusun

Nama Lembaga

Ir. Haryanto C. Pranowo, M.Eng Direktorat Bina Teknik, Ditjen Tata

Perkotaan dan Tata Perdesaan

Ir. Agusbari Sailendra, M.Sc Pusat Litbang Prasarana Transportasi

Ir. Tasripin Sartiyono, MT Direktorat Bina Teknik, Ditjen Tata

(35)

Bibliografi

1. American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO), A Policy

on Geometric Design of Highways and Streets, 2001

2. Direktorat Jenderal Bina Marga, Pedoman perencanaan geometrik jalan kota/antar kota, tahun 1992 ;

3. Direktorat Jenderal Bina Marga, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), tahun 1997; 4. RSNI No. RSNI T-14-2004, Geometri Jalan Perkotaan.

Gambar

Gambar 1    Bagian/elemen geometri bundaran 3 lengan
Gambar 2   Bagian/elemen geometri bundaran 4 lengan
Tabel 2   Kecepatan rencana maksimum dan dimensi bundaran
Gambar 4   Tipikal pulau bundaran
+7

Referensi

Dokumen terkait