• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temperature and Energy Characteristic of Coffee Beans Steaming Process by Single Column Reactor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Temperature and Energy Characteristic of Coffee Beans Steaming Process by Single Column Reactor"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Naskah diterima (received) 27 Mei 2009, disetujui (accepted) 13 Agustus 2010.

1). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia. 2). Departemen Teknis Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. *) Alamat penulis (Corresponding Author) : swidyotomo@yahoo.com

Karakteristik Suhu dan Energi Proses Pengukusan Biji Kopi dalam

Reaktor Kolom Tunggal

Temperature and Energy Characteristic of Coffee Beans Steaming Process by Single Column Reactor

Sukrisno Widyotomo1*), Hadi K. Purwadaria2), A.M. Syarief2) dan Sri-Mulato1) Ringkasan

Salah satu hal penting dalam proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal adalah proses pengukusan. Pengukusan bertujuan untuk meningkatkan kadar air (re-wetting) biji kopi dengan media air yang dilakukan sebelum biji kopi kontak dengan pelarut yang akan melarutkan kafein. Dengan pengukusan, biji kopi mengalami peningkatan luas permukaan dan volume pori-pori sehingga memudahkan kafein larut dalam pelarut. Penentuan waktu pengukusan yang tidak tepat akan mengakibatkan proses pengembangan biji kopi tidak maksimum, atau penggunaan energi panas yang berlebihan sehingga efisiensi proses menjadi rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakterisasi suhu dan energi selama proses pengukusan biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan menggunakan air sebagai sumber uap panas. Bahan yang digunakan adalah biji kopi Robusta hasil pengolahan kering dengan kadar air 13—14% b.b. Setelah disortasi, biji kopi diklasifikasikan dalam 4 ukuran. Sumber panas yang digunakan adalah kompor bertekanan berbahan bakar minyak nabati (protos), dan pemanas listrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai kadar air biji kopi yang jenuh diperlukan waktu proses 2 jam dengan menggunakan protos, dan 3 jam dengan menggunakan pemanas listrik. Jika menggunakan pemanas listrik, maka suhu titik didih air diperoleh setelah berlangsung selama 93 menit, sedangkan jika dengan protos diperlukan waktu 33 menit. Energi yang digunakan untuk proses pengukusan antara 34.892—37.667,5 kJ jika menggunakan protos, dan 9.072–9.828 kJ jika menggunakan pemanas listrik. Efisiensi pemanasan dengan menggunakan protos dan pemanas listrik masing-masing 12,34—4,49% dan 57,88—65,2%.

Summary

Steaming is one of important step in coffee decaffeination process by single column reactor. The objective of steaming process is to re-wet dried coffee beans by water vapour before contact with solvent that leaching caffeine. Therefore, coffee beans surface will be increase and porous by steaming which easy for dissolve caffeine. Steaming control process excatly very important to do cause that effect to whole efficiency process. The objective of this research is to study of temperature and energy characteristic in coffee steaming process by single column with water as vapour source. Main material in this research is dried Robusta coffee beans from dry process method with 13—14% w.b moisture con-tent and had classification in 4 diameter sizes. Electrical heater and bio-fuel burner (protos) used as energy sources in steaming process. The result showed

(2)

that for increasing moisture content up to maximum condition need 2 hours by protos, and 3 hours by electric heater. Time process needed to water boilling point tem-perature was 93 minutes by electric heater, and 33 minutes by protos. Energy con-sumed in steaming process is 34,892—37,667.5 kJ by protos, and 9,072—9,828 kJ by electric heater. Heating efficiency value was 12.34—14.49% by protos and 57.88— 65.2% by electric heater.

Key words: temperature, energy, coffee, steaming, single column.

PENDAHULUAN

Dekafeinasi merupakan proses pe-ngurangan kandungan kafein di dalam bahan pertanian. Beberapa penelitian dan proses produksi yang berkaitan dengan dekafeinasi kopi telah banyak, baik dengan metode langsung maupun tidak langsung (Sivetz & Desroiser, 1979; Cahyono, 1987; Spiller, 1999; Ratna & Anisah, 2000; Rusmantri, 2002). Metode langsung adalah dengan mengukus biji kopi selama 30 menit dan dilanjutkan dengan proses pelarutan senyawa kafein dari dalam biji kopi selama lebih kurang 10 jam. Selanjutnya biji kopi dikukus ulang selama sekitar 10 jam untuk meminimumkan senyawa pelarut yang masih tertinggal di dalam pori-pori biji. Metode tidak langsung adalah dengan merendam biji kopi dalam air panas selama beberapa jam untuk mengembangkan pori-pori dan melarutkan senyawa kimia dalam biji kopi. Biji kopi selanjutnya dipindahkan dan senyawa pelarut dimasukkan untuk melarutkan kafein dari air. Proses dilakukan berulang sampai diperoleh kesetimbangan senyawa yang terdapat di dalam air dengan di dalam biji kopi (Clarke & Macrae, 1989).

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia telah mengembangkan proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan proses pengukusan

(steam-ing) dan pelarutan (percolat(steam-ing) secara

konsekutif di dalam reaktor kolom yang sama. Selain menerapkan teknologi proses dan alsin yang lebih sederhana, metode ini

akan lebih memudahkan operator dalam pengendalian prosesnya. Penelitian proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal menggunakan pelarut air telah dilakukan oleh Sri-Mulato et al. (2004) dan Lestari (2004). Pengembangan proses dekafeinasi telah dilakukan oleh Widyotomo et al. (2009b) dengan menggunakan pelarut etil asetat teknis konsentrasi 10%.

Salah satu hal penting dalam proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal adalah proses pengukusan. Pe-ngukusan bertujuan untuk peningkatan kadar air (re-wetting) biji kopi dengan media air yang dilakukan sebelum biji kopi kontak dengan pelarut yang akan melarutkan kafein. Dengan pengukusan, biji kopi mengalami pengembangan (rehidrasi) yang dapat meningkatkan luas permukaan, dan volume pori-pori sehingga memudahkan kafein larut dalam pelarut. Ketel pemanas (boiler) yang terletak di bagian bawah reaktor digunakan sebagai pengubah fase cair air menjadi uap panas. Setelah tahap pengukusan selesai dilakukan, langkah berikutnya yaitu ekstraksi kafein dari dalam biji kopi dengan pelarut pada suhu tertentu (Purwadaria et al., 2007; 2008).

Indonesia perlu mengembangkan dan memanfaatkan sumber energi alternatif karena kemampuan pemerintah dalam mensubsidi harga minyak semakin berkurang, fluktuasi harga minyak di pasar internasional semakin tinggi, cadangan minyak bumi makin menipis dan semakin tingginya konsumsi BBM untuk sarana

(3)

transportasi, listrik dan kebutuhan rumah tangga. Salah satu sumber panas yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah kompor bertekanan berbahan bakar minyak jarak pagar kasar (Crude Jatropha

Oil). Hariyadi (2005) melaporkan bahwa

minyak jarak memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan solar, antara lain menghasilkan pembakaran lebih sempurna sehingga emisi gas buang relatif lebih kecil serta ramah lingkungan. Stumpf & Muhlbauer (2002) melaporkan bahwa jika dilihat dari nilai kalor pada minyak jarak pagar, yaitu sebesar 39,65 MJ/kg yang tidak berbeda jauh dengan nilai kalor minyak tanah 43,5 MJ/kg, maka minyak jarak dapat digunakan sebagai substitusi minyak diesel atau minyak tanah sebagai bahan bakar.

Penelitian karakterisasi suhu dan energi proses pengukusan biji kopi dalam reaktor kolom tunggal, belum banyak dilakukan. Penentuan waktu pengukusan yang tidak tepat akan mengakibatkan proses pengem-bangan biji kopi tidak maksimum atau penggunaan energi panas yang berlebihan dan efisiensi proses menjadi rendah. Sri-Mulato et al. (2004) dan Widyotomo et al. (2009b; 2010) melaporkan bahwa pe-ngukusan biji kopi selama 2-3,5 jam dengan media air akan meningkatkan kadar air biji pada tingkat yang maksimum. Energi panas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan laju peningkatan suhu air sampai diperoleh kondisi uap panas dalam proses pengukusan. Laju rambatan panas di dalam biji kopi sangat ditentukan oleh ketebalan atau diameternya.

Tulisan ini membahas karakterisasi suhu dan energi selama proses pengukusan biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan menggunakan air sebagai sumber uap panas. Sumber panas yang digunakan adalah kompor bertekanan berbahan bakar minyak nabati (protos), dan pemanas listrik. Widyotomo

et al. (2009a) telah menggunakan protos

sebagai sumber panas mesin sangrai tipe silinder horisontal berputar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam menentukan tahapan proses dekafeinasi, khususnya proses pengukusan yang tepat dan efisien.

BAHAN DAN METODE Penelitian pengukusan biji kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dilaksanakan pada bulan Maret 2008 sampai dengan Juni 2008 bertempat di Bengkel dan Laboratorium Pascapanen, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan terdiri dari biji kopi pasar jenis Robusta hasil pengolahan kering tanpa kulit cangkang dengan kadar air antara 13-14% dengan tingkat mutu IV, air, dan sumber panas berupa kompor listrik (electric stove) dan kompor Protos 1 dengan bahan bakar minyak jarak sebagai sumber energi proses pengukusan. Biji kopi berasal dari Kebun Percobaan Sumber Asin, Kabupaten Malang. Peralatan yang digunakan adalah sebuah reaktor dekafeinasi tipe kolom tunggal skala pilot plan berkapasitas muat 6 kg biji kopi pasar per satuan proses. Reaktor dibuat dari baja tahan karat (stainless steel) tebal 2 mm dengan ukuran diameter dan panjang masing-masing 315 mm, dan 1.030 mm. Peralatan pendukung terdiri dari data acquisition

FLUKE dengan sensor Ni-Cr Ni tipe K yang

berfungsi sebagai pencatu suhu dilengkapi seperangkat komputer dengan penyimpan data, chromameter, dan lain-lain.

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian ditampilkan pada Gambar 1. Biji kopi pasar

(4)

(green coffee) sebelum diklasifikasikan berdasarkan ukuran terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran dan benda asing. Klasifikasi biji kopi dilakukan secara mekanis dan dikelompokkan dalam empat ukuran (Widyotomo & Sri-Mulato, 2010), yaitu 1) A1 adalah biji kopi dengan ukuran diameter biji lebih besar dari 7,5 mm; 2) A2 adalah biji kopi dengan ukuran di-ameter biji lebih besar dari 6,5 mm atau lebih kecil/sama dengan 7,5 mm; 3) A3 adalah biji kopi dengan ukuran diameter biji lebih besar dari 5,5 mm atau lebih kecil/sama dengan 6,5 mm dan 4) A4 adalah biji kopi dengan ukuran diameter biji lebih kecil atau sama dengan 5,5 mm.

Proses pengukusan biji kopi yang telah terklasifikasi dilakukan di dalam reaktor kolom tunggal dengan menggunakan media uap air. Jumlah biji kopi yang digunakan pada setiap perlakuan pengukusan dari setiap ukuran biji sebanyak 6 kg dengan jumlah ulangan sebanyak 3 kali. Air yang terdapat di dalam reaktor diubah menjadi fase uap dengan sumber panas kompor bertekanan berbahan bakar minyak nabati, dan elemen listrik (electric heater) berdaya 650 W. Suhu selama proses pengukusan dicatat dengan menggunakan data acquisition

FLUKE-thermokopel Ni-CrNi tipe K. Data tersimpan

dalam database komputer dan pencatatan dilakukan dengan interval waktu 3 menit. Perlakuan waktu pengukusan terdiri dari 7 tingkat, yaitu 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; 3 jam dan 3,5 jam dimulai setelah thermokopel sebagai pengukur suhu air menunjukkan nilai 100OC. Penelitian

dilakukan sesuai dengan rancangan acak lengkap faktorial ukuran biji dengan 4 tingkatan dan waktu pengukusan dengan 7 tingkatan.

Tolok Ukur

Untuk mengetahui karakteristik suhu dan energi selama proses pengukusan biji kopi dalam reaktor kolom tunggal, maka dapat dilakukan analisis teknis sebagai berikut:

1. Karakteristik suhu

Karakteristik suhu selama proses pengukusan dicatat dengan interval waktu tertentu dan disimpan dalam perangkat komputer. Alat ukur dan pencatu data suhu yang digunakan adalah data

acqui-sition Fluke, dan sensor suhu Ni-CrNi.

2. Kadar air bahan

Kadar air bahan dapat dihitung dengan menggunakan dua metode, yaitu basis kering (Ka.bk) dan basis basah (Ka.bb). Adapun persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan kadar air bahan dengan kedua metode tersebut adalah sebagai berikut :

Wi adalah berat awal bahan (g), Wc berat cawan (g), dan Wo adalah berat bahan setelah dioven selama 24 jam dengan suhu minimal 105OC (g).

3. Energi masukan (Qinput)

Energi masukan terdiri dari potensi energi pembakaran (Qbbm), dan daya untuk menggerakkan pompa (Qpump) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Qinput = Qbbm + Qpump Qbbm = Mbbm x Cbbm Kabk =  ⎟⎟ x 100% ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − + o c o c i W W W W W ) ( ) ( x 100%   ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − + i c o c i W W W W W ) ( ) ( Kabk =

(5)

mbbm adalah massa bahan bakar (kg), dan Cbbm nilai kalor bahan bakar (kJ/kg). Energi untuk menggerakkan pompa (Qpump) ditentukan berdasarkan daya terpasang dengan asumsi tidak ada kehilangan daya akibat friksi dan lain-lain. Daya yang diperlukan untuk meng-gerakkan pompa sebesar 0.25 HP. 4. Energi untuk memanaskan reaktor

(Qreaktor)

Energi yang diperlukan untuk me-manaskan reaktor dari suhu lingkungan sampai dengan suhu penguapan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

mreaktor adalah massa reaktor (kg), Cpreaktor adalah panas spesifik reaktor (kJ/ kg.OC), dan DT: gradien suhu

lingkungan dan suhu reaktor (OC).

5. Pelepasan panas konvensi (Qconv) Panas yang lepas karena proses konveksi dari dinding reaktor dihitung dengan persamaan berikut :

Areaktor luas selimut reaktor (m2), h

conv

adalah koefisien panas konveksi reaktor (kj/m2.OC), dan DT: gradien suhu

ling-kungan dan suhu dinding reaktor (OC).

6. Energi untuk memanaskan air (Qair) Energi yang diperlukan untuk proses pemanasan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Dalam hal ini mair adalah massa air yang dipanaskan (kg), Cpair adalah panas spesifik air (kj/kg.OC), dan DT adalah

gradien suhu lingkungan dan suhu air (OC).

7. Energi untuk memanaskan biji kopi (Qkopi)

Energi yang diperlukan untuk proses pemanasan biji kopi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Dalam hal ini mair adalah massa biji kopi yang dipanaskan (kg), Cpkopi adalah panas spesifik kopi (kj/kg.OC), dan DT

adalah gradien suhu lingkungan dan suhu biji kopi (OC).

8. Energi untuk proses penguapan air (Qevaporasi)

Energi yang diperlukan untuk proses penguapan air (evaporasi) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

mair: massa air (kg), dan hfg.air: panas laten penguapan air (kJ/kg)

9. Energi pengukusan (Qsteaming)

Energi yang diperlukan untuk proses pengukusan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut Qreaktor: energi yang diperlukan untuk memanaskan reaktor (kJ), Qair: energi yang diperlukan untuk memanaskan air (kJ), Qkopi: energi yang diperlukan untuk memanaskan biji kopi (kJ), dan Qevaporasi: energi yang diperlukan untuk proses penguapan air (kJ).

10. Efisiensi pengukusan (Eff.steaming) Efisiensi pengukusan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

T

x

Cp

x

m

Q

air

=

air air

Δ

T

x

Cp

x

m

Q

air

=

air air

Δ

% 100 . min min x Q Q Eff input g stea g stea ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ =

Qreaktor = mreaktor x Cpreaktor x ΔΤΔΤΔΤΔΤΔΤ

Qconv = Areaktor x hconv x ΔΤΔΤΔΤΔΤΔΤ

(6)

Biji kopi (dried coffee beans )

Pemilahan (sortation) Kotoran (waste)

Klasifikasi berdasarkan berdasarkan ukuran (grading base on size )

)

Pengukusan (steaming)

Perlakuan : waktu pengukusan (treatment : steaming time), dan sumber panas (energy sources )

ANALISIS SUHU DAN ENERGI (energy and temperature analysis) Α1 ( δ > 7 , 5 mm Α4 ( δ ≤ 5, 5 mm) Α2 (6, 5 mm < δ ≤ 7, 5 mm ) Α3 (5, 5 mm < δ ≤ 6, 5 mm ) Pengukusan (steaming ) Pengukusan (steaming) Pengukusan (steaming) A1 pasca pengukusan (post steaming) A2 pasca pengukusan (post steaming) A3 pasca pengukusan (post steaming) A4 pasca pengukusan (post steaming)

Gambar 1. Diagram alur pelaksanaan penelitian. Figure 1. Diagram flow research actintion.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis grafis dan analisis persamaan regresi untuk mem-prediksi beberapa nilai parameter ke depan. Kedua metode analisis tersebut dapat digunakan karena parameter perlakuan dalam penelitian dapat dikondisikan pada nilai yang relatif tetap dari pengaruh faktor lingkungan lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pengukusan (steaming) biji kopi dengan menggunakan reaktor kolom tunggal terdiri dari dua tahapan proses. Tahap pertama adalah meningkatkan suhu air sampai titik didihnya, dan tahap kedua adalah proses pemanasan dan penyerapan uap air ke dalam pori-pori biji kopi selama beberapa waktu sampai diperoleh pe-ngembangan atau kadar air biji kopi yang

Biji kopi

Dried coffee beans

Pemilahan

Sortation KotoranWaste

Klasifikasi berdasarkan ukuran

Grading base on size

Pengukusan

Steaming PengukusanSteaming

Pengukusan

Steaming

Pengukusan

Steaming

Perlakuan: waktu pengukusan (treatment: steaming time), dan sumber panas (energy sources)

A1 Pascapengukusan Post steaming A2 Pascapengukusan Post steaming A3 Pascapengukusan Post steaming A4 Pascapengukusan Post steaming

ANALISIS SUHU DAN ENERGI Energy and temperature analysis

A1 ( δ>7.5 mm) A4 ( δ ≤5.5 mm)

A3 ( 5.5 mm < δ ≤6.5 mm) A2 ( 6.5 mm < δ ≤7.5 mm)

(7)

maksimum. Pada penelitian ini digunakan sumber panas elemen listrik (electric heater), dan burner berbahan bakar minyak nabati (protos). Karakteristik peningkatan suhu air dan biji kopi selama proses pengukusan ditampilkan pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2A menunjukkan bahwa perubahan suhu air selama proses pengu-kusan dengan menggunakan pemanas listrik meningkat secara stabil sampai kondisi suhu air mencapai suhu titik didihnya. Air sebagai media yang berfungsi mengembangkan volume biji kopi mengalami peningkatan suhu sampai 100OC setelah proses

pe-manasan berlangsung selama 90 menit. Hasil analisis garis regresi untuk proses pemanasan air dengan sumber panas elemen listrik menunjukkan bahwa laju peningkatan suhu air sampai dengan titik didihnya akan mengikuti persamaan garis y= 0,6906x + 36,532 dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,994. Dalam hal ini y adalah suhu air (OC), dan x waktu pengukusan (menit).

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa gradien suhu yang terbentuk sebesar 0,69OC

per menit dengan suhu air awal 36,532OC.

Energi yang dibangkitkan oleh pemanas listrik sebagai sumber panas selama proses

Gambar 2. Karakteristik suhu air selama proses pengukusan dengan (A) pemanas listrik dan (B) protos. Figure 2. Temperature characteristic during steaming process, with (A) electric heater and (B) protos.

0 20 40 60 80 100 120 0 0.5 1 1.5 2 A

air (water) biji (bean) lingkungan (ambient)Lingkungan

(ambient) Biji (bean) Air (water) Suhu (Temperatur), OC

Waktu, jam (Time , hour)

B 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 0 20 40 60 80 100 120

air (water) biji (bean) lingkungan (ambient)Lingkungan

(ambient) Biji (bean)

Air (water)

Waktu, jam (Time , hour)

Suhu

(Temperatur),

(8)

berlangsung per satuan waktu adalah konstan atau tidak fluktuatif. Keuntungan dari pemanfaatan pemanas listrik sebagai sumber panas antara lain stabiltas energi yang dibangkitkan lebih tinggi, dan proses berlangsung lebih bersih. Adapun kelemahannya adalah jika diperlukan kecepatan proses yang lebih tinggi maka diperlukan biaya operasional yang tinggi. Hal sebaliknya terjadi dengan penggunaan protos sebagai sumber panas proses pengukusan (Gambar 2B). Daya maksimum yang dibangkitkan oleh pamanas listrik per satuan waktu adalah 600W, sedangkan energi yang dibangkitkan oleh protos dalam proses pengukusan sebesar 1 l minyak jarak kasar/jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa

energi panas yang disediakan oleh protos lebih besar jika dibandingkan pemanas listrik sehingga gradien suhu (peningkatan) yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.

Analisis penggal garis menunjukkan bahwa pada proses pengukusan biji kopi A1, A2, A3 dan A4, titik didih air tercapai masing-masing setelah proses pengukusan berlangsung selama 97 menit, 93 menit, 89 menit dan 87 menit. Hal tersebut me-nunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel yang dikukus, maka porositas bahan akan semakin rendah dan luas permukaan partikel akan semakin besar. Kondisi tersebut berdampak pada proses perpindahan panas dari uap air panas menuju ke permukaan biji dan ke titik pusat biji kopi

Gambar 3. Karakteristik suhu biji selama proses pengukusan dengan (A) pemanas listrik, dan (B) protos. Figure 3. Temperature characteristic of coffee bean during steaming process with (A) electric heater,

and (B) protos. Suhu (teemperatur) B 0 20 40 60 80 100 120 0 0,25 0,5 0,75 1 1,25 Waktu (time), j (h) Su hu (t em p era tu re ), A1 A2 A3 A4 A1 ; y = 0,009x2 - 0,2513x + 38,599, r = 0,9959 A2 ; y = 0,0086x2 - 0,1311x + 37,026, r = 0,9986 A3 ; y = 0,009x2 - 0,0685x + 34,611, r = 0,9994 A4 ; y = 0,0097x2 - 0,1184x + 36,647, r = 0,9988 Waktu (time) Suhu (temperature) 0 0,25 0,5 0,75 1 1,25 A1 A2 A3 A4 0 0,5 1 1,5 2 B A Waktu (time) A1 A2 A3 A4 Suhu (teemperatur) 0 0,5 1 1,5 2 0 20 40 60 80 100 120 Waktu (time) A 0 20 40 60 80 100 120 0 0,5 1 1,5 2 Waktu (time), j (h) A1 A2 A3 A4 A1 ; y = -0,0176x2 + 2,2311x + 25,361, r = 0,9892 A2 ; y = -0,0188x2 + 2,3052x + 25,902, r = 0,9891 A3 ; y = -0,0202x2 + 2,4391x + 25,56, r = 0,9903 A4 ; y = -0,0219x2 + 2,5451x + 25,637, r = 0,9901 Suhu (temperature) Waktu (time)

(9)

akan berlangsung lebih cepat.

Analisis penggal garis menunjukkan bahwa pada proses pengukusan biji kopi A1, A2, A3 dan A4, titik didih air tercapai masing-masing setelah proses pengukusan berlangsung selama 63 menit, 61 menit, 60 menit dan 56 menit. Dengan semakin kecil ukuran partikel yang dikukus, maka lubang pori akan semakin rapat dan luas permukaan partikel akan semakin besar. Kondisi tersebut berdampak pada proses perpindahan panas dari uap air panas menuju ke permukaan biji dan ke titik pusat biji kopi akan berlangsung lebih cepat. Proses pengukusan dengan menggunakan sumber panas protos berlangsung lebih cepat karena energi yang dibangkitkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemanas listrik. Kelemahan dari penggunaan protos antara lain stabilitas energi yang dibangkitkan rendah dan muncul residu pembakaran karena kekentalan minyak jarak yang tinggi. Karakteristik suhu biji yang berbeda terjadi pada proses pengukusan dengan menggunakan sumber panas protos (Gambar 3B). Perubahan suhu air maupun biji kopi per satuan waktu relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan perubahan suhu yang diperoleh dari proses pengukusan dengan menggunakan pemanas listrik. Air sebagai media yang berfungsi mengembang-kan volume biji kopi mengalami peningkatan suhu sampai 100OC setelah proses

pe-manasan berlangsung selama 70 menit. Hal tersebut menunjukkan bahwa tungku sebagai sumber panas mampu membangkitkan energi panas yang cukup untuk meningkatkan suhu air sebesar 66OC dalam waktu yang relatif

singkat. Peningkatan suhu yang cukup tajam (65OC) terjadi saat proses pengukusan

berlangsung selama 20 menit pertama, dan peningkatan suhu melambat pada 50 menit berikutnya. Perbedaan gradien suhu tersebut mengakibatkan karakteristik perubahan suhu membentuk profil persamaan kuadratik.

Hasil analisis garis regresi untuk rerata proses pemanasan air dengan sumber panas protos menunjukkan bahwa laju peningkatan suhu air sampai dengan titik didihnya akan mengikuti persamaan garis y=-0,0207x2 +

2,3734x+25,498 dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,9877. Dalam hal ini y adalah suhu air (OC), dan waktu pengukusan

(menit). Berdasarkan per-samaan tersebut suhu air sebesar 93,5OC diperoleh setelah

proses berlangsung selama 57 menit dengan suhu air awal 25,498OC.

Salah satu kelemahan dari penggunaan sumber panas kompor bertekanan berbahan bakar minyak adalah sulitnya diperoleh kondisi panas pembakaran yang stabil (Widyotomo et al., 2009a). Energi panas yang dibangkitkan diperoleh dari proses pembakaran bahan bakar yang disemprotkan oleh nozle dalam bentuk ukuran partikel yang sangat halus. Tekanan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam kesempurnaan proses pembakaran, laju pembakaran dan energi panas yang dapat dibangkitkan (Stumpf & Muhlbauer, 2002). Hasil analisis kimiawi menunjukkan bahwa minyak jarak pagar kasar yang digunakan mengandung air antara 0,0563–0,1923%. Nilai tersebut relatif kecil dan masih dalam kondisi normal karena minyak tersebut berasal dari proses pengempaan secara mekanik tanpa melewati proses pemanasan serta tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai pembakarannya. Minyak tanah merupakan senyawa hidrokarbon yang terdiri atas molekul karbon rantai panjang sampai C10, sedangkan minyak jarak pagar berasal dari senyawa triglirisida yang didominasi oleh asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Perbedaan penyusun senyawa kimia tersebut yang mengakibatkan sifat kimia dan thermal minyak tanah berbeda sangat signifikan dengan minyak jarak pagar kasar. Jika dibandingkan dengan kekentalan

(10)

(viskositas) minyak tanah yang hanya 2,2 mm2/s, maka kekentalan minyak jarak

pagar berkisar antara 26,10 - 38,00 mm2/s

relatif tinggi. Semakin tinggi kekentalan minyak bakar, maka semakin rendah daya alir dan daya bakarnya di dalam komponen pembakar (Widyotomo et al., 2009a). Sementara itu minyak jarak pagar memiliki titik bakar yang tinggi, yaitu sekitar 270—340OC (Muhlbauer et al., 1998). Hal

yang sama juga dilaporkan oleh Lide & Frederikse (1995). Nilai ini jauh lebih tinggi dari titik bakar minyak tanah yang hanya sekitar 50OC. Salah satu kelemahan yang

diduga akan muncul pada penggunaan minyak jarak untuk kompor tekan adalah residu hasil pembakaran yang sering menempel pada bagian dalam pipa evapo-rator dan menyumbat lubang noselnya. Kelemahaan tersebut tidak terdapat pada kompor dengan bahan bakar minyak tanah. Jika tidak dibersihkan, sisa pembakaran tersebut akan menutup aliran minyak dan menganggu proses pembakaran. Kandungan senyawa logam yang secara alami terdapat dalam minyak jarak seperti pospor (P), magnesium (Mg), dan kalsium (K) diperkirakan akan berpengaruh terhadap jumlah residu tersebut.

Penelitian pemanasan air dengan menggunakan kompor berbahan bakar jarak pagar telah dilakukan. Widaryanto (2008) melaporkan bahwa kompor berbahan bakar kernel biji jarak pagar tipe UB-16 mampu memanaskan air sebanyak 1,5 l sampai mendidih dalam waktu 8 menit atau setara dengan 18,14 g kernel per kg air dengan efisiensi pembakaran 58%. Purlan et al. (2008) melaporkan bahwa untuk men-didihkan air sebanyak 2 l dengan kompor sumbu berbahan bakar minyak jarak diperlukan waktu 14 menit.

Proses pemanasan yang terjadi selama pengukusan bertujuan untuk memperbesar

pori-pori permukaan dan jaringan biji kopi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air di dalam biji kopi. Biji kopi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi Robusta hasil pengolahan kering dengan kadar air 12%. Biji kopi termasuk bahan pertanian yang memiliki sifat konduktivitas panas yang rendah karena memiliki susunan sel yang sangat rapat. Kadar air meningkat karena terjadinya kondensasi uap panas yang mengalir ke dalam pori-pori bahan karena adanya perbedaan tekanan. Molekul-molekul air bergerak cepat meninggalkan permukaan air dalam bentuk uap air bebas, menembus tumpukan, dan memanaskan permukaan biji kopi. Panas merambat ke dalam jaringan biji dan menyebabkan sel-sel berekspansi karena tekanan uap air dan senyawa-senyawa gas volatil yang ada di dalam sel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu biji kopi berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan peningkatan suhu air, dan kese-timbangan suhu terjadi setelah proses berlangsung antara 60—85 menit.

Gambar 4 menunjukkan bahwa laju penambahan kadar air di dalam biji kopi selama proses pengukusan dengan meng-gunakan sumber panas protos lebih cepat jika dibandingkan dengan pemanas listrik. Energi yang dibangkitkan oleh protos per satuan waktu lebih besar jika dibandingkan oleh pemanas listrik sehingga laju peningkatan panas air lebih besar. Uap air segera masuk ke dalam pori-pori biji yang mengembang lebih cepat, dan memenuhi ruang-ruang pori yang ada di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air biji kopi mencapai 40% setelah proses pengukusan berlangsung 2 jam dengan menggunakan pemanas protos, dan 2 jam 30 menit jika menggunakan pemanas listrik. Sri-Mulato

et al. (2004) melaporkan bahwa ekspansi

(11)

bertambah besar dan sekaligus meningkatkan porositas antarsel satu dengan lainnya. Pori-pori jaringan biji menjadi terbuka dan dimanfaatkan oleh air masuk ke dalamnya. Molekul air masuk ke dalam biji kopi dengan cara difusi dan kemudian menerobos dinding sel di dalam jaringan biji (Illy & Viani, 1998).

Peningkatan kadar air biji berlangsung cepat pada 30 menit proses pengukusan awal dengan menggunakan sumber panas protos kemudian melambat setelah proses ber-langsung selama 1,5 jam. Biji kopi yang semula berkadar air antara 13—14% meningkat menjadi 25—31%. Pada awal proses, ruang kosong yang terdapat di dalam pori-pori biji masih sangat banyak sehingga uap panas mengalir dengan cepat untuk mengisi kekosongan ruang pori tersebut. Perlambatan uap panas masuk ke dalam pori-pori biji terjadi dalam 2 jam proses selanjutnya yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar air biji antara 10-20%. Kejenuhan uap air di dalam pori-pori biji

menyebabkan proses peningkatan kadar air berlangsung lambat. Pemanasan lanjut tidak menyebabkan biji pecah dan tidak menambah persentase pengembangan panjang, lebar maupun tebal biji. Diduga keberadaan air di dalam sel menyebabkan dinding-dinding sel bersifat ulet sehingga mampu bertahan dari akumulasi tekanan uap air dan gas senyawa volatil yang ada di dalamnya.

Pengembangan biji kopi akibat proses pengukusan atau proses rehidrasi yang terjadi telah mencapai kondisi maksimal dan tidak ada lagi ruang kosong yang dapat terisi air setelah proses pengukusan berlangsung 3 jam dengan kisaran kadar air jenuh antara 38-42%. Pada kondisi ini biji kopi telah mengalami proses pembasahan ulang (rewetting) (Sivetz & Desroiser, 1979). Sri-Mulato et al. (2004) melaporkan bahwa ukuran biji kopi tidak berpengaruh nyata terhadap laju peningkatan kadar air. Kadar air biji meningkat dari 12% menjadi 50% pada 1 jam pertama, dan mencapai nilai

0 10 20 30 40 50 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Waktu pengukusan, jam (steaming time, h)

Listrik M.jarak

Gambar 4. Perubahan kadar air biji selama proses pengukusan.

Figure 4. Moisture content changes of coffee beans during steaming process.

Kadar air, % (

Disture content

)

Waktu pengukusan, jam (steaming time, h)

(12)

maksimum. Diduga fenomena tersebut terkait dengan ukuran dan jumlah sel-sel penyusun yang ada di dalam biji kopi.

Tabel 1 jumlah energi yang diperlukan dan efisiensi proses pengukusan biji kopi berdasarkan klasifikasi ukuran (A1, A2, A3, dan A4) dengan menggunakan sumber panas kompor bertekanan berbahan bakar minyak jarak dan pemanas listrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi energi akan semakin tinggi dengan semakin lama waktu pengukusan, dan semakin kecil ukuran bahan yang dipanaskan. Konsumsi energi terendah dengan menggunakan kompor protos diperoleh untuk mengukus biji kopi berukuran A4 selama 3,5 jam yaitu 57.092 kJ, sedangkan konsumsi energi tertinggi diperoleh untuk mengukus biji kopi berukuran A1 selama 3,5 jam yaitu 59.471 kJ. Kecenderungan yang sama diperoleh juga pada proses pengukusan dengan menggu-nakan sumber panas listrik. Konsumsi energi terendah dengan untuk mengukus biji kopi berukuran A4 selama 3,5 jam yaitu 12.743 kJ, sedangkan konsumsi energi tertinggi diperoleh untuk mengukus biji kopi berukuran A1 selama 3,5 jam yaitu 13.283 kJ. Energi yang diperlukan untuk proses pemanasan dan pengukusan biji kopi A1 lebih tinggi jika dibandingkan A4 karena luas

permukaan biji kopi A1 lebih besar dibandingkan A4. Selain itu, kerapatan biji kopi A1 persatuan luas lebih besar dibandingkan biji kopi A4. Hal tersebut menyebabkan laju perpindahan panas dengan massa dan luas permukaan bahan yang lebih besar akan berlangsung lebih cepat.

Proses pengukusan biji kopi sampai diperoleh tingkat kejenuhan kadar air yang maksimum dengan menggunakan sumber panas protos membutuhkan energi yang lebih besar jika dibandingkan dengan meng-gunakan pemanas listrik. Dengan menggu-nakan pemanas protos, laju pengukusan berlangsung cepat karena energi panas yang diperlukan tersedia dalam jumlah yang cukup besar. Untuk mencapai kadar air biji yang sama (jenuh), pengukusan dengan meng-gunakan pemanas protos 1 jam lebih cepat jika dibandingkan dengan menggunakan pemanas listrik. Namun demikian, proses pembakaran yang terjadi untuk membang-kitkan energi panas dengan menggunakan protos memiliki efisiensi yang relatif rendah jika dibandingkan dengan pemanas listrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efisiensi pemanasan terrendah 13,28%, dan tertinggi 15,61% dari proses pengukusan yang berlangsung selama 3,5 jam dengan menggunakan sumber panas protos

masing-Keterangan (notes) :

KE-t : konsumsi energi teoritis (teoritical energy consumption)

KE-l : konsumsi energi dengan sumber panas elemen listrik (consumption energy with electrical heater as energy

source)

KE-p : konsumsi energi dengan sumber panas protos (consumption energy with protos as energy source) Eff-l : efisiensi dengan sumber panas elemen listrik (efficiency with electrical heater as energy source) Eff-p : efisiensi dengan sumber panas protos (efficiency with protos as energy source)

X : waktu pengukusan (steaming time)

Tabel 1. Persamaan regresi konsumsi energi dan efisiensi proses

Table 1. Regression equation of energy consumption and process efficiency

Perlakuan

Treatments

Persamaan regresi (Regression equations)

KE-t KE-l KE-p Eff-l Eff-p

A1 Y= 760.36X + 3281.9 Y= 1438.6X + 3291.4 Y= 7193.1X + 8779.6 Y= -6.8646X + 95.726 Y= -1.856X + 25.706

A2 Y= 846.67X + 2652.8 Y= 1436.7X + 3049.7 Y= 7178.9X + 8779.6 Y= -1.1762X + 72.741 Y= -1.1181X + 21.471

A3 Y= 783.75X + 2904.4 Y= 1415.4X + 3039.4 Y= 7424.6X + 7410.4 Y= -2.342X + 80.289 Y= -1.3575X + 22.802

(13)

masing pada perlakuan pemanasan biji kopi A3 dan A1. Sedangkan dengan meng-gunakan pemanas listrik, nilai efisiensi pemanasan terendah 49,3%, dan tertinggi 62,75% masing-masing pada perlakuan pemanasan biji kopi A1 dan A2.

Pemanas listrik dengan daya 600 W mampu membangkitkan energi untuk meningkatkan suhu air sampai titik didihnya. Walaupun panas yang dibangkitkan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan pemanas protos, namun pemanfaatan panas berlangsung lebih effisien. Suhu air mening-kat secara perlahan dengan interval yang relatif tetap (2—3OC) per satuan waktunya

(Gambar 2). Hal sebaliknya terjadi pada proses pemanasan dengan menggunakan protos. Setelah 18 menit pertama proses pengukusan, suhu biji kopi meningkat cukup tinggi (37—38OC), dan terus

meningkat namun dengan laju yang lebih rendah (Gambar 4). Pada tahap awal, energi panas yang dibangkitkan oleh protos dapat dimanfaatkan lebih maksimum, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai efisiensi yang tinggi. Namun pada saat suhu biji mendekati suhu air, maka penyerapan energi panas berlangsung relatif lambat sehingga energi panas yang tersedia tidak termanfaat secara maksimal. Protos sebagai sumber panas tetap menghasilkan energi yang cukup besar per satuan waktunya sehingga efisiensi pe-manasan menjadi semakin rendah.

Untuk menekan kehilangan panas selama proses pengukusan dengan menggunakan protos dapat dilakukan dengan pengendalian proses pembakaran pada saat kadar air biji kopi telah mendekati kejenuhan. Laju pembakaran diperkecil dengan mem-pertahankan titik didih air, dan memberikan kesempatan uap air masuk ke dalam pori-pori jaringan biji sampai jenuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai diperoleh kadar air jenuh diperlukan waktu 2 jam. Hal sama dilaporkan oleh Sri-Mulato

et al. (2004) dan Toledo (1999) dan

pemanasan lanjut tidak menambah volume biji. Lambatnya proses pengembangan biji dan penyerapan uap air akan mengakibatkan proses dekafeinasi secara keseluruhan menjadi lambat.

KESIMPULAN

Kadar air biji kopi maksimum

(rehy-dration) akan diperoleh setelah 2 jam proses

pengukusan dengan menggunakan protos, dan 3 jam dengan menggunakan pemanas listrik. Suhu titik didih air akan dicapai setelah 93 menit dengan menggunakan pemanas listrik, dan 33 menit dengan menggunakan protos. Energi yang digunakan untuk proses pengukusan antara 36.249—39.024 kJ dengan menggunakan protos, dan 11.107—11.863 kJ dengan menggunakan pemanas listrik. Nilai efisiensi pemanasan dengan menggunakan protos dan pemanas listrik masing-masing sebesar 15,39—17,69% dan 56,0—71,57%.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B.S. (1987). Usaha Penurunan Kafein Kopi Biji Dengan Perebusan Dalam Larutan Alkali Dan Kaitannya Dengan Mutu Kopi Bubuk Yang Dihasilkan. Skripsi. Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM, Yogyakarta. Clarke, R.J. & R. Macrae (1989). Coffee

Tech-nology. Vol. I, II. Elsevier Applied Sci-ence, London, and New York. Hamdi, A. (2007). Implementasi kebijakan

pengembangan jarak pagar sebagai sumber bahan bakar nabati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Per-kebunan Bogor.

Hariyadi (2005). Sistem budidaya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Makalah Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk

(14)

Biodisel dan Minyak Bakar. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. Institut Pertanian Bogor.

Illy, I. & R. Vian (1998). Expresso Coffee: The Chemistry and Quality. Academic Press Limited. London.

Lestari, H. (2004). Dekafeinasi Biji Kopi (Coffee canephora) Varietas Robusta Dengan Sistem Pengukusan Dan Pelarutan. Tesis. Program pasca-sarjana. Univer-sitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Lide, D.R. & H.P.R. Frederikse (1995). CRC

Handbook of chemistry and physics. CRC Press, Boca Raton, USA. Dalam Mühlbauer, W., A. Esper, E. Stumpf & R. Baumann (1998). Plant Oil-based Cooking Stove–A Technology Update. Workshop Rural Energy, Equity and Employment : Role of Atrophy Curcas. Harare, Zimbabwe, 13–15 May 1998. Scientific and Industrial Research and Development Centre (SIRDC). The Rockefeller Foundation.

Mühlbauer, W.; A. Esper; E. Stumpf & R. Baumann (1998). Plant Oil-based Cook-ing Stove–A Technology Update. Makalah dalam Workshop Rural Energy, Equity and Employment : Role of Atrophy Curcas. Harare, Zimbabwe, 13–15 May 1998. Scientific and In-dustrial Research and Development Centre (SIRDC). The Rockefeller Foundation.

Purlan, E.; A.D. Hastono & B. Heliyanto (2008). Kompor minyak jarak. Sinar Tani, 12 November 2008.

Purwadaria, H.K.; A. M. Syarief & Sri-Mulato (2007). Dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut tersier dari pulpa kakao. Laporan Penelitian KKP3T-Tahun I. Badan Litbang Pertanian.

Purwadaria, H.K.; A. M. Syarief & Sri-Mulato (2008). Dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut tersier dari pulpa kakao. Laporan

Penelitian KKP3T-Tahun II. Badan Litbang Pertanian.

Ratna, Y. & R. Anisah (2000). Dekafeinasi kopi robusta pada pembuatan kopi bubuk dengan larutan NaOH. Makalah Semi-nar Nasional Industri Pangan, IPB. Bogor.

Rusmantri (2002). Dekafeinasi Kopi Robusta Dengan Pelarut Air Pada Berbagai Suhu dan pH. Thesis. Teknologi Hasil Perkebunan, Pascasarjana, UGM, Yogyakarta.

Sivetz, M. & N.W. Desrosier (1979). Coffee Technology. The AVI Publ.Co.Inc., Wesport, Connecticut.

Spiller, G.A. (1999). Caffeine. Boca Raton Lon-don, New York Washington DC. Sri-Mulato; S. Widyotomo & H. Lestari (2004).

Pelarutan kafein biji kopi robusta dengan kolom tetap menggunakan pelarut air. Pelita Perkebunan, 20, 97—109.

Stumpf, E. & W. Muhlbauer (2002). Plant-oil cooking stove for developing countries. Boiling Point 48. Pp 37. Hohenheim University, Stuttgart, Germany. Toledo, R.T. (1999). Fundamental of Food

Pro-cess Engineering. 2nd edition. An As-pen Publication, AsAs-pen Publisher Inc., Gathersburg, Maryland.

Widaryanto, E. (2008). Kompor biji jarak UB-16 untuk rumah tangga. Info-Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Per-kebunan. Bogor.

Widyotomo, S.; Sri-Mulato & B. Prastowo (2009a). Kinerja mesin sangrai biji kakao tipe silinder horisontal dengan sumber panas kompor bertekanan berbahan bakar minyak nabati. Jurnal Enjiniring Pertanian, 7, 35—44. Widyotomo, S.; Sri-Mulato; H.K. Purwadaria,

& A.M. Syarief (2009b). Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut

(15)

etil asetat. Pelita Perkebunan, 25, 101—125.

Widyotomo, S.; Sri-Mulato; H.K. Purwadaria & A.M. Syarief (2010). Karakteristik fisik kopi pascapengukusan dalam reaktor kolom tunggal. Pelita Per-kebunan, 26, 28—56.

Gambar

Gambar 1. Diagram alur pelaksanaan penelitian.
Gambar 2A menunjukkan bahwa perubahan suhu air selama proses  pengu-kusan dengan menggunakan pemanas listrik meningkat secara stabil sampai kondisi suhu air mencapai suhu titik didihnya
Gambar 3. Karakteristik suhu biji selama proses pengukusan dengan (A) pemanas listrik, dan (B) protos.
Gambar 4. Perubahan kadar air biji selama proses pengukusan.
+2

Referensi

Dokumen terkait

diikuti oleh tindakan memaiukan mandibula (nandibular advancement) dan memajukan mrLsila. Sedangkan yang paling lidak stabil idalah expansi maksila ke lateral '' Baile] dkl

Penggunaan Slow Cooker dimungkinkan dapat meminimalisir kerusakan pada vitamin dan mineral yang terdapat dalam bahan makanan karena suhu yang. digunakan dalam proses memasak

Sosial budaya masyarakat NTT tidak terlepas dari sikap dan kerahmahtamahan masyarakatnya, karena keramahtamahan adalah sebuah perwujudan dari ungkapan rasa kehangatan

ROTD yang mungkin adalah suatu reaksi yang mengikuti suatu pola respons yang diketahui dari obat yang dicurigai, tetapi yang telah dihasilkan oleh status klinik

untuk lebih meyakinkan penonton anda bisa menggoreng apa saja di minyak goreng yang sudah dicampur cuka itu sampai matang...dan anehnya ketika tangan kita masukan tangan kita

Kepatahan tulang femur perlu dirawat dengan segera kerana pesakit akan mengalami komplikasi lain sekiranya ia lewat dirawat terutamanya kepatahan terbuka yang menyebabkan

Cara yang tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik