• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN JALAN GAMPONG SEBAGAI JALUR EVAKUASI BENCANA TSUNAMI KOTA BANDA ACEH(STUDI KASUS JEULINGKE, TIBANG, DEAH RAYA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGGUNAAN JALAN GAMPONG SEBAGAI JALUR EVAKUASI BENCANA TSUNAMI KOTA BANDA ACEH(STUDI KASUS JEULINGKE, TIBANG, DEAH RAYA)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 - Volume 4, No. 1, Februari 2015

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN JALAN GAMPONG

SEBAGAI JALUR EVAKUASI BENCANA TSUNAMI

KOTA BANDA ACEH(STUDI KASUS JEULINGKE,

TIBANG, DEAH RAYA)

Abrar Akbar1, M. Isya2, Eldina Fatimah3

1) Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Prodi Magister Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111, Indonesia

Email abrarakbarhs@gmail.com

Abstract: Banda Aceh has a total area of 61.36 km2 with an average height of 0.80 meters above sea level. The hillside location is quite far from the coast (± 13 Km), this poses a serious problem when where the earthquake and tsunami struck this town, which is when citizens tried to escape to the hills or other high plains. This study aims to determine the condition of the road Gampong Jeuligke, Tibang and Deah Raya used as evacuation routes, determine public perceptions of the effectiveness of evacuation paths available, and analysis of the effectiveness of the use of rural roads as evacuation routes in the event of a disester. This research was carried out by observing and measuring directly in the research sites, distributed questionnaires to determine the respondent's perception. Processing and data analysis using descriptive analysis. The results showed that the width and road conditions Jeuligke, Tibang and Deah Raya studied qualify as an evacuation route as required by SDC (Sea Defence Consultant) and research Slamet Sulaiman. Based on the analysis of the calculation of travel time to evacuate assuming a speed of 30 km/h, 35 km/h and 40 km/h for each village is still in the safe category which ranged from under 10 minutes. From the results of research conducted can be recommended, among others, should be held socialization of the importance of evacuation in the event of an earthquake and the introduction of the public about the village roads are effective for use as an evacuation route.

Keywords : evacuation routes, earthquake and tsunami, descriptive qualitative

Abstrak: Kota Banda Aceh mempunyai luas wilayah61,36 Km2 dengan tinggi rata-rata 0,80

meter diatas permukaan laut. Lokasi bukit yang cukup jauh dari pinggir pantai (±13 Km), hal ini menimbulkan masalah yang serius bila mana bencana gempa bumi dan tsunami melanda kota ini, yaitu pada saat warga berusaha menyelamatkan diri ke bukit atau dataran tinggi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi jalan Gampong Jeuligke, Tibang dan Deah Raya yang digunakan sebagai jalur evakuasi, mengetahui persepsi masyarakat terhadap efektivitas jalur evakuasi yang tersedia, dan analisis tingkat efektivitas penggunaan jalan desa sebagai jalur evakuasi pada saat terjadibencana. Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pengamatan dan pengukuran secara langsung di lokasi penelitian, membagikan quesioner untuk mengetahui persepsi persepsi masyarakat Gampong Jeulingke, Tibang dan Deah Raya sebagai responden. Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebar dan kondisi jalan Gampong Jeuligke, Tibang dan Deah Raya yang diteliti memenuhi kriteria sebagai jalur evakuasi sebagaimana disyaratkan oleh SDC (Sea Defence Consultant) dan penelitian Slamet Sulaeman. Berdasarkan analisis perhitungan waktu tempuh untuk melakukan evakuasi dengan asumsi kecepatan 30 km/jam, 35 km/jam dan 40 km/jam untuk masing-masing gampong masih dalam kategori aman yaitu berkisar dibawah 10 menit. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disarankan antara lain perlu diadakan sosialisasi mengenai pentingnya melakukan evakuasi pada saat terjadi gempa bumi dan pengenalan kepada masyarakat mengenai jalan gampong yang efektif untuk digunakan sebagai jalur evakuasi.

(2)

Volume 4, No. 1, Februari 2015 - 2 PENDAHULUAN

Kota Banda Aceh mempunyai luas wilayah61,36 km2 dengan tinggi rata-rata 0,80

meter diatas permukaan laut.Lokasi dataran tinggi yang cukup jauh dari pinggir pantai (+ 13 km), menimbulkan masalah yang serius jika tsunami melanda kota. Musibah tsunami merupakan bencana dengan efek kerusakan yang begitu besar, laju kekuatan hempasan air laut yang bergerak ke daratan nyaris menghancurkan apapun yang di lewatinya sehingga menimbulkan korban harta bahkan korban jiwa.

Terjadinya gempa bumi dan tsunami di Aceh tidak terlepas dari letak Indonesia secara geologis yang merupakan daerah pertemuan tiga lempeng (Triple junction plate convergence) yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Hindia Australia. Dampak dari pertemuan ketiga lempeng tersebut mengakibatkan wilayah di Indonesia sangat rawan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. (Diposatono, 2008:XV).

Berdasarkan pengalaman bencana gempa dan tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004, kenyataannya masyarakat sangat mengalami kesulitan pada saat melarikan diri dari gelombang tsunami karena terjadinya kemacetan pada setiap ruas jalan yang disebabkan oleh besarnya arus lalu lintas yang bergerak secara, sehingga banyak korban jiwa yang tidak bisa dihindari.

Belum tersedianya qanun atau peraturan mengenai standarisasi dalam penggunaan jalur

evakuasi mendasari latar belakang penulis untuk melakukan penelitian ini, dengan objek penelitian adalah jalan-jalan desa di Gampong Jeulingke, Tibang dan Deah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi jalur evakuasi bencana di Gampong Jeulingke, Tibang dan Deah Raya dan bagaimana persepsi masyarakat terhadap efeksivitas jalur evakuasi yang tersedia serta bagaimana tingkat efektivitas penggunaan jalan desa sebagai jalur evakuasi pada saat terjadinya bencana.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi kondisi jalur evakuasi bencana di Gampong Jeulingke, Tibang dan Deah Raya, untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap efeksivitas jalur evakuasi yang tersedia dan untuk menganalisis tingkat efektivitas penggunaan jalan desa sebagai jalur evakuasi pada saat terjadinya bencana.

Penelitian ini menggambarkan kondisi jalan yang digunakan sebagai jalur evakuasi bencana di Gampong Jeulingke, Tibang dan Deah Raya adalah baik dan mempunyai lebar yang bervariasi yaitu 5, 6 dan 8 meter. Gampong Jeulingke merupakan daerah yang relatif pada penduduk dibandingkan dengan Gampong Tibang dan Deah Raya sehingga mempengaruhi kelancaran terhadap evakuasi bencana tsunami.

(3)

3 - Volume 4, No. 1, Februari 2015

KAJIAN PUSTAKA

Bencana Tsunami

Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh macam-macam gangguan di dasar samudra. Gangguan ini dapat berupa gempa bumi, pergeseran lempeng, atau gunung meletus. Gelombang tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut. Karena itu untuk menghindari pemahaman yang salah, para ahli oseanografi sering menggunakan istilah gelombang laut seismik (seismic sea wave) untuk menyebut tsunami, yang secara ilmiah lebih akurat. Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam gangguan (disturbance) berskala besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng, meletusnya gunung berapi di bawah laut, atau tumbukan benda langit. Tsunami dapat terjadi apabila dasar laut bergerak secara tiba-tiba dan mengalami perpindahan vertikal.

Bottle Neck

Berdasarkan kajian Safrizal (2013) Bottle Neck merupakan suatu keadaan yang sangat serius dan panik ketika terjadi bencana di suatu wilayah dimana terjadi penyumbatan / kemacetan pada saat warga berusaha untuk menyelamatkan diri menuju daerah yang lebih aman. Terjadinya problem bottle neck yang disebabkan karena jalur evakuasi Tsunami yang belum begitu memadai dan belum layak untuk dijadikan sebagai sebuah jalur yang aman dan cepat dalam berevakuasi.

Perencanaan Jalur Evakuasi

Berdasarkan buku panduaan dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Pedoman Pembuatan Peta Jalur Evakuasi Bencana Tsunami (2007). Jalur evakuasi di rencanakan menjauhi garis pantai dan disarankan tidak melintas sungai dan jembatan, di daerah padat penduduk dirancang jalur evakuasi berupa sistem blok, dimana pergerakan masa di setiap blok tidak tercampur dengan blok lainnya untuk menghindari

kemacetan. Bangunan/ gedung

direkomendasikan aman sebagai tempat evakuasi sementara (evakuasi vertikal), dan setiap jalur evakuasi diperlukan rambu-rambu evakuasi untuk memandu pengungsi ke titik aman.

Perencanaan peta jalur evakuasi bencana gempa dan tsunami adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang rute atau jalur evakuasi yang akan memandu masyarakat menuju tempat-tempat aman tepat pada waktunya (GTZ, 2010).

Darwanto (2005) menyatakan jalur-jalur jalan untuk mitigasi perlu disesuaikan dengan struktur bangunan yang ada sehingga masyarakat dapat mengamankan diri menuju tempat-tempat penyelamatan sementara atau permanen dengan cepat. Coburn, dkk (1994) menyatakan pelebaran jalan-jalan di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan tinggi untuk memudahkan proses evakuasi. Hendrik (2010) menyatakan bahwa evakuasi pada prinsipnya memindahkan atau mengungsikan manusia dari tempat berbahaya ke tempat lain

(4)

Volume 4, No. 1, Februari 2015 - 4 yang lebih aman.

SDC (Sea Defence Consultant) (2007) menyatakan untuk perencanaan lebar jalur evakuasi dapat digunakan beberapa jalan raya pada perkotaan yaitu :

1. Arteri Primer : lebar minimum 10 meter 2. Arteri Sekunder : lebar minimum 8 meter 3. Kolektor Sekunder : lebar minimum 8

meter.

4. Lokal Sekuder : lebar minimum jalan 4 meter.

5. Lingkungan : lebar minimum jalan 4 meter .

Slamet Sulaeman, dkk (2008) menyatakan dalam hasil penelitian :

1. Jalur evakuasi dirancang menjauhi garis pantai dan menjauhi aliran sungai;

2. Jalur evakuasi diusahakan tidak melintang sungai atau jembatan.

3. Supaya tidak terjadi penumpukan massa, dibuat jalur evakuasi parallel.

4. Untuk daerah berpenduduk padat, dirancang jalur evakuasi berupa system blok, dimana pergerakan massa setiap blok tidak tercampur dengan blok lainnya untuk menghindari kemacetan.

5. Untuk daerah yang landai dimana tempat tinggi cukup jauh, dibuat sistem kawasan aman sebagai tempat evakuasi sementara.

Karakteristik Arus Lalu Lintas

Morlok (1985) berpendapat bahwa ada beberapa cara yang dipakai untuk mendefinisikan arus lalu lintas, tetapi ukuran dasar yang sering digunakan adalah konsentrasi

aliran dan kecepatan. Aliran dan volume sering dianggap sama, meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan mengandung pengertian jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam satu interval waktu tertentu. Konsentrasi dianggap sebagai jumlah kendaraan pada suatu panjang jalan tertentu, tetapi konsentrasi ini kadang-kadang menunjukkan kerapatan (kepadatan).

Volume Lalu Lintas

Morlok (1985) menyatakan bahwa volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu dalam suatu ruas jalan tertentu dalam satu satuan waktu tertentu, biasa dinyatakan dalam satuan kend/jam. Jumlah pergerakan yang dihitung dapat meliputi hanya tiap macam moda lalu lintas saja, seperti pejalan kaki, mobil, bis, atau mobil barang, atau kelompok–kelompok campuran moda. Periode – periode waktu yang dipilih tergantung pada tujuan studi dan konsekuensinya, tingkatan ketepatan yang dipersyaratkan akan menentukan frekuensi, lama, dan pembagian arus tertentu.

Kecepatan Lalu Lintas

Morlok (1985) berpendapat bahwa kecepatan lalu lintas adalah jarak yang dapat ditempuh dalam satuan waktu tertentu, biasa dinyatakan dalam satuan km/jam. Pemakai jalan dapat menaikkan kecepatan untuk memperpendek waktu perjalanan, atau memperpanjang jarak perjalanan. Kecepatan didefinisikan sebagai suatu laju pergerakan,

(5)

5 - Volume 4, No. 1, Februari 2015 seperti jarak per satuan waktu, umumnya dalam mil/jam atau kilometer/jam. Karena begitu beragamnya kecepatan individual dalam aliran lalu lintas, maka kita biasanya menggunakan kecepatan rata-rata. Sehingga jika waktu tempuh t1, t2, t3,...,tn diamati unuk n kendaraan yang melalui suatu raus jalan sepanjang l, maka kecepatan tempuh rata-ratanya adalah : 𝑣 = 𝑙 ∑ 𝑡𝑖 𝑛 𝑛 𝑖=1 = 𝑛 ∙ 𝑙 ∑𝑛𝑖=1𝑡𝑖 (1) keterangan :

v = kecepatan tempuh rata-rata atau kecepatan rata-rata ruang (km/jam); l = panjang ruas jalan (km);

ti = waktu tempuh dari kendaraan i untuk melalui pajang jalan l (jam);

n = jumlah waktu tempuh yang diamati.

Tabel 2.1 Panjang lintasan pengamatan yang dianjurkan

Perkiraan Kecepatan rata-rata

arus lalu lintas (km/jam) Panjang Lintasan (m) < 40 25 40 - 60 50 < 60 75

Sumber : Direktorat pembinaan jalan kota 1990 Kepadatan Lalu Lintas

Sebuah pendapat lain dikemukakan oleh Morlok (1985) mengenai kepadatan lalu lintas (density) adalah jumlah kendaraan yang menempati panjang ruas jalan tertentu atau lajur, yang umumnya dinyatakan sebagai jumlah kendaraan per kilometer. Jika panjang

ruas yang diamati adalah l, dan terdapat n kendaraan, maka kepadatan k dapat dihitung sebagai berikut:

𝑘 = 𝑛

𝑙 (2)

keterangan : k = kepadatan;

n = jumlah kendaraan pada l; l = panjang ruas jalan.

Kepadatan sulit diukur secara langsung, sehingga besarnya ditentukan dari dua parameter volume dan kecepatan, yang mempunyai hubungan sebagai berikut:

𝑘 = 𝑞

𝑣 (3)

keterangan :

k = kepadatan rata-rata (kend/km); q = volume lalu lintas (kend/jam); v = kecepatan rata-rata ruang (km/jam). Analisis Jaringan Kerja Jalan

Suatu sistem transportasi ditunjukkan sebagai suatu jaringan kerja untuk menerangkan komponen- komponen tersendiri dari sistem transportasi tersebut, dan hubungan antar komponen tadi. Beberapa karakteristik utama dari sistem itu adalah waktu perjalanan dan biaya. Waktu perjalanan rata-rata dalam menit tercantum pada setiap jalur. Waktu perjalanan dari pusat 1 ke pusat 8, lewat jalur-jalur (1,10), (10,24), (24,23) dan (23,8) adalah 5+10+25+10 = 50 menit. (Morlok, 1985).

(6)

Volume 4, No. 1, Februari 2015 - 6 Jalan utama

Pertemuan / simpang Pusat-pusat daerah (country) Gambar 2.1 : Jaringan kerja jalan San Francisco Sumber : Morlok, 1985

Statistik Deskriptif

Menurut Arikunto (2010), istilah deskriptif berasal dari bahasa inggris to describe yang berarti memaparkan atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan lain-lain. Dengan demikian penelitian deskriptif untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2005) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), wawancara (interview), kuesioner (angket), dan gabungan ketiganya.

Teknik Sampling

Menurut Noor (2012), ada 2 (dua) cara

teknik pengambiln sampel yaitu : Sampel Probabilitas (Probability Sampling) dan Sampel Nonprobabilitas (Nonprobability Sampling).

Probability Sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel.

Populasi dan Sampel

Menurut Noor (2012), populasi digunakan untuk menyebutkan seluruh elemen / anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan dari objek penelitian. Menurut Nazir (2011), sampel adalah bagian dari populasi. Survei sampel adalah suatu prosedur dimana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi. Selain itu berdasarkan Roscoe tahun 1982 (dikutip dari Sugiono 2010) menyebutkan jumlah sampel minimal setiap kategori adalah 30 (tiga puluh) orang.

Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin (Noor,2012) :

𝑛 = 𝑁

1+(𝑁𝑥𝑒2)(4)

Dimana :

n = Jumlah elemen / anggota sampel; N = Jumlah elemen / anggota populasi;

(7)

7 - Volume 4, No. 1, Februari 2015

METODE PENELITIAN

Data-data penelitian yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan proses pengolahan dan analisis dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil analisis tersebut di bandingkan dengan teori-teori di Bab II. Sehingga terjawab efektifitas ketersediaan jalur evakuasi Gampong Jeulingke, Tibang dan Deah Raya sehingga dapat disimpulkan sesuai dengan konsep perumusan permasalahan.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data dari observasi, pengukuran dan penyebaran angket kepada responden.

Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait, adapun data sekunder meliputi peta dan data jumlah penduduk.

Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin yaitu :

𝑛 = 8.931

8.931 𝑥 (0,12)+1= 98,893 ≈ 99

Proporsi jumlah sampel menurut gampong adalah sebagai berikut :

1. Jumlah sampel pada Gampong Jeulingke

:

𝑛 = 8.93199 𝑥 6.469 = 71,70 ≈ 72

2. Jumlah sampel pada Gampong Tibang :

𝑛 = 8.93199 𝑥 1.492 = 16,53 ≈ 16

3. Jumlah sampel pada Gampong Deah

Raya :

𝑛 = 99

8.931𝑥 970 = 10,75 ≈ 11

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi dan Inventarisasi Kondisi Jalur Evakuasi Bencana

Lokasi penelitian dilakukan di tiga jalan utama Gampong Jeulingke Tibang dan Deah Raya. Dimana jalan tersebut merupakan jalur estafet yang menghubungkan ketiga gampong tersebut.

Gampong Jeulingke

Jalur evakuasi bencana di Gampong Jeulingke dilakukan pada jalan utama dengan titik awal jalur evakuasi yaitu jalan Tgk. Syarif. Pada saat bencana, kepanikan melanda warga dan mereka spontan menuju ketempat aman secara bersamaan dan berkumpul di meunasah Gampong Jeulingke. Kemudian warga berlari melintasi jalan Tgk. Syarif menuju ke jalan T. Nyak Arif selanjutnya menuju ke jalan Prada sebagai daerah yang aman. Keseluruhan rute tersebut adalah jalan aspal yang bagus dengan lebar lingkungan yang memenuhi syarat sebagai jalur evakuasi yaitu diatas 4 meter.

Gampong Tibang

Jalur evakuasi bencana Gampong Tibang dilakukan pada jalan utama dengan titik awal jalur evakuasi yaitu jalan Tgk. Meurah. Pergerakan warga dimulai dari mesjid Gampong Tibang menuju Gampong Jeulingke yaitu jalan Tgk. Syarif selanjutnya jalan T. Nyak Arif, kemudian menuju ke jalan Prada Utama yang merupakan daerah yang aman terhadap tsunami. Keseluruhan rute tersebut adalah jalan aspal dan kondisi jalan bagus

(8)

Volume 4, No. 1, Februari 2015 - 8 dengan lebar lingkungan yang memenuhi syarat

sebagai jalur evakuasi yaitu diatas 4 meter.

Gampong Deah Raya

Jalur evakuasi bencana di Gampong Deah Raya dilakukan pada jalan utama dengan titik awal jalur evakuasi yaitu jalan Mesjid. Pergerakan warga dimulai dari mesjid Gampong Deah Raya menuju ke jalan Syiah Kuala, Lorong Seukon, Jalan Teungoh, menuju Gampong Tibang yaitu Jalan Tgk. Meurah kemudian menuju Gampong Jeulingke yaitu jalan Tgk. Syarif selanjutnya jalan T. Nyak Arif, dilanjutkan ke jalan Prada Utama. Keseluruhan rute tersebut adalah jalan aspal dan kondisi jalan bagus dengan lebar lingkungan yang memenuhi syarat sebagai jalur evakuasi yaitu

diatas 4 meter.

B. Persepsi Masyarakat terhadap Efektifitas Jalur Evakuasi yang Tersedia

Pembangunan jalur evakuasi bencana di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dilakukan untuk memudahkan akses masyarakat yang tinggal di pesisir pantai yang dikategorikan sebagai daerah rawan bencana tsunami untuk melakukan evakuasi ke daerah yang dianggap aman ketika bencana tsunami terjadi. Sebagai solusi awal penyediaan jalur evakuasi, jalan desa yang digunakan warga sebagai prasarana transportasi sehari-hari bisa digunakan sebagai jalur evakuasi pada saat terjadinya bencana.

Persepsi Masyarakat Gampong Jeulingke

Tabel Persepsi Masyarakat Gampong Jeulingke Tentang Jalur Evakuasi.

No. Pertanyaan

Jawaban

Jlh

Ya Tidak

org % org %

1 Perlu tidaknya evakuasi 47 65,3 25 34,7 72 2 Melakukan evakuasi 69 95,8 3 4,2 72 3 Waktu yang lama untuk evakuasi 47 65,3 25 34,7 72 4 Tersedia rambu evakuasi 52 72,2 20 27,8 72 5 Hambatan dalam proses evakuasi 26 36,1 46 63,9 72 6 Lebar jalan memadai untuk evakuasi 68 94,4 4 5,6 72 7 Jalan gampong untuk evakuasi berliku 63 87,5 9 12,5 72 8 Mudah dilalui oleh kendaraan roda dua 65 90,3 7 9,7 72 9 Mudah dilalui oleh kendaraan roda empat 55 76,4 17 23,6 72 10 Transportasi kendaraan roda dua 62 86,0 10 14,0 72 11 Transportasi kendaraan roda empat 34 47,2 38 52,8 72 12 Bagusnya kondisi fisik jalan evakuasi 67 93,1 5 6,9 72

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar masyarakat Gampong Jeulingke melakukan upaya penyelamatan diri dengan

melakukan evakuasi ketika terjadi bencana gempa 11 April 2012 yaitu sebanyak 95,8%, dan sebanyak 65,3% menyatakan butuh waktu

(9)

9 - Volume 4, No. 1, Februari 2015 yang lama untuk melakukan evakuasi. Sebagian besar masyarakatnya menggunakan kendaraan

roda dua sebagai sarana transportasi sehari-hari yaitu sebesar 86,0%.

Persepsi Masyarakat Gampong Tibang

Tabel Persepsi Masyarakat Gampong Tibang Tentang Jalur Evakuasi.

No Pertanyaan

Jawaban

Jlh

Ya Tidak

org % org %

1 Perlu tidaknya evakuasi 12 75,0 4 25,0 16 2 Melakukan evakuasi 14 87,5 2 12,5 16 3 Waktu yang lama untuk evakuasi 13 81,3 3 18,7 16 4 Tersedia rambu evakuasi 15 93,7 1 6,3 16 5 Hambatan dalam proses evakuasi 7 43,7 9 56,3 16 6 Lebar jalan memadai untuk evakuasi 15 93,7 1 6,3 16 7 Jalan gampong untuk evakuasi berliku 13 81,3 3 18,7 16 8 Mudah dilalui oleh kendaraan roda dua 15 93,7 1 6,3 16 9 Mudah dilalui oleh kendaraan roda empat 14 87,5 2 12,5 16 10 Transportasi kendaraan roda dua 14 87,5 2 12,5 16 11 Transportasi kendaraan roda empat 5 31,3 11 68,7 16 12 Bagusnya kondisi fisik jalan evakuasi 15 93,7 1 6,3 16

Dari tabel diatas, terlihat bahwa 87,5% masyarakat Gampong Tibang melakukan upaya penyelamatan diri dengan melakukan evakuasi ketika terjadi bencana gempa 11 April 2012, dan sebanyak 81,3% menyatakan butuh waktu

yang lama untuk melakukan evakuasi. Sebagian besar masyarakatnya menggunakan kendaraan roda dua sebagai sarana transportasi yaitu sebesar 87,5%.

Persepsi Masyarakat Gampong Deah Raya

Tabel Persepsi Masyarakat Gampong Deah Raya Tentang Jalur Evakuasi.

No Pertanyaan

Jawaban

Jlh

Ya Tidak

org % org %

1 Perlu tidaknya evakuasi 9 81,8 2 18,2 11

2 Melakukan evakuasi 9 81,8 2 18,2 11

3 Waktu yang lama untuk evakuasi 10 90,0 1 9,0 11

4 Tersedia rambu evakuasi 10 90,0 1 9,0 11

5 Hambatan dalam proses evakuasi 3 27,3 8 72,7 11

6 Lebar jalan memadai untuk evakuasi 9 81,8 2 18,2 11

7 Jalan gampong untuk evakuasi berliku 8 72,7 3 27,3 11

8 Mudah dilalui oleh kendaraan roda dua 9 81,8 2 18,2 11

9 Mudah dilalui oleh kendaraan roda empat 9 81,8 2 18,2 11

10 Transportasi kendaraan roda dua 10 90,0 1 9,0 11

11 Transportasi kendaraan roda empat 3 27,3 8 72,7 11

(10)

Volume 4, No. 1, Februari 2015 - 10 Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa

sebagian besar masyarakat melakukan evakuasi ketika terjadi bencana gempa 11 April 2012 yaitu sebanyak 81,8% dan sebanyak 90,0% menyatakan butuh waktu yang lama untuk melakukan evakuasi. Secara dominan masyarakatnya menggunakan kendaraan roda dua sebagai sarana transportasi yaitu sebesar 90,0%.

C. Analisis Tingkat Efektifitas Penggunaan Jalan Desa sebagai Jalur Evakuasi pada saat Terjadinya Bencana

Analisa efektifitas penggunaan jalan gampong sebagai jalur evakuasi dihasilkan berdaasrkan jawaban 72 responden Gampong Jeulingke, 16 responden Gampong Tibang dan 11 responden Gampong Deah Raya.

Hambatan pada saat evakuasi

Masyarakat Jeulingke, Tibang dan Deah Raya beranggapan bahwa tidak ada hambatan yang berarti dalam proses evakuasi pada 26 Desember 2004 dan 11 April 2012. Hal ini tergambar pada persentase jawaban responden yaitu hanya 36,1% masyarakat Jeulingke, 43,7% masyarakat Tibang dan 27,3% masyarakat Deah Raya yang menyatakan terjadinya hambatan pada saat proses evakuasi.

Lebar jalan yang memadai sebagai jalur evakuasi

Umumnya responden beranggapan bahwa lebar jalan gampong cukup memadai digunakan sebagai jalur evakuasi., 94,4%

masyarakat Jeulingke, 93,7% masyarakat Tibang dan 81,4% masyarakat Deah Raya menjawab bahwa lebar jalan gampong memadai digunakan sebagai jalur evakuasi.

Kemudahan jalan gampong dilalui oleh kendaraan roda dua

Sebanyak 90,3% masyarakat Gampong Jeulingke, 93,7% masyarakat Gampong Tibang dan 81,8% masyarakat Gampong Deah Raya

menjawab kendaraan roda dua mudah untuk melalui jalan gampong pada saat jalur evakuasi.

Kemudahan jalan gampong dilalui oleh kendaraan roda empat

Sebanyak 76,4% masyarakat Jeulingke, 87,5% masyarakat Tibang dan 81,8% masyarakat Deah Raya menjawab bahwa kendaraan roda empat mudah untuk melalui jalan gampong pada saat jalur evakuasi.

Kondisi fisik jalan gampong

Mengenai kondisi fisik jalan gampong, 93,1% masyarakat Gampong Jeulingke, 93,7% masyarakat Tibang dan 72,7% masyarakat Deah Raya menjawab bahwa jalan gampong yang digunakan untuk jalur evakuasi dalam kondisi bagus.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan , yaitu :

(11)

11 - Volume 4, No. 1, Februari 2015 1. Jalan desa yang digunakan warga

Gampong Jeulingke, Tibang dan Deah Raya sebagai jalur evakuasi bencana mempunyai lebar jalan yang bervariasi yaitu 5, 6 dan 8 meter.

2. Secara fisik, keseluruhan jalan desa yang digunakan sebagai jalur evakuasi bencana adalah perkerasan aspal dengan kondisi bagus.

3. Umumnya masyarakat Gampong Jeulingke, Tibang dan Deah Raya melakukan evakuasi pada saat terjadi gempa bumi dengan goncangan yang relatif besar derdasarkan pengalaman pada 26 Deseember 2004.

4. Gampong Jeulingke merupakan daerah yang relatif padat penduduk sehingga mempengaruhi kelancaran terhadap evakuasi bencana tsunami.

5. Waktu tempuh evakuasi warga Gampong Jeulingke dengan asumsi kecepatan 30 km/jam, 35 km/jam dan 40 km/jam adalah 1,75 menit, 1,5 menit dan 1,31 menit. 6. Waktu tempuh evakuasi warga Gampong

Tibang dengan asumsi kecepatan 30 km/jam, 35 km/jam dan 40 km/jam adalah 6,51 menit, 5,58 menit dan 4,89 menit. 7. Waktu tempuh evakuasi warga Gampong

Deah Raya dengan asumsi kecepatan 30 km/jam, 35 km/jam dan 40 km/jam adalah 9,26 menit, 7,94 menit dan 6,95 menit.

Saran

Beberapa saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian dan pembahasan, yaitu :

1. Perlu dipertahankan kondisi perkerasan jalan desa yang tersedia sehingga tidak cepat rusak yang mengakibatkan terhambatnya proses evakuasi.

2. Perlu dibuat bangunan tinggi yang kokoh bagi masyarakat Gampong Deah Raya sebagai tempat untuk melakukan evakuasi sementara atau permanen, mengingat gampong tersebut terletak di bibir pantai. 3. Perlu adanya penelitian lanjutan dalam hal

menghindari kemacetan saat evakuasi dan upaya memaksimalkan proses evakuasi. 4. Perlu adanya sosialisasi mengenai

pentingnya evakuasi pada saat gempa bumi terjadi dengan skala tertentu dan memilih rute yang efektif untuk menghindari banyaknya korban jiwa.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arikunto, S 2010, Prosedur Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2013, Banda Aceh dalam Angka 2013, Banda Aceh.

Bappeda Kota Banda Acehk, 2013, Peta Kota Banda Aceh 2013, Banda Aceh.

Fitra Rifwan 2012, ‘Studi Evaluasi Efektivitas Penggunaan Jalur Evakuasi pada Zona Berpotensial Terkena Bencana Tsunami di Kota Padang, Jurnal, Universitas Andalas, Padang.

GTZ-GITEWS, 2010. Panduan Perencanaan untuk Evakuasi Tsunami.

Hendrik 20105, Evakuasi dan Penyelamatan Akibat Bencana Kebakaran, 2:1

(12)

Volume 4, No. 1, Februari 2015 - 12 Morlok, K, Edward, 1985, Pengantar Teknik

dan Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

SDC-R-70022 (Sea Defence Consultant), 2007.

Pedoman Perencanaan Pengungsian Tsunami.

Sugiyono 2005, Metode Penelitian Administrasi, Edisi ke 12, Bandung. Syafrizal 2013, ‘Tingkat Pengetahuan,

Kesiapsiagaan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Jalur Evakuasi Tsunami di Kota Padang,

Jurnal, Universitas Negeri Padang, Padang.

Kompas, 2012, Gempa Bumi Kembar 11 April 2012,

(http://kompasnews.com/2012/4/12/).

Wildan Seni 2013, ‘Kajian Kajian Jalur

Evakuasi Bencana Gempa Bumi

Berpotensi Tsunami Berbasis

Masyarakat, Tesis, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Zainal Abidin 2013, ‘Kajian Jalur Evakuasi dan Titik Evakuasi Bencana Gempa Bumi Berpotensi Tsunami, Tesis, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Gambar

Tabel  2.1  Panjang  lintasan  pengamatan  yang  dianjurkan

Referensi

Dokumen terkait

Kedua golongan masyarakat informasi ini dipisahkan oleh jurang informasi yang cukup lebar, kondisi inilah yang akhirnya memacu perpustakaan sebagai lembaga informasi

Hasil analisis bivariat variabel bebas (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga) terhadap kejadian stunting menunjukkan bahwa tidak ada

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa selama dilakukan pengukuran sebelum dan setelah diberikan intervensi pemberian terapi musik mozart selama 3 hari

Berdasarkan hasil dari perancangan, maka dilakukan pengujian secara kualitatif kepada pihak Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olah Raga dan Pariwisata Kab.Nabire dalam hal ini

magnet setiap bahan yang bisa menarik logam besi mantel baju panjang untuk menyelubungi tubuh matahari bola di langit yang mendatangkan terang. dan panas pada

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id.. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Dinamika Koperasi Sistem Tanggung Renteng adalah sebuah potret perkembangan dan pengelolaan koperasi simpan pinjam sistem tanggung renteng yang indikatornya antara lain:

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor motivasi sebagai faktor penguat ( hygiene) dan sebagai faktor pemuas (motivator) terhadap kinerja pegawai Suku