• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaat Citra Satelit Landsat Untuk Menduga Perubahan Suhu Akibat Perubahan Tututpan Lahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaat Citra Satelit Landsat Untuk Menduga Perubahan Suhu Akibat Perubahan Tututpan Lahan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Akhir Praktikum Meteorologi Satelit

PEMANFAATAN DATA CITRA LANDSAT UNTUK MENDUGA

PERUBAHAN SUHU UDARA KOTA BOGOR AKIBAT PERUBAHAN

TUTUPAN LAHAN

Disusun oleh:

Aliffa Azhari Aprillia

G24120035

Kelompok 4

Asisten

Priyo Dwi Utomo

G24110040

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiasi matahari adalah proses pemancaran energi gelombang elektromagnetik tanpa melalui medium. Radiasi matahari merupakan sumber energi utama untuk terjadinya proses fisika atmosfer sehingga radiasi matahari akan menentukan cuaca dan iklim. Radiasi matahari merupakan sumber energi utamauntuk terjadinya proses fisika atmosfer sehingga radiasimatahari akan menentukan cuaca dan iklim. Radiasi matahari yang masuk ke permukaan bumi mengalami pemantulan (reflection), serapan oleh atmosfer (absorption), dan pemancaran (scattering). Besarnya pemantulan dan penyerapan radiasi matahari menentukan besar kecilnya suhu udara yang ada di bumi.

Pemantulan dan penyerapan radiasi matahari dipengaruhi oleh tutupan lahan pada bumi. Tutupan lahan vegetasi akan lebih besar menyerap radiasi matahari karena banyaknya tanaman, sedangkan pada laha terbangun lebih besar untuk memantulkan radias maahari karena sifat dari bangunan yaitu memantulkan. Karena lahan terbangun atau bangun lebih besar untuk memantulkan radiasi gelombang, maka gelombang panjang dari bumi ke atmosfer akan semakin besar sehingga menyebabkan suhu udara yang meningkat.

Telah diketahui bahwa peningkatan suhu udara dari tahun ke tahun disebabkan karena adanya perubahan tata guna lahan yang ada di bumi. Seiring berjalannya waktu, wilayah vegetasi mengalami penurunan dan digantikan dengan meningkatknya lahan terbangun atau bangunan-bangunan karena adanya peningkatan populasi di dunia. Perubahan wilayah vegetasi menjadi lahan terbangun memiliki hubungan erat dengan peningkatan suhu udara yang terjadi. Dalam melihat hubungan antar perubahan tutupan lahan dengan suhu udara dapat dilihat dengan menggunakan pengolahan citra satelit landsat, khususnya landsat TM (landsat 7) dengan landsat 8.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

a. Mengetahui perubahan suhu udara di Kota Bogor pada tahun 2001 dan 2014 b. Mengetahui faktor penyebab perubahan suhu udara di Kota Bogor

1.3 Tinjauan Pustaka

Pada dasarnya pengukuran besaran cuaca (parameter cuaca) dari satelit dilakukan dengan mendeteksi energi gelombang elektromagnetik yang berasal dari obyek pengamatannya yaitu dari atmosfer sampai permukaan bumi. Pendeteksian energi dilakukan oleh sistem pengindera (sensor) tanpa melakukan sentuhan langsung ke obyeknya dikenal dengan penginderaan jauh (remote sensing/teledetection) (Anderson, 1974 dalam Jurnal LAPAN).

Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106°48’ BT dan 6°26’LS. Kota Bogor memiliki rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Kondisi iklim di Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 26°C dengan suhu terendah 21,8°C dan suhu tertinggi 30,4°C. Kota Bogor memiliki kelembaban udara 70% dan memiliki curah hujan tahun sekitar 3.500-4.000 mm

(3)

dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan, kemudian secara administratif Kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan, dan 37 desa. Dalam mengolah data, digunakan citra satelit. Citra satelit adalah citra dari hasil penginderaan suatu jenis satelit tertentu. Citra satelit memiiki panjang gelombang yang berbeda-beda. Macam-macam citra satelit antara lain yaitu Landsat 7ETM+, IKONOS, QUICKBIRD, Landsat 8, dan lain-lain. Untuk memperoleh data yang diinginkan daam praktikum, digunakan Landsat 7ETM+ dan Landsat 8.

Tabel 1. Table saluran citra Landsat 7 dan kegunaannya Band Gelombang (μm) Panjang Kegunaan

1 0.45-0.52

Digunakan untuk penetrasi tubuh air, analisis

penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi, dan pembedaan vegetasi dan lahan.

2 0.52-0.60

Digunakan untuk pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan dilakukan untuk membedakan jenis vegetasi dan membedakan tanaman sehat terhada tanaman yang tidak sehat.

3 0.63-0.69 Digunakan untuk membedakan jenis vegetasi. Band ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil. 4 0.76-0.90

Band ini peka terhadap biomassa vegetasi, untuk identifikasi jenis tanaman, dan untuk memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. 5 1.55-1.75 Digunakan untuk pemedaan jenis tanaman, kandungan

air pada tanaman, dan kondisi kelembaban tanah. 6 2.08-2.35 Digunakana untuk membedakan formasi batuan dan

untuk pemetaan hdrotermal. 7 10.40-12.50

Digunakan untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pembedaan kelembaban tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala thermal.

8 Pankromatik Digunakan dalam studi kota, penajaman batas linier, dan analisis tata ruang.

Klasifikasi citra merupakan proses pengelompokkan pixel pada suatu citra kedalam sejumlah class (kelas), sehingga setiap kelas dapat menggambarkan suatu entitas dengan ciri-ciri tertentu. Tujua utama klasifikasi citra pengideraan jauh untuk menghasilkan peta tematik, dimana suatu warna memiliki suatu objek tertentu. Contoh objek yang berkaitan dengan perumukaan bumi antara lain air, hutan, sawah, kota, jalan, dan lain-lain. Prosedur klasifikasi citra bertujuan untuk melakukan kategorisasi secara otomatis dari semua pixel citra ke dalam kelas penutupan lahan atau semua tema tertentu (Indarto dan Arif Faisol 2009).

Albedo merupakan nisbah perbandingan dari radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang ke permukaan. Nilai albedo memiliki korelasi positif dengan suhu udara. Nilai albedo tinggi terdapat pada

(4)

Ta

daerah yang memiliki suhu tinggi dan albedo rendah terdapat pada daerah yang memiliki suhu udara rendah. Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut untuk memindahkan (transfer) panas ke benda-benda lain atau menerima panas dari benda-benda lain tersebut. Dalam sistem benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi (Purba 2010). Nilai suhu udara dan albedo rendah ditemui pada wilayah vegetasi sedangkan nilai suhu udara dan albedo tinggi ditemui pada wilayah perkotaan atau lahan terbangun. Hal ini disebabkan karena wilayah vegetasi menyrerap radiasi matahari yang masuk sedangkan pada lahan terbangun atau perkotaan sukar menyerap radiasi matahari sehingga bangunan memantulkan ke atmosfer sehingga suhu udara menjadi tinggi (Lely Q.A 2010).

1.4 Metodologi

1.4.1 Alat dan Bahan

 Software Er Mapper 7.1  Software ArcGIS  Laptop

 Peta wilayah Kota Bogor 1.4.2 Prosedur Analisis Data

Gambar 1 Diagram alir pengolahan citra

Citra Landsat 7 dan Landsat 8

Band 542 : Landsat 7 Band 653 : Landsat 8 Klasifikasi Lahan Band 321 : Landsat 7 Band 432 : Landsat 8 Band 6 : Landsat 7 Band 10 & 11 : Landsat 8

Spectral

Tb

Ts

Analisis hubungan klasifikasi lahan dengan Suhu

G H

(5)

Rumus Neraca Energi: Keterangan :

Rn = Radiasi netto (Wm-2)

H = Fluks panas terasa (sensible heat flux) (Wm-2) λE = Fluks panas laten(latent heat flux) (Wm-2

) G = Fluks panas tanah (soil heat flux) (Wm-2) Rumus Suhu Permukaan:

Keterangan :

Ts = Suhu permukaan yang terkoreksi (K) TB = Suhu kecerahan (K)

λ = Panjang gelombang radiasi emisi (11.5 μm) 𝛿 = hc/ σ (1.438 x 10-2 mK)

h = Konstanta Planck (6.26x10-34 J sec) c = Kecepatan cahaya (2.998 x 108 m sec-1) σ = Konstanta Stefan Boltzman (1.38 x 10-23 JK-1)

ε = Emisivitas (nilai emisivitas untuk lahan non vegetasi yaitu sekitar 0.92, untuk lahan vegetasi sekitar 0.95, dan nilai emisivitas untuk air sekitar 0.98).

Rumus Suhu Udara:

Keterangan :

Ta = suhu udara (K) Ts = suhu permukaan (K)

H = fluks pemanasan udara (Wm-2) r aH = tahanan aerodinamik (sm-1)

𝜌 = kerapatan udara lembab ( 1,27 Kgm-3)

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara geografis Kota Bogor terletak diantara 106°48’ BT dan 6°26’ LS. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Kondisi iklim di Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 26°C dengan suhu terendah 21,8°C dan suhu tertingi mencapai 30,4°C. Kota Bogor memiliki kelembaban udara sebesar 70, curah hujan setiap tahun sekitar 3.500-4.000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha (Pemerintah Kota Bogor).

Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat celcius (°C). Faktor yang mempengaruhi suhu adalah jumlah radiasi yang diterima, pengaruh daratan dan lautan, pengaruh ketinggian tempat, pengaruh angin secara tidak langsung, pengaruh panas laten, penutupan lahan, tipe lahan, dan pengaruh sudut datang sinar matahari (Ainy, 2012). Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut untuk memindahkan (transfer) panas ke benda-benda lain atau menerima panas dari benda-benda lain tersebut. Dalam sistem benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi (Purba 2010).

Gambar 2 Klasifikasi lahan Kota Bogor tahun 2001

Gambar 2 merupakan gambar klasifikasi lahan Kota Bogor tahun 2001 menggunakan landsat 7. Warna merah menunjukkan lahan terbangun, warna biru menunjukkan badan air, dan warna hijau menunjukkan wilayah vegetasi. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa wilayah vegetasi masih mendominasi Kota Bogor sedangkan wilayah lahan terbangun masih tidak terlalu padat

(7)

Gambar 3 merupakan klasifikasi lahan Kota Bogor tahun 2014 menggunakan landsat 8. Pada gambar tersebut, warna merah menunjukkan lahan terbangun, hijau adalah vegetasi, dan biiru merupakan badan air. Berdasarkan gambar tesebut dapat dilihat bahwa lahan terbangun atau bangunan di Kota Bogor sudah cukup tinggi dan vegetasi yang ada disana hanya sedikit.

Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat terjadi perubahan tutupan lahan, dari wilayah vegetasi menjadi lahan terbangun karena gambar tersebut menunjukkan meningkatnya wilayah lahan terbangun dan menurunnya vegetasi. Prubahan tutupan lahan ini dapat menyebabkan peruahan iklim dan unsur cuaca, contohnya perubahan suh udara di wilayah Kota Bogor.

Gambar 4 Sebaran dan grafik albedo Kota Bogor tahun 2001

Gambar 4 merupakan gambar sebaran albedo di Kota Bogor tahun 2001. Berdasarkan gambar tersebut dapat dlihat nilai albedo Kota Bogor tahun 2001 memiliki rentang dari 0.07889-0.28534. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai albedo rendah berada pada wilayah vegetasi, sedangkan albedo yang lebih tinggi ditunjukkan di wilayah lahan terbangun, hal ini dapat disesuaikan dengan peta klasifikasi lahan tahun 2001.

(8)

Gambar 5 merupakan sebaran dan grafik albedo Kota Bogor tahun 2014. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai albedo kota Bogor berada pada rentang 0.049772-0.556108. Pada gambar tersebut dapat dilihat nilai albedo pada lahan terbangun lebih tinggi dibandingkan pada wilayah vegetasi, hal ini dapat disesuaikan dengan peta klasifikasi lahan tahu 2014.

Berdasarkan gambar 4 dan 5, dapat dilihat bahwa nilai albedo pada Kota Bogor memiliki peningkatan dari tahun 2001 ke 2014, yaitu dari 0.28534 ke 0.556108. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perybahan nilai albedo, contohnya perubahan tutupan lahan. Dari kedua gambar tersebut, nilai albedo yang lebih tinggi berada pada wiayah lahan terbangun, sedangkan wilayah vegetasi memiliki nilai albedo yang lebih rendah.

Gambar 6 Sebaran dan grafik suhu udara (Ta) Kota Bogor tahun 2001

Gambar 6 merupakan sebaran dan grafik suhu udara Kota Bogor tahun 2001 menggunakan citra Landsat TM (Landsat 7). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu udara Kota Bogor memiliki suhu terendah yaitu 12.7629°C dan suhu tertinggi yaitu 24.7358°C.

(9)

Gambar 7 merupakan sebaran dan grafik suhu udara Kota Bogor tahun 2014 menggunakan Landsat 8. Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa suhu udara Kota Bogor memiliki suhu terendah yaitu 12.346°C dan suhu tertinggi yaitu 26.3112°C.

Gambar 6 dan 7 memiliki perbedaan suhu udara dimana gambar 6 masih memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan gambar 7. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan suhu yang cukup besar dalam kurun waktu 13 tahun di Kota Bogor. Tahun 2001 memiliki suhu tertinggi sebesr 24.7359°C sedangkan pada tahun 2014 memiliki suhu tertinggi sebesar 26.3112°C. Kota Bogor memiliki peningkatan suhu udara sebesar ±2°C. Faktor yang mungkin mempengaruhi peningkatan suhu yang terjadi di Kota Bogor karena adanya perubahan penutupan lahan yang dapaat dilihat dari gambar 1 dan 2. Banyaknya lahan terbangun atau bangunan padat di wilayah Bogor yang bersifat tidak menyerap panas radiasi matahari. Panas radiasi matahari banyak yang dipantulkan permukaan dan bangunan-bangunan padat ke arah permukaan bumi yang menyebabkan udara menjadi panas sehingga albedo pada lahan terbangun tinggi. Lahan terbangun memiliki albedo yang lebih tinggi dibandingkan vegetasi, hal ini ditunjukkan pada gambar 5 dan 6, dimana warna biru pekat terdapat pada wilayah lahan terbangun. Albedo pada tahun 2001 dan 2014 memiliki perbedaan, yaitu albedo pada tahun 2014 lebih tinggi dan pada kedua tahun tersebut nilai albedo pada lahan terbangun lebih tinggi dibanding vegetasi. Albedo pada suhu udara rendah terkait dengan area terbuka dan vegetasi hijau karena dengan adanya vegetasi maka radiasi matahari yang masuk kemudian akan diserap oleh tanaman. Hal ini didukung penelitian tentang nilai albedo dan suhu udara yang dilakukan di Semiarid Sahara, pada September 1981-Oktober 1982 oleh Vukovich pada Jurnal LAPAN yang menyatakan bahwa dalam penelitian tersebut diperoleh korelasi yang sangat positif antara nilai albedo dan suhu udara seperti daerah-daerah dengan albedo tinggi adalah daerah dengan temperatur udara tinggi dan sebaliknya.

Citra satelit yang digunakan dalam megolah data suhu udara pada tahun 2001 dan 2014 di Kota Bogor berbeda. Pada tahun 2001 digunakan citra satelit Landsat 7 sedangkan pada tahun 2014 digunakan citra satelit landsat 8. Adanya perbedaan penggunaan citra satelit karena ketersediaan data pada tahun 2001 yaitu hanya landsat 7, sdangkan pada tahun 2014 data yang tersedia dari landsat 8. Dalam mengolah dan membandingkan kedua data, tidak dilakukan normalisasi sehingga terdapat error pada hasil yang diperoleh, mungkin lebih tinggi atau lebih rendah dari yang seharusnya.

KESIMPULAN

Suhu udara di Kota Bogor memiliki perubahan dari tahun 2001 ke 2014. Pada tahun 2001, suhu udara tertinggi di Kota Bogor yaitu 24.7°C sedangkanpada tahun 2014 memiliki suhu tertinggi 26.3°C. Hal ini disebabkan karena adanya tutupan lahan di Kota Bogor dari tahun 2001 ke 2014 dimana perubahan wilayah vegetasi menjadi lahan terbangun. Perubahan tutupan lahan tersebut meningkatkan suhu udara di Kota Bogor karena vegetasi lebih banyak menyerap panas sedangkan wialayh lahan terbangun tidak dapat menyerap panas sehinggal bangunan memantulkan radiasi ke atmosfer yang menyebabkan suhu udara meningkat.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

.

Ainy, Cherish Nurul. 2012. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bogor [skripsi]. Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB.

Anderson, R.K 1974. Application of Meteorolgical Satellite Data in Analysis and Forecasting. ESSA Technical Report NESC 51, Washington DC, hal.51-57. Indarto dan Arif Faisol. 2009. Identifikasi dan Klasifikasi Peruntukan Lahan

Menggunakan Citra ASTER. Media Teknik Sipil. Vol.9, Januari 2009 : ISSN 1412-0976.

Purba, CY. 2010. Analisis Spasial Hubungan Penggunaan Lahan dengan Suhu Udara di Kota Medan [skripsi]. Universitas Sumatera Utara.

Q.A, Lely, Teguh H, Rukmi H, Juniarti V, dan Dadang S. 2010. Kontribusi Indeks Vegetasi dan Albedo Terhadap Temperatur Udara Permukaan di Wilayah Indonesia Barat dan Tengah Berdasarkan Data Satelit NOAA. Jurnal Ilmiah LAPAN. Vol.3, No.1.

Vukovich, Fred M. Toll, David L. Murphy, dan Robert E. 1987. Surface Temperature and Albedo Frm NOAA-7 Satellite Data. Remote Sensing of Environment. Vol.22, Hal.143.

(11)

LAMPIRAN

Gambar 8 Peta Klasifikasi Lahan Kota Bogor Tahun 2001

(12)

Gambar 10 Peta Sebara Suhu Udara Kota Bogor Tahun 2001

Gambar

Tabel 1.  Table saluran citra Landsat 7 dan kegunaannya
Gambar 1 Diagram alir pengolahan citra
Gambar 2  Klasifikasi lahan Kota Bogor tahun 2001
Gambar 4  Sebaran dan grafik albedo Kota Bogor tahun 2001
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari jumlah lahan yang berubah, CA deterministik menunjukan nilai yang berubahdari lahan terbangun menjadi lahan terbangun sebesar 145.350 piksel sedangkan CA

Perubahan penutup lahan berdasarkan hasil analisis citra satelit di Kabupaten Wonosobo pada periode waktu tahun 2006 ke 2012 adalah berkurangnya luas hutan lahan

Jika pada lereng yang tinggi dengan penggunaan lahan terbuka, limpasan menjadi tinggi karena air akan lebih cepat mengalir ke permukaan yang lebih rendah sehingga proses

Berdasarkan gambar 4.16 dapat dilihat bahwa Sub DAS Greges merupakan daerah rawan genangan yang ditunjukkan dengan nilai debit limpasan yang relatif tinggi di bulan basah..

Dilihat dari jumlah lahan yang berubah, CA deterministik menunjukan nilai yang berubahdari lahan terbangun menjadi lahan terbangun sebesar 145.350 piksel sedangkan CA

Jika pada lereng yang tinggi dengan penggunaan lahan terbuka, limpasan menjadi tinggi karena air akan lebih cepat mengalir ke permukaan yang lebih rendah sehingga proses

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Raharjo pada tahun 2010 dengan judul “Penggunaan Data Penginderaan Jauh dalam Analisis Bentukan Lahan Asal Proses Fluvial di Wilayah

Distribusi spasial NDVI menunjukkan pola yang bervariasi selama 5 tahun seperti ditunjukkan pada Gambar 4, distribusi spasial vegetasi di wilayah pesisir selatan tahun 2002 sampai tahun