• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menangkal Faham Radikal Berbasis Pondok Pesantren Bahasa Arab (Studi pada pondok Pesantren Syahamah Kediri Jawa Timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menangkal Faham Radikal Berbasis Pondok Pesantren Bahasa Arab (Studi pada pondok Pesantren Syahamah Kediri Jawa Timur)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

e-ISSN : 2503-314X; p-ISSN: 2443-3950 https://ejournal.iaifa.ac.id/index.php/faqih 49 Accepted: November 2019 Revised: Januari 2020 Published: April 2020

Menangkal Faham Radikal

Berbasis Pondok Pesantren Bahasa Arab

(Studi pada pondok Pesantren Syahamah Kediri Jawa Timur)

Mohamad Ma’mun

Institut Agama Islam Negeri Kediri, Indonesia email: moh.mamun88@gmail.com

Abstract

The phenomenon of terrorism action using violence in Muslim radicalism makes jihad the reason for justification as well as a theological foundation. It takes a preventive model of radicalism that continues to propagate in various fields. One of the Pesantren who took part in the prevention of radicalism through educational pathways is Pondok Pesantren Syahamah. The purpose of this research is to describe the concept and process of learning in the Islamic boarding school of Syahamah and to describe the strategy performed by the Islamic boarding school of Shahamah in the ward against radicalism. Using the qualitative method of phenomenology technique is known that Pondok Pesantren Syahamah is a non-formal Islamic education institution that is based on Islam Ahlussunnah wal Jama'ah under the auspices of Yayasan Syahamah. The vision of Pondok Pesantren Syahamah is to be a model and excels in the teaching of religious sciences according to Manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah, also in the teaching of Arabic that combines the classical and modern methods. His activities, Syahamah classifies it into several parts: the field of religion, social areas and the economic field. The period of education in Ponpes Syahamah is 3 years, reached in 3 classes, namely the Ula Class (Basic), Wustha Class (intermediate) and ' Ulya (high) class and each class consists of two semesters. The strategy that is used in Pondok Pesantren Syahamah is Tadrij al-Tadris learning, Strategy Model learning Talaqqi and Strengthening mastery science nahwu Sharaf

(2)

Abstaksi

Fenomena aksi terorisme menggunakan kekerasan dilakuakan kaum radikalisme muslim menjadikan jihad sebagai alasan pembenaran sekaligus sebagai landasan teologis. Diperlukan sebuah model pencegahan paham radikalisme yang terus menyebar diberbagai bidang. Salah satu Pesantren yang mengambil bagian dalam pencegahan radikalisme melalui jalur pendidikan adalah Pondok Pesantren Syahamah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsep dan proses pembelajaran di pondok pesantren bahasa Arab Syahamah dan untuk mendeskripsikan strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren bahasa Arab Syahamah dalam menangkal faham radikalisme. Dengan menggunakan metode kualitatif teknik fenomologi diketahui bahwa Pondok pesantren Syahamah merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang berazaskan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di bawah naungan Yayasan Syahamah. Visi Pondok pesantren Syahamah yaitu menjadi model dan unggul dalam pengajaran ilmu agama sesuai manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah, juga dalam pengajaran Bahasa Arab yang menggabungkan antara metode klasik dan modern. Aktifitas dakwahnya, Syahamah menggolongkan menjadi beberapa bagian: bidang keagamaan, bidang sosial kemasyarakatan dan bidang ekonomi. Masa pendidikan di Ponpes Syahamah adalah 3 tahun, ditempuh dalam 3 jenjang kelas, yaitu Kelas Ula (Dasar), Kelas Wustha (menengah) dan kelas ‘Ulya (tinggi) dan tiap kelas terdiri dari dua semester. Strategi yang dipergunakan di pondok pesantren Syahamah ialah Pembelajaran Tadrij al-Tadris, Strategi Model Pembelajaran Talaqqi dan Penguatan Penguasaan Ilmu Nahwu Sharaf

Kata kunci: paham radikal, Pesantren Syahamah

Pendahuluan

Gelombang paham Islam radikal di Indonesia sudah terlihat sejak tahun 1980-an bersamaan dengan dibukanya Lembaga Pengajaran Bahasa Arab (LPBA) di Jakarta. Lembaga yang kemudian berganti nama menjadi LIPIA ini memberikan sarana bagi mereka untuk mengenal dan mendalami pemikiran-pemikiran para ulama salafi. LIPIA adalah cabang dari Universitas Muhammad Ibnu Saud di Riyadh. Pada awal tahun 1980 Imam Muhammad bin Saud University di Riyadh memutuskan membuka cabang ketiga di Indonesia. Pembukaan cabang baru di Indonesia ini terkait dengan gerakan penyebaran ajaran wahabi yang berwajah salafi ke seluruh dunia Islam yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi.

(3)

Setelah tumbangnya rezim orde baru digantikan dengan masa reformasi, pertumbuhan dan perkembangan paham keagamaan semakin masif. Paham keagamaan semakin tumbuh subur di masyarakat Muslim. Kebebasan berpendapat dan bersekspresi yang selama orde baru dikekang, akhirnya pada masa reformasi mendapat angin segar. Munculllah beberapa kelompok Islam Salafi. Diantaranya ialah: Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Forum Komunikasi Aktivis Masjid (FKAM), Jamaah Anshorut Tauhid, Laskar Jihad Forum Komunikasi Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah (FKAWJ), Jamiyyah Islamiyah, Ikhwanul Muslimin (IM), dan lain-lain.

Kelompok Islam yang lahir setelah reformasi, lebih mengarah pada pemahaman radikal dalam menanggapi isu-isu keagamaan. Dilihat perspektif tipologi gerakan sosial, gerakan radikalisme keagamaan masuk dalam dikategorikan sebagai transformative movements (gerakan yang bersifat mengubah secara total), yakni gerakan keagamaan yang ingin mengubah tatanan sosial secara radikal. Tipologi ini ingin merubah tatanah sosial yang berlaku dimasyarakat, yang menurut mereka tidak sesuai dengan ajaran Islam dengan pemahaman yang mereka anggap benar.

Fenomena aksi terorisme menggunakan kekerasan dilakuakan kaum radikalisme muslim menjadikan jihad sebagai alasan pembenaran sekaligus sebagai landasan teologis. Pemahaman jihad perspektif kaum radikalisme tersebut tidak sesuai dengan makna jihad yang sebenarnya dalam ajaran Islam. Hal ini terjadi karena adanya penyimpangan dalam memahami makna jihadd fi sabilillah yang sesuai dengan kaidah penafisran Qur’an dan hadis yang mu’tabarah, sehingga menimbulkan salah paham yang disalahgunakan kaum radikalisme muslim untuk melegalkan kekerasan dalam melakukan aksinya. Akibatnya mereka melakukan tindakan anarkis seperti penembakan, pengeboman, dan bom bunuh diri. Penyimpangan arti jihad tersebut juga membuat kaum Orientalis memandang Islam sebagai agama yang militan yang pemeluknya dipandang sebagai serdadu-serdadu fanatik yang menyebarkan agama serta syari’atnya dengan menggunakan kekuatan senjata atau kekerasan. Dalam pandangan kaum radikal, orang Islam yang tidak mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah adalah kafir, munafik, dan fasik. Hal ini dikarenakan hanya ajaran yang terkandung didalam al-Qur’an dan as-Sunnahlah yang dapat menciptakan tata sosial yang mencerminkan kebenaran Ilahi. Akibat dari pola pikir ini, mereka menyuguhkan pemahaman keberagamaan absolutisme, kaku, puritan, dan intoleran terhadap berbagai perbedaan pendapat keagamaan,

(4)

pemahaman terhadap teks al -Qur’an dan hadis secara literal, serta menebarkan kebencian, permusuhan, dan kekerasan, bukan hanya kepada kalangan nonmuslim, tetapi juga kepada sesama muslim yang tidak sepaham. Semua hal yang diamalkan oleh kaum radikal akan dijustifikasi dan dilegitimasi sebagai hukum Tuhan yang bersifat absolut dan tidak bisa dirubah.

Menurut M. Dawam Raharjo, terdapat empat (4) hipotesa yang melatar belakangi berkembangnya paham radikal di Indonesia, yaitu: (1) Pengaruh berkembangnya demokratisasi di Indonesia, yang dimaknai sebagai peluang bagi munculnya gerakan-gerakan Islam radikal yang pada masa Orde Baru dibungkam dan dipaksa tiarap oleh pemerintahan yang otoriter sekuler. (2) Gagalnya penegakan negara hukum demokratis, sehingga menimbulkan kembali keinginan untuk menegakkan syariat Islam, yang pada dasarnya bertentangan dengan sistem hukum demokratis yang sekuler. (3) Pengaruh gerakan-gerakan Islam transnasional seperti Wahabisme Saudi Arabia, Islam Taliban, Ikhwan al-Muslimin, Hizbut Tahrir, dan Al-Qaeda, yang semuanya mencita-citakan tegaknya syariat Islam disemua lini kehidupan. (4) Gagalnya gerakan dakwah yang raḥmatan li ’l-‘ālamīn, yang toleran terhadap keyakinan beragama yang berbeda-beda dan bersifat inklusif. Berkembangnya gerakan dakwah yang eksklusif dan intoleransi terhadap keragaman.

Karena sangat berbahanya paham radikal, dipandang sangat urgent untuk melakukan deridikalisasi paham radikal ini. Definisi deradikalisasi menurut Golose adalah segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdispliner, seperti agama, psikologi, hukum, dan sosial budaya bagi mereka yang terkontaminasi paham radikal dan atau pro kekerasan. Deradikalisasi terorisme diwujudkan dengan program re-edukasi, resosialisasi, reorientasi motivasi, serta mengupayakan kesejahteraan sosial dan kesetaraan dengan masyarakat lain bagi mereka yang pernah terlibat terorisme maupun bagi simpatisan.

Deradikalisasi dapat direlisasikan dengan beberapa cara. Pendidikan perdamaian adalah salah satu cara tersebut. Pendidikan ini mengajarkan realitas keragaman yang beragam (pluralisme) agama, ras, suku, budaya, dan bahasa yang harus dikelola dan dihormati. Peserta didik akan dapat menjauhkan diri dari sikap dan tindakan-tindakan anarkis, ekstrem dan radikal, terutama yang mengatasnamakan agama. Pendidikan perdamaian (peace education) dapat menjadi proses deradikalisasi umat beragama.

(5)

Pendekatan agama menjadi salah satu opsi pendekatan yang paling tepat daripada model pendekatan lain. Dengan menjadikan agama sebagai landasan upaya deradikalisasi pemahaman radikal sebagian kelompok Muslim berkaitan dengan konsep jihad, dar al-Harb, konsep kafir harbi dan kafir zimmi, diharapkan mampu memberi solusi bagi ketegangan yang terjadi di tengah-tengah isu terorisme yang menyudutkan Islam.

Di kabupaten Kediri, tepatnya di Desa Tulungrejo Kec. Pare, terdapat Pondok Pesantren Bahasa Arab yang bernama Syabab Ahlusunnah Wal Jamaa’ah (Syahamah). Pondok pesanten Syahamah di Kediri merupakan salah satu cabang, pusatnya ada di Jakarta. Pondok pesatren ini memiliki misi utama, yaitu memberikan pendidikan keagamaan Islam yang tawassuth (moderat), memahami Islam secara benar dan sesuai dengan haluan Islam Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah. Islam yang penuh dengan keteduhan dan rasa kasih sayang.

Metode pembelajaran di pondok pesantren ini di mulai dari pemahaman yang paling dasar. Semua santri yang belajar di pondok pesantren ini diharuskan memulai dari pelajaran dasar. Pondasi pemahaman santri harus dikokohkan dengan pemahaman yang benar. Materi-materi seperti tafsir, ilmu hadis, akhlak, fikih, bahasa Arab dan sebagainya dimulai dari yang paling dasar.

Pembelajaran bahasa Arab termasuk mempunyai porsi yang besar di pondok pesantren ini, materi nahwu, sharaf, dan muhaddasah sangat ditonjolkan. Bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an dan Hadis menjadi dasar utama dalam memahami teks-teks keagamaan. Dalam memahami teks-teks berbahasa arab agar tidak mengandalkan terjemah semata. Di pondok pesantren Syahamah ini juga di bekali dengan argumentasi-argumentasi untuk men-counter pendapat dari paham radikal. Kajian terhadap kitab-kitab ulama’ moderat dikaji dipodok pesantren ini.

Nabi Muhammad Saw. diberi titah oleh Allah Swt. kemuka bumi dengan misi utama yaitu menyempurnakan akhlak manusia, bukan untuk meng-Islaman manusia. Islam adalah agama penebar kasih sayang bagi semesta alam (rahmatan lil alamin), bukan penebar kebencian dan kekacauan. Pemahaman jihad perspektif kaum radikalisme tersebut tidak sesuai dengan makna jihad yang sebenarnya dalam ajaran Islam. Diperlukan kader-kader penggerak misi Islam yang penuh kasih sayang dan toleran.

Di Indonesia mayoritas penduduk beragama Islam. Kekuatan kelompok Islam yang diidentifikasi sebagai moderat didominasi oleh Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua organisasi kemasyarakatan (ormas) ini mengembangkan

(6)

sebuah Islam yang ramah terhadap siapa saja, bahkan terhadap kaum tidak beriman sekali pun, selama semua pihak saling menghormati perbedaan pandangan. Selama ini, pengikut Islam moderat terlihat lebih bersifat bertahan dengan gempuran paham radikal. Gempuran paham radikal yang begitu massif semakin lama akan membahayakan. Perlu adanya gerakan untuk melawan dan men-counter pemahaman radikal mereka dengan intelektual, salah satunya yang dilakukan oleh pondok pesantren bahasa Arab Syahamah.

Pondok pesantren Syahamah berdiri di desa Tulungrejo kecamatan Pare kabupaten Kediri. Pesantren ini didirikan pada tahun 2015. Jumlah santri berjumlah 115 santriwan. mereka berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Ustad yang mengajar di pondok tersebut kebanyakan berasal dari Pondok Pesantren Syahaah Jakarta, diantaranya Asyhari Masduqi, Miftakhul Arif, Nur Rohmad dan Taufiqurrohman.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsep dan proses pembelajaran di pondok pesantren bahasa Arab Syahamah dan untuk mendeskripsikan strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren bahasa Arab Syahamah dalam menangkal faham radikalisme.

Penelitian ini, dipandang urgent karena menghadirkan metode penanganan gerakan Islam radikal dengan cara berbeda dan subtantif. Model penanganan ini memiliki keunggulan di antaranya; penanganan ini bersumber pada pemahaman teks-teks keIslaman yang mendalam dengan menguasai bahasa Arab yang benar dan didukug oleh penguatan pemahaman Islam Rahmatan lil Alamin. Selain itu, pembalajaran di pondok pesantren Syahamah ini, semua pembahasan dimulai dari yang paling dasar. Semua disiplin ilmu yang diajarkan dimulai dari yang subtansi agar menghindari keasalahan-kesalahan dari awal. Dengan demikian, diharapkan akan dapat menguasai materi dengan maksimal.

Role modle dalam pondok pesantran Syahamah ini perlu dikembangkan dan di sebarluaskan. Selama ini umat Islam mayoritas yang memiliki faham keagaamaan moderat seakan-akan pasif dalam menghadapi serangan radikalisme. Diperlukan sebuah upaya untuk mengcounter argemen-argumen mereka agar masyarakat yang lain tidak mengikuti aliran liberal ini. Saatnya silent majority menunjukkan gaungnya.

Metode Penelitian Jenis Penelitian

(7)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik fenomologi. Dalam penelitian ini diawali dengan studi pendahuluan berupa pengamatan kurikulum Pondok Pesantren Syahamah Kediri, melakukan telaah pustaka tentang radikalisme, hasil dari studi pendahuluan tersebut dirumuskan dalam masalah penelitian. Sedangkan paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretif.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2019 sampai bulan September 2019 dengan memosisikan peneliti sebagai observer langsung yang terjun objek penelitian untuk mengetahui gambar utuh mengenai fenomena yang diamati dengan latar belakang alamiah.

Lokasi Peneliti dilakukan di Pusat Studi Aswaja dan Bahasa Arab Syahamah, Desa Pelem Kecamatan Pare Kediri Jawa Timur. Syahamah adalah lembaga pendidikan Islam non formal yang berasaskan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyyah – Maturidiyyah) dan mengikuti madzhab-madzhab fiqh mu’tabar, seperti Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, serta mencintai para ulama sufi sejati, semisal al-Imam al-Junaid al-Baghdadi, di bawah naungan Yayasan SYAHAMAH yang berkantor pusat di Jakarta.

Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data itu diperolah. Sedangkan yang dimaksud data dalam penelitian ini adalah semua data atau informasi yang diperoleh dari para informan yang dianggap paling mengetahui secara rinci dan jelas mengenai fokus penelitian yang diteliti. Yaitu mengenai pelaksanaan pembelajaran di Pondok Pesantren Syahamah Badas Kediri dalam menangkal radikalisme, meliputi data santri yang ada di pondok, jadwal kegiatan, data sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran, informasi tentang pelaksanaan pembelajaran. Selain data yang diperoleh melalui informan, data juga diperolah dari dokumentasi yang menunjang terhadap data yang berbentuk kata-kata maupun tindakan.

Dalam penelitian ini akan mengeksplorasi jenis data kualitatif yang terkait dengan masing-masing fokus penelitian yang sedang diamati. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari Pimpinan pondok, pengelola pondok, santri dan orang dari luar pondok, dan sumber-sumber lain yang dimungkinkan dapat memberikan informasi juga bersumber dari dokumen-dokumen yang ada.

(8)

Metode Pengumpulan Data

Agar diperoleh data yang valid dalam kegiatan penelitian ini maka perlu ditentukan teknik-teknik dalam pengumpulan data yang sesuai dan sistematis. Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

1.Teknik Pengamatan (Observasi)

Pengamatan (observasi) biasa diartikan sebagai “pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.” Gejala-gejala yang dimaksud di sini adalah hal-hal yang berhubungan dengan metode pembelajaran dan kurikulum yang ada di pondok pesantren Syahamah Badas Kediri. Dari pengamatan ilmiah inilah peneliti akan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang muncul di permukaan, baik di dalam bentuk-bentuk kegiatan maupun hal-hal yang bersifat pembinaan.

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang kondisi lingkungan di pondok pesantren Syahamah Badas Kediri dan data yang berhubungan dengan penerapan pembelajaran di pondok pesantren Syahamah Badas Kediri dalam menangkal paham radikalisme.

2.Teknik Wawancara (Interview)

“Metode wawancara adalah bentuk komunikasi verbal”, yaitu percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Interview merupakan alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri-ciri interview adalah kontak langsung dengan tatap muka antar pencari (interviewer) dengan sumber informasi (interview) untuk memperoleh data yang tepat dan obyektif. Metode ini digunakan dengan tujuan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan santri pondok pesantren Syahamah Badas Kediri. Dalam instrumen ini, peneliti mewawancarai pada Pimpinan pondok, pengelola pondok serta santri yang semuanya diarahkan agar dapat menunjang proses pencarian data yang peneliti akan laporkan nanti.

3.Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data yang bersumber dari non insani sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharsini Arikunto metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Teknik dokumentasi dipergunakan untuk

(9)

mengumpulkan data dari selain informan. Teknik dokumentasi terdiri atas dokumen-dokumen dan rekaman-rekaman.

Di dalam penelitian ini, teknik dokumentasi dipergunakan untuk memperoleh data mengenai proses pembelajaran di pondok pesantrean Syahamah Badas Kediri serta hal-hal yang berkaitan dengan tema penelitian. Analisis Data

Teknis analisis data dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif dengan membuat gambaran yang sistematis dan faktual dan analisanya dilakukan melalui tiga jalur, yaitu:

1. Reduksi data. Adalah proses penelitian, perumusan perhatian pad

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data mentah atau data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dikaitkan dengan membuat ringkasan, mengembangkan sistem pengkodean, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, dan menuliskan memo.

2. Penyajian data, adalah proses penyusunan informasi yang kompleks ke dalam bentuk yang sistematis, sehingga menjadi lebih sederhana dan selektif, serta dapat dipahami maknanya. Penyajian data dimaksudkan untuk menentukan pola-pola yang bermakna, serta memberikan kemungkinan adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan kesimpulan, adalah langkah terakhir yang dilakukan peneliti dalam menganalisa data secara terus menerus baik pada saat pengumpulan data atau setelah pengumpulan data. Pada awalnya kesimpulan bisa dibuat longgar dan terbuka kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar pada pokok temuan. Kesimpulan akhir dirumuskan setelah pengumpulan data tergantung pada kesimpulan-kesimpulan, catatan-catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan data, dan metode pencarian ulang yang digunakan.

Dalam rangka memperoleh kesimpulan yang tepat dan objektif, diperlukan kredibilitas data dan dimaksudkan dalam rangka membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan apa yang ada di dalam setting. Validitas Data

, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi teknik dan waktu. Hal tersebut dikarenakan data yang didapat merupakan hasil observasi penelitian pada saat di lapangan. Triangulasi waktu juga digunakan di dalam penelitian ini. Saat di lapangan, peneliti sebisa mungkin berkomunikasi dengan informan pada pagi hari, sesuai dengan alasan nonteknis seperti, agar keadaan fisik informan

(10)

masih segar. Peneliti juga mengecek kembali kebenaran data yang telah didapat dari informan, kemudian melakukan pengamatan di tempat penelitian secara berkesinambungan.

Selanjutnya, peneliti mencari data yang berbeda bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Data yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan dokumen yang autentik, sehingga hasil penelitian lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Terakhir, peneliti melakukan yang dinamakan dengan member check. Member check bertujuan mengecek seberapa jauh kebenaran data yang telah diperoleh peneliti di lapangan dengan data yang diberikan oleh informan.

Hasil dan Pembahasan

Konsep Pembelajaran di Pondok Pesantren Syahamah1

Pondok pesantren Syahamah merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang berazaskan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di bawah naungan Yayasan Syahamah. Syahamah merupakan singkatan dari Syabab Ahlussunnah Wal Jama’ah. Syahamah terbentuk di Jakarta tanggal 5 Nopember 1999, dan terbentuk secara resmi tahun 2003. Berawal dari komunitas kecil yang tergabung dalam kajian ta’lim rutin dan daurah terbatas di bawah ashan Syekh Salim Alwan, terbentuklah ukhuwah dan ikatan batin diantara anak-anak muda yang tidak ingin kemurnian akidah Rasulluah SAW dikebiri oleh kelompok yang berkedok Ahlussunnah pewaris salaf as-shalih penyebar akidah yang menyimpang.

Syahamah merupakan organisasi sosial keagamaan yang berkonsentrasi pada dakwah Islam dibidang teologi Ahlusunnah wal Jamaah, dengan mengikuti madzab Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidy dalam aqidah, dan mengikuti salah satu madzab empat (Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali). Metode pembelajaran yang diterapkan di Ponpes ini adalah talaqqi (belajar langsung kepada seorang guru yang terpercaya dan memiliki sanad keilmuan yang bersambung hingga Rasulullah)

Ponpes Syahamah berupaya keras dalam mencetak generasi Islam yang berilmu, beramal dan berdedikasi tinggi untuk agama, bangsa dan negara. Di Indonesia, pondok pesantren Syahamah mempunyai tiga cabang. Pertama, di Provinsi Aceh, kedua, di Kabupaten Pati, Provinsi Jawatengah, ketiga, di

1 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta : UUI

(11)

Kabupaten Kediri, Provinsi Jawatimur. Pondok Pesantren Syahamah di Kabupaten Kediri terletak di Desa Pelem, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Ponpes Syahamah telah terdaftar di Kementrian Agama dengan nomor: KW.09.5/4/PP.007/3506/2013. Santriwan – santriwati Ponpes Syahamah ini berasal dari berbagai daerah di seluruh Nusantara.

Pondok pesantren Syahamah senantiasa aktif melaksanakan tafaqquh fi ’l-dīn (pendalaman ilmu agama), sekaligus melakukan deradikalisasi agama (Islam). Deradikalisi agama yang dimaksud adalah upaya untuk pemahaman agama yang ramah dan damai (rahmatan lil alamin) dalam perspektif kebhinekaan sehingga setiap pemeluk agama mau menerima perbedaan sebagai sebuah keniscayaan. Perbedaan tidak boleh menjadi faktor pemicu kekerasan, akan tetapi perbedaan sebagai wahana pemersatu.

Profil dari Pesantren Syahamah yaitu:

1. Visi

Menjadi model dan unggul dalam pengajaran ilmu agama sesuai manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah, juga dalam pengajaran Bahasa Arab yang menggabungkan antara metode klasik dan modern.

2. Misi

Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar khususnya dalam ilmu agama dan Bahasa Arab, yang berorientasi mencetak da’i-da’i yang berkompeten; menguasai ilmu agama dan berbahasa Arab secara fasih, dalam lingkungan pendidikan yang kondusif, dan berkhidmat kepada masyarakat dan negara.

3. Lingkup Dakwah Syahamah

Dalam berdakwah, Syahamah menyasar kepada segmen: pertama, remaja. Segmmen remaja dipilih karena beberapa hal, diantaranya:

a. Usia remaja adalah usia yang labil, mudah terpengaruh. Perlu adanya bimbingan spiritual.

b. Kalangan remaja sering dijadikan obyek oleh paha-paham radikal.

c. Generasi muda sangat berpotensi untuk kemajuan.

Kedua, segmen aktifitas dakwahnya, Syahamah menggolongkan menjadi beberapa bagian:

a. Bidang keagamaan, Syahamah lebih menekankan pada kajian intensif bagi anggotanya secara internal atau daurah dan takblig akbar untuk masyarakat umum.

b. Bidang sosial kemasyarakatan, Syahamah bersama masyarakat

(12)

c. Bidang ekonomi, sampai saat ini, Syahamah masing mengandalkan pendistribusian kitab-kitab yang berhaluan ASWAJA baik yang diterbitkan Syahamah sendiri atau penerbit lain.

4. Masa Pendidikan

Masa pendidikan di Ponpes Syahamah adalah 3 tahun, ditempuh dalam tiga jenjang kelas, yaitu Kelas Ula (Dasar), Kelas Wustha (menengah) dan kelas ‘Ulya (tinggi) dan tiap kelas terdiri dari dua semester

5. Kitab-Kitab Yang Diajarkan

Dalam bidang Akidah, Fiqih dan Akhlak diajarkan kitab Mukhtashar

Abdillah al Harari, Al Qaul al Jaliy, ‘Umdah ar Raghib, Ash Shirath al Mustaqim, Nur ash Shirath al Mustaqim, Silsilah kitab Thaharah, Shalat, Puasa, Zakat, Haji dan Nikah, Majmu’ah al Kutub ad Daniyah, Aqidah al Muslimin dan Fath al Qarib.

Juga diajarkan Rudud ‘ala ahli az Zaighi wa dlalal dengan rujukan

Kumpulan Pelajaran-Pelajaran Syekh Abdullah al Harari, Bayan al Firqah

an Najiyah, Ar Rudud wa at Tanbihat, dan At Tahdzir al Syar’iy. Dalam bidang tajwid diajarkan kitab Matn Tuhfatu al Athfal, Syarh Tuhfatu al Athfal, dan Adl Durr an Nadlid.

Dalam bidang Nahwu diajarkan kitab Matn al Jurumiyah, Syarah al

Jurumiyah, Mutammimah al Jurumiyah dan Al Fawakih al Janiyyah. Sedangkan dalam bidang Sharf diajarkan kitab Al Mabda’ fi Ash Sharf, Matn al ‘Izzi dan Syarah al Kailani. Musthalah diajarkan kitab Matn al Baiquniyah dan Syarah al Baiquniyah. Kajian Bahasa Arab merujuk kitab Al Mabda’ fi at Ta’bir, Al Mabada’ fi al Qiro’ah wa al Kitabah, Al Imla’, Al Insya’, dan Al Balaghah al Wadlihah.

Sejarah Islam mengkaji kitab Al Majmu’ah min al Madaih an Nabawiyah dan Sirah an Nabawiyah wan al Qashash al Anbiya’

6. Tujuan

a. Mengajarkan ilmu agama dan Bahasa Arab

b. Mengkader Ustadz dan da’i yang berkompeten; menguasai ilmu agama

dan berbahasa arab dengan fasih

c. Berkhidmat kepada masyarakat dalam bidang yang digeluti oleh pesantren

(13)

d. Bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang memiliki kesamaan visi dan misi dalam menjaga umat dari pemahaman-pemahaman yang ekstrim dan radikal

e. Ikut serta dalam menjaga persatuan bangsa dari gerakan-gerakan anarkis serta memerangi ekstrimisme, radikalisme dan terorisme

7. Jaringan Kerja Sama/Kemitraan

Pesantren Syahamah memiliki jaringan kerjasama dan kemitraan sebagai berikut: PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama); PP LDNU (Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama); PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) Jawa Timur; Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur; Aswaja NU Center PCNU Kab. Mojokerto; Aswaja NU Center PCNU Kab. Nganjuk; Aswaja NU Center PCNU Kab. Kediri; Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan; STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) Hasanudin, Kediri; STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) Miftahul Ula, Nganjuk; STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) Al Azhar, Gresik; Islamic Boarding School Al Azhar, Tulungagung; Masjid Agung An Nur Kediri; TV9 Surabaya; BBS TV Kediri; Madu TV Tulungagung

8. KegiatanHarian

Berikut jadwal kegiatan pesantren Syahamah Kediri

Waktu Kegiatan

04.00 – 04.30 Persiapan shalat shubuh

04.30 – 05.30 Sholat Shubuh dan wirid berjama’ah

05.30 – 06.00 Muroja’ah

06.00 – 07.30 Persiapan belajar 07.30 – 09.00 Pelajaran (sesi I)

09.00 – 10.00 Sarapan Pagi

10.00 – 12.00 Pelajaran (sesi II)

12.00 – 13.00 Sholat Dhuhur berjama’ah dan istirahat 13.00 – 15.00 Pelajaran (sesi III)

15.00 – 16.00 Sholat Ashar berjama’ah

16.00 – 17.00 Muraja’ah

17.00 – 18. 00 Persiapan shalat Maghrib

18.00 – 18.30 Sholat Maghrib dan wirid berjama’ah

18.30 – 19.00 Tadarus al Qur’an

19.00 – 19.30 Shalat Isya’ dam Wirid berjama’ah

(14)

20.00 – 21.00 Muroja’ah

21.00 – 03.00 Tidur

03.00 – 04.00 Qiyamul Lail

Strategi Menangkal Faham Radikalisme

Untuk membentengi pemahaman agama agar sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. dan tidak disusupi oleh pemahaman radikal, metode pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar di Ponpes Syahamah mengikuti manhaj salaf dengan berpedoman pada kitab-kitab Turats, warisan ulama-ulama klasik tradisionalis Sunni (kitab kuning). Kurikulum pendidikannya mencakup materi-materi ilmu agama dan bahasa Arab, seperti; ilmu tauhid, fiqih, akhlak/tashawwuf, nahwu, shorof dan materi-materi kompetensi kebahasaan. Ponpes Syahamah dalam proses pembelajaran menggunakan metode talaqqi dengan sanad dan riwayat yang autentik. Para guru menyampaikan materi yang sudah mereka peroleh secara talaqqi dengan metode ceramah, disesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir santri, sementara para santri dituntut untuk menghafal matan kitab-kitab turats. Strategi yang dipergunakan di pondok pesantren Syahamah ialah :

1. Strategi Pembelajaran Tadrij al-Tadris

Diantara hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan ilmu agama adalah bahwa ilmu agama tidak bisa dan tidak mungkin diperoleh secara langsung dalam waktu yang singkat. Tetapi harus dipelajari secara bertahab (tadrijiy / step by step) para ulama mengatakan:

Artinya:"Barang siapa yang mempelajari ilmu dengan seketika (jumlatan) maka semua itu akan hilang dengan seketika".

Allah ta'ala berfirman dalam Q.S Ali Imran: 79

Artinya: akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani"

(15)

Ketika menafsirkan ayat di atas, imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya berkata al-Rabbaniyyun adalah orang-orang yang mendidik dan membina masyarakat dengan ilmu-ilmu yang sederhana sebelum ilmu yang lebih luas pembahasannya.

Semua jenis kitab, apakah itu ilmu hadits, akidah, fikih, nahwu dan seterusnya terdiri dari dari tingkaan, yaitu:`

1) Mukhtsharat (ringkasan-ringkasan), contohnya adalah matn Thahawiyah dalam bidang aqidah, matn al-ghayah wa al-taqrib dalam bidang fikih, matn al- Ajurumiyah dalam bidang nahwu, mandzumah al-Baiquniyah dalam bidang ilmu hadits, al-Waraqat dalam bidang ushul fiqh dan seterusnya.

2) Muwassithoth (sedang), buku yang tergolong mutawassithot adalah buku-buku syarah dari buku-buku-buku-buku mukhtasharat, seperti Mutammimah syarh matn Ajurumiyah, Fath al-Mu’in syarh matn al-Ghayah wa al-Taqrib dan lainnya.

3) Mabsuthot (luas), buku yang tergolong mabsuthoth adalah buku-buku syarh dari syarh buku mukhtasharat. Buku dengan jenis ini,dalam membahas suatu permasalahan, dijelaskan dengan sangat panjang lebar.

Dalam mempelajari ilmu agama kita juga harus memulainya dari kitab yang paling ringkas (mukhtasharat) kemudian ketika benar-benar telah memahaminya kita boleh berpindah pada kitab yang berukuran sedang (mutawassithoth), kemudian baru yang besar yang panjang lebar pembahasannya (Mabsuthath). Tidak seyogyanya seseorang mempelajari kitab-kitab yang mabsuthoth sebelum seseorang memahami benar kitab-kitab yang mukhtasharat. Dan meskipun seorang peserta didik telah berpindah dari kitab yang paling ringkas (mukhtasharat) pada kitab yang sedang (mutwassithoth), atau dari yang mutawassithoth pada kitab yang panjang lebar (mabssuthoth), ia harus tetap mengulang-ulang kembali buku sebelumnya.

Syekh Hasyim Asy'ari menjelaskan bahwa hendaknya seorang tidak memulai pelajarannya dengan membaca buku-buku yang bermacam-macam. Karena hal tersebut akan membuang-buang waktunya dan mengacaukan pemikirannya. Menurutnya berpindah dari satu kitab ke kitab yang lain sebelum menguasai kitab pertama adalah tanda kecelakaan. Dengan metode ini, para santri diharapkan dapat memahami materi secara lengkap, tidak sepotong-potong yang akhirnya mempengaruhi pemahaman keagamaan

(16)

mereka. Pemahaman terhadap keagamaan yang tidak lengkap akan mudah dipengaruhi oleh pemahaman radikalisme.

2. Strategi Model Pembelajaran Talaqqi a. Pengertian Talaqqi

Talaqqi berasal dari bahasa arab yang berarti mengambil, seperti yang disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 37:

Artinya : Lalu (Nabi) Adam menerima beberapa kalimat (doa yang di ucapkan untuk bertaubat) dari Tuhannya, maka Dia pun menerima taubatnya, sesungguhnya Dia maha menerima taubat lagi maha penyayang

Al Imam al Mufassir Nashiruddin Abdullah bin Umar al-Baidhowiy berkata ketika menafsiri ayat tersebut

)

Artinya : ”Nabi Adam menyambut kalimat itu dengan mengambil dan menerima serta mengamalkannya ketika Allah mengajarkannya”

Seorang ahli bahasa yang bernama Muhammad bin Abu Bakar al-Rozi mengatakan dalam kitab Mukhtar al-Shihah

Artinya : Firman Allah “idz talaqqouna bi alsinatikum” maksudnya sebagian dari kalian mengambil dari sebagian yang lain

3 Nashiruddin Al-Baidhowi, Anwar al-tanzil wa Asrarut Ta’wil, Juz I (Bairut: Darul Fikri), 143.

(17)

Sedangkan metode talaqqi dalam masalah ini adalah belajar ilmu dari orang yang terpercaya dan pernah belajar kepada orang yang terpercaya pula dan terus bersambung sampai kepada Rasulullah. Inilah yang membedakan Metode talaqqi dengan metode lain, yaitu mempunyai sanad yang bersambung sampai Rasulullah dan orang yang mengajarkan harus tsiqoh. Untuk lebih memperjelas apa itu meetode talaqqi kami akan mengutip Risalah seorang mufti australia yang bernama Syaikh Salim alwan al Husaini

Artinya : “Menuntut ilmu haruslah dengan talaqqi dari seorang Alim yang terpercaya yang paham dengan apa yang di sampaikan

(18)

(berupa ilmu pengetahuan) yang dia ambil dari seorang yang terpercaya juga dan terus bersambung sampai sahabat Rasulullah yang juga telah belajar langsung dari Rasulullah, karena agama kita itu bersambung sampai Rasulullah, bukanlah hasil pemikiran per orangan, berapa banyak orang yang bergaya layaknya seorang ulama dan mengelabuhi orang lain bahwa mereka adalah ulama, padalah mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka dan mengikuti yang di hiaskan oleh syaithan kepada mereka, lalu mereka berbicara tentang agama hanya berdasarkan pemikiran mereka saja, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan orang lain, sebagian dari mereka membaca ayat al quran lalu memahami tidak sesuai dengan maksudnya sehingga mereka meyakini pengertian yang bersebrangan dengan ayat lain (salah paham) akhirnya mereka mendustakn al quran tanpa mereka sadari. Sebagian dari mereka tidak menyukai hukum Allah, maka merubah hukum Allah sesuai dengan hawa nafsu mereka atau hanya untuk menyenangkan orang lain, lalu mereka tergelincir dari jalan yang benar wal iyadhu billah, maka jauhilah mereka wahai saudara seiman dari mengambil ilmu agama dari mereka, karena hal itu kecelakaan yang besar. Jangan sampai kalian tertipu dengan penampilan mereka di media telivisi atau berbicara didepan banyak orang, jangan sampai kamu mengambil ilmu agama kecuali dari seseorang alim yang terpercaya, dia juga telah mengambil dari yang terpercaya pula, dia juga mengambil dari orang yang terpercaya pula dan terus seperti ini dengan sanad yang muttashil sampai Rasulullah. Imam Nawawi berkata :”tidak boleh meminta fatwa kecuali kepada orang yang terpercaya”.

b. Dalil-dalil Talaqqi

Berikut ini adalah beberapa dalil adanya metode talaqqi dalam pembelajaran ilmu agama:

1) Hadist Abu Darda yang di riwayat oleh Abu Dawud

(19)

Artinya: “Sesungguhnya ulama adalah pewaris paara Nabi, dan sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, tatapi mewariskan ilmu, barang siapa yang mengambilanya maka dia telah mengambil bagian yang sempurna”

Poin hadis di atas adalah bahwa para ulama adalah pewaris para nabi, kalau seseorang belajar ilmu agama tidak dengan talaqqi pada seorang yang pernah talaqqi dengan orang sebelumnya dan terus bersambung sampai Rasulullah, bagaimana dia bisa disebut pewaris para nabi?

2) Hadist ibnu masud yang diriwayatkan oleh al Bukhori dan Muslim

Artinya : “Tidak boleh menginginkan kenikmatan orang lain kecuali dua orang, yaitu lelaki yang diberi harta oleh Allah dan menafkahkan hartanya pada perkara yang benar dan lelaki yang di beri oleh Allah ilmu yang bermanfaat lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lainnya” HR al Bukhori dan Muslim

Syahidnya adalah pada lafazh اَهُمِّ لَعُي َوyang artinya adalah mengajarkannya, ini menunjukkan bahwa belajar ilmu itu harus dengan talaqqi.

3) Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah

7 Al-Khatib Al-Baghdadi, Al faqih wa al Mutafaqqih, Jilid I (Riyadh: Daar Ibn al Jauzi, 1996), 90.

(20)

Artinya : “Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya menuju masjid, lalu beliau mendapati dua majlis didalam masjid, yaitu majlis yang mereka (para sahabat) gunakan unttk belajar ilmu dan majlis yang mereka gunakan untuk untuk berdoa kepada Allah, lalu Nabi Muhammad bersabda “kedua majlis tersebut dalam kebaikan, adapun mereka (yang ada dalam majlis doa) berdoa kepada Allah, dan mereka (yang berada dalam majlis ilmu) belajar dan mengajarkan orang bodoh, mereka ini (yang berada dalam majlis ilmu) lebih utama, aku diutus untuk mengajarkan ilmu”.

c. Pemilihan Guru

Sebagaimana disinggung di atas bahwa ilmu agama tidak dapat diperoleh kecuali dengan talaqqi kepada seorang ulama. Namun demikian, seseorang harus berhati-hati dalam mencari seorang guru, sebab kebenaran pemahaman ilmu agama yang diperoleh oleh seseorang tidak terpisahkan dengan guru yang mengajarkannya.

Pemilihan guru yang tepat sangat penting dalam talaqqi ilmu agama, karena apabila seseorang keliru di dalam memilih seorang guru maka ia akan celaka di dunia dan di akhirat. Sebagaimana apabila seseorang harus belajar pada orang yang tepat dalam ilmu-ilmu umum seperti kedokteran, matematika, bahasa dan seterusnya, maka dalam belajar ilmu agama harus lebih ekstra berhati-hati. Apabila untuk pendidikan umum kita pilihkan untuk anak kita sekolah favorit, masyhur dan baik prestasinya, maka dalam pendidikan agama harus lebih selektif. Muhammad Ibnu Sirin –radhiyallahu 'anhu- mengatakan:

Artinya : Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian

Adapun guru yang bisa dijadikan rujukan adalah dengan memiliki bebarapa kreteria sebagai berikut :

(21)

1) 'Ulama yang wara', taqiy dan syafiq

Kriteria ini sangat penting karena ulama terbagi menjadi dua kelompok; ulama khair (ulama baik) dan 'ulama su' (ulama buruk). 'Ulama khair adalah ulama yang ber-taqwa, mengamalkan ilmunya. Sebaliknya, ulama su' adalah mereka yang tidak mengamalkan ilmunya, tidak menjalankan semua yang diwajibkan dan tidak menjauhi semua yang diharamkan. Adapun tanda-tanda ulama su` antara lain tidak mengamalkan ilmunya, tertipu oleh hawa nafsu, cinta akan kedudukan dan kemasyhuran, bergaul dengan masyarakat dengan dua muka dan dengan dua lisan dan cemburu terhadap para ulama yang mengamalkan ilmunya dan berusaha menyakitinya, naik mimbar untuk mendapatkan dunia dan berfatwa tanpa ilmu

2) Memiliki sanad keilmuan

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa definisi talaqqi adalah belajar secara langsung dari seorang ulama yang juga telah bertalaqqi kepada ulama sebelumnya dan seterusnya sampai kepada Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-. Dengan demikian sanad merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari metodologi ini. Sanad adalah mata rantai keilmuan yang tidak terputus sampai kepada Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-.

Syekh Sulaiman bin Yasar berkata: "Janganlah kalian belajar ilmu agama kepada seoramg Shahafi dan janganlah kalian belajar al-Qur'an kepada seorang Mushafi, betapa banyak sekarang ini seorang shahafi dan mushhafi.

Pengambilan ilmu agama dengan ber-talaqqi kepada seorang guru dimaksudkan untuk menjaga kemurnian pemahaman pada al-Qur'an dan hadits. Karena dengan adanya sanad (mata rantai keilmuan) yang jelas dan bersambung sampai kepada Rasulullah – shallallahu 'alaihi wasallam- maka tidak ada satu tanganpun yang bisa mengintervensi atau merubah pemahaman yang sebenarnya. Imam Abdullah ibn al-Mubarak berkata:

(22)

Artinya : Sanad adalah bagian dari agama, kalaulah tidak ada sanad, maka semua orang akan berbicara dengan apa yang mereka kehendaki.

Sanad adalah keistimewaan umat Muhammad, karena sanad tidak ada pada umat-umat sebelumnya. Karena itu masuknya taghyir (perubahan) dan tahrif (penyelewengan) pada ajaran nabi-nabi sebelum nabi Muhammad tidak dapat diantisipasi, sehingga pada masa sekarang tidak ada ajaran para nabi yang masih terjaga keaslian, bahkan tidak lagi dapat ditemukan Taurat, Injil dan Zabur yang asli pada masa sekarang. Berbeda halnya dengan syari'at ummat Muhammad yang akan tetap terjaga sampai hari kiamat. Selain karena Allah telah menjaga al-Qur'an dari adanya perubahan, mekanisme sanad terbukti sangat ampuh sebagai hujjah terhadap tangan-tangan jahil, oknum atau kelompok yang sengaja ingin menyelewengkan ajaran Islam.

3) Tsiqat (dapat dipercaya)

Ketentuan ini sebenarnya sudah tercakup dalam ketentuan yang pertama, karena seseorang yang mengamalkan ilmunya atau bertaqwa ia akan takut untuk mengeluarkan fatwa tanpa ilmu, sehingga menjadi orang yang dapat dipercaya. Meskipun demikian pembahasan tentang hal ini secara khusus sangat diperlukan, mengingat sangat sedikitnya para ulama yang tsiqat pada masa sekarang ini, padahal Imam al-Nawawi –radhiyallahu 'anhu- pernah mengatakan mengatakan:

Artinya :"Tidak boCeh meminta fatwa kepada seseorang kecuali apabila orang tersebut tsiqah memiliki keahlian dalam agama"

Ke-tsiqah-an seorang guru dalam metodologi talaqqi adalah sesuatu yang paling penting. Tidak cukup bagi seorang ulama hanya sekedar memiliki sanad keilmuan sampai kepada Rasulullah, tetapi ia haruslah juga seorang yang amanah (dapat dipercaya) dalam

(23)

menyampaikan ilmu yang dimilikinya. Seorang ulama yang tsiqah, ia tidak mengeluarkan fatwa berdasarkan akal pikiran dan hawa nafsunya. Apabila ditanyakan kepadanya tentang suatu permasalahan yang ia tidak ketahui, maka ia tidak malu untuk mengatakan " la adri" (saya tidak tahu).

Sebagian orang malu untuk mengatakan tidak tahu, meskipun sebenarnya ia tidak memiliki ilmu tentang permasalahan yang ditanyakan. Ia khawatir masyarakat menganggapnya sebagai orang yang bodoh, dan hal itu dapat menjatuhkan martabat dan kedudukan di mata mereka. Padahal perkataan "la adri", justru dapat menjadikannya mulia, kepercayaan masyarakat semakin tinggi kepadanya. Sebab dengan kejujurannyas tersebut, masyarakat akan lebih mempercayai semua yang keluar dari mulutnya, mereka yakin bahwa apa yang disampaikannya bukan berdasarkan hawa nafsunya, tetapi berdasarkan syara'. Seseorang yang malu untuk mengatakan "la adri", kemudian ketahuan bahwa apa yang disampaikannya adalah kekeliruan maka akan lebih menghancurkan reputasi dia, masyarakat tidak akan lagi percaya dengan setiap yang keluar dari mulutnya, meskipun itu berupa kebenaran.

Syekh Hasyim Asy'ari mengingatkan bahwa perkataan orang yang ditanya " la adri" tidak mengurangi kedudukan dan derajatnya sebagaimana disangka oleh sebagian orang bodoh, tetapi justru itu akan menaikkan derajatnya. Sebab hal itu menjadi bukti keagungan pengetahuannya, kekuatan agamanya, ketaqwaannya terhadap Allah ta'ala, kesuacian hati dan kebaikan hujjahnya.

Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- ditanya tentang sebaik-baik tempat dan seburuk-buruknya. Kemudian beliau mengatakan "la adri (aku tidak tahu)". Permasalahan tersebut selanjutnya ditanyakan kepada Jibril, dan Jibril menjawab: "la adri (aku tidak tahu), aku tanyakan kepada Allah ta'ala". Allah mengajarkan kepada beliau bahwa sebaik-baik tempat di bumi ini adalah masjid dan seburuk-buruknya adalah pasar.

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda:

(24)

Artinya; "Barang siapa yang berfatwa tanpa ilmu maka malaikat langit dan bumi akan melaknatnya"

Suatu ketika sahabat Abu Bakar al-Shiddiq –radhiyallahu 'anhu- ditanya tentang tafsir ayat " wafakihataw wa abba", kemudian beliau mengatakan:

Artinya: "Bumi mana yang akan menjadi tempatku berpijak dan langit mana yang menaungiku apabila akau mengatakan tentang kitab Allah dengan sesuatu yang tidak aku ketahui".

Diceritakan bahwa suatu ketika imam Malik ditanya tentang 84 permasalahan, beliau hanya menjawab 6 pertanyaan, selebihnya ia jawab dengan " la adri". Imam Malik bin Anas adalah seorang mujtahid mutlak, pendiri madzhab Maliki yang diikuti oleh jutaan umat Islam di seluruh dunia, tetapi beliau tidak malu untuk mengatakan tidak tahu apabila memang tidak mengetahuinya.

Ibnu Umar –radhiyallahu 'anhu- mengatakan:

Artinya: "Ilmu itu ada tiga al-Qur,an, sunnah dan perkataan la adri (saya tidak tahu)"

Salah seorang sahabat mengatakan:

Artinya: "La adri (ucapan aku tidak tahu) adalah separuh dari ilmu"13

10 Abdullah al-Harari, Mukhtashar Bughyah al-Thalib (Bairut: Dar al Masyari’, 2008), 51. 11 Ibnu Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, Juz 1 (al-Maktabah al-Syamilah, vol.2), 713. 12 al-Thabarani, al-Mu'jam al-Ausath, Jilid 1 (al-Maktabah al-Syamilah, vol. 2), 299. 13 Hasyim Asy'ari, Adab al-'Alim, 7

(25)

Muhammad bin Ajlan –radhiyallahu 'anhu- sebagaimana dikutip oleh imam Ahmad dari imam Syafi'I mengatakan:

Artinya: "Apabila seorang ulama lupa untuk mengatakan la adri (saya tidak tahu) maka ia telah terjebak pada daerah mematikan" Syekh Abdullah al-Harari menjelaskan bahwa berfatwa dengan ilmu artinya adalah berfatwa sesuai dengan derajatnya dalam keilmuan. Apabila dia seorang mujtahid maka ia berfatwa berdasarkan hasil ijtihadnya, sedangkan apabila bukan seorang mujtahid maka ia berfatwa berdasarkan fatwa imam mujtahid yang manshush (tekstual) atau fatwa yang digali oleh para ulama madzhabnya dari nash mujtahid tersebut.15 Seseorang yang bukan mujtahid, apabila belum pernah mendengar fatwa dari seorang mujtahid, maka hendaknya ia mengatakan "la adri", dan bukan berijtihad sendiri berdasarkan akal dan hawa nafsunya.

d. Urgensi Metode talaqqi

Ilmu agama adalah bagian dari agama itu sendiri, karenanya Islam mengatur tata cara pengambilannya. Para ulama salaf maupun khalaf sepakat bahwa ilmu agama tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca (muthala'ah) kita-kitab, tetapi harus dipelajari secara langsung (talaqqi) kepada seorang guru, kyai atau 'ulama yang terpercaya (tsiqoh/kredibel) yang matarantai keilmuan-nya bersambung sampai kepada shahabat dan Rasulullah –shalallahu 'alaihi wasallam-. Demikianlah tuntunan Rosulullah -shalallahu-'alaihi wasallam- dalam mendapatkan ilmu, beliau sendiri ber-talaqqi ilmu dengan malaikat Jibril. Sedangkan para shahabat mereka belajar ilmu agama dengan ber-talaqqi secara langsung kepada Rasulullah. Mereka yang berhalangan hadir dalam majlis Rasulullah karena jauh tempatnya atau sibuk, selalu menyempatkan diri bertanya kepada para ulama dari kalangan sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan lain-lain. Dikisahkan bahwa Umar ibn al-Khattab

14 Ibid., 77

(26)

mempunyai seorang teman karib dari kaum Anshar, ketika Umar tidak bisa hadir dalam majlis Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-, sedangkan temannya itu hadir maka Umar bertanya kepadanya mengenai hal-hal yang telah diajarkan dan dilakukan oleh Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- dan begitu pula sebaliknya jika temannya itu berhalanagn hadir.

Sahabat Jabir bin Abdullah melakukan perjalanan yang sangat jauh selama satu bulan hanya kerena ia mendengar bahwa seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah ibn Unais yang bertempat tinggal di Mesir telah mendengar hadits dari Rasulullah, padahal kala itu orang-orang kalau bepergian selalu naik onta, ketika sahabat jabir di rumah sahabat tersebut berkata “aku datang kepadamu hanya karena ingin mendengar sabda nabi yang pernah engkau dengar” setelah sahabat tadi menyampaikan tersebut, Jabir bin Abdillah pulang lagi. .

Kisah ini selain menunjukkan betapa kuatnya himmah (kemauan) para sahabat dalam menuntut ilmAl-Hafidz Khatib Abu Bakar al-Baghdadi –radhiyallahu 'anhu- berkata:

Artinya :"Ilmu agama tidak dapat diambil kecuali dari mulut para ulama".

Sebagian ulama salaf berkata:

Artinya : "Seseorang yang mempelajari hadits dari kitab disebut shahafi (bukan muhaddits) dan seseorang yang belajar al-Qur'an dari Mushhaf disebut Mushhafi (tidak disebut Qari)".

16 Abdullah al-Harari, Sharih al-Baya,juz 1 (Bairut: Dar al-Masyari', 2002 ), 159. 17 Ibid, juz 1, h. 160

(27)

Keharusan ber-talaqqi dalam belajar ilm al-dîn al-dharûri berdasarkan firman Allah dalam Q.S : An-Nahl: 43.

Artinya : Bertanyalah kalian kepada ahl al-dzikri (ulama) apabila kalian tidak mengetahui.18

Dan hadits Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- yang berbunyi:

Artinya : "Wahai manusia belajarlah, sesunggunhnya ilmu dengan belajat (ta'allum) dan fikih itu juga dengan belajar (tafaqquh) Siapa saja yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Allah memeberikan pemahaman agama kepadanya

Al-Hafidz al-Khatib Abu Bakar al-Baghdadi –radhiyallahu

'anhu-berkata:

Artinya :"Ilmu agama tidak dapat diambil kecuali dari mulut para ulama".

Sebagian ulama salaf berkata:

18 Departemen Agama RI, Al-Qur’andan Terjemahannya, 273.

19 al-Bukhari, Shahih al-Bukhar, Jilid 1 (Surabaya: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, t.t), 23. 20 Abdullah al-Harari, Sharih al-Baya,juz 1 (Bairut: Dar al-Masyari', 2002 ), 159.

(28)

Artinya : "Seseorang yang mempelajari hadits dari kitab disebut shahafi (bukan muhaddits) dan seseorang yang belajar al-Qur'an dari Mushhaf disebut Mushhafi (tidak disebut Qari)".

Keharusan ber-talaqqi dalam belajar ilm al-dîn al-dharûri berdasarkan firman Allah dalam Q.S : An-Nahl: 43.

Artinya : Bertanyalah kalian kepada ahl al-dzikri (ulama) apabila kalian tidak mengetahui.22

Dan hadits Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- yang berbunyi:

Artinya : "Wahai manusia belajarlah, sesunggunhnya ilmu dengan belajat (ta'allum) dan fikih itu juga dengan belajar (tafaqquh) Siapa saja yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Allah memeberikan pemahaman agama kepadanya

Dengan demikian, ilmu agama tidak boleh dipelajari hanya dengan membaca buku seperti dilakukan oleh kebanyakan umat Islam pada masa sekarang. Syekh Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa di antara hal yang sangat berbahaya adalah mempelajari ilmu agama dari kitab. Apabila ilmu-ilmu umum seperti kedokteran dan lainnya harus dipelajari secara langsung dari orang yang ahli, maka ilmu agama yang lebih penting dari semua ilmu harus dipelajari secara langsung dari ahlinya (para ulama) dan dapat dipercaya.

Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam agama yang damai dan mencintai kedamaian. Jika pemahaman Islam sesuai dengan apa yang disebarkan oleh Nabi, niscaya tidak ada

22 Departemen Agama RI, Al-Qur’andan Terjemahannya, 273.

(29)

pemahaan Islam radikal, mudah mengkafirkan yang lain, anarkis dan yang suka kekerasan. Dengan metode pembelajran tallaqqi, yang sanad keilmannya sambung kepada Nabi Muhammad SAW, maka akan terkontruksilah Islam yang penuh kedamaian, jauh dari pemahaman radikal.

3. Strategi Penguatan Penguasaan Ilmu Nahwu Sharaf

Ilmu nahwu dan sharaf merupakan salah satu syarat mutlak seorang menjadi mufasir Al-Qur’an. Ilmu nahwu dan sharaf ini mampu menunjukkan makna yang sesungguhnya dari perspektif bahasa yang ada di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Terkait dengan aksi-aksi radikalisme dan terorisme yang marak saat ini, salah satu penyebabnya ialah metode memahami Al-Qur’an dan Al-Hadis yang hanya dilakukan secara tekstual saja, sehingga para pelaku tindakan radikal dan teror ini tidak dapat mengambil intisari ataupun maksud asli dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadis, yang sesungguhnya kaya akan nilai-nilai kebaikan.

Akan tetapi, para pelaku tindakan teror ini memahami makna yang sesungguhnya jauh melenceng dari ajaran Islam itu sendiri. Sehingga ketika pemahaman terhadap ayat Al-Qur’an dan Al-Hadis yang salah ini diakui kebenarannya maka para pelaku tindakan radikal dan teror ini merasa bertindak atas nama kebenaran. Dengan adanya pembekalan berbagai ilmu agama kepada para santri tentu akan menjauhkan kesalahan dalam memahami ayat Al-Qur’an dan Al-Hadis , sehingga munculnya tindakan radikal dan teror yang disebabkan kesalahan dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadis tidak akan terulang kembali.

Di pondok pesantren Syahamah, pebelajaran kitab nahwu sharaf dimulai dari yang paling dasar, yakni kitab matn al-Jurumiyyah dan Al Mabda’ fi Ash Sharf. Para santri sebelum berganti kitab ke yang lebih tinggi harus memahami dengan baik kitab-kitab dasar tersebut. Penentuan lulus atau belum kitab dasar dengan ujian setiap satu semester. Ujian didesign ketat, dengan pengawasan yang ketat pula. Selain ujian dengan kertas, juga diadakan ujian lisan. Ujian lisan untuk memastikan, bahwa hasil dari ujian kertas memang benar-benar hasil kerja sendiri dan sesuai dengan kemampuannya. kitab-kitab diatas Syarah al Jurumiyah yakni kitab Mutammimah al Jurumiyah dan kitab Al Fawakih al Janiyyah. Sedangkan di

(30)

atas kitab Al Mabda’ fi Ash Sharf yakni kitab Matn al ‘Izzi dan kitab Syarah al Kailani.

Penutup

Pondok pesantren Syahamah merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang berazaskan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di bawah naungan Yayasan Syahamah. Syahamah merupakan organisasi sosial keagamaan yang berkonsentrasi pada dakwah Islam dibidang teologi Ahlusunnah wal Jamaah, dengan mengikuti madzab Abu Hasan Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidy dalam aqidah, dan mengikuti salah satu madzab empat (Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali).24 Metode pembelajaran yang diterapkan di Ponpes ini adalah talaqqi (belajar langsung kepada seorang guru yang terpercaya dan memiliki sanad keilmuan yang bersambung hingga Rasulullah). Visi Pondok pesantren Syahamah yaitu menjadi model dan unggul dalam pengajaran ilmu agama sesuai manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah, juga dalam pengajaran Bahasa Arab yang menggabungkan antara metode klasik dan modern. Aktifitas dakwahnya, Syahamah menggolongkan menjadi beberapa bagian: bidang keagamaan, bidang sosial kemasyarakatan dan bidang ekonomi. Masa pendidikan di Ponpes Syahamah adalah 3 tahun, ditempuh dalam 3 jenjang kelas, yaitu Kelas Ula (Dasar), Kelas Wustha (menengah) dan kelas ‘Ulya (tinggi) dan tiap kelas terdiri dari dua semester.

Untuk membentengi pemahaman agama agar sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. dan tidak disusupi oleh pemahaman radikal, metode pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar di Ponpes Syahamah mengikuti manhaj salaf dengan berpedoman pada kitab-kitab Turats, warisan ulama-ulama klasik tradisionalis Sunni (kitab kuning). Kurikulum pendidikannya mencakup materi-materi ilmu agama dan bahasa Arab, seperti; ilmu tauhid, fiqih, akhlak/tashawwuf, nahwu, shorof dan materi-materi kompetensi kebahasaan. Ponpes Syahamah dalam proses pembelajaran menggunakan metode talaqqi dengan sanad dan riwayat yang autentik. Para guru menyampaikan materi yang sudah mereka peroleh secara talaqqi dengan metode ceramah, disesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir santri, sementara para santri dituntut untuk menghafal matan kitab-kitab turats. Strategi yang dipergunakan di pondok

(31)

pesantren Syahamah ialah Pembelajaran Tadrij al-Tadris, Strategi Model Pembelajaran Talaqqi dan Penguatan Penguasaan Ilmu Nahwu Sharaf

Daftar Pustaka

Abu Dawud. Sunan Abu Dawud. jilid I. Bairut: Darul Fikri. 1994.

al Baghdadi, Khathib. Al-Faqih wa Al Mutafaqqih. Riyadh: Dar Ibnu al Jauzi. 1996.

al-Baidhowi, Nashiruddin. Anwar al-tanzil wa Asrarut Ta’wil. Juz I. Bairut: Darul Fikri.

al-Bukhari, Shahih al-Bukhar. Jilid 1. Surabaya: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah. t.t.

al-Harari, Abdullah. Mukhtashar Bughyah al-Thalib. Bairut: Dar al Masyari’. 2008.

Al-Razi, Abu Bakar. Mukhtarus shihah. Bairut: Darul Fikri.

al-Thabarani. al-Mu'jam al-Ausath. Jilid 1.al-Maktabah al-Syamilah. vol. 2. Asy'ari,Hasyim. Adab al-'Alim wa al-Muta'allim. Jombang: Maktabah al-Turats

al-Islamiy. t.t.

al-Harari, Abdullah. Sharih al-Baya. juz 1.Bairut: Dar al-Masyari'. 2002.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya.

http://www.darulfatwa.org.au/ar/

Ibnu Asyur. al-Tahrir wa al-Tanwir. Juz 1. al-Maktabah al-Syamilah. vol.2. Muslim. Shahih Muslim. Semarang: Taha Putra. t.t.

________. Shahih Muslim. Jilid 1.Semarang: Taha Putra. t.t.

Copyright © 2020 Journal El Faqih: Vol. 6, No. 1, April 2020, e-ISSN: 2503-314X; p-ISSN: 2443-3950

Copyright rests with the authors

Copyright of Journal El Faqih is the property of Journal El Faqih and its content may not be copied or emailed to multiple sites or posted to a listserv without the copyright holder's express written permission. However, users may print, download, or email articles for individual use.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang di dapat dari data yang terdapat pada tabel 1.5 dapat dilihat bawah berbeda sangat nyata (F < 0,05 < 0,01) dalam ketiga perlakuan, dimana waktu

Penjamin akan membayar kepada Penerima Jaminan sejumlah nilai jaminan tersebut di atas dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja tanpa syarat (Unconditional)

Pergerakan Nasional rakyat Indonesia memberikan warna dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap bangsa sendiri.. Nasionalisme Indonesia

Pola lagu kalimat terdiri dari tiga nada suara dalam BMU yang terdapat dalam tiap unit jeda dengan satu tekanan kalimat. Satu kalimat dapat ter- diri dari

Return di dalam manajemen investasi dapat dibedakan antara return yang diharapkan ( expected return ) dan return yang terjadi ( realizedreturn ). Return yang

Selain itu, dengan analisis regresi nonparametrik spline di- dapatkan model tingkat konsumsi ikan terbaik dari titik knot yang paling optimum yaitu menggunakan

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari hasil tes pretest dan posttest siswa serta

Penggunaan tepung kiambang terfermentasi sebesar 10% dalam pakan ikan nila memberikan pertumbuhan, efisiensi pakan, dan kelangsungan hidup yang lebih tinggi.. Studi