• Tidak ada hasil yang ditemukan

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

B A B I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya komplikasi penyakit dan mortalitas. Disamping menimbulkan masalah medis penyakit sirosis juga menimbulkan berbagai masalah psikososial dan ekonomi yang sangat besar pada pasien dan keluarganya. Pasien dengan penyakit sirosis dibandingkan individu normal dengan umur yang sama pada populasi umum tentu memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dan angka harapan hidup yang lebih pendek.

Sirosis hepatis (SH) adalah penyakit hati menahun yang ditandai oleh kerusakan parenkim hati difus dengan fibrosis luas disertai pembentukan nodul regeneratif. Gambaran klinis sirosis hati secara umum disebabkan adanya kegagalan faal hati dan hipertensi portal (McCormic Aiden, 2011).

Kejadian SH untuk tiap negara adalah berbeda-beda. Data mengenai prevalensi SH di Indonesia belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dari penelitian yang dilakukan oleh Somia et al., (2004) diperoleh 95 kasus sirosis dengan usia rata-rata 54,32 tahun.

Penyebab SH adalah multifaktorial, namun penyebab yang paling sering adalah penyalahgunaan alkohol, hepatitis virus kronis dan perlemakan hati yang

(2)

mengakibatkan nonalcoholic steatohepatitis (NASH) (Hidelbaugh & Bruderly, 2006).

Diagnosis SH ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis standar yang dikeluarkan oleh International Hepatology Informatics Group (1994), yaitu secara klinis didapatkan tanda-tanda SH seperti adanya varises esofagus, splenomegali (dan atau perubahan darah tepi yang sesuai dengan hipersplenisme), asites, muscle

wasting, perubahan dermovaskuler seperti spider angioma, pada pemeriksaan

ultrasonografi didapatkan tanda yang menyokong sirosis seperti adanya nodulasi pada parenkim hati, asites, splenomegali, atau perubahan vaskuler akibat sirosis (Carroll et al., 1994). Derajat beratnya gangguan fungsi hati pada SH dapat diklasifikasikan berdasarkan criteria Child-Turcotte-Pugh (CTP), yaitu Child A, B, dan C. Pengelompokan pada kriteria ini adalah berdasarkan pemeriksaan klinis adanya ensefalopati hepatikum, asites, pemeriksaan kadar albumin, bilirubin serum dan waktu protrombin atau International Normalized Ratio (INR) (Wolf, 2004).

Ensefalopati hepatik (EH) merupakan komplikasi yang terjadi pada 30-45% pasien sirosis. Ensefalopati hepatik adalah kelainan neuropsikologis yang terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau pasien dengan pintas porto-sistemik tanpa adanya kelainan otak organik yang diketahui. Terdapat banyak hipotesis patogenesis terjadinya EH, namun sampai saat ini patogenesis mengenai amonia memiliki bukti yang paling kuat (Haussinger & Schliess, 2008). Pada keadaan SH, struktur sel-sel hati yang sehat akan digantikan oleh jaringan ikat sehingga terjadi penurunan fungsi detoksifikasi. Selain itu hipertensi portal yang

(3)

terjadi pada SH akan menimbulkan banyak pembuluh darah kolateral. Adanya pembuluh darah kolateral ini menyebabkan darah yang belum didetoksifikasi dapat langsung menuju sirkulasi sistemik tanpa melewati hati. Mekanisme ini menyebabkan neurotoksin amonia cepat mencapai otak yang selanjutnya akan mengganggu fungsi neuron dan astrosit sehingga menimbulkan gejala ensefalopati. Derajat EH dibedakan menjadi 4 berdasarkan kriteria West Haven sesuai dengan gejala klinis yang muncul (Ferenci et al., 2002; McCormic Aiden, 2011; Mullen, 2006).

Dalam literatur disebutkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Zeegen pada tahun 1970 menemukan adanya kegagalan pada pasien-pasien yang sudah menjalalani operasi pintas porto-sistemik dalam mengerjakan tes psikometrik walaupun secara klinis pasien terlihat normal. Hal yang serupa juga ditemukan oleh peneliti lain yang diketuai oleh Rikkers pada tahun 1978, yaitu adanya kelainan pada hasil tes psikometrik pasien tanpa adanya gejala klinis ensefalopati yang nyata dan menyebut kondisi ini sebagai ensefalopati hepatik subklinis, yaitu suatu terminologi di luar kriteria West Haven. Sejak itulah berbagai kontroversi mengenai kepentingan klinis ensefalopati hepatik minimal muncul ke permukaan. Ensefalopati hepatik minimal (EHM) adalah perubahan minimal yang terjadi pada fungsi kognitif, parameter elektrofisiologis, aliran darah, metabolisme, dan homeostatis di otak yang dapat diobservasi pada pasien sirosis tanpa adanya tanda ensefalohepatik yang nyata. Tidak adanya gejala EH yang nyata pada pasien merupakan kunci utama dalam mendiagnosis EHM (Amodio et al., 2004). Keadaan EHM ini telah dibuktikan menjadi faktor risiko terjadinya EH yang nyata

(4)

dan bahkan kematian. Prevalensi EHM bervariasi antara 20-60% tergantung dari pemeriksaan yang dilakukan, namun alat yang digunakan untuk mendiagnosis sangat kompleks dan kebanyakan tidak tersedia bagi para klinisi dilapangan. Beberapa pusat yang khusus menangani pasien dengan sirosis telah membuat kriteria diagnosisnya sendiri atau dengan menggunakan tes neuropsikologis dalam berbagai cara. Hal ini telah menciptakan kebingungan karena tidak adanya konsensus yang jelas tentang alat baku yang dapat digunakan untuk mendeteksi EHM (Rojo et al., 2011).

Salah satu cara yang mudah untuk mendiagnosis EHM adalah dengan menggunakan tes neuropsikologis atau tes psikometrik. Tes ini dapat mendeteksi gangguan kognitif yang ringan yaitu berupa gangguan pemusatan perhatian dan kecepatan psikomotor (Amodio et al., 2008). Berdasarkan konsensus gastroenterologi sedunia ke 11 di Vienna pada tahun 1998, serangkaian tes neuropsikologis yang dikenal dengan Psychometric hepatic encephalopathy score (PHES) sudah direkomendasikan untuk mendiagnosis EHM. Tes tersebut terdiri dari 5 pemeriksaan psikometrik yaitu tes simbol digit (digit symbol test), tes koneksi angka A dan B (number connection test A and B), tes menggambar titik serial (serial dotting test), tes menggambar garis (line tracing test). Tes PHES dikatakan dapat dianggap sebagai baku emas dalam diagnosis EHM karena meliputi semua aspek kognitif yang berpengaruh pada EHM, yaitu dapat menilai fungsi domain kognitif yang multipel khususnya gangguan pemusatan perhatian, kemampuan visuospasial dan gerakan motorik halus. Selain itu tes PHES ini mudah dikerjakan oleh para klinisi, dapat dikerjakan dalam waktu singkat, dan

(5)

dapat diaplikasikan lintas budaya. Alat ini sudah divalidasi di Spanyol, Italia, Jerman, Meksiko, Inggris. Hasil studi yang telah dilakukan di Spanyol dan Jerman menunjukkan bahwa umur dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap nilai dari PHES. Studi di Itali didapatkan pekerjaan hanya berpengaruh terhadap item tes menggambar titik serial dalam PHES dan tidak memiliki pengaruh pada item tes lain. Pada studi yang dilakukan di Meksiko didapatkan bahwa derajat sirosis berdasarkan fungsi hati (sesuai kriteria CTP) tidak ditemukan berpengaruh pada PHES walaupun terdapat peningkatan prevalensi EHM seiring dengan meningkatnya derajat CTP, sedangkan pada studi yang dilakukan di Italia didapatkan bahwa fungsi hati ada hubungannya dengan PHES. Walaupun terdapat beberapa perbedaan dari versi validitas negara-negara tersebut, namun semuanya berhasil mendapatkan PHES yang valid dan dapat digunakan untuk mendiagnosis EHM pada masing-masing negara tersebut. Referensi nilai normal untuk tes PHES pada tiap negara adalah berbeda, masing-masing negara harus membuat nilai referensi atau nilai standar PHES dengan menggunakan populasi kontrol yang representatif yang sesuai dengan latar belakang budaya negara tersebut (Rojo et al., 2011).

Banyak penelitian tentang EHM telah dilakukan dan menyatakan adanya efek negatif pada kualitas hidup pasien dibandingkan dengan pasien sirosis tanpa EHM, penurunan kemampuan dalam berkendara, penurunan kemampuan koordinasi psikomotor, mempunyai risiko yang lebih besar untuk terjadinya EH yang nyata dan bahkan mempengaruhi prognosis pasien. Mengingat besarnya dampak yang bahkan sudah ditimbulkan sejak pasien mengalami ensefalopati

(6)

hepatik minimal, maka diagnosis EHM harus ditegakkan sehingga terapi segera dapat diberikan tanpa perlu menunggu sampai ensefalopati tersebut sudah nyata secara klinis (Ferenci et al., 2002; Amodio et al., 2004; Randolph et al., 2009).

Di Indonesia belum ada alat yang dibakukan untuk mendiagnosis adanya EHM pada pasien sirosis, sehingga penyakit ini mungkin seringkali terlewatkan sampai pada akhirnya pasien jatuh dalam kondisi EH yang nyata yang tentu saja dengan risiko mortalitas yang lebih besar. Sampai saat ini sepengetahuan kami, belum ada penelitian di Indonesia yang meneliti tentang nilai standar PHES yang sesuai dengan populasi di Indonesia dan belum ada penelitian tentang performa PHES di Indonesia. PHES yang menggunakan nilai standar populasi lokal Indonesia dan valid diharapkan dapat mendeteksi adanya ensefalopati minimal pada pasien sirosis sehingga terapi dapat segera diberikan sehingga diharapkan mortalitas dapat diturunkan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah tes PHES dapat dipakai untuk mendiagnosis EHM pada pasien sirosis hepatis di Indonesia?

2. Apakah faktor umur, pendidikan, pekerjaan, dan derajat CTP berhubungan dengan tes PHES pada populasi sampel normal, sampel SH tanpa EH nyata, dan sampel SH dengan EH nyata?

(7)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk memvalidasi tes PHES termasuk di dalamnya mendapatkan referensi nilai normal tes PHES yang sesuai dengan populasi di Indonesia sehingga dapat digunakan secara luas di Indonesia sebagai salah satu alat untuk mendiagnosis EHM pada pasien sirosis.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan tes PHES.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat akademik

Penelitian ini secara akademik bermanfaat untuk menambah pengetahuan khususnya ilmu kedokteran di Indonesia dengan memberikan informasi mengenai performa tes PHES di Indonesia dalam mendiagnosis ensefalopati minimal pada pasien sirosis, serta dapat dijadikan sebagai dasar dalam kebijakan penatalaksanaan pasien SH dengan komplikasi ensefalopati di Indonesia.

1.4.2. Manfaat klinik praktis

 Bagi para dokter, diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu mendiagnosis adanya EHM pada pasien sirosis sehingga terapi yang tepat dapat segera diberikan, yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit itu sendiri.

(8)

 Bagi para pasien SH di Indonesia diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari komplikasi EH.

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari

Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya melalui Bidang Permukiman berupaya untuk selalu mereview dan memperbaharui status dari Database infrastruktur,

Proses statistika yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan pemilihan kernel yang akan digunakan dan mencari nilai parameter dari kernel yang telah

Pembahasan dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai analisis bentuk dan interpretasi lagu While My Guitar Gently Weeps karya George Harrison.. Pembahasan mengenai

Konsep tanggung jawab terhadap pelaku usaha dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas barang yang diperjualbelikan kepada masyarakat. Hal tersebut juga dimaksudkan

menyatakan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah kualitas dari proses pembelajaran dalam hal ini adalah dengan keberadaan Rintisan Sekolah

Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pembahasan mengenai perilaku yang dilakukan oleh mahasiswa migran, mulai dari gaya hidup yang dijalani mahasiswa migran

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun pandanus tectorius, asam asetat glasial, asam asetat anhidrida,. katalis asam sulfat, LiCl,