SIFAT
SIFAT
TERMO
TERMO
DINAMIKA
DINAMIKA
FLUIDA
FLUIDA
Teknik
U = energi dalam
U = energi dalam
S = entropi
S = entropi
V = volume
V = volume
H dan S bervariasi dengan
temperatur dan tekanan
Informasi ini terdapat
didalam turunan :
Misalkan turunan temperatur. Persamaan (2.20)
mendefinisikan kapasitas panas pada tekanan yang
konstan :
turunan parsial dalam dua persamaan ini
Ketergantungan tekanan terhadap energi dalam
didapatkan oleh deferensiasi persamaan
U = H
–
PV
Koefisien dT dan dP dalam persamaan (6.20) dan
(6.21) dihitung dari kapasitas panas dan data PVT
Persamaan (6.18)
–
(6.20) ditulis dalam bentuk
alternatif dengan penghilangan terhadap
ekspansititas volume oleh persamaan (3.2) dan
terhadap konpresibilitas isotermal K oleh
Temperatur dan volume sering merupakan
variabel independen dari pada temperatur dan
tekanan. Hubungan sifat yang sangat berguna
adalah energi dalam dan entropi. Yang
•
Hubungan sifat fundamental untuk fluida
homogen dengan komposisi konstan diberikan
oleh persamaan (6.7)
–
(6.10) menunjukkan
bahwa setiap sifat termodinamika U, H, A,
dan G secara fungsional terkait dengan
pasangan khusus variabel. Secara khusus,
•
Energi Gibbs ketika diberikan sebagai
fungsi T dan P maka energi Gibbs
tersebut bertindak sebagai fungsi
pembangkit untuk sifat termodinamika
lainnya, dan secara implisit mewakili
informasi sifat secara lengkap.
Secara defenisi energi Gibbs residual adalah :
Dimana G dan G
igadalah merupakan nilai aktual dan nilai
gas ideal dari energi Gibbs pada temperatur dan tekanan
yang sama. Sifat residual lainnya didefinisikan dengan
cara yang sama. Volume residual didefinisikan :
(6.40)
Karena V = ZRT/P, volume residual dan faktor
kompresibilitas didefinisikan
Definisi untuk sifat residual umum adalah :
Dimana M adalah nilai molar dari sifat termodinika
ekstensif , seperti V, U, H, S, atau G. Ingat bahwa M dan
M
ig, sifat aktual dan gas ideal, adalah pada temperatur
dan tekanan yang sama.
Persamaan (6.37), ditulis untuk kasus khusus gas
ideal,
menjadi :
Hubungan sifat fundamental untuk sifat residual
berlaku pada fluida dengan komposisi konstan. Bentuk
terbatas adalah :
Sebagai tambahan, persamaan untuk energi Gibbs, G =
H
–
TS, dapat juga ditulis untuk kasus khusus gas
ideal, G
ig= H
ig- TS
ig; dengan deferensiasi
Diferensiasi pers. (6.46) terhadap temperatur menurut pers. (6.44) menghasilkan :
Entropi residual didapat dari kombinasi pers. (6.45)
–
(6.47) :Faktor kompresibilitas didefinisikan sebagai Z = PV/RT; nilai Z dan (δZ/δT)P didapat dari data PVT eksperimen, dan kedua integral dalam pers. (6.46)
–
(6.48) dihitung dengan metode numerik atau secara grafik. Sebaliknya, kedua integral dihitung secara analitis ketika Z ditulis sebagai fungsi T dan P dengan persamaan keadaan volume-eksplisit. Jadi, data PVT yang diberikan atau persamaan keadaan yang sesuai, kita dapat menghitung HR dan SR dan semua sifatresidual lainnya. Hal inilah yang menjadi hubungan langsung denganeksperimen yang membuat sifat residual menjadi penting dalam
Diterapkan pada enthalpi dan entropi, Pers. (6.41)
ditulis :
Jadi, H dan S mengikuti keadaan gas-ideal dan sifat
residual, dengan cara penambahan. Ungkapan umum untuk
H
igdan S
igdidapat dari integrasi pers. (6.23) dan
(6.24) dari keadaan gas-ideal pada kondisi referensi T
0dan P
0sampai pada keadaan gas-ideal T dan P:
Ingat bahwa untuk tujuan komputasi integral dalam pers.
(6.49) dan (6.50) digunakan
Persamaan (6.49) dan (6.50) dapat ditulis kembali dengan
memasukkan kapasitas panas rataan :
Dimana HR dan SR didapat dari pers. (6.47) dan (6.48). Untuk
tujuan komputasi, kapasitas panas rataan digunakan :
Bila V, H, dan S diketahui pada kondisi T dan P yang diberikan, sifat termodinamika lainnya mengikuti ungkapan berikut.
Ketika faktor kompresibilitas didapatkan dari persamaan virial dua , di ungkapkan :
Persamaan (6.46) menjadi :
Oleh persamaan (6.44) :
Subsitusi persamaan (6.53) dan (6.54) ke dalam persamaan (6.45) didapatkan :
Persamaan (6.46)
–
(6.48) tidak sesuai dengan persamaan keadaan tekanan explisit, dan harus diubah agar V (atau densitasρ) menjadi variabel integrasi. Dalam aplikasi, ρ lebih cocok
ketimbang V, dan persamaan PV = ZRT, ditulis :
Diferensiasi pada T konstan menghasilkan :
Penggabungan dengan persamaan (6.56), didapat :
Subsitusi untuk dP/P, persamaan (6.46) menjadi :
Dimana integral dihitung pada T konstan. Ingat juga bahwa ρ
Persamaan untuk HR didapat dari persamaan (6.42), ditulis :
Pembagian oleh dT dan dibatasi terhadap ρ konstan menghasilkan :
Diferensiasi persamaan (6.56) menghasilkan turunan pertama pada ruas kanan, dan diferensiasi persamaan (6.57) menghasilkan turunan kedua. Subsitusi menghasilkan :
Entropi residual didapat dari persamaan (6.45).
Persamaan virial tiga
–
ungkapan, persamaan (3.39) merupakan persamaan keadaan tekanan explisit sederhana :Subsitusi ke dalam persamaan (6.57) dan (6.58) menghasilkan :
Aplikasi persamaan diatas, cocok untuk gas pada tekanan sedang, memerlukan data untuk baik koofisien virial kedua maupun ketiga.
Persamaan keadaan kubik umum oleh persamaan (3.41) :
Turunan dengan persamaan ini adalah lebih cocok ketika
digunakan untuk mendapatkan nilai Z dengan densitas
ρsebagai variabel bebas. Oleh karena itu pembagian persamaan (3.41) oleh ρRT dan subsitusi V = 1/ ρ. Didapatkan :
Dimana,
Kedua kuantitas diperlukan untuk menghitung
integral, Z
–
1dalam persamaan (6.57) dan (
δZ/δT)
ρdalam persamaan (6.58), didapatkan :
Integral persamaan (6.57) dan (6.58) sekarang
dihitung sebagai berikut :
Kedua persamaan ini disederhanakan menjadi :
Persamaan keadaan umum menggambarkan dua kasus untuk
perhitungan integral ini :
Aplikasi persamaan ini adalah lebih sederhana ketika
ρdihilangkan terhadap Z. Oleh persamaan (3.47) dan definisi
Z :
Persamaan Van der Waals merupakan persamaan yang
digunakan dalam kasus dua dan menghasilkan
I
=
/Z.
Dengan perhitungan integral, persamaan (6.57)
dan (6.58) menghasilkan :
Kuantitas
T
r(dq/dT
r)
didapat
dari
persamaan (3.51) :
Subsitusi
untuk
kuantitas
ini
Secara umum, untuk dua fase dan suatu spesies murni yang muncul pada kesetimbangan :
imana G dan G merupakan energi Gibbs molar tiap fase.
Jika temperatur sistem dua fase berubah, maka tekanan juga harus berubah dalam hubungan dengan tekanan uap dan temperatur uap jika dua fase terus muncul dalam kesetimbangan. Karena persamaan (6.66) terlibat dalam perubahan ini :
Substitusi ekspresi untuk dG dan dG seperti yang diberikan oleh
persamaan (6.10) menghasilkan :
Perubahan entropi
S
dan perubahan volume
V
merupakan
perubahan yang terjadi ketika sejumlah spesies kimia murni
diubah dari fase
ke fase
pada temperatur dan tekanan
kesetimbangan. Integrasi persamaan (6.8) untuk perubahan ini
menghasilkan panas laten transisi fase:
Jadi,
S
=
H
/ T, dan substitusi menghasilkan:
Yang merupakan persamaan Clapeyron. Secara khusus, kasus
penting transisi fase dari liquid l ke uap v, ditulis :
*
*
Ditulis untuk volume, hubungannya
adalah :
Dimana V adalah volume sistem pada
basis molar dan jumlah total mol
adalah n = n
v
+ n
l
. Pembagian oleh n
menghasilkan :
dimana x
l
dan x
v
merupakan fraksi
sistem total dari liquid dan uap.
Karena x
l
= 1 - x
v
semua hubungan ini ditulis
dalam persamaan :
(6.73a)
dimana M mewakili V, U, H,
S, dll. Bentuk lainnya yang
kadang digunakan :
Persamaan Wagner
menggambarkan tekanan uap
reduksi sebagai fungsi
temperatur reduksi :
(6.72)
Dimana
dan A, B, C, dan
temperatur/entropi
tekanan/entalpi (biasanya ln P
vs H)
entalpi/entropi (disebut
diagram Mollier)
*
*
*
•
Gambar (6.2)
–
(6.4) menunjukkan
bentuk umum dari tiga diagram umum.
Gambar ini berdasarkan data untuk
air, tapi karakter umumnya adalah
sama untuk semua zat.
•
Titik kritis disimbolkan dengan
huruf C, dan berupa pada zat yang
melalui titik ini menggambarkan
keadaan liquid jenuh (pada sebelah
kiri) dan keadaan uap jenuh
(sebelah kanan C)
•
Diagram Mollier (gambar 6.4)
umumnya tidak mengikutsertakan data
volume
•
Dalam daerah uap atau gas, garis
adalah air pada temperatur di bawah
titik didihnya
adalah uap dalam daerah superheat
Air masuk dalam boiler dan dipanaskan pada tekanan
konstan (garis
1-2 dalam gambar 6.2 dan 6.3) sampai
pada temperatur jenuhnya. Dari titik 2 ke titik 3 air
menguap, temperatur tetap konstan selama proses. Seiring
dengan panas ditambahkan, uap menjadi superheated
sepanjang garis 3-4. pada diagram tekanan/entalpi
(gambar 6.2) proses keseluruhan digambarkan oleh garis
horizontal terhadap tekanan boiler. Karena
kompresibilitas liquid adalah kecil untuk temperatur
dibawah T
c, sifat perubahan liquid sangat lambat
terhadap tekanan. Jadi pada digram TS (gambar 6.3) garis
tekanan konstan dalam daerah liquid berada sangat dekat,
dan garis 1-2 hampir berhimpit dengan kurva liquid
Proses adiabatik dapat balik
adalah hisentropik dan
digambarkan pada diagram TS
berupa garis vertikal. Karena
alur yang diikuti oleh fluida
pada turbin adiabatik dapat balik
dan compresor hanya berupa garis
vertikal dari tekanan awal sampai
tekanan akhir. Hal ini juga benar
pada diagram HS atau diagram
•
Persamaan 6.47 dan 6.48 diletakkan ke dalam
bentuk umum dengan substitusi hubungan:
•
Didapatkan persamaan:
•
Jadi, nilai H
R/RT
cdan S
R/R dapat ditentukan
sekali saja dan untuk semua pada temperatur
reduksi dan tekanan dari data faktor
•
Korelasi untuk Z didasarkan atas persamaan
(3.54) :
•
Diferensiasi menghasilkan:
•
Substitusi untuk Z dan
(δ Z/ δ
T
r
)
Pr
dalam
•
Bila ungkapan pertama pada ruas kanan
persamaan (termasuk tanda minus)
digambarkan oleh (H
R
)
0
/RT
c
dan (S
R
)
0
/R
dan bila ungkapan yang mengikuti
,
bersama dengan tanda minus,
digambarkan oleh (H
R
)
1
/RT
c
dan
(S
R
)
1
/R, maka :
•
Nilai kuantitas yang dihitung
(H
R
)
0
/RT
c
, (H
R
)
1
/RT
c
, (S
R
)
0
/R, (S
R
)
1
/R
seperti yang ditentukan oleh Lee dan
•
Namun hubungan koefisien virial
kedua umum berlaku untuk tekanan
rendah membentuk basis hubungan
analitis dari sifat residual.
Persamaan yang menghubungkan B
dengan fungsi B
0
dan B
1
diturunkan
dalam sec 3.6 :
•
Karena B,B
0
dan B
1
merupakan
fungsi temperatur saja,
•
Persamaan (6.54) dan (6.55) dapat ditulis :
•
Penggabungan tiap persamaan ini dengan
persamaan sebelumnya didapat :
•
B
0
dan B
1
yang bergantung pada temperatur
reduksi diberikan oleh persamaan (3.61) dan
(3.62). Diferensiasi persamaan ini menghasilkan
ekpresi untuk dB
0
/dT
•
Jadi persamaan ulang diperlukan
untuk aplikasi persamaan (6.78) dan
(6.79) adalah :
•
Untuk perubahan dari keadaan 1
ke keadaan 2, tulis persamaan
(6.49) untuk kedua keadaan :
•
Perubahan entalpi untuk proses
tersebut,
H = H
2
–
H
1
,
merupakan perbedaan antara dua
persamaan ini :
•
Dengan cara yang sama, oleh
persamaan (6.50) :
•
Persamaan tersebut dapat di
•
Jadi dalam gambar (6.6) alur aktual
dari keadaan 1 dan keadaan 2 (garis
putus-putus) digantikan oleh alur
perhitungan 3 tahap :
•
Langkah 1
1
ig
: Proses
hipotetikal yang mengubah gas riil
menjadi gas ideal pada T
1
dan P
1
.
Perubahan entalpi dan entropi pada
proses ini adalah :
•
Langkah 1
ig
2
ig
: perubahan dalam
keadaan gas ideal dari (T
1
,P
1
) ke
(T
2
,P
2
) untuk proses ini,
•
Langkah 2
ig
2 : proses hipotetik
lainnya yang mengubah gas ideal
kembali menjadi gas riil pada T
2
dan
•
Meskipun tak ada basis teoritis
untuk perluasan korelasi umum ke
campuran, hasil pendekatan untuk
campuran sering didapat dengan
parameter kritis semu hasil dari
aturan pencampuran sederhana
•
Nilai yang didapat adalah campuran
dan
temperatur kritis semu dan tekanan, T
pcdan
P
pc, yang menggantikan T
cdan P
cuntuk
mendefenisikan parameter reduksi semu :
•
Persamaan tersebut mengantikan T
rdan P
runtuk membaca masukan dari tabel appendiks
E, dan mendapatkan nilai Z oleh persamaan
(3.54), H
R/RT
pc