LAPORAN TEKNIS HASIL PENELITIAN
KAJIAN STOK DAN KONSEP PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN DI ESTUARI SUNGAI BERAU, KALIMANTAN TIMUR
(KPP-PUD 436)
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
ABSTRAK
Penelitian ini di Estuari Sungai Berau bertujuan untuk menganalisis data dan informasi Informasi tentang sumberdaya ikan dan kondisi lingkungan sebagai dasar untuk pengelolaan. Penelitian dilakukan pada Tahun Anggaran 2016 di Estuari Sungai Berau Kalimantan Timur, sampling dilakukan sebanyak empat kali yang mewakili musim kemarau dan musim penghujan. Ruang lingkup kegiatan yang akan dilakukan adalah: biologi spesies dominan, keanekaragaman jenis ikan dan biota air lainnya, parameter populasi, pendugaan stok ikan, kondisi lingkungan perairan, Wawancara dengan nelayan tentang perubahan penangkapan dan kondisi lingkungan terhadap sumberdaya ikan. Hasil penelitian: Biota hasil tangkapan dari empat kali pengambilan contoh (Februari, Mei, Agustus dan Oktober) teridentifikasi terbanyak di stasiun muara guntungan dan muara mengkajang sebanyak 51 – 52 species. Estuari berau terdapat sumberdaya udang
diantara nya udang putih (Fenneropenaeus indicus), udang bintik (Metapenaeus
tenuipes), udang kuning (Metapenaeus monoceros), udang brown atau udang
coklat (Metapenaeus ensis) dan udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis). Hasil
perhitungan akustik menunjukkan bahwa luas perairan estuari Berau yang disurvei adalah ± 114.8 mil2. Nilai biomassa total perairan estuari Berau adalah 457 ton dengan kepadatan 2.5 kg/ha. Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau terbesar di stasiun muara mengkajang adalah: nilai indeks keanekaragaman (H’): 1.51-2.18, nilai ini masuk dalam kriteria keanekaragaman sedang, indeks keseragaman (E): 0.61-0.08, yang menunjukkan komunitas yang labil dan indeks dominansi spesies (C): 0,22-0.28 atau dominansi spesies yang rendah. Dari pengamatan plankton didapatkan kelimpahan plankton berkisar antara 12 – 426 individu/ liter dan jumlah ini selalu berbeda antara bulan februari, Mei, dan Agustus. Adanya perbedaan ini disebabkan adanya perubahan musim. Indeks keanekaragaman plankton berkisar antara 0,83 – 2,29 dengan kategori rendah hingga sedang. Kepadatan makrozoobentos berkisar antara 4 – 1333
individu per m2 dengan kepadatan yang lebih tinggi ke arah laut. Hasil
perhitungan Indeks keanekaragaman makrozoobentos berkisar antara 0 – 2,59 dengan kategori rendah sampai sedang. Berdasarkan hasil penelitian 2016 dan hasil-hasil penelitian sebelumnya kualitas perairan di estuari Berau masih tergolong baik dan layak untuk kehidupan biota air. Sungai Simon atau Sungai selalan merupakan stasiun yang memenuhi syarat untuk direkomendasikan sebagai suaka perikanan khususnya untuk melindungi udang-udang bermigrasi dari muara ke perairan laut dan sebaliknya
1
I. LATAR BELAKANG
Kabupaten Berau memiliki luas wilayah 34.127,47 km2, yang terdiri
dari: daratan 22.030,81 km2, laut 12.299,88 km2, 52 pulau besar dan
kecil dengan 13 Kecamatan, 10 Kelurahan, 96 Kampung/ Desa. Jika ditinjau dari luas wilayah, luas Kabupaten Berau adalah 13,92% dari luas wilayah Kalimantan Timur, dengan prosentase luas perairan 28,74%. Jumlah
penduduknya pada tahun 2011 sebesar 191.807 jiwa dengan laju
pertumbuhan 7,11%. Daerah pesisir Kabupaten Berau terletak di Kecamatan Biduk-Biduk, Talisayan, Pulau Derawan dan Maratua yang secara geografis berbatasan langsung dengan lautan (Berau dalam angka, 2010).
Perairan Delta Berau memiliki potensi sumber daya perairan, seperti: ikan, kerang, udang dan jenis biota lain yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Budidaya laut di perairan Delta Berau diperkirakan mempunyai potensi sebesar 2.500 hektar dengan potensi penangkapan sebesar 35.000 ton per tahun (Julianery, 2001). Beberapa penelitian di Delta Berau lebih banyak membahas masalah sedimentasi, logam berat pada moluska dan
organisma bentik (Arifin et al, 2010; Afriansyah, 2009), dinamika perubahan
mangrove menjadi tambak dan tingkat kekeruhan yang terjadi di Delta Berau
(Parwati, 2007) dan sosial ekonomi nelayan (Sugiharto et al, 2013). Informasi
tentang sumberdaya perikanan di Estuari Berau belum banyak yang didapat. Komoditas Perikanan merupakan salah satu produk unggulan dari Kabupaten Berau. Beberapa kecamatan yang memiliki daerah perairan menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian. Perikanan dibagi menjadi dua, yaitu: perikanan laut dan darat. Produksi perikanan laut terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi perikanan tersebut berkisar 14.000 ton per tahun. Pada tahun 2011 produksi ikan segar sebanyak 15.509,80 ton yang mengalami peningkatan dibanding tahun 2010 yaitu sebesar 14.922,40 ton.
Perairan Berau memiliki beberapa karakteristik yang menonjol seperti adanya danau air laut di Pulau Kakaban, tempat makan dan bertelurnya penyu, dan keberadaan hutan mangrove. Perairan Estuari Berau menghadapi masalah degradasi yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, seperti: penangkapan ikan yang merusak lingkungan (penggunaan bom dan racun
2
sianida), trawl ilegal, perangkap penyu ilegal, penjarahan penyu dan telurnya, perusakan mangrove, penangkapan ikan berlebih, pencemaran dan penangkapan ikan oleh nelayan luar. Pesatnya kegiatan pembangunan di kawasan Delta Berau seperti areal pemukiman, perikanan/ tambak, anjungan minyak, pelayaran sungai, serta kegiatan penebangan hutan mangrove untuk berbagai kebutuhan, sehingga menimbulkan tekanan ekologis terhadap ekosistem Delta Berau, khususnya ekosistem mangrove (Dinas Perikanan Kalimantan Timur, 2010). Sampai seberapa jauh potensi produksi di estuari Sungai Berau (Delta Berau) belum banyak diketahui. Penelitian kelimpahan stok dan bioekologi sumberdaya ikan di Estuari Sungai Berau (Delta Berau), Kalimantan Timur akan memberikan gambaran tentang sumberdaya ikan di perairan tersebut.
Untuk Tahun 2015, telah didapatkan gambaran data dan informasi meliputi data biologi perairan (ikan, plankton dan bentos). Data biologi ikan yang didapat adalah data struktur ukuran, kebiasaan makanan dan tingkat kematangan gonad ikan - ikan yang tertangkap dengan alat tangkap trawl. Data dan informasi biologi ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran keperluan ikan-ikan yang tertangkap tersebut berada di perairan Estuari
Berau (sebagai tempat hidup atau living space atau hanya sebagai tempat
pemijahan (spawning ground), tempat mencari makan (feeding groud) atau
tempat pembesaran (nursery ground). Di samping itu didapatkan juga data
kepadatan stok dan data kondisi lingkungan perairan meliputi fisika dan kimia perairan. Data dan informasi ini bersifat umum yaitu data dan informasi Perairan Berau secara umum.
Untuk Tahun 2016 lebih di khususkan lagi dengan memfokuskan pada perairan yang memilki kearifan lokal ( perairan yang berada di kelurahan Patumbak) dan perairan yang telah dilakukan penangkapan secara intensif. Diharapkan data dan informasi ini dapat melengkapi data yang telah didapat pada Tahun 2015 yang nantinya dapat dijadikan sebahan bahan untuk pengelolaan sumberdaya ikan di perairan estuari Berau.
3
II. TUJUAN
a. Gambaran tentang kepadatan stok, diversitas, biologi spesies dominan,
parameter populasi, ukuran pertama tertangkap, sebaran dan status penangkapan (alat tangkap, musim, ikan target) serta aspek lingkungan sumber daya ikan di perairan estuari Sungai Berau
b. Informasi tentang sumberdaya ikan dan kondisi lingkungan sebagai dasar
untuk pengelolaan sumber daya ikan di perairan estuari Sungai Berau
c. Terjaminnya kelestarian sumber daya ikan dan kesinambungan
pemanfaatan. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya ikan perairan estuari Sungai Berau dapat dilakukan secara optimal, berkelanjutan dalam jangka panjang serta meningkatkan kesejahteraan nelayan.
4
III. METODOLOGI
1) Komponen Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan yang dilakukan adalah:
a) Biologi spesies dominan
b) Keanekaragaman jenis ikan dan biota air lainnya
c) Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik dan pukat tarik
d) Kondisi lingkungan perairan
2) Jadwal dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada Tahun Anggaran 2016 di estuari Berau Kalimantan Timur, sampling dilakukan sebanyak empat kali yang mewakili musim kemarau dan musim penghujan.
3) Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter yang diukur serta alat dan bahan yang digunakan:
No. Parameter Alat/ bahan yang digunakan
A Fisika
1 Temperatur Termometer air raksa
2 Kecerahan Piring secchi (secchi disk)
3 Kedalaman Gauge Sounder
4 Daya Hantar Listrik SCT-Meter
B Kimia
1 pH pH- indikator universal/ pH-Meter
2 Oksigen (O2-terlarut) SCT-Meter
3 Karbondioksida (CO2) Botol sample, label
4 Alkalinitas Botol sample, label
5 Kesadahan Botol sample, label
6 Nitrat (NO3-N) Botol sample, label
7 Nitrit (NO2-N) Botol sample, label
8 Ammonia (NH3-N) Botol sample, label
9 Phosfat (PO4-P) Botol sample, label
C Biologi
1. Plankton Plankton-net, botol sample, lugol, formalin, label
2. Chlorofil-a Water sampler, botol sampel
3 Ikan Alat tangkap, alat bedah, kantong plastik,
formalin, bouin, kalkir, label
D Akustik
1. TS, Densitas, Kedalaman Biosonic DT-X scientific echosounder yang
5
4) Metode Pengumpulan Data
a) Pengambilan sampel spesies ikan dan udang menggunakan alat tangkap
pukat tarik. Pukat tarik yang digunakan merupakan alat tangkap yang biasa digunakan nelayan di perairan ini, dengan ukuran panjang 14,0 meter, panjang tali ris atas 7,0 meter, meshsize 1,5 dan 1,0 inch kantong hasil 0,5 inchi. Pukat ditarik dengan kapal trawl (6 GT), lama penarikan 15 menit pada masing-masing lokasi pengambilan contoh yang telah ditentukan, kecepatan tarikan antara 2,5 – 3,0 km/jam dan bagan untuk mengetahui keanekaragaman, distribusi dan biologi. Untuk mendapatkan data series hasil tangkapan setiap bulan menggunakan jasa enumerator.
b) Untuk melihat kepadatan ikan dilakukan dengan metoda akustik.
c) Pengambilan contoh plankton dilakukan dengan plankton net.
Pengambilan sampel air disaring dengan menggunakan planktonet no.25 berukuran 64 µm dan diawetkan dengan larutan formalin 4%. Analisa sampel plankton dilakukan di laboratorium Hidrobiologi Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang dengan menggunakan buku Mizuno (1979) & Pennak (1978).
d) Pengambilan sampel substrat dilakukan secara acak terpilih menggunakan
Ekman dredge ukuran 15x15cm di 10 stasiun. Pada tiap stasiun pengamatan, pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali. Organisme bentos yang diamati adalah kelompok makrozoobentos yang diperoleh dengan menyaring sampel substrat, menggunakan ayakan bertingkat dengan ukuran bukaan (mesh size) 1,0 mm; 1,5 mm; dan 2,0 mm. Sampel bentos yang diperoleh diawetkan dalam larutan alkohol 70%, selanjutnya diidentifikasi berdasarkan genus dan dihitung kelimpahannya dalam satuan
cm-2. Identifikasi makrozoobentos menggunakan referensi Faucland
(1977); Gosner (1971), Milligan (1997), Ruswahyuni (1988) dan Pennak (1978).
e) Pengukuran beberapa parameter biofisik, antara lain: salinitas, DO, Co2,
pH dan suhu secara insitu, dan parameter lainnya diukur di Laboratorium Kimia BP3U.
6
5) Analisis Sampel
Sampel ikan yang tertangkap dengan alat tangkap pukat tarik dianalisis di laboratorium biologi ikan untuk melihat distribusi ukuran, kebiasaan makanan dan reproduksinya. Analisis plankton dan bentos dilakukan untuk menentukan komposisi, jenis dan sebarannya dalam kolom air serta posisinya di sepanjang estuari. Sampel air dianalisis di laboratorium kimia. Contoh air dianalisis dengan metode baku untuk mendapatkan kandungan nutriennya (nitrat, fosfat, amonia). Demikian pula dengan analisis konsentrasi Chl-a untuk produktivitas primer.
a) Biologi Spesies Dominan
Reproduksi
Beberapa aspek biologi ikan spesies kunci yang diukur antara lain TKG, IKG, dan ukuran pertama kali matang gonad.
Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad diukur dengan membandingkan berat gonad dengan berat tubuh ikan (Effendie 1979):
( ) ... (1) Keterangan :
BG : Berat gonad (gram) BT : Berat tubuh (gram) Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad ditentukan dengan mengamati ciri-ciri morfologis (Nikolsky, 1963) (Tabel 2). Pengamatan secara morfologis dilakukan dengan menggunakan mikroskop, terutama untuk ikan yang berada pada TKG I dan II.
Tabel 2. Tingkat kematangan gonad ikan menurut Nikolsky (1963)
TKG Keterangan Ciri-ciri
I Tidak
masak
Individu masih belum berhasrat untuk melakukan reproduksi, ukuran gonad kecil.
II
Masa istirahat
Produk seksual belum berkembang, gonad
berukuran kecil dan telur tidak dapat dibedakan oleh mata.
III Hampir
masak
Telur dapat dibedakan oleh mata, testes berubah dari transparan menjadi warna merah jambu.
7
maksimum, tetapi produk tidak akan keluar jika diberi sedikit tekanan.
V Reproduksi Bila perut diberi sedikit tekanan maka produk
seksual akan keluar dari lubang pelepasan, berat gonad cepat menurun sejak pemijahan mulai hingga berakhir.
VI Keadaan
salin
Produk seksual telah dikeluarkan, lubang genital berwarna kemerahan, gonad mengempis, ovarium dan testes berisi gonad sisa.
VII Masa
istirahat
Produk seksual telah dikeluarkan, warna kemerah-merahan pada lubang genital telah pulih dan gonad kecil serta telur belum terlihat oleh mata.
b) Parameter Pertumbuhan
Analisa Struktur kelompok umur dilakukan dengan Metode
Bhattacharya (Sparre et al., 1989). Nilai dari modus panjang dari
metode tersebut digunakan untuk menghitung panjang asimtotik (L∞),
koefisien pertumbuhan (K) dan umur teoritik (to) dengan menggunakan
analisa Ford-Walford (1993 dan 1996). Pertumbuhan ikan dianalisa berdasarkan formula Von Bertalanffy sebagai berikut:
Untuk panjang digunakan rumus:
Lt = L∞ [1-e -k (t-to)] ... (2) Dimana:
Lt : panjang ikan pada waktu t, L∞ : panjang asimtotik/infinity, K : koefisien pertumbuhan,
t0 : umur ikan saat panjang sama dengan 0.
L∞ adalah panjang ikan terbesar (maksimum) yang tercatat selama
periode pengumpulan data. Parameter pertumbuhan lainnya yaitu to
dicari dengan menggunakan persamaan empiris (Pauly 1980):
Log (-to) = -0,3922- 0,2752 log L∞ - 1,038 log K ... (3) Karena pulsa rekruitmen alami (musiman) kedalam populasi menentukan struktur dari suatu set data frekuensi panjang, maka sebaliknya frekuensi panjang dapat menjelaskan beberapa informasi
keadaan rekruitmen (Pauly, 1982 dalam Gayanilo dan Pauly, 1997).
Kebalikan (Inverse) dari pendekatan ini dilakukan dengan program
8
proyeksi ke belakang ke dalam sumbu panjang dari data frekuensi panjang yang telah diatur. Poin pemecahan adalah:
Dari frekuensi setelah dibagi dengan perubahan waktu, diproyeksi ke
dalam sumbu waktu (Fi-Sat)
Penyajian terakhir dari masing-masing bulan adalah (dan terlepas
dari tahun) hasil penyesuaian frekuensi yang telah diproyeksi pada masing-masing bulan
Mengurangkan frekuensi masing-masing bulan terhadap frekuensi
bulan terendah sehingga mendapatkan nilai 0 (nol), yang menunjukkan rekruitmen berada pada posisi paling rendah.
Hasil rekruitmen bulanan adalah rekruitmen tahunan
Dari poin 3 dan 4 dapat dicatat bahwa nilai bulanan dari setiap bulan
pada suatu tahun dapat diduga bila t0 diketahui (Gayanilo dan Pauly,
1997)
Untuk menduga mortalitas total (Z) diduga dengan metoda kurva hasil tangkapan konversi panjang (Length Converted Catch Curve) yang dikemukakan oleh Pauly (1983):
Log e N = a + bt ... (4) dimana:
Log e N : frekuensi panjang ikan, t : umur mutlak,
a dan b : koefisien regresi,
Kematian alami (M) dianalisis dengan menggunakan rumus empiris Pauly sebagai berikut:
Log (M) = - 0.0066 - 0.279 log L∞ + 0.654 log K+ 0.4631 log T ...(5)
dimana:
L∞ dan K : parameter pertumbuhan
T : rataan temperatur tahunan perairan
Mortalitas yang disebabkan oleh aktivitas penangkapan (F) adalah:
F = Z - M ... (6) Nisbah eksploitasi diperoleh dari:
E = F / Z ... (7) dimana:
9
F : mortalitas akibat penangkapan Z : mortalitas total
M : mortalitas alami
c) Akustik
Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik yang dilakukan mulai dari muara Sungai Berau (Pasang surut terendah) sampai ke estuari yang berbatasan dengan laut (Selat Makasar). Pendugaan kepadatan ikan dengan akustik dilakukan dengan peralatan Biosonic DT-X scientific echosounder yang dioperasikan pada frekuensi 200 kHz. Data akustik diolah dengan
menggunakan software ECHOVIEW ver.5. Elementary sampling distance unit
adalah 1 nmi. Hasil ekstraksi berupa nilai area backscattering coeficient (sA,
m2/nmi2) dan distribusi nilai target strength ikan tunggal dalam satuan decibel
(dB) sebagai indeks refleksi ukuran ikan. i. Target Strength
Hubungan target strength dan óbs (backscattering cross-section,
m2) dihitung berdasarkan atas MacLennan & Simmonds (1992), yaitu:
TS=10 log óbs ...………... (8) ii. Densitas Rata-rata Ikan
Persamaan untuk densitas ikan (ñA, ind/mil2) adalah:
ñA=sA/óbs ... (9) iii. Hubungan Panjang-Berat (length-weight relationship)
Panjang ikan (L) berhubungan dengan óbs yaitu:
óbs=aLb ... (10) Hubungan target strength dan L adalah:
TS=20 log L+A ... (11) di mana:
A = nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength)
Konversi nilai target strength menjadi ukuran panjang (L) untuk ikan
10
Menurut Hile (1936) dalam Effendie (2002), hubungan panjang (L) dan
bobot (W) dari suatu spesies ikan yaitu:
W=aLb ... (12)
Menurut Mac Lennan & Simmonds (1992) dalam Natsir et al.
(2005) persamaan panjang dan bobot untuk mengkonversi panjang dugaan menjadi bobot dugaan adalah:
Wt=a{∑{ni(Li+ÄL/2)b+1-(Li-ÄL/2)b+1}/{(b+1)ÄL}} .……….(13) di mana:
Wt = bobot total (g)
ÄL = selang kelas panjang (cm)
Li = nilai tengah dari kelas panjang ke-i (cm) ni = jumlah individu pada kelas ke-i
a, b = konstanta untuk spesies tertentu
iv. Dugaan Biomassa
Hasil perhitungan luas perairan estuari Berau yang disurvei dipakai sebagai acuan dalam penentuan volume perairan untuk menentukan biomassa perairan untuk mendapatkan nilai biomassa total.
d) Analisis Struktur Komunitas Ikan
Analisa struktur komunitas ditentukan oleh indeks keanekaragaman (H’), indeks keragaman (E), dan indeks dominansi (C).
i. Indeks keanekaragaman (H’) Ikan
Indeks keanekaragaman atau keragaman (H’) menyatakan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam
menganalisis informasi jumlah individu masing-masing bentuk
pertumbuhan/ genus ikan dalam suatu komunitas habitat dasar/ ikan (Odum, 1971). Indeks keragaman yang digunakan adalah indeks Shannon-Weaver
(Odum, 1971; Krebs, 1985 in Magurran, 1988) dengan rumus:
Pi Pi H S i
1 ln ' ... (14) Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman; Pi = Perbandingan proporsi ke i;S = Jumlah spesies yang ditemukan.
11
H’≤ 2 : Keanekaragaman kecil
2 < H’≤ 3 : Keanekaragaman sedang
H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi
ii. Indeks Keseragaman (E) Ikan
Indeks keseragaman atau Equitabilitas (E) menggambarkan penyebaran individu antar spesies yang berbeda dan diperoleh dari hubungan antara keanekaragaman (H’) dengan keanekaragaman maksimalnya (Bengen, 2000). Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan makin meningkat. Rumus yang
digunakan adalah (Odum, 1971; Pulov, 1969 in Magurran, 1988):
maks H H E ' ... (15) Dimana: E = indeks keseragaman; H maks = Ln S;
S = Jumlah ikan karang yang ditemukan.
Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1. Selanjutnya nilai indeks
keseragaman berdasarkan Krebs (1972)dikategorikan sebagai berikut:
0 < E ≤ 0.5 : Komunitas tertekan
0.5 < E ≤ 0.75 : Komunitas labil 0.75 < E ≤ 1 : Komunitas stabil
Semakin kecil indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman populasi, hal ini menunjukkan penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama sehingga ada kecenderungan satu jenis biota mendominasi. Semakin besar nilai keseragaman, menggambarkan jumlah biota pada masing-masing jenis sama atau tidak jauh beda.
iii.Indeks Dominansi (C) Ikan
Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis digunakan untuk melihat tingkat dominansi kelompok ikan tertentu. Persamaan yang
digunakan adalah indeks dominansi (Simpson, 1949 in Odum, 1971), yaitu :
S i Pi C 1 2 ) ( ... (16) Dimana: C = Indeks dominansi;12
Pi = Perbandingan proporsi ikan ke i;
S = Jumlah spesies yang ditemukan.
Nilai indeks dominansi berkisar antara 1 – 0. Semakin tinggi nilai indeks tersebut, maka akan terlihat suatu biota mendominasi substrat dasar perairan. Jika nilai indeks dominansi (C) mendekati nol, maka hal ini menunjukkan pada perairan tersebut tidak ada biota yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh nilai keseragaman (E) yang tinggi. Sebaliknya, jika nilai indeks dominansi (C) mendekati satu, maka hal ini menggambarkan pada perairan tersebut ada salah satu spesies yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh nilai keseragaman yang rendah. Nilai indeks dominansi dikelompokkan dalam 3 kriteria, yaitu:
0 < C ≤ 0.5 : Dominansi rendah
0.5 < C ≤ 0.75 : Dominansi sedang
0.75 < C ≤ 1 : Dominansi tinggi
5)Fitoplankton dan Zooplankton
i. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton
Kelimpahan fitoplankton/ zooplankton dihitung dengan
menggunakan metode Sedweght – Rafter Counting (APHA, 2005) :
E x D C x B A x n N 1 ... (17) di mana :
N = Jumlah total zooplankton (sel/l).
n = Jumlah rataan individu per lapang pandang.
A = Luas gelas penutup (mm2).
B = Luas satu lapang pandang (mm2).
C = Volume air terkonsentrasi (ml).
D = Volume satu tetes (ml) dibawah gelas penutup. E = Volume air yang disaring (l).
ii. Indeks Keanekaragaman/ Shannon (H’)
Indeks keanekaragaman adalah indeks yang menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada dalam suatu komunitas (Odum, 1998).
s n pi pi H 1 ln ' ... (18)13
s = jumlah organisme
ni = jumlah individu dari jenis ke-i N = jumlah total individu
pi =
N ni
... (19)
iii. Indeks Dominansi (C) (Odum, 1998)
2
N ni C ... (20)ni = jumlah individu dari jenis ke-i
N = jumlah total individu
f. Struktur Komunitas Makrozoobentos
i. Komposisi Makrozoobentos
Komposisi jenis makrozoobentos menunjukkan kekayaan jenis makrozoobentos pada perairan tersebut. Komposisi jenis tiap stasiun dijabarkan dalam persentase, yaitu sebagai perbandingan antara jumlah
individu masing-maing jenis makrozoobentos terhadap total
makrozoobentos yang ditemukan pada masing-masing stasiun.
ii. Kepadatan
Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas (Brower & Zar, 1997) dengan formulasi sebagai, berikut:
D = (10.000 x Ni) / A ... (21) di mana:
D = Kepadatan (ind/m2)
Ni = jumlah individu (ind)
A = luas petak pengambilan contoh (cm2)
10.000 = konversi dari cm2 ke m2
iii. Keanekaragaman
Keanekaragaman spesies dapat dikatakan sebagai keheterogenan spesies dan merupakan cirri khas suatu komunitas. Perhitungan indeks
keanekaragaman makrozoobentos menggunakan rumus indeks
keanekaragaman Shannon-Weaver (1949) dalam Odum (1971) yaitu:
Pi Pi H S i
1 ln ' ... (22)14
di mana:
H’= indeks keanekaragaman jenis S = jumlah spesies yang ditemukan Pi = ni/N
ni = jumlah individu ke-i N = jumlah total individu
Indeks keanekaragaman digolongkan dalam kriteria sebagai berikut:
H’≤ 2 : Keanekaragaman kecil
2 < H’≤ 3 : Keanekaragaman sedang
H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi
iv. Dominansi
Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis digunakan untuk melihat tingkat dominansi kelompok organisme bentos tertentu. Persamaan yang digunakan adalah indeks dominansi (Simpson, 1949
dalam Odum, 1971), yaitu :
S i Pi C 1 2 ) ( ... (23) dimana: D = indeks dominansiS = jumlah spesies yang ditemukan Pi = ni/N
ni = jumlah individu ke-i N = jumlah total individu
Nilai indeks dominansi dikelompokkan dalam 3 kriteria, yaitu:
0 < C ≤ 0.5 : Dominansi rendah
0.5 < C ≤ 0.75 : Dominansi sedang
15
IV. HASIL PENELITIAN
1) Stasiun Pengamatan
Lokasi Pengambilan sample data primer dan pengamatan lapangan
ditentukan secara purposive dengan mempertimbangkan aspek habitat mikro terutama pengaruh air pasang (fisik-kimia) seperti disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 1.
Tabel 3. Stasiun pengamatan di estuari Berau Nomor
stasiun
Nama stasiun Koordinat
E N 1 Sei.Simon 117° 53’ 37.6" 02° 11’ 07.4" 2 Mr.Kasai 117° 55’ 27.6" 02° 11’ 15.6" 3 Badak-Badak 117° 55’ 55.4" 02° 09’ 03.7" 4 Mr.Guntungan 117° 54’ 33.4" 02° 05’ 47.4" 5 Mr.Batumbuk 117° 54’ 19.5" 02° 04’ 15.8" 6 Mr.Mengkajang 117° 50’ 42.2" 02° 00’ 53.8”
16
2) Hasil Tangkapan
Survey sumberdaya ikan di estuari Berau dilakukan di enam stasiun yang masing-masingnya terletak di muara Sungai Selalang atau Sungai Simon (Stasiun I), Muara Kasai (Stasiun II), Muara Badak-badak (stasiun III), Muara Buntungan (Stasiun IV), Muara Batumbuk (Stasiun V) dan Muara Mangkajang atau Muara Sungai Berau (stasiun VI)
Pada survey tahun ke dua ini, stasiun yang dipilih adalah perairan Muara Delta Berau, hal ini disebabkan adanya penangkapan udang ekonomis penting secara intensif di sekitar perairan ini dengan alat tangkap mini trawl. Udang merupakan tujuan penangkapan utama bagi sebagian besar nelayan yang tinggal di Kecamatan Pulau Derawan, Kabupaten Berau. Sebagian besar nelayan perairan estuari Berau memiliki perahu motor yang disebut ketinting. Alat tangkap yang banyak digunakan di perairan ini adalah jaring gondrong (trammel net), jaring arad atau pukat hela (mini trawl), pukat (gill net) dan rawai (long line).
Penangkapan udang di muara Berau terjadi sepanjang tahun dan kegiatan penangkapan secara besar-besaran atau puncak musim penangkapan terjadi pada bulan November - Mei yang banyak dilakukan dengan pukat tarik atau pukat hela atau mini trawl yang dioperasikan dengan perahu motor. Penangkapan dengan pukat hela ini terjadi di sekitar muara sampai ke arah laut. Lebih jauh ke arah laut (di depan muara ) penangkapan lebih banyak dilakukan dengan jaring gondrong dengan ukuran udang yang tertangkap lebih besar dibandingkan dengan di muara.
Untuk Tahun 2016, puncak penangkapan terjadi pada bulan Oktober dan diperkirakan akan berakhir 3 - 4 bulan ke depan. Pada musim timur terjadi arus laut dan gelombang yang tinggi yang terjadi di muara - muara sungai. Berdasarkan keterangan nelayan udang yang berada dimuara sungai tersebut merupakan udang yang berasal dari muara sungai terdorong keluar oleh adanya arus dan gelombang yang menyebabkan udang ini bermigrasi ke perairan yang lebih dalam untuk memijah . Migrasi udang akibat adanya proses alam ini menyebabkan
17
intensitas penangkapan tinggi dan penangkapan terkonsentrasi pada pada muara-muara sungai.
Sungai Simon
Perairan Sungai Simon merupakan salah satu pecahan muara perairan sungai Berau yang merupakan daerah penangkapan ikan. Hasil tangkapan perairan ini di dominasi oleh udang dalam ukuran induk. Jenis udang yang sudah mulai sulit tertangkap adalah udang kuning (Metapenaeus monoceros) yang hanya tertangkap di perairan Sungai Selalang (Simon) dan tidak ditemukan di muara sungai lainnya. Dari percobaan penangkapan dengan alat tangkap pukat hela, didapatkan beberapa jenis ikan dan udang ekonomis penting. Musim penangkapan udang terjadi pada awal musim penghujan dimana pada musim ini ombak tinggi memasuki muara berau.
Tabel 4. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di Sungan Simon
No Jenis ikan/udang KISARAN TKG Jumah Berat total Keterangan PT (cm) PK (cm) Berat (g) (ekor) (g) 1
Udang Loreng (Parapenaeopsis
sculptilis) 5,3 - 13,8 1,3 -
5,7 1 - 23 1 –
4 341 2059
Trip I, II , III dan IV
2 Udang Bintik (Metapenaeus tenuipes) 5,5 - 10 1,2 - 3 1 - 12 1 - 4 129 562 Trip I, II dan III 3 Udang Kuning (M. monoceros) 5,6-11 1,7-9,6 2 - 15 150 1322 Trip IV 4
Udang Buku (Macrobrachium
equidens) 4,2 1,1 1 5 20,1 Trip III dan IV 5 Bete kuning (Photopectoralis bindus) 4,4-7,5 1-5 38 104 Trip I, dan II 6 Petek (Scutor ruconius) 5,7 - 7,6 3 - 5 2 3 12 Trip I 7 Gulama Panjang (Johnius coitor) 8,4-13,2 4 - 21 1 - 3 126 856 Trip I , III dan IV 8 gulama dompok (Johnius blengheril) 7,1 - 15,2 2 - 39 - 47 608 Trip I , II dan IV 9 Gulama (Panna microdon) 2 18 Trip II 10 Gulama (Johnius volgere) 9,5-13,2 9 - 29 1-3 17 349 Trip III 11 Buntal Kuning (Torquigener hicksi) 18 159
Trip I, II , III dan IV
12 Buntal Loreng (Tetraodon nigroviridis) 3 116 Trip III 13 Baji/selontok (Rogadius asper) 17,6 28 4 103 Trip I , III dan IV 14 Ikan mata besar (Gerres oyena) 15,8-18,3 27-45 3 20 Trip I dan IV 15 Lopa-lopa (Anodontostoma chacunda) 14,1 17 4 71 Trip I dan IV
16 Selar (Atule mate) 1 6 Trip I
17 Selar (Selaroides leptolepis) 5,5-13,8 2 - 24 13 153 Trip II 18 Selar (Selar boops) 8,8-10,5 7-11 15 80 Trip II dan III
19 Cumi (Loligo sp) 2 5 Trip I
20 Kepiting Laut (Charybdis annulata) 6 57 Trip I dan II
21 Kepiting garis 2 14 Trip IV
22 Glodok (Mugilogobius latifrons) 1 2 Trip I 23 Layur (Trichirus lepturus) 31,4-39 20-47 2 67 Trip II 24 Layur (Paraplagusra bilineata) 4 208 Trip III 25 Ikan Bulan (Drepane punctata) 2 5 Trip II 26 Ikan Puput (Pellona dischela) 2 10 Trip II dan IV
18 27 Bulu Ayam (Coilia lindmani) 13 39
28 Teri Indian 2 9 Trip II
29 Ikan Biji Nangka 2 7 Trip II
30 Utik (Arius oetik) 4 20 Trip III 31 Dukang (Arius maculatus) 11-17,5 11 - 55 10 201 Trip IV
32 Cerutu/pemukul beduk 3 9 Trip II
33 Tembang 15 28 1 28 Trip IV
34 Lidah Panjang (Cynoglossus lingua) 9-23,1 5 - 35 4 82 Trip IV
Dari stasiun 1 ini dapat dilihat bahwa tertangkap 30 jenis ikan dan empat jenis udang yaitu udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis), udang
bintik (Metapenaeus tenuipes) yang berukuran induk, udang Buku
(Macrobrachium equidens) dan udang kuning (Metapenaeus monoceros). Hasil tangkapan di stasiun 1 ini didominasi oleh udang bintik yaitu sebanyak 522 g dan hasil tangkapan udang loreng sebanyak 155 g. Hasil tangkapan ikan terbanyak didominasi oleh ikan gulama dompok sebanyak 384 g, ikan lainnya yang tertangkap jumlah beratnya lebih kecil dari 54 g. Udang dan ikan yang tertangkap ini rata - rata memiliki TKG I -II. Berdasarkan keterangan nelayan, Sungai Selalan yang sudah dekat muara sampai kearah laut merpakan pusat penangkapan udang. Hampir semua jenis udang laut tertangkap di perairan ini . Namun pada saat penelitian udang yang tertangkap hanya empat jenis. Diduga karena percobaan penangkapan dilakukan lebih ke arah sungai dan ada dugaan lain karena penangkapan yang dilakukan terlalu intensif di perairan ini. Dugaan ini
diperkuat dengan hasil tangkapan udang kuning (Metapenaeus monoceros)
yang hanya tertangkap pada bulan Oktober (Trip IV). Berdasarkan keterangan beberapa nelayan dan pengumpul dulunya Sungai Selalan merupakan pusat penangkapan udang kuning.
Muara Kasai
Selama penelitian jenis ikan dan udang yang tertangkap sebanyak 49
jenis ikan dan udang yang didominasi oleh ikan bete lis kuning (Photopectoralis
bindus) dan ikan Gulama (Johnius coitor). Muara Kasai yang merupakan pemukiman penduduk terlihat bahwa ikan petek/bete lis kuning mendominasi yaitu sebanyak 2225,1 g dan jenis ikan lainnya yang merupakan ikan omnivor dan pemakan bentos. Hal ini disebabkan adanya pembuangan limbah rumah tangga yaitu berupa bahan - bahan organik sehingga jenis- jenis ikan yang
19 ditemukan banyak dari jenis ikan omnivor dan ikan pemakan bentos antara lain
ikan dari famili scianidae (gulama) ikan selangat (Anaduntostoma chacunda),
bulu Ayam (Coilia lindmani) dan ikan dari jenis petek lainnya. Hal ini
mengundang ikan-ikan buas memasuki Muara Kasai antara lain ikan dari jenis arius yang ditangkap dengan menggunakan rawai. Pada saat penelitian tertangkap
salah satu dari jenis arius yaitu ikan dukang (Arius maculatus) dalam jumlah
yang banyak pada trip II di musim kemarau.
Udang yang mendominasi adalah udang loreng (Parapenaeopsis
sculptilis) dan tertangkap sebanyak 967 g (163 ekor), disamping itu tertangkap
juga udang bintik (Metapenaeus tenuipes) sebanyak 28 ekor (82 g), udang
Brown (Metapenaeus ensis) sebanyak 51 ekor (186 g), udang putih (Penaeus
indicus) sebanyak 8 ekor (72 g), udang petak 2 ekor, udang selatan 1 ekor dan udang kipas sebanyak 14 g (2 ekor). Udang brown hanya tertangkap pada trip II saja begitu juga dengan udang lainnya seperti udang selatan dan udang kipas, masing masing tertangkap pada trip I dan trip II.
Tabel 5. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di Muara Kasai
No Jenis ikan/udang KISARAN Jumah Berat total
Keterangan
PT PK Berat TKG (g)
1 Udang Loreng (Parapenaeopsis sculptilis) 4,2- 12 1,4 -
6,2 1 -
11 1-3 163 967 Trip I, II, III dan IV
2 Udang Bintik (Metapenaeus tenuipes) 28 82 Trip I dan III
3 Udang Brown (Metapenaeus ensis) 51 186 Trip III
4 Udang Putih (Penaeus indicus) 8,5-9,8 3,9-4,3 7-11 3 8 72 Trip III dan IV
5 Udang Petak 2 3,9 Trip II dan IV
6 Udang Selatan 1 1 Trip II
7 Udang kipas 2 14 Trip I
8 Bete lis kuning (Photopectoralis bindus) 5,6 - 11 3 – 21 1 -
3 301 2225,1 Trip I, II, III dan IV 9 Petek (Secutor ruconius) 4,8 - 8,8 3 – 9 1 – 4 80 396 Trip I, II dan IV 10 Photopectoralis eculus 9,7-11 13-19 2 27 Trip IV 11 Leiognathus indicus 32 128 Trip II 12 Gulama (Johnius coitor) 5,6 - 16,1 0,1-36 1-4 152 1669,2 Trip II dan III 13 Gulama Keken (Otolithes ruber) 22,7 123 2 11 377 Trip II dan III
14 Gulama dompok 16 48 1 11 206 Trip I dan IV
15 Gulama (Johnius volgere) 6,3-13,9 3 - 29 1-3 42 521 Trip III
16 Ikan Kaca (Megalaspis cordyla) 70 31 Trip I, II, III dan IV
17 Ikan Kaca (Apogon megalastis) 7,5-8,3 4-6 5 26 Trip IV
18 Buntal (Torquigener hicksi) 151 1182 Trip I, II, III dan IV
19 Buntal Loreng 75 11 1 11 Trip IV
20 Bulu Ayam (Coilia lindmani) 8-14,8 5- 13 1-3 118 716 Trip III dan IV 21 Pellona dischela 20 175 Trip IV 22 Setipina tenuifilis 5 80 Trip IV
23 Puput Mata Besar 18 127 Trip II
24 Puput Mata Kecil 20 185 Trip II
25 Biji Nangka (Upeneus sulphureus) 6 56 Trip I dan III
20
27 Kepiting 13 308 T I
28 Kepiting Laut 18 233,6 T II dan IV
29 Kepiting garis 13 228 T IV
30 Selar 47 6 T I
31 Lidah Panjang (Paraplagusia bilineata) 27 277 Trip II, III dan IV
32 Sorrogona tuberculata 9 342 Trip II
33 Baji (Rogadius asper) 12 331 Trip II, III dan IV
34 Kakap Merah Tutul 1 60 T II
35 Kakap merah (Lutjanus jutui) 17,7 9,5 1 9,5 Trip IV
36 Drepane punctata 6,7-7,5 8-10 7 57 Trip II dan IV 37 Terapon teraps 2 14 Trip II
38 Kerapu 1 7,9 Trip II
39 Sotong/ Sepia 2 41 Trip II dan IV
40 Cumi/ Loligo 2 9 Trip II
41 Alectis indicus 1 14 Trip II
42 Mata Besar (Gerres oyena) 1 9 Trip III
43 Layur (Trichiurus lepturus) 31,5-36,8 20-34 6 164 Trip II dan IV
44 Tembang/ sarden 217 28 Trip I
45 Opisthopterus tardore 15,6 24 1 24,0 Trip IV 46 Anaduntostoma chacunda 130 947,0 Trip IV 47 Sorogona puberculata 6,6 4 1
4,0 Trip IV
48 Pari (Cymnura australis) 22 194 1
194,0 Trip IV
49 Bilis (Stelophorus indicus) 9,6 8,0 1
8,0 Trip IV
Muara Sungai Badak – Badak
Tabel 6. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di Muara S. Badak - Badak
No Jenis ikan/udang KISARAN Jumlah
Berat total
Keterangan
PT PK Berat TKG (ekor) gr
1 Udang Loreng (Parapenaeopsis sculptilis) 2,1-13,2 1,8 - 4,8 3 - 21 - 106 651 Trip I, II, III dan IV
2 Udang Putih (Penaeus indicus) 5 16 Trip II
3 Udang Bintik (Metapenaeus tenuipes) 7,9-8,7 3,5 157 527 Trip III dan IV
4 Udang Brown (Metapenaeus ensis) 5 58 Trip III
5 Udang Petak (Cloridopsis scorpio) 3 19 Trip III
6 Bete kuning (Photopectoralis bindus) 4,7-8,9 2-11,8 1-4 209 2693 Trip I, II, III dan IV
7 Petek (Photopectoralis equlus) 90 450 Trip IV
8 Petek (Scutor ruconius) 4 -8,8 1 - 9 1-4 53 258,9 Trip I dan IV 9 Leiognathus indicus 27 155 Trip II 10 Gulama (Johnius coitor) 5,2 - 23,2
0,1 -
144 191 1895,2 Trip I, II dan IV
11 Gulama dompok 46 477 Trip I, II, III dan IV
12 Gulama Keken 1 96 Trip II
13 Gulama (Johnius volgere) 6,2-12,2 2 - 22 1-3 43 443 Trip III
14 Kepiting besar 1 11 Trip I
15 Kepiting garis 2 39 Trip I dan IV
16 Buntal Kuning (Torquigener hicksi) 20 218 Trip I, II , III dan IV
17 Upeneus sulphuries 5 51 Trip I dan IV
18 Kakap tutul putih 2 6 Trip I
19 sarden 1 10 Trip I
20 Layur 32,5 - 33,8 25 2 50 Trip I
21 Dukang (Arius oetik) 10 173 Trip I, III dan IV
21
23 Selar (Adule mate) 20 133 Trip II
24 Selaroides 2 12 Trip IV
25 Teri India 1 3 Trip I
26 Alectis indicus 4,9-7,6 3-5 2 8 Trip II
27 Biji Nangka (Upeneus) 2 13 Trip II
28 Biji Nangka (Nemipterus nemurus) 2 6 Trip III
29 Sillago 2 63 Trip II
30 Ulua mentalis 8,5-10,2 7-12 4 37 Trip IV 31 Ulua gurochs 7,1 7 1 7 Trip IV
32 Kakap Merah (Lutjanus johnii) 1 8 Trip III
33 Drepane punctata 5,6-67 4-7 3 16 Trip II 34 Rogadius asper 1 18 Trip II
35 Ikan Tembang (Pellona ditchela) 12 279 Trip III
36 Lopa-lopa (Pellona ditchella) 1 11 Trip III
37 Kaca (Megalaspis cordyla) 1 5 Trip III
38 Bulu Ayam (Coilia lindmani) 7,8-11,7 2-7
2.133 9940 Trip III
39 Puput (Thryssa hamiltonii) 2 28 Trip III
40 Lidah Panjang (Paraplagusia bilineata) 3 109 Trip II dan III
41 Lidah Loreng (Cynoglossus lingua) 2 14 Trip III
42 Pemukul beduk 29,2 227 1 227 Trip IV
43 Sebelah (Psetrodes enunli) 2,5 179 1 179 Trip IV
44 Gerres oyena 11,2 23 1 23 Trip IV
Hasil tangkapan di stasiun Muara Sungai Badak-badak tertangkap
44 jenis ikan dan udang yang di dominasi oleh ikan bulu Ayam (Coilia
lindmani) dan ikan gulama panjang (Johnius coitor).
Ikan yang mendominasi di Muara S Badak -Badak adalah gulama
panjang (Johnius coitor) yaitu sebanyak 607 g (47 ekor) dengan rata-rata
yang tertangkap memiliki TKG I-IV diikuti oleh bete lis kuning sebanyak
229,1 g (47 ekor besar dan 11 ekor kecil) serta bete belang (Scutor
ruconius) sebanyak 153 g (30 ekor) yang memiliki TKG I-IV. Udang yang mendominasi adalah udang loreng seberat 245 g (28 ekor). Jumlah spesies ikan yng tertangkap sama dengan stasiun lainnya yatiu sebnyak 15 jenis, stu jnis diantaranya udang loreng. Di stasiun ini tertangkap lima jenis
udang yang didominasi dengan udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis)
dan udang bintik (Metapenaeus tenuipes).
Muara Guntung
Muara Guntung merupakan perairan yang jarang dilakukan penangkapan karena perairan banyak terdapat akar-akar kayu, pohon-pohon yang tumbang yang terendam di perairan sehingga penangkapan dengan pukat hela dan dengan jaring gondrong jarang dilakukan. Di
22
perairan ini terdapat banyak ikan yang berukuran besar dari jenis kakap (Lutjanus sp), kerapu dan ikan ekor kuning.
Muara Guntung merupakan muara dari Sungai Guntung yang di dalam sungai terdapat tambak milik penduduk. Percobaan penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat hela selama empat kali survey mendapatkan paling banyak jenis ikan dan udang yaitu 51 jenis yang terdiri dari 42 jenis ikan dan 5 jenis udang yaitu udang putih yang merupakan udang ekspor, udang bintik, udang brown (udang jahe), udang loreng dan udang kipas serta 3 jenis cumi dan satu jenis kepiting. Mungkin karena banyak tambak yang berada di dalam sungai, maka bete lis kuning menominasi hasil tangkapan yaitu sebanyak 844 ekor (berat 7626 g), ikan bete belang 148 ekor (berat 963,54 g). Beberapa literatur mengatakan bahwa kehadiran ikan petek di suatu perairan karena adanya pencemaran perairan terutama bahan organik. Jenis kedua yang menominasi adalah
ikan gulama panjang (Johnius coitor) dengan jumlah 454 ekor ( berat
5277,5 g) yang merupakan jenis ikan yang sepanjang hidupnya berada di estuari.
Tabel 7. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di Muara Guntung
No. Jenis ikan/udang KISARAN Jumah Berat total
Keteranganm
PT PK Berat TKG
1 Udang Loreng (Parapenaeopsis sculptilis) 7,1-12,8 1,7-3,5 3 – 15 52 442 Trip I, II dan III
2 Udang Bintik 10 44 Trip II
3 Udang Brown 7 - 9,2 1,5 -1,9 2 – 5 4 22 Trip I dan II
4 Udang putih 9,7 - 13,2 1,6 -2,8 5 – 16 8 98 Trip I
5 Udang Kipas (Cloridopsis scorpio) 5 71 Trip I danIII
6 Bete lis kuning (Leiognathus bindus) 5,5 - 13,6 3 – 44 1 - 4 844 7626 Trip I dan II 7 Bete belang (Scutor ruconius) 4,1-9,3 1 – 10 148 963,54 Trip I, II dan IV
8 Leiognathus indicus 3 17 Trip II
9 Petek (Photopectoralis eculus) 35 165 Trip IV
10 Gulama (Johnius coitor) 8,2 -13,7 5-25 1-4 454 5277,5 Trip I dan III
11 Gulama dompok 58 811 Trip I dan II
12 Gulama mata besar 2 19 Trip I
13 Gulama Keken (Johnius belengari) 12,8-23,6 29-147 1-3 7 629 Trip III 14 Gulama (Johnius volgere) 7,8-17,8 5-65 1-4 174 3901 Trip III
15 Baji (Rogadius asper) 6 122 Trip I dan II
16 Arius maculatus 8,4 -17,6 4 – 43 51 537 Trip I dan II
17 Dukang (Arius oetik) 63 953 Trip III
18 Cumi (Loligo pickfordi) 1 11 Trip I
19 Cumi (Loligo sp) 9 110 Trip I dan IV
20 Lidah Panjang (Paraplagusia bilineata) 15 194 Trip I, II dan III
21 Sotong (Sepia sp) 1 11 Trip I
23
23 Buntal Loreng 2 15 Trip I
24 Buntal loreng 1 3550 Trip IV
25 Buntal tutul (Tetraodon nigroviridis) 1 30 Trip III
26 Ambassis dussumieri 24 110 Trip I
27 Selar (Atule mate) 4 35 Trip I
28 selar (Megalaspis cordyla) 1 15 Trip I
29 selar (Megalespis sp) 186 912 Trip II
30 Selar (Selaroides sp) 5 34 Trip II
31 Terapon theraps 2 23 Trip I dan III
32 Tapi-tapi (Drepane punctata) 8 210 Trip I, III dan IV
33 Drepane longimana 3 18 Trip II
34 Lopa-lopa (Pellona ditchella) 8 - 9,2 5 – 8 45 71 Trip I dan III
35 Kepiting Laut 7 98 Trip II
36 Kepiting (Charybdis affinis) 35 268 Trip III
37 Kepiting tutul 8 130 Trip IV
38 Apogon kiensis 5 26 Trip II
39 Geres filamentos 23 234 Trip II
40 Biji Nangka (Upeneus sulphureus) 4 38 Trip II dan IV
41 Tembang 1 21 Trip II
42 Petek (Carangoides talanparsides) 4 13 Trip II
43 Kakap totol (Lutjanus johnii) 1 46 Trip III
44 Kakap/arut (Lutjanus) 24,3-36,3
237-720 13 5666 Trip IV
45 Bulu Ayam (Coilia lindmani) 21 123 Trip III
46 Bansa/ Lemuru (Gerres oyena) 5 120 Trip IV
47 Sebelah (Pseudohombus arsius) 4 139 Trip IV
48 Kerapu 35,2-41,5
616-1137 2 1753 Trip IV
49 Ekor kuning 4,5-16,5 16-40 2-3 6 183 Trip IV
50 Pemukul beduk 2 118 Trip IV
51 Ikan Tempel (Echeneis naucrates) 1 Trip IV
Muara Betumbuk
Pegat Betumbuk adalah salah satu kampung di Kecamatan Pulau Derawan, Berau, yang dilewati sungai Betumbuk dan dibagian kiri dan kanan sungai terdapat tambak- tambak masyarakat. Wilayah Kampung Pegat Batumbuk berbatasan langsung dengan wiIayah lautan, atau merupakan daerah pesisir, sedangkan sebagian lain merupakan wilayah dataran. Kampung Pegat Batumbuk merupakan kampung nelayan yang dikenal sebagai daerah penghasil udang dan terasi di Kabupaten Berau yang mana menghasilkan udang rata-rata kurang lebih 50 ton per tahun dan produksi terasi rata-rata kurang sekitar 60 ton per tahun.
Muara Betumbuk merupakan perairan yang menjadi tumpuan harapan nelayan dalam menangkap udang. di sepanjang Sungai Petumbuk tidak diperbolehkan melakukan penangkapan ikan kecuali dengan alat tangkap tuguk dan penglolaan perairan ini bersifat kearifan lokal. Alat tangkap yng diperbolehkan hanya alat tangkap tuguk dan di perairan ini banyak
24
terdapat tambak masyarakat. Hasil tangkapan ikan di perairan ini sebanyak 46 jenis yang didominasi oleh ikan bete lis kuning sebanyak 730 ekor (berat 7375 g), bete belang sebanyak 156 ekor (1453 g) dan bete (Gazza minuta) sebanyak 462 ekor ( 2631 g , bulu ayam sebanyak 450 ekor dengan berat 2269 g. Pada umumnya mendominasinya ikan-ikan tersebut di atas karena tingginya bahan-bahan organik yang terdapat di perairan tersebut.
Perairan Sungai Betumbuk yang memiliki kekeruhan yang tinggi ini menyebabkan banyak tertangkap udang-udang sehingga penangkapan udang banyak dilakukan di Muara Sungai Betumbuk.
Di Betumbuk ini terdapat suatu desa yang lahan dan perairannya seluas 7000 ha yang dijadikan lahan konservasi untuk hutan bakau dan perairan dengan nama Sungai Samera yang dikelola dengan kearifan lokal. Bagaimana bentuk status perairan ini masih belum jelas, namun keinginan masyarakat setempat adalah menjaga perairan tersebut agar tidak ada tambak dan penangkapan ikan agar kelestarian sumberdaya ikan dapat berkesinambungan.
Tabel 8. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di Muara Betumbuk
No Jenis ikan/udang KISARAN Jumah
Berat
total Keterangan
PT PK Berat TKG
1
Udang Loreng (Parapenaeopsis
sculptilis) 6,4-13,4 1,3-3,4 2 - 24 202 1524
Trip I, II, III dan IV 2 Udang putih (Penaeus indicus) 6,8 -12.8 3,2-4,8 3 - 28 113 287
Trip I, II, III dan IV
3 Udang Brown (Metapenaeus ensis) 12 57 Trip III
4 Udang Selatan 2 13 Trip II
5 Udang petak 1 7 Trip IV
6 Udang buku 7 2,1 7 I 1 7 Trip I
7 Bete lis kuning 4,8-9,3 1,5-14
I -
IV 730 7375 Trip I, II dan IV 8 Bete belang (Scutor ruconius) 4,1-9 1-10
I -
IV 156 1453 Trip I, II dan IV
9 Gazza minuta 462 2631 Trip II
10 Petek 1 11 Trip II
11 Leiognathus eculus 20 106 Trip IV 12 Gulama (Johnius coitor) 6,5-25,2 3- 29 1-4 414
Trip I, II, III dan IV
13 Gulama dompok 8,6 - 11,6 4 - 16 47 657
Trip I dan II
14 Gulama Keken (Otolithes ruber) 3 506
Trip II dan III 15 Gulama (Johnius volgere) 6,2-12,7 15-21 1-4 72 664 Trip III
16 Buntal Kuning (Torquigener hicksi) 6 38
Trip I, II dan III
17 Kepiting garis 19 300 Trip I
18 Rajungan 9 142 Trip II
19 Bulan Hitam (Drepane longimana) 5 7
Trip II dan III
25
20 Arut 2 13 Trip I
21 Kakap totol (Lutjanus johni) 9,7-11,6 17-29 1 2 46 Trip IV
22 utik (Arius sagor) 274 1052
Trip I dan II
23 Dukang (Arius oetik) 24 496
Trip III dan IV 24 Cumi 2 30 Trip I 25 Sotong (Sepia) 3 54 Trip II dan IV 26 Pemukul beduk/cerutu 2 50 Trip I dan IV
27 Hilsa keele 3 39 Trip I
28 Kaca (Megalaspis cordyla) 10 45 Trip I
29 Kaca (Ambassis vachellii) 5 21 Trip III
30 Bilis (stelophorus indicus) 2 8 Trip I
31 Selaroides 19 143 Trip II
32 Puput 1 5 Trip II
33 Baji (Rogadius asper) 31 1018
Trip II dan IV
34 Bulu Ayam (Coilia lindmani) 450 2269
Trip II dan III
35 Mirip Betutu 3 16 Trip II
36
Lidah Panjang (Paraplagusia
bilineata) 12 171
Trip II, III dan IV
37 Selar (Atule mate) 1 3 Trip III
38 Biji Nangka (Nemipterus nemurus) 1 5 Trip III
39 Nangka (Upeneus sulpureus) 1 7 Trip IV
40 Ekor kuning 9,6-14,5 7-38 2 45 Trip IV
41 Kepiting 22 291 Trip IV
42 Selaroides 9,2-10,1 7-10 2 17 Trip IV
43 Lopa-lopa (Pellona ditchela) 6 42 Trip IV
44 Siphania roseigastes 10 49 Trip IV
45 Megalop cyprinoides 5 49 Trip IV
46 Buntal kuning 15 515 Trip IV
Muara Mangkajang
Muara Mangkajang adalah muara Sungai Berau yang mengalir menuju Selat Makasar. Perairan ini merupakan tempat lalu lintas kapal dari Tanjung Redeb menuju ke Selat Makasar dan sebaliknya. Di Muara Mangkajang ini bermuara Sungai Samera yang merupakan daerah konservasi yang dikelola secara kearifan lokal.
Di stasiun Mangkajang tertangkap 44 jenis ikan dan 8 jenis udang
yang didominasi oleh udang brown (Metapenaeus ensis) sebanyak 476
ekor (berat 2291 g) diikuti oleh udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis) sebanyak 228 ekor (berat 1464 g). Ikan yang mendominasi adalah ikan
lopa-lopa (Anodontostoma chacunda) dan ikan gulama (Johnius volgere)
sebanyak 309 ekor (berat 2801 g) dan kedua ikan tersebut merupakan ikan omnivor yang tertangkap di perairan yang masih alami.
26
Disebabkan karena stasiun Muara Mangkajang tempat lalu lintas kapal, maka perairan ini jarang dijadikan nelayan sebagai areal penangkapan karena sibuknya lalu lintas kapal di perairan ini.
Tabel 9. Hasil tangkapan pukat hela selama 15 menit penangkapan di Muara Mangkajang
No Jenis ikan/udang KISARAN Jumah Berat total Keterangan
PT PK Berat TKG
1
Udang Loreng (Parapenaeopsis
sculptilis) 6,8 -13,9 2-4,1 4 – 23 1-4 228 1464
Trip I, II, III dan IV 2 Udang Bintik 6,8-14,5 1,5-3,8 3 – 29 1-3 59 664,6 Trip I, II dan IV
3 Udang Putih (Fenneropenaeus indicus) 29 476 Trip III dan IV
4 Udang Kipas (Cloridopsis scorpio) 15 151 Trip I dan III
5 Udang (Paraplagusia sp) 6 435 Trip I
6 Udang buku 5,6 1,7 2 2 5 Trip I dan IV
7 Udang Brown (Metapenaeus ensis) 7,1 - 9,8 1,9 - 2,9 3 -11 I –II 476 2291 Trip I dan III
8 Udang petak 14 Trip IV
9
Petek lis kuning (Photopectoralis
bindus) 6,5-9,9 2 - 14 1 – 4 205 1668 Trip I, II dan III 10 Secutor ruconius 4,8-7,7 2-6 1-4 3 10 Trip IV 11 Leiognathus equlus 9,9 14 4 1 14 Trip IV
12 Bete susu 7,8-9 7-9 3 7 54 Trip II
13 Bete moncong 7,5-10,3 6-14 7 60 Trip II
14 Ikan Gulama (Johnius coitor) 5,1 - 24,3 1 - 107 1 - 4 94 1358
Trip II, III dan IV
15 Gulama Keken (Otolithes ruber) 1 41 Trip III
16 Gulama dompok 10,1 - 13,4 10 - 29 916 1149 Trip I dan IV
17 Gulama (Johnius volgere) 6-126 2-19 1-4 309 2801 Trip III
18 Gulama 6,4-14 2-27 2-3 42 623 Trip II
19 Buntal Kuning (Torquigener hicksi) 8,4-11 11-22 47 333 Trip I, II dan III
20 Buntal Loreng (Tetraodon nigroviridis) 4 131 Trip III
21 Buntal (Torguigener) 17 422 Trip IV
22 Lopa-lopa (Anodontostoma chacunda) 185 2438
Trip I, II, III dan IV
23 Lopa-lopa (Pellona ditchella) 6 86 Trip IV
24 Megalospis/kaca 74 246 Trip I dan II
25 Megalaspis sp. 6,3-13,2 3-15 33 270 Trip II
26 Apogon kiensis 4,8-6,3 2-3 22 61 Trip II dan IV
27 Senangin 6 155 Trip I dan IV
28 Bawal Hitam 3,9-4,5 1-2 2 3 Trip II
29 Bawal putih (Pampus argeneteus) 12-16 28-44 7 242 Trip IV
30 Ikan Bulan (Drepane 8,2 17 1 17 Trip II
31 Tembang (Hilsa keele) 14-15,2 21-28 71 1842 Trip IV
32 Upeneus sulphureus 6,8-9,4 4-11 24 206 Trip I dan II
33 Kepiting garis 40 216 Trip I
34 Kepiting 107 578 Trip IV
35 Kepiting Laba-laba 2 14 Trip III
36 Baji/ selontok 3 71 Trip I
37 Cumi (Loligo sp) 10 147 Trip I, II dan IV
38 Banded Grunter (Terapon theraps) 14 41 1 41 Trip II
39 Olive tailed flathead (Rogadius asper) 12,4-13,3 10-Des 6 65 Trip II
40 Selar 2 9 Trip I
41 Bulu Ayam 5 32 Trip I
42 Arius oetik 11,7-17,3 15-46 13 415 Trip II
43 Ikan Lidah 8,9-20 6-30 8 193 Trip II
44 Pemukul Beduk 11,3-13,7 9-18 2 27 Trip II
45 Bulu Ayam (Coilia lindmani) 9,2-13 3-8 207 1047 Trip III
46 Dukang (Arius oetik) 2 449 Trip III
47 Biji Nangka (Nemipterus nemurus) 11 82 Trip III
27
49 Cumi (Loligo pickfordi) 1 5 Trip III
50 Ikan Bulan (Drepane punctata) 1 8 Trip III
51 Nangka (Upeneus sulfureus) 12 74 Trip IV
52 Spotted javelinfish 10,3 17 1 17 Trip II
Sumberdaya udang Penaeid
Estuari Berau memiliki sumberdaya udang yang melimpah yang ter diri
dari udang Penaeid dari genus Penaeues, genus Fenneropenaeus, genus
Metapenaeus dan genus Parapenaeopsis . Genus Fenneropenaeus yang dominan
adalah udang putih (Fenneropenaeus indicus) yang merupakan udang ekspor.
Udang lainnya yaitu dari genus Metapenaeus (tiga jenis) dan Parapenaeopsis
(satu jenis). Jenis-jenis tetrsebut adalah udang bintik (Metapenaeus tenuipes),
udang kuning (Metapenaeus monoceros), udang brown atau udang coklat
(Metapenaeus ensis) dan udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis). Kelima jenis
udang ini merupakan sumber mata pencarian nelayan yang
melakukanpenangkapan di Delta Berau.
Alat tangkap yang dioperasikan terdiri dari enam (6) jenis yaitu alat tangkap jaring gondrong (trammel net), pukat (gillnet), rawai (longline) pancing (Pole and line) dan alat tangkap pukat tarik Trawl mini serta alat tangkap yang khusus menangkap kepiting bakau yang disebut rakang.. Khusus untuk menangkap udang yang dimulai dari Muara sungai sampai sekitar 5 mil dari muara. Perairan ini merupakan tempat mencari makan dan jalur migrasi udang dari muara ke laut atau sebaliknya. Kondisi vegetasi di masing-masing stasiun cukup baik sehingga banyak tertangkap udang dengan berbagai ukuran.
Udang penaeid ekonomis penting dan mendominasi adalah udang putih (Penaeus indicus) dengan tatanama yang terbaru adalah Fenneropenaeus indicus
(Teikwa & Mgaya, 2003) . Udang ini tertangkap hampir sepanjang tahun dengan
puncak musim penangkapan pada musim penghujan sampai awal musim kemarau. Keberadaan udang ini di muara Delta Berau adalah untuk mencari makan dan sebagian besar merupakan udang dewasa dengan TKG II sampai mendekati TKG IV (Tabel 10). Diduga udang ini mencari makan dalam rangka proses pematangan gonad dan pemijahannya di sekitar 5 - 10 mil dari muara Sungai. Pengamatan yang dilakukan pada bulan Oktober menunjukkan keberadaan induk udang putih di sekitar muara sampai didepan muara dalam konsentrasi yang tinggi. Dari
28
pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad udang putih dan udang lainnya mempelihatkan induk-induk udang ini berada pada TKG II – IV. Pada bulan-bulan ini penangkapan sangat intensif dengan menggunakan pukat hela (mini trawl) dan jaring gondrong.
Tabel. 10 Kisaran panjang total, panjang karapas dan berat udang putih (Fenneropenaeus indicus) yang tertangkap dengan pukat hela (trawl mini) dan jaring gondrong selama Trip I (Februari), Trip II (Mei), Trip III (Agustus) dan Trip IV (Oktober).
Trip Stasiun KISARAN PT/PK/B Jumah Berat
total Alat Tangkap PT PK Berat TKG I st 2 12.3 - 15.8 3.1 - 3.9 14 - 29 1 – 2 11 224 J. gondrong St 3 6.2 -16.6 1.8 -3.5 5 - 37 1 -3 15 259 J. gondrong st 4 9,7 - 13,2 1,6 -2,8 5 - 16 1 -2 8 98 Pukat hela St 5 11.4 - 16 3 - 4 10 - 33 3-4 2 43 J. gondrong 12,8 3,5 28 4 1 28 Pukat hela 27 91 Pukat hela II st 3 5 16 Pukat hela st 5 17 199 Pukat hela
III st 6 2 29 Pukat hela
IV
st 2 8,5-9,8 3,9-4,3 7-11 3 2 18 Pukat hela
st 5 6,8-11,2 3,2-4,8 3-19 3 4 33 Pukat hela
st 6 10,5-16,2 2,2-3,7 10-29 3-4 27 447 Pukat hela
Dari Tabel 10 memperlihatkan keberadaan udang putih di estuari Berau dalam kondisi mulai matang gonad. Ini berlawanan dengan beberapa literatur bahwa udang penaeid berada di estuari hanya dalam ukuran juvenil. Di estuari
Berau udang penaeid yang berukuran induk terutama dari jenis Fenneropenaeus
indicus merupakan tujuan penangkapan karena bernilai ekonomis tinggi. Teikwa & Mgaya (2003) Ukuran pertama matang gonad untuk udang putih (Fenneropenaeus indicus) jantan 2,8 cm sedang untuk udang betina dengan ukuran panjang karapas 3,5 cm. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa untuk ukuran panjang karapas diatas 3 cm tertangkap pada puncak musim yaitu pada bulan Februari dan bulan Oktober.
Udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis) tertangkap sepanjang tahun dan
tertangkap hampir di semua stasiun selama penelitian. Udang loreng tertangkap dalam ukuran induk pada bulan Februari dan bulan Oktober. Bulan Februari
29
merupakan puncak musim penangkapan udang dewasa yang berakhir pada bulan Maret 2016. Untuk Tahun 2016, puncak musim penangkapan udang dimulai pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan Maret tahun mendatang.
Tabel 11. Kisaran panjang total, panjang karapas dan berat Udang loreng (Parapenaeopsis sculptilis) yang tertangkap dengan pukat hela (trawl mini) selama Trip I (Februari), Trip II (Mei), Trip III (Agustus) dan Trip IV (Oktober).
Trip KISARAN TKG Stasiun PT PK Berat Trip I st 1 5,3 - 10,6 1,5 - 3,5 1 - 15 1 – 2 st 2 4,2-9,5 1,8-3,5 1-10 1-3 St 3 8,2-13,2 1,8-3,8 5- 21 - st 4 9,2 - 12,3 2,3 - 3,5 6 - 15 St 5 7,1- 9,8 4 – 11 st 6 6,8 -10,3 2 - 3,6 3 - 13 I –III TRIP II st 1 7,2-13,1 1,8-3,7 3-18 1-4 st 3 st4 st 5 st 6 7,2-13,1 1,8-3,7 3-18 1-4 Trip III st 1 6,6-11,5 1,3-2,5 2-11 1-4 st 2 7-11,6 1,4-2,9 2-11 1-2 st 3 7,1-10,3 1,5-2,7 3-9 1-4 st 4 7,1-12,8 1,7-3,1 3-11 st 5 6,4-13,4 1,3-3,4 2-18 st 6 Trip IV st 1 6,6-13,8 2,7-5,7 2-23 st 2 6,7-12 3,1-6,2 4-22 st 3 2,1-9,7 3,2-4,8 3-14 st 5 7-11,5 3,3-6,1 4-24 st6 8,9-13,9 2-4,1 4-23 1
30
c) Struktur Komunitas Ikan
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi pengamatan Stasiun 1 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 1
Gambar 2 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada Februari: 1,26 dimana biota didapatkan 10 spesies yang didominasi Ikan
Gulama (Johnius amblycephalus), pada Mei: 1,88, biota yang didapatkan 12
spesies didominasi Ikan Selar (Selaroides leptolepis), pada Agustus: 1,52,
biota yang didapatkan 9 spesies didominasi Ikan Gulama (Johnius coitor)
dan pada November: 1,91, biota yang didapatkan 9 spesies didominasi Ikan
Gulama (Johnius amblycephalus). H’ dari empat bulan pengamatan
menunjukkan bahwa pada lokasi Stasiun 1 termasuk dalam kriteria keanekaragaman kecil. Penyebaran individu antar spesies yang berbeda di perairan lokasi pengamatan sangat bervariasi. Menurut Odum (1971), indeks keseragaman jenis akan tinggi jika tidak terjadi pemusatan individu pada suatu jenis tertentu. Indeks Dominansi (C) pada Februari: 0,45, Mei: 0,20, Agustus: 0,30 dan November: 0,18. C dari empat bulan pengamatan menunjukkan dominansi rendah. Nilai indeks dominansi (C) mendekati nol, maka hal ini menunjukkan pada perairan tersebut tidak ada spesies yang
mendominasi (Brower at al., 1990). Indeks Keseragaman (E) pada Februari:
0,55, Mei: 0,76, Agustus: 0,69 dan November: 0,87. E pada Februari dan
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Februari Mei Agustus November
Ind ek s Bulan Pengamatan H' C E
31
Agustus menunjukkan komunitas labil, sedangkan pada Mei dan November
menunjukkan komunitas yang stabil (Latuconsina et al., 2012).
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi pengamatan Stasiun 3 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 2
Gambar 3 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada Februari: 1,16, biota didapatkan 10 spesies didominasi Ikan Bete (Photopectoralis bindus), Mei: 2,25, biota didapatkan 19 spesies didominasi
Ikan Dukang (Arius maculatus), Agustus: 1,44, biota didapatkan 12 spesies
didominasi Ikan Gulama (Johnius coitor) dan November: 1,46, biota
didapatkan 10 spesies didominasi Anodontostoma chacunda. H’
menunjukkan bahwa pada Februari, Agustus dan November termasuk dalam kriteria keanekaragaman kecil, sedangkan pada Mei keanekaragaman sedang. Lebih tingginya indeks keanekaragaman pada Mei disebabkan
adanya kehadiran ikan laut, diantaranya: Ikan Putih (Alectis indica) dan Ikan
Kerapu (Epinephelus coioides). Indeks Dominansi (C) pada Februari: 0,43,
Mei: 0,16, Agustus: 0,35 dan November: 0,30. C dari empat bulan pengamatan menunjukkan bahwa indeks dominansi pada Stasiun 2 termasuk dalam kriteria dominansi rendah. Indeks Keseragaman (E) pada Februari: 0,51, MeiL: 0,76, Agustus: 0,58 dan November: 0,63. E pada Februari,
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Februari Mei Agustus November
Ind ek s Bulan pengamatan H' C E
32
Agustus dan November menunjukkan komunitas yang labil, sedangkan pada Mei menunjukkan komunitas stabil.
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi pengamatan Stasiun 3 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 3
Gambar 4 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada Februari: 1,60, biota didapatkan 11 spesies yang didominasi Ikan Gulama (Johnius macropterus), Mei: 2,07 biota didapatkan 12 spesies didominasi
Ikan Petek (Eubleekeria rapsoni), pada Agustus: 0,64, biota didapatkan 14
spesies didominasi Ikan Bulu Ayam (Coilia lindmani) dan November: 1,48,
biota didapatkan 12 spesies didominasi Ikan Bete (Photopectoralis bindus).
H’ dari empat bulan pengamatan menunjukkan pada Februari, Agustus dan November termasuk dalam kriteria keanekaragaman kecil, sedangkan pada Mei keanekaragaman sedang. Lebih tingginya indeks keanekaragaman pada
Mei disebabkan adanya kehadiran ikan laut, diantaranya: Ikan Putih (Alectis
indica), Selar (Atule mate) dan Ikan Tembang (Pellona ditchela). Indeks Dominansi (C) pada Februari: 0,29, Mei: 0,15, Agustus: 0,74 dan November: 0,36. C dari empat bulan pengamatan menunjukkan bahwa pada Stasiun 3 termasuk dalam kriteria dominansi rendah. Indeks Keseragaman (E) pada Februari: 0,67, Mei: 0,83, Agustus: 0,24 dan November: 0,59. E
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Februari Mei Agustus November
Ind ek s Bulan pengamatan H' C E
33
pada pada Stasiun 3 pada Februari menunjukkan komunitas labil, Mei komunitas stabil, Agustus dan November menunjukkan komunitas tertekan.
Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan pada lokasi pengamatan Stasiun 4 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Indeks H’, C dan E pada Stasiun 4
Gambar 5 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’) pada Februari: 1,48 biota didapatkan 16 spesies didominasi Ikan Bete (Photopectoralis bindus), Mei: 1,41, biota yang didapatkan 16 spesies
didominasi Ikan Bete (Photopectoralis bindus), Agustus: 1,35, biota yang
didapatkan 13 spesies didominasi Ikan Gulama (Johnius coitor) dan
November: 1,41, biota yang didapatkan 12 spesies didominasi Ikan Kakap (Lutjanus johnii). H’ dari empat bulan pengamatan menunjukkan bahwa
pada Stasiun 4 termasuk dalam kriteria keanekaragaman kecil. Indeks Dominansi (C) pada Februari: 0,37, Mei: 0,41, Agustus: 0,33 dan November: 0,32. C dari empat bulan pengamatan menunjukkan bahwa pada Stasiun 4 termasuk dalam kriteria dominansi rendah. Indeks Keseragaman (E) pada Februari: 0,53, Mei: 0,51, Agustus: 0,53 dan November: 0,59. E dari empat bulan pengamatan menunjukkan termasuk dalam kriteria komunitas labil. 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60
Februari Mei Agustus November
Ind ek s Bulan pengamatan H' C E