Analisa Disparitas Harga Penawaran Terhadap Harga Perkiraan Sendiri
ANALISA DISPARITAS HARGA PENAWARAN TERHADAP HARGA
PERKIRAAN SENDIRI PADA PEMILIHAN PENYEDIA JASA PEKERJAAN JALAN DAN JEMBATAN
Alfian Malik ABSTRAK
Berdasarkan catatan pada Kementerian Pekerjaan Umum, jumlah kontraktor di Indonesia mencapai 180 ribu perusahaan. Jumlah ini tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan negara China.Jumlah perusahaan yang terlalu banyak akan menimbulkan persaingan bisnis yang tidak sehat sehingga dapat bertentangan dengan prinsip pengadaan barang/jasa: efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa disparitas penawaran harga terhadap HPS, dengan mengambil studi kasus pada pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kampar, khusus pada paket pekerjaan jalan dan jembatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pelaku dan pemangku kepentingan pembangunan tentang kecenderungan dan karakterisitik penawaran harga yang dapat dijadikan sebagai petunjuk awal adanya penyimpangan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Berdasarkan hasil analisa diperoleh informasi bahwa pada paket pekerjaan jalan non-hotmix dan jembatan jumlah peserta lelang untuk setiap paket pekerjaan masing-masing 16 dan 12 perusahaan dengan disparitas harga rata-rata terhadap HPS masing-masing 22,950% dan 16,073%. Hal ini mengindikasikan bahwa lelang berlangsung relatif fair. Sedangkan untuk paket jalan hotmix rata-rata hanya diikuti oleh 5 perusahaan per paket dengan persentase penawaran terhadap HPS rata-rata cukup tinggi 96,652% dan disparitas penawaran sangat rendah yaitu 2,866%. Data ini menjadi petunjuk awal telah terjadi persekongkolan pada pelelangan paket jalan hotmix.
Kata Kunci: barang dan jasa, disparitas, hotmix, lelang, penawaran.
ABSTRACT
Based on the records of the Ministry of Public Works, the number of contractors in Indonesia reaches 180 thousand companies. This number tripled compared with companies in Chinese State. The large number of companies lead to unfair competition in the construction business so would be contrary to the principles of procurement: efficient, effective, transparent, open, competitive, fair/non-discriminatory, and accountable. This study aims to analyze disparities of bid prices to Owner’s Estimate (OE), case studies of public procurementwithin Pemerintah Kabupaten Kampar, specifically on road and bridge work packages. The result of this study could be information for development executant and stakeholders, about the trends and characteristics of bid prices, it can be used as an early indication of irregularities in the public procurement process. The results of this study indicate that the number of bidders for each package of non-hotmix and bridges are 16 and 12 companies, and the average price disparity to OE’s are 22.950% and 16.073%. This indicates that the tender process has been conducted fairly.The bidders for each package of hotmix an average of only 5 companies, with an average percentage of bid price to OE’s fairly high at 96.652%, and the disparity of bid prices to OE’s very low at 2.866%.This data may be an early indication that there has been irregularities in the bidding process.
Berdasarkan catatan pada Kementerian Pekerjaan Umum, jumlah kontraktor di Indonesia mencapai 180 ribu perusahaan. Jumlah ini tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan negara China. Kendati banyak, sebagian besar kontraktor di Tanah Air umumnya berupa perusahaan-perusahaan kecil. Selain itu, kontraktor lokal cenderung bergerak dalam banyak bidang pekerjaan dan tak terspesialisasi. Dari kondisi tersebut,
pemerintah berharap kontraktor yang
beroperasi saat ini melebur dengan
perusahaan sejenis. Sehingga jumlah
kontraktor di masa mendatang diharapkan akan berkurang menjadi separuh dari kondisi saat ini. Mereka juga diimbau memiliki spesialisasi yang jelas dan berbeda satu dengan lainnya, seperti spesialisasi besi, cat, beton, dan spesialis lainnya. Spesialisasi kontraktor di masa mendatang akan menjadi
sangat penting. Selain memudahkan
konsumen, para kontraktor juga akan
memperoleh pekerjaan yang jelas.
(VIVAnews-2012).
Jumlah perusahaan yang terlalu banyak akan menimbulkan persaingan bisnis jasa konstruksi yang cenderung tidak sehat sehingga akan bertentangan dengan prinsip pengadaan barang dan jasa: efisien, efektif,
transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak
diskriminatif, dan akuntabel. Menurut
Maslani dan Siswanto (2011), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam Audit Pengadaan Barang dan Jasa, telah melakukan audit terhadap 8 aspek: perencanaan, keuangan, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, kewajaran harga, ketepatan kuantitas, ketepatan kualitas, ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan, dan pemanfaatan hasil pelaksanaan kegiatan. Selanjutnya menurut Maslani dan Siswanto (2011) hasil audit mengemukakan ada 19 jenis dan tiap jenis terdiri dari beberapa
bentuk potensi penyimpangan dalam
pengadaan barang/jasa berdasarkan proses
sampai pemanfaatan).
Salah satu tahapan yang sangat krusial dalam pemilihan penyedia barang dan jasa
pemerintah (pelelangan) adalah proses
penetapan calon pemenang lelang.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2012,Kelompok Kerja ULP (Unit Layanan Pengadaan) mengusulkan penawar terendah yang responsif sebagai calon pemenang. Mengingat tidak adanya penjelasan tentang maksud – penawaran terendah yang responsif – maka ketentuan
tersebut dapat diinterpretasikan secara
berbeda menurut kepentingan pihak-pihak
(pengguna dan penyedia barang/jasa).
Akibatnya, pihak kontraktor cenderung untuk mengajukan penawaran jauh lebih rendah dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Meskipun ada ketentuan lain yang mengikat penawaran
harga yang cenderung rendah dengan
kewajiban untuk memberikan jaminan
pelaksanaan dalam jumlah tertentu.
Berkaitan dengan adanya
kecenderungan untuk mengajukan penawaran harga yang jauh di bawah HPS pada pengadaan barang dan jasa pemerintah, maka dilakukan penelitian terhadap kecenderungan disparitas harga terhadap HPS dengan mengambil studi kasus pada pengadaan barang dan jasa pemerintah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kampar, khusus pada proyek pembangunan jalan dan jembatan.
Permasalahan pada penelitian adalah
bagaimanakah kecenderungan disparitas
harga yang diajukan oleh peserta lelang bidang pekerjaan jalan dan jembatan terhadap
Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pelaku dan pemangku
kepentingan pembangunan tentang
kecenderungan dan karakterisitik penawaran harga yang dapat dijadikan sebagai indikasi awal terhadap adanya penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Analisa Disparitas Harga Penawaran Terhadap Harga Perkiraan Sendiri
1.1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Menurut Perpres RI. Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Perpres
RI. Nomor 54 Tahun 2010, tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk
memperoleh Barang/Jasa. Menurut Nur
Bahagia (2011), aktivitas pengadaan
dilakukan oleh berbagai pihak terkait yang dapat diklasifikasikan atas tiga pelaku utama
yaitu: Pengguna/Pengusul, Penyedia
Barang/Jasa, dan Pelaksana Pengadaan.
Pengguna/Pengusul pengadaan barang/jasa adalah individu (pejabat) atau unit organisasi yang diberikan kewenangan untuk mengusul-kan pengadaan barang/jasa.Menurut Perpres
Nomor 70 Tahun 2012, Pengguna
Barang/Jasa adalah Pejabat pemegang
kewenangan penggunaan Barang dan/atau Jasa milik Negara/Daerah di masing-masing
Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja
Perangkat Daerah, dan Institusi lainnya. Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Konsultansi/Jasa Lainnya.
1.2. Tahapan dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Proses pengadaan barang/jasa
pemerintah menggunakan suatu sistem
terintegrasi yang dilaksanakan melalui
beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Persiapan Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa yang terdiri dari kegiatan: perencanaan, pemilihan sistem, penetapan metode penilaian kualifikasi, penyusunan
jadwal, penyusunan dokumen, dan
penetapan HPS,
b. Pelaksanaan Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa terdiri dari kegiatan:
pengumuman, penilaian kualifikasi,
pendaftaran dan pengambilan dokumen,
pemberian penjelasan, pemasukan
dokumen penawaran, evaluasi penawaran, penetapan dan pengumuman pemenang, sanggahan, pemilihan gagal, penunjukan pemenang, penandatanganan kontrak, dan pelaksanaan kontrak.
1.3. Jenis-jenis Harga dalam Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
a. Nilai Batas/Pagu Anggaran, adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan
kepada kementerian/lembaga dalam
rangka penyusunan Rencana Kerja dan
Aanggaran Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Institusi (PP. No.
90/2010).Berdasarkan pagu anggaran,
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran menyusun dokumen
pelaksanaan anggaran yang disebut Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). b. Harga Perkiraan Sendiri (HPS), adalah
hasil perhitungan volume tiap-tiap
pekerjaan dikalikan dengan Harga Satuan
masing-masing pekerjaan, ditambah
dengan beban pajak, overhead dan keuntungan yang nilainya ditetapkan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK).Menurut Prabowo (2011), besarnya keuntungan dan biaya overhead maksimal 15% dari HPS. Menurut Pasal 66 Perpres RI. Nomor 70 Tahun 2012, Nilai total HPS tidak bersifat rahasia (kecuali rinciannya). HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga, termasuk rinciannya, dan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah. Sehubungan dengan adanya kecenderungan peserta lelang mengajukan penawaran jauh di bawah HPS, pihak pemerintah melakukan antisipasi dengan menetapkan Jaminan Pelaksanaan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Untuk nilai penawaran terkoreksi antara 80% s/d 100% dari nilai total
sebesar 5% dari nilai Kontrak,
- Untuk nilai penawaran terkoreksi di bawah 80% dari nilai total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% dari nilai total HPS.
c. Harga Penawaran Kontraktor,adalah harga yang dihitung dan diajukan oleh peserta lelangdengan berpedoman kepada nilai total Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Di dalam harga penawaran sudah termasuk beban pajak, overhead, dan keuntungan wajar. Penawaran harga dari kontraktor dibuat dengan mempertimbangkan aspek: - Kompetitif, yaitu memiliki daya saing
sehingga berpeluang untuk
dipertimbangkan sebagai calon
pemenang lelang. Harga yang terlalu tinggi cenderung kehilangan daya saing, sedangkan harga yang terlalu rendah berpotensi menimbulkan risiko rugi.
- Responsibilitas, yaitu dihitung secara profesional dan realistis sehingga dapat dipertanggungjawabkan untuk dapat mentranformasi sumber daya
proyek (bahan/material, peralatan,
tenaga kerja, dan teknologi) menjadi produk barang/jasa dengan kualitas dan kuantitas sebagaimana disyaratkan oleh pengguna barang/jasa.
- Profitabilitas, yaitu memiliki sifat dapat memberi keuntungan.
1.4. Pola Distribusi Harga Penawaran Menurut Malik (2010: 123) pola distribusi harga penawaran pada setiap paket pekerjaan yang dilelangkan secara umum memiliki tiga karakteristik, yaitu :
a. Harga rasional, yaitu harga yang disusun secara profesional dengan tujuan untuk memenangkan kompetisi (lelang), dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, serta menghasilkan laba usaha. Penawaran ini biasanya ditandai dengan frekuensi yang lebih sering muncul, dan berada
deviasi rendah terhadap HPS,
b. Harga spekulatif, yaitu harga penawaran yang disusun dengan melibatkan beberapa prediksi dan asumsi yang tidak realistis dan tidak terkait langsung dengan masalah teknis pekerjaan yang akan dilelangkan,
misalnya memasukkan prediksi dan
asumsi berdasarkan rumor. Harga
penawaran semacam ini tidak
mengelompok, memiliki nilai relatif agak tinggi, dan cenderung berdiri sendiri. Penawaran ini memang bersifat coba-coba dan mengandung unsur spekulasi,
c. Harga irasional, adalah harga penawaran yang nilai nominalnya sangat ekstrim dan berada jauh di bawah harga HPS. Harga penawaran ini disusun secara emosional, tidak realistis, dan biasanya ditujukan untuk mendapatkan posisi penawaran terendah sehingga berpeluang untuk memenangkan lelang. Harga penawaran semacam ini memiliki prekuensi yang kecil dan cenderung tidak mengelompok
Dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa, pada tahap pembukaan sampul
dokumen penawaran akan dihasilkan
sekelompok data kuantitatif yang belum
diobservasi sehingga tidak bisa
mendeskripsikan posisi penawaran dan masih bersifat mentah. Menurut Atmaja (1997: 5) nilai-nilai observasi yang belum disusun dan dianalisa disebut data mentah (rawdata). Dikatakan masih mentah karena nilai-nilai tersebut belum diproses secara statistik. 2. METODE PENELITIAN
2.1. Studi Literatur
Penelitian ini diawali dengan
melakukan kajian terhadap sejumlah literatur yang dapat mendukung pendekatan analisis, meliputi: kajian tentang peraturan perundang-undangan, regulasi, prosedur, dan tata cara pemilihan pengadaan barang/jasa pemerintah, dan kajian statistik harga penawaran. Sumber
Analisa Disparitas Harga Penawaran Terhadap Harga Perkiraan Sendiri
ketentuan perundang-undangan dan regulasi terkait, jurnal ilmiah yang dipublikasikan, dan referensi pada website yang diakses melalui internet.
2.2 Desain Penelitian dan Pengembangan Model
Penelitian ini didesain agar dapat mengetahui dan menjelaskan secara ilmiah tentang karakterisitik harga dan disparitas
penawaran harga terhadap HPS.Metode
analisa disparitas penawaran harga
menggunakan pendekatan ilmu Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Matematik dan Ilmu Statistik. Disamping itu, penelitian dirancang agar dapat menjelaskan secara formal bagaimana urutan dan tata cara penelitian ini dilakukan.Pengembangan model penawaran dimaksudkan untuk memperjelas hubungan antar variabel seperti: Pagu Anggaran (PA), Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan Penawaran Harga Kontraktor (PHK). Dalam penelitian ini dilakukan
penyederhanaan dan pembatasan-dimana
metode pelelangan yang diteliti adalah
metode Pelelangan Umum dengan
Pascakualifikasi.
Pengembangan model harga serta hubungan antar variabel dibuat dengan model sebagai berikut:
a. Pagu Anggaran (PA): 𝑃𝐴 ≥ 𝐻𝑃𝑆 b. Penawaran Harga Kontraktor (PHK)
𝑃𝐻𝐾 = 𝑃𝐻𝐾1, 𝑃𝐻𝐾2, 𝑃𝐻𝐾3, … , 𝑃𝐻𝐾𝑛 dimana: PHK1, 2, 3 ..., n = harga
kontraktor urutan ke 1, 2, sampai n dan n ≥ 3
c. Persentase Penawaran Terhadap HPS
= 𝑃𝐻𝐾
𝐻𝑃𝑆 × 100%
d. Disparitas Penawaran terhadap HPS
=𝐻𝑃𝑆 − 𝑃𝐻𝐾
𝐻𝑃𝑆 × 100%
2.3 Operasional Variabel Penelitian
Operasional variabel-variabel penelitian dilakukan sebagai berikut:
- Identifikasi terhadap variabel-variabel
harga: Pagu Anggaran (PA), Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Penawaran Harga Kontraktor (PHK),
- Menghitung persentase penawaran harga terhadap HPS,
- Menghitung disparitas harga setiap harga penawaran terhadap HPS,
- Menghitung disparitas rata-rata harga penawaran setiap paket pekerjaan.
2.4 Data dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini secara keseluruhan
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari website LPSE Kabupaten Kampar. Data dikelompokkan menjadi tiga bahagian, yaitu: data penawaran harga bidang jalan non-hotmixsebanyak 20 paket dengan 314 sampel, data penawaran bidang jalan hotmixsebanyak 40 paket dengan 198 sampel, dan data penawaran bidang jembatan sebanyak 6 paket dengan 74 sampel.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data-data hasil evaluasi penawaran harga yang diajukan oleh peserta lelang untuk setiap pekerjaan jalan non-hotmix, jalan hotmix, dan jembatan diolah untuk mengetahui persentase setiap penawaran terhadap Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Berdasarkan nilai tersebut, dapat diketahui disparitas harga (dalam %) untuk setiap penawaran pada setiap paket pekerjaan. Data hasil olahan ditampilkan pada tabel sebagai berikut:
No. Nomor Paket Jumlah Kontraktor HPS (Rp) % rata-rata terhadap HPS Disparitas (%)
Min Max Average
1 Paket Jalan 1 17 375.000.000 84,551 1,009 22,283 15,449 2 Paket Jalan 2 17 375.000.000 83,456 12,003 21,634 16,544 3 Paket Jalan 3 14 562.500.000 82,035 13,249 25,068 17,965 4 Paket Jalan 4 24 550.000.000 72,380 16,999 35,485 27,620 5 Paket Jalan 5 23 770.000.000 71,494 12,827 37,144 28,506 6 Paket Jalan 6 13 750.000.000 72,714 17,554 35,200 27,286 7 Paket Jalan 7 13 1.100.000.000 71,304 16,305 46,161 28,696 8 Paket Jalan 8 7 400.000.000 82,556 12,549 20,590 17,444 9 Paket Jalan 9 24 500.000.000 77,207 14,865 30,520 22,793 10 Paket Jalan 10 10 400.000.000 72,021 19,285 34,901 27,979 11 Paket Jalan 11 11 450.000.000 76,118 15,001 31,344 23,882 12 Paket Jalan 12 22 480.000.000 71,051 11,830 39,499 28,949 13 Paket Jalan 13 22 350.000.000 68,249 26,109 37,504 31,751 14 Paket Jalan 14 19 350.000.000 70,711 22,692 37,014 29,289 15 Paket Jalan 15 11 430.198.000 81,282 13,462 23,175 18,718 16 Paket Jalan 16 9 360.000.000 81,792 2,040 24,382 18,208 17 Paket Jalan 17 12 350.000.000 68,460 21,727 39,928 31,540 18 Paket Jalan 18 9 775.677.300 80,742 8,084 29,984 19,258 19 Paket Jalan 19 19 375.000.000 87,496 0,872 21,691 12,504 20 Paket Jalan 20 18 375.000.000 85,377 0,572 22,283 14,623 Rata-rata 15,7 77,050 12,952 30,789 22,950
Sumber: Data olahan
Tabel 2. Disparitas Penawaran Harga Terhadap HPS Untuk Pekerjaan JalanHotmix
No. Nomor Paket Jumlah
Kontraktor HPS (Rp) % rata-rata terhadap HPS Disparitas (%)
Min Max Average
1 Paket Hot-Mix 1 12 2.250.000.000 94,719 1,496 10,072 5,281 2 Paket Hot-Mix 2 10 3.000.000.000 94,959 2,340 6,885 5,041 3 Paket Hot-Mix 3 10 2.250.000.000 94,365 1,901 10,020 5,635 4 Paket Hot-Mix 4 4 3.400.000.000 88,868 9,000 15,010 11,132 5 Paket Hot-Mix 5 4 3.400.000.000 88,868 9,000 15,010 11,132 6 Paket Hot-Mix 6 9 4.950.000.000 89,367 5,048 15,130 10,633 7 Paket Hot-Mix 7 4 3.100.000.000 92,532 3,833 12,097 7,468 8 Paket Hot-Mix 8 3 1.050.000.000 175,121 -232,609 4,264 -75,121 9 Paket Hot-Mix 9 3 1.662.953.000 134,283 -110,012 4,151 -34,283 10 Paket Hot-Mix 10 10 1.305.719.100 81,962 7,588 29,993 18,038 11 Paket Hot-Mix 11 4 3.235.000.000 97,470 0,464 5,170 2,530 12 Paket Hot-Mix 12 4 2.516.295.000 97,533 0,648 5,019 2,467
Analisa Disparitas Harga Penawaran Terhadap Harga Perkiraan Sendiri 13 Paket Hot-Mix 13 3 2.462.394.000 97,886 0,678 4,988 2,114 14 Paket Hot-Mix 14 3 1.300.000.000 98,348 0,801 2,693 1,652 15 Paket Hot-Mix 15 4 2.750.000.000 74,503 1,379 7,791 4,045 16 Paket Hot-Mix 16 4 1.625.000.000 89,797 3,293 15,000 10,203 17 Paket Hot-Mix 17 4 1.500.000.000 95,864 3,000 5,826 4,136 18 Paket Hot-Mix 18 3 1.686.000.000 96,097 3,034 5,424 3,903 19 Paket Hot-Mix 19 3 1.600.000.000 96,767 3,033 3,623 3,233 20 Paket Hot-Mix 20 4 1.800.000.000 97,757 0,742 3,756 2,243 21 Paket Hot-Mix 21 3 1.050.000.000 96,451 2,396 4,446 3,549 22 Paket Hot-Mix 22 3 1.050.000.000 98,409 0,753 2,703 1,591 23 Paket Hot-Mix 23 3 2.541.000.000 94,473 4,099 7,596 5,527 24 Paket Hot-Mix 24 3 3.000.000.000 93,422 4,279 8,333 6,578 25 Paket Hot-Mix 25 6 3.230.000.000 96,076 1,102 6,253 3,924 26 Paket Hot-Mix 26 3 2.275.000.000 93,902 3,507 10,402 6,098 27 Paket Hot-Mix 27 8 1.125.000.000 96,966 1,714 7,937 5,215 28 Paket Hot-Mix 28 6 1.187.000.000 91,805 0,111 38,291 8,195 29 Paket Hot-Mix 29 9 1.140.750.000 91,588 0,454 35,789 8,412 30 Paket Hot-Mix 30 3 1.329.502.000 94,275 5,028 6,645 5,725 31 Paket Hot-Mix 31 7 3.000.000.000 94,749 1,028 8,549 5,251 32 Paket Hot-Mix 32 3 1.500.000.000 94,775 4,987 5,578 5,225 33 Paket Hot-Mix 33 4 2.020.000.000 95,755 3,181 5,876 4,245 34 Paket Hot-Mix 34 3 2.250.000.000 94,601 4,444 6,096 5,399 35 Paket Hot-Mix 35 5 1.500.000.000 93,766 2,498 11,385 6,234 36 Paket Hot-Mix 36 4 3.000.000.000 90,984 4,333 15,193 9,016 37 Paket Hot-Mix 37 5 2.250.000.000 93,402 2,730 12,063 6,598 38 Paket Hot-Mix 38 3 1.350.000.000 96,676 1,650 5,322 3,324 39 Paket Hot-Mix 39 4 2.190.000.000 91,867 5,941 11,198 8,133 40 Paket Hot-Mix 40 3 2.650.000.000 95,078 4,009 6,682 4,922 Rata-rata 4,8 96,652 -5,677 9,957 2,866
Sumber: Data olahan
Tabel 3. Disparitas Penawaran Harga Terhadap HPS Untuk Pekerjaan Jembatan
No. Nomor Paket Jumlah
Kontraktor HPS (Rp)
% rata-rata terhadap
HPS
Disparitas (%)
Min Max Average
1 Paket jembatan 1 12 1.514.279.000 84,485 0,141 30,528 15,515 2 Paket jembatan 2 10 2.900.000.000 80,617 12,329 23,560 19,383 3 Paket jembatan 3 12 1.450.000.000 96,425 -0,788 9,759 3,575 4 Paket jembatan 4 12 2.859.246.895 81,415 9,955 26,039 18,585 5 Paket jembatan 5 15 2.035.258.000 81,789 4,574 26,049 18,211 6 Paket jembatan 6 13 850.000.000 78,830 8,206 78,705 21,170 Rata-rata 12,3 83,927 5,736 32,440 16,073
ditampilkan melalui gambar sebagai berikut:
Gambar 1.Diagram Disparitas Penawaran Harga Terhadap HPS
Gambar 2. Diagram Disparitas Penawaran Harga Terhadap HPS Untuk PekerjaanJalan Non-Hotmix
Gambar 3. Diagram Disparitas Penawaran Harga Terhadap HPS Untuk PekerjaanJalan Hotmix -100.00 -80.00 -60.00 -40.00 -20.00 0.00 20.00 40.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 d is p ari tas ( % )
nomor paket kegiatan
non-hot mix hot mix jembatan
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 d is p ari tas ( % )
nomor paket kegiatan
-80.00 -60.00 -40.00 -20.00 0.00 20.00 40.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 di sp ar it as ( %)
Analisa Disparitas Harga Penawaran Terhadap Harga Perkiraan Sendiri
Gambar 4. Diagram Disparitas Penawaran Harga Terhadap HPS Untuk Pekerjaan Jembatan
Tabel 4. Rangkuman Disparitas Penawaran Harga Terhadap HPS
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Rata-rata Kontraktor (perusahaan) Persentase Rata-rata Penawaran terhadap HPS (%) Disparitas Rata-rata Penawaran Terhadap HPS Minimum (%) Disparitas Rata-rata Penawaran Terhadap HPS Maksimum (%) Disparitas Rata-rata Penawaran Terhadap HPS (%) 1. Jalan Non-Hormix 15,7 77,050 12,952 30,789 22,950 2. Jalan Hotmix 4,8 96,652 -5,677 9,957 2,866 3. Jembatan 12,3 83,927 5,736 32,440 16,073
Dari data pada Tabel 4 memberikan informasi bahwa peserta lelang pada setiap paket pekerjaan jalan (bukan hotmix) dengan nilai HPS < Rp. 1.000.000.000,00 rata-rata diikuti oleh 15,7≈ 16 perusahaan, sedangkan untuk pekerjaan jalan hotmix dimana nilai HPS di atas Rp. 1.000.000.000 hanya diikuti rata-rata oleh 4,8 ≈ 5 perusahaan, sementara untuk pekerjaan jembatan rata-rata diikuti oleh 12,3 ≈ 12 perusahaan. Persentase rata-rata penawaran terhadap HPS untuk pekerjaan jalan (non-hotmix) adalah 77,050%, untuk pekerjaan jalan hotmix adalah 96,652%, dan untuk pekerjaan jembatan adalah 83,927%. Disparitas rata-rata penawaran terhadap HPS untuk pekerjaan jalan (non-hotmix) adalah 22,950%, untuk pekerjaan jalan hotmix adalah 2,866%, dan untuk pekerjaan jembatan adalah 16,073%. Nilai negatif pada disparitas rata-rata penawaran terhadap HPS terendah
(minimum) pada pekerjaan jalan hotmix disebabkan oleh karena adanya kontraktor yang mengajukan penawaran sangat tidak rasional yaitu lebih dari 300% di atas HPS. 4. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisa disparitas
penawaran terhadap HPS yang dilakukan pada pekerjaan jalan dan jembatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kampar Tahun 2013 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
- Proses pemilihan penyedia barang dan jasa untuk paket pekerjaan jalan non-hotmixberlangsung secara fair, dimana untuk setiap paket pekerjaan rata-rata diikuti oleh 16 perusahaan dengan rata-rata penawaran harga 70,050% terhadap HPS, dengan disparitas rata-rata terhadap HPS cukup besar, yaitu 22,950%. Hal ini 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 1 2 3 4 5 6 d is p ari tas ( % )
persekongkolan dalam pengaturan harga antar peserta lelang.
- Untuk setiap paket pekerjaan jalan hotmix rata-rata diikuti hanya oleh 5 perusahaan, dimana rata-rata persentase penawaran harga terhadap HPS sangat tinggi yaitu 96,652% (hampir mendekati HPS), dan disparitas rata-rata penawaran sangat rendah yaitu 2,866%. Data ini dapat
dijadikan petunjuk awaladanya
persekongkolan antar peserta lelang. Argumen ini diperkuat oleh adanya kecenderungan saling mengalah antar perusahaan yang berkompetisi, dan ada perusahaan mengajukan penawaran tidak rasional.
- Untuk setiap paket pekerjaan jembatan rata-rata diikuti oleh 12 perusahaan dengan persentase rata-rata penawaran harga terhadap HPS adalah 83,927%, dengan disparitas rata-rata terhadap HPS adalah 16,073%. Data ini menunjukkan adanya persaingan yang cukup fair,
meskipun ada indikasi terjadi
persekongkolan pada salah satu paket jembatan dimana disparitas rata-rata terhadap HPS pada paket tersebut hanya 3,575%.
Berdasarkan simpulan di atas
disarankan untuk memberikan peluang yang lebih besar kepada perusahaan lokal yang tidak memiliki Aspalt Mixing Plan (AMP) untuk dapat ikut berkompetsisi pada paket pekerjaan jalan hotmix. Hal ini untuk menjaga agar dalam pelaksanaan pemilihan penyedia
barang dan jasa dapat memenuhi
prinsip:efisien, efektif, transparan, terbuka,
bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan
akuntabel, seperti yang dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, M. dan Wirahadikusumah, R.D.,
Model Penilaian Kewajaran Harga
Evaluasi Nilai, Jurnal Teknik Sipil Edisi Khusus Volume 12 Nomor 3, Juli 2005, Bandung, 2005.
Atmaja, L.S., “Memahami Statistika Bisnis”,
Edisi Pertama, Cetakan Pertama,
Penerbit Andi, Yogyakarta, 1997.
Indonesia-Australia Partnership, 2008,
Prosedur Penawaran 2, The Eastern Indonesian National Road Improvement Project (EINRIP), Jakarta, Mei 2008.
Malik, Alfian.“Pengantar Bisnis Jasa
Pelaksana Konstruksi”, Edisi I, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2010.
Maslani dan Siswanto, Audit Pengadaan Barang dan Jasa, Mengenal Risiko
Penyimpangan Untuk Pencegahan,
Jurnal LKPP Senarai, Volume 1 Nomor 1, Desember 2011.
Nur Bahagia, S., Sistem Pengadaan Publik dan Cakupannya, Jurnal LKPP Senarai, Volume 1 Nomor 1, Desember 2011.
Prabowo, A. dan Pramita, W.K.,
Peninjauan Satu Tahun Pelaksanaan Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jurnal LKPP Senarai, Volume 1 Nomor 1, Desember 2011.
Pemerintah RI, Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 Tentang Penyusunan RKA-KL
Presiden RI, Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Presiden RI, Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
http://lpse.kamparkab.go.id/eproc/lelang/pem enangcari, diakses pada 03 Mei 2013.
http://bisnis.news.viva.co.id/news/, diakses