• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Petrokimia - Makalah Petrokimia Linear Alkylbenzene Sulfonate LABS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proses Petrokimia - Makalah Petrokimia Linear Alkylbenzene Sulfonate LABS"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PETROKIMIA

LABS (Linear Alkylbenzene Sulfonate)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2016

Disusun Oleh:

Kelompok 8

Rayhan Hafidz Ibrahim

1106070943

Rionelli Ghaudenson

1106070981

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karuniaNya, penulis akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang bertema “LABS (Linear Alkylbenzene Sulfonate)” dengan tepat waktu dan tanpa hambatan yang berarti.

Linear Alkylbenzene Sulfonate dengan rumus C12H25C6H4-SO3Na adalah

suatu senyawa yang dihasilkan dengan mereaksikan antara Linear Alkylbenzene (C12H25C6H5) dan oleum (H2SO4.SO3) di dalam reaktor. Linear Alkylbenzene Sulfonate dalam bidang industri banyak digunakan sebagai bahan aktif pembuatan deterjen sintetis, selain itu juga banyak digunakan sebagai bahan baku pembuat bahan pembersih seperti pembersih lantai, peralatan rumah tangga yang memakai bahan kimia ini

Makalah ini tentunya juga tidak akan terselesaikan dengan tepat waktu tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan kali ini penulis juga akan megucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung memberikan kontribusi terhadap penyusunan makalah ini, yaitu:

1. Orang tua yang telah me[mberikan semangat, doa, serta dukungan materi maupun spiritual.

2. Bapak Ir. Yuliusmanselaku dosen Proses Petrokimia yang telah memberikan saran dan bimbingan sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik.

3. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Penulis sadar kalau makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, dengan demikian tim penulis sangat berharap adanya saran dan kritik yang membangun, agar pada nantinya penyusunan makalah selanjutnya akan semakin baik.

Depok, 13 Mei 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penulisan ... 2 1.3. Metode Penulisan ... 2

BAB II. LABS DAN KEBUTUHAN ... 1

2.1. LABS dan Sejarah Perkembangannya ... 1

2.2. Sifat Fisika dan Kimia LABS ... 2

2.3. Produksi dan Kebutuhan LABS Dunia ... 2

2.4. Produksi dan Kebutuhan LABS Indonesia ... 5

2.5. Industri LABS di Indonesia ... 6

BAB III. PROSES PEMBENTUKAN LABS ... 10

3.1. Sifat-Sifat Bahan Baku ... 10

3.2. Proses Pembentukan LABS ... 12

3.2.1. Produksi Linear Alkil Benzene (LAB) ... 12

3.2.2. Produksi Linear Alkil Benzene Sulfonate (LABS) ... 18

3.3. Dampak lingkungan LABS dan Penanganan Limbah ... 27

BAB IV. PENUTUP ... 30

4.1. Kesimpulan ... 30

4.2. Saran ... 30

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Perusahaan Dunia Penghasil LABS... 3

Gambar 2.2. Produksi LAB Dunia Tahun 2007 ... 4

Gambar 2.3. Konsumsi LABS Dunia Tahun 2008 dan 2011 per Regional ... 4

Gambar 2.4. Proyeksi Konsumsi LABS Dunia Tahun 2015 ... 5

Gambar 2.5. Company Profile PT Unggul Indah Cahaya ... 7

Gambar 2.6. Spesifikasi Produk LAB PT Unggul Indah Cahaya ... 8

Gambar 2.7. Logo PT Sinar Anjtol ... 9

Gambar 3.1. Struktur Linear Alkil Benzene (LAB) ... 12

Gambar 3.2. Struktur Linear Alkil Benzene Sulfonate (LABS) ... 12

Gambar 3.3. Skema Proses Produksi Melalui Reaksi Alkilasi Benzene ... 14

Gambar 3.4. Skema Pembentukan LAB Melalui Proses Detal ... 13

Gambar 3.5.Proses Alumunium Klorida ... 16

Gambar 3.6. Proses Hidrogen Klorida ... 16

Gambar 3.7. BFD global unit LAB production ... 17

Gambar 3.8. Skema Pembentukan LABS dari LAB ... 20

Gambar 3.9. Mekanisme Reaksi LAB-SO3 ... 20

Gambar 3.10. Reaksi Sulfonasi dari Produk Samping LAB ... 21

Gambar 3.11. Block Flow Diagram Pembentukan LABS ... 24

Gambar 3.12. Unit Produksi SO3 ... 26

Gambar 3.13. Reaktor Sulfonasi Film-Jatuh ... 27

Gambar 3.14. Unit Sulfonasi ... 27

Gambar 3.15. Produksi LAS dari produksi SO3 ... 28

Gambar 3.16. Unit Neralisasi LAS ... 29

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Sifat Fisika LABS ... 4

Tabel 2.2 Pe.rkembangan Produksi Industri LABS di Indonesia ... 6

Tabel 2.3.Perkembangan Konsumsi LABS Indonesia ... 6

Tabel 3.1. Sifat Fisika LAB... 12

Tabel 3.2. Sifat Fisika Oleum ... 12

Tabel 3.3. Sifat Fisika NaOH ... 13

Tabel 3.5.Karakteristik LAB vs Proses Alkilasi ... 17

Tabel 3.6. Sifat dari LAB C-12 Komersial ... 17

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan sumber daya alam dan manusia. Sumber daya alam Indonesia terbentang luas dari Sabang hingga Merauke dengan luas kepulauan dan laut yang mencapai 5.180.053 km2. Dengan luas negara Indonesia yang sangat besar, tentunya terdapat sumber daya alam yang banyak pula. Salah satu contoh sumber daya alam Indonesia adalah minyak bumi.

Minyak bumi tidak hanya diolah untuk menjadi bahan bakar untuk mesin, tetapi minyak bumi dapat diolah menjadi petrokimia. Petrokimia adalah bahan kimia apapun yang diperoleh dari bahan bakar fosil atau minyak bumi termasuk bahan bakar fosil yang telah dipurifikasi seperti metana, propana, dan lain-lain. Industri Petrokimia adalah industri yang berkembang berdasarkan suatu pola yang mengkaitkan suatu produk-produk industri minyak bumi yang tersedia dengan kebutuhan masyarakat akan bahan kimia atau bahan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari.

Perkembangan industri petrokimia di Indonesia diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pembangunan industri juga ditujukan untuk memperkokoh struktur ekonomi nasional dengan keterkaitan yang kuat dan saling mendukung antar sektor, meningkatkan daya tahan perekonomian nasional, dan mendorong berkembangnya kegiatan berbagai sektor pembangunan lainnya.

Dalam pembangunan, sektor industri berperan sangat strategis karena merupakan motor penggerak pembangunan. Sektor ini diharapkan dapat menjadi penyerap tenaga kerja terbesar, penghasil devisa, dan sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini dapat dicapai jika kita menyadari peluang dan tantangan dalam liberalisasi perdagangan dunia dan kemampuan kita untuk mengatasi hambatan dalam pembangunan sektor industri. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka usaha yang dapat dilakukan yaitu mengurangi impor

(7)

bahan-bahan kimia dan memacu peningkatan pemanfaatan bahan-bahan baku industri dalam negeri.

Salah satu contoh produk petrokimia yang sangat populer di Indonesia maupun dunia adalah detergen. Detergen merupakan surfaktan yang sangat luas penggunaannya, baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Akhir-akhir ini, produksi detergen meningkat menjadi sekitar 7 juta ton per tahun. Jenis surfaktan yang paling banyak digunakan dalam detergen adalah tipe anionik dalam bentuk sulfonat (SO3-). Berdasarkan rumus kimianya, detergen golongan

sulfonat dibedakan menjadi dua jenis yaitu jenis rantai bercabang seperti Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) dan jenis rantai lurus Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS).

Linear Alkylbenzene Sulfonate dengan rumus C12H25C6H4-SO3Na adalah

senyawa yang dihasilkan dengan mereaksikan Linear Alkylbenzene (C12H25C6H5)

dan oleum (H2SO4.SO3) di dalam reaktor. Linear Alkylbenzene Sulfonate dalam

bidang industri banyak digunakan sebagai bahan aktif pembuatan deterjen sintetis dan sebagai bahan baku pembuat bahan pembersih seperti pembersih lantai.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini antara lai

 Memenuhi parameter tugas mata kuliah Proses Petrokimia

 Menambah ilmu mengenai Industri Petrokimia

 Mengetahui lebih lanjut mengenai LABS mulai dari proses, produksi, ketersediaan, produsen, dan lain-lain.

1.3. Metode Penulisan

Penyusunan makalah maupun materi presentasi ini menggunakan studi literatur yang berbasis elektronik dengan media internet. Pencarian properti zat dengan membuka situs-situs khusus senyawa tersebut dan juga menggali informasi dari laporan-laporan ilmiah yang terpublikasi serta data-data statistik dari pemerintah.

(8)

BAB II

LABS DAN KEBUTUHAN

2.1. LABS dan Sejarah Perkembangannya

Dahulu kala, sabun dan air merupakan satu-satunya pembersih yang ada. Sabun memenuhi kebutuhan masyarakat selama bertahun-tahun dengan baik. Sabun digunakan sebagai surfaktan anionik universal pada rumah binatu maupun sebagai detergen dirumah tangga hingga tahun 1940-an. Suatu waktu, terdapat kesulitan dengan persediaan minyak dan lemak alami (nabati dan hewani) yang merupakan bahan dasar pembuatan sabun. Selama masa Perang Dunia I dan II, dilakukan penelitian untuk mencari alternatif lain dengan cukup gencar. Ilmuwan dari Jerman pertama kali membuat detergen pada masa Perang Dunia II. Produk detergen ini terdiri dari surfaktan yang merupakan branched-chain alkylbenzene sulfonates (BABS/ABS). Surfaktan adalah bahan aktif yang dapat menurunkan tegangan permukaan yang dibuat secara sintesis dari bahan petrokimia. Perkembangan ini dipicu oleh kebutuhan untuk menghasilkan surfaktan dengan performa lebih baik jika digunakan pada air dengan kandungan kapur yang tinggi. Pergantian dari sabun ke surfaktan berbasis petrokimia mulai marak dilakukan pada tahun 1950.

Seperti sabun, detergen dapat mengikat mineral-mineral pada air. Namun, mikroba tidak dapat menguraikan deterjen dengan tipe branched-chain alkylbenzene sulfonates, hal ini dapat menyebabkan pencemaran air di sungaidan lingkungan disekitarnya. Posisi produk ini mulai digantikan oleh Dodecyl Benzene Sulfonate (DDBS/ABS) yang meskipun sudah bersifat biodegradable, proses penguraiannya masih tergolong lambat dan sukar didegradasi oleh mikroba di alam yang menyebabkan pencemaran limbah di lingkungan.

Perkembangan dan permasalahan yang ada memicu munculnya surfaktan yang lebih baik dari segi ekonomis dan lebih ramah terhadap lingkungan sehingga memunculkan penemuan straight-chain alkylbenzene sulfonates atau linear alkylbenzene sulfonates (LABS). LABS dengan struktur lurusnya lebih ramah terhadap lingkungan. LABS pertama kali dikomersialkan pada awal tahun 1960.

(9)

Seiring berkembangnya industri ini, LABS telah menghasilkan kemajuan yang lebih baik terhadap mutu produksi dan keselamatan lingkungan

2.2. Sifat Fisika dan Kimia LABS

Sebagai produk petrokimia, LABS tentunya mempunyai sifat fisika dan sifat kimia yang berpengaruh akan penggunaan LABS di dalam rumah tangga atau kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan mengenai sifat fisika dari LABS:

Table 2.1. Sifat Fisika LABS

Rumus Molekul C12H25C6H4SO3Na

Berat Molekul 348 g/mol

Titik Didih 637OC

Titik Leleh 277OC

Densitas 1198,4 kg/m3

Wujud Cair

Kapasitas Panas 0,6 Kkal/kg.K

Warna Bening

Viskositas 23,87 Cp

(Source: Ratna, dkk, http://www.chem-is-try.org/diakses pada 19 Maret 2014 Pukul 11.57) Berat molekul dari LABS yang cukup besar membuat titik didih LABS menjadi sangat tinggi. Hal ini sangat baik karena terkadang LABS digunakan dengan air pada suhu tinggi dalam penggunaanya sebagai deterjen. Selain itu, LABS juga mempunyai beberapa sifat kimia antara lain larut dalam air dan bersifat sebagai surfaktan.

2.3. Produksi dan Kebutuhan LABS Dunia

Kebutuhan LABS di dunia sangat besar mengingat fungsinya sebagai pembersih universal seperti detergen, sabun mandi, dan lain-lain. Berikut ini adalah perusahaan-perusahaan dunia yang berproduksi menghasilkan LAB:

(10)

Gambar 2.1. Perusahaan Dunia Penghasil LABS

(Sumber: ICIS Plants & Project)

LAB adalah bahan dasar yang merupakan produk antara dari suatu proses petrokimia. Jika dilihat dari banyaknya negara yang memproduksi LAB, dapat disimpulkan bahwa konsumsi total dunia akan LABS juga sangat tinggi. Total kapasitas produksi LAB sebagai bahan baku pembutan LABS dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Total produksi LAB dapat menjadi proyeksi LABS yang dihasilkan didunia. Hal ini karena 98% total produksi LAB digunakan untuk produksi LABS, 2 % lainnya digunakan untuk produksi emulsi polimerisasi, bahan pengering, pelarut tinta, dan industri cat. Pada tahun 2007, total produksi LAB dunia mencapai 3.356 juta ton.

(11)

Berdasarkan diagram lingkaran pada Gambar 2.2, dapat dilihat bahwa kapasitas tertinggi terdapat di Asia sebesar 47%, Eropa Barat 14%, Amerika Utara 13%, Timur Tengah 12%, Amerika Latin 10%, Eropa Timur dan Afrika 2 %.

Berikut ini adalah total konsumsi dari LABS sendiri berdasarkan wilayah nya pada tahun 2008 dan 2011.

Gambar 2.3.Konsumsi LABS Dunia Tahun 2008 dan 2011 per Regional

(Sumber: Anonim, http://chemical.ihs.com diakses pada 20 Maret 2014 pukul 00.05 WIB)

Dari gambar diatas terlihat jelas bahwa lonjakan penggunaan LABS dari tahun 2008 sampai tahun 2011 sangatlah tinggi. Contohnya di Indonesia, pada tahun 2008, konsumsi LABS Indonesia tidak besar. Pada tahun 2011, konsumsi LABS di Indonesia meningkat. Yang menarik dari gambar diatas adalah prediksi untuk penggunaan LABS tertinggi akan menigkat pada negara berkembang. Hal ini dikarenakan negara tersebut masih dalam tahapan berkembang dimana para

Gambar 2.2. Produksi LAB Dunia Tahun 2007

(12)

penduduknya masih ada yang belum mengenal teknologi dan masih menggunakan pembersih tekstil secara tradisional atau tanpa deterjen, sedangkan untuk negara maju dimana teknologi dan informasi telah berkembang dengan pesat, penduduknya sudah lebih paham mengenai penggunaan deterjen.

2.4. Produksi dan Kebutuhan LABS Indonesia

Dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 250 juta penduduk, tentunya akan membuat total konsumsi akan LABS atau deterjen sangatlah banyak atau tinggi.

Gambar 2.4. Proyeksi Konsumsi LABS Dunia Tahun 2015

(Sumber: Anonim, http://chemical.ihs.com diakses pada 20 Maret 2014 pukul 00.17 WIB)

Sekarang ini, deterjen adalah hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari dimana hampir setiap hari masyarakat Indonesia menggunakan deterjen atau LABS sebagai pembersih pakaian. Seiring dengan banyaknya permintaan, tentunya total produksi LABS di Indonesia harus dapat mengimbangi permintaan karena jika produksi tidak mampu mengimbangi permintaan maka pada akhirnya kita akan melakukan import.

(13)

Berikut ini adalah tabel banyaknya produksi LABS:

Tabel 2.2. Perkembangan Produksi Industri LABS di Indonesia

Tahun Volume (Ton)

2000 141.400 2001 193.257 2002 208.500 2003 216.042 2004 231.890 (Sumber: Indochemical, 2002)

Sedangkan untuk jumlah atau total konsumsi LABS di Indonesia yaitu:

Tabel 2.3.Perkembangan Konsumsi LABS Indonesia

Tahun Volume (Ton)

2000 151.478 2001 163.899 2002 169.635 2003 175.753 2004 181.718 (Sumber: Indochemical, 2002)

Dari kedua tabel diatas dapat disimpulkan bahwa total produksi LABS di Indonesia masih cukup sehingga Indonesia bisa menjadi negara pengekspor LABS. Selama Ini Indonesia mengekspor LABS ke Cina dan India.

2.5. Industri LABS di Indonesia

Terdapat dua buah pabrik LAB, yaitu PT Unggul Indah Cahaya Tbk dan PT Sinar Antjol.

PT Unggul Indah Cahaya Tbk

PT Unggul Indah Cahaya Tbk (UIC) berdiri pada tahun 1983 dan mulai beroperasi secara komersial sejak November 1985. UIC didukung oleh teknologi berlisensi dari UOP LLC, Amerika Serikat. Produk utama UIC adalah Alkylbenzene (AB) yang merupakan salah satu bahan baku utama deterjen. UIC adalah produsen tunggal AB di Indonesia dan memproduksi dua jenis AB, yaitu Linear Alkylbenzene (LAB) dan Branched Alkylbenzene (BAB), dengan produk samping Heavy Alkylate (HA) dan Light Alkylate (LA). UIC merupakan

(14)

perusahaan dengan kapasitas produksi terbesar dalam satu lokasi di kawasan Asia Pasifik dan telah berhasil memperkuat posisinya di kawasan tersebut dengan melakukan investasi pada beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang industri sejenis di Indonesia, Vietnam, Singapura, Australia, dan Selandia Baru. PT Unggul Indah Cahaya Tbk memiliki tiga unit pabrik Alkylbenzene yang semuanya berada dalam satu lokasi dengan total kapasitas produksi 270.000 MT per tahun (kombinasi LAB dan BAB). Produsen deterjen di Indonesia merupakan konsumen utama PT Unggul Indah Cahaya Tbk (UIC), dan sebagian produknya diekspor ke berbagai negara seperti Australia, Perancis, Jerman, Jepang, Singapura, Vietnam dan Amerika Serikat.

Gambar 2.5. Company Profile PT Unggul Indah Cahaya

(15)

Berikut ini adalah spesifikasi dari LAB hasil produksi PT Unggul Indah Cahaya.

Gambar 2.6. Spesifikasi Produk LAB PT Unggul Indah Cahaya

(Sumber: Anonim. http://www.uic.co.idm diakses pada 20 Maret 2014 pukul 00.44 WIB

PT Sinar Antjol

Pabrik kedua adalah PT Sinar Antjol. Pabrik ini merupakan pabrik LAB tertua yang ada di Indonesia yaitu dari tahun 1942. Hingga kini, pabrik ini masih beroperasi namun dengan kapasitas yang tidak terlalu besar. PT. Sinar Antjol menawarkan bermacam-macam produk sabun/pembersih untuk memenuhi kebutuhan setiap segmentasi pasar termasuk kebutuhan perorangan. Produk-produk yang ditawarkan meliputi antara lain sabun batangan, pembersih lantai, cairan pembersih untuk peralatan rumah tangga, pembersih cream dan bubuk serta laundry bar.

PT. Sinar Antjol memproduksi Consumer product dan Industrial Product. Produksi yang berupa barang Consumer product mencakup produk sabun batang, pembersih lantai, cairan pembersih tangan, pencuci piring, krim, deterjen bubuk

(16)

dan juga laundry bar. Produksi yang berupa barang Industrial Product antara lain BABS, Glycerine, LABS, Laundry Soap Chips dan Toilet Soap Chips.

Gambar 2.7. Logo PT Sinar Anjtol

(17)

BAB III

PROSES PEMBENTUKAN LABS

Dalam bab ini akan dibahas mengenai bahan baku LABS, skema proses, uraian proses, parameter, reaksi-reaksi yang terkait, dan pengolahan limbah dari LABS itu sendiri.

3.1. Sifat-Sifat Bahan Baku

Berikut ini adalah bahan baku yang digunakan untuk memproduksi LABS:

1. Linear Alkil Benzene (LAB)

Table 3.1. Sifat Fisika LAB

Rumus Molekul C12H25C6H5

Berat Molekul 246,435 kg/kmol

Titik Didih 327,61OC

Titik Leleh 2,78OC

Densitas 855,065 kg/m3

Wujud Cair

Energi Panas 1787,0 KJ/mol

Kapasitas Panas 750,6 Kkal/kmol OC

Viskositas 12 Cp

(Source: Ratna, dkk, http://www.chem-is-try.org/ diakses pada 20 Maret 2014 Pukul 12.26)

Sifat Kimia LAB: • Tidak larut dalam air • Mudah terbakar dan beracun

2. Oleum

Oleum (H2SO4. SO3) merupakan sulfur trioksida (SO3) yang dilarutkan

(18)

Table 3.2. Sifat Fisika Oleum

Rumus Molekul H2SO4.SO3

Berat Molekul 178,14 g/mol

Titik Didih 138OC

Titik Leleh 21OC

Densitas 1930 kg/m3

Wujud Cair

Warna Tidak berwarna

Viskositas 8,7 Cp

(Source: Ratna, dkk, http://www.chem-is-try.org/ diakses pada 20 Maret 2014 Pukul 12.26)

Sifat kimia Oleum :

• Oleumbersifat menarik air dan mudah larut dalam air • Oleumsangat korosif dan mudah meledak

• Bahan pengoksidasi yang sangat kuat

3. NaOH

Table3.3. Sifat Fisika NaOH

Rumus Molekul NaOH

Berat Molekul 40 g/mol

Titik Didih 1390OC

Titik Leleh 323OC

Temperatur Kritis 2546,85OC

Tekanan Kritis 249,998 atm

Kapasitas Panas -36,56 Kkal/kg.OC

Densitas 1090,41 kg/m3

Panas Pembentukan -47,234 Kkal/kmol

Wujud Padat, Kristal higroskopis

Warna Putih

(19)

Sifat Kimia Natrium Hidroksida :

 NaOH merupakan zat berwarna putih dan rapuh dengan cepat dapat mengabsorbsi

uap air dan CO2 dari udara,

 Kristal NaOH berserat membentuk anyaman.

 NaOH mudah larut dalam air, jika kontak dengan udara akan mencair dan jika dibakar akan meleleh.

3.2. Proses Pembentukan LABS

Linear alkil benzene sulfonat (LABS) dihasilkan dari proses sulfonasi linear alkil benzene (LAB). Struktur dari LAB dan LABS diunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 3.1. Struktur Linear Alkil Benzene (LAB)

(Sumber: Adami, Icilio. Production of Linear Alkylbenzene Sulfonate and α-Olefin Sulfonate)

Gambar 3.2.. Struktur Linear Alkil Benzene Sulfonate (LABS)

(Sumber: Adami, Icilio. Production of Linear Alkylbenzene Sulfonate and α-Olefin Sulfonate)

3.2.1. Produksi Linear Alkil Benzene (LAB)

Saat ini, LAB diproduksi melalui reaksi alkilasi benzene dengan katalis Lewis-type acid seperti AlCl3, HF, dan Detal. Proses pembentukan LAB melalui

reaksi alkilasi benzene dengan katalis AlCl3, HF, dan Detal ditunjukkan pada

(20)

Gambar 3.3.8. Skema Proses Produksi Melalui Reaksi Alkilasi Benzene dengan

Berbagai Katalis

(Sumber: Adami, Icilio. Production of Linear Alkylbenzene Sulfonate and α-Olefin Sulfonate.)

Saat ini, produksi LAB umumnya dilakukan melalui proses DETAL yang merupakan proses terbaru dan paling banyak digunakan. Sebelumnya, proses dengan katalis HF adalah yang paling banyak digunakan. Namun, pelepasan HF ke lingkungan sangat beresiko karena sifat HF yang mudah menguap dan beracun.

Proses Pembentukan LAB melalui Proses DETAL

Gambar 3.4.Skema Pembentukan LAB Melalui Proses Detal

(21)

Tahapan proses pembentukan LAB melalui proses DETAL yaitu:

1. Parafin didistilasi crude oil menjadi olefin melalui proses dehidrogenasi di dalam reaktor PACOL menggunakan katalis Platinum.

2. Olefin melalui tahap pemurnian untuk menghasilkan olefin sesuai dengan kriteria pembuatan LAB.

3. Benzene dan olefin bereaksi di dalam reaktor DETAL menghasilkan LAB dan HAB (High alkyl benzene) dengan sistem katalis padatan.

4. LAB diproses lebih lanjut menjadi LABS.

Paraffin linear yang digunakan untuk produksi LAB dihasilkan dari ekstraksi fasa liquid atau uap dari kerosin yang dilanjutkan dengan fraksinasi untuk menghasilkan potongan C10-C13 atau panjang rantai-C yang lebih kecil dan juga menghasilkan rantai alkil dengan berat molekul yang berbeda, seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.

Table 3.4.Jenis Karateristik LAB

Panjang rantai C dari n-parafin yang digunakan untuk produksi LAB secara langsung mempengaruhi berat molekul dari rantai alkil yang dihasilkan, dimana katalis yang berbeda akan berpengaruh terhadap komposisi dan struktur LAB di akhir. Pada umumnya, isomer 2-phenyl dan dialkyltetralins (DAT) merupakan komponen yang dapat dipertimbangkan sebagai hasil samping proses alkilasi.

(22)

Tabel 3.5. Karakteristik LAB vs Proses Alkilasi

Tabel 3.6.Sifat dari LAB C-12 Komersial

Proses Pembentukan LAB melalui Proses Alumunium Klorida

Benzene dialkilasi dengan kloro-parrafin dan n-olefin menggunakan katalis AlCl3. Kloro-parafin yang diperoleh melalui klorinasi paraffin dan

n-olefin yang diklorinasi dihasilkan melalui dehidrogenasi katalitik dari n-paraffin yang dilanjutkan dengan molecular sieve extraction. Pada proses ini sebagian n-paraffin diklorinasi dengan gas klorin dalam reaktor multistage. Produk yang dihasilkan berupa campuran n-paraffin dan kloroparaffin yang dijadikan umpan bersamaan dengan excess benzene kedalam reaktor dimana terjadi reaksi alkilasi dengan katalis AlCl3.

Katalis dapat dijadikan suspensi atau dilarutkan dalam crude alkylate, kemudian dipisahkan dari benzena. Selanjutnya, n-paraffin yang tidak terkonversi diambil kembali kemudian didistilasi dan daur-ulang. Pada tahap akhir dalam proses ini, LAB dipisahkan dari produk samping yaitu heavy alkylate. Penggunaan proses ini memerlukan integrasi dari unit produksi klorin dengan

(23)

plant lain yang menggunakan produk samping HCl. Klorin tidak menjadi bagian dari LAB, tetapi diperlukan dalam reaksi pembentukan LAB dari benzene dan paraffin. (Berna, 2003)

Gambar 3.5. Proses Alumunium Klorida

(Sumber: Berna, 2003)

Proses Pembentukan LAB melalui Proses Hidrogen Florida

Pada proses ini benzena secara langsung dialkilasi dengan olefin dalam hydrogen flouride (HF) yang berperan sebagai katalis. Terdapat 4 tahapan utama pada proses ini. Di unit pertama, parafin sebagai umpan dihidrogenasi untuk menghilangkan pengotor seperti senyawa sulfur dan nitrogen. Pemotongan n-paraffin dilakukan melalui proses ektraksi didalam molecular sieve.

Parrafin yang telah dipotong di dehidrogenasi menjadi n-mono olefin menggunakan katalis yang selektif. Konversi reaksi dehidrogenasi terbatas pada rentang 10-20% yang bertujuan untuk mengurangi reaksi samping. Hasil campuran n-paraffin dan n-mono olefin diumpankan ke unit alkilasi bersamaan dengan excess benzene. Fraksi paraffin yang tidak bereaksi didalam alkilasi akan direcycle ke tahap dehidrogenasi setelah fraksinasi dari campuran produk reaksi (LAB, heavy alkylate, dan excess benzene). (Berna, 2003)

(24)

Gambar 3.6. Proses Hidrogen Florida

(Sumber: Berna, 2003)

Proses alkilasi menggunakan HF merupakan proses katalitik untuk mengalkilasi benzene dengan linear olefin menjadi bentuk linear alkylbenzene (LAB). LAB dihasilkan dari olefin linear (C10-C13) yang dapat digunakan untuk

deterjen dan dapat langsung disulfonasi menjadi LABS. Prosesnya didasarkan pada dua reaksi utama yaitu paraffin dehidrogenasi dan konversi ke olefin (PACOL) serta alkilasi benzene dengan linear olefin, yang di tujukan untuk menghasilkan LAB. Secara prinsip, bahan bakunya adalah paraffin, benzene, serta LAB. Produk sampinyanya adalah gas ringan (hidrogen, hidrokarbon ringan), alkylate polymer, dan heavy alkylate. Katalis yang digunakan untuk kedua rekasi adalah palladium pada pellet alumina pada unit PACOL dan HF padaunit alkilasi.

Gambar 3.7.BFD global unit LAB production

(25)

3.2.2.Produksi Linear Alkil Benzene Sulfonate (LABS)

LABS diproduksi dengan cara mereaksikan LAB dengan gugus fungsi SO3 dengan perbandingan 1:1. Beberapa sumber gugus fungsi SO3

diantaranya H2SO4, oleum, gas SO3, CISO3H, dan asam sulfamik. Skema dan

mekanisme reaksi pembentukan LABS dari LAB ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 3.8. Skema Pembentukan LABS dari LAB

(Sumber: Adami, Icilio. Production of Linear Alkylbenzene Sulfonate and α-Olefin Sulfonate.)

Mekanisme reaksi pembentukan LABS merupakan reaksi substitusi elektrofilik:

Gambar 3.9. Mekanisme Reaksi LAB-SO3

(26)

Reaksi antara SO3 dan LAB adalah reaksi substitusi elektrofilik orde kedua.

Spesifikasi dari LAB yang diperlukan untuk produksi LAS dengan sulfonasi adalah beberapa karateristik penting seperti:

 Berat molekul/distribusi rantai molekul C (membutuhkan pengaturan yang benar dari kondisi sulfonasi )

 Sulfonabilitas (untuk memastikan konversi tertinggi LAB ke LAS dan meminimalkan produk samping dan kehadiran materi yang tidak tersulfonasi dalam produk LAS)

 Indeks Bromin (nilai yang rendah menunjukkan ketidakjenuhan yang rendah dalam rantai alkil dan masing-masing warna cahaya dari produk LAS, yang melibatkan kesempurnaan hasil sulfonasi dalam kondisi sejuk)  Kandungan 2-Phenyl isomer (nilai yang tinggi memastikan kelarutan

yang tinggi dalam air dan viskositas tinggi dari LAS)

 Kandungan DAT (nilai rendah berarti kemurnian lebih tinggi, kinerja yang lebih baik, dan biodegradasi lebih tinggi dari produk LAS)

Ketika mensulfonasi LAB akan dihasilkan juga produk samping. Selain itu, produk samping pembentukan LAB seperti branced alkylate, DAT, dan difenil alkilat juga mengalami reaksi sulfonasi, meskipun dengan kecepatan reaksi yang berbeda-beda. Kontrol dari reaksi adalah titik kunci untuk memastikan produksi LAS memiliki kualitas terbaik. Oleh karena itu, kondisi operasi tertentu harus dipenuhi untuk meminimalkan reaksi samping yang akan mempengaruhi hasil konversi dan kualitas produk.

Gambar 3.10. Reaksi Sulfonasi dari Produk Samping LAB

(27)

Hasil konversi dan kualitas produk juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik utama dari olahan bahan baku LAB.

Tabel 5. Spesifikasi LAB vs Karakteristik LAS

Deskripsi Proses Pembuatan LABS

Proses pembuatan LABS terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1) Proses sulfonasi

Alkylbenzene dan oleum yang sebelumnya dipanaskan dalam heater hingga mencapai suhu 46oC dipompakan ke tangki sulfonator. Selanjutnya Alkylbenzene dan oleum yang berada di dalam tangki sulfonator dicampur secara perlahan-lahan. Sulfonator beroperasi pada suhu 46oC dan tekanan 1 atm (14,7 psia), waktu tinggal dalam sulfonator adalah 4 jam dengan konversi 98%. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis.

C12H25C6H5 + SO3 + H2SO4 → C12H25C6H4SO3H + H2SO4

LAB Oleum 20% LABS Asam Sulfat 2) Proses Pemisahan

Campuran dari sulfonator selanjutnya dicampur dengan air di dalam mixer untuk mencegah reaksi samping. Campuran larutan LABS, H2SO4, dan LAB yang

tidak bereaksi dan benzene dipisahkan dalam dekanter berdasarkan berat jenis (densitas). LABS yang memiliki densitas lebih kecil dari pada asam sulfat akan terpisah sebagai lapisan atas dan asam sulfat sebagai lapisan bawah. Selain

(28)

berdasarkan perbedaan densitas, pemisahan asam sulfat dan LABS pada dekanter terjadi karena kedua larutan ini tidak saling larut.

3) Proses Netralisasi

LABS dinetralisasi menggunakan larutan NaOH 20% di dalam tanki netralizer. Netralizer beroperasi pada temperatur 55oC dan tekanan 1 atm dengan konversi 99%. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis sehingga diperlukan jaket pendingin, dimana reaksinya sebagai berikut:

C12H25C6H4SO3H + NaOH → C12H25C6H4SO3Na + H2O

LABS Natrium Alkylbenzene Sulfonate Hasil dari netralizer berupa natrium alkylbenzene sulfonate berbentuk slurry. 4) Proses Pengeringan

Pada proses pengeringan, slurry yang berasal dari tangki netralizer dipompakan kedalam spray dryer. Kemudian slurry di kontakkan dengan udara panas yang berasal dari furnace pada temperatur 300oC, dimana pengeringan berlangsung dengan cepat dan menghasilkan produk berbentuk powder. Powder dari spray dryer terdiri dari 96% bahan aktif surfaktan (natrium alkylbenzene sulfonate), natrium sulfonate inert, dan sedikit air.

Agen Sulfonasi dalam Pembentukan LABS

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa jenis agen sulfonasi yang dapat digunakan untuk memproduksi LABS, seperti oleum, H2SO4, gas SO3,

CISO3H, dan asam sulfamik. 2 jenis agen sulfonasi yang paling sering digunakan

yaitu oleum dan H2SO4. Perbedaan penggunaan oleum dan H2SO4 sebagai agen

sulfonasi yaitu:

Tabel 3.7. Perbandingan Oleum dan H2SO4 sebagai Sulfonating Agent

Oleum H2SO4

Laju reaksi menggunakan Oleum lebih cepat dibandingkan daripada menggunakan asam sulfat

Laju reaksi lebih lambat

Konversi 98% Konversi 90%

Produk samping lebih sedikit

Produk samping lebih banyak

(29)

Oleum yang digunakan adalah 1 bagian dalam reaksi

Asam sulfat yang digunakan 1,5 kali lebih

banyak dibandingkan oleum

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa proses sulfonasi dengan menggunakan oleum memiliki lebih banyak keuntungan daripada menggunakan asam sulfat.

Pembentukan LABS dengan Oleum dan SO3 Sebagai Sulfonating Agent

Gambar 3.11. Block Flow Diagram Pembentukan LABS dengan Oleum Sebagai Sulfonating

Agent

(Sumber: Adami, Icilio. Production of Linear Alkylbenzene Sulfonate and α-Olefin Sulfonate)

Deskripsi proses pembentukan LABS dengan oleum sebagai sulfonating agent yaitu:

 Ketika sulfonating agent yang digunakan adalah oleum, LAB yang digunakan yaitu LAB fasa liquid homogen

 Untuk mencapai reaksi LAB dan oleum yang sempurna maka membutuhkan waktu “digestion”.

 Setelah “digestion”, terjadi proses pelarutan menggunakan H2O untuk

memisahkan SO2/SO3 (spent acid).

(30)

Sementara itu, proses blok diagram dari sulfonasi berbasis SO3 menunjukkan

ketiadaan dari limbah cair dan didasarkan pada reaksi stoikiometri dari SO3 dan

bahan baku organik. Sulfonasi SO3 tidak melibatkan pembentukan air sebagai

by-product, dengan konsekuensi penggunaan seluruh SO3 untuk reaksi utama. Setelah

sulfonasi, langkah aging dan stabilizing diperlukan untuk memungkinkan "Penataan ulang" dari sulfoanhydrides langsung ke asam sulfonat sehingga memaksimalkan konversi bahan baku ke dalam sulfonat akhir dalam waktu yang singkat.

Gas SO3 langsung dihasilkan dari pembakaran unsur sulfur dan selanjutnya

SO2 dioksidasi dalam proses sulfonasi. Kontrol atas reaksi LAB-SO3 benar-benar

tergantung pada pendekatan desain untuk reaktor di mana dua reaktan dikontakkan, sehingga reaktor sulfonasi merupakan inti dari pabrik sulfonasi dan konsepnya harus didasarkan pada pengetahuan tentang apa yang sebenarnya terjadi ketika LAB dan SO3 gas bereaksi.

Reaktor sulfonasi telah diadopsi dalam sejumlah besar pabrik dan dianggap sebagai "state-of-the-art" reaktor sampai pertengahan 1970-an, ketika reaktor baru berdasarkan prinsip film jatuh diperkenalkan. Dalam reaktor jenis ini, kombinasi reaksi eksotermis LAB-SO3 (40,6 kkal/mol) dan peningkatan seketika dalam

viskositas bahan organik dalam sulfonasi menunjukkan bahwa kontrol temperatur reaksi dalam fase organik adalah target yang paling sulit dikendalikan dari reaktor.

(31)

Gambar 3.12. Unit Produksi SO3

Dalam reaktor film jatuh, panas reaksi yang berubah dapat dikontrol dan diseimbangkan dengan mengencerkan SO3 dengan udara kering sehingga

mengurangi tekanan parsial dan mengalir ke interface gas-cair. Hal ini penting untuk laju reaksi yang dikendalikan oleh transportasi SO3 melalui fasa gas dan

distribusi reaktan dalam tabung reaktor juga penting untuk menyelesaikan kontrol atas termodinamika reaksi.

Sebuah contoh dari sebuah reaktor film jatuh (Ballestra multitube reactor type film) ditunjukkan pada Gambar3.13.

(32)

Gambar 3.13. Reaktor Sulfonasi Film-Jatuh

Gambar 3.14. Unit Sulfonasi

Dalam jenis reaktor ini, kombinasi efisiensi pendinginan, geometri tabung reaksi, dan distribusi reaktan memungkinkan untuk mencapai penyerapan yang

(33)

lengkap untuk mengkonversi LAB ke LAS. Pada gambar dibawah ini, ditunjukkan perubahan suhu versus kelengkapan reaksi sepanjang reaktor.

Gambar 3.15.Produksi LAS dari produksi SO3– konversi reaksi dalam reaktor film multitube

Pada plant skala komersial berdasarkan reaktor film multitube, parameter operasi yang biasanya dipakai adalah:

Netralisasi asam di LAS dapat dilakukan dengan menggunakan unit proses yang didasarkan pada prinsip loop paksa, di mana reaktan terus ditambahkan dan panas reaksi segera disebar di saat produk ternetralisasi saat recycling. Gambar dibawah ini menunjukkan skema dari netralisasi LAS. Reaksi netralisasi bersifat eksotermik (~ 25 kkal / mol).

Secara komersial, kehadiran LAS dalam bentuk larutan air garam natrium digantikan oleh asam sulfonat karena penanganan yang mudah dan digunakan dalam proses produksi deterjen dimana asam LAS bisa langsung dinetralisir.

(34)

Gambar 3.16. Unit Netralisasi LAS

3.3. Dampak lingkungan LABS dan Penanganan Limbah LABS

LAB merupakan bahan dasar dalam pembuatan deterjen yang tiap harinya selalu digunakan oleh masyarakat. Deterjen adalah salah satu bahan yang sulit terurai secara cepat di lingkungan. Berdasarkan diagram alir di bawah dapat diketahui bahwa limbah deterjen berasal dari produksi dan penggunaan rumah tangga. Efek yang ditimbulkan dapat terakumulasi dalam area yang luas. Pencemaran yang terjadi bisa di permukaan tanah, terakumulasi di tanah, maupun mengendap di aliran air. Apabila deterjen ini mencemari aliran sungai, maka deterjen akan terakumulasi pada mahluk hidup di dalamnya.

(35)

Gambar3.17. Diagram alir limbah LABS

Keberadaan LABS yang berlebih diperairan sangat berbahaya bagi lingkungan karena bersifat karsinogen, menimbulkan bau, menyebabkan pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok, dan menyebabkan pendangkalan sungai (Ariffin et al., 2007). Baik Cr(VI) maupun fenol bersifat racun terhadap semua organisme dan menyebabkan iritasi serta korosi pada kulit manusia. Mengingat bahaya yang ditimbulkannya, maka perlu dilakukan penanganan khusus terhadap limbah Cr(VI) dan fenol tersebut. Teknologi konvensional telah banyak dilakukan untuk mengolah limbah Cr(VI) dan fenol, tetapi metode tersebut masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya efisiensi pengolahan limbah yang rendah, pemakaian energi dan bahan kimia yang cukup tinggi, serta proses pengolahan limbah yang dilakukan ternyata masih menghasilkan residu berbahaya (Khalil dkk., 1998; Dingwangchen dkk.,1999; Ku dkk., 2001). Teknologi fotokatalisis yang sekarang ini banyak dikembangkan mampu mereduksi Cr(VI) dan fenol. Bahkan, dinilai lebih ekonomis dalam pemakaian

(36)

energi. Selain itu, teknologi fotokatalis juga dapat menekan pemakaian bahan kimia. Salah satu teknologi alternatif yang digunakan untuk mengolah limbah ini adalah metode fotokatalis dengan menggunakan titanium dioksida (TiO2) sebagai katalis. TiO2 digunakan sebagai fotokatalis dalam sistem suspensi tapi mempunyai kelemahan dalam hal pemisahan katalis setelah proses degradasi dan daya adsorpsi katalis terhadap limbah. Metode imobilisasi TiO2 dilakukan dengan silica gel sebagai penyangga. Metode ini memudahkan dalam hal pemisahan setelah proses degradasi dan meningkatkan kemampuan adsorbsi katalis (Hidaka, 2004).

(37)

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan

LABS merupakan salah satu hasil industri petrokimia yang sangat dubutuhkan secara internasional mauun nasional. Produksi dan permintaan akan LABS pun akan meningkat setiap tahunya.

LABS sendiri adalah produk akhir dari LAB dengan reaksi sulfonasi. Alkylbenzene dan oleum dipompakan ke tangki sulfonator yang sebelumnya masing-masing dipanaskan dalam heater hingga mencapai suhu 46oC. Selanjutnya Alkylbenzene dan oleum yang berada di dalam tangki sulfonator dicampur secara perlahan-lahan. Oleum (H2SO4. SO3) merupakan sulfur trioksida (SO3) yang

dilarutkan dalam asam sulfat pekat (H2SO4) (konsentrasi > 98%). Sulfonator

beroperasi pada suhu 46OC dan tekanan 1 atm (14,7 psia), waktu tinggal dalam sulfonator 4 jam dengan konversi 98%. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis.

Perkembangan LABS di dunia maupun Indonesia membuat limbah baru terbentuk. Keberadaan LABS yang berlebih diperairan sangat berbahaya bagi lingkungan karena bersifat karsinogen, menimbulkan bau, menyebabkan pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok, dan menyebabkan pendangkalan sungai. Salah satu teknologi alternatif yang digunakan untuk mengolah limbah ini adalah metode fotokatalis dengan menggunakan titanium dioksida (TiO2) sebagai katalis. TiO2 digunakan sebagai fotokatalis dalam sistem suspensi tapi mempunyai kelemahan dalam hal pemisahan katalis setelah proses degradasi dan daya adsorpsi katalis terhadap limbah.

4.2. Saran

Produksi LABS di dunia boleh berkembang dengan pesat tetapi harus

diimbangi dengan adanya teknologi-teknologi baru yang digunakan untuk mengelola limbah dari LABS itu sendiri. Terutama untuk pengelolaaan limbah di Indonesia, karena jumlah konsumen dari LABS di Indonesia sangatlah banyak.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “N-Paraffin Production. http://www.uop.com/processing-solutions/petrochemicals/detergents/#nparaffin-production(Diakses pada 19 Maret 2014 pukul 22.00 WIB)

Anonim. “Linear Alkyle Benzene” http://www.chemsystems.com/ LAB.cfm (Diakses pada 20 Maret 2014 pukul 22.30 WIB)

Anonim. “Chemical Profile - Linear Alkyle Benzene”. http://www.icis.com/Articles/2009/06/01/9220319/chemical-profile-linear-alkylbenzene.html(Diakses pada 8 May 2013 pukul 20.18 WIB)

Berna, J.L., Cavalli, L., Renta, C.2003.A life-cycle inventory for the production of linear Alkylbenzene Sulphonates in Europe.Spanyol http://www.lasinfo.org/reports/life_cycle_inv_production_las_europe.pdf (Diakses pada 28 Februari 2014)

Daaboul, Ahmad. 2002. LAB project-Environtmental Impact Assessment. http://intechopen.com/download/get/type/pdfs/id/33982(Diakses pada 28 Februari 2014)

Niir.______.The complete technology book on detergent. http://books.google.co.id/books-UOP-Pacol-LAB(Diakses pada 28 Februari 2014)

Qourzal,S, N. Barka , M. Tamimi, et.all. 2009. “Sol–gel synthesis of TiO2–Silica gel photocatalyst for β-naphthol photodegradation”, Materials Science and Engineering.

Slamet dkk. 2005. Laporan Penelitian Hibah Bersaing “Modifikasi Zeolit Alam dan Karbon Aktif dengan TiO2 serta Aplikasinya sebagai Bahan Adsorben dan Fotokatalis untuk Degradasi Polutan Organik”. Universitas Indonesia.

Slamet., E.Marliana. 2007. “Pengolahan Limbah Cr(VI) dan Fenol dengan Fotokatalis Serbuk TiO2 dan CuO/ TiO2”. Universitas Indonesia.

Gambar

Table 2.1. Sifat Fisika LABS
Gambar 2.1. Perusahaan Dunia Penghasil LABS  (Sumber: ICIS Plants & Project)
Gambar 2.3.Konsumsi LABS Dunia Tahun 2008 dan 2011 per Regional  (Sumber: Anonim, http://chemical.ihs.com diakses pada 20 Maret 2014 pukul 00.05 WIB)
Gambar 2.4. Proyeksi Konsumsi LABS Dunia Tahun 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait