• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITERIA 5.2.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KRITERIA 5.2.1"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

KRITERIA

5.2.1

ELEMEN

PENILAIAN DOKUMEN TERKAIT KETERANGAN EP. 1 RUK Puskesmas dengan kejelasan

kegiatan tiap program

EP. 2 RKP Puskesmas, dengan kejelasan kegiatan tiap program

EP. 3 RUK dan RPK

EP. 4 Kerangka acuan kegiatan UKM

(2)

KERANGKA ACUAN

SKRINING HYPOTIROID KONGENITAL (SHK) TAHUN 2016

I. Pendahuluan

Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining bayi baru lahir (SBBL) merupakan salah satu upaya mendapatkan generasi yang lebih baik. Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal Screening) adalah tes yang dilakukan pada saat bayi berumur beberapa hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi yang sehat. Skrining bayi baru lahir dapat mendeteksi adanya gangguan kongenital sedidni mungkin, sehingga bila ditemukan dapat segera dilakukan intervensi secepatnya.

II. Latar Belakang

Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak lahir. Hal ini terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium.

Di Indonesia, diantara penyakit-penyakit yang bisa dideteksi dengan skrining pada bayi baru lahir, Hipotiroid Kongenital (HK) merupakan penyakit yang cukup banyak ditemui. Kunci keberhasilan pengobatan anak dengan HK adalah dengan deteksi dini melalui pemeriksaan laboratorium dan pengobatan sebelum anak berumur 1 bulan. HK sendiri sangat jarang memperlihatkan gejala klinis pada awal kehidupan. Pada kasus dengan keterlambatan penemuan dan pengobatan dini, anak akan mengalami keterbelakangan mental dengan kemampuan IQ di bawah 70. Hal ini akan berdampak serius pada masalah sosial anak. Anak tidak mampu beradaptasi di sekolah formal dan menimbulkan beban ganda bagi keluarga dalam pengasuhannya. Bahkan negara akan mengalami kerugian dengan berkurangnya jumlah dan kualitas SDM pembangunan akibat masalah HK yang tidak tertangani secara dini pada bayi baru lahir.

Secara garis besar dampak hipotiroid kongenital dapat dibagi menjadi 3 yaitu: A. Dampak terhadap anak.

Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi akan mengalami kecacatan yang sangat merugikan kehidupan berikutnya. Anak akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik secara keseluruhan, dan yang paling menyedihkan adalah perkembangan mental terbelakang yang tidak bisa dipulihkan

B. Dampak terhadap keluarga

Keluarga yang memiliki anak dengan gangguan hipotiroid kengenital akan mendapat dampak secara psikososial. Anak dengan retardasi mental akan membebani keluarga secara ekonomi karena akan harus mendapat pendidikan, pengasuhan dan pengawasan yang khusus. Secara psikososial, keluarga akan lebih rentan terhadap lingkungan sosial karena rendah diri dan menjadi stigma dalam keluarga dan

(3)

masyarakat. selain itu produktivitas keluarga menurun karena harus mengasuh anak dengan hipertiroid kongenital.

C. Dampak terhadap Negara

Bila tidak dilakukan skrining pada setiap bayi baru lahir, negara akan menanggung beban biaya pendidikan maupun pengobatan terhadap kurang lebih 1600 bayi dengan hipotiroid kongenital setiap tahun. Jumlah penderita akan terakumulasi setiap tahunnya. Selanjutnya negara akan mengalami kerugian sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan bangsa.

III. Tujuan

A. Tujuan umum

Seluruh bayi baru lahir di wilayah UPTD Puskesmas Yosomulyo mendapatkan pelayanan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sesuai standar.

B. Tujuan khusus

1. Tersedianya pedoman penyelenggaraan pelayanan SHK 2. Tersedianya pedoman penyelenggaraan laboratorium SHK 3. Meningkatnya akses, cakupan serta kualitas pelayanan SHK

4. Tersedianya jejaring laboratorium rujukan untuk Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir.

IV. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan A. Pelatiahan SHK bagi Bidan

B. Sosialisasi pada Kader di 3 kelurahan

C. Sosialisasi pada ibu hamil di kelas ibu hamil tiap kelurahan D. Sosialisasi di Puskesmas

V. Cara Melaksanakan Kegiatan A. Persiapan bayi dan keluarga

Memotivasi keluarga, ayah/ibu bayi baru lahir sangat penting. Penjelasan kepada orang tua tentang skrining pada bayi baru lahir dengan pengambilan tes darah tumit bayi dan keuntungan skring ini bagi masa depan bayi akan mendorong orangtua untuk mau melakukan skrining bagi bayinya.

B. Persetujuan/penolakan

1. Persetujuan (informed consent)

Persetujuan tidak perlu tertulis khusus, tetapi dicantumkan bersama-sama dengan persetujuan tindakan medis lain pada saat bayi masuk ke ruang perawatan bayi. 2. Penolakan (dissent consent/refusal consent)

Bila tindakan pengambilan darah pada BBL ditolak, maka orangtua harus menandatangani formulir penolakan. Hal ini dilakukan agar jika di kemudian hari didapati bayi yang bersangkutan menderita HK, orangtua tidak akan menuntut atau menyalahkan tenaga kesehatan dan/atau fasiltatif pelayanan kesehatan.

(4)

1. Sarung tangan steril non powder 2. Lancet

3. Kotak limbah tajam 4. Safety box

5. Kertas saring 6. Kapas

7. Alkohol 70% / alkohol swab 8. Kassa steril

9. Rak pengering D. Pengambilan spesimen

Hal yang penting diperhatikan pada pengambilan spesimen ialah: VI. Sasaran

1. Orang tua balita (0-5 tahun) 2. Pengasuh balita 3. Bidan 4. Dokter gigi 5. Perawat 6. Petugas gizi 7. Kader

8. Forum kesehatan kelurahan

VII. Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan kelas ibu balita dilaksanakan setiap bulan di 3 kelurahan yaitu Kelurahan Yosomulyo, Kelurahan Hadimulyo Barat dan Kelurahan Hadimulyo Timur. VIII. Rencana Pembiayaan

-IX. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan perangkat evaluasi (instrumen). Evaluasi oleh pelaksana (bidan, bidan koordinasi, dokter) dilakukan pada setiap pertemuan kelas ibu balita.

X. Pencatatan dan Pelaporan

Menggunakan registrasi yang sudah ada yaitu kohort bayi dan balita, LB3 KIA dilaporkan setiap bulan kepada Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Kota Metro.

Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

(5)
(6)

KERANGKA ACUAN

PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR)

I. Latar Belakang

Kelompok usia remaja merupakan kelompok yang cukup besar, sekitar 23% dari seluruh populasi. Sebagai generasi penerus, kelompok ini merupakan aset atau modal utama sumber daya manusia bagi pembangunan bangsa dimasa yang akan datang.

Sejalan dengan derasnya arus globalilsasi yang melanda berbagai sektor dan sendi kehidupan, berkembang pula masalah Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang terjadi di masyarakat. Masalah tersebut, baik fisik, psikis dan psikososial perilaku sosial seperti kehamilan pada usia muda, penyakit akibat hubungan seksual dan aborsi, maupun masalah akibat pemakaian narkotik. Zat adiktif, alkohol dan merokok. Masalah tersebut apabila tidak ditanggulangi dengan sebaik-baiknya, bukan hanya menyebabkan masa depan remaja yang suram, akan tetapi juga dapat menghancurkan masa depan bangsa. Salah sau penyebab masalah, kemungkinan karena faktor ketidaktahuan sebagai akibat remaja tidak mendapat informasi yang jelas, benar dan tepat mengenai kesehatan reproduksi remaja serta permaslahannya.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas remaja anatara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR), termasuk kualitas dalam memberikan informasi kesehatan remaja dan pelayanan konseling. Diharapkan remaja yang menghadapi masalah kesehatan dapat mengetahui secara baik dan benar siapa dan dimana yang dapat memberikan pelayanan preventif, promotif dan kuratif bahkan rehabilitatif.

II. Definisi

Definisi PKPR adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasian, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komperhensif, efektif dan efesien.

III. Tujuan PKPR di Puskesmas C. Tujuan umum

Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di puskesmas D. Tujuan khusus

5. Meningkatkan penyedian pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas

6. Meningkatkan pemanfaatan puskesmas oleh remaja dalam untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

7. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan khusus pada remaja

8. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan remaja.

(7)

IV. Langkah-langkah Pembentukan PKPR di Puskesmas E. Identifikasi masalh melalui kajian sederhana:

1. Gambaran remaja di wilayah kerja: a. Jumlah remaja, pendidikan, pekerjaan

b. Perilaku beresiko: seks pramikah, rokok, tawran dan kekerasan lainnya

c. Masalah kesehatan: kehamilan remaja, gizi, HIV dan AIDS penyalahguanaan narkoba

2. Identifikasi sudut pandang remaja tentang sikap dan tata nilai berhubungan dengan perilaku beresiko, masalah kesehatan yang ingin diketahui, dan pelayanan apa yang dikehendaki.

3. Jenis upaya remaja yang ada

4. Identifikasi kebutuhan sarana termasuk buku-buku pedomantentang kesehatan F. Advokasi Kebijakan Publik

1. Dukungan dari pemerintah daerah setempat dan pangadaan dana untuk pelaksanaan PKPR (antara lain pengadaan poster, pengadaan ruang konseling, biaya rujukan).

2. Penggalian potensi masyarakat dalam pendanaan, misalnya: pengadaan ruang konseling, biaya rujukan, pembebasan tetribusi atau pelayan gratis untuk remaja di Puskesmas.

3. Pembentukan jaringan khusus melalui peran politis untuk memperkuat sistem rujukan berupa: rujukan sosial, anatara lain penyaluran pelatihan keterampilan remaja pasca rehabilitasi NAPZA, atau mempersiapkan remaja yang memerlukannya.

G. Persiapan pelaksanaan PKPR di Puskesmas 1. Sosialisasi internal

Bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan semua staf Puskesmas untuk menyelengarajkan PKPR di Puskesmas

2. Penunjukan Petugas peduli remaja

Syarat utama petugas PKPR harus mempuny 3. sy

1. Penyelenggaraan kelas ibu balita

Pertemuan persiapan, pelaksanaan kelas ibu balita 2. Pencatatan pelaporan

V. Cara Melaksanakan Kegiatan Sosialisasi

VI. Sasaran

1. Orang tua balita (0-5 tahun) 2. Pengasuh balita

(8)

4. Dokter gigi 5. Perawat 6. Petugas gizi 7. Kader

8. Forum kesehatan kelurahan

VII. Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan kelas ibu balita dilaksanakan setiap bulan di 3 kelurahan yaitu Kelurahan Yosomulyo, Kelurahan Hadimulyo Barat dan Kelurahan Hadimulyo Timur. VIII. Rencana Pembiayaan

-IX. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan perangkat evaluasi (instrumen). Evaluasi oleh pelaksana (bidan, bidan koordinasi, dokter) dilakukan pada setiap pertemuan kelas ibu balita.

X. Pencatatan dan Pelaporan

Menggunakan registrasi yang sudah ada yaitu kohort bayi dan balita, LB3 KIA dilaporkan setiap bulan kepada Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Kota Metro.

Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

Hendarto, SKM. M.Kes NIP. 19770114 199602 1 001

(9)

PENYELIAAN FASILITATIF KESEHATAN IBU DAN ANAK DAN PEYELIAAN ASUHAN PERSALINAN

I. Pendahuluan

Sejak tahun 1989 kebijakan penempatan bidan PTT merupakan salah satu upaya terobosan kementerian kesehatn untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) kebijakan ini membuat bidan PTT/ bidan di kelurahan desa sebagai ujung tombak tenaga kesehatan yang memberi pelayanan dasar melalui fasilitas pos kesehatan kelurahan (poskeskel) maupaun sebagai Bidan Praktek Mandiri (BPM).

II. Latar Belakang

Penyebab kematian berdasarkan hasil analisis sensus penduduk tahun 2010 hipertensi dalam kehamilan 32%, komplikasi nifas 31%, perdarahan post partum 20%, abortus 4%, perdarahan ante partum 3%, kelainan amnion 2% dan partus lama 1%. Target MDGs 2015 AKI dapat diturunkn menjadi 102/100.000 KH, tetapi faktanya justru terjadi peningkatan menjadi 128/100.000 KH. Berdasarkan SDKI tahun 2012 AKB 32/200 kelahiran hidup dan angka kematian balita 40/1000 kelahiran hidup. Tahun 2015 di Puskesmas Yosomulyo kematian ibu tidak ada, kematian bayi 10 orang dan kematian balita 1 orang.

III. Tujuan

A. Tujuan umum

Memperkuat sistem dan berkesinambungan data dengan pendekatan sistematis, terarah, berbasis data, memberdayakan obyek selia dalam meningkatkan kinerja dan kemandirian bidan serta meningkatkan mutu pelayanan KIA secara keseluruhan. B. Tujuan khusus

1. Diketahuinya standar kualitas pelayanan KIA yang ada di Bidan Poskeskel, Bidan Praktek Mandiri dan klinik yang ada di wilayah Pskesmas Yosomulyo.

2. Diketahuinya mutu tenaga kesehatan dalam tingkat kepatuhan dalam melaksanakan kesehatan ibu dan anak dan aduhan persalinan.

IV. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan

A. Kegiatan pokok: penyeliaan fasilitatif kesehatn ibu dan anak. Pemyeliaan fasilitatif asuhan persalinan di Pustu, Poskeskel, BPM, dan klinik yang ada di wilayah UPTD Puskesmas Yosomulyo.

B. Rincian kegiatan: 1. Pra penyeliaan

Tim penyeliaan fasilitatif diharapkan mempunyai pemahaman dan keterampilan memberikan penyeliaan fasilitatif dan menguasai dengan benar daftar tilik penyeliaan.

2. Penyeliaan a. Orientasi

(10)

b. Kajian mandiri c. Verifikasi

d. Pertemuan bulanan e. Upaya peningkatan mutu 3. Pencatatan pelaporan V. Cara Melaksanakan Kegiatan

Sosialisasi VI. Sasaran

9. Pos Kesehatan Kelurahan (Poskeskel) 10. Puskeskel

11. Puskesmas Pembantu 12. Bidan Praktek Mandiri 13. Klinik

VII. Jadwal Kegiatan

Kegiatan penyeliaan fasilitatif dilakukan secara berkala setiap fasilitatif kesehatan diselia 2 kali setahun.

VIII. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

Untuk evaluasi program KIA, Tim PF dapat melakukan pemantauan dan evaluasi baikk untuk kinerja klinis profesi bidan maupun kinerja material program KIA. Kegiatan pemantauan dilakukan setiap 3-4 bulan, sedangkan evaluasi internal dilakukan 2 kali dalam setahun.

IX. Pencatatan dan Pelaporan

Hasil pencatatan dari penyeliaan fasilitatif di persentasi tingkat kepatuhannya dibuat grafik dan tabel dilaporkan kepada Kepal UPTD Puskesmas Yosomulyo selanjutnya dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Metro. Hasil penyeliaan berguna untuk dasar perencanaan tahunan berbasis data sehingga intervensi yang akan dilaukan tepat sasaran sebagai langkah perbaikan mutu secara berkelanjutan.

Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

Hendarto, SKM. M.Kes NIP. 19770114 199602 1 001

KERANGKA ACUAN KELAS IBU BALITA

(11)

X. Pendahuluan

Melalui SK Nomor 248/Menkes/SK/III/2004 tentang buku KIA, Menteri Kesehatan RI memutuskan buku KIA sebagai pedoman resmi yang berisi informasi dan catatan kesehatan ibu dan anak. Untuk meningkatkan pemanfaatan buku KIA perlu diadakan kegiatan yang disebut kelas ibu balita.

I. Latar Belakang

Kelas ibu balita dalah kelas dimana para ibu yang mempunyai anak berusia 0 – 5 tahun secara bersama-sama berdiskusi, tukar pendapat, tukar pengalaman akan pemenuhan pelayanan kesehatan, gizi dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya dibimbing oleh fasilitator dan menggunakan buku KIA. Pada UPTD Puskesmas Yosomulyo tahun 2015 terdapat 10 kematian bayi, 4 karena IUFD, 3 karena asfiksia dan 3 karena kelainan jantung bawaan, serta 1 kematian balita dikarenakan kejang.

II. Tujuan

A. Tujuan umum

Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dengan menggunakan buku KIA dalam mewujudkan tumbuh kembang balita yang optimal.

B. Tujuan khusus

1. Meningkatkan kesadaran pemberian ASI Eksklusif

2. Meningkatkan pengetahuan akan pentingnya imunisasi pada bayi

3. Meningkatkan keterampilan ibu dalam pemberian MP-ASIdan gizi seimbang kepada balita

4. Meningkatkan kemampuan ibu memantau pertumbuhan dan melakanakan stimulasi perkembangan balita

5. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang caa perawatan gigi balita dan mencuci tangan yang benar

6. Meningktakan pengetahuan iu tentang penyakit terbanyak, cara pencegahan dan perawatan balita.

III. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan A. Kegiatan pokok: pertemuan kelas balita B. Rincian kegiatan:

1. Persiapan

Identifikasi sasaran, mempersiapkan tempat dan sarana belajar, mempersiapkan materi, mengundang ibu yang mempunyai anak berusia 0-5 tahun, mempersiapkan narasumber, menyusun rencana anggaran.

2. Penyelenggaraan kelas ibu balita

Pertemuan persiapan, pelaksanaan kelas ibu balita 3. Pencatatan pelaporan

(12)

IV. Cara Melaksanakan Kegiatan Sosialisasi

V. Sasaran

14. Orang tua balita (0-5 tahun) 15. Pengasuh balita 16. Bidan 17. Dokter gigi 18. Perawat 19. Petugas gizi 20. Kader

21. Forum kesehatan kelurahan

VI. Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan kelas ibu balita dilaksanakan setiap bulan di 3 kelurahan yaitu Kelurahan Yosomulyo, Kelurahan Hadimulyo Barat dan Kelurahan Hadimulyo Timur. VII. Rencana Pembiayaan

-VIII. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan perangkat evaluasi (instrumen). Evaluasi oleh pelaksana (bidan, bidan koordinasi, dokter) dilakukan pada setiap pertemuan kelas ibu balita.

IX. Pencatatan dan Pelaporan

Menggunakan registrasi yang sudah ada yaitu kohort bayi dan balita, LB3 KIA dilaporkan setiap bulan kepada Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Kota Metro.

Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

Hendarto, SKM. M.Kes NIP. 19770114 199602 1 001

(13)

KERANGKA ACUAN

PELAKSANAAN FOGGING FOKUS DBD

I. PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Kota Metro, yang erat kaitannya dengan peningkatan curah hujan, kepadatan dan mobilitas penduduk, sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus Dengue dan nyamuk penularnya (Aides Aigepty) diberbagai lokasi di Kota Metro.

II. LATAR BELAKANG

Penyakit Demam Berdarah (DBD) seolah menjadi momok yang menghantui masyarakat setiap datangnya musim penghujan. Karena bisa dipastikan setiap datangnya musim hujan, banyak masyarakat yang terjangkit penyakit DBD. Hal tersebut memerlukan perhatian serius dalam pencegahan dan penanggulangannya.

Beberapa langkah yang diperlukan dalam upaya penanggulangan DBD yaitu, Penatalaksanaan Kasus penderita DBD, Penyuluhan masyarakat, Pemantauan Jentik Berkala, Pemberantasan Sarang Nyamuk, Larvasidasi dan Fogging Fokus DBD.

Kegiatan fogging focus ini bertujuan memutus rantai penularan dengan membunuh nyamuk dewasa yang sudah mengandung virus dengue dengan radius ± 200 meter dari rumah penderita. Tetapi kegiatan fogging ini bukan merupakan solusi utama untuk pencegahan DBD selain itu fogging tersebut harus dilakukan oleh tenaga khusus dan terampil karena obat (insektisida) yang digunakan mempunyai efek samping berbahaya bagi lingkungan dan orang yang melaksanakannya serta terjadinya resistensi terhadap nyamuk itu sendiri.

III. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari dilaksanakannya Fogging Fokus DBD adalah untuk memutus rantai penularan nyamuk dewasa yang diidentifikasi membawa virus dengue di sekitar rumah penderita DBD

2. Tujuan Khusus

a. Dilaksanakanya kegiatan Fogging Fokus di lingkungan pasien penderita DBD dengan berkoordinasi dengan pihak kelurhan dan RT/RW setempat

b. Menghimbau masyarakat agar melaksanakan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk melalui kegiatan 3 M PLUS, dan larvasidasi, untuk membunuh jentik nyamuk

(14)

IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

Melaksanakan kegiatan Fogging Fokus DBD di radius ± 100 m sekitar rumah tinggal penderita DBD setelah melalui tahapan Penyelidikan Epidemiologi sebelumnya

V. CARA MELASANAKAN KEGIATAN

1. Petugas P2 Puskesmas Yosomulyo, menerima laporan kasus DBD dari warga masyarakat, atau dari Surveilans Dinas Kesehatan

2. Dilaksanakan Penyelidikan Epidemiologis DBD di lokasi penderita

3. Setelah mendapatkan PE (+) maka dilakukan koordinasi dengan RT /RW setempat bahwa ada kasus DBD dengan hasil PE + dan akan dilaksanakan Fogging Fokus di radius ± 200 m dari rumah pasien

4. Jika hasil PE (-) maka dilakukan penyuluhan kepada keluarga pasien dan masyarakat sekitar untuk dilakukan bersih – bersih lingkungan (PSN dengan 3 M plus) dan larvasidasi

VI. SASARAN

Lingkungan di radius ± 200 m dari rumah penderita DBD dengan hasil PE( + )

VII. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN INSIDENTIL ( Sesuai dengan kejadian kasus )

VIII. RENCANA PEMBIAYAAN

Sumber dana dibebankan pada dana APBD Program P2 DBD Dinas Kesehatan Kota Metro Tahun 2016 Dan Dana BOK Puskesmas Yosomulyo.

IX. EVALUASI PELAKSANAAN

1. Pelaksana kegiatan adalah pelaksana Upaya

2. Pelaporan dibuat setelah kegiatan selesai dilaksanakan dan laporan ditunjukan kepada kepala puskesmas

X. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN

Pencatatan dibuat dalam bentuk laporan tertulis dan harus diserahkan dalam kurun waktu 1 bulan setelah kegiatan selesai

Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

Hendarto, SKM, MKes NIP. 19770114 199602 1 004

(15)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Untuk di Indonesia, penelitian Darmadi (2011) menunjukkan bahwa pada tahun 2010 Bank Syariah Mandiri dan Muamalat memiliki pelaporan tata kelola yang lebih baik dari

20 Kejahatan adalah suatu perbuatan sengaja atau pengabaian dalam melanggar hukum pidana ( hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan yuridis

2) A57DKUKM Setiap kali selepas solat, aku akan menangis memohon ampun atas dosa yang akan kuulangi lagi! Terasa kejinya diriku ini!! Di kampus aku tetap

(b) Mendapat sekurang-kurangnya lulus Gred E dan mempunyai Sijil Bahasa Arab dari institusi pendidikan yang diiktiraf; (untuk permohonan melalui Pusat Kembangan Pendidikan UKM

Jaringan Irigasi Rehabilitasi / Pemeliharaan Bantaran dan Tanggul Sungai Rehabilitasi / Pemeliharaan Bantaran dan Tanggul Sungai Rehabilitasi / Pemeliharaan Bantaran dan Tanggul

7). apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan penertiban

Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas , dua ginjal, yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih, dan