• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRESENTASI KASUS SKIN AVULSION HALAMAN JUDUL. Diajukan Kepada: dr. Dimas Aryo Kusumo, Sp. B. Disusun oleh : Arrizqi Ramadhani Muchtar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRESENTASI KASUS SKIN AVULSION HALAMAN JUDUL. Diajukan Kepada: dr. Dimas Aryo Kusumo, Sp. B. Disusun oleh : Arrizqi Ramadhani Muchtar"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PRESENTASI KASUS

SKIN AVULSION

HALAMAN JUDUL

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:

dr. Dimas Aryo Kusumo, Sp. B.

Disusun oleh :

Arrizqi Ramadhani Muchtar

20110310057

BAGIAN ILMU BEDAH

RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

(2)

PRESENTASI KASUS

SKIN AVULSION

Disusun oleh:

ARRIZQI RAMADHANI MUCHTAR

20110310057

Telah dipresentasikan

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah

RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam PRESENTASI KASUS untuk memenuhi sebagian syarat kepaniteraan klinik program pendidikan profesi di bagian ilmu bedah dengan judul.

SKIN AVULSION

Penulis dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dimas Aryo Kusumo, Sp. B. selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis bedah RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo.

2. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas ini.

Dalam menyusun tugas ini penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan tugas ini dimasa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

(4)

Wonosobo, Agustus 2016

(5)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii DAFTAR ISI...iv BAB I...1 A. Identitas Pasien...1 B. Anamnesis...1 C. Anamnesis Sistem...2 D. Pemeriksaan Fisik...2 E. Diagnosis Kerja...5 F. Pemeriksaan Penunjang...5 G. Diagnosis Utama...6 H. Follow Up...6 I. Tatalaksana...8 BAB II...9 A. Anatomi Kulit...9 1. Lapisan Epidermis...10 2. Lapisan Dermis...12 3. Lapisan Subkutis...12 4. Adneksa Kulit...13

B. Definisi Skin Avulsion...15

C. Heel pad degloving...16

D. Penatalaksanaan Heel Pad Degloving...16

1. Asesmen awal...17

2. Penilaian luka...17

(6)

4. Pemeriksaan radiografi...17 5. Pemberian antibiotik...18 E. Metode Pembedahan...18 1. Anestesi...18 2. Penilaian ulang...18 3. Debridement...18

4. Pengitan kulit dan jaringan lunak...18

5. Pemasangan K-wires pertama...18

6. Pemasangan K-wires selanjutnya...18

7. Manajemen post operasi...19

8. Pemberian antibiotik...19

9. Edukasi terhadap pasien...19

10. Pelepasan K-wires...19

F. Hasil Penelitian...20

(7)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. M Usia : 60 Tahun

Alamat : Watumalang, Wonosobo Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Swasta Status Pernikahan : Menikah

Masuk RSUD : 26 Agustus 2016 Keluar RSUD : 27 Agustus 2016

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama : Nyeri tumit kanan 2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Setjonegoro post KLL dengan keluhan nyeri di tumit sebelah kanan. Pasien berkata bahwa beliau menggunakan helm dan sedang membonceng seorang pengendara saat terjadi kecelakaan. Pasien sadar saat kejadian, tidak terdapat mual, muntah, pusing maupun kejang.

3. Riwayat penyakit dahulu

- Riwayat penyakit sistemik disangkal - Riwayat mondok di RS disangkal 4. Riwayat penyakit keluarga

(8)

C. Anamnesis Sistem

1 Sistem Serebrospinal : Pasien dalam kesadaran penuh.

2 Sistem Respirasi : Tidak ada batuk, tidak sesak, dan tidak nyeri dada.

3 Sistem Kardiovaskular : Tidak ada nyeri dada dan jantung tidak merasa berdebar-debar.

4 Sistem Gastrointestinal : Tidak terdapat nyeri perut, tidak ada mual, muntah.

5 Sistem Urogenital : BAK lancar, tidak ada nyeri saat BAK. 6 Sistem Integumentum : Tidak ada sianosis, turgor kulit baik.

7 Sistem Muskuloskeletal : Terdapat nyeri pada tumit kanan dan terdapat keterbatasan gerak kaki kanan.

D. Pemeriksaan Fisik

1 Keadaan Umum : Baik

2 Kesadaran : Compos Mentis 3 Glasgow Coma Scale : 15 (E4 M6 V5) 4 Tanda Vital a Tekanan Darah : 150/77 mmHg b Nadi : 100 x/menit c Suhu : 36,8 oC d Pernapasan : 20 x/menit 5 Status Generalis

a. Kulit :Warna coklat sawo matang, tidak ikterik, tidak pucat, tidak ditemukan hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi, tidak tampak ada tanda peradangan.

(9)

b. Kepala : Simetris, bentuk normocephal, tidak tampak adanya peradangan

c. Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata tidak mudah dicabut. d. Wajah : Simetris, tidak terdapat adanya tanda peradangan dan

massa.

e. Mata : Tidak ditemukan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya positif, pupil isokor.

f. Hidung : Simetris, tidak ada deviasi septum dan deformitas, tidak ada discharge dari hidung, napas cuping hidung tidak ada.

g. Telinga : Simetris, tidak ada deformitas, serumen minimal tidak keluar discharge, tidak ada krepitasi, dan tidak ada nyeri tekan. h. Mulut : Bibir tampak lembab, tidak sianosis, tidak ada stomatitis,

tidak terdapat lidah kotor, tidak ada atrofi papila lidah, lidah tidak tremor, uvula dan tonsil tidak membesar dan tidak hiperemis, faring tak tampak hiperemis.

i. Pemeriksaan Leher Simetris, trakea berada di tengah dan tidak ada jejas. Tekanan jugular vena tidak meningkat. Tidak terdapat pembesaran limfonodi di leher kanan dan kiri, serta di bahu kanan, ukuran sebesar telur puyuh, terasa nyeri jika dipegang. Tiroid tidak membesar.

j. Pemeriksaan Paru

1 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada deformitas, tidak ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada jejas.

2 Palpasi : Vokal fremitus seimbang antara paru-paru kanan dan kiri, tidak ada krepitasi, dan tidak ada nyeri tekan pada dada.

(10)

4 Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak terdapat suara tambahan paru.

k. Pemeriksaan Jantung

1 Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

2 Palpasi : Ictus Cordis teraba tidak kuat angkat. 3 Perkusi : Batas Jantung tidak membesar.

4 Auskultasi : S1>S2, irama reguler normal, terdapat bising sistolik jantung.

l. Pemeriksaan Abdomen

1) Inspeksi : Datar, dinding perut sejajar dengan dinding dada 2) Auskultasi : Bising usus normal

3) Perkusi : Timpani

4) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada defence muscular, ginjal kanan kiri tidak teraba, tidak terdapat nyeri ketok ginjal kanan dan kiri.

m. Pemeriksaan Ekstremitas

Superior : Bentuk normal anatomis tidak deformitas. Akral hangat dan tidak edema. Tak tampak adanya jejas dan tak tampak adanya tanda peradangan.

Inferior : Bentuk normal anatomis tidak deformitas. Akral hangat dan tidak edema. Terdapat jejas pada tumit kanan.

Regio calcaneus pedis dextra :

Inspeksi : Kulit tumit terpisah dari fascia (degloving), perdarahan aktif (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

E. Diagnosis Kerja

Vulnus degloving calcaneus pedis dextra

F. Pemeriksaan Penunjang

Hemoglobin : 13.8 g/dL Leukosit : 8.1 10^3/ul Eosinofil : 4.30 %

(11)

Basofil : 0.50 % Neutrofil : 67.30 % Limfosit : 22.90 % Monosit : 4.80 % Hematokrit : 39 % Eritrosit : 4.3 10^6/ul Trombosit : 182 10^3/ul MCV : 89 fL MCH : 32 pg MCHC : 36 g/dL GDS : 93 mg/dL G. Diagnosis Utama

Vulnus degloving calcaneus pedis dextra

H. Follow Up

Pemeriksaan 26/8/2016 27/8/2016 S/ Nyeri di tumit kanan Nyeri di tumit kanan

O/ Keadaan Umum Sedang Baik

Kesadaran CM CM

Pernapasan Reguler Reguler

Kepala CA -/-, SI -/- CA , SI

-/-Leher PKGB (-) PKGB (-)

Thoraks Pulmo :

SDV +/+, ST -/-Cor:

SI-II murni, bising (-)

Pulmo :

SDV +/+, ST -/-Cor:

SI-II murni, bising (-)

Abdomen Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi timpani

Nyeri tekan epigastrik (-)

Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi timpani

Nyeri tekan epigastrik (-)

Ekstremitas Akral hangat:

Pergelangan tangan +/+

Akral hangat:

(12)

Pergelangan kaki +/+ Edema: Pergelangan tangan Pergelangan kaki -/-VL di tumit kanan 15 x 5 x 1.5 cm Pulsasi (+) Pergelangan kaki +/+ Edema: Pergelangan tangan Pergelangan kaki -/-VL di tumit kanan 15 x 5 x 1.5 cm Pulsasi (+) Vital Sign : GCS TD N RR t 15 (E4 M6 V5) 150/77 100x/menit 20x/menit 36,8o C 15 (E4 M6 V5) 130/80 64x/menit 20x/menit 37,0o C Pemeriksaan 28/8/2016 29/8/2016 S/ Nyeri di tumit kanan

Pasien pro op debridement hari ini

Nyeri post op (+) tumit kanan

O/ Keadaan Umum Baik Baik

Kesadaran CM CM

Pernapasan Reguler Reguler

Kepala CA -/-, SI -/- CA , SI

-/-Leher PKGB (-) PKGB (-)

Thoraks Pulmo :

SDV +/+, ST -/-Cor:

SI-II murni, bising (-)

Pulmo :

SDV +/+, ST -/-Cor:

SI-II murni, bising (-)

Abdomen Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi timpani

Nyeri tekan epigastrik (-)

Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi timpani

Nyeri tekan epigastrik (-)

Ekstremitas Akral hangat:

Pergelangan tangan +/+ Pergelangan kaki +/+ Edema: Pergelangan tangan Pergelangan kaki -/-VL di tumit kanan 15 x 5 x 1.5 cm Pulsasi (+) Akral hangat: Pergelangan tangan +/+ Pergelangan kaki +/+ Edema: Pergelangan tangan Pergelangan kaki -/-Post debridement (H+1) VL di tumit kanan 15 x 5 x 1.5 cm Pulsasi (+) Vital Sign : GCS TD N 15 (E4 M6 V5) 110/70 64x/menit 15 (E4 M6 V5) 130/80 60x/menit

(13)

RR

t 18x/menit36,7o C 18x/menit36,8o C

Pemeriksaan 30/8/2016

S/ Nyeri post op (+) tumit kanan sudah berkurang

Pasien BLPL

O/ Keadaan Umum Baik Kesadaran CM Pernapasan Reguler Kepala CA , SI -/-Leher PKGB (-) Thoraks Pulmo : SDV +/+, ST -/-Cor:

SI-II murni, bising (-)

Abdomen Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi timpani

Nyeri tekan epigastrik (-)

Ekstremitas Akral hangat:

Pergelangan tangan +/+ Pergelangan kaki +/+ Edema: Pergelangan tangan Pergelangan kaki -/-Post debridement (H+2) VL di tumit kanan 15 x 5 x 1.5 cm Pulsasi (+) Vital Sign : GCS TD N RR t 15 (E4 M6 V5) 110/64 52x/menit 20x/menit 36,8o C I. Tatalaksana

 Injeksi Ceftriaxon 1 gr 2 x 1 vial  Injeksi Gentamisin 80 mg 2 x 1 ampul  Injeksi Antrain 2 x 1 ampul

(14)
(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A Anatomi Kulit

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital vserta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008).

Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003).

Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang

(16)

tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003).

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora, Derrickson, 2009).

(17)

1. Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2003).

Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan

(18)

tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen (Djuanda, 2003).

Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Djuanda, 2003).

2. Lapisan Dermis

Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni

(19)

pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).

3. Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan

(20)

getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah teedapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).

4. Adneksa Kulit

Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental (Djuanda, 2003).

Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar

(21)

ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan emosional (Djuanda, 2003).

Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2003).

Kelenjar palit terletak di selruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandungi trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Djuanda, 2003).

Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang

(22)

bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium (Djuanda, 2003).

Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% (Djuanda, 2003).

A. Definisi Skin Avulsion

Skin avulsion/degloving injury merupakan suatu keadaan dimana jaringan kulit dan subkutis tersobek secara paksa dari dasarnya yang berupa fascia sebagai akibat trauma keras dan mendadak/shearing force (Perdanakusuma, 1996).

(23)

B. Heel pad degloving

Heel pad degloving adakah suatu keadaan dimana jaringan kulit dan subkutis tersobek secara paksa dari fascia pada tumit kaki. Heel pad degloving dapat terjadi secara sebagian maupun komplet, biasanya terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mohammed & Metikala, 2012). Heel pad degloving dapat berkaitan dengan cedera skeletal atau polytrauma (Basile, A. et al., 2008).

Terjadinya avulsi dari tumit (heel pad) yang terjadi secara komplet maupun sebagian, atau dengan cedera tambahan pada sistem neurovaskuler, perlu dilakukan tindakan replantasi dengan teknik bedah mikrovaskuler (Graf & Biemer, 1994) atau rekonstruksi pada jaringan lunak yang menganga (Basile, A. et al., 2008).

Pada kondisi avulsi parsial, ketika sensibilitas kulit masih intak dan bantalan kulit tumit masih terlihat baik, dapat dilakukan debridement dan menyatukan kembali bagian kulit yang terlepas. Penjahitan sederhana untuk mengaitkan bagian kulit dan jaringan yang terlepas/menganga masih belum cukup aman, karena dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada bagian yang terluka, infeksi, dan terjadinya nekrosisnya jaringan yang terlepas itu sendiri (Levin, 2006).

C. Penatalaksanaan Heel Pad Degloving

Pada studi ini akan dijelaskan mengenai teknik penggunaan multiple Kirschner wires (K-wires) untuk menyatukan kembali avulsi parsial dari kulit dan jaringan

(24)

tumit kaki tanpa dilakukan penjahitan pada empat pasien dalam penelitian ini. Sepengetahuan peneliti, studi ini merupakan laporan pertama dari penggunaan metode K-wires untuk mengaitkan avulsi parsial dari kulit dan jaringan tumit kaki dengan hasil yang memuaskan.

1 Asesmen awal

Lakukan asesmen awal dan resusitasi pada pasien sesuai dengan protokol ATLS.

5. Penilaian luka

Ketika tampak terjadi avulsi parsial pada kulit dan jaringan tumit kaki maka dilakukan asesmen mengenai:

 Tingkat keparahan dari luka  Kontaminasi pada luka

 Hilangnya jaringan lunak (soft tissue loss)  Cedera pada tulang

 Sensibilitas dan kelangsungan hidup dari jaringan yang terlepas

6. Edukasi terhadap pasien

Penjelasan kepada pasien mengenai potensi komplikasi dari replantasi dan hal-hal yang perlu disiapkan untuk melakukan prosedur pembedahan pada luka, dan kemungkinan dilakukannya amputasi.

(25)

7. Pemeriksaan radiografi

Dilakukan pemeriksaan radiografi untuk mengidentifikasi adanya cedera pada tulang penderita.

8. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik sefalosporin generasi ketiga, bersama dengan sulbaktam, diberikan secara injeksi sebelum dilakukan prosedur operasi.

D. Metode Pembedahan 1 Anestesi

Dapat dilakukan anestesi general maupun regional.

2 Penilaian ulang

Perlukaan dinilai ulang tanpa menggunakan torniquet.

3 Debridement

Dilakukan debridement dan pencucian luka secara menyeluruh.

4 Pengitan kulit dan jaringan lunak

Pengaitan kulit dan jaringan lunak yang terlepas menggunakan beberapa K-wires 1.8 mm sangat hati-hati.

(26)

5 Pemasangan K-wires pertama

Penancapan K-wires pertama dilakukan hati-hati dengan tujuan untuk mengamankan dan menyatukan kembali kulit serta jaringan lunak yang menganga untuk mengembalikan sesuai posisi anatomisnya.

6 Pemasangan K-wires selanjutnya

Penancapan K-wires selanjutnya dilakukan dengan tujuan untuk memastikan agar kulit dan jaringan yang menganga tadi terkait dengan posisi stabil pada pada tulang tempatnya melekat seperti semula. Jarak antara K-wires satu dengan yang lain sekitar 2 cm. Untuk mencegah terjadinya tekanan berlebihan pada luka, peneliti memutuskan untuk tidak menancapkan K-wires dekat dengan tepi luka. Selain itu, untuk menghindari tekanan, luka tidak dijahit.

7 Manajemen post operasi

Setelah dilakukan operasi maka pada daerah bekas operasi tadi dibalut dengan soft bandage.

8 Pemberian antibiotik

Antibiotik perlu diberikan selama ± sekitar satu minggu setelah operasi, antibiotik oral yang diberikan adalah

(27)

kombinasi sefalosporin generasi ketiga dan asam klavulanat.

9 Edukasi terhadap pasien

Selama K-wires terpasang pasien tidak diperbolehkan untuk menapakkan kaki yang terluka tadi, tetapi pasien diijinkan untuk menggunakan alat bantu seperti kruk maupun kursi roda. Pasien disarankan kontrol tiap minggunya untuk dievaluasi perkembangannya.

10Pelepasan K-wires

K-wires akan dilepas setelah ± 4 minggu. Tetapi masih harus menggunakan alat bantu tadi. Pasien diperbolehkan untuk berjalan dan menopang berat badannya dengan kedua kakinya sendiri setelah sekitar ± 8 minggu setelah dilakukan operasi pemasangan K-wires.

(28)

E. Hasil Penelitian

(29)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2003. Anatomi Kulit. In: Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta, 3-5

2. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2003. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima. In: Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta, 235-7

3. Mohammed, R., Metikala S., 2012. Anchorage of Partial Avulsion of the Heel Pad with Use of Multiple Kirschner Wires: A Report of FOur Cases. The Journal of Bone and Joint Surgery, Incorporated.

4. Robert B. Trelease, PhD, Frank H. Netter, MD, Carlos A.G. Machado, MD, John A. Craig, MD., 2012. Netter’s Surgical Anatomy Review P.R.N. Elsevier.

5. Setiabudi, I., 2008. Anatomi Kulit. Available from: http://www.slideshare.net/guest36f60b/anatomi-kulit-presentation. [Accessed 8 September 2016]

Gambar

Gambar 1. Anatomi Kulit
Tabel 1. Laporan Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait