• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Lahan Rawa untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Lahan Rawa untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Lahan Rawa untuk Meningkatkan

Kesejahteraan Masyarakat

Development and Management of Wetland Resources for Improving Prosperity

of Local Community

Zainal Ridho Djafar

Dosen Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Kampus Unsri, Inderalaya, Ogan Ilir.

ABSTRACT

Research on exploring possibility in developing wetland resources has been conducted using a descriptive method. Results of the study indicated that wetland has high potential in improving prosperity of local communities. The wetland can be managed for agricultural production and sustaining the environment, including for increasing food production. Suitable wetland for agricultural uses has been estimated to cover around 21 million hectares. However, only about 4.5 million hectares or 22 percent of its total area have been productively cultivated. Wetland development can be accomplished by both extensification and intensification approaches. Water management is a key factor for successful wetland development programs. Proper management of wetland has been reported to increase total income of the communities at wetlands areas at economic value approaching 504 billion rupiah annually and food (rice) production approximately 252 million tons paddy or equivalent to 151,2 million tons of rice.

Key words: wetlands, land potential, water management, food demand, food crops

ABSTRAK

Penelitian mengkaji kemungkinan pengembangan potensi lahan rawa, telah dilakukan dengan menggunakan metode deskriprif. Dari hasil kajian menunjukkan bahwa lahan rawa mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lahan rawa merupakan lahan yang berfungsi untuk produksi pertanian dan kelestarian lingkungan. Lahan rawa merupakan lahan yang cukup potensial untuk pengembangan produksi pangan. Luas lahan yang diduga potensial mencapai sekitar 21 juta hektar. Luas tersebut baru dimanfaatkan sekitar 4,5 juta hektar (22%) untuk produksi pertanian. Pengembangan lahan rawa dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi. Pengelolaan tata air yang baik merupakan kunci keberhasilan untuk pengembangan lahan rawa. Dari hasil kajian diatas ternyata bahwa lahan rawa dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayahnya secara keseluruhan mencapai minimal 504 milyar rupiah pertahun dan produksi pangan (padi) sekitar 252 juta tonGKP (setara 151,2 juta ton beras).

(2)

PENDAHULUAN

Pemanfaatan sumberdaya alam oleh pemerintah Republik Indonesia secara berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan ini berupa pendapatan dan tersediaannya pangan melalui kegiatan produksi. Hal ini berarti bahwa ketahanan pangan, keamanan pangan dan kemandirian pangan sangat memerlukan perencanaan kebijakan yang baik. Dengan demikian bangsa Indonesia akan menjadi produsen pangan bukan pengimpor pangan. Menurut Syahri dan Somantri (2013), bahwa Indonesia akan menghadapi krisis pangan pada beberapa tahun mendatang. Untuk itu diperlukan pemanfaatan sumberdaya yang ada antara lain lahan rawa (Susanto 2013). Meskipun banyak kendala antara lain pengelolaan air dan kesuburan lahan. Hal ini sependapat dengan Suwignyo (2014), bahwa lahan rawa telah memberikan kontribusi yang berarti dalam system ketahanan pangan nasional. Asalkan kendala yang ada dapat diatasi.Lahan rawa merupakan bagian dari daratan yang sepanjang tahun atau pada periode tertentu jenuh air. Hal ini akibat drainase terhambat dan mempunyai ciri ekosistem khusus, mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan lahan produksi pangan (Syahbuddin, 2011). Luas lahan diperkirakan sekitar 33,4 juta hektar, terdiri dari sekitar 60,2 persen lahan pasang surut dan sisanya sekitar 39,8 persen lahan lebak (Azdan, 2014).

Menurut Susanto (2010) lahan rawa merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi pangan. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa lahan rawa mempunyai fungsi produksi dan pelestarian lingkungan. Pengelolaan rawa untuk produksi pangan dan pelestarian lingkungan merupakan dua hal yang harus diperhatikan secara proporsional dan bersamaan. Upaya pengembangan dan konservasi lahan merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan erat. Dari hasil penelitian terdahulu, bahwa faktor utama yang perlu diperhatikan di dalam memanfaatkan lahan rawa untuk produksi tanaman pangan adalah faktor air dan kesuburan tanah (Susanto, 2013).

Syahbuddin (2011) menyatakan bahwa kelebihan air pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau, merupakan kendala utama didalam mengelola lahan rawa. Lahan rawa umumnya mempunyai kesuburan tanah yang rendah (Syahri dan Somantri, 2013).Dengan demikian untuk pengembangan lahan rawa perlu dilakukan pengelolaan tata air dan kesuburan lahan. Apabila lahan rawa dikelola dengan tepat, melalui hasil-hasil penelitian dapat dijadikan lahan produktif guna mendukung peningkatan produksi pangan, diverifikasi produksi, pengembangan agroindustri, pengembangan argibisnis dan lapangan kerja. Peran ini dapat dilakukan secara ekstensifikasi dan intensifikasi, karena pada saat ini produktivitas lahan masih rendah dan areal yang di usahakan masih sedikit.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang potensi lahan rawa dan prosfek pengembangannya untuk meningkatkan pendapatan dan produksi tanaman pangan bagi masyarakat. Kegiatan utama ditujukan di dalam upaya ekstensifikasi pada lahan yang potensial, dan intensifikasi pada lahan yang telah diusahakan dan yang akan dibuka. Upaya yang dilakukan antara lain dengan penglolaan tata air dan kesuburan lahan.

(3)

METODE

Penelitian dilaksanakan dengan metode deskriptif, data diperoleh dari data sekunder dari hasil-hasil penelitian terdahulu. Data tersebut dianalis secara tabulasi, kemudian dibahas, serta selanjutnya diambil kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Ekstensifikasi

Luas lahan rawa di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 33,4 juta hektar, yang terdiri dari lahan pasang surut dan lahan lebak. Dari luasan tersebut dapat di rinci berdasarkan tipe lahan (Tabel.1)

Tabel.1. Potensi Luas Lahan Rawa

Tipe Lahan Luas

……….. Juta Hektar Pasang Surut: 20,11 - Potensial 2,07 - Sulfat masam 6,71 - Gambut 10,89 - Salin 0,44 Lebak: 13,23 - Dangkal 4,167 - Tengahan 6,025 - Dalam 3,038 Total 33,34 Sumber: Syahbuddin (2011)

Dari data diatas dengan teknologi hasil penelitian diperkirakan pada rawa pasang surut lahan yag kemungkinan dapat dikembangkan untuk produksi tanaman pangan adalah lahan potensial dan sebagian dari lahan sulfat masam, gambut dan salin, sekitar 10 juta hektar. Untuk lahan lebak diperkirakan lahan yang berpotensi untuk tanaman pangan adalah lebak dangkal dan tengahan sebagian lahan dalam diperkirakan seluas sekitar 11 juta hektar. Jadi total lahan yang berpotensi untuk dikembangkan sekitar 21 juta hektar.

Akan tetapi luas lahan yang sudah dikembangkan baru mencapai sekitar 5 juta hektar (Tabel.2). Dari lahan tersebut menurut kenyataan dilapangan belum seluruhnya untuk produksi

(4)

tanaman pangan. Apabila luas yang dikembangkan di bandingkan dengan potensi yang ada, baru mencapai sekitar 22% dari potensi yang ada (Tabel.2).

Tabel.2. Luas Lahan Rawa yang sudah di kembangkan

Tipe lahan luas potensi luas yang persentase dikembangkan

… juta hektar persen

Pasang surut 10,00 4.186.070 41,86

Lebak 11.00 0.341.526 0,31

Total 21,00 4.527.596 rata-rata 21,57 Sumber: diolah dari data Syahbuddin (2011), dan Susanto (2013)

Dari data pada tabel diatas ternyata bahwa baru sebagian kecil dari lahan rawa yang diduga potensial sudah dikembangkan. Hal ini berarti masih terbuka peluang untuk peningkatan produksi melalui kegiatan ekstensifikasi.

1. Intensifikasi

Kegiatan intensifikasi dilakukan dengan pengelolaan tata air dan kesuburan lahan. Kedua kegiatan ini secara signifikan dapat meningkatkan produksi tanaman pangan dilahan rawa (Susanto, 2013).Hal ini berarti, bahwa secara eksitensifikasi dan intensifikasi lahan rawa dapat dikembangkan untuk produksi pertanian terutama tanaman pangan seperti padi dan palawija serta tanaman holtikultura. Susanto (2013) menyatakan bahwa kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan keterpaduan program perbaikan infrastruktur, teknologi budidaya, dan pemberdayaan kelompok tani. Dari hasil penelitian yang ada, telah didapatkan bahwa produktifitas tanaman pangan terutama padi dapat memberikan hasil yang tinggi (Syahri dab Somantri, 2014). Produktivitas padi di lahan rawa rata-rata sekitar 3,5 t/ha (Azdan, 2014), dengan teknologi budidaya yang baik dapat dituangkan sampai 8 t GKP/ha (Susanto, 2010).

Mengingat sifat lahan rawa yang marjinal dan rapuh, usaha pengembangan harus arif dan bijaksana tanpa merusak sumber daya alam (Rudjito, 2014). Menurut Azdan (2014), bahwa usaha pengelolaan lahan rawa harus menerapkan konservasi. Dengan demikian produktivitas lahan meningkat akan membuka kesempatan kerja, dan kegiatan perekonomian wilayah meningkat yang dapat mendorong laju perekonomian melalui sektor industri dan jasa (Syahbuddin, 2011).

(5)

2. Pengelolaan Lahan

Lahan rawa mempunyai keseluruhan fisika, kimia, dan biologi yang rendah (Djafar, 2012; dan Noor, 2007).Ratmini dan Marpaung (2014), telah melaporkan bahwa penggunaan pupuk organik dan anorganik dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi di lahan rawa secara signifikan. Kenaikan produksi tanaman padi dari hasil penelitian yang ada ternyata bahwa pemupupukan pupuk organik dan anorganik dapat menaikkan produksi rata-rata sampai sekitar 6,56 t GKP/ha, (Tabel.3)

Tabel.3. Pengaruh Pemupukan terhadap produksi padi dilahan rawa

Perlakuan Produktivitas

t GKP/ha

KATAM 6,56 a

PUTS 5,60 b

Cara petani 5,21 c

Sumber: Syahri dan Somantri (2014) Keterangan:

- Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf 5 %. - KATAM: pemberian pupuk organik dan anorganik

- Cara petani: pemupukan yang biasa dilakukan petani - PUTS: pemupukan organik

Hasil penelitian diatas sesuai dengan hasil penelitian Yunizar (2014),bahwa pemberian pupuk organik dan anorganik dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi sampai sekitar 6 t.GKP/ha. Perbaikan kesuburan lahan dengan takaran pupuk yang tepat memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas padi dilahan rawa. Takaran pupuk di dalam budidaya padi dilahan rawa tergantung dari jenis tanah dan tingkat kesuburan tanah (Syahri dan Somantri, 2014). Pemberian pupuk dengan takaran yang tepat sebaiknya disertai dengan pemberian kapur dan unsur hara mikro, hal ini tergantung dari jenis tanah (Tabel.4).

Tabel.4 Anjuran pemberian pupuk dan kapur

Pupuk/kapur jenis tanah

Mineral Gambut

….. kg ha ……..

N 45-90 45-125

(6)

K2O 50-60 25-50

CUSO4 - 2,5-5

ZnSO4 - 2,5-5

Kapur - 500-2000

sumber: diolah dari data Noor (2007)

Dari data pada Tabel 4. dapat di simpulkan bahwa pemberian pupuk dan atau kapur tergantung dari tersedianya unsur hara yang ada didalam tanah. Tanah gambut pada umumnya mempunyai kesuburan lahan dan pH tanahnya lebih rendah dibandingkan dengan tanah mineral (Noor, 2007).

3. Pengeolaan tata air

Keberhasilan pengembangan lahan rawa untuk peningkatan produksi pangan, terletak pada pemeliharaan system tata air makro dan mikro, sesuai dengan tipologi lahan. Kegiatan ini berhubungan dengan pemanfaatan lahan rawa sebagai fungsi produksi dan stabilitas lingkungan. Menurut Juarsah (2011) pengelolaan air ditujukan tersedianya air yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangn tanaman, mencuci zat beracun bagi tanaman, menghindari terbentuknya firit, dan menjaga kestabilan lahan terutama lahan gambut.

Kondisi volume air sungai, curah hujan dan ketinggian air pasang menyebabkan lahan usaha tani tergenang air. Pada dasarnya lahan rawa merupakan lahan tampung banjir dari curah hujan, luapan sungai dan pengaruh pasang surut air laut. Pengelolaan tata air yang baik akan selalu meningkatkan produksi lahan secara berkelanjutan (Imanudin dan Bakri, 2014).Susanto (2013) menyatakan, bahwa pengelolaan air dilahan usaha tani memerlukakn pemahaman tentang tata air makro dan mikro, serta saluran primer, sekunder dan tersier. Selain itu juga pemahaman tentang tanggul banjir dan pintu air yang mengatur air masuk dan keluar dilahan usaha tani. Lahan rawa merupakan ekosistem yang tergenang air yang terbentuk secara alami dilahan luapan aluvial, mineral dan gambut, dengan topografi pada dasarnya datar. Pengelolaan lahan rawa akan berkelanjutan apabila dampak negatif kerusakan lingkungan yang timbul dapat dihindarkan dan keseimbangan ekosistem dipertahankan (Azdan, 2014). Hal ini berarti bahwa pengembangan lahan rawa harus memperhitungkan zona konservasi dan zona pengembangan, terutama untuk budidaya tanaman pangan, khususnya padi. Lahan rawa secara alami berfungsi sebagai daerah tampung hujan dan banjir. Untuk itu perlu di buat waduk penampung air tersebut disekitar lahan usaha. Banjir dapat diatur dengan pembuatan saluran-saluran yang dialirkan ke waduk penampung, dan dilengkapi dengan pintu-pintu air. Pada musim kemarau air dari waduk dialirkan ke lahan usahan tani dengan menggunakan pompa, sehingga kondisi air dilahan selalu tersedia dan lahan tetap basah dan lembab.

Dengan potensi curah hujan sekitar 3000 mm sampai 4000 mm pertahun dan kondisi lahan, maka dimungkinkan untuk membangun cadangan air sebagai penampung bajir guna kebutuhan irigasi. Kapasitas waduk (ukuran waduk) disesuaikan dengan kemampuan waduk menampung air banjir dan kebutuhan air bagi tanaman pada musim kemarau (Herawati et.al., 2014). Untuk

(7)

pengelolaan tata air diperlukan saluran primer, sekunder dan tersier dan merupakan tanggung jawab pemerintah, dan dilengkapi dengan pintu-pintu air. Untuk pengelolaan air di lahan usaha tani diperlukan saluran kuarter dan kemalir merupakan tanggung jawab kelompok tani. Saluran primer dan sekunder mengatur keluar dan masuknya air banjir pada musim penghujan atau air dari waduk pada musim kemarau ke saluran tersier. Pintu-pintu air pada saluran tersier membuang kelebihan air, dan mengatur tinggi muka air dilahan usaha tani sesuai dengan kegiatan budidaya dan perkembangan tanaman. Untuk itu perlu selalu diupayakan perawatan dan perbaikan saluran-saluran dan pintu-pintu air dilakukan secara rutin. Kegiatan ini sangat membantu untuk menjaga muka air dilahan usaha tani, sehingga kondisi media tumbuh selalu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Luas waduk diperkira sebear 30 persen dari luas lahan yang akan dikembangkan. Sekitar 5 % dari luas yang akan dikembangkan di tanami dengan pohon rawa, yang ditanam disekeliling waduk.Tujuan penanaman pohon tersebut untuk membantu mengatur kondisi hidroorologis dan kondisi lingkungan. Dalam keadaan alami hutan rawa merupakan salah satu ekosistem habitat pauna. Baik yang hidup diatas poho, dibawah pohon, maupun hidup pada kondisi di dalam air rawa di sekitar pohon. Hal ini secara tidak langsung dapat membantu kelestarian lingkungan. Pengelolaan air ditingkat saluran tersier sangat berpengaruh terhadap tata air mikro dilahan usaha tani. Kegagalan di dalam mengatur air pada saluran akan berdampak negatif terhadap peningkatan produksi pangan. Misalnya pada budidaya tanaman padi pengelolaan tata air pada saluran disesuaikan dengan kegiatan budidaya dan perkembangan tanaman (Tabel. 5)

Tabel. 5. Pengelolaan air untuk budidaya tanaman padi dilahan rawa pada saluran tersier Kegiatan budidaya/ Kondisi air Pengaturan pintu air Pertumbuhan tanaman

pencucian lahan kondisi banjir pintu air masuk dan keluar dibuka.

Pengelolaan tanah kapasitas lapang pintu air masuk ditutup, pintu air keluar dibuka.

Penanaman bibit macak-macak pintu air masuk ditutup pintu air keluar di buka. Pertumbuhan tanaman tinggi muka air pintu air masuk dibuka, pintu vegelatif dan generatif 2 cm - 5 cm air keluar dibuka muka air di

tahan setinggi 2 cm-5cm. Pemupukan dan macak-macak pintu air masuk ditutup pintu

pengendalian gulma air keluar di buka.

Fase pematangan dan kapasitas lapang pintu air masuk ditutup,

panen sampai kering pintu air keluar dibuka.

(8)

Imanudin dan Bakri (2014) telah melaporkan bahwa operasi pintu air di tingkat saluran tersier dilahan usaha tani dapat meningkatkan produktivitas lahan dan indeks pertanaman. Kegiatan budidaya dan pertumbuhan tanaman sangat tergantung dari operasi pintu air ditingkat saluran tersier. Dengan pengelolaan air yang baik, kegiatan teknologi budidaya dapat dilaksanakan secara optimal (Mulyanigsih et,al, 2014). Susanto (2013) menyarankan bahwa, pengelolaan air dilahan usaha tani perlu mendapat dukungan sarana inprastruktur jaringan air yang lengkap, terutama keberadaan pintu-pintu air di tingkat saluran tersier. Pengaruh ekologis berperan sangat penting di dalam pengelolaan tata air dilahan rawa. Kondisi ekologis antara lain adalah hidrotopografi lahan, kondisi iklim, dan jenis tanaman yang akan dikembangkan. Dengan demikian pengembangan lahan rawa untuk produksi tanaman terutama tanaman pangan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Pada gilirannya akan membuka peluang kesempatan kerja, kegiatan ekonomi wilayah, dan mendorong roda perekonomian melalui sektor Agribisnis (Syahbuddin, 2011).

4. Meningkatkan pendapatan masyarakat dan produksi pangan

Optimalisasi pengelolaan lahan rawa, melalui perbaikan tata air dan kesuburan lahan dapat meningkatkan produktivitas lahan dan pada gilirannya juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari luas lahan rawa yang ada seluas 33,4 juta hektar, diduga mempunyai potensi yang cukup besar, sekitar 21 juta hektar untuk budidaya tanaman pertanian terutama tanaman pangan. Akan tetapi baru sebagian kecil yaitu seluas sekitar 4,5 juta hektar (22%) yang sudah di kembangkan untuk produksi pertanian (Tabel.2). Denganadanya perbaikan teknologi pengelolaan air dan lahan, maka produktivitas lahan dan pendapatan masyarakat dapat ditingkatkan.

Adanya waduk pengendali banjir dan tersedianya air pada musim kemarau, indeks pertanaman dapat ditingkatkan menjadi IP 200 sampai IP 300 (Susanto, 2013). Hal ini berarti bahwa dapat mengembangkan lahan potensial untuk produksi pertanian. Adanya waduk tampung air banjir, juga dapat di manfaatkan masyarakat untuk budidaya perikanan dan peternakan khususnya kerbau rawa (Noor, 2007). Kegiatan tersebut akan dapat menambah pendapatan masyarakat.Dengan pengelolaan air yang terkendali kegiatan ekstensifikasi dan teknologi intensifikasi budidaya seperti penggunaan varitas unggul, pengelolaan tanah, pengendalian organisme pengganggu tanaman, pemupukan dan pemeliharaan lahan dapat dilaksanakan. Hal itu berarti bahwa pendapatan masyarakat dan produksi pangan dapat lebih ditingkatkan (Tabel.6). pada gilirannya perkembangan ekonomi wilayah meningkat.Perkiraan pendapatan petani dilahan lebak dari sekitar 4 juta rupiah perhektar menjadi sekitar 8 juta rupiah perhektar. Demikian juga pendapatan petani dilahan pasang surut dari sekitar 5 juta rupiah menjadi 15 juta rupiah perhektar (Tabel. 6).

(9)

Tabel.6. Perkiraan pendapatan petani dan produksi padi dilahan rawa

Lahan Kegiatan intensifikasi Tambahan

tanpa dengan Lebak:

- Produksi (t/ha) 2,25 4,05 1,80

- Pendapatan (juta rupiah) 4,5 8,10 3,6

Pasang surut:

- Produksi (t/ha) 2,40 7,50 5,10

- Pendapatan (juta rupiah) 4,80 15,0 10,20

total rawa:

- Produksi (t/ha) 4,65 11,55 6,90

- Pendapatan (juta rupiah) 9,30 23,10 13,80

sumber: diolah dari data Noor (2007) dan Djafar (2012), perkiraan harga gabah Rp 2000/kg. Dari data pada tabel diatas ternyata bahwa dengan penggunaan teknologi itensifikasi dapat meningkatkan produksi tanaman padi dan pendapatan petani. Hal ini sependapat dengan kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mulia Ningsih et.al, (2014), dan Hakim et.al. (2014).

Apabila produksi dan pendapatan tersebut dibandingkan dengan luas lahan rawa yang sudah di kelola dan yang potensial serta IP200 produksi dan pendapatan akan meningkat lebih tinggi lagi (Tabel.7).

Tabel. 7. Asumsi pendapatan minimum dan produksi padi pertahun dilahan rawa yang sudah dikembangkan dan yang potensial

satuan lahan yang dikembangkan lahan potensial IP200

luas (juta hektar) 4,5 21 42

Produksi (juta ton) 27,0 126 252

Pendapatan (miliar rupiah) 54,0 252 504

Sumber: diolah dari data pada Tabel 2. Keterangan:

- Asumsi produksi optimum rata-rata 6 t gabah/ha (Syahri dan Somantri, 2014) - Asumsi harga gabah Rp 2000/kg.

Dari data pada tabel diatas, terlihat bahwa pengelolaan lahan rawa dapat meningkatkan produksi dan pendapatan. Apabila disertai dengan indeks panen (IP 200). Hal tersebut dapat meningkatkan masing-masing 504 miliar rupiah untuk pendapatan, dan produksi kurang lebih 252 juta ton atau setara dengan 151,2 juta ton beras pertahun. Kegiatan ini dapat dilakukan

(10)

apabila tata air dapat dikendalikan dan penggunaan teknologi hasil penelitian terutama untuk tanaman padi dilahan rawa.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal yaitu lahan rawa mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk dimanfaatkan guna meningkatkan produksi pangan dan pendapatan masyarakat. Dari luas lahan yang potensial yang ada baru sekitar 22 persen yang sudah dikembangkan untuk produksi pertanian terutama budidaya tanaman. Pengembangan lahan rawa untuk pertanian dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi. Dengan pengelolaan tata air yang baik, kondisi lahan rawa tetap basah dan lembab. Optimalisasi pengelolaan tata air dan perbaikan kesuburan lahan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan produksi tanaman pangan di lahan rawa.

DAFTAR PUSTAKA

Azdan, M.D, 2014. Pengelolaan lahan rawa berkelanjutan dalam menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan pangan nasional dan perubahan iklim. Prosiding seminar nasional INACID, Palembang 16 Mei-17 Mei 2014. Hal. P6.1-P6.14.

Djafar, Z.R. 2012. Budidaya tanaman dilahan pasang surut. Unsri Press, Palembang 168 hal. Hakim, M.M; Alamsyah; dan D.W. Sari. 2014. Perbandingan tingkat produktivitas dan

pendapatan petani pengguna pupuk organik pada agroekosistem lahan yang berbeda di Sumatera Selatan. Prosiding seminar nasional lahan suboptimal, Palembang 26-27 September 2014. Hal. 637-643.

Herawati; H; Suripin dan Suharyanto. 2014. Pengembangan reservoir di daerah rawa untuk mendukukng pertanian pada lahan pasang surut. Prosiding seminar nasional INACID. Palembang 16 Mei-17 Mei 2014. Hal A2.1-A2.11.

Imanudin, M.S. 2010. Strategi operasi pengendalian muka air untuk pertanian daerah rawa pasang surut Sumatera Selatan Indonesia. Ringkasan Disertasi, program Pascasarjana Unsri Palembang. 103 hal.

Imanudin, M.S; dan Bakri, 2014. Kajian budidaya jagung pada musim hujan di daerah reklamasi pasang surut dalam terciptanya indeks pertanaman 300%. Prosiding seminar nasional INACID. Palembang 16 Mei-17 Mei 2014. Hal.A8.1-A8.11.

Juarsyah, I. 2011. Pemanfaatan lahan rawa lebak berkelanjutan di kecamatan Rambutan kabupaten Banyuasin, propinsi Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian, BKS-PTN Wilayah Barat. Palembang 23 Mei-25 Mei 2011. Hal. 165-172.

Mulyaningsih, N; K. Nur dan S. Hadiansyah. 2014. Pengaruh kenaikan mutu air laut terhadap intrusi salinitas dan zona pengelolaan air di lahan rawa pasang surut. Prosiding seminar nasional INACID, Palembang 16 Mei-17 Mei 2014, Hal A14.1-A14.11.

(11)

Noor, M. 2007. Rawa lebak; ekologi, pemanfaatan dan pengembangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 274 hal.

Ratmini, N., S; dan I.S. Marpaung. 2014. Teknologi untuk meningkatkan produksi padi sawah lebak bukaan baru di Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional INACID. Palembang 16 Mei-17 Mei 2014. Hal. A11.1-A11.7.

Rujito, A.S. 2014. Keragaan Ketahanan berbagai genotype padi pada fase awal pertumbuhan tanaman terhadap lama cekaman terendam, Seminar Universitas Sriwijaya, Indrelaya 6 Mei 2014. 17 hal.

Subatra, K. 2013. Pengaruh sisa amelioran, pupuk N dan P terhadap ketersediaan N, pertumbuhan dan hasil tanaman padi di musim tanam kedua pada lahan gambut. J. Lahan Suboptimal, 2: 159-169.

Susanto, R. H. 2010. Pengelolaan lahan rawa untuk pembangunan berkelanjutan, Seminar Universitas Sriwijaya, Inderalaya 6 September 2010. 63 Hal

Susanto, R.H, 2013. Potensi dan strategi pemanfaatan lahan basah untuk pertanian, peternakan dan perikanan. Makalah pada seminar nasional lahan suboptimal. Palembang 20-21 September 2013. 38 hal.

Syahbuddin, H. 2011. Rawa lumbung pangan, menghadapi perubahan iklim. Laporan Balai Penelitian Lahan Rawa. Banjar baru. 71 hal.

Syahri, dan R.U. Somantri. 2013. Respon pertumbuhan tanaman padi terhadap rekomendasi pemupukan PUTS dan KATAM hasil litbang pertanian di lahan rawa lebak Sumatera Selatan,. J. Lahan Suboptimal, 2: 170-180.

Yunizar, 2014. Kajian teknologi hemat air pada padi gogo pada lahan kering masam dalam mengantisipasi perubahan ikllim di propinsi Riau. Prosiding Seminar Nasional lahan Suboptimal, Palembang 26 September-27 September 2014. Hal 629-636.

Referensi

Dokumen terkait

Telah disebutkan pada penelitian sebelumnya bahwa bakteri simbion teritip yang diekstrak dengan pelarut semi polar etil asetat dapat mengekstrak senyawa bioaktif

Sebuah use case merepresentasikan sebuah interaksi antara aktor dengan sistem. Diagram use case staff posyandu menggambarkan interaksi antara staff posyandu dengan

1. Apakah terdapat perbedaan, komposisi, struktur dan kelimpahan individu pada masing-masing komunitas vegetasi pohon hutan rawa g a m b u t dan masing-masing tingkat

[r]

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (Reverse Repo ). CADANGAN

Wahyuni (2012) serta Reni dan Ahmad (2016) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi minat menggunakan bank islam menyatakan bahwa variabel pengetahuan

“suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian

Penentuan teras optimal dilakukan dengan mengamati hasil perhitungan yang didapat yaitu distribusi fraksi bakar teras setimbang dan fluks neutron di fasilitas iradiasi untuk