• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eduward Adolof Kawi, Ahmad Rusdiansyah Program Studi Magister Manajemen Teknologi ITS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Eduward Adolof Kawi, Ahmad Rusdiansyah Program Studi Magister Manajemen Teknologi ITS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN

STASIUN PENGISIAN BULK ELPIJI (SPBE) UNTUK PROGRAM

KONVERSI MINYAK TANAH KE LPG 3 KG DI PROPINSI JAWA

TIMUR MENGGUNAKAN METODE P-MEDIAN

Eduward Adolof Kawi, Ahmad Rusdiansyah

Program Studi Magister Manajemen Teknologi ITS Email : art_nix7@yahoo.com

ABSTRAK

PT PERTAMINA (PERSERO) adalah badan usaha milik Negara yang bergerak di bidang perminyakan dan gas sektor hulu dan hilir. Sejalan dengan telah dibukanya proteksi regulasi bidang perminyakan sejak terbitnya Undang-Undang nomor 22 tahun 2001, Pertamina tidak lagi menjadi satu-satunya pemain dibidang ini, khususnya sektor hilir (pengolahan, perkapalan, pemasaran dan niaga). Sejalan dengan itu, Pertamina harus mampu bersaing dengan pemain lain agar tetap dapat bertahan, bertumbuh dan memberikan Value Added bagi negara. Selaku perusahaan strategis milik negara, pada akhir tahun 2007 Pertamina menerima penugasan khusus dari Pemerintah untuk melaksanakan program konversi minyak tanah ke LPG 3 Kilogram, sebagi upaya penghematan APBN subsidi BBM (khususnya minyak tanah), minimal sebesar 17,01 Triliun Rp/Tahun dan program harus terealisir 100% di seluruh wilayah Jawa dan Bali pada tahun 2010. Agar Assignment terlaksana sesuai target (Key Performance Indicator) yang ditetapkan Pemerintah, Pertamina harus melakukan Breakthrough pada pembenahan infra struktur di sektor pendistribusian ke konsumen.

Pada penelitian ini dilakukan analisis dan kajian penentuan lokasi pembangunan infra struktur Filling Point berupa stasiun pengisian bulk elpiji (SPBE) khusus tabung ukuran 3 (tiga) kilogram di Propinsi Jawa Timur, untuk menunjang pelaksanaan program konversi (terpenuhinya kebutuhan konsumen dan tidak terjadi kelangkaan) dan disisi lain biaya yang harus ditanggung Pertamina (On Behalf Pemerintah) berupa :

Transportation or Distribution Cost harus seminimal mungkin.

Analisis dengan memakai metode P-Median dengan parameter utama : terpenuhinya Demand di 31 kota/kabupaten di Jawa Timur, No Shortage, Minimum

Transportation/Distribution Cost, maka layak dibangun adalah sebanyak 13 Median

untuk Mid Supply Point yang selanjutnya akan memenuhi Demand di 31 Kota/Kabupaten di Jawa Timur. Supply Point utama adalah tetap dari Depot LPG Filling Plant Surabaya.

Kata kunci : Konversi Minyak Tanah ke LPG 3 Kg, Goverment Assignment, Breakthrough Project, Demand, No Shortage, Transportation/ Distribution Cost, P-Median

PENDAHULUAN

Dalam upaya penghematan anggaran pembangunan dan belanja negara (APBN), khususnya terhadap subsidi yang harus dikeluarkan secara rutin pada setiap tahunnya, Pemerintah memandang perlu untuk melakukan upaya konkrit dan sistimatis serta memberikan kontribusi secara langsung terhadap penghematan APBN.

(2)

Sejak lama masyarakat Indonesia telah terbiasa menikmati subsidi terhadap harga bahan bakar minyak (BBM) yang terdiri dari minyak tanah (Kerosine), premium dan solar. Pengertian subsidi adalah besaran penggantian atau talangan dana yang harus dikeluarkan Pemerintah, untuk menutup selisih antara biaya aktual produksi dikurangi harga jual BBM yang telah ditetapkan/dipatok Pemerintah dengan menganut sistim One

Price Policy (kebijakan satu harga jual yang berlaku sama diseluruh wilayah Indonesia).

Pengertian biaya produksi adalah semua komponen biaya yang harus dikeluarkan Pertamina, mulai proses di sektor hulu (Up Stream) berupa pengadaan/kegiatan pencarian Crude Oil, pengangkutan (lokal dalam negeri dan atau ex. Import via kapal tanker), proses pengolahan (Refinery), pengangkutan minyak jadi ke terminal/instalasi/STS (Ship to Ship) dan depot, serta aktifitas akhir berupa pendistribusian kepada konsumen.

Sampai dengan akhir tahun 2009, Pertamina masih menjadi satu-satunya perusahaan yang ditunjuk untuk menjalankan penugasan (Assignment) dari pemerintah (via BP-Hilir selaku regulator), untuk mengelola dan mendistribusikan BBM kategori

Public Service Obligation (PSO) yang terdiri dari : minyak tanah, minyak premium dan minyak solar, “khusus untuk sektor” : non industri dan transportasi di seluruh wilayah Indonesia, dengan harga dan total volume (kuota) sesuai yang ditetapkan Pemerintah. Direncanakan pada tahun 2010, Pemerintah melalui BPH (Badan Pelaksana Hilir) akan mengadakan pelelangan secara terbuka dalam pemilihan pelaksana penugasan (Assignment) pengelolaan BBM PSO di Indonesia (upaya “Liberalism” sektor hilir pendistribusian BBM).

Dengan sistim dan tatanan yang berjalan seperti selama ini (terbiasa disubsidi) serta berlangsung dalam kurun waktu relatif lama, maka salah satunya dampak makronya adalah kecenderungan masyarakat Indonesia konsumtif terhadap pemakaian energi (yang tak terbarukan) khususnya pemakaian produk BBM dan gas.

Dengan pertimbangan tersebut diatas, Pemerintah berupaya melakukan upaya sistimatis dan strategis antara lain : mengurangi besaran subsidi secara gradual (langkah konkrit berupa kenaikan harga BBM PSO sampai mendekati harga pasar), memberikan subsidi tepat sasaran yaitu kepada masyarakat yang berhak mendapatkannya, dan atau memberikan subsidi dalam bentuk nyata/konkrit dan langsung (berupa BLT, bantuan langsung tunai dan program konversi minyak tanah ke LPG ukuran 3 Kg).

Salah satu bentuk upaya nyata lainnya yang dilakukan Pemerintah adalah menugaskan Pertamina (sebagai entitas bisnis “plat merah”) untuk melaksanakan program konversi minyak tanah subsidi ke Liquid Petroleum Gas (LPG) ukuran 3 (tiga) Kilogram. Apabila program terealisir sesuai dengan yang direncanakan, maka diproyeksikan akan terjadi penghematan APBN untuk keperluan subsidi secara nasional sebesar Rp.17,01 Triliun per tahun. Angka tersebut berasal dari “selisih” antara total subsidi harga produk minyak tanah sebesar Rp. 36,65 triliun per tahun, dengan subsidi harga produk LPG 3 Kilogram sebesar Rp. 19,64 triliun per tahun.

Selain untuk upaya penghematan subsidi yang harus dikeluarkan secara rutin setiap tahun, program konversi bertujuan juga untuk memanfaatkan seoptimal mungkin produk LPG (output dari proses Refinery Unit) untuk mensubsitusi minyak tanah, dengan kelebihan : panas (Kalor) yang dihasilkan relatif lebih tinggi, sehingga dapat mempersingkat waktu untuk memasak (High Efficiency), lebih aman (Safety) dan relatif mudah pemakaiannya (Easy Using), serta aspek yang saat ini menjadi isu yang sangat penting yaitu ramah lingkungan (Environment Friendly).

Meskipun secara analisa dan perhitungan ekonomis, bisnis LPG yang dijalankan Pertamina saat ini adalah “bisnis rugi” karena lebih tingginya biaya produksi dibanding

(3)

dengan harga jual (ditetapkan Pemerintah), tetapi khusus untuk program konversi LPG 3 Kg, sepenuhnya merupakan aktifitas yang dikategorikan sebagai Public Service

Obligation (PSO), dimana semua beban biaya yang dikeluarkan Pertamina, sepenuhnya

akan diganti (Reinbursh) ke Pemerintah setelah dilakukan audit eksternal oleh BPK

(Badan Pengawas Keuangan), disamping itu Pertamina mendapatkan

Margin/Keuntungan dari pelaksanaan penugasan ini (disebut β-Beta Faktor). Hal ini sama perlakuannya seperti penjualan BBM retail dengan harga subsidi untuk sektor transportasi (produk minyak premium dan solar), dimana Pertamina mendapatkan Margin/Keuntungan (disebut α-Alpha Faktor).

Bisnis LPG yang selama ini dilakukan Pertamina khusus untuk ukuran 12 Kg, 50 Kg dan dalam bentuk curah (Bulk), dikategorikan sebagai “bisnis rugi” karena adanya delta/gap yang significan, antara total biaya produksi dengan harga jual. Hal ini karena masih berperannya Pemerintah dalam penetapan harga jual produk LPG ke konsumen (seperti halnya pada bisnis BBM Retail PSO), meskipun secara aktual bisnis LPG adalah dikategorikan “Non-PSO”. Sehingga selama ini di lingkungan Pertamina, dalam menjalankan bisnis LPG terdapat istilah : More We Sell More We Loss. Dampak hal ini adalah relatif kecil/sedikitnya aktifitas investasi dan ekspansi terhadap infrastruktur sistim rantai pasok LPG secara makro diseluruh wilayah Indonesia (khususnya di Pulau Jawa dan Sumatra). Hal ini terbukti pada saat awal pelaksanaan implementasi program konversi minyak tanah ke LPG ukuran 3 Kg, dimana terjadi kendala teknis dan operasional lapangan berupa “kelangkaan LPG di sektor retail”, yang disebabkan terbatasnya ketersediaan (Availability) sarana dan fasilitas pengisian (Filling

Point) berupa SPPBE (Stasiun Pengangkutan dan Pengisian Bulk Elpiji) dan SPBE

(Stasiun Pengisian Bulk Elpiji).

Sehubungan dengan ditetapkannya Pertamina oleh Pemerintah sebagai satu-satunya pihak yang menjalankan penugasan (Assignment) program konversi ini, maka Pertamina dituntut harus dapat melaksanakannya dengan seoptimal mungkin. Parameter berupa Key Performance Indicator (KPI) telah ditetapkan Pemerintah, yang secara berkala memonitor progres pelaksanaan dengan seobyektif mungkin, apakah program telah dilakukan sesuai dengan target yang ditetapkan atau belum.

Upaya konkrit yang dilakukan Pertamina saat ini adalah berupa “penambahan sarana dan fasilitas pengisian LPG 3 Kg yang disebut sebagai Stasiun Pengisian Bulk Elpji (SPBE)”. Diperlukan serangkain kajian yang terstruktur dan multidisiplin baik dari sisi teknis, operasional dan ekonomis serta pemilihan metode optimasi yang tepat perihal tata cara penentuan dimana tempat yang layak (Feasible) dibangun Filling Point berupa SPBE, untuk pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap LPG 3 Kg di suatu wilayah/daerah, sehingga tidak terjadi kelangkaan/krisis (Shortage), dan di sisi lain tidak terjadi kelebihan/overstock produk. Sementara itu dari sisi total biaya yang harus dikeluarkan (ditanggung Pemerintah) adalah seminimal mungkin.

Road Map program konversi ini adalah terlaksana 100% khusus untuk di

wilayah Jawa dan Bali sampai dengan tahun 2010, dengan justifikasi akan dapat memberikan kontribusi pengurangan pemakaian minyak tanah sebesar 60% dari total volume konsumsi secara nasional. Sedangkan khusus untuk Propinsi Jawa Timur secara nasional adalah berada pada “urutan dua terbesar dari total 33 propinsi yang ada”, dengan besaran konsumsi minyak tanah sebesar 2.000.000 Kilo Liter per Tahun atau sebesar 17,69% dari total kebutuhan nasional.

Target pelaksanaan program konversi minyak tanah ke LPG 3 Kg yang ditetapkan Pemerintah, pada dasarnya adalah cukup besar dan berat, ditinjau dari sisi volume yang harus dicover serta konstrain waktu yang relatif singkat (sekitar 3 tahun).

(4)

Dimana perlu dilakukan akselerasi yang optimal terhadap upaya realisasi pembangunan sarana dan fasilitas pengisian (Filling Point) LPG khusus 3 Kg (SPBE, Stasiun Pengisian Bulk Elpiji) di propinsi Jawa Timur maksimal sampai dengan tahun 2010.

Permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan pelaksanaan program konversi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : analisis penentuan lokasi pembangunan Filling Point LPG 3 Kg berupa SPBE di Propinsi Jawa Timur, dengan konstrain : terpenuhinya seluruh permintaan (Demand) konsumen, tidak terjadi kelangkaan (Shortage) di tingkat konsumen, serta upaya minimalisasi total biaya distribusi yang harus dikeluarkan (oleh Pertamina, On Behalf Pemerintah) di seluruh wilayah/daerah di Propinsi Jawa Timur (31 Kota dan Kabupaten).

METODOLOGI PENELITIAN

Berikut ini adalah langkah-langkah penelitian yang dilakukan :

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Adalah tahapan untuk menentukan tujuan dari penelitian dilakukan, terhadap permasalahan aktual mengenai penentuan lokasi pembangunan Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) untuk tabung ukuran 3 Kilogram, sehubungan dengan implementasi program Pemerintah berupa konversi produk minyak tanah ke LPG.

Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah, mengetahui secara pasti dan terukur berapa aktual kebutuhan SPBE yang harus dibangun, sedemikian rupa sehingga seluruh kebutuhan konsumen akan produk LPG ukuran 3 Kilogram di 31 Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Timur dapat terpenuhi secara tepat waktu, tidak terjadi kelangkaan (Shortage) dan di sisi lain biaya yang harus dikeluarkan oleh Pertamina (On Behalf Pemerintah) adalah minimum.

Sedangkan untuk Manfaat penelitian ini adalah dengan diketahuinya secara tepat dengan menggunakan metode P-Median, berapa jumlah SPBE yang layak dan harus direlease ijin pembangunanya oleh Pertamina, dengan pertimbangan terpenuhinya kebutuhan konsumen secara tepat waktu (tidak terjadi kelangkaan di pasar), biaya (Transportation dan Filling Fee) yang paling minimal bagi Pertamina, dan manfaat yang lebih makro sifatnya yaitu tepat sasarannya subsidi yang harus dikeluarkan dari anggaran belanja negara (APBN) oleh Pemerintah kepada masyarakat adalah tepat sasaran (diberikan kepada yang benar-benar memerlukan subsidi dari Negara atau sesuai peruntukannya).

Data kebutuhan aktual LPG 3 Kg per hari (program konversi) untuk seluruh kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Kebutuhan Aktual LPG 3 kg per hari (program konversi)

No. Supply Point Sales Point (Lokasi Tujuan) Kota/Kabupaten di Jawa Timur

Kebutuhan LPG 3 Kg Program Konversi

(Kg/Hari)

1 Depot LPG 1. Kodya Surabaya 80.461

Filling Plant 2. Kabupaten Gresik 243.856

Tanjung Perak 3. Kabupaten Sidoarjo 413.899

Surabaya 4. Kabupaten Lamongan 275.967

5. Kabupaten Bojonegoro 235.560

6. Kabupaten Tuban 234.576

7. Kota & Kabupaten Mojokerto 274.036

8. Kabupaten Jombang 288.497

9. Kabupaten Nganjuk 256.086

10.Kota & Kabupaten Kediri 429.063 11.Kota & Kabupaten Madiun 194.851

12. Kabupaten Magetan 147.468

(5)

14. Kabupaten Tulungagung 223.507

15.Kabupaten Trenggalek 128.392

16.Kabupaten Ponorogo 132.436

17.Kabupaten Pacitan 126.387

18.Kota & Kabupaten Malang 749.022

19.Kota Batu 45.907

20.Kota & Kabupaten Pasuruan 407.706

21.Kabupaten Probolinggo 273.108 22.Kabupaten Lumajang 259.002 23.Kabupaten Situbondo 173.194 24.Kabupaten Bondowoso 192.014 25.Kabupaten Jember 590.548 26.Kabupaten Banyuwangi 388.000 27.Kabupaten Bangkalan 25.362 28.Kabupaten Sampang 23.432 29.Kabupaten Pamekasan 26.455 31.Kabupaten Sumenep 22.897

Total Kebutuhan (Kg/Hari) : 7.873.043

Formulasi

Permasalahan P-Median adalah bermanfaat untuk mendapatkan lokasi dari suatu P-Fasilitas di dalam sebuah jaringan (Network) dimana total biayanya adalah minimal. Biaya untuk memenuhi kebutuhan pada sebuah titik-i, didapatkan dari perkalian antara kebutuhan pada titik ke-i dengan jarak diantara titik kebutuhan ke-i dan fasilitas terdekat dari titik-i.

Permasalahan ini dapat diformulasikan sebagai berikut :

Input :

- hi = kebutuhan pada titik ke-i

- dij = jarak diantara kebutuhan pada titik ke-i dan kandidat lokasi-j - P = jumlah fasilitas yang akan ditempatkan

Variable Keputusan :

1, bila kita menempatkan pada kandidat lokasi-j

X =

{

0, bila tidak

1, bila kebutuhan pada titik i, dilayani oleh sebuah fasilitas pada titik j

Y =

{

0, bila tidak

Dengan notasi ini, permasalahan P-Median dapat diformulasikan sebagai berikut :

Minimum

∑ ∑

hidijYij (2.2a)

i j

Fungsi Pembatas

Yij = 1 i(untuk semua i) (2.2b)

i

Xj= P (2.2c)

j

Yij– Xj≤ 0 i, j (untuk semua i, j) (2.2d)

Xj = 0,1 j (untuk semua j) (2.2e)

(6)

Keterangan :

- Fungsi tujuan 6.2a, akan meminimumkan total kebutuhan dikalikan dengan jarak diantara titik kebutuhan dan fasilitas terdekat.

- Fungsi pembatas 6.2b, mensyaratkan bahwa setiap titik kebutuhan i harus ditugaskan secara tepat ke satu fasilitas j.

- Fungsi pembatas 6.2c, menyatakan bahwa secara tepat P fasilitas harus ditempatkan. - Fungsi pembatas 6.2d, menghubungkan variable lokasi (Xj) dan variable alokasi (Yij).

Persamaan ini menyatakan bahwa kebutuhan pada titik i hanya dapat ditugaskan ke satu fasilitas pada lokasij(Yij= 1) kalau sebuah fasilitas ditempatkan pada titikj(Xj= 1).

- Fungsi pembatas 6.2e dan 6.2f adalah standar untuk kondisi integral.

- Fungsi pembatas 6.2d adalah yang paling berpengaruh dari fungsi pembatas yang menghubungkan lokasi dan alokasi variabel. Untuk versi terlemah/paling tidak berpengaruh adalah sebagai berikut :

Yij– I Xj≤ 0 j(untuk semua j) (6.2d)

Dimana I adalah sejumlah titik kebutuhan. Bila tidak ada fasilitas yang dialokasikan pada titikj (Xj = 0), kemudian semua variable yang dialokasikan menggunakan fasilitas ini adalah harus sama dengan 0 (∑iYij= 0). Ketika fungsi pembatas ini mengurangi total jumlah dari fungsi pembatas, Linier Programming akan dapat “merelaksasikan”, permasalahan ini (diperoleh dengan mengganti batasan integral pada 6.2e dan 6.2f dengan batasan non negatif) akan menghasilkan kondisi paling lemah/kurang berpengaruh (akan dijumpai pada permasalahan minimalisasi). Dengan kata lain, menggunakan batasan yang lebih kuat/berpengaruh pada (6.2d) akan menunjukkan keuntungan secara perhitungan dengan metode komputational. Secara intuisi, satu cara untuk melihat bagaimana hal ini menjadi suatu kenyataan, diilustrasikan dengan contoh : ada 2 titik kebutuhan ditugaskan untuk sebuah titik fasilitas j (∑iYij = 2), kemudian dengan kondisi Relaksasi Linier Programming yang kuat, akan mempunyai Yij– Xj ≤ 0 untuk setiap titik kebutuhan yang ditugaskan untuk fasilitas pada titik ke-j, sehingga akan mempunyai Xj = 1. Hal ini akan mengijinkan untuk menempatkan hanya P-1 dari fasilitas lainnya. Untuk kondisi relaksasi yang lemah, akan dipunyai Xj = 2 / I ≤ 1, dimana hal ini akan mengijinkan untuk menempatkan P– 2 / I sebagai fasilitas tambahan.

Formulasi P-Median yang diberikan diatas mengindikasikan bahwa fasilitas ditempatkan pada titik-titik di dalam jaringan. Dengan berbasis pada asumsi ini maka akan didapatkan solusi yang tidak optimal seperti halnya pada metode : Set Covering,

Maximum Covering atau P-Center Problem. Bagaimanapun, Hakimi (1965) telah

menunjukkan bahwa pada “P-Median Problem setidaknya akan ada satu solusi optimal yang ada pada P-Fasilitas yang ada pada titik-titik di dalam suatu jaringan”. Untuk membuktikan bahwa hal ini adalah benar, maka akan dipertimbangkan sebuah solusi dimana didalamnya setidaknya paling sedikit ada satu fasilitas yang ditempatkan di dalam jaringan (i, j) dengan jarak α dari titik i (0 < α < dij). Misal Hi yang melambangkan total kebutuhan yang akan dilayani oleh suatu fasilitas yang ada di dalam suatu jaringan (i, j) melalui titik i. Didefiniskan bahwa H akan melayani titik j. Asumsikan (tanpa adanya losses) bahwa Hi ≥ Hj, dengan menggerakkan fasilitas dari posisi α unit meninggalkan dari titik i ke titik i (tanpa mengganti seberapapun alokasi kebutuhan), maka akan merubah fungsi tujuan dengan (Hj– Hi)α. Sejak Hi ≥ Hj, dengan jumlahnya adalah non positif. Jadi dengan membuat perubahan didalam lokasi dari suatu fasilitas tidak akan mendegradasikan solusinya. Hal ini cukup untuk membuktikan

(7)

bahwa paling sedikit ada satu solusi optimal di dalam titik yang ada pada sebuah jaringan. Jika Hi > Hj, jumlah (Hj – Hi)α akan menjadi negatif dan perubahan ini akan meningkatkan fungsi tujuan. Lebih jauh, jumlah ini tidak akan menghitung peningkatan di dalam fungsi tujuan yang mungkin dapat dikumpulkan dengan merealokasikan kebutuhan setelah fasilitas dipindahkan. Beberapa kebutuhan mungkin saat ini menjadi lebih dekat ke titik i dari pada sebarang titik yang telah dialokasikan sebelumnya, beberapa kebutuhan dari alokasi original untuk penempatan diantara titik i dan j dan akan memasuki fasilitas melalui titik j mungkin saat ini menjadi lebih dekat ke lokasi lainnya. Realokasi kebutuhan ini lebih jauh akan dapat mengurangi fungsi tujuan.

Kondisi yang menyatakan bahwa paling sedikit ada satu solusi optimal yang ada pada lokasi di dalam sebutah sistim telah ditambahkan pada sejumlah variansi pada P-Median Problem. Seperti terlihat pada kurva bentuk cekung (gambar 2.2.) Alternatif solusi merumuskan sebagai berikut :

Jumlah solusi yang mungkin didapatkan untuk suatu permasalahan P-Median adalah : N !

[ N ] = __________ [ P ]

P! (N – P)!

Dimana, N adalah jumlah titik dan P adalah jumlah fasilitas yang harus dilokasikan. Contoh : bila N = 20 dan P = 5, maka jumlah kombinasi yang terjadi adalah sebanyak 15.504. Sedangkan untuk N = 50 dan P = 10, maka akan didapatkan jumlah kombinasi yang sangat besar yaitu > 1010. Misal dapat dilakukan evaluasi/perhitungan sebanyak 1 juta kombinasi pada setiap detiknya, maka minimal diperlukan waktu 3 (tiga) jam untuk mengevaluasi total (solusi yang mungkin akan didapatkan).

Metode Heuristic

Metode Heuristic adalah suatu prinsip atau konsep yang akan dapat memberikan kontribusi dalam pengurangan waktu untuk mencari upaya solusi dari suatu permasalahan. Meskipun metode ini tidak menjamin akan ditemukannya solusi yang benar-benar optimal, tetapi keuntungan yang akan didapat antara lain adalah :

- Ditinjau dari sisi penyelesaian dengan media komputasi, Running Time tidak terlalu lama sehingga kapasitas memori yang diperlukan relatif tidak terlalu besar.

- Cukup representatif untuk menggambarkan kondisi sebenarnya/aktual. - Kualitas solusi yang cukup memuaskan.

Heuristic Algoritma untuk Permasalahan P-Median :

Secara umum ada 3 (tiga) bentuk metode Heuristic yaitu dengan : - Myopic Algoritma

- Exchange Heuristic - Neighborhood Algoritma

Heuristic ini dibagi lagi dalam 2 (dua) kelas lagi (Golded et al, 1980) yaitu : - Construction Algoritma

- Improvement Algoritma.

Myopic Algoritma adalah sebuah Konstruksi Algoritma dimana dilakukan upaya

untuk membuat suatu solusi yang sebaik mungkin dari kondisi yang acak/random. Myopic algoritma adalah sejenis/satu tipe dalam tujuan algoritma untuk permasalahan

Maximum Covering. Sedangkan untuk kedua metode yaitu Exchange dan Neighborhood

Algoritma adalah jenis Improvement Algoritma yang tujuannya berlawanan dengan diatas, yaitu merubah dari kondisi berlebihan dan akan mengganti pada permasalahan Maximum Covering.

(8)

Pendekatan solusi dengan metode lain adalah dengan memakai pendekatan teori

Lagrangian Relaxation yang juga merupakan bagian dari Heuristic Algoritma, secara

global dapat dijelaskan sebagai berikut : ketika dipasangkan dengan satu atau lebih Heuristic Alogritma, seringkali akan dihasilkan Output yang terbukti optimal atau “mendekati kondisi optimal”.

Kalau ditempatkan hanya sebuah fasilitas single pada sebuah jaringan, maka akan dengan mudah didapatkan solusi lokasi yang optimal, dengan mencari secara satu per satu (enumerasi), maka kemungkinan yang ada di semua lokasi serta memilih yang terbaik. Secara spesifik, sejak diketahui bahwa paling sedikit ada satu solusi optimal bagi sembarang permasalahan P-Median untuk lokasi yang ada di dalam titik kebutuhan. Dapat dievaluasi bahwa fungsi tujuan untuk 1-median yaitu 1 -

hidij, akan dapat menghasilkan jika ditempatkan pada titik kebutuhan j, untuk setiap titik kebutuhan. Kemudian akan dipilih lokasi mana yang menghasilkan harga Zj yang terkecil. Jika kita hanya ingin menempatkan sebuah fasilitas single saja, maka cukup jelas bahwa pendekatan ini akan memberikan sebuah solusi optimal (setelah dilakukan pengujian pada setiap lokasi yang mungkin).

Apabila saat ini diberikan lokasi dari P-1 fasilitas, yang disebut sebagai Xp-1 yang diset untuk lokasi pada P-1 fasilitas. Juga, d(i, Xp-1) yang menjadi jarak terpendek diantara titik kebutuhan i dan titik terdekat pada setting Xp-1. Hal yang sama, misal d(i,

jU Xp-1) yang akan menjadi jarak terpendek diantara titik kebutuhan i dan titik yang terdekat pada setting Xp-1 yang diperbesar/diperkuat oleh kandindat lokasi j. Maka lokasi terbaik untuk menempatkan sebuah fasilitas single yang baru, diberikan pada fasilitas pertama P-1 yang ditempatkan pada lokasi yang diberikan pada setting Xp-1, adalah pada lokasi ke-i yang meminimalkan Zi=

ihid(i, j U Xp-1).

Pendekatan formula ini akan membawa Myopic Algoritma untuk membangun sebuah solusi bagi permasalahan P-Median. Formulasi algoritma secara urutan adalah sebagai berikut :

Tahap 1 : Tetapkan k=0 (k akan dihitung sebagai sejumlah fasilitas yang akan ditempatkan) dan Xk = Ø, untuk setting kosong (Xi akan memberikan

lokasi dari k fasilitas, yang kita tempatkan pada setiap tahapan algoritma). Tahap 2 : Tambahkan k, sebagai counter pada sejumlah fasilitas yang ditempatkan. Tahap 3 : Hitung nilai Zjk= ∑ihid(i, j U Xk-1) bagi setiap titik j yang tidak disetting

pada Xp-1, catatan bahwa harga Zjk memberikan nilai bagi fungsi tujuan

P-Median, kalau kita menempatkan kth fasilitas pada titik j, akan memberikan bahwa fasilitas pertama k–1 adalah pada lokasi yang diberikan di dalam setting Xk-1 (dan titik j adalah tidak menjadi bagian

dari setting).

Tahap 4 : Temukan titik j*(k) yang meminimalkan Zjk, oleh sebab itu j*(k) =

argminj(Zjk). Catatan bahwa j*(k) akan memberikan lokasi terbaik bagi kth

fasilitas, memberikan lokasi pada fasilitas pertama k - 1. Tambahkan titik j*(k) untuk setting Xk-1 untuk mendapatkan setting Xk ; akan mensetting

Xk= Xk-1U j*(k).

Tahap 5 : Kalau k = P (misal, kita akan menempatkan P fasilitas), hentikan, lalu setting Xpadalah sebuah solusi bagi Myopic Algoritma. Tetapi jika k < P,

maka ulangi lagi ke tahap 2.

Pada bagan alir dibawah ini, menunjukkan bahwa satu dari improvement algoritma yang telah diuraikan diatas dapat dipakai untuk upaya solusi dengan menggunakan Myopic Algoritma.

(9)

Satu alasan sebagai pertimbangan kenapa dipakai improvement algoritma adalah bahwa solusi Myopic algoritma adalah “tidak cukup optimal”, tetapi algoritma ini tetap banyak dipakai dengan beberapa justifikasi yaitu :

1. Metodenya cukup sederhana dan mudah untuk dimengerti dan diimplementasikan. 2. Cukup praktis dan banyak keputusan dibuat dengan cara ini. Kondisi aktual seringkali

didapatkan bahwa sejumlah fasilitas tidak dapat dipindahkan (Fixed), sehingga hanya sedikit lokasi baru yang didapatkan (seringkali satu atau dua).

Bila dikehendaki hanya akan menempatkan satu tambahan fasilitas dan fasilitas yang ada tidak dapat direlokasikan, maka metode ini cukup jelas adalah optimal.

Gambar 1. Myopic Algoritma (dengan Improvement Heuristic yang menunjukkan setelah semua fasilitas ditempatkan)

Sumber : Marks S. Daskin,”Network and Discrete Location”, P-210

DETAIL HASIL PEMBAHASAN

Pembahasan yang dilakukan dengan memakai formulasi diatas (P-Median, Myopic/Heuristic Methods), akan didapatkan hasil yang kemudian dituangkan dalam format grafik, sebagai berikut :

Menempatkan :

Fasilitas Pertama pada lokasi Optimal 1-median menggunakan total Enumerasi

Apakah kita telah menempatkan P-fasilitas

Ya

Tidak

Menempatkan : Fasilitas selanjutnya pada lokasi Optimal (menggunakan total Enumerasi) & menahan lokasi dari

Fasilitas lain yang telah tetap/tidak berubah

Menampilkan : Improvement Algoritma

(mencari lokasi bersebelahan/terdekat atau pengganti)

(10)

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan 31 Median :

No.Median Jarak Rata-rata Z (Dimension x Jarak)

1 98,099 772.338 2 69,314 545.713 3 51,294 403.842 4 43,740 344.369 5 36,879 290.348 6 30,661 241.398 7 26,458 208.306 8 23,025 181.279 9 19,797 155.866 10 16,578 130.521 11 16,149 127.144 12 14,602 114.964 13 13,142 103.470 14 11,772 92.680 15 10,044 82.197 16 9,116 71.770 17 7,960 62.665 18 6,940 54.611 19 5,940 46.775 20 4,970 39.102 21 4,060 31.932 22 3,150 24.775 23 2,420 19.015 24 1,770 13.972 25 1,230 9.886 26 0,800 6.272 27 0,410 3.190 28 0,320 2.511 29 0,160 1.297 30 0,090 689 31 -

(11)

Gambar 3. Grafik-II : P-Median vs. Jarak Rata-Rata

Gambar 4. Grafik-III : Jarak Rata-Rata vs. Nilai Z (Demand x Jarak)

Rp0 Rp500.000.000 Rp1.000.000.000 Rp1.500.000.000 Rp2.000.000.000 Rp2.500.000.000 to ta l b ia y a d is tr ib u s i 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 p-median grafik : p-median vs. total biaya distribusi

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisa dengan Metode P-Median terhadap total kebutuhan (Demand) LPG 3 Kg di 31 Kabupaten dan Kota di Jawa Timur (Mapping seperti gambar diatas), didapatkan beberapa hasil penting sebagai berikut :

1. Grafik-1, menunjukkan bahwa Nilai Z (Demand x Jarak) akan semakin menurun dengan bertambahnya Median.

2. Grafik-2, menunjukkan bahwa Jarak Rata-Rata akan semakin

menurun/mengecil dengan bertambahnya Median.

3. Grafik-3, menunjukkan bahwa Nilai Z (Demand x Jarak) akan semakin besar dengan bertambahnya Jarak Rata-Rata.

4. Grafik-4, menunjukkan perhitungan akhir total biaya distribusi (Rp/Hari) dari masing-masing Median mulai dari 1 sampai dengan 31 (detail perhitungan biaya distribusi dan lengkap dengan semua komponennya, pada masing-masing median dapat dilihat pada tabel perhitungan terlampir).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini, maka PT. PERTAMINA (PERSERO) Unit Bisnis Gas Domestik Region IV Surabaya dalam menjalankan penugasan (Assignment) dari Pemerintah berupa konversi minyak tanah ke LPG ukuran 3 Kg khusus untuk cakupan area di Propinsi Jawa Timur yang terdiri dari 31 Kabupaten dan Kota dengan Total Demand sebesar 7.873.043 Kg/Hari, harus dibangun Mid Supply Point pada 13 Median/Area (gambar terlampir) agar demand dapat terpenuhi, tidak terjadi Shortage dan total biaya distribusi yang harus dikeluarkan (oleh Pertamina On Behalf

Pemerintah) adalah Minimal yaitu sebesar Rp. 1.735.795.088 per hari, dan total SPBE

yang layak dibangun adalah sebanyak 79 unit dengan Kapasitas Maksimal per hari sebesar 100 Metric Ton.

DAFTAR PUSTAKA

Al-khedhairi, A. (2008), “Simulated Annealing Metaheuristic for Solving P-Median problem”, Journal of P-Median Heuristic, Int. J. Contemp. Math. Sciences, Vol. 3, 2008, no. 28, 1357 – 1365.

Ballou, R. H., (1992), “Bussiness Logistics Management”, 3D ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Daskin, M. S., (1995), “Network and Discrete Location”, John Wiley & Sons, Inc, New York

Densham, P. J. and G. Rushton. (1992), “A More Efficient Heuristic for Solving Large P-Median Problems,” Paper in Regional Science, 71, 307-239.

Garey, M. R. and D. S. Johnson, (1979), Computers and Intractability : A Guide to the Theory of NP-Completeness, W. H. Freeman and Co., New York.

Hakimi, S. L., (1964), “Optimum Location of Switching Centers and the Absolute Centers and Medians of a Graph,” Operation Research, 12, 450-490.

(13)

http://www.math.nsc.ru/AP/benchmarks/Competitive/p_med_comp_diagr1(eng). html http://www.math.nsc.ru/AP/benchmarks/Competitive/p_med_comp_tests eng.html Kariv, O. and S. L. Hakimi, (1979b), “An Algoritmic Approach to Network Location

Problem. II: The p-Medians,”SIAM Journal on Applied Mathematics, 37, 539-560.

Levi, D. S., P. Kaminsky, and E. Simchi-Levi, (2004), ”Managing The Supply Chain”, The McGraw-Hill Companies, New York.

Lorena, L.A.N.; Senne, E.L.F. A Column Generation Approach to Capacitated p-Median Problems. Networks and Spartial Economics 1999;1: 133-151.

Mukundan. S. and M.S. Daskin, 1991, “Joint Location/Sizing Maximum Profit Covering Models,” INFOR, 29 (2), 139-152.

Perl, J. and P.K. Ho, 1990, “Public Facilities Location under Elastic Demand,” Transportation Science, 24 (2), 117-136.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Aktual LPG 3 kg per hari (program konversi)
Gambar 1. Myopic Algoritma (dengan Improvement Heuristic yang menunjukkan setelah semua fasilitas ditempatkan)
Gambar 2. Grafik-I : P-Median vs. Nilai Z (Demand x Jarak)
grafik : p-median vs. total biaya distribusi

Referensi

Dokumen terkait

Set iap pelanggar an yang dikenai sanksi pidana dalam Undang- Undang ini dan j uga diancam dengan sanksi pidana dalam Undang- Undang lain yang ber sifat k husus,

Undang-undang no 23 tahun 2006 tentang kependudukan tercantum bahwa setiap kejadian kematian harus dilaporkan.Salah satu tujuan dari penelitian ini untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran histopatologi organ hati mencit terhadap pemberian suspensi daging buah kepel karena hati merupakan organ

Sehingga dapat dipastikan dengan bertambahnya pilihan cara atau sistem dalam pelaksanaan pemilihan umum dapat menciptakan sistem pemilihan yang lebih baik di

Berdasarkan hasil data yang diperoleh indeks validitas isi materi media pembelajaran gelombang elektromagnetik oleh pakar, guru dan peserta didik mencapai nilai yang

Untuk mengkaji peluang dan strategi untuk meningkatkan nilai impor Indonesia ke Italia untuk produk mebel kayu, dilakukan perbandingan beberapa komponen penting dengan

(1) Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB atau kepala BPBD, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya, meminta kepada instansi/lembaga terkait untuk mengirimkan

dan Wakil Dekan Universitas Islam Indonesia Periode 2018-2022 iwayat hidup ini dibuat dengan sebenar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Jaka