• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI BAWANG MERAH VARIETAS TRISULA DARI EMPAT BAHAN TANAM SHAVIRA AYU ADINDA A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI BAWANG MERAH VARIETAS TRISULA DARI EMPAT BAHAN TANAM SHAVIRA AYU ADINDA A"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI BAWANG MERAH

VARIETAS TRISULA DARI EMPAT BAHAN TANAM

SHAVIRA AYU ADINDA

A24120134

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan Produksi Umbi Bawang Merah Varietas Trisula dari Empat Bahan Tanam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016 Shavira Ayu Adinda NIM A24120134

(4)

ABSTRAK

SHAVIRA AYU ADINDA. Pertumbuhan dan Produksi Umbi Bawang Merah Varietas Trisula dari Empat Bahan Tanam. Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan M. RAHMAD SUHARTANTO.

Kebutuhan akan bawang merah sangat tinggi bahkan terus meningkat setiap tahunnya. Produksi bawang merah biasanya dilakukan secara vegetatif menggunakan benih umbi, akan tetapi benih umbi seringkali membawa penyakit sehingga produktivitas menurun, oleh karena itu pemerintah menggalakkan penggunaan biji botani bawang merah atau true shallot seed (TSS) sebagai bahan tanam. Penggunaan TSS sebagai bahan tanam dapat dilakukan melalui pembentukan umbi mini, TSS tanam langsung atau melalui persemaian kemudian pindah tanam. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai produktivitas dari masing - masing bahan tanam yaitu dengan menggunakan benih umbi, umbi mini, TSS tanam langsung dan TSS semai. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Dramaga dan Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian Mutu Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB pada bulan November 2015 hingga April 2016. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap satu faktor dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif bawang merah asal umbi mini lebih tinggi daripada asal benih umbi, TSS tanam langsung serta TSS semai. Panen bawang merah asal benih umbi dan umbi mini dilakukan pada 72 HST, TSS tanam langsung pada 112 HST dan TSS semai pada 121 HST. Benih umbi dan umbi mini menghasilkan 282 umbi dan 280 umbi per petak dengan bobot umbi kering per rumpun 16,61 g dan 20,90 g, TSS tanam langsung dan TSS semai menghasilkan umbi masing-masing sebanyak 11,5 umbi dan 37,7 umbi dengan bobot umbi kering per rumpun 4,88 g dan 4,45 g.

Kata kunci: benih umbi, umbi mini, TSS tanam langsung, TSS semai

ABSTRACT

SHAVIRA AYU ADINDA. The Growth and Production of shallot variety Trisula from Four Planting Materials.. Supervised by ENDAH RETNO PALUPI and M. RAHMAD SUHARTANTO.

The demand of shallots products has been increasing every year. Shallots usually is produced with bulb, but bulbs often carry diseases causes the productivity to decline. Therefore, the government promotes the use of botanical seeds or true shallots seed (TSS) as planting material. TSS as planting material can be directly sown or trough nursery planting. This research was aimed to study growth and production of four planting materials i.e bulb seed, mini bulb, TSS directly planted and TSS trough nursery planting. This research was conducted at Leuwikopo Experimental Station of IPB Dramaga and in the Seed Storage and Seed Quality Testing, Department of Agronomy and Horticulture, IPB from November 2015 to April 2016. The experiment was arranged in a single factor completely randomized design with four replications. The treatment consisted of

(5)

four planting materials. The result showed that the vegetative growth of shallots from mini bulb was higher than from bulb seed, TSS directly planted and TSS through nursery. Shallot from bulb seed and mini bulb was harvested at 72 days after planting (DAP), TSS direct planting at 112 DAP and TSS through nursery at 121 DAP. Bulb seed and mini bulb produced 282 and 280 bulbs per plot with dry bulb weight per plant of 16,61 g and 20,90 g, TSS direct planting and TSS through nursery produced 11,5 and 37,7 bulbs per plot with dry bulb weight per plant was 4,88 g and 4,45 g respectively.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI BAWANG MERAH

VARIETAS TRISULA DARI EMPAT BAHAN TANAM

SHAVIRA AYU ADINDA

DEPARETEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Umbi Bawang Merah Varietas Trisula dari Empat Bahan Tanam dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 hingga April 2016 tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc selaku pembimbing I yang senantiasa selalu memberikan bimbingan, nasehat serta waktunya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.

2. Bapak Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa selalu memberikan bimbingan, nasehat serta waktunya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.

3. Bapak Dr. Ir. Abdul Qadir, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat serta waktunya selama saya melaksanakan studi.

4. Ayah, ibu, Fauzia Norma Dianty, M Ihza Fachriansyah, beserta keluarga besar yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa yang tulus selama penulis menempuh studi dan penyusunan karya ilmiah.

5. Om Aji, Tante Aci, Om Anto dan saudara-saudara tercinta yang telah banyak memberikan dukungan, semangat, dan bantuan baik secara moril maupun materiil demi kelancaran studi dan penulisan karya ilmiah penulis.

6. Delys, Puput, Adhri, Cynthia, Ifa, Iklim, Amel, Husna, Hamiddah, Umi, Kak Alfi, Abdul, Karin yang banyak membantu, memberikan dukungan serta saran selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini berlangsung.

7. Pak Anen dan Mang Edi selaku staff KP. Leuwikopo yang telah banyak membantu kegiatan penelitian di lapangan.

8. Rekan-rekan seperjuangan Agronomi dan Hortikultura angkatan 49 atas kebersamaan dan bantuan yang berarti bagi penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada pihak yang telah membantu dan semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat dan dapat menambah wawasan kedepannya.

Bogor, Oktober 2016 Shavira Ayu Adinda

(9)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Morfologi Bawang Merah 2

Pembentukan Umbi Bawang Merah 2

Syarat Tumbuh Bawang Merah 3

Bawang Merah Varietas Trisula 3

Biji Botani Bawang Merah 3

Umbi Mini Bawang Merah 4

METODE 5

Tempat dan Waktu Penelitian 5

Bahan dan Alat 5

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 5

Prosedur Percobaan 6

Pengamatan Percobaan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

KESIMPULAN DAN SARAN 16

Kesimpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil rekapitulasi sidik ragam terhadap produksi bawang merah 12 2 Rerata jumlah tanaman panen per petak, rerata jumlah umbi per rumpun,

rerata jumlah umbi per petak dan diameter umbi. 12 3 Rerata bobot umbi basah dan bobot umbi kering umbi per rumpun 15

DAFTAR GAMBAR

1 Suhu, RH, dan CH selama penelitian (November 2015- April 2016) 9 2 Peningkatan tinggi tanaman pada empat bahan tanam 10 3 Perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada bahan tanam benih umbi

dan TSS semai 10

4 Pertambahan jumlah daun pada empat bahan 11

5 Jumlah umbi per petak berdasarkan bobot yang dihasilkan dari benih

umbi dan umbi mini 14

6 Jumlah umbi per petak berdasarkan bobot yang dihasilkan dari TSS

langsung dan TSS semai 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data iklim bulanan di Kebun Percobaan Leuwikopo bulan November

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan akan bawang merah sangat tinggi, bahkan terus meningkat setiap tahun mengingat bahwa bawang merah adalah salah satu komponen utama bumbu masakan. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa terjadi peningkatan luas panen bawang merah yaitu dari tahun 2014 sebesar 120.704 ha menjadi sebesar 122.126 ha pada tahun 2015 atau naik sebesar 1,17 %. Meningkatnya luas panen, tidak serta merta meningkatkan produktivitas bawang merah. Data Badan Pusat Statistik (2016) menunjukkan bahwa terjadi penurunan produktivitas sebesar 1,56 % dari 10,22 ton ha-1 (2014) menjadi 10,06 ton ha-1 (2015). Sumarni dan Hidayat (2005) menyatakan potensi produktivitas bawang merah berkisar 12-15 ton ha-1.

Produksi bawang merah biasa dilakukan oleh petani dengan menggunakan benih umbi yang merupakan hasil dari pertanaman sebelumnya dan dilakukan secara turun temurun. Benih umbi umumnya berukuran lebih besar, Sutono et al., (2007) menyatakan bahwa umbi yang besar dapat tumbuh lebih baik dan dapat menghasilkan daun lebih panjang, serta luas daun yang lebih besar, hal tersebut dapat menghasilkan jumlah umbi pertanaman dan total hasil yang tinggi. Penggunaan benih umbi yang berukuran besar di lapang, berkaitan erat dengan kebutuhan benih per hektar sehingga berpengaruh terhadap biaya produksi. Sumarni dan Hidayat (2005) menyatakan bahwa penggunaan benih umbi mencapai 1,3-1,6 t ha-1.

Pemerintah menggalakkan perbaikan sistem produksi bawang merah secara generatif yaitu dengan menggunakan biji botani bawang merah atau true shallots seed (TSS) sebagai bahan tanam yang ditempuh melalui tiga cara, yaitu pembentukan umbi mini, TSS tanam langsung atau melalui persemaian lalu dilakukan pindah tanam (Sumarni et al., 2012b). Volume kebutuhan TSS untuk memproduksi umbi lebih rendah yaitu sekitar 3-4 kg ha-1 sehingga biaya benih lebih rendah dibandingkan menggunakan benih umbi dengan kebutuhan 1,3-1,6 t ha-1. Pengangkutan dan penyimpanan TSS lebih mudah dan murah serta menghasilkan umbi dengan kualitas yang lebih baik (Sumarni et al., 2012a).

TSS varietas Tuk-tuk yang diproduksi oleh salah satu perusahaan benih multinasional berpotensi menghasilkan bawang merah hingga 25 ton ha-1. Teknik budidaya dilakukan dengan menggunakan sistem tabela dengan kerapatan 1,1 g/m2 (jarak tanam 15 cm antar garitan) dan 1,6 g/m2 (jarak tanam 10 cm antar garitan)1. Menurut Basuki (2009) TSS dapat meningkatkan hasil sampai dua kali lipat dibandingkan dengan benih umbi. Sopha dan Basuki (2010) menyatakan penggunaan TSS untuk produksi benih umbi atau umbi konsumsi bawang merah belum banyak dilakukan, hal ini berkaitan dengan teknik budidaya TSS yang harus disemai terlebih dahulu serta umur panen lebih lama dibandingkan bawang merah asal umbi.

Peningkatan produksi bawang merah juga dapat diperoleh dengan menggunakan umbi mini sebagai bahan tanam. Umbi mini adalah keturunan

1Tabloid Sinar Tani. 2014. Umbi mini, cara baru budidaya bawang merah. Http://m.tabloidsinartani.com. [5 Oktober 2016].

(12)

2

pertama dari TSS dengan ukuran umbi sebesar 2-3 g per umbi. Sumarni et al. (2012b) mengatakan penggunaan benih umbi mini lebih disukai oleh petani karena tidak perlu mengubah teknik budidaya yang sudah dikenal selama ini dibandingkan dengan penggunaan TSS tanam langsung ataupun melalui persemaian terlebih dahulu. Sampai saat ini produksi masing-masing bahan tanam belum teliti.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pertumbuhan dan produksi bawang merah dari benih umbi, umbi mini, serta TSS tanam langsung dan melalui persemaian.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Bawang Merah

Bawang merah berasal dari umbi grup Aggregatum lebih kecil dibandingkan oleh Allium pada umumnya karena umbinya terbagi dengan cepat dan membentuk cabang/lateral, kemudian membentuk kelompok umbi. Grup Aggregatum biasanya diperbanyak secara vegetatif namun akhir-akhir ini dapat diproduksi melalui biji (Brewster, 2008).

Bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumput yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 20 - 40 cm dan membentuk rumpun. Akarnya membentuk akar serabut yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah bawang merah tidak tahan terhadap kekeringan. Kelopak daun saling membungkus sehingga membentuk batang semu. Pangkal kelopak daun akan membengkak yang nantinya akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis atau bulbus (Sudarmanto, 2009).

Bentuk daun bawang merah bulat kecil dan memanjang seperti pipa, tetapi ada pula yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daun. Bagian ujung daun meruncing, sedang bagian bawahnya melebar dan membengkak, dan daun berwarna hijau. Bunga bawang merah termasuk bunga majemuk, untuk menghasilkan biji diperlukan penyerbukan secara silang hal ini disebabkan karena adanya perbedaan waktu kemasakan putik dan benang sari pada bunga yang sama (Sudarmanto, 2009).

Pembentukan Umbi Bawang Merah

Proses pembentukan umbi bawang merah membutuhkan jumlah siang yang lebih panjang dibandingkan tanaman berhari pendek, umbi bawang merah dapat terus membesar dan kemudian membentuk anakan ketika batas minimum panjang hari dan bobot maksimum tanaman tercapai (Azmi et al., 2011). Saat tahap ini tercapai, umbi mulai membengkak dan daun-daun mengering dalam waktu yang cepat, kulit terluar yang kering pada umbi mulai terbentuk. Pematangan umbi tercapai setelah jaringan leher tanaman mulai melunak dan kehilangan

(13)

3 turgiditasnya, akhirnya tanaman rebah dan umbi mencapai ukuran maksimal (Brewster, 2008).

Pembentukan umbi berlangsung sebagai akibat dari respon terhadap lamanya fotoperiodisme, temperatur yang relatif tinggi, dan perbedaan varietas yang dapat dibedakan dari panjang hari minimal yang dibutuhkan untuk menginduksi terbentuknya umbi (Rabinowitch dan Kamenesky, 2002).

Menurut Badrudin et al. (2007) bertambahnya umur panen pada umbi menyebabkan jumlah umbi per rumpun juga meningkat, sehingga hasil dari fotosintesis akan diidtribusikan ke dalam umbi tersebut. Distribusi fotosintat yang banyak akan menghasilkan ukuran atau diameter umbi yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah umbi nya sedikit.

Syarat Tumbuh Bawang Merah

Tanaman bawang merah dapat tumbuh dengan baik di sawah, tanah tegalan, atau pekarangan asalkan tanahnya subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik atau humus, dan mudah mengikat air (porous) serta mempunyai aerasi (peredaran oksigen) yang baik. Tanaman bawang merah akan tumbuh dengan baik pada pH optimum 5,8 – 7,0, tetapi bawang merah masih toleran terhadap tanah dengan pH 5,5 (Cahyono dan Sahmadi, 2005).

Tanaman bawang merah termasuk tanaman hari panjang, menyukai tempat yang terbuka dan cukup mendapat sinar matahari (70%) terutama bila lamanya penyinaran lebih dari 12 jam. Intensitas atau lamanya penyinaran sinar matahari diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis dan pembentukan umbi. Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan bawang merah yaitu antara 20-30 oC dengan curah hujan 100 - 200 mm/bulan (Rosliani et al., 2005). Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi terutama daunnya mudah rusak sehingga menghambat pertumbuhannya, dan umbi nya yang lunak pun mudah busuk (Cahyono dan Sahmadi, 2005).

Bawang Merah Varietas Trisula

Bawang merah varietas trisula adalah bawang salah satu bawang merah varietas unggul baru dengan potensi hasil mencapai 23,21 ton ha-1 dengan umur simpan hingga 5 bulan dan dapat dipanen pada umur 55 hari. Bawang merah trisula rerata memiliki tinggi tanaman mencapai 40 cm, dengan bentuk umbi bulat, berwarna merah tua dan memiliki diameter 2.5 cm. Daun berbentuk bulat sedikit bergelumbung dengan warna hijau tua dan jumlah daun per rumpun sebanyak 28-39 helai per rumpun (Hidayat et al., 2011)

Hidayat et al. (2011) melaporkan bahwa bunga dari varietas trisula berwarna putih dan bentuk bunga seperti payung dengan jumlah buah per tangkai 80-110, bunga yang dihasilkan sebanyak 2 per rumpun dan berwana putih. Bunga dari bawang merah varietas Trisula dapat menghasilkan 150 – 300 TSS.

Biji Botani Bawang Merah

Biji botani bawang merah atau true shallots seed (TSS) merupakan salah satu alternatif teknologi budidaya bawang merah yang potensial digunakan dalam

(14)

4

rangka menyediakan benih bawang merah yang yang berkualitas dan berkelanjutan setiap tahunnya. TSS diperoleh dari umbel bunga bawang merah yang telah masak, sedangkan penyerbukan dapat dibantu dengan tangan ataupun serangga polinator.

Produksi umbi bawang merah menggunakan TSS mempunyai kelebihan dibandingkan dengan penggunaan benih umbi, yaitu volume kebutuhan TSS lebih rendah yaitu sekitar 3-4 kg ha-1 sehingga hemat biaya penyediaan bibit, pengangkutan dan penyimpanan TSS lebih mudah dan lebih murah, menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena bebas patogen dan menghasilkan umbi dengan kualitas yang lebih baik karena umbi yang dihasilkan akan beukuran lebih besar dan lebih bulat dibandingkan bawang asal umbi (Sumarni et al., 2005).

Produksi umbi bawang merah menggunakan benih TSS dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu penanaman TSS secara langsung di lapangan, penyemaian benih TSS terlebih dahulu sehingga dihasilkan bibit (seedling), dan penanaman umbi mini (mini tuber/shallots set) yaitu benih umbi berukuran kecil (2-3 g/umbi) yang berasal dari biji TSS (Sumarni et al., 2012).

Produksi bawang merah menggunakan TSS yang disemai terlebih dahulu mempunyai kelebihan yaitu bibit yang nantinya akan digunakan sebagai umbi akan lebih kuat dan lebih tegar dan jumlah bibit yang diperlukan lebih hemat (Sumarni et al., 2010). Basuki (2009) mengatakan bahwa penggunaan TSS layak secara ekonomi karena dapat meningkatkan hasil sampai dua kali lipat dibandingkan dengan penggunaan benih umbi. Selain itu, umbi yang dihasilkan oleh TSS lebih sehat karena tidak membawa penyakit, volume kebutuhan benih lebih sedikit. Disisi lain ketersediaan TSS di Indonesia sebagai bahan tanam masih sangat terbatas karena produksi TSS yang rendah.

Bawang merah adalah tanaman yang dapat menyerbuk sendiri, namun jumlah benih yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan penyerbukan silang. Palupi et al. (2015) dalam penelitian peningkatan produksi TSS dengan introduksi serangga penyerbuk Apis mellifera, A.Cerana, dan Trigona sp (Apidae) serta lalat hijau lucilia sp (Calliphoridae), menunjukkan bahwa introduksi serangga pollinator A. Cerana menghasilkan persentase kapsul bernas dan bobot TSS per umbel paling tinggi (70,7-74%) baik di dataran tinggi ataupun didataran rendah. Produksi TSS didataran tinggi lebih tinggi dari dataran rendah, sementara mutu benih dari dataran rendah lebih baik daripada dataran tinggi.

Umbi Mini Bawang Merah

Umbi mini adalah keturunan pertama yang dihasilkan dari biji botani bawang merah. Keuntungan penggunaan benih umbi asal TSS ialah dapat mengurangi jumlah (tonase) penggunaan benih umbi tiap satuan luas (hektar), sehingga pengangkutan dan penyimpanannya lebih mudah, menghasilkan tanaman yang lebih sehat, dan memberikan hasil umbi yang lebih tinggi dibandingkan benih umbi konvensional (Permadi, 1993). Sumarni et al. (2012b) penggunaan umbi mini selain dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas umbi bawang merah juga mengurangi penggunaan benih per satuan luas.

Pada jenis tanah Andisol yang subur umumnya penanaman TSS tidak menghasilkan umbi mini tetapi umbi yang berukuran besar. Rerata bobot umbi

(15)

5 yang dihasilkan adalah > 5 g sehingga masuk kategori umbi sedang-besar. (Sumarni dan Rosliani, 2010).

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo dengan ketinggian tempat 207 m dpl serta Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan November 2015–April 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih umbi, umbi mini serta biji botani bawang merah atau true shallot seed (TSS) varietas Trisula. Varietas Trisula adalah varietas yang baru dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan termasuk kedalam varietas unggul baru dengan produktivitas > 20 ton ha-1 (Hidayat et al., 2011). Media tanam yang digunakan adalah kapur pertanian, pupuk kandang kambing, kompos. Pupuk yang digunakan adalah pupuk SP-36, pupuk urea, pupuk Za dan pupuk KCL. Insektisida berbahan aktif karbofuran serta fungisida berbahan aktif Mankozeb. Alat yang digunakan adalah alat tanam, tray semai, timbangan digital, penggaris, kamera, jangka sorong digital, cawan petri, germinator, serta alat-alat penunjang penelitian lainnya.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu bahan tanam yang terdiri atas: benih umbi, umbi mini, TSS tanam langsung dan TSS semai. Setiap percobaan diulang sebanyak 4 kali, sehingga total seluruh satuan percobaan adalah 16 satuan petak percobaan. Setiap petak percobaan berukuran 4,2 m x 0,8m = 3,36 m2, sehingga total luas percobaan 53,76 m2 .

Berikut adalah model rancangan linier RAL dengan 4 ulangan yang akan digunakan:

Yijk = µ + τi + εij i = (1,2,3,4) , j = (1,2,3,4) Keterangan :

Yijk = Respon pada perlakuan ke –i ulangan ke-j µ = Nilai rerata umum populasi

τi = Pengaruh perlakuan bahan tanam ke -i

εij = Pengaruh acak pada perlakuan bahan tanam ke –i dan ulangan ke -j

Data diolah menggunakan Ms Excel serta software SAS 9.0 dan dianalisis dengan menggunakan uji F, apabila ternyata berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

(16)

6

Prosedur Percobaan Pengolahan lahan

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan persiapan lahan dan pengolahan tanah. Pengolahan tanah dilakukan dengan membuat bedengan berukuran 4,2 m x 0,8 m lalu dilanjutkan dengan pemberian kapur 2 t ha-1 (672 g per bedeng) dan pemupukan dasar yang terdiri atas pupuk kandang kambing 10 t ha-1 (3.360 g per bedeng), kompos 5 t ha-1 (1.680 g per bedeng), pupuk SP-36 250 kg ha-1 (84 g per bedeng). Kapur, pupuk kandang kambing, kompos, serta pupuk SP-36 dicampur ke atas bedengan lalu media diaduk menggunakan cangkul kemudian diratakan. Setelah dilakukan pengolahan tanah, 7 hari kemudian dilakukan penanaman.

Penanaman dan Penyemaian

Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm untuk semua bahan tanam. Bawang merah ditanam sebanyak 4 baris dalam setiap bedengan. Setiap baris terdiri atas 21 umbi, sehingga pada satu petak ditanam sebanyak 84 bahan tanam. Benih umbi dan umbi mini setiap lubang tanam ditanam satu umbi. Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu umbi dipotong bagian atasnya untuk merangsang pertumbuhan. TSS yang ditanam secara langsung ditutup dengan sungkup dan dibuka saat TSS sudah berkecambah yaitu sekitar 5 - 10 HST, Penyemaian dilakukan untuk perlakuan TSS semai. Umbi dan TSS yang telah ditanam diberikan insektisida berbahan aktif karbofuran pada setiap lubang tanam.

Penyemaian dilakukan dengan menggunakan tray semai dengan media tanam kompos. Sebelum penyemaian media dicampur terlebih dahulu oleh insektisida berbahan aktif karbofuran. Pindah tanam dilakukan pada saat bibit berumur 6 minggu (Sopha, 2010), namun karena keterbatasan bahan tanam sehingga pada TSS semai perlakuan hanya diulang sebanyak 3 kali. Bawang merah ditanam di bawah naungan plastik transparan, penyiraman dilakukan pada pagi hari dari fase awal pertanaman hingga fase umbi siap untuk dipanen.

Pemeliharaan

Pemeliharaan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu penyiraman, pemupukan, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi hari yang dilakukan secara rutin. Pemupukan susulan untuk bahan tanam umbi dilakukan 2 kali masing-masing ½ dosis, yaitu pada 10-15 hari setelah tanam (HST) dan 1 bulan setelah tanam (BST). Pemupukan untuk TSS dilakukan 3 kali masing-masing 1/3 dosis, yaitu pada 2, 4, dan 6 minggu setelah pindah tanam. Pemupukan dilakukan dengan dosis pupuk Urea 200 kg ha-1 (67,2 g per bedeng), Za 500 kg ha-1 (168 g per bedeng), dan KCL 200 kg ha-1 (67,2 g per bedeng)

Pengendalian gulma dilakukan dengan cara menyiangi lahan tanaman secara manual sesuai dengan situasi dan kondisi lapang. Pengendalian penyakit dilakukan dengan melakukan penyemprotan fungisida berbahan aktif Mankozeb digunakan untuk mengendalikan penyakit Altenanteria porri serta Colletotrichum sp dengan dosis 3-6 g l-1 dilakukan seminggu sekali sesuai dengan tingkat serangan.

(17)

7

Pemanenan

Pemanenan dilakukan apabila terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun telah menguning. Pengumpulan hasil dilaksanakan dalam keadaan kering dan cuaca cerah. Seluruh tanaman dicabut dengan menggunakan tangan secara hati-hati, kemudian diikat pada 1/3 daun bagian atasnya untuk memudahkan penanganan berikutnya.

Pengamatan Percobaan

Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh per petak yang dipilih secara acak kemudian direratakan. Variabel pengamatan yang diamati meliputi : 1. Daya berkecambah (DB) TSS

Pengujian DB TSS dilakukan di Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian Mutu Benih dengan metode Uji Diatas Kertas (UDK). Pengecambahan benih dilakukan menggunakan germinator standar dengan suhu 25oC. Jumlah TSS yang diamati per ulangan sebanyak 25 TSS dengan 4 ulangan. Perhitungan dilakukan pada hari ke 5 dan hari ke 10.

2. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung tanaman tertinggi. Pengamatan ini dilakukan pada tanaman sampel. Pengukuran pada benih umbi dan umbi mini dilakukan pada 1 MST, pengukuran pada TSS tanam langsung dilakukan pada 3 MST, dan pada TSS semai pengukuran dilakukan pada 7 MST atau 1 minggu setelah pindah tanam (MSTP).

3. Jumlah daun

Jumlah daun pada tanaman asal umbi dihitung dari 1 minggu setelah tanam (MST), pengamatan pada tanaman asal TSS langsung dimulai dari 3 MST dan pengamatan pada tanaman asal TSS semai pada 7 MST atau 1 minggu setelah pindah tanam (MSTP).

4. Jumlah umbi per rumpun

Jumlah umbi per rumpun dihitung pada tanaman contoh dan dilakukan pada saat panen.

5. Jumlah umbi per petak

Jumlah umbi per petak dihitung per petak percobaan dan dilakukan pada saat panen.

6. Jumlah tanaman panen

Jumlah tanaman panen dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang dapat dipanen dan menghasilkan umbi per petak perlakuan.

(18)

8

7. Diameter umbi

Diameter umbi diukur pada saat panen. Umbi yang telah dipanen diukur diameternya menggunakan jangka sorong digital pada bagian umbi yang paling besar. Pengamatan dilakukan pada umbi tanaman contoh.

8. Bobot umbi basah

Bobot basah umbi ditimbang setelah tanaman dipanen. Umbi dibersihkan dari kotoran dan tanah yang menempel, kemudian bobot umbi per rumpun tanaman contoh ditimbang

9. Bobot umbi kering

Bobot kering umbi ditimbang setelah umbi dikering anginkan selama 7 hari. Penghitungan bobot kering umbi dilakukan pada total bobot umbi per rumpun tanaman contoh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB dengan ketinggian 207 m dpl. Penelitian dimulai bulan November 2015 hingga April 2016. Curah hujan paling tinggi terjadi pada bulan November sebesar 673,2 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan April sebesar 415,0 mm (Lampiran 1). Kelembaban udara berkisar antara 83-89% dan suhu berkisar antara 25,7-26,7ºC (Gambar 1). Lahan yang digunakan untuk menanam bawang merah adalah bekas pertanaman bawang merah yang sudah melalui proses bera.

Penyakit yang banyak menyerang selama proses pertumbuhan adalah Altenanteria porri dan Colletotrichum sp. Udiarto et al. (2005) menyatakan bahwa kondisi yang mendukung tumbuh dan berkembangnya cendawan A. porri dan cendawan Colletotrichum terangsang oleh kondisi mikroklimat seperti kelembaban udara yang tinggi. Srimulyati (2000) melaporkan bahwa cendawan A.porri dapat tumbuh pada suhu ± 25oC. Indrasari (2002) menyatakan bahwa Cendawan Colletotrichum sp dapat berkembang dan menyerang tanaman pada kelembaban ±78,5-82,95%. Suhu udara dan kelembaban udara yang tinggi selama penelitian mendukung berkembangnya cendawan tersebut.

Ciri serangan cendawan A. porri adalah adanya bercak menyerupai cincin dengan bagian tengah berwarna ungu dan tepi kemerahan. Ujung daun mengering sehingga daun patah dan permukaan bercak akhirnya berwarna coklat kehitaman. Serangan cendawan Colletotrichum ditandai dengan terlihatnya bercak berwarna putih pada daun, selanjutnya terbentuk lekukan kedalam, berlubang dan patah. Jika serangan berlanjut maka lekukan berubah menjadi coklat muda, coklat tua, dan akhirnya kehitam-hitaman (Udiarto et al., 2005).

(19)

9

Daya berkecambah TSS di laboratorium menunjukkan nilai dibawah standar yakni sebesar 69% dan indeks vigor 60%. Hal ini menunjukkan bahwa benih yang digunakan tidak memenuhi standar Direktorat Bina Perbenihan Nasional (2007) yang menyatakan bahwa daya berkecambah minimum biji bawang merah sebesar 75%. Daya tumbuh TSS di lapang sangat rendah, untuk TSS tanam langsung sebesar 9,12% dan untuk TSS semai sebesar 26,58%. Data ini memberi indikasi lingkungan tumbuh tidak optimum sehingga daya tumbuh di lapang lebih rendah daripada indeks vigor di laboratorium. Lingkungan tumbuh tidak optimum salah satunya disebabkan oleh media tanam yang kurang optimum. Rosliani et al. (2014) melaporkan bahwa media tanam yang optimum untuk pertumbuhan bawang merah asal TSS adalah arang sekam + kompos.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Bawang Merah Tinggi tanaman

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umbi mini menghasilkan tanaman yang paling tinggi (33,70 cm) dibandingkan dengan benih umbi (26,52 cm), TSS tanam langsung (19,50 cm) serta TSS semai (23,85 cm). Umbi mini menghasilkan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman asal benih umbi, Sumarni et al, (2012b) menyatakan bahwa penggunaan umbi mini asal TSS sebagai bahan tanam dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas. TSS semai menghasilkan tanaman lebih tinggi dibandingkan TSS tanam langsung, Sumarni et al. (2010) menyatakan bahwa tanaman asal TSS semai lebih kuat dan lebih tegar dibandingkan TSS tanam langsung sehingga menghasilkan tanaman lebih baik.

Tanaman bawang merah asal umbi menghasilkan tanaman lebih tinggi dibandingkan tanaman asal TSS, karena cadangan makanan untuk pertumbuhan telah tersedia dengan cukup (Gambar 2). Cadangan makanan tersebut tersimpan dalam lapisan umbi dan batang semu (basal plate) (Rabinowitch dan Kamenetsky, 2002).

Tanaman asal benih umbi dan umbi mini mencapai tinggi maksimal pada 6 MST, TSS langsung 10 MST dan TSS semai 13 MST. Perbedaan waktu yang diperlukan bahan tanam asal umbi dan TSS dalam mencapai tinggi maksimal berkaitan dengan perbedaan struktur umbi dan biji. Brewster (2008) menyatakan

0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 20 40 60 80 100

November Desember Januari Februari Maret April

C u rah h u jan ( m m ) Su h u ( oC ) d an R H (%) Suhu RH CH

(20)

10

bahwa umbi bawang merah telah membentuk batang semu dan tunas apikal yang mengandung primordia daun. Sementara pada tanaman asal TSS primordia daun terbentuk seiring pertumbuhan tanaman.

Primorida daun yang terbentuk di tunas apikal pada umbi akan berkembang apabila kondisi lingkungan memungkinkan. Primordia daun menyebabkan tanaman bawang merah asal umbi lebih cepat tumbuh. Daun pada umbi telah muncul pada 1 MST, sementara itu bahan tanam asal TSS baru menghasilkan daun pada sekitar 2 MST (Gambar 3).

Gambar 3. Perbedaan pertumbuhan tanaman bawang merah :

a) dari benih umbi pada 1 MST, b) dari TSS semai pada 2 MST

Jumlah daun

Hasil pengamatan jumlah daun menunjukkan bahwa benih umbi menghasilkan jumlah daun yang paling banyak dibandingkan oleh bahan tanam lainnya, yaitu sebanyak 16,59 buah per rumpun, sedangkan umbi mini paling banyak menghasilkan daun sejumlah 13,71 buah per rumpun. Bahan tanam berupa

0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 T in g g i tan am an ( cm ) Umur tanaman (MST)

Benih umbi Umbi mini TSS langsung TSS semai

Gambar 2. Peningkatan tinggi tanaman pada empat bahan tanam.

(21)

11 TSS, baik tanam langsung dan TSS semai rerata menghasilkan daun 4 buah per rumpun (Gambar 4). Jumlah daun yang dihasilkan oleh bahan tanam umbi lebih banyak dibandingkan bahan tanam TSS karena umbi bawang terdiri atas umbi lapis. Umbi lapis terbentuk akibat kelopak daun yang saling membungkus (Sudarmanto, 2009). Sementara itu perbedaan jumlah daun pada benih umbi dan umbi mini disebabkan oleh ukuran umbi. Umbi yang lebih besar membentuk lapisan umbi yang lebih banyak sehingga jumlah daun yang terbentuk lebih banyak.

Jumlah daun pada tanaman dari TSS tanam langsung dan TSS semai mencapai jumlah maksimalnya berturut-turut pada 10 MST dan 12 MST. Bahan tanam benih umbi mencapai jumlah daun maksimal 4 MST dan umbi mini pada 6 MST. TSS memerlukan waktu yang lebih lama dalam pembentukan daun karena primordia daun yang belum terbentuk. Rabinowitch dan Kamenetsky (2002) menyatakan bahwa pembentukan daun pada TSS memerlukan inisiasi terlebih dahulu yang terjadi apikal meristem.

Produksi Umbi Bawang Merah

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa bahan tanam berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolak ukur yang diamati, yaitu rerata jumlah tanaman panen per petak, rerata jumlah umbi per rumpun, rerata jumlah umbi per petak, bobot umbi basah per rumpun, dan bobot umbi kering per rumpun kecuali diameter umbi (Tabel 1). Rerata jumlah tanaman asal TSS tanam langsung yang dapat tumbuh hanya 23 tanaman per petak dan tidak dilakukan penyulaman sedangkan untuk TSS semai tanaman yang dipindah tanam sebanyak 84 tanaman per petak.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Ju m lah d au n Umur tanaman (MST)

Benih umbi Umbi mini TSS langsung TSS semai

(22)

12

Tabel 1. Hasil rekapitulasi sidik ragam terhadap produksi umbi bawang merah

Peubah Pr>f bahan tanam KK (%)

Rerata jumlah tanaman panen per petak < 0,0001** 7.48

Rerata jumlah umbi per rumpun 0,0006** 35.55

Rerata jumlah umbi per petak < 0,0001** 36.52

Diameter umbi 0,5616tn 21.30

Bobot umbi basah per rumpunt 0,0040** 27.49

Bobot umbi kering per rumpunt 0,0079** 26.77

Keterangan: **berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; *berpengaruh nyata pada taraf 5%; tntidak berpengaruh nyata pada taraf 5%; ttransformasi =

√𝑥 + 0.5

Jumlah tanaman panen, jumlah umbi, dan diameter umbi.

Jumlah tanaman yang dipanen asal benih umbi dan umbi mini lebih banyak dibandingkan jumlah tanaman asal TSS (Tabel 2). Perbedaan jumlah tanaman yang dipanen berkaitan dengan teknik budidaya. Penanaman bawang merah dari umbi lebih mudah, daya tumbuh lebih tinggi, dan umbi mempunyai cadangan makanan yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan di lapang. Penanaman bawang merah dari TSS yang efisien masih belum diketahui, dan daya tumbuh yang rendah serta beberapa tanaman asal TSS mati karena serangan penyakit. Setiap petak ditanami dengan 84 bahan tanam. Pertumbuhan tanaman dari umbi mencapai 95,4 %, sementara dari TSS tanam langsung hanya 13,1 % dan dari TSS semai mencapai 55,1 %. Pertumbuhan tanaman asal TSS yang rendah disebabkan oleh viabilitas yang rendah. Namun demikian budidaya bawang merah dari TSS masih perlu dikembangkan agar lebih efisien dan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi.

Tabel 2. Rerata jumlah tanaman panen per petak, rerata jumlah umbi per rumpun, rerata jumlah umbi per petak.

Bahan tanam Jumlah tanaman panen per petak

Jumlah umbi per rumpun Jumlah umbi per petak Diameter (cm)

Benih umbi 80,0a 4,3a 282,0a 1,84

Umbi mini 80,2a 3,7a 280,0a 2,04

TSS tanam langsung

11,0c 1,0b 11,5b 1,67

TSS semai 46,3b 1,0b 37,7b 1,70

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.

Huda (2007) melaporkan bahwa umumnya jumlah umbi berpengaruh terhadap ukuran umbi yang dihasilkan, karena semakin banyak jumlah umbi per rumpun maka ukuran umbi yang dihasilkan akan cenderung lebih kecil. Hasil penelitian ini menunjukkan benih umbi dan umbi mini menghasilkan rerata jumlah umbi 4,3 dan 3,7 per rumpun. Basuki et al. (2014) melaporkan bahwa rerata jumlah umbi per rumpun yang dihasilkan oleh bawang merah varietas Trisula sebanyak 4 umbi. Hidayat et al. (2011) menyatakan bahwa potensi menghasilkan umbi pada bawang merah varietas Trisula sebanyak 8 umbi per rumpun. Data ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman belum maksimal

(23)

13 yang diduga karena curah hujan yang tinggi selama penelitian menyebabkan turunnya intensitas cahaya sehingga menurunkan laju pertumbuhan tanaman. Disamping itu curah hujan yang tinggi mengakibatkan naiknya kelembaban udara sehingga tanaman dari TSS yang baru berkecambah banyak terserang penyakit.

Tanaman bawang merah asal biji (TSS) pada penelitian ini rerata menghasilkan 1 umbi, sama seperti hasil penelitian Sumarni dan Rosliani (2010) yang menunjukkan bahwa rerata TSS hanya membentuk 1-2 umbi. Hal ini disebabkan karena tanaman asal TSS belum membentuk batang yang mempunyai tunas samping. Batang semu baru terbentuk ketika umbi telah terbentuk (Putrasamedja, 1995).

Bahan tanam asal umbi menghasilkan jumlah umbi per rumpun lebih banyak dibandingkan dengan TSS yang hanya menghasilkan satu umbi. Umbi memiliki batang semu yang didalamnya terdapat tunas samping (tunas lateral). Tunas lateral dapat berkembang menjadi umbi baru sehingga jumlah umbi per rumpun semakin banyak (Putrasamedja, 2007).

Rerata jumlah umbi per petak yang dihasilkan oleh bahan tanam benih umbi dan umbi mini lebih besar daripada asal TSS. Benih umbi menghasilkan 282 umbi per petak dan umbi mini menghasilkan 280 umbi per petak, sementara dari bahan tanam TSS menghasilkan 11,5 dan 37,7 umbi per petak. Rendahnya jumlah umbi per petak dari tanaman asal TSS disebabkan oleh jumlah umbi per rumpun serta jumlah populasi tanaman yang rendah.

Berdasarkan diameternya, umbi bawang merah dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu umbi besar (θ = >1,8 cm), umbi sedang (θ = 1,5-1,8 cm), dan umbi kecil (θ = < 1,5 cm) (Sumarni dan Hidayat, 2005). Dalam penelitian ini umbi mini menghasilkan rerata umbi berdiameter besar yaitu 2,04 cm sedangkan benih umbi, TSS tanam langsung dan TSS semai menghasilkan rerata umbi berdiameter sedang berkisar 1,6 – 1,8 cm.

Proporsi hasil umbi

Berdasarkan bobot, umbi bawang merah dapat dikelompokan menjadi umbi besar (> 10 g), umbi sedang (5–10 g), dan umbi kecil (< 5 g) (Sumarni dan Hidayat, 2005), serta umbi mini (< 3 g) (Sumarni et al., 2012b). Proporsi umbi yang dihasilkan oleh benih umbi menghasilkan umbi berukuran besar sebanyak 18,9%, sedang 33,2%, kecil 28,7%, mini 19,2 % (Gambar 5). Umbi mini menghasilkan 33,1% umbi berukuran besar, 40,6% umbi berukuran sedang, 24,6% umbi berukuran kecil dan 1,6% umbi berukuran mini. Jika umbi yang layak jual adalah umbi yang berukuran besar dan sedang, maka hasil dari benih umbi yang layak jual sekitar 52,1 %, sementara dari umbi mini menghasilkan sekitar 73,7 % benih umbi layak jual.

(24)

14

Benih umbi menghasilkan umbi kecil lebih banyak daripada bahan tanam asal umbi mini karena benih umbi menghasilkan jumlah umbi per rumpun lebih banyak sehingga fotosintat yang didistribusikan lebih sedikit dan menyebabkan umbi berukuran kecil. Permadi (1993) menyatakan bahwa umbi mini menghasilkan umbi yang lebih besar dan bulat, sementara Putrasamedja (2007) menyatakan bahwa benih yang berukuran kecil mampu membentuk umbi yang lebih besar sehingga penampilan umbi akan lebih baik. Jumlah umbi yang dihasilkan dari berbagai bahan tanam dari penelitian ini dipisahkan agar dapat membandingkan dengan lebih baik produksi umbi dari benih umbi dan produksi umbi dari TSS.

Bahan tanam asal TSS, baik TSS tanam langsung dan TSS semai lebih banyak menghasilkan umbi berukuran mini dan berukuran kecil. TSS tanam langsung menghasilkan 39,1% umbi berukuran mini, dan TSS semai

0 20 40 60 80 100 120

Benih umbi Umbi mini

Ju m lah u m b i Bahan tanam

Besar= > 10 g Sedang = 5-10 g Kecil = 3-5 g Mini= < 3 g

0 2 4 6 8 10 12 14 16 TSS langsung TSS semai Ju m lah u m b i Bahan tanam

Besar = > 10 g Sedang = 5-10 g Kecil = 3-5 g Mini = < 3 g

Gambar 5. Jumlah umbi per petak berdasarkan bobot yang dihasilkan dari benih umbi dan umbi mini

Gambar 6. Jumlah umbi per petak berdasarkan bobot yang dihasilkan dari TSS langsung dan TSS semai

(25)

15 menghasilkan 35,4% umbi berukuran kecil serta 39,8% umbi berukuran mini (Gambar 6). Oleh karena itu, umbi yang dihasilkan dari TSS tidak ekonomis apabila dijadikan sebagai umbi konsumsi. Penggunaan umbi kecil atau umbi mini sebagai bahan tanam dapat mengurangi kebutuhan benih umbi per hektar. Rosliani et al. (2014) menyatakan bahwa umbi yang dihasilkan langsung dari TSS sebaiknya dijadikan benih umbi dengan ukuran kecil atau mini atau sebagai benih sumber.

Bobot umbi basah dan bobot umbi kering.

Bahan tanam asal umbi menghasilkan bobot per rumpun lebih tinggi dibandingkan bahan tanam asal TSS. Bobot umbi basah per rumpun yang dihasilkan oleh bahan tanam benih umbi sebesar 21,37 g sedangkan umbi mini menghasilkan bobot umbi basah sebesar 28,06 g (Tabel 3). TSS tanam langsung dan TSS semai menghasilkan bobot umbi basah per rumpun paling rendah, berturut-turut 5,69 g serta 4,46 g. Sumarni et al. (2012b) melaporkan bahwa penggunaan umbi mini sebagai bahan tanam dapat menghasilkan bobot umbi basah per rumpun sebesar 42,76 g.

Umbi mini dan benih umbi menghasilkan bobot umbi basah dan umbi kering per rumpun lebih tinggi daripada TSS tanam langsung dan TSS semai. Hal tersebut karena jumlah umbi per rumpun yang dihasilkan dari bahan tanam umbi lebih banyak dibandingkan dengan bahan tanam asal TSS sehingga berpengaruh terhadap bobot umbi basah dan bobot umbi kering yang dihasilkan.

Tabel 3. Rerata bobot umbi basah dan bobot umbi kering umbi per rumpun Bahan

tanam

Bobot umbi basah (g)

Bobot umbi

kering (g) Prediksi produksi per ha Per rumpun Per rumpun (populasi 250.000 tanaman)

Benih umbi 21,37a 16,61a 4,15 ton

Umbi mini 28,06a 20,90a 5,22 ton

TSS tanam

langsung 5,69b 4,88b 1,22 ton

TSS semai 4,46b 4,45b 1,11 ton

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%

Tanaman asal TSS jika ditanam dengan jarak tanam 10 cm antar garitan dengan kerapatan 1,6 g/m2 (±480 butir/m2) (Tabloid Sinar Tani, 2014), serta diasumsikan daya berkecambah sebesar 75% maka akan menghasilkan 3.600.000 tanaman per hektar. Berdasarkan hal tersebut, maka TSS tanam langsung dan TSS semai berturut-turut berpotensi memproduksi umbi bawang merah masing-masing sebesar 17,56 ton ha-1 dan 16,02 ton ha-1 . Dengan demikian, produksi darri TSS lebih tinggi dari benih umbi.

Pemanenan bawang merah dari benih umbi dan umbi mini dilakukan pada 72 HST, sementara pemanenan bawang merah pada tanaman asal TSS tanam langsung dilakukan pada 112 HST, dan TSS semai 121 HST. Penggunaan TSS sebagai bahan tanam cenderung memperpanjang budidaya sekitar 1,5 bulan. Hal ini menyebabkan penggunaan TSS sebagai bahan tanam oleh petani bawang

(26)

16

merah tidak diadopsi dengan cepat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong produksi umbi mini dari TSS oleh penangkar yang memproduksi TSS. Umbi mini inilah yang dijadikan sebagai bahan tanam untuk produksi umbi bawang merah yang menghasilkan bobot produksi lebih tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pertumbuhan vegetatif tanaman asal umbi (umbi benih dan umbi mini) lebih tinggi dan lebih cepat daripada tanaman asal TSS (tanam langsung dan TSS semai). Produksi umbi menggunakan TSS, baik tanam langsung maupun melalui semai memerlukan waktu sekita 1,5 bulan lebih lama (112-121 HST) daripada menggunakan benih umbi (72 HST). Jumlah umbi per rumpun yang dihasilkan tanaman dari TSS umumnya menghasilkan 1 umbi per rumpun. Bahan tanam asal benih umbi dan umbi mini menghasilkan bobot basah dan bobot kering lebih tinggi daripada bahan tanam asal TSS. Umbi mini menghasilkan umbi besar dan umbi sedang lebih banyak daripada benih umbi. TSS menghasilkan umbi kecil dan umbi mini, yang lebih sesuai dijadikan sebagai benih umbi.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pertumbuhan dan produksi bawang merah pada musim kemarau, selain itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut menggunakan TSS bermutu tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Azmi C., M. Hidayat dan G. Wiguna. 2011. Pengaruh varietas dan ukuran umbi terhadap produktivitas bawang merah. J. Hort 21(3):206-213.

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2016. Data iklim dan curah hujan tahun 2016. Stasiun Klimatologi Darmaga. Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Luas, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah. http//www.bps.go.id. [26 Agustus 2016].

Badrudin U., Sunarto P dan Hidayat. 2007. Pertumbuhan dan produksi enam genotipe bawang merah yang diperlakukan dengan variasi pupuk k dan saat panen. J. Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”.11(2):120-129.

Basuki R. S. 2009. Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya bawang merah dengan biji botani dan benih umbi tradisional. J. Hort. 19(3):5-8.

Basuki R.S., Khaririyatun N dan Luthfy. 2014. Evaluasi dan preferensi petani Brebes terhadap atribut kualitas varietas unggul bawang merah hasil penelitian Balitsa. J. Hort 24(3): 276-282.

Brewster, J. L. 2008. Onions and Other Vegetable Allium. 2nd Edition.NewYork (USA): CABI Publishing.

(27)

17 Cahyono B dan Samadi B. 2005. Bawang Merah Intensifikasi Usaha Tani.

Kanisius, Yogyakarta, Indonesia.

Direktorat Jenderal Perbenihan. 2007. Pedoman sertifikasi dan pengawasan peredaran mutu benih. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta

Hidayat M. I., Putrasamedja S. dan Azmi C.. 2011. Persiapan pelepasan varietas bawang merah umbi dan TSS. Http://Balitsa.Litbang.Pertanian.go.id. [18 Februari 2016].

Huda D. E. N. 2007. Pengaruh perlakuan temperatur pengeringan terhadap kualitas bibit, pertumbuhan dan produksi dua kultivar bawang merah. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Indrasari, I. 2002. Skrining ketahanan genotipe cabai (Capsicum sp.) terhadap penyakit antraknosa (Colletotrichum gloesporioides Penz.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Palupi E.R., Rosliani R dan Hilman Y. 2015. Peningkatan produksi dan mutu benih bawang merah (True Shallot Seed) dengan introduksi serangga penyerbuk. J. Hort. 25(1):26-36

Permadi A.H. 1993. Growing shallots from true seed. Research Results and Problems. Onion News-letter for the Tropics. Natural Research Institute. United Kingdom. News Letter (3):35-38

Putrasamedja S. 1995. Pengaruh jarak tanam pada bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum Bacher) dari biji (TSS). J. Hort. 5(1):76-80.

Putrasamedja S. 2007. Pengaruh berbagai macam bobot benih umbi bawang merah (Allium ascalonicum L) yang berasal dari generasi ke satu terhadap produksi. J. Agrin. 11(1):1-6.

Rabinowitch H.D. and Kamenetsky R. 2002. Shallot (Allium cepa var. aggregatum group). In: H.D. Rabinowitch and L. Currah, (Eds). Allium Crop Science: Recent Advances. CABI Publishing. London. UK.

Rosliani R., Suwandi dan Sumarni N. 2005. Pengaruh waktu tanam dan zat pengatur tumbuh mepiquat klorida terhadap pembungaan dan pembijian bawang merah (TSS). J. Hort.15(3):192-198.

Rosliani R., Hilman Y., Hidayat I. M. dan Sulastrini I. 2014. Teknik produksi umbi mini bawang merah asal biji (True Shallot Seed) dengan jenis media tanam dan dosis NPK yang tepat di dataran rendah. J. Hort. 24(3):239–248. Sopha G. A. 2010. Teknik persemaian true shallots seed (TSS). Iptek Hortikultura.

Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sopha G. A . dan Basuki, R. S. 2010. Pengaruh komposisi media semai lokal terhadap pertumbuhan bibit bawang merah asal biji (True Shallot Seed) di Brebes. J. Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. 12(1):1-4.

Srimulyati I. 2000. Pemanfaatan ekstra kompos kotoran sapi untuk mengendalikan penyakit bercak ungu pada bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum). Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(28)

18

Sumarni N dan Hidayat A. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 20 Hlm. Sumarni N., Sumiati E dan Suwandi. 2005. Pengaruh kerapatan tanaman dan

aplikasi zat pengatur tumbuh terhadap produksi benih umbi bawang merah asal biji kultivar bima.J. Hort. 15(3):208-214.

Sumarni, N. dan Rosliani R. 2010. Pengaruh naungan plastik transparan, kerapatan tanaman, dan dosis N terhadap produksi benih umbi asal biji bawang merah. J. Hort. 20(1):52-59

Sumarni N., Sopha G. A, dan Gaswanto R. 2010. Perbaikan teknologi produksi TSS untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan benih bawang merah murah pada waktu tanam musim hujan. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sumarni N., Sopha G. A, dan Gaswanto R. 2012a. Respon tanaman bawang merah asal biji True Shallot Seeds terhadap kerapatan tanaman pada musim hujan. J. Hort. 22(1):23-28.

Sumarni N., Rosliani R, dan Suwandi. 2012b. Optimasi jarak tanam dan dosis pupuk NPK untuk produksi bawang merah dari benih umbi mini di dataran tinggi. J. Hort. 22(2):148-155.

Sutono S., Hartatik W dan Purnomo. 2007. Penerapan Teknologi Pengelolaan Air dan Hara Terpadu untuk Bawang Merah di Donggala. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 41 Hlm.

Udiarto B. K., Setiawati W. dan Suryaningsih E. 2005. Pengenalan Hama dan Penyakit pada Tanaman Bawang Merah dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 46 Hlm.

(29)
(30)

19

Lampiran 1. Data iklim bulanan di Kebun Percobaan Leuwikopo bulan November 2015-April 2016.

Bulan Suhu (oC) Kelembaban

relatif (%) Curah hujan (mm) November 2015 26,3 83,0 673,2 Desember 2015 26,1 84,6 579,7 Januari 2016 26,4 86,0 415,0 Februari 2016 25,7 89,0 610,0 Maret 2016 26,5 86,0 644,0 April 2016 26,7 85,0 558,2

Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika-Dramaga (2016) 19

(31)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Januari 1995 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Agus Faisal Sanusi dan Sri Suhartini. Penulis memiliki seorang kakak perempuan bernama Fauzia Norma Dianty dan seorang adik laki-laki bernama Muhammad Ihza Fachriansyah. Pendidikan formal penulis tempuh di SDN Cileungsi 08 pada tahun 2000-2006. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMPN 01 Cileungsi pada tahun 2006-2009. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Muhammadiyah Cileungsi pada tahun 2009-2012. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis pada tahun 2012 dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Penulis merupakan penerima beasiswa Perhimpunan Orang tua Mahasiswa (POM) IPB pada tahun 2012-2013, beasiswa Mitsubishi Corporation pada tahun 2013-2014 serta beasiswa PPA pada tahun 2014-2015 dan 2015-2016. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) sebagai bendahara divisi Internal pada tahun 2014-2015. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan acara Festival Buah dan Bunga Nusantara sejak tahun 2014. Tahun 2014 penulis menjadi anggota divisi Art and Ceremony dan pada tahun 2015 penulis menjadi sekretaris divisi Sponsorship. Tahun 2016 penulis menjadi bendahara divisi Various Competitions pada acara Fruit Indonesia 2016. Penulis juga pernah menjadi Liaison Officer (LO) pada Youth Congress Agriculture (YCA) pada tahun 2015 dan Pekan Ilmiah Nasional 29 pada tahun 2016.

Gambar

Gambar 1. Suhu, RH, dan CH selama penelitian (November 2015- April 2016)
Gambar 3. Perbedaan pertumbuhan tanaman bawang merah :
Gambar 4. Pertambahan jumlah daun pada empat bahan tanam
Gambar  5. Jumlah umbi per petak berdasarkan bobot  yang dihasilkan  dari benih umbi dan umbi mini

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi ini dibuat dengan menggunakan teknologi berbasis web (HTML, CSS dan Javascript) untuk membuat aplikasi mobile asli ( native ) dan dengan menggunakan Phonegap agar

Erza Armaz Hardi, judul penelitian “Studi komparatif Takaful dan Asuransi Konvensional”. Dalam penelitiannya tersebut, peneliti berupaya membandingkan antara asuransi takaful

Semakin berkembangnya zaman, maka masalah umatpun semakin kompleks. Para pengkaji tafsir pun ingin mendapatkan penjelasan secara utuh mengenai permasalahan yang

Jika tidak tersedia kabel kord daya untuk komputer atau untuk aksesori daya eksternal yang akan digunakan dengan komputer, Anda harus membeli kabel kord daya yang

Konsep VALSAT digunakan untuk memilih detailed mapping tools dengan cara menghitung hasil pembobotan pemborosan dari WAQ dengan skala yang ada pada Tabel VALSAT

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam data yang diperoleh pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian dosis PGPR 4 gram/liter air dan pupuk phonska 1,56

Definisi Russel tentang kekuasaan sebagai “produksi dari akibat-akibat yang disengaja” dapat diterapkan pada orang seperti halnya kelompok, tetapi kekuasaan dalam