• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y DI PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y DI PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y DI

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA

THE DIGITAL DIVIDE BETWEEN X AND Y GENERATION IN

A GOVERNMENT PROVINCE OF DKI JAKARTA

Ninda Putti Arrochmah1, Kharisma Nasionalita2

1,2Prodi Ilmu Komunikasi FKB Universitas Telkom

1,2Jl. Telekomunikasi No. 01, Terusan Buah Batu, Sukapura, Dayeuhkolot, Bandung, Indonesia 40257

Email: nindadok@gmail.com1), nasionalita.kharisma@gmail.com2)

Naskah diterima: 14 Juli 2020, direvisi 10 Agustus 2020, disetujui 15 September 2020

Abstrak – Penelitianini mengukur indeks kesenjangan digital antara generasi X dan Y pada PNS di Provinsi DKI Jakarta. Subvariabel kesenjangan digital yang diukur pada penelitian ini adalah: 1) Perilaku Penggunaan Internet; 2) Manfaat Internet; 3) Usage Divide; dan 4) Quality of Use Divide. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui survei dengan melibatkan seratus responden yang telah terpilih secara random. Pengambilan sampel menggunakan teknik gugus bertahap. Teknik analisis data menggunakan Uji Mann Whitney untuk mengetahui perbandingan nilai kesenjangan digital antarkedua kelompok subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mean rank generasi Y unggul di setiap subvariabel dibandingkan dengan generasi X. Meski demikian, nilai indeks digital kedua generasi termasuk dalam kategori rendah. Dari keempat subvariabel tersebut, kesenjangan terbesar adalah pada subvariabel Usage Divide antara kedua generasi ini. Usage Divide merujuk pada perbedaan keterampilan penggunaan internet antara masyarakat yang memiliki akses terhadap internet.

Kata Kunci: Kesenjangan Digital, Generasi X, Generasi Y, PNS.

Abstract – This research measures the digital divide index between X and Y generation in civil servants in DKI Jakarta Province. The subvariables of the digital divide that measured in this research are: 1) Internet Usage Behavior; 2) The Advantage of Internet; 3) Usage Divide; and 4) Quality of Use Divide. This study uses quantitative methods with data collection techniques through surveys involving 100 respondents who have been randomly selected. Sampling using a gradual cluster technique. The data analysis technique used the Mann Whitney test to determine the comparison of the value of the digital divide between the two groups of research subjects. The result shows that the mean rank value of generation Y was superior in each sub variable compared to generation X. Nevertheless, the digital index values in the two generations are considered low. Among of these four subvariables, the highest gap between these two generations is the Usage Divide which refers to internet usage skills gap between people who have access to the internet.

Keywords: Digital Divide, Generation X, Generation Y, Civil Servant.

PENDAHULUAN

Pemenuhan kebutuhan dalam segala bidang kehidupan manusia tidak lepas dari peranan dan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Dalam bidang pemerintahan, penerapan TIK

berupa e-government dapat menjalankan pelayanan

publik lebih efektif dan efisien. Di Indonesia,

implementasi e-government pertama kali diatur dalam

Instruksi Presiden (Inpres) nomor 6 tahun 2001. Perkembangan teknologi sudah menjadi paradigma

global di mana suatu negara harus berperan aktif dalam pengaplikasiannya agar tidak tertinggal zaman. Bisa dilihat sangat berpengaruhnya “kekuatan” teknologi pada suatu negara untuk menjalankan sistem pemerintahannya. Hasil dari penelitian Yunita &

Aprianto (2018) dengan analisis website

menyimpulkan bahwa Indonesia lambat dalam

mengembangkan e-government. Untuk itu, kajian dari

(2)

diperlukan khususnya terkait faktor-faktor penyebab

lambatnya perkembangan e-government.

Disebutkan pula dalam Inpres Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan E-Government, Sumber Daya Manusia

(SDM) baik sebagai pengembang, pengelola maupun

pengguna e-government merupakan faktor yang turut

menentukan bahkan menjadi kunci keberhasilan

pelaksanaan dan pengembangan e-government. Dari

pernyataan yang sudah disebutkan, menunjukkan kemampuan SDM menjadi kunci yang sangat penting

bagi terlaksananya e-government dalam pemanfaatan

teknologi yang optimum. Penataan yang dilakukan

oleh pemerintah, termasuk dalam pelaksanaan

e-government mendorong bangsa Indonesia menuju masyarakat informasi. Menurut Tyas, Budiyanto, &Santoso, (2015) masyarakat informasi adalah kelompok masyarakat yang memiliki ciri-ciri dapat

mengimplementasikan informasi dan teknologi

komunikasi terbaru untuk kemungkinan terbaik. SDM pada instansi pemerintah salah satunya adalah Aparatur Sipil Negara yang disingkat ASN. ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah (Pasal 1 Ayat 1 UU RI No. 5 Tahun 2014). Jika dibandingkan dengan

masalah teknologinya, permasalahan mengenai

ketersediaan SDM di kalangan pemerintah yang memiliki standar kompetensi TIK lebih sulit. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki kompetensi TIK hanya sekitar tiga hingga lima orang pada sejumlah kantor pemerintah daerah, beberapa di antaranya kemungkinan tidak berlatar belakang pendidikan sarjana bidang informatika atau elektro (Sosiawan, 2008).

Deputi Inovasi Lembaga Administrasi Negara (LAN), Tri Widodo Utomo yang dilansir dalam Beritasatu.com (2016) mengungkapkan jika literasi IT di kalangan birokrat belum merata. ASN yang sudah berumur dan terutama di daerah pelosok masih cukup banyak yang mengalami gagap teknologi atau

kurangnya e-literacy. Pada laman tersebut dijelaskan

penggunaan TIK yang baik dapat mendorong tata

laksana pemerintahan yang bersih (good governance).

Namun disayangkan kalangan ASN, khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih minim penguasaan

terhadap TIK. Masih dalam laman yang sama, ketika ditanya apakah LAN memiliki data literasi TIK di kalangan PNS, Tri Widodo menjawab jika ia belum pernah memperoleh data nasional tentang literasi TIK di kalangan aparatur. Seiring dengan berkembangnya era Revolusi Industri 4.0, pengembangan kompetensi ASN sangat diperlukan sebagai motor penggerak birokrasi. Sangat disayangkan, ASN di Indonesia memiliki kualitas yang sangat rendah berdasarkan data dari World Economy Forum Human Capital (Masrully, 2019).

Tidak meratanya akses dan kemampuan TIK

pada SDM pemerintah dapat menghambat

terlaksananya e-government. Tidak meratanya akses

dan kemampuan TIK pada setiap SDM ini disebut

dengan kesenjangan digital. Tyas, Budiyanto &

Santoso (2015) menjelaskan jika kesenjangan digital didefinisikan sebagai perbedaan dalam mengakses TIK dan penggunaan internet untuk berbagai aktivitas antara satu orang, rumah tangga atau keluarga, bisnis dan industri, dan wilayah geografis pada tingkat sosial ekonomi yang berbeda.

Kesenjangan digital pada pegawai pemerintah yang dalam hal ini adalah ASN perlu diatasi agar

keberhasilan pelaksanaan e-government dapat tercapai

dengan pemanfaatan teknologi dan pelayanan yang optimum. Mallisa’ (2009 dalam Ariyanti, 2013) berbicara mengenai kesenjangan digital tidak hanya persoalan infrastruktur melainkan apa yang mau diakses dan dikerjakan oleh seseorang dengan

keunggulan teknologi tersebut. Berdasarkan

pernyataan tersebut dapat diasumsikan selain

menggunakan, pemanfaatan teknologi digital bisa menyebabkan adanya kesenjangan digital.

Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan laporan yang menggambarkan tingkat pembangunan TIK per wilayah di Indonesia yang berjudul “Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK)”. Tingkat kesenjangan digital berdasarkan laporan tersebut dapat dilihat dari nilai IP-TIK. BPS menghitung IP-TIK dengan metode berdasarkan

Measuring Information Society 2016 oleh ITU. Tahun 2019 merupakan tahun keempat BPS melakukan perhitungan tersebut. Pada tahun 2018, persentase internet di Indonesia meningkat sebesar 7.56 persen dari tahun 2017. Provinsi dengan IP-TIK tertinggi

(3)

adalah DKI Jakarta yaitu 7,14 di tahun 2018. Sedangkan provinsi dengan IP-TIK terendah adalah Papua, yaitu sebesar 3,30 di tahun 2018. Tidak ada provinsi yang tertinggal pada kategori sangat rendah dan juga belum ada provinsi yang mencapai IP-TIK kategori tinggi (Badan Pusat Statistik, 2019). Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan digital antarprovinsi di Indonesia. IP-TIK yang dimiliki Indonesia tentu saja harus terus ditingkatkan.

Berdasarkan deskripsi latar belakang tersebut, penelitian ini berusaha untuk menemukan indeks kesenjangan digital pada ASN khususnya PNS di provinsi DKI Jakarta. Subjek penelitian adalah unit analisis yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek penelitian merupakan subjek atau responden yang menjadi pusat perhatian peneliti untuk dimintai keterangan, pendapat maupun suatu fakta (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini, PNS dikelompokkan ke dalam generasi X dan Y sebagai subjek penelitian. Generasi ini memiliki karakteristik masing-masing sehingga bisa ditentukan metode yang tepat untuk mengatasi jika memang ditemukan kesenjangan digital. Dasar pengelompokkan akan dijelaskan lebih rinci dalam metode penelitian.

Jurkiewicz (2000) menjelaskan bahwa

menurut Tulgan, generasi X tumbuh dengan keamanan keuangan/keluarga/sosial, perubahan cepat, keragaman yang besar, tidak ada tradisi yang kokoh dan mengarah pada rasa individualisme atas kolektivisme. Akibatnya, generasi ini memiliki ciri-ciri sebagai individu yang gigih, sangat mandiri, memiliki tujuan yang jelas, dan memiliki tenggat waktu serta jam kerja mereka sendiri. Dikatakan bahwa karena mereka belajar untuk bersaing dengan dan memilah-milah sejumlah besar informasi dengan sangat cepat, mereka berkembang dalam lingkungan yang kreatif. Nilai-nilai yang paling penting untuk generasi X adalah rasa memiliki atau kerja sama tim, kemampuan untuk belajar hal-hal baru, otonomi dan kewirausahaan, keamanan, fleksibilitas,

umpan balik, serta penghargaan jangka pendek. Untuk

menginspirasi motivasi generasi X maka atasan perlu menghargai inovasi, mendukung pertumbuhan pribadi, menciptakan peluang untuk memuaskan kerja tim dan tanggung jawab pribadi, dan membantu bawahan mencapai visibilitas dalam organisasi.

Menurut Lyons (2003), yang menentukan karakter generasi Y atau generasi millenial ini adalah

keakrabannya dengan teknologi dari usia dini. Unsur penting dari periode pembentukan generasi ini adalah munculnya internet sebagai media informasi komersial sepanjang paruh akhir tahun 1990-an. Penyebaran internet yang cepat sebagai inovasi teknologi yang terjadi pada generasi muda, memungkinkan mereka untuk mengalami ledakan media baru yang menarik. Generasi ini kerap kali mengakses teknologi komunikasi bersifat instan seperti media sosial

contohnya Twitter dan Facebook, dan email.

Penelitian terdahulu, Tyas, Budiyanto, & Santoso (2016) mengukur kesenjangan digital menggunakan metode SIBIS. Kelebihan dari metode SIBIS adalah banyak variabel yang dapat dipilih antara lain kesiapan internet; kesenjangan digital; keamanan informasi; tanggapan secepat mungkin terhadap akses;

literasi, pembelajaran serta pelatihan digital;

E-Commerce, E-Work, EScience, E-Government, EHealth. Sedangkan kekurangan metode SIBIS adalah kurangnya penekanan pada ekonomi kesenjangan sosial dan ketidaksetaraan sosial pada indikator kesenjangan digital (Barzilai-Nahon, 2006). Selain subjek penelitian yang berbeda, penelitian terdahulu menjelaskan pengaruh beberapa faktor terhadap kesenjangan digital, sedangkan penelitian saat ini tidak menjelaskan pengaruh dari faktor-faktor tersebut. Salah satu faktor yang diperhatikan pada penelitian terdahulu adalah faktor gender. Penelitian terdahulu

juga menghitung kesenjangan e-government yang tidak

dihitung dalam penelitian saat ini. Penelitian saat ini mengelaborasikan indikator yang ada pada penelitian terdahulu dengan keterampilan internet yang pada penelitian terdahulu tidak terlalu membahas hal tersebut. Deursen & Dijk (2010:895) menyatakan “Perubahan dalam masyarakat menuntut keterampilan baru, terutama yang terkait dengan internet sebagai salah satu sarana komunikasi terpenting dalam

masyarakat kontemporer. Karena meningkatnya

jumlah informasi di internet dan meningkatnya ketergantungan orang pada informasi, keterampilan internet sekarang harus dianggap sebagai aset vital.”

Dalam buku Encyclopedia Of Communication

Theory, definisi dari kesenjangan digital adalah kesenjangan antara populasi yang memiliki akses

mudah (easy access) pada teknologi komunikasi dan

informasi (TIK) dengan mereka yang tetap terlayani oleh TIK. Pada abad ke-21, kualitas hidup diukur dari

(4)

keterlibatan dalam informasi global dan ekonomi pengetahuan. TIK disebutkan dapat memberi pengaruh pada perubahan di masyarakat. Solusi untuk mengatasi

kesenjangan digital dapat melalui proyek

e-government, kios TIK, pemasaran online, atau komputerisasi informasi tingkat. Lebih dari sekedar solusi, proyek yang berkelanjutan membutuhkan kemauan politik, pengembangan kapasitas di tingkat lokal, ketersediaan perangkat lunak spesifik bahasa, strategi kerja bersih yang disengaja dengan berbagai lembaga, pelatihan keterampilan perangkat lunak dan perangkat keras, dan akses rutin ke pasokan daya yang tidak terganggu. Kesenjangan digital merupakan masalah penting bagi ahli teori komunikasi dan perubahan sosial dan praktisi (Littlejohn & Foss, 2009).

“Istilah 'kesenjangan digital' pada awalnya

mengacu pada kesenjangan dalam akses ke komputer. Ketika internet menyebar dengan cepat ke dalam masyarakat dan menjadi jenis komputasi utama, istilah itu bergeser untuk mencakup kesenjangan tidak hanya di komputer tetapi juga akses internet” (Deursen & Dijk, 2010:894). Dari penjelasan tersebut dapat diasumsikan jika terminologi kesenjangan digital beranjak karena adanya perkembangan internet itu sendiri. Melihat internet yang sudah mendunia dan banyak digunakan dalam kegiatan sehari-hari oleh manusia, kesenjangan digital juga diartikan sebagai

gap (perbedaan) dalam keterampilan penggunaan

internet.

Terdapat tipe-tipe kesenjangan digital menurut Molnar (2003 dalam Hadiyat, 2014) yang meliputi

Access Divide (mengacu pada perbedaan atau senjang antara masyarakat yang mempunyai akses terhadap

TIK dan mereka yang tidak memilikinya), Usage

Divide (mengacu pada kesenjangan antara bagaimana masyarakat yang memiliki akses terhadap TIK dalam

menggunakannya), Quality of Use Divide

(membedakan masyarakat dalam kualitas penggunaan TIK dalam penggunaan keseharian).

Berdasarkan pernyataan sebelumnya yang menyatakan bahwa terminologi kesenjangan digital

beranjak meliputi kesenjangan akses terhadap

komputer dan internet, pada penelitian ini definisi mengenai tipe kesenjangan digital disusun sebagai

berikut. Definisi dari Usage Divide dalam penelitian ini

merujuk pada perbedaan keterampilan penggunaan internet antara masyarakat yang memiliki akses.

Sedangkan definisi dari Quality of Use Divide dalam

penelitian ini adalah perbedaan kualitas keterampilan

penggunaan internet pada masyarakat yang

menggunakan internet dalam keseharian.

Penelitian yang dilakukan oleh Deursen & Dijk (2010) menguji kesenjangan digital berdasarkan keterampilan internet pada masyarakat Belanda dengan langsung menguji keterampilan itu. Penelitian ini menjelaskan mengenai faktor penentu keterampilan

internet dan mengelompokkannya menjadi: 1)

medium-related internet skill (i.e. keterampilan internet operasional dan keterampilan internet formal); serta 2)

content-related internet skill (i.e. keterampilan informasi internet dan keterampilan informasi strategis). Berikut definisi dari masing-masing konsep yang digagas oleh Deursen &Dijk (2010):

a. Keterampilan Internet Operasional

(Operational Internet Skills) adalah

sekumpulan keterampilan dasar dalam

mengakses dan menggunakan teknologi

internet.

b. Keterampilan Internet Formal (Formal

Internet Skills) adalah keterampilan navigasi dan orientasi yang dibutuhkan struktur

hypermedia internet.

c. Keterampilan Informasi Internet (Information

Internet Skills) adalah pendekatan bertahap melalui tindakan yang dilakukan pengguna untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka.

d. Keterampilan Internet Strategis (Strategic

Internet Skills) adalah kapasitas untuk menggunakan internet sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk tujuan umum meningkatkan posisi seseorang dalam masyarakat. Penekanannya terletak pada prosedur di mana pembuat keputusan dapat mencapai solusi optimal seefisien mungkin. Berdasarkan definisi dari setiap faktor penentu keterampilan internet di atas, menunjukkan jika

medium-related internet skills berhubungan dengan

keterampilan dan pengetahuan dasar dalam

menggunakan teknologi internet. Sedangkan kelompok

content-related internet skills, berhubungan dengan kualitas keterampilan yang diimplementasikan dengan tindakan dalam menggunakan teknologi internet untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, pada penelitian ini

(5)

kelompok medium-related internet skills termasuk ke

dalam tipe Usage Divide dan kelompok content-related

internet skills termasuk ke dalam tipe Quality of Use Divide.

Untuk subvariabel, pada penelitian ini dilakukan elaborasi dengan mengacu pada penelitian Pati & Budiyanto (2017) yang menggunakan berbagai

macam indikator dalam metode SIBIS serta

subvariabel yang didasarkan pada tipe-tipe

kesenjangan digital. Pati dan Budiyanto (2017) menggunakan indikator Perilaku Penggunaan Internet serta Manfaat Internet dan Demografi dalam variabel

ukuran Kesenjangan Digital. Sedangkan tipe

kesenjangan digital yang dijadikan subvariabel dalam

penelitian ini adalah Usage Divide dan Quality of Use

Divide. Tipe pertama yaitu Access Divide, tidak diikutsertakan, melihat subjek yang diteliti berada di DKI Jakarta di mana akses dan infrastruktur teknologi yang paling maju di Indonesia melihat dari nilai IP-TIK berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2013) menyebutkan DKI Jakarta sebagai provinsi dengan

nilai info-state paling tinggi karena infrastruktur TIK,

serta kemampuan penduduk untuk mengakses/skill

TIK sangat besar. DKI Jakarta sebagai provinsi dengan tingkat penggunaan TIK paling tinggi dibanding provinsi lain di Indonesia.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang diberitakan oleh Sari (2019) menyatakan akan menaati kebijakan soal PNS bisa bekerja dari rumah jika kebijakan itu sudah dituangkan ke dalam peraturan. Masih dalam berita yang sama menjelaskan jika terobosan ini sesuai dengan perkembangan zaman sekaligus mempersiapkan ASN bisa seirama dengan revolusi industri 4.0. Kurang lebih dalam waktu 7 bulan

dari pemberitaan tersebut, Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) mengeluarkan Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah (Hamdani, 2020). Dalam putusan itu menyebutkan bahwa PNS agar mulai bekerja di rumah (Work From Home/WFH) karena beberapa alasan yang disebabkan oleh pandemi. Kebijakan ini menuntut setiap PNS memiliki infrastruktur dan akses internet yang diperlukan untuk bekerja dari rumah.

Berikut dijelaskan dari masing-masing

subvariabel:

a. Perilaku Penggunaan Internet

Menurut Aydin (2007) Peggunaan interet membuat hidup lebih mudah, serta alat penting untuk pertukaran budaya dan pendidikan. Internet sebagai perpustakaan universal, cara tercepat

untuk mengajarkan pengetahuan ataupun

pencarian informasi, dan tempat yang

menciptakan hubungan yang erat di antara masyarakat dengan berkomunikasi di internet.

Menurut Fallows (2004 dalam Tyas, Budiyanto &Santoso, 2016) internet dapat digunakan sebagai tujuan ilmiah, pencaharian tempat, informasi kontak, pembelian produk,

berkomunikasi melalui email atau chatting dan

sebagai media hiburan seperti permainan atau menonton video dan lain sebagainya.

Dalam penelitian ini, perilaku

penggunaan internet didefinisikan sebagai

aktivitas dalam mengakses Internet untuk

berkomunikasi, mencari informasi, dan

memperoleh manfaat dari internet. “Dalam SIBIS

(Statistical Indicators Benchmarking the Information Society) GPS kesenjangan perilaku

penggunaan internet meliputi penggunaan

komputer, penggunaan internet, akses internet, indeks kesenjangan digital, kesenjangan kegunaan penggunaan internet meliputi durasi penggunaan

internet, intensitas penggunaan internet,

penghentian penggunaan internet, penggunaan email” (Tyas, Budiyanto & Santoso, 2016:593). Berikut dijelaskan definisi dari GPS perilaku penggunaan internet dalam penelitian ini:

1. Penggunaan Komputer

Aktivitas menggunakan komputer untuk berkomunikasi, mencari informasi, dan memperoleh manfaat dari penggunaannya.

2. Penggunaan Internet

Aktivitas menggunakan internet terkait durasi, intensitas, penghentian penggunaan

internet, dan penggunaan e-mail.

3. Akses Internet

Zulkarimen &Nasution (2007 dalam Tyas et al., 2016) menjelaskan bahwa kunci untuk menuju era ekonomi yang berdasarkan ilmu pengetahuan merupakan jalan masuk menuju

teknologi informasi. Khalayak bisa

mendapatkan seluruh informasi yang

dibutuhkan selain itu juga bisa menjadi potensi untuk meningkatkan mutu hidup mereka, semua itu dikarenakan adanya akses ke internet. Dalam penelitian ini akses

(6)

internet didefinisikan sebagai jalan masuk ke jaringan komunikasi elektronik di mana masyarakat dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan, serta dapat menjadi peluang untuk meningkatkan taraf hidup.

b. Manfaat Internet

Chin (1995 dalam Pati & Budiyanto, 2017) menyebutkan pemanfaatan internet membuat pekerjaan lebih mudah, menambah produktivitas yang dimiliki menjadi lebih baik. Pemanfaatan atau kegunaan internet merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna internet dalam melaksanakan tugasnya. Chin (1995 dalam Tyas, Budiyanto & Santoso, 2016) menjelaskan pemanfaatan dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pemanfaatan dengan estimasi.

Manfaat internet dalam penelitian ini mengacu

pada dimensi kemanfaatan dan dimensi

keefektifan menurut Tyas, Budiyanto &

Santoso(2016). Dimensi kemanfaatan dibagi

menjadi makes job easier, useful, dan increase

productivity. Sedangkan dimensi keefektifan

dibagi menjadi enhance effectiveness, dan

improve job performance.

c. Demografi

Aspek demografi yang digunakan dalam

penelitian sebelumnya yaitu umur, jenis

kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Dalam

penelitian ini, aspek demografi digunakan

untuk klasifikasi identitas.

d. Usage Divide

Yang termasuk Usage Divide adalah kelompok

medium-related internet skills yang terdiri dari

operational internet skills (keterampilan internet

operasional) dan formal internet skills

(keterampilan internet formal).

Tabel 1 Indikator Usage Divide (Medium-Related Internet Skills)

Keterampilan Internet Operasional

No. Operating an internet browser Operating internet-based search engines Operating internet-based form 1. Memasukkan URL Memasukkan kata kunci di bidang yang tepat Menggunakan berbagai jenis bidang dan tombol pada formulir 2. Menjelajah internet dengan menggunakan tombol browser Menjalankan operasi pencarian Mengirimkan formulir 3. Menggunakan layanan bookmark Membuka hasil pencarian 4. Menyimpan file di hard disk 5. Membuka berbagai format file umum, misalnya PDF

Keterampilan Internet Formal

No. Navigating on

the internet

Maintaining a sense of location while navigating on the

internet

1. Menggunakan

hyperlink dalam berbagai format

Tidak menjadi bingung ketika menjelajahi situs web; antar situs web; membuka dan menelusuri hasil pencarian

e. Quality of Use Divide

Kelompok content-related internet skills

termasuk ke dalam tipe quality of use divide.

Indikator quality of use divide:

Tabel 2 Indikator Quality Of Use Divide (Content-Related Internet Skills) No. Keterampilan Informasi Internet Keterampilan Internet Strategis Locating required information

Taking advantage of the Internet 1. Memilih situs web

untuk mencari informasi Mengembangkan orientasi tujuan 2. Menentukan opsi pencarian Mengambil tindakan untuk mencapai tujuan 3. Memilih informasi Membuat keputusan yang

tepat untuk mencapai tujuan

4. Mengevaluasi sumber informasi

Mendapatkan manfaat dari tujuan

Gambar 1 menunjukkan alur penyusunan

operasionalisasi variabel dalam penelitian ini.

Berdasarkan permasalahan dan teori yang dipaparkan, jawaban sementara atau hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. H0: tidak ada kesenjangan digital antara

generasi X dan generasi Y.

2. H1: terdapat kesenjangan digital antara

generasi X dan generasi Y.

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran pembenahan yang tepat dilakukan untuk setiap generasi pada PNS guna memberikan pelayanan

(7)

publik berbasis digital melalui program e-government

yang sedang dijalankan dan terwujudnya masyarakat informasi. SDM menjadi kunci penting berjalannya

sistem e-government. Maka diperlukan penelitian

untuk mencari tahu adakah perbandingan kesenjangan digital antargenerasi PNS selaku penyelenggara implementasi dari Inpres Nomor 3 tahun 2003

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif. Berdasarkan jenis penelitian menurut tingkat eksplanasi, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian komparatif. Menurut Siregar (2013), penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Variabelnya masih sama dengan penelitian variabel mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu, atau dalam waktu yang berbeda. Teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui

survei dengan kategori tipe self-administered

questionnaires, artinya bahwa subjek yang menjadi responden menjawab sendiri pertanyaan yang sudah disediakan oleh peneliti. Pertanyaan yang diberikan bersifat tertutup dalam artian disediakan pula pilihan jawaban, di mana responden tidak bisa menjawab di luar pilihan yang disediakan.

Dikutip dari Debora (2018), persyaratan umum yang harus dipenuhi untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11

Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil usia paling rendah adalah 18 tahun. Berdasarkan data tersebut, dapat diasumsikan bahwa usia 18 tahun adalah batas bawah usia pada PNS. Sedangkan untuk batas usia atas, ditetapkan dengan usia pensiun berdasarkan pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2008. Pasal tersebut berbunyi “Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat diperpanjang bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu”. Dalam peraturan tersebut diketahui bahwa usia paling tua untuk memperpanjang PNS adalah 65 tahun.

Terdapat perbedaan pendapat antarahli tentang kapan dimulai ataupun kapan berakhirnya masing-masing generasi. Dalam Putra (2016) disediakan tabel pengelompokan generasi. Jika dijabarkan, perbedaan pendapat para ahli tentang kapan dimulai dan berakhirnya generasi adalah sebagai berikut:

1. Generasi Baby Boomers

Gambar 1 Alur Penyusunan Operasionalisasi Variabel (sumber: olahan peneliti)

(8)

Dimulai dari rentang waktu tahun 1943 hingga 1947, dan berakhir pada rentang waktu 1960 hingga 1964.

2. Generasi X

Dimulai dari rentang waktu 1960 hingga 1965, dan berakhir pada rentang waktu tahun 1975 hingga 1981.

3. Generasi Y

Dimulai dari rentang waktu tahun 1976 hingga 1982, dan berakhir pada rentang waktu 1995 hingga 2000.

Penelitian ini menetapkan batasan rentang waktu paling rendah baik kapan dimulainya generasi maupun kapan berakhirnya generasi yang diteliti. Berdasarkan penetapan tersebut, pada tahun 2019 generasi yang

bekerja sebagai PNS adalah generasi baby boomer, X,

Y, dan Z melihat batasan usia aktif PNS yaitu usia 18 tahun sampai dengan 65 tahun.

Berdasarkan data dari Bkddki.jakarta.go.id

(2019), diketahui bahwa generasi X dan Y mendominasi jumlah Pegawai Negeri Sipil di DKI Jakarta pada bulan Maret 2019. Populasi dalam penelitian ini adalah PNS generasi X dan generasi Y di pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Generasi X adalah mereka yang berumur 44-58 tahun, dan generasi Y adalah mereka yang berumur 24-43 tahun.

Data terbaru yang diperoleh dari website Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, jumlah pegawai pada bulan Maret tahun 2019 adalah 64409. Untuk populasi yang diketahui jumlahnya, menurut (Sugiyono, 2018), perhitungan sampel dapat memakai rumus Yamane yaitu jumlah populasi sebanyak 64409 dihasilkan sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah 100. Rumus Yamane dalam Sugiyono (2018) adalah sebagai berikut

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁(𝑒)2

Mantra dan Kasto (1989) menjelaskan ketika praktik penelitian, tidak jarang menjumpai populasi yang letaknya sangat tersebar secara geografis, sehingga sulit untuk membuat kerangka sampel dari seluruh unsur dalam populasi tersebut. Untuk

mengatasi hal ini maka unit-unit analisis

dikelompokkan ke dalam gugus-gugus yang

merupakan satuan-satuan dari mana sampel akan diambil.

Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian ini menggunakan pengambilan sampel gugus bertahap melihat populasi yang letaknya tersebar di wilayah geografis yang luas di Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan wilayah kerja Jakarta Selatan dilakukan secara acak dengan mengundi tujuh bagian wilayah kerja. Wilayah kerja tersebut diantaranya adalah bagian provinsi, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Kepulauan Seribu. Gambar 2 menunjukkan skema dari langkah dalam pengambilan sampel gugus bertahap dalam penelitian ini:

Dari penulisan proposal hingga pencarian data ke lapangan, penelitian memerlukan waktu selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Februari 2019 hingga bulan Oktober 2019. Sebelum data diolah, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan

butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam

mendefinisikan suatu variabel. Hasil r hitung

dibandingkan dengan r tabel dimana df=n-2 dengan sig.

5%. Jika r tabel < r hitung maka valid (Sujarweni, 2015).

Gambar 2.Skema Langkah Pengambilan Sampel Sumber: Olahan Data Penulis (2020)

Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Jika nilai Alpha > 0,60 maka reliabel (Sujarweni, 2015).

Analisis data pada penelitian ini adalah analisis univariat karena hanya memiliki satu variabel. Dalam analisis univariat ini digunakan jenis uji perbedaan

(9)

karena ada dua kelompok penelitian yaitu generasi X dan generasi Y. Penelitian ini berusaha mengetahui perbedaan antarkelompok generasi sehingga bisa mengomparasikannya. Sedangkan untuk uji statistik untuk menguji perbedaan, digunakan Uji Mann Whitney. Prasetyo &Jannah (2005) menjelaskan jika pengujian ini digunakan untuk variabel yang berskala nominal atau ordinal dengan dua kelompok sampel yang saling tidak berhubungan (independen). Menurut Sarwono dan Herlina (2012: 42), Uji Mann Whitney memiliki asumsi “Ukuran kedua kelompok yang dibandingkan tidak harus sama dan data tidak harus berdistribusi normal”. Uji ini merupakan uji nonparametrik yang setara dengan Uji T, yang bisa dilakukan saat data tidak memenuhi persyaratan seperti data harus berdistribusi normal atau harus berskala interval.

Sebelum melakukan Uji Mann Whitney, dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data sesuai dengan Uji asumsi Mann Whitney atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk dan menggunakan taraf signifikansi sebesar 0.05. Hasilnya adalah data generasi X berdistribusi normal dengan nilai 0.823. Sedangkan untuk generasi Y memiliki nilai

sig 0,021 dimana kurang dari 0.05, maka data generasi

Y termasuk berdistribusi tidak normal.

Penilaian tingkat kesenjangan digital pada responden berdasarkan Perilaku Penggunaan Internet,

Manfaat Internet, Usage Divide dan Quality of Use

Divide dikategorikan menjadi lima (Pati & Budiyanto, 2017):

1. Indeks < 20.00 %=sangat tinggi

2. 20.00% ≤ indeks < 40.00%= tinggi

3. 40.00% ≤ indeks < 60.00%= sedang

4. 60.00% ≤ indeks < 80.00%= rendah

5. Indeks ≥ 80.00% = sangat rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Nilai Indeks Kesenjangan Digital Pada PNS Generasi X dan Y

Penelitian ini memiliki 38 pernyataan yang terdiri dari 4 subvariabel. Subvariabel tersebut di antaranya adalah Perilaku Penggunaan Internet,

Manfaat Internet, Usage Divide, dan Quality Of Use

Divide. Subvariabel Perilaku Penggunaan Internet terdiri dari 15 pernyataan. Subvariabel Manfaat Internet terdiri dari lima pernyataan. Subvariabel

Usage Divide terdiri dari 13 pernyataan. Lalu

subvariabel Quality Of Use Divide terdiri dari lima

pernyataan.

Pada tabel 3 berikut ini, menunjukkan perbandingan nilai Kesenjangan Digital pada generasi X dan Y. Besar nilai kesenjangan kedua generasi ini

adalah

17.92.

Tabel 3 Perbandingan Nilai Kesenjangan Digital pada Generasi X dan Generasi Y

Generasi N Mean Rank Sum of

Ranks

Generasi X 50 41.54 2077.00

Generasi Y 50 59.46 2973.00

Total 100

Berikut adalah hasil test statistic dari Uji Mann

Whitney pada penelitian ini:

Tabel 4 Test Statistic Nilai U Mann-Whitney 802.000 Wilcoxon W 2077.000

Z -3.090

Asymp. Sig. (2tailed) .002

Penelitian ini memiliki H1 “Terdapat kesenjangan digital antara generasi X dan generasi Y”. Pada tabel 4,

dihasilkan nilai probabilitas/asymp. Sig. (2-tailed)

sebesar 0.002 di mana kurang dari 0.05. Dengan menggunakan taraf signifikasi 0.05, dapat diartikan adanya kesenjangan digital antara generasi X dan generasi Y. Oleh karena itu, H1 dari penelitian ini diterima dan H0 dari penelitian ini ditolak.

Berikut adalah tabel nilai probabilitas pada masing-masing subvariabel:

Tabel 5 Nilai Probabilitas Sub Variabel

Sub Variabel Nilai Probabilitas (sig)

Perilaku Penggunaan Internet

0.261

Manfaat Internet 0.517

Usage Divide 0.000 Quality of Use Divide 0.095

Ketika dilakukan Uji Mann Whitney pada setiap

subvariabel penelitian, hanya subvariabel Usage

Divide yang memiliki nilai probabilitas (sig) kurang dari 0.05 pada tabel 5. Artinya, hanya subvariabel ini yang terbukti memiliki kesenjangan digital di antara generasi X dan generasi Y. Namun ketika dilakukan uji

(10)

subvariabel keseluruhan secara bersamaan, nilai probabilitas yang dihasilkan berbeda, yaitu menerima H1 dengan nilai probabilitas 0.02 (Tabel 4). Berikut

adalah tabel nilai mean rank pada generasi X dan

generasi Y di setiap subvariabel:

Tabel 6 Perbandingan Nilai Mean Rank antara Generasi X dan Generasi Y di setiap Sub Variabel

Sub Variabel Nilai Mean Rank Nilai

Kesenjangan Generasi X Generasi Y Perilaku Penggunaan Internet 47.25 53.75 6.5 Manfaat Internet 48.67 52.33 3.66 Usage Divide 36.57 64.43 27.86 Quality of Use Divide 45.76 55.24 9.48

Hasil Uji Mann Whitney pada masing-masing subvariabel pada tabel 6, menunjukkan adanya

kesenjangan nilai mean rank antar generasi X dan Y.

Hasil penelitian dari Uji Mann Whitney menunjukkan

mean rank generasi Y unggul di setiap subvariabel dibandingkan dengan generasi X. Pertanyaannya

adalah apakah nilai mean rank cukup untuk

membuktikan adanya kesenjangan di antara kedua

generasi? Jawabannya tidak, namun nilai mean rank

dapat memengaruhi ada atau tidaknya kesenjangan antargenerasi.

Kesenjangan yang paling besar dimiliki oleh

subvariabel Usage Divide hingga mencapai nilai 27.86.

Pada subvariabel Quality of Use Divide, kedua generasi

memiliki kesenjangan mean rank sebesar 9.48.

Sedangkan pada subvariabel Perilaku Penggunaan

Internet, kesenjangan mean rank yang dimiliki adalah

6.5. Lalu kesenjangan terkecil terdapat pada subvariabel Manfaat Internet dengan nilai 3.66.

Subvariabel Usage Divide menunjukkan

tingkatan responden dalam Keterampilan Internet Operasional dan Keterampilan Internet Formal. Pernyataan dalam subvariabel 3 meliputi kemampuan

responden dalam mengoperasikan browser internet

dengan memahami penggunaan tools yang ada, dan

sebagainya. Selain itu, juga meliputi kemampuan responden dalam memilih informasi di internet. Jika melihat karakteristik responden, sebagian besar generasi Y menggunakan internet dengan durasi empat hingga tujuh jam sehari. Sedangkan sebagian besar

generasi X menggunakan internet dengan durasi satu hingga tiga jam sehari. Untuk penggunaan internet lebih dari tujuh jam sehari, perbandingan jumlah generasi X dan Y adalah 6:7. Dari data tersebut, generasi Y memiliki karakteristik sebagai pengguna internet dengan durasi lebih lama dibandingkan generasi X. Seseorang yang mengakses internet dengan durasi yang lebih lama dan sering, akan memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam menggunakan internet dibanding dengan seseorang yang mengakses internet dengan frekuensi durasi rendah dan/atau jarang.

Keterampilan Internet Operasional merupakan

indikator yang memiliki nilai mean rank tertinggi dan

terendah pada subvariabel Usage Divide. Keterampilan

seseorang dalam menggunakan internet juga

ditentukan dari apa yang mau dikerjakan ketika mengakses internet. Contohnya adalah jika seseorang

hanya menggunakan internet untuk chatting atau

menonton video, tidak menentukan Keterampilan Internet Operasional seseorang itu tinggi. Diperlukan

pengetahuan mengenai pemanfaatan semua tools

dalam browser ketika menjelajahi internet,

pengetahuan layanan bookmark, pengetahuan

penggunaan layanan bookmark, dan pengetahuan

bagaimana menyimpan file di hard disk untuk

meningkatkan skill Keterampilan Internet Operasional. Komponen tersebut dijadikan sebagai indikator dalam mengukur Keterampilan Internet Operasional pada penelitian yang dilakukan oleh Deursen & Dijk (2010).

Selain untuk pekerjaan, kebanyakan responden generasi X menggunakan internet untuk hiburan.

Sedangkan responden generasi Y kebanyakan

menggunakan internet untuk media sosial. Media

sosial merupakan platform yang sering digunakan oleh

penggunanya untuk menyatakan opini mengenai berbagi isu tidak terkecuali tentang kebijakan pemerintah. Selain untuk menyatakan opini, tidak sedikit pengguna media sosial menjadikan platform ini sebagai pemenuhan kebutuhan informasi. Informasi perbaikan pembuatan kebijakan juga dapat diperoleh dari data perilaku publik di media sosial. Data dapat berupa administrasi ataupun statistik (Luna-Reyes (2017 dalam Rumata dan Nugraha, 2020)). Kerangka penelitian mengenai literasi digital oleh Rumata dan Nugraha (2020) dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, serta perilaku digital ASN

(11)

dalam konteks media sosial. Dalam penelitian tersebut terdapat indikator untuk mengukur kemampuan dalam mengoperasikan serta memanfaatkan fitur aplikasi untuk komunikasi dalam rangka menunjang aktivitas kerja. Sedangkan dalam penelitian ini, subvariabel Manfaat Internet membahas lebih umum mengenai peran teknologi komunikasi dan informasi berbasis

internet dalam pekerjaan. Selisih mean rank antarkedua

generasi pada subvariabel ini sebesar 3.66 dimana generasi Y lebih unggul nilainya.

Indikator Dimensi Kemanfaatan memiliki nilai

mean rank tertinggi dan terendah pada subvariabel Manfaat Internet. Nilai dari indikator ini bisa tinggi jika responden dapat menggunakan teknologi komunikasi dan informasi berbasis internet dalam meningkatkan keterampilan pekerjaan, meningkatkan prestasi kerja, dan dapat menambah produktivitas kerja.

Selisih nilai mean rank antara generasi Y

dikurangi generasi X untuk subvariabel Perilaku Penggunaan Internet sebesar 6.5. Indikator Akses

Internet memiliki nilai mean rank yang tertinggi dan

terendah dalam subvariabel ini. Pernyataan yang menjadi alat ukur dalam indikator ini adalah pemanfaatan akses internet oleh responden untuk mencari pengetahuan bersifat ilmiah, mencari lokasi, hiburan, memenuhi kebutuhan informasi, dan untuk meningkatkan taraf hidup. Dalam pemanfaatan Akses Internet dilihat dari karakteristik responden sebagian besar responden generasi X mengakses internet pada siang hari. Sedangkan sebagian besar responden generasi Y mengakses internet pada malam hari.

Selisih nilai mean rank pada subvariabel

Quality of Use Divide antara generasi Y dikurangi

generasi X sebesar 9.48. Nilai mean tertinggi dan

terendah terdapat pada indikator Keterampilan Informasi Internet. Pernyataan yang menjadi alat ukur pada indikator ini meliputi keputusan responden dalam

memilih situs website tertentu untuk mencari

informasi, menyaring beberapa pilihan informasi hasil

pencarian online yang dianggap valid, memilih

informasi yang sudah disaring sebelumnya, serta mengevaluasi kembali sumber informasi yang sudah dipilih dari internet. Hal ini penting untuk memilih informasi yang valid dan terhindar dari hoax.

Banjir informasi di media online menyulitkan

publik untuk menyaring informasi yang benar di antara informasi palsu. Hoax adalah usaha memutarbalikkan fakta dengan informasi yang dibuat meyakinkan namun tidak bisa diverifikasi kebenarannya (Gumilar, Adiprasetio & Maharani, 2017). Tujuan dari hoax yang disengaja adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan yang dapat membuat masyarakat mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah. Dalam

perkembangannya, para spin doctor politik melihat

efektivitas hoax sebagai alat black campaign di pesta

demokrasi yang memengaruhi persepsi pemilih

(Indonesia Mendidik (2016 dalam Gumilar,

Adiprasetio & Maharani, 2017)).

Keterampilan informasi internet diperlukan melihat perkembangan internet yang sangat pesat dan sebagian besar orang menjadikan Internet sebagai sumber informasi. Aparatur negara termasuk PNS sebagai motor penggerak birokrasi sudah sepatutnya menjadi contoh sebagai pihak yang tidak salah mengambil keputusan ketika terdapat informasi yang tidak bisa diverifikasi kebenarannya.

Deskripsi Gambaran Kesenjangan Digital Pada PNS Generasi X dan Y

Tabel 7 memperlihatkan nilai indeks kesenjangan digital pada generasi X adalah 74.294%, sedangkan generasi Y adalah 79.747%. Kedua generasi tersebut tergolong dalam kategori rendah.

Tabel 7 Perbandingan Tingkat Indeks Kesenjangan Digital Generasi X dan Generasi Y

Persentase Indeks Kesenjangan Digital Kategori Tingkat Kesenjangan Digital Generasi X Generasi Y Generasi X Generasi Y 74.294% 79.747% Rendah Rendah

Tabel 8 memperlihatkan tingkat kesenjangan digital pada generasi X dan generasi Y di setiap subvariabel di mana kebanyakan memiliki kategori rendah. Sedangkan kategori sangat rendah, hanya

dimiliki oleh generasi Y pada subvariabel Usage

(12)

Tabel 8 Indeks Kesenjangan Digital pada Masing-Masing Subvariabel Sub Variabel Nilai Indeks (Dalam Persen) pada Generasi: Kategori Tingkat Kesenjangan Digital pada Generasi: X Y X Y Perilaku Penggunaan Internet 75.3 78.1 Rendah Rendah Manfaat Internet 78.16 79.92 Rendah Rendah Usage Divide 70.76 81.5 Rendah Sangat Rendah Quality of Use Divide 76.56 79.84 Rendah Rendah

Pada subvariabel Usage Divide, meskipun

generasi X tergolong dalam tingkat kesenjangan digital ‘rendah’, namun hal ini membuktikan terdapat kesenjangan dibandingkan dengan generasi Y yang tergolong dalam tingkat kesenjangan digital ‘sangat rendah’. Semakin rendah tingkatan kesenjangan digital menunjukkan literasi digital seseorang atau kelompok orang semakin baik.

Selain untuk mewujudkan pelayanan publik yang efisien dan efektif, literasi digital pada ASN termasuk PNS diperlukan untuk memfasilitasi publik dalam proses pembuatan kebijakan. Inti dari tata kelola digital

(digital governance) yaitu literasi digital pada ASN (Rumata & Nugraha, 2020). Oleh karena itu,

diperlukan perhatian khusus untuk mengatasi

kesenjangan digital pada ASN. Masrully (2019) mengatakan salah satu solusi dalam mengatasi gap kompetensi di antara aparatur adalah dengan pengembangan kompetensi. Namun, pengembangan

kompetensi kurang diperhatikan oleh instansi

pemerintah dan kurang tersistematis.

KESIMPULAN

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan Uji Mann Whitney untuk mengomparasikan kesenjangan digital antara generasi X dan Y pada PNS di Provinsi DKI Jakarta. Sebanyak 100 PNS

berpartisipasi dengan mengisi kuesioner yang

dibagikan secara langsung. Hasil penelitian

membuktikan bahwa terdapat kesenjangan digital antara generasi X dan generasi Y sebesar 17.92. Tingkat kesenjangan digital generasi X dan Y PNS di DKI Jakarta memiliki kategori rendah. Semakin rendah

tingkatan kesenjangan digital, menunjukkan literasi digital seseorang atau kelompok orang semakin baik.

subvariabel yang digunakan penelitian untuk

mengukur kesenjangan digital adalah Perilaku

Penggunaan Internet, Manfaat Internet, Usage Divide,

dan Quality of Use Divide.

Dua generasi yang menjadi subjek penelitian ini memiliki kesenjangan digital pada masing-masing

subvariabel. Subvariabel Usage Divide merupakan

subvariabel yang memiliki kesenjangan paling besar di mana menunjukkan tingkatan responden dalam Keterampilan Internet Operasional dan Keterampilan

Internet Formal. Untuk skill Keterampilan Internet

Operasional, diperlukan pengetahuan mengenai

pemanfaatan semua tools dalam browser ketika

menjelajahi internet, pengetahuan layanan bookmark,

pengetahuan penggunaan layanan bookmark, dan

pengetahuan bagaimana menyimpan file di hard disk

untuk meningkatkan. Sementara, untuk meningkatkan

skill Keterampilan Internet Formal, diperlukan

pemahaman dalam penggunaan hyperlink dalam

berbagai format agar tidak menjadi bingung ketika

menjelajahi situs web, antarsitus web, membuka dan

menelusuri hasil pencarian. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan pembenahan untuk mengatasi kesenjangan digital pada generasi yang diteliti. Lalu dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya sehingga dapat menjawab permasalahan penelitian yang serupa, serta menambah wawasan pembaca.

Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memberikan hasil penelitian berupa solusi dalam mengatasi kesenjangan digital di Indonesia. Saran lain adalah pada penelitian ini fokus pada perbandingan

antara kedua kelompok dan mencari indeks

kesenjangan digital maka selanjutnya diharapkan dapat mencari faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan

digital. Saran untuk PNS selaku penyelenggara

e-government, dengan melihat hasil penelitian terdapat kesenjangan yang paling tinggi pada indikator Keterampilan Internet Operasional, diharapkan adanya peningkatan keterampilan internet operasional untuk setiap generasi pada PNS. Hal ini dilakukan agar PNS dapat memberikan pelayanan publik berbasis digital

melalui program e-government yang sedang dijalankan

demi terwujudnya masyarakat informasi. Dengan keterampilan menggunakan teknologi berbasis internet

(13)

yang baik dan optimal diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap publik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih untuk Ibu Kharisma sebagai

dosen pembimbing di Telkom University yang telah

memberikan masukan terhadap penelitian ini seperti penyusunan kuesioner, pengolahan dan analisis data serta publikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ariyanti, S. (2013). Studi Pengukuran Digital Divide di

Indonesia. Buletin Pos Dan Telekomunikasi,

11(4), 281–292.

Aydin, S. (2007). Attitudes of Efl Learners Towards

the Internet. The Turkish Online Journal of

Educational Technology, 6(3), 18–26.

Badan Pusat Statistik. (2019). Indeks Pembangunan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi 2018.

Retrieved from

https://www.bps.go.id/publication/2019/11/29/0

328ba9a85b461816e917291/indeks- pembangunan-teknologi-informasi-dan-komunikasi-2018.html

Barzilai-Nahon, K. (2006). Gaps and bits:

Conceptualizing Measurements for Digital

Divide/s. The Information Society, 22, 269–278.

https://doi.org/10.1080/01972240600903953 Beritasatu.com. (2016). PNS Harus Menguasai

Teknologi Informasi. Retrieved March 15, 2019,

from beritasatu.com website:

https://www.beritasatu.com/foodtravel/397321-pns-harus-menguasai-teknologi-informasi.html Bkddki.jakarta.go.id. (2019). Rekapitulasi Jumlah

Pegawai Berdasarkan Usia - Maret 2019.

Retrieved from

https://bkddki.jakarta.go.id/statistik/read/rekapit ulasi-jumlah-pegawai-berdasarkan-usia-maret-2019%0D

Debora, Y. (2018). Daftar Persyaratan Umum Seleksi

CPNS 2018. Retrieved from

https://tirto.id/daftar-persyaratan-umum-seleksi-cpns-2018-cXzd

Deursen, A. Van, & Dijk, J. Van. (2010). Internet Skills

and The Digital Divide. Sage Publications, 892–

911. https://doi.org/10.1177/1461444810386774 Gumilar, G., Adiprasetio, J., & Maharani, N. (2017).

Literasi Media: Cerdas Menggunakan Media Sosial dalam Menganggulangi Berita Palsu

(Hoax) Oleh Siswa SMA. Jurnal Pengabdian

Kepada Masyarakat, 1(1), 35–40.

Hadiyat, Y. D. (2014). Kesenjangan Digital di Indonesia ( Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi ). Jurnal Pekommas, 17(2), 81–90.

Hamdani, T. (2020). Penjelasan Lengkap PNS Boleh

Kerja dari Rumah. Retrieved from

https://finance.detik.com/berita-ekonomi- bisnis/d-4941838/penjelasan-lengkap-pns-boleh-kerja-dari-rumah

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia, Indonesia. (2001). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor3 Tahun

2003tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan E-Government, Indonesia.

(2003).

Jurkiewicz, C. L. (2000). Generation X and the Public

Employee. Public Personnel Management, 29(1),

55–74.

https://doi.org/10.1177/009102600002900105

Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Encyclopedia

of Communication Theory. California: Sage Publication.

Lyons, S. (2003). An Exploration of generational

Values in Life and at Work. Carleton University.

Masrully. (2019). Revolusi Industri 4.0 dan

Pengembangan Kompetensi ASN. Retrieved from

https://nasional.sindonews.com/berita/1385847/1 8/revolusi-industri-40-dan-pengembangan-kompetensi-asn

Pati, G. K., & Budiyanto, A. D. (2017). Analisis

Perbandingan Metode Sibis dan Metode

Econometric dalam Pengukuran Kesenjangan

Digital di Sumba Barat Daya. Jurnal Sistem Dan

Informatika, 11(2), 10–15.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65

Tahun 2008tentang

PerubahanKeduaatasPeraturan Pemerintah

Nomor 32 Tahun 1979, Indonesia. (2008).

Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2005). Metode

Peneliatn Kuantitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Putra, Y. S. (2016). Theoritical Review: Teori

Perbedaan Generasi. Among Makarti, 9(1952),

123–134.

Rumata, V. M., & Nugraha, D. A. (2020). Rendahnya tingkat perilaku digital ASN kementerian kominfo : Survei literasi digital pada instansi

pemerintah. Jurnal Studi Komunikasi, 4(July),

467–484. https://doi.org/10.25139/jsk.v4i2.2230 Sari, N. (2019). Soal PNS Kerja dari Rumah, Anies

Akan Taati Aturan Kemenpan RB. Retrieved from

(14)

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/1 3/12083851/soal-pns-kerja-dari-rumah-anies-akan-taati-aturan-kemenpan-rb

Sarwono, J., & Herlina, B. (2012). Statistik Terapan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Singarimbun, M., Effendi, S., Hagul, P., Manning, C., Singarimbun, I., Ancok, D., … Sucipto, T.

(1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT

Midas Surya Grafiando.

Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif:

Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana Prenamedia Group. Sosiawan, E. A. (2008). Tantangan dan Hambatan

dalamImplementasi E-Government di Indonesia.

Seminar Nasional Informatika, 99–108.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif.

Bandung: Alfabeta.

Sujarweni, V. W. (2015). SPSS untuk Penelitian.

Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru Press. Tyas, D. L., Budiyanto, A. D., & Santoso, A. J. (2015).

Pengaruh Kekuatan Media Sosial dalam

Pengembangan Kesenjangan Digital. Scientific

Journal of Informatics, 2(2), 147–154.

Tyas, D. L., Budiyanto, A. D., & Santoso, A. J. (2016). Pengukuran Kesenjangan Digital Masyarakat di

Kota Pekalongan. Seminar Nasional Teknologi

Informasi Dan Komunikasi, 590–598.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, (2014).

Yunita, N. P., & Aprianto, R. D. (2018). Kondisi

Terkini Perkembangan Pelaksanaan

E-Government di Indonesia : Analisis Website.

Seminar Nasional Teknologi Informasi Dan Komunikasi, 329–336.

Gambar

Tabel 2 Indikator Quality Of Use Divide (Content-Related  Internet Skills) No.  Keterampilan  Informasi  Internet  Keterampilan Internet Strategis  Locating required  information
Gambar 2.Skema Langkah Pengambilan Sampel  Sumber: Olahan Data Penulis (2020)
Tabel 3 Perbandingan Nilai Kesenjangan Digital pada  Generasi X dan  Generasi Y
Tabel 6 Perbandingan Nilai Mean Rank antara Generasi X  dan Generasi Y di setiap Sub Variabel
+2

Referensi

Dokumen terkait