• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTERISITIK PENYELESAIAN SENGKETA PADA PROYEK KONSTRUKSI DI TINGKAT MAHKAMAH AGUNG (077K)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KARAKTERISITIK PENYELESAIAN SENGKETA PADA PROYEK KONSTRUKSI DI TINGKAT MAHKAMAH AGUNG (077K)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 K - 97

ANALISIS KARAKTERISITIK PENYELESAIAN SENGKETA PADA PROYEK

KONSTRUKSI DI TINGKAT MAHKAMAH AGUNG

(077K)

Felix Hidayat1, Christian Gunawan2 1

Staff Pengajar, Komunitas Bidang Ilmu Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, email: hidayat@unpar.ac.id.

2Mahasiswa, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, email:

   

ABSTRAK

Semakin berkembangnya proyek konstruksi di Indonesia berisiko pada munculnya berbagai masalah sengketa antara para pelaku konstruksi. Berbagai metode penyelesaian sengketa telah dikembangkan untuk mangatasi masalah tersebut. Litigasi merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa yang banyak dipilih, namun dalam beberapa tahun terakhir muncul berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa metode penyelesaian sengketa ini tidak lagi efektif terutama apabila mencapai tingkat Mahkamah Agung, namun pada kenyataannya, metode ini masih banyak digunakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana gambaran karakteristik penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia yang ditempuh melalui jalur litigasi? Tujuan dari penelitian ini adalah memberi gambaran mengenai karakteristik penyelesaian sengketa yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia. Karakteristik yang dimaksud ditinjau dari segi pihak bersengketa, jenis proyek, jangka waktu, serta biaya yang dipersengketakan. Data dalam penelitian ini diambil dari situs web www.putusan.mahkamahagung.go.id dengan pembatasan masalah untuk kasus sengketa yang melibatkan kontraktor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada masa pelaksanaan konstruksi. Kasus konstruksi yang melibatkan kontraktor BUMN mencapai 330 (tiga ratus tiga puluh) kasus, yang kemudian disaring lagi menjadi 13 (tiga belas) kasus pada masa pelaksanaan konstruksi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dan dibuat kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak yang bersengketa paling dominan adalah antara Pihak BUMN dan Pihak Swasta dengan jenis proyek komersil. Penyebab sengketa yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahmakah Agung adalah faktor pekerjaan. Jangka waktu penyelesaian sengketa dari dibuatnya perjanjian hingga adanya putusan Mahkamah Agung pada umumnya membutuhkan waktu tiga sampai dengan enam tahun, namun jangka waktu dari adanya putusan Pengadilan Negeri hingga adanya putusan Mahkamah Agung hanya berkisar 18 (delapan belas) bulan. Sedangkan biaya yang digugat dalam sengketa pada umumnya mencapai lebih dari 20 (dua puluh) milyar.

Kata kunci: karakteristik, penyelesaian, sengketa, konstruksi, Mahkamah Agung.

1. PENDAHULUAN

Industri jasa konstruksi memiliki faktor risiko dengan tingkat ketidak pastian yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri lainnya (Flanagan dan Norman, 1993). Hal tersebut merupakan pemicu terjadinya sengketa. Semakin besar nilai dan panjang durasi dari suatu proyek, maka akan semakin tinggi pula probabilitas terjadinya sengketa (Pang, 2011; Gebken, 2006; Love, 2005).

Sengketa menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang bertikai. Kerugian tersebut antara lain :

a. Biaya dan Waktu. Allen pada tahun 2010, dalam penelitiannya menyampaikan bahwa negara di Asia menduduki peringkat tertinggi dalam nilai sengketa, yaitu sebesar USD. 64.500.000,-/tahun, dan waktu penyelesaian sengketa, yaitu selama 11,4 bulan.

b. Produktivitas. Australian Bureau of Statistics (ABS) menyampaikan bahwa pada tahun 2007, tercatat lebih dari 7.000 hari kerja hilang karena adanya sengketa di industri konstruksi (New South Wales Department of Commerce, 2008).

c. Popularitas dan Relasi. Dengan adanya sengketa, popularitas dan relasi antar pihak yang bertikai, akan memburuk, terlebih ketika sengketa mencapai tingkat litigasi dimana tingkat ketegangan sudah mencapai titik tertinggi, dibandingkan dengan metode penyelesaian lainnya (Gebken, 2006; Love, 2005).

Dalam upaya menyelesaikan sengketa, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, arbitrase, dan litigasi. Kesuksesan penyelesaian sebuah sengketa dapat diindikasikan oleh 5 (lima)

(2)

buah faktor, yaitu : biaya-waktu, tingkat ketegangan, kekuatan individual dalam menentukan keputusan akhir, tingkat paksaan, dan tingkat kepentingan hubungan/relasi pihak-pihak yang bersengketa (Love. 2005;

www.partnerglobal.com). Dunia dagang, terutama Internasional selalu “takut” untuk berperkara dihadapan

badan-badan peradilan. Para pedagang umumnya takut untuk berperkara bertahun-tahun lamanya (Sudargo, 1999). Pada proses litigasi, penyelesaian sengketa harus menunggu hingga lembaga peradilan mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah. Proses tersebut terkadang memakan waktu yang lama. Dalam penyelesaian sengketa melalui proses litigasi, pihak-pihak yang bersengketa akan mengajukan diri pada badan peradilan negara. Pada proses ini pihak yang bersengketa harus menjalani proses peradilan yang sah sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang. Apabila salah satu pihak kurang puas pada putusan peradilan, pihak tersebut berhak melakukan banding ke tingkat yang lebih tinggi hingga mencapai ke Mahkamah Agung.

Dengan berkembangnya metode alternatif penyelesaian sengketa, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa metode penyelesaian sengketa melalui proses litigasi tidak lagi efektif. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana gambaran karakteristik penyelesaian sengketa konstrusksi di Indonesia yang ditempuh melalui jalur litigasi? Tujuan dari penelitian ini adalah memberi gambaran mengenai karakteristik penyelesaian sengketa yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia. Karakteristik yang dimaksud ditinjau dari segi pihak bersengketa, jenis proyek, jangka waktu, serta biaya yang dipersengketakan.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan secara kualitatif deskriptif melalui studi beberapa kasus sengketa pada proyek-proyek konstruksi di Indonesia, yang terjadi di tingkat Mahkamah Agung. Penelusuran kasus-kasus dilakukan melalui penelaahan dokumen, dan selanjutnya akan diolah untuk menggambarkan realitas/fenomena mengenai sengketa yang terjadi pada industri jasa konstruksi di Indonesia. Pengumpulan data dibatasi pada (a) kasus-kasus sengketa konstruksi yang melibatkan kontraktor perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), (b) putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia periode September 2007 hingga Januari 2012, dan (c) sengketa terjadi pada tahap pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Data dalam penelitian diambil dari situs internet direktori putusan Mahkamah Agung Indonesia atau

“www.putusan.mahkamahagung.go.id”. Dalam halaman web tersebut, terdapat putusan Mahkamah Agung yang

berisi keterangan lengkap suatu kasus sengketa di tingkat Mahkamah Agung Indonesia. Penelitian ini memanfaatkan fasilitas search engine yang tersedia pada situs internet. Fasilitas tersebut berguna untuk menyaring putusan-putusan Mahkamah Agung yang tersedia dalam direktori, sehingga putusan yang ditampilkan sesuai dengan keyword yang dimasukkan pada search engine tersebut. Masing-masing nama kontraktor BUMN dimasukkan kedalam fasilitas search engine tersebut, kemudian seluruh putusan Mahkamah Agung yang ditampilkan diakses serta di-download. Data putusan tersebut untuk selanjutnya diolah menjadi suatu diagram alir putusan Mahkamah Agung yang berisi ringkasan masing-masing kasus dari awal sengketa tersebut terjadi hingga putusan Mahkamah Agung diambil. Diagram alir tersebut kemudian dianalisis hingga mencapai suatu kesimpulan. Analisis pada penelitian ini dibagi menjadi empat bagian yaitu analisis pihak bersengketa dan jenis proyek, analisis karakteristik penyebab sengketa, analisis jangka waktu penyelesaian sengketa, dan analisa biaya yang digugat.

Pihak bersengketa terdiri dari kontraktor BUMN sebagai penyedia jasa, pemerintah atau swasta sebagai pengguna jasa, dan warga sebagai pihak lain yang terlibat dalam suatu proyek. Pihak pihak ini yang akan dianalisis secara kualitatif hingga dapat diketahui pihak mana yang berpengaruh dalam suatu kasus sengketa. Jenis proyek dalam penelitian ini diklasifikasikan menurut Grace (2010), yang membagi tipe proyek konstruksi menjadi tujuh bagian, yaitu pemukiman, bangunan, kelembagaan atau komersil, industri, industri khusus, jalan, dan heavy construction. Analisis karakteristik penyebab sengketa konstruksi memuat analisis mengenai penyebab atau akar permasalahan suatu sengketa yang diselesaikan melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung. Pengelompokan faktor penyebab sengketa konstruksi diambil dari penelitian terdahulu oleh Yan (2011), yaitu (a) faktor pekerjaan, (b) ketidak lengkapan kontrak, dan (c) faktor manusia. Faktor pekerjaan menunjukkan permasalahan yang muncul akibat faktor eksternal dan faktor internal. Faktor ketidak lengkapan kontrak terdiri dari permasalahan klausul yang bermakna dua, kurangnya klausul dalam kontrak, serta permasalahan lain yang berasal dari kontrak konstruksi. Faktor manusia menunjukkan permasalahan yang muncul akibat dari faktor tingkah laku manusia ataupun dari faktor psikologis.

Analisis jangka waktu penyelesaian sengketa didefinisikan sebagai lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah sengketa tersebut yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung. Jangka waktu penyelesaian sengketa pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah jangka waktu dari Perjanjian hingga adanya Putusan Mahkamah Agung. Sedangkan yang kedua adalah jangka waktu dari Putusan Pengadilan Negeri hingga adanya Putusan Mahkamah Agung. Alasan analisis dibagi menjadi dua bagian adalah untuk memberi gambaran lamanya proses penyelesaian sengketa melalui peradilan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu pada tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

(3)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24

Analisis biaya digugat didefinisikan sebagai biaya yang diperjuangkan oleh kedua bela

sengketa. Besarnya biaya ini diperoleh dari angka dalam satuan Rupiah, yang dijadikan dasar pengajuan tuntutan oleh salah satu pihak kepada pihak lain. Analisis biaya digugat diperlukan untuk memberi gambaran mengenai hasil putusan Mahkamah Agung Indonesia..

3. PENGUMPULAN DATA

Hasil putusan Mahkamah Agung yang didapat mencapai 330 (tiga ratus tiga puluh) kasus, yang mencakup berbagai masalah. Kasus-kasus ini kemudian digolongkan kembali dan didapat hasil bahwa 20% diantaranya merupakan kasus internal masing-masing perusahaan, 70% merupakan kasus dari pihak lain yang memiliki kemiripan kata dari keywords yang dimasukkan dalam fasilitas

Pada kasus sengketa konstruksi terbag

pada tahap pelaksanaan konstruksi. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah kasus pada tahap pelaksanaan konstruksi, sehingga kasus sengketa pada tahap pelelangan juga tida

terdapat 13 (tiga belas) kasus yang sesuai dengan ruang lingkup penelitian dan dijadikan data dalam penelitian ini.

4. HASIL KAJIAN

Pihak bersengketa menunjukkan pihak bersengketa dibagi menjadi tiga, yaitu BUMN

proyek dibagi berdasarkan tipe proyek konstruksi. Gambar 2 menunjukkan bahwa pihak yang bersengketa paling banyak adalah kontraktor BUMN dengan Pihak Swasta yaitu 62%, sedangkan sengketa dengan Pihak Pemerintah hanya mencakup 31%. Hasil ini dikaitkan dengan prinsip dasar masing

bergerak dalam hal mencari keuntungan, sedangkan Pihak Pemerintah b

hidup sejahtera yang pada umumnya tidak mencari keuntungan. Dengan perbedaan prinsip dasar dari masing masing pihak tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu proyek yang melibatkan Pihak BUMN dengan Pihak Swasta terjadi banyak konflik agar mendapat keuntungan yang sebesar

Gambar 2. Pihak yang Bersengketa di Tingkat Mahkamah Agung

Untuk jenis proyek, hasil penelitian pada Gambar 2 menunjukkan bahwa proyek yang paling banyak menjadi permasalahan sengketa adalah proyek pembangunan mall atau yang termasuk building construction, yaitu sebesar 38% dari keseluruhan kasus yang ada. Proyek

untuk mencari keuntungan, sehingga pada proyek ini akan banyak menimbulkan konflik akibat tuntutan yang tinggi. Tuntutan ini pada umumnya dari sisi tampilan, efisiensi bangunan, keamanan maupun pe

mengembangkan. Proyek bangunan dan industri khusus tidak memiliki pengaruh pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan proyek bangunan umumnya memiliki tingkat kompleksitas yang relatif rendah karena hanya mencakup renovasi ataupun instalasi, sedangkan untuk industri khusus, walaupun memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, namun belum banyak dibangun di Indonesia.

Hasil penelitian lebih lanjut antara para pihak yang bersengketa, pihak yang mengajukan gugatan, serta jenis proyek menghasilkan suatu kesimpulan baru. Proyek bangunan merupakan jenis proyek yang paling dominan dominan bersengketa. Dari lima kasus proyek bangunan, empat diantaranya merupakan sengketa antara pihak BUMN dan swasta. Apabila dihubungkan antara jenis proyek dengan pihak

lima kasus proyek bangunan, seluruhnya merupakan permohonan pihak penyedia jasa, namun empat diantaranya dimenangkan oleh pengguna jasa

Penyebab sengketa paling dominan yang ditempuh melalui jalur litigasi adalah faktor pekerjaan (task factors

memberi pengaruh besar adalah komponen internal (

Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 3. Masalah pembayaran yang dimaksud adalah keterlambatan pembayaran dari

(KoNTekS 7)

Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Analisis biaya digugat didefinisikan sebagai biaya yang diperjuangkan oleh kedua bela

sengketa. Besarnya biaya ini diperoleh dari angka dalam satuan Rupiah, yang dijadikan dasar pengajuan tuntutan oleh salah satu pihak kepada pihak lain. Analisis biaya digugat diperlukan untuk memberi gambaran mengenai hasil

amah Agung Indonesia..

Hasil putusan Mahkamah Agung yang didapat mencapai 330 (tiga ratus tiga puluh) kasus, yang mencakup berbagai kasus ini kemudian digolongkan kembali dan didapat hasil bahwa 20% diantaranya merupakan masing perusahaan, 70% merupakan kasus dari pihak lain yang memiliki kemiripan kata dari keywords yang dimasukkan dalam fasilitas search engine, sedangkan sisanya merupakan kasus sengketa konstruksi. Pada kasus sengketa konstruksi terbagi menjadi dua, yaitu kasus sengketa pada tahap pelelangan dan kasus sengketa pada tahap pelaksanaan konstruksi. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah kasus pada tahap pelaksanaan konstruksi, sehingga kasus sengketa pada tahap pelelangan juga tidak digunakan. Setelah proses filtering dilakukan, terdapat 13 (tiga belas) kasus yang sesuai dengan ruang lingkup penelitian dan dijadikan data dalam penelitian ini.

Pihak bersengketa menunjukkan pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa. Dalam penelitian ini, pihak yang bersengketa dibagi menjadi tiga, yaitu BUMN-Swasta, BUMN-Pemerintah, dan BUMN

proyek dibagi berdasarkan tipe proyek konstruksi. Gambar 2 menunjukkan bahwa pihak yang bersengketa paling tor BUMN dengan Pihak Swasta yaitu 62%, sedangkan sengketa dengan Pihak Pemerintah hanya mencakup 31%. Hasil ini dikaitkan dengan prinsip dasar masing-masing pihak, yaitu Pihak Swasta yang bergerak dalam hal mencari keuntungan, sedangkan Pihak Pemerintah bertugas untuk memfasilitasi masyarakat agar hidup sejahtera yang pada umumnya tidak mencari keuntungan. Dengan perbedaan prinsip dasar dari masing masing pihak tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu proyek yang melibatkan Pihak BUMN dengan Pihak

sta terjadi banyak konflik agar mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya.

Gambar 2. Pihak yang Bersengketa di Tingkat Mahkamah Agung

Untuk jenis proyek, hasil penelitian pada Gambar 2 menunjukkan bahwa proyek yang paling banyak menjadi permasalahan sengketa adalah proyek pembangunan mall atau yang termasuk building construction, yaitu sebesar 38% dari keseluruhan kasus yang ada. Proyek bangunan pada umumnya melibatkan pihak swasta dan bertujuan untuk mencari keuntungan, sehingga pada proyek ini akan banyak menimbulkan konflik akibat tuntutan yang tinggi. Tuntutan ini pada umumnya dari sisi tampilan, efisiensi bangunan, keamanan maupun pe

mengembangkan. Proyek bangunan dan industri khusus tidak memiliki pengaruh pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan proyek bangunan umumnya memiliki tingkat kompleksitas yang relatif rendah karena hanya mencakup ngkan untuk industri khusus, walaupun memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, namun belum banyak dibangun di Indonesia.

Hasil penelitian lebih lanjut antara para pihak yang bersengketa, pihak yang mengajukan gugatan, serta jenis proyek suatu kesimpulan baru. Proyek bangunan merupakan jenis proyek yang paling dominan dominan bersengketa. Dari lima kasus proyek bangunan, empat diantaranya merupakan sengketa antara pihak BUMN dan swasta. Apabila dihubungkan antara jenis proyek dengan pihak yang mengajukan gugatan, didapat hasil bahwa dari lima kasus proyek bangunan, seluruhnya merupakan permohonan pihak penyedia jasa, namun empat diantaranya

Penyebab sengketa paling dominan yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung task factors). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komponen faktor pekerjaan yang memberi pengaruh besar adalah komponen internal (internal factors) dengan pembayaran menjadi masalah uta Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 3. Masalah pembayaran yang dimaksud adalah keterlambatan pembayaran dari

K - 99 Analisis biaya digugat didefinisikan sebagai biaya yang diperjuangkan oleh kedua belah pihak dalam suatu sengketa. Besarnya biaya ini diperoleh dari angka dalam satuan Rupiah, yang dijadikan dasar pengajuan tuntutan oleh salah satu pihak kepada pihak lain. Analisis biaya digugat diperlukan untuk memberi gambaran mengenai hasil

Hasil putusan Mahkamah Agung yang didapat mencapai 330 (tiga ratus tiga puluh) kasus, yang mencakup berbagai kasus ini kemudian digolongkan kembali dan didapat hasil bahwa 20% diantaranya merupakan masing perusahaan, 70% merupakan kasus dari pihak lain yang memiliki kemiripan kata dari , sedangkan sisanya merupakan kasus sengketa konstruksi. i menjadi dua, yaitu kasus sengketa pada tahap pelelangan dan kasus sengketa pada tahap pelaksanaan konstruksi. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah kasus pada tahap pelaksanaan k digunakan. Setelah proses filtering dilakukan, terdapat 13 (tiga belas) kasus yang sesuai dengan ruang lingkup penelitian dan dijadikan data dalam penelitian ini.

penelitian ini, pihak yang Pemerintah, dan BUMN-Warga, sedangkan jenis proyek dibagi berdasarkan tipe proyek konstruksi. Gambar 2 menunjukkan bahwa pihak yang bersengketa paling tor BUMN dengan Pihak Swasta yaitu 62%, sedangkan sengketa dengan Pihak Pemerintah masing pihak, yaitu Pihak Swasta yang ertugas untuk memfasilitasi masyarakat agar hidup sejahtera yang pada umumnya tidak mencari keuntungan. Dengan perbedaan prinsip dasar dari masing-masing pihak tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu proyek yang melibatkan Pihak BUMN dengan Pihak

Gambar 2. Pihak yang Bersengketa di Tingkat Mahkamah Agung

Untuk jenis proyek, hasil penelitian pada Gambar 2 menunjukkan bahwa proyek yang paling banyak menjadi permasalahan sengketa adalah proyek pembangunan mall atau yang termasuk building construction, yaitu sebesar bangunan pada umumnya melibatkan pihak swasta dan bertujuan untuk mencari keuntungan, sehingga pada proyek ini akan banyak menimbulkan konflik akibat tuntutan yang tinggi. Tuntutan ini pada umumnya dari sisi tampilan, efisiensi bangunan, keamanan maupun peluang untuk mengembangkan. Proyek bangunan dan industri khusus tidak memiliki pengaruh pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan proyek bangunan umumnya memiliki tingkat kompleksitas yang relatif rendah karena hanya mencakup ngkan untuk industri khusus, walaupun memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi,

Hasil penelitian lebih lanjut antara para pihak yang bersengketa, pihak yang mengajukan gugatan, serta jenis proyek suatu kesimpulan baru. Proyek bangunan merupakan jenis proyek yang paling dominan dominan bersengketa. Dari lima kasus proyek bangunan, empat diantaranya merupakan sengketa antara pihak BUMN dan yang mengajukan gugatan, didapat hasil bahwa dari lima kasus proyek bangunan, seluruhnya merupakan permohonan pihak penyedia jasa, namun empat diantaranya

hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung ). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komponen faktor pekerjaan yang ) dengan pembayaran menjadi masalah utama. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 3. Masalah pembayaran yang dimaksud adalah keterlambatan pembayaran dari

(4)

Pihak Pengguna Jasa kepada Pihak Penyedia Jasa. Pada jenis proyek konstruksi rekayasa berat, industrial, dan pemukiman, komponen utama penyebab sen

komponen utama penyebab sengketa adalah faktor manusia. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 2. Jenis Proyek Konstruksi yang Bersengketa di Tingkat Mahkamah Agung

Gambar 3. Faktor Utama Penyebab Sengketa dan Sub Indikator Penyebab Sengketa dari Faktor Internal Sengketa Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

Gambar 4. Faktor Utama Penyebab Sengketa per Jenis Proyek Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

&.;2-.7<2*5 87;<:=,<287 =25-270 87;<:=,<287       

Pihak Pengguna Jasa kepada Pihak Penyedia Jasa. Pada jenis proyek konstruksi rekayasa berat, industrial, dan pemukiman, komponen utama penyebab sengketa adalah faktor pekerjaan, sedangkan pada proyek bangunan, komponen utama penyebab sengketa adalah faktor manusia. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 2. Jenis Proyek Konstruksi yang Bersengketa di Tingkat Mahkamah Agung

ama Penyebab Sengketa dan Sub Indikator Penyebab Sengketa dari Faktor Internal Sengketa Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

Gambar 4. Faktor Utama Penyebab Sengketa per Jenis Proyek Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

=25-270 87;<:=,<287 7-=;<:2*5 87;<:=,<287 .*>@ 7027..:270 87;<:=,<287           *4<8:#*7=;2* *4<8:"87<:*4 *4<8:%.4.:3**7

Pihak Pengguna Jasa kepada Pihak Penyedia Jasa. Pada jenis proyek konstruksi rekayasa berat, industrial, dan gketa adalah faktor pekerjaan, sedangkan pada proyek bangunan, komponen utama penyebab sengketa adalah faktor manusia. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 2. Jenis Proyek Konstruksi yang Bersengketa di Tingkat Mahkamah Agung

ama Penyebab Sengketa dan Sub Indikator Penyebab Sengketa dari Faktor Internal Sengketa

Gambar 4. Faktor Utama Penyebab Sengketa per Jenis Proyek Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

*4<8:#*7=;2* *4<8:"87<:*4 *4<8:%.4.:3**7

(5)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24

Jangka waktu penyelesaian sengketa dari perjanjian hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung pada umumnya tiga sampai dengan enam tahun. Sedangkan jangka waktu penyelesaian sengketa dari putusan Pengadilan Negeri hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung umumnya hanya mencapai 18 (delapa

ditunjukkan oleh Gambar 5. Biaya yang digugat pada umumnya lebih dari 20 (dua puluh) miliar Rupiah. Sedangkan sengketa yang mencapai tingkat Mahkamah Agung yang tidak menuntut biaya kurang dari satu persen. Hal ini menunjukkan besarnya biaya yang digugat hingga para pihak mau untuk menunggu dalam jangka waktu yang cukup lama agar memperoleh haknya. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 5. Perbandingan Jangka Waktu Perjanjian ke Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri ke Mahkamah

Gambar 6. Perbandingan Biaya Sengketa Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

5. SIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan analisis pada data yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan beberapa poin sebagai berikut:

1. Pihak kontraktor BUMN sebagai penyedia

pihak yang paling sering bersengketa hingga mencapai ke tingkat Mahkamah Agung. Sedangkan pihak yang dominan memohon penyelesaian melalui jalur litigasi adalah Pihak Penyedia Jasa.

2. Jenis proyek komersil menjadi proyek yang paling berisiko timbulnya sengketa. Penelitian lebih lanjut mengemukakan bahwa seluruh gugatan pada proyek komersil diajukan oleh Pihak Penyedia Jasa, dan pihak yang dominan bersengketa pada proyek ini adalah Pihak BUMN denga

3. Penyebab sengketa paling dominan yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung adalah faktor pekerjaan. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komponen faktor pekerjaan yang memberi pengaruh besar adalah komponen internal d

pembayaran yang dimaksud adalah keterlambatan pembayaran dari Pihak Pengguna Jasa kepada Pihak Penyedia Jasa.

(KoNTekS 7)

Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Jangka waktu penyelesaian sengketa dari perjanjian hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung pada umumnya tiga sampai dengan enam tahun. Sedangkan jangka waktu penyelesaian sengketa dari putusan Pengadilan Negeri hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung umumnya hanya mencapai 18 (delapa

ditunjukkan oleh Gambar 5. Biaya yang digugat pada umumnya lebih dari 20 (dua puluh) miliar Rupiah. Sedangkan sengketa yang mencapai tingkat Mahkamah Agung yang tidak menuntut biaya kurang dari satu persen. Hal ini nya biaya yang digugat hingga para pihak mau untuk menunggu dalam jangka waktu yang cukup lama agar memperoleh haknya. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 5. Perbandingan Jangka Waktu Perjanjian ke Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri ke Mahkamah Agung

Gambar 6. Perbandingan Biaya Sengketa Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

SIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan analisis pada data yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan beberapa poin sebagai

Pihak kontraktor BUMN sebagai penyedia jasa dengan Pihak Swasta sebagai pihak pengguna jasa merupakan pihak yang paling sering bersengketa hingga mencapai ke tingkat Mahkamah Agung. Sedangkan pihak yang dominan memohon penyelesaian melalui jalur litigasi adalah Pihak Penyedia Jasa.

k komersil menjadi proyek yang paling berisiko timbulnya sengketa. Penelitian lebih lanjut mengemukakan bahwa seluruh gugatan pada proyek komersil diajukan oleh Pihak Penyedia Jasa, dan pihak yang dominan bersengketa pada proyek ini adalah Pihak BUMN dengan Pihak Swasta.

Penyebab sengketa paling dominan yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung adalah faktor pekerjaan. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komponen faktor pekerjaan yang memberi pengaruh besar adalah komponen internal dengan pembayaran menjadi masalah utama. Masalah pembayaran yang dimaksud adalah keterlambatan pembayaran dari Pihak Pengguna Jasa kepada Pihak

K - 101 ta dari perjanjian hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung pada umumnya tiga sampai dengan enam tahun. Sedangkan jangka waktu penyelesaian sengketa dari putusan Pengadilan Negeri hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung umumnya hanya mencapai 18 (delapan belas) bulan. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 5. Biaya yang digugat pada umumnya lebih dari 20 (dua puluh) miliar Rupiah. Sedangkan sengketa yang mencapai tingkat Mahkamah Agung yang tidak menuntut biaya kurang dari satu persen. Hal ini nya biaya yang digugat hingga para pihak mau untuk menunggu dalam jangka waktu yang cukup

Gambar 5. Perbandingan Jangka Waktu Perjanjian ke Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri ke Mahkamah

Gambar 6. Perbandingan Biaya Sengketa Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung

Setelah melakukan analisis pada data yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan beberapa poin sebagai

jasa dengan Pihak Swasta sebagai pihak pengguna jasa merupakan pihak yang paling sering bersengketa hingga mencapai ke tingkat Mahkamah Agung. Sedangkan pihak yang k komersil menjadi proyek yang paling berisiko timbulnya sengketa. Penelitian lebih lanjut mengemukakan bahwa seluruh gugatan pada proyek komersil diajukan oleh Pihak Penyedia Jasa, dan pihak

n Pihak Swasta.

Penyebab sengketa paling dominan yang ditempuh melalui jalur litigasi hingga mencapai tingkat Mahkamah Agung adalah faktor pekerjaan. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komponen faktor pekerjaan yang engan pembayaran menjadi masalah utama. Masalah pembayaran yang dimaksud adalah keterlambatan pembayaran dari Pihak Pengguna Jasa kepada Pihak

(6)

4. Pada jenis proyek konstruksi heavy construction, industri, dan pemukiman komponen utama penyebab sengketa adalah faktor pekerjaan. Sedangkan pada proyek komersil, komponen utama penyebab sengketa adalah faktor manusia.

5. Jangka waktu penyelesaian sengketa dari perjanjian hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung pada umumnya tiga sampai dengan enam tahun. Sedangkan jangka waktu penyelesaian sengketa dari putusan Pengadilan Negeri hingga adanya putusan dari Mahkamah Agung umumnya hanya mencapai 18 (delapan belas) bulan.

6. Biaya yang digugat pada umumnya lebih dari 20 (dua puluh) milyar Rupiah. Sedangkan sengketa yang mencapai tingkat Mahkamah Agung yang tidak menuntut biaya kurang dari satu persen. Hal ini menunjukkan besarnya biaya yang digugat hingga para pihak mau untuk menunggu dalam jangka waktu yang cukup lama agar memperoleh haknya.

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya, yaitu (a) penelitian dilakukan untuk metode penyelesaian sengketa selain proses litigasi. Hal ini diperlukan untuk memberikan pertimbangan yang lebih matang untuk para pihak yang akan memilih metode penyelesaian sengketa; (b) penelitian dilakukan dengan tinjauan subyek selain kontraktor BUMN, agar dapat membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian yang baru.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, M. “Construction Dispute on The Rise”. Forum Conctruction and Contract News. EC Harris Global

Construction Disputes Report.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, www.putusan.mahkamahagung.go.id , diakses pada tanggal 2 September 2012 – 20 September 2012

Econtech (2008). “Economic Analysis of the Building and Construction Industry Productivity”. Econtech, Canberra.

Flanagan and Norman (1993). “Risk Managemen and Construction”. Blackwell. Oxford.

Gebken, R. (2006). “Quantification of Transactional Dispute Resolution Costs for the U.S. Construction Industry”.

Dissertation. University of Texas.

Goetz, J., Gibson G. (2009). “Construction Litigation, U.S. General Services Administration.”, 1980-2004.”

American Society of Civil Engineers

Grace, F. (2010). “Different Types of Construction Contracts and Projects” (Online)

http://www.articlesbase.com/construction-articles/different-typesof-construction-contracts- and-projects-2608312.html (diakses November 2012)

Love, P., Tse, R. and Edwards, D. (2005). “Time-cost Relationships in Australian Building Construction Projects”,

Journal of Construction Engineering and Management, vol. 131, no. 2, pp. 187-194.

Pang, H.Y. (2011). “Anatomy of Construction Dispute”. Theses. City University of Hongkong. Sudargo, G. (1999). “Undang-Undang Arbitrase Baru”, PT. Citra Aditya Bakti. Jakarta. Yan (2011), “Anatomy of Construction Disputes”. Run Run Shaw Library.

Gambar

Gambar 2. Pihak yang Bersengketa di Tingkat Mahkamah Agung
Gambar 6. Perbandingan Biaya Sengketa Konstruksi di Tingkat Mahkamah Agung 5. SIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengenai pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum akibat kegagalan konstruksi bangunan yang merugikan pihak lain disekitar proyek pembangunan adalah;

kondisi umum proyek maupun terhadap pemakaian alat perlindungan diri, diperoleh hasil bahwa tingkat kepuasan tertinggi terletak pada kelompok kepala tukang (nilai mean

Rumusan Hukum Kamar Tata Usaha Negara Nomor 1 tentang tenggang waktu pengajuan gugatan oleh pihak yang tidak dituju oleh suatu KTUN namun merasa kepent- ingannya dirugikan oleh

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan didapatkan kesimpulan dari hasil analisis pencegahan kecelakaan kerja pada pekerjaan bore pile di proyek Pembangunan

Pada penelitian ini, penulis mengaplikasikan metode FTA pada proyek konstruksi GKM Tower yang berada di Jakarta Selatan, pada masing-masing jenis kecelakaan kerja

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, nilai index kepuasan pemilik proyek owner dengan menggunakan metode Customer Satisfaction Index CSI terhadap kinerja pelayanan kontraktor

Dari hasil wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa pihak kontraktor memiliki proses pencegahan bahaya yang cukup baik dalam pembangunan pada Proyek Jakarta International Stadium,

PENUTUP Simpulan dan Saran Berikut adalah kesimpulan yang diambil dari penelitian manajemen risiko dan K3 pada proyek konstruksi bangunan gedung di banyuwangi yaitu hasil uji