• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAQ UUJK Nomor 2 Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAQ UUJK Nomor 2 Tahun 2017"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

Frequently Asked Questions (FAQ)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017

(2)

INVESTASI INFRASTRUKTUR

Q : Apa yang dimaksud dengan proyek KPBU? Apa saja bentuknya?

A : Proyek KPBU merupakan proyek infrastruktur yang penyediaannya dilakukan Pemerintah melalui kerjasama dengan Badan Usaha termasuk swasta. Skema KPBU diwujudkan melalui ikatan perjanjian (kontrak) kerjasama yang melibatkan suatu instansi pemerintah sebagai PJPK dan suatu Badan Usaha. Dalam perjanjian kerjasama tersebut, pihak Badan Usaha dapat bertanggung jawab atas desain, konstruksi, pembiayaan dan operasi proyek KPBU. Perjanjian kerjasama tersebut biasanya memiliki jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari 15 tahun) untuk memungkinkan pengembalian investasi pihak Badan Usaha. Basis dari perjanjian kerjasama proyek KPBU adalah pembagian alokasi risiko antara Pemerintah (melalui PJPK) dan Badan Usaha. Setiap risiko dialokasikan kepada pihak yang secara relatif lebih mampu mengendalikan, mengelola, mencegah ataupun menyerapnya. Bentuk perjanjian kerjasama proyek KPBU dapat berupa kerjasama operasi dan pemeliharaan fasilitas infrastruktur hingga pembiayaan, penyediaan dan pengoperasian fasilitas infrastruktur.

Q : Apa yang dimaksud dengan PJPK ?

A : PJPK (Penanggung Jawab Proyek Kerjasama) merupakan instansi/institusi yang mewakili Pemerintah dalam penyediaan proyek KPBU, seperti, Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Tugas dan tanggung jawab PJPK diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Q : Bagaimana Aturan kepemilikan lahan oleh pihak asing dan pihak yang berwenang dalam menyediakan lahan untuk proyek KPBU, serta bagaimana Dukungan pemerintah untuk proyek KPBU?

A : Sesuai dengan UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 36 dan Pasal 42 dinyatakan bahwa Badan Hukum Asing, hanya dapat memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) dan/atau mempunyai Hak Pakai atas Tanah. Untuk penyediaan lahan, Pemerintah telah memberikan dukungan untuk proyek KPBU dengan menerbitkan UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang berisi ketentuan bahwa lahan/tanah untuk proyek infrastruktur publik disediakan oleh Pemerintah dan LMAN. Bentuk dukungan lainnya untuk proyek KPBU adalah Viability Gap Fund (VGF) bantuan dana pemerintah sebesar maksimal 49% dari total investasi, selain itu juga dukungan fasilitas penyiapan proyek (PDF/Project Development Facility), dan fasilitas pembayaran ketersediaan layanan (Avability Payment/AP) dan fasilitas Penjaminan Pemerintah.

Q : Rata-rata Nilai IRR untuk berbagai proyek infrastruktur di Indonesia, serta bagaimana mekanisme pengembalian keuntungan untuk investor ?

A : Dijelaskan bahwa nilai IRR proyek KPBU berkisar rata-rata 13 – 15 %, dengan rata-rata margin untuk investor sekitar 2 persen di atas IRR yang diekspektasikan, lalu terdapat kenaikan tarif toll setiap 2 tahun sekali sekitar 5-6 % atau disesuaikan dengan tingkat inflasi.

(3)

investasinya baik dalam bentuk modal dan laba, bagaimana pengenaan pajaknya (apakah investor akan dikenai pajak berganda), dan Berapa besaran persentase (repatriasi) pajak tersebut?

A : Untuk tarif pajak atas BUA corporate tax di Indonesia sebesar sebesar 25%. Sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa WP (Wajib Pajak) Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia berupa dividen, maka dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto. Namun jika penerima dividen ini adalah WP luar negeri dimana Negara domisilinya mempunyai perjanjian perpajakan dengan negara Indonesia dan memiliki Surat Keterangan Domisili (COD), besarnya tarif yang digunakan sesuai dengan Tax Treaty untuk menghindari pajak berganda.

Q : Apa saja yang dapat dijamin oleh Pemerintah ?

A : Penjaminan diberikan atas kewajiban finansal PJPK yang muncul akibat terjadinya risiko yang telah dialokasikan kepada PJPK dalam perjanjian KPBU. Kewajiban finansial tersebut harus dapat dikuantifikasi, mengacu pada formula atau besaran kompensasi yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama.

Contoh kewajiban finansial yang dapat dijamin PT PII adalah kewajiban pembayaran kepada Badan Usaha yang timbul akibat adanya keterlambatan pengurusan perijinan/lisensi, perubahan peraturan perundang-undangan, ketiadaan penyesuaian tarif dan kegagalan pengintegrasian jaringan/fasilitas yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.

Q : Apa tujuan penjaminan pemerintah dibentuk pada proyek KPBU ?

A : Menyediakan penjaminan pada proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha/Swasta (KPBU) di bidang infrastruktur.

Meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness), utamanya bankability proyek-proyek KPBU di bidang infrastruktur.

Meningkatkan tata kelola (governance), konsistensi dan transparansi dalam proses pemberian penjaminan Pemerintah.

Meminimalkan kemungkinan terjadinya sudden shock terhadap APBN dan ring-fencing eksposur kewajiban kontinjensi Pemerintah.

Q : Regulasi apa saja yang mendasari penyediaan infrastruktur KPBU sektor PUPR ?

A :  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

 Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2016 Tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Di Daerah

(4)

 PMK 129/2016 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU

 PMK 170/2015 tentang Pemberian Dukungan Kelayakan atas Sebagian Biaya Konstruksi

 PMK No. 190/2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan

 PMK 260/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek KPBU

 PP No. 43/2013 tentang Jalan Tol

 PP 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum

 Permen PU No. 21/2012 tentang Pedoman Pengadaan Pengusahaan Jalan Tol  Permen PU 09/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan KPBU dalam Pemanfaatan

SDA untuk Pembangunan PLTA/PLT Minihidro/PLT Microhidro

 Kepmen PUPR No. 691.2/KPTS/M/2016 tentang Pembentukan Simpul KPBU di Kementerian PUPR

Q : Proyek Infrastruktur apa yang dapat di KPBU kan ?

A : Sektor infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38/2015 adalah infrastruktur ekonomi dan sosial, mencakup: Transportasi; Jalan; Sumber daya air dan irigasi; Air Minum; Sistem pengelolaan air limbah terpusat; Sistem pengelolaan air limbah setempat; Sistem pengelolaan persampahan; Telekomunikasi dan informatika; Ketenagalistrikan; Minyak dan gas bumi dan energi terbarukan; Konservasi energi; Fasilitas perkotaan; Fasilitas pendidikan; Fasilitas sarana dan presarana olahraga, serta kesenian; Pengembangan Kawasan; Pariwisata; Kesehatan; Lembaga pemasyarakatan Perumahan rakyat.

Q : Apa kriteria proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan mendapatkan dukungan pemerintah ?

A : Penyediaan proyek KPBU dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38/2015, melalui proses lelang untuk memilih Badan Usaha, dimana proyek tersebut memenuhi kriteria kelayakan sebagaimana tercakup dalam dokumen studi kelayakan yang dilakukan oleh tenaga ahli yang independen. Kriteria kelayakan mencakup aspek teknis, ekonomi dan keuangan, serta memenuhi ketentuan lingkungan dan sosial. Selain itu proyek harus memenuhi ketentuan perundang-undangan dan terdapat ketentuan arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam Perjanjian Kerjasama.

Q : Regulasi apa saja yang mendasari pemberian Penjaminan oleh Pemerintah ?

A : Peraturan Pemerintah No. 35/2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Di Bidang Penjaminan Infrastruktur.

Peraturan Pemerintah No. 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Peraturan Presiden No. 78/2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

(5)

Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha.

Q : Bagaimana proses mendapatkan penjaminan atas proyek? Apakah pihak swasta yang berminat atas suatu proyek dapat langsung melakukan aplikasi kepada Pemerintah ?

A : Permohonan yang mendapatkan penjaminan harus disampaikan oleh PJPK proyek terkait kepada pemerintah melalui PT PII dalam bentuk Usulan Penjaminan.

Berdasarkan Usulan Penjaminan dari PJPK tersebut, PT PII akan melakukan evaluasi dan menstruktur penjaminan.

Jika proyek KPBU memenuhi kriteria untuk mendapatkan penjaminan, PT PII akan mengeluarkan Pernyataan Kesediaan Penjaminan atas proyek.

Oleh PJPK, Pernyataan Kesediaan Penjaminan tersebut dicantumkan dalam dokumen tender untuk kepentingan para peserta lelang saat menyusun dokumen penawaran.

Secara rinci, proses permohonan penjaminan ini diatur dalam Perpres No. 78/2010 dan PMK No. 260/2010.

Q : Apakah ada biaya terkait penjaminan pemerintah ini? Jika ya, bagaimana strukturnya dan siapa yang menanggung?

A : Sebagai BUPI, PT PII dapat memperoleh imbal jasa penjaminan atas penyediaan penjaminan yang dilakukan Badan Usaha/pihak swasta yang menerima manfaat penjaminan infrastruktur akan membayar imbal jasa penjaminan. Struktur imbal jasa penjaminan tersebut berbentuk One-Time Fee (dihitung terhadap nilai proyek) dan Recurring Fee (dihitung terhadap nilai eksposur penjaminan yang diberikan). Selain tergantung pada nilai proyek dan nilai eksposur penjaminan, besaran imbal jasa penjaminan juga akan mempertimbangkan profil risiko proyek dan biaya atas proses penyediaan penjaminan untuk proyek terkait.

Q : Apa manfaat dari penjaminan pemerintah untuk Sektor Swasta?

A : Mitigasi risiko bagi sektor swasta yang tidak dapat dicakup dari pasar. Peningkatan transparansi, kejelasan dan konsistensi proses evaluasi dan pemberian penjaminan bagi proyek. Memperpanjang jangka waktu pinjaman, yang berdampak pada penawaran harga (bid) yang lebih kompetitif. Memberikan insentif bagi PJPK untuk membuat kontrak yang memenuhi standar pasar, yang berlaku umum/internasional.

Q : Bagaimana Pemerintah menjamin proyek infrastruktur yang nilainya jauh lebih besar?

A : Jika nilai proyek yang dijamin melebihi kemampuan modalnya, PT PII dapat melakukan penjaminan bersama (co-guarantee) dengan Lembaga Multilateral (Multilateral Development Agency/MDA, seperti Bank Dunia), dengan institusi keuangan lainnya atau dengan Pemerintah Republik Indonesia.

Mekanisme co-guarantee ini akan tertuang dalam Perjanjian Penjaminan (Guarantee Agreement) antara investor/lender dengan para penjamin.

(6)

pembayaran klaim dari Bank Dunia, lembaga dengan peringkat kredit AAA.

Meski penjaminan proyek dilakukan melalui struktur penjaminan bersama/co-guarante, proses penjaminan, termasuk evaluasi (appraisal), dilakukan oleh PT PII sesuai dengan Kebijakan Satu Pelaksana (Single Window Policy) dalam hal penjaminan bersama dengan Pemerintah Indonesia.

Q : Bagaimana Pemerintah melalui PT PII mempertahankan posisi finansialnya jika terjadi klaim penjaminan?

A : Sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, PT PII memiliki hak Regres kepada PJPK atas setiap klaim yang dibayarkan PT PII kepada investor.

Nilai Regres yang dapat ditagihkan PT PII kepada PJPK adalah nilai klaim yang telah dibayarkan, dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value of money).

Hak PT PII sebagai penjamin dan kewajiban PJPK ini dituangkan dalam suatu Perjanjian Regres antara PT PII dan PJPK. Perjanjian Regres ditandatangani sebelum penandatanganan Perjanjian Penjaminan antara PT PII dengan badan usaha atau swasta.

Q : Mengapa diperlukan Perjanjian Regres (Recourse Agreement)?

A :  Sesuai dengan ketentuan hukum perdata tentang penjaminan (borgtoch)

 Memastikan keberlangsungan kondisi finansial (financial sustainability) pemerintah melalui PT PII. Memastikan PJPK bertanggung jawab atas kewajiban-kewajibannya (baik finansial maupun non-finansial) sesuai kontrak KPBU.

Q : Bagaimana proses pengadaan lahan untuk penyediaan infrastruktur di Indonesia ?

A :  Pemerintah telah mengeluarkan perpres nomor 71 Tahun 2012 dan perpres nomor 148 Tahun 2015 yang mengatur tentang tata cara pengadaan lahan untuk penyediaan infrastruktur publik. Berdasarkan Perpes tersebut, tahapan pelaksanaan pengadaan lahan terdiri atas tiga tahapan, yaitu :

 Tahap persiapan : 242 – 268 hari kerja  Tahap pelaksanaan : 247 – 251 hari kerja  Tahap penyerahan hasil : 33 hari hari kerja

 Jadi total durasi tahapan pengadaan lahan adalah 519 – 549 hari kerja 

 Dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan lahan untuk penyediaan infrastruktur bagi kepentingan publik telah diatur bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyediakan lahan untuk pembangunan infrastruktur. Berdasarkan ketentuan tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) melalui PMK Nomor 219 Tahun 2015. Salah satu tugas Lembaga ini adalah menyediaakan dana untuk pembebasan lahan. LMAN hanya khusus menyediakan dana,

Q : Apa perbedaan proses lelang untuk proyek solicited dengan proyek unsolicited?

(7)

Pelaksana tetap dilaksanakan dengan metode seleksi/lelang sesuai Perka LKPP Nomor 19 Tahun 2015, baik untuk proyek solicited maupun unsolicited.

Q : Bagaimana tahapan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU) dalam penyediaan infrastruktur?

A : 1. Penyusunan Rencana Anggaran KPDBU (Sumber : APBN APBD Pinjaman/ Hibah Lainnya)

2. Penganggaran Dana Tahap Perencanaan KPDBU, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

3. Identifikasi Penetapan KPDBU, studi pendahuluan dan konsultasi publik 4. Keputusan Lanjut/Tidak Skema KPDBU

5. KPDBU Diusulkan Kepada Menteri PPN dan tembusan Menteri Dalam Negeri (MDN), Indikasi perlu tidaknya Dukungan dan/atau Jaminan Pemerintah Kesesuaian dengan prioritas Nasional

6. Daftar Rencana KPDBU

Daftar Rencana KPDBU berfungsi sebagai :

a. Menjadi pertimbangan rencana kerja pemerintah daerah

b. Diperbaharui secara berkala untuk diumumkan serta disebar luaskan

c. PJPK menginformasikan status KPDBU minimal 1 kali dalam setahun kepada Menteri PPN dan tembusan MDN

d. Menteri PPN dan MDN akan mengevaluasi Rencana KPDBU jika tidak ada perkembangan dalam jangka waktu dua tahun

Q : Apakah manfaat dilaksanakannya KPBUD dengan skema Availability Payment (AP) bagi Pemda ?

A : 1. Tidak ada pembayaran selama Kontruksi a. AP dibayarkan untuk penyediaan jasa layanan. b. PJKP tidak perlu membayar biaya konstruksi. 2. Pembayaran bersifat jangka panjang

AP dibayarkan selama periode operasi (30 s.d 50 Tahun). Sehingga dapat mengatasi keterbatasan fiskal daerah

3. Pembayaran dilakukan secara cicilan

a. Jumlah pembayaran setiap tahun disesuaikan dengan perjanjian kontrak. b. Jumlah AP disesuaikan terhadap inflasi.

Q : Bagaimana metode pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah untuk KPDBU dengan skema Availability Payment (AP)?

A :  Pelaksanaan pembayaran AP wajib dialokasikan oleh PJPK berdasarkan perjanjian KPDBU dalam Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD.

 Pelaksanaan pembayaran AP yang dialokasikan oleh PJPK wajib disetujui oleh DPRD selama masa perjanjian KPDBU.

 Penganggaran untuk Availability Payment (AP) melalui belanja langsung Pemda melalui APBD, sesuai karakterisitik untuk jasa layanan

(8)

A : 1. output dan indikator kinerja yang obyektif dan terukur. 2. Perhitungan pembayaran ketersediaan layanan.

3. Sistem pemantauan yang efektif terhadap indikator kinerja. 4. Waktu pembayaran.

5. Mekanisme Pembayaran.

SISTEM PENYELENGGARAAN

Q : Pada kontrak lump sump terjadi kondisi kejadian tak terduga (unforeseen), apakah diperbolehkan Pokja melakukan adendum terkait perubahan lingkup pekerjaan dan perubahan lokasi kegiatan? (2 Kasus)

A : Apabila terjadi kondisi kejadian tak terduga (unforeseen), Pokja dapat mengajukan permohonan terkait addendum perubahan lingkup pekerjaan dan perubahan lokasi kegiatan kepada PPK, kemudian PPK melaporkan kepada PA/KPA agar perubahan tersebut disetujui.

Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pasal 17 Ayat (3)

(3) Selain tugas pokok dan kewewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal diperlukan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dapat mengusulkan kepada PPK:

a. perubahan HPS; dan/atau

b. perubahan spesifikasi teknis pekerjaan

Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pasal 34 Ayat (4) (4) Apabila terjadi perubahan paket pekerjaan maka:

a. PPK mengusulkan perubahan paket pekerjaan kepada PA/KPA untuk ditetapkan; atau

b. ULP/Pejabat Pengadaan mengusulkan perubahan paket pekerjaan melalui PPK untuk ditetapkan oleh PA/KPA.

Q : Apabila terdapat dana sisa lelang yang rencananya akan digunakan untuk komponen pelengkap paket (seperti taman, jalan akses, dsb), bagaimanakah cara pengadaan barang tersebut? Apakah cukup dengan addendum kontrak? Apakah dana perencanaan dan pengawasan perlu disediakan kembali atau masuk proyek lama? (1 Kasus)

A : Apabila terdapat dana sisa lelang, maka PPK dapat meminta penyedia jasa untuk melakukan perubahan melalui addendum kontrak dengan syarat pekerjaan tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam perjanjian/kontrak awal. Untuk dana perencanaan dan pengawasan tidak perlu disediakan karena pekerjaan masih dalam masa kontrak pelaksanaan pekerjaan.

Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pasal 87 Ayat (1) s.d (3)

(1) Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam Dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan pada Kontrak yang meliputi:

a. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak;

b. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;

(9)

d. mengubah jadual pelaksanaan.

(1b) Perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku untuk pekerjaan yang menggunakan Kontrak Harga Satuan atau bagian pekerjaan yang menggunakan harga satuan dari Kontrak Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan

(2) Pekerjaan tambah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:

a. tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam perjanjian/Kontrak awal; dan

b. tersedia anggaran untuk pekerjaan tambah.

Q : Untuk pekerjaan sederhana seperti pembangunan tembok sepanjang 20 meter, apakah harus ada unsur Pelaksana, Konsultan Perencana dan Pengawas? Apakah dapat menggunakan pekerjaan terintegrasi?

A : Untuk pekerjaan sederhana, PPK yang memutuskan apakah dibutuhkan unsur Perencana dan Pengawas. PPK yang akan menjadi pengawas selama pelaksanaan kontrak. Sedangkan untuk pekerjaan terintegrasi harus memenuhi salah satu kriteria berikut:

1. Pekerjaan yang membutuhkan teknologi tinggi

2. Pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi

3. Pekerjaan yang menggunakan peralatan khusus

4. Pekerjaan yang bernilai di atas 100 Milyar rupiah

Q : Pokja menyusun HPS Konstruksi tanpa mengacu pada Peraturan Menteri PUPR No. 28 Tahun 2016. Haruskah diubah? (1 Kasus)

A : Dalam menyusun HPS konstruksi di Bidang Pekerjaan Umum, harus mengacu pada Peraturan Menteri PU No. 11 Tahun 2013 yang diubah menjadi Peraturan Menteri PUPR N0. 28 Tahun 2016. Sebelum Peraturan Menteri PUPR No. 28 Tahun 2016 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan diundangkan, dinyatakan tetap berlaku namun harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri tersebut paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri No. 28 Tahun 2016 diundangkan.

Q : Pekerjaan yang ditetapkan PPK untuk disubkontrakkan merupakan pekerjaan utama (1 kasus)

A : Dalam kegiatan Pengadaan Barang/Jasa, Penyedia jasa dilarang untuk mengalihkan Pekerjaan Utama kecuali sebagian Pekerjaan Utama kepada Penyedia Barang/Jasa Spesialis. Penyedia Jasa harus emelengkapi bukti pembayaran kepada seluruh Subkontraktor dalam meminta progress pembayaran kepada PPK.

Q : Pokja salah dalam memilih metode evaluasi dan metode penyampaian dokumen (metode sampul) yang akan digunakan (1 Kasus)

(10)

yang dapat digunakan terdiri dari sistem gugur (apabila teknis pelaksanaan tidak dipertimbangkan), sistem nilai (apabila teknis pelaksanaan menjadi bagian penting dari kualitas pengadaan), dan sistem penilaian biaya selama umur ekonomis (mempertimbangkan biaya lainya, seperti biaya pemilharaan dan operasional)

Q : Pokja penilaian kualifikasi pada pekerjaan konstruksi menggunakan sistem nilai (1 Kasus)

A : Untuk pekerjaan konstruksi, metode evaluasi kualifikasi yang digunakan adalah sistem gugur. Apabila pokja melakukan evaluasi menggunakan sistem nilai, proses lelang sudah bertentangan dengan Peraturan Menteri PU No 31 Tahun 2015, yang mengakibatkan proses lelang harus diulang dan pokja harus mengubah metode evaluasi kualifikasi dalam dokumen pengadaan.

Q : Kriteria evaluasi tidak dituangkan dalam dokumen pengadaan (1 Kasus)?

A : Isi dokumen pengadaan harus sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Permen PU No. 31 Tahun 2015, dimana kriteria atau tata cara evaluasi harus dijelaskan di dalam dokumen pengadaan.

Q : Pokja menambahkan, mengurangi dan atau mengubah kriteria yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan (1 Kasus)

A : Pokja hanya dapat merubah isi dari dokumen pengadaan melalui addendum dokumen pengadaan sampai dengan batas akhir pemasukan dokumen penawaran. Apabila terjadi Addendum dalam dokumen pengadaan, Pokja ULP dapat memberikan tambahan waktu pemasukan dokumen penawaran.

Q : Pada pelelangan Rehabilitasi Gedung paket kecil, panitia menetapkan bahwa perusahaan yang boleh mendaftar adalah perusahaan yang memiliki dua sub bidang (misalnya 21005 dan 21301), sementara pada pelelangan yang lain, hanya mewajibkan memiliki 1 sub bidang.

A : Seharusnya untuk paket kecil (Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Kecil), yang dipersyaratkan adalah memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan. Sedangkan untuk Usaha Non-Kecil, yang dipersyaratkan adalah kemampuan pekerjaan pada subbidang yang sesuai.

Q : Dalam Pekerjaan Konstruksi Breakwater menggunakan kubus beton dan tetrapod, selain mempersyaratkan SIUJK panitia juga mempersyaratkan Ijin Usaha Industri (IUI). Apakah ini diperbolehkan? (1 Kasus)

A : Apabila kubus beton dan tetrapod tidak diproduksi sendiri, maka mungkin dipersyaratkan dukungan dari produsen tersebut. Namun untuk Izin Usaha Industri bisa dikategorkan persyaratan yang mengada-ngada.

Q : Dalam dokumen pengadaan, Pokja mencantumkan persyaratan Kemampuan Dasar (KD) penggabungan KSO (1 Kasus)

A : Untuk badan usaha yang berbentuk kemitraan (KSO), yang dilakukan perhitungan KD adalah perusahaan yag mewakili kemitraan tersebut, bukan KD penggabungan perusahaan.

Permen PUPR No 31 Tahun 2015

(11)

11b

Konstruksi Berkelanjutan

Q : Apakah saja persayaratan untuk menjadi peserta Bimbingan Teknis SMK3?

A : a. Pendidikan minimal D3 Teknik, apabila pendidikan calon peserta bukan teknik maka calon peserta harus memiliki pengalaman di bidang keteknikan minimal 4 tahun. b. Mengisi formulir pendaftaran.

c. Membawa surat tugas dari atasan.

Q : Apabila ada unit kerja yang akan mengajukan permintaan mengenai pelaksanaan Bimbingan Teknis SMK3, kemanakah harus mengirimkan surat?

A : Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

Gedung Utama lt. 12 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jl. Pattimura no. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12110

Telp.(021) 7278610, Fax. (021) 7266637Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Gedung Utama lt. 12 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Jl. Pattimura no. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12110 Telp.(021) 7278610, Fax. (021) 7266637

Q : Bagaimanakah mekanisme permintaan pengawas kegiatan Bimtek SMK3 dari daerah?

A : a. Unit kerja yang akan melaksanakan Bimtek mengirimkan surat permintaan secara resmi kepada Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

b. Dit. BPJK akan mengirimkan pengawas kegiatan Bimtek SMK3 dengan rasio 40 orang peserta = 1 orang pengawas.

Kontrak Konstruksi

Q : Bagaimana melakukan penyesuaian harga pekerjaan konstruksi?

A : Pemberian Penyesuaian Harga (Eskalasi/De-eskalasi) diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 31 Tahun 2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, pada Lampiran Syarat-Syarat Umum Kontrak Angka 40 huruf b, c, e, dan g, yang berbunyi sebagai berikut :

b. Penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa

pelaksanaannya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan diberlakukan mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan.

c. Penyesuaian harga berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali mata

pembayaran Lump Sum serta pekerjaan dengan Harga Satuan timpang.

e. Penyesuaian Harga Satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang

tercantum dalam kontrak awal/adendum kontrak.

g. Jenis pekerjaan baru dengan Harga Satuan baru sebagai akibat adanya adendum

kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak adendum kontrak tersebut ditandatangani.

(12)

harga dapat dilihat pada SSKK Poin V.

Q : Bolehkah Kontrak Lumpsum untuk Pekerjaan Konstruksi dilakukan perubahan Kontrak?

A : Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 31 Tahun 2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi Buku Standar PK 01 LS – Pascakualifikasi (Pelelangan umum/pemilihan langsung), pada lampiran Syarat-Syarat Umum Kontrak Angka 36.2 huruf a, b, dan c

36.2. Perubahan Kontrak dapat dilaksanakan apabila disetujui oleh para pihak, meliputi:

a. perubahan pekerjaan disebabkan oleh sesuatu hal yang dilakukan oleh para pihak dalam

kontrak sehingga mengubah lingkup pekerjaan dalam kontrak atas persetujuan Pengguna Anggaran;

b. perubahan harga kontrak akibat adanya perubahan pekerjaan dan/atau karena

perubahan pelaksanaan pekerjaan atas persetujuan Pengguna Anggaran;

c. perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan.

Q : Apakah K3 dan SMK3 dapat dimasukkan ke final item atau HPS?

A : Biaya Penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 66/SE/M/2015 dialokasikan pada Biaya Umum dan tidak berdiri sendiri sebagai satu item pekerjaan didalam HPS

Q : Bagaimana dasar pengenaan Denda untuk pekerjaan yang terlambat akibat kesalahan penyedia?

A : Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 31 Tahun 2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi Buku Standar PK 01 HS – Pascakualifikasi (Pelelangan umum/pemilihan langsung):

Lampiran Syarat-Syarat Umum Kontrak 1. Angka 28.2

” Jika pekerjaan tidak selesai pada Tanggal Penyelesaian bukan akibat Keadaan Kahar atau Peristiwa Kompensasi atau karena kesalahan atau kelalaian penyedia maka penyedia dikenakan denda.”

2. Angka 66.4

“besarnya denda yang dikenakan kepada penyedia atas keterlambatan

penyelesaian pekerjaan untuk setiap hari keterlambatan adalah:

1) 1/1000 (satu perseribu) dari sisa harga bagian kontrak yang belum dikerjakan (sebelum PPN), apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan dapat berfungsi; atau

(13)

sesuai yang ditetapkan dalam SSKK

Didalam SSKK diatur pada Ketentuan W

Q : Bentuk Kontrak untuk Pekerjaan yang sumber dananya berasal dari Pinjaman Luar Negeri mengacu kemana?

A : Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya, Pasal 103 Ayat (1)

(1) PPK dalam melaksanakan pekerjaan yang dibiayai dari PHLN, wajib memahami: a. Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) Naskah Perjanjian Hibah Luar

Negeri (NPHLN) atau dokumen kesepahaman; dan

b. ketentuan-ketentuan pelaksanaan proyek Pengadaan Barang/Jasa setelah NPPLN/NPHLN disepakati Pemerintah Republik Indonesia dan pemberi pinjaman/ hibah

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 31 Tahun 2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi Buku Standar PK 01 HS – Pascakualifikasi (Pelelangan umum/pemilihan langsung) Angka 3.3 yang berbunyi sebagai berikut :

3.3. Apabila sumber dana berasal dari pinjaman/hibah luar negeri, menggunakan hukum yang berlaku di Indonesia atau hukum yang berlaku di negara pemberi pinjaman/hibah

(tergantung kesepakatan antara Pemerintah dan negara pemberi pinjaman/hibah), pilihan hukum yang digunakan agar dicantumkan dalam Syarat-syarat Khusus Kontrak yang selanjutnya disebut SSKK.

Kesepakatan tersebut mengacu pada Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN)/ Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri (NPHLN) atau dokumen kesepahaman;

Q : Bagaimana Penjelasan Terhadap Pemahaman Hierarki Dokumen Kontrak?

A : Berdasarkan Permen PU Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi yang beberapa kali diubah terakhir dengan Permen PUPR Nomor 31/PRT/M/2015 dinyatakan bahwa Hierarki Dokumen Kontrak yaitu sebagai berikut:

a. Adendum Surat Perjanjian (apabila ada) f. Spesifikasi Khusus b. Pokok Perjanjian g. Spesifikasi Umum c. Surat Penawaran berikut h. Gambar-gambar; dan Daftar Kuantitas dan Harga i. Dokumen lainnya seperti: jaminan- d. Syarat-Syarat Khusus Kontrak jaminan, SPPBJ, BAHP, BAPP e. Syarat-Syarat Umum Kontrak

(14)

lebih tinggi berdasarkan urutan hierarki sebagaimana dimaksud ketentuan di atas

Q : Permasalahan Kontrak terkait kendala pembebasan lahan

A : Berdasarkan ketentuan Pasal 87 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang

Pengadaan Barang/Jasa, dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam Dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan pada Kontrak.

Jika diperlukan perubahan kontrak guna mengubah lokasi quarry maka pihak Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa melakukan pembahasan secara cermat sebelum melakukan suatu perubahan kontrak, jika kedua belah pihak bersepakat maka dituangkan dalam Addendum Kontrak.

Q : Apabila terdapat Temuan Ketidaksesuaian Data pada saat berlangsungnya pelaksanaan kontrak

A : Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 93 ayat (1) huruf c Perpres Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya yang mengatur bahwa salah satu penyebab PPK dapat

memutuskan Kontrak secara sepihak adalah Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang.

Penyedia Jasa juga dapat dikenakan sanksi akibat kesalahannya sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 93 ayat (2) Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahannya yaitu: Jaminan Pelaksanaan dicairkan;

- Sisa uang muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;

- Penyedia Barang/Jasa membayar denda; dan/atau

- Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam

Q : Bagaimana Perhitungan Volume Pekerjaan Konstruksi untuk Kontrak Harga Satuan dan Penetapan Cost Factor

A : Besaran koefisien komponen kontrak mata pembayaran untuk pekerjaan dapat dari perhitungan yang dilakukan berdasarkan Analisa Harga Satuan Pekerjaan dalam Dokumen Kontrak klausul Penyesuaian Harga huruf P SSKK yang sesuai dengan rumusan perhitungan yang diatur dalam Tata Cara Perhitungan Penyeseuaian Harga pada pasal 92 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Q : Bagaimana Cara Pembayaran Konsultan Manajemen Konstruksi

(15)

Nomor 31/PRT/M/2015 dinyatakan bahwa Kontrak Harga Satuan Jasa Konsultansi didasarkan atas input (tenaga ahli dan biaya-biaya langsung terkait termasuk perjalanan dinas) yang harus disediakan konsultan (input based) untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja/TOR. Jenis pekerjaan pada kelompok ini yaitu supervisi/pengawasan pekerjaan konstruksi, monitoring, manajemen konstruksi, survey, dan lainnya.

untuk pekerjaan dengan kontrak harga satuan, yang mengikat adalah harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan, volume pekerjaan masih bersifat perkiraan sementara dan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh Penyedia.

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

Q : Apakah tugas dan fungsi provinsi dalam hal jasa konstruksi?

A : Pada prinsipnya, tugas dan fungsi Provinsi dalam pembinaan jasa konstruksi terdapat di UU Jaskon no.2/2017. Beberapa hal yang diatur antara lain :

1. Melakukan kegiatan pendataan proyek di daerah yang berpotensi dilakukan dengan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (Permen PUPR No. 15/2015) 2. Mengembangkan dan meningkatkan kompetensi tenaga ahli konstruksi (UU No.

23/2014)

3. Menyelenggarakan sistem informasi jasa konstruksi cakupan daerah provinsi (UU No. 23/2014)

4. Melaksanakan kebijakan pembinaan, menyebarluaskan peraturan perundang-undangan, menyelenggarakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan jasa konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)

5. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas badan usaha jasa konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)

6. Melaksanakan pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)

7. Melaksanakan pembinaan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi tingkat Provinsi dan asosiasi jasa konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)

8. Meningkatkan kemampuan teknologi, penggunaan dan nilai tambah jasa dan produk konstruksi dalam negeri di wilayah provinsi (Permen PUPR No.15/2015) 9. Pengembangan pasar dan kerjasama konstruksi di wilayah provinsi (Permen PUPR

No. 15/2015)

Q : Apakah tugas dan fungsi kabupaten dalam hal jasa konstruksi?

A : 1. Melakukan kegiatan pendataan proyek di daerah kab/kota yang berpotensi dilakukan dengan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (Permen PUPR No. 15/2015)

2. Mengembangkan dan meningkatkan kompetensi tenaga terampil konstruksi (UU No. 23/2014)

3. Menyelenggarakan sistem informasi jasa konstruksi cakupan daerah kab/kota (UU No. 23/2014)

4. Melaksanakan kebijakan pembinaan, menyebarluaskan peraturan perundang-undangan, menyelenggarakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan jasa konstruksi di wilayah kab/kota (PP No. 30/2000)

5. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas badan usaha jasa konstruksi di wilayah kab/kota (PP No. 30/2000)

(16)

pemanfaatan jasa konstruksi di wilayah kab/kota (UU No. 23/2014 dan PP No. 30/2000)

7. Melaksanakan pembinaan asosiasi jasa konstruksi di wilayah kab/kota (PP No. 30/2000)

8. Meningkatkan kemampuan teknologi, penggunaan dan nilai tambah jasa dan produk konstruksi dalam negeri di wilayah kab/kota (Permen PUPR No.15/2015) 9. Pengembangan pasar dan kerjasama konstruksi di wilayah kab/kota (Permen PUPR

No. 15/2015)

10. Melaksanakan pembinaan dan penerbitan izin usaha jasa konstruksi nasional (non kecil dan kecil) (UU No 23/2014)

Q : Dengan terbentuknya organisasi perangkat daerah yang merupakan amanah dari UU 23 tahun 2014, maka diperlukan utuk mendukung nomenklatur yang baru, darimanakah dananya?

A : Saat ini kementerian dalam negeri sedang menyusun kodefikasi anggaran

Q : Apakah dalam Undang-Undang 23 tahun 2014 ini memungkinkan daerah dapat membentuk UPTD

A : Dalam hal pemenuhan fungsi pelaksanaan pembangunan sektoral dinilai cukup besar, maka pemerintah daerah dapat membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) berdasarkan peraturan perundangan

Q : Dengan nomenklatur baru ini program kegiatan apakah yang dapat dilakukan bidang jasa konstruksi?

A : Pada prinsipnya adalah sesuai dengan program kegiatan yang dituangkan dalam tugas dan fungsi dari provinsi/ kabupaten di UU Jaskon No.2/2017 dan Lampiran PP No.18/2016.

Sanksi bagi yang Pemerintah yang tidak melakukan pelaksanaan ini adalah sanksi admiitratif tertulis. Untuk Gubernur oleh Menteri dan Kabupaten/Kota oleh Gurbenur/wakil Gubernur sebagai wakil Pemerintah PUsat.

Q : Kenapa saat ini Pemerintah Daerah mempunyai peran lebih besar dalam Jaskon?

A : Sejalan dengan desentralisasi dalam pembangunan Negara, para pelaku jasa konstruksi pelaksanaan pembinaan berada di daerah.

UU JASA KONSTRUKSI

Q : Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, apakah serta merta peraturan sebelumnya tidak berlaku?

(17)

Q : Apakah ada perbedaan tanggung jawab dari pemerintah daerah?

A : Terdapat perbedaan hakiki antara peran Pemda dan Pempus dalam UU Jaskon. Pada UU 18/1999 lebih mengarah kepada sentralistik. Sementara pada UU 2/2017, diarahkan kepada desentralisasi selaras dengan makna yang dituangkan dalam UU No.23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Sehingga peran Pemerintah Daerah akan semakin besar dalam pelaksanaan dan pembinaan jasa konstruksi yang bermutu. Adapun pembagian tugas dan kewenangan tersebut adalah :

I. Kewenangan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat

 memberdayakan BU jaskon, pengawasan proses IUJK-tertib usaha-rantai pasok dan fasilitasi kemitraan BUJK

 menyelengarakan pengawasan pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi, tertib penyelenggaraan dan pemanfaatan Jakon di Provinsi

 menyelenggarakan pengawasan penerapan standar keamanan, keselematan, kesehatan dan keberlanjutan (K4)

 menyelenggarakan pengawasan sistem SKA, pelatihan dan upah tenaga kerja konstruksi

 menyelenggarakan pengawasan penggunaan MPK dan tekhnologi konstruksi, fasilitasi kerjasama institusi litbang, fasilitasi pengembangan tekhnologi prioritas, penggunaan Standar mutu material dan peralatan sesuai SNI

 memperkuat kapasitas lembaga, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan dan usaha penyediaan bangunan

 mengumpulkan data dan informasi Usaha Konstruksi di Provinsi

II. Kewenangan Daerah sebagai otonom

A. Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi yaitu :

 Penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli Jasa Konstruksi  Penyelenggaraan Sistem Informasi Cakupan daerah Provinsi B. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota:

 Penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi.

 Penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan Daerah kabupaten/kota  Penerbitan izin usaha jasa konstruksinasional Kualifikasi kecil, menengah, dan

besar

 Pengawasan tertib usaha, tertibpenyelenggaraan dan tertib pemanfaatanjasa konstruksi.

Q : Bila ada laporan masyarakat terkait dugaan kegagalan bangunan (pelanggaran dalam kegiatan konstruksi), apakah pemeriksaannya akan menghentikan proses konstruksi?

A : Pemeriksaan hukum tidak mengganggu atau menghentikan penyelenggaraan konstruksi. Laporan masyarakat akan diproses oleh APIP yakni unit pemeriksaan internal atas dugaan yang dilaporkan dan disesuaikan dengan kontrak kerja. APIP akan melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Menteri. Apabila didapati adanya tindak pidana, maka diserahkan kepada proses hukum. Namun bila tidak maka diselesaikan melalui keperdataan. Sementara pemeriksaan, pekerjaan layanan public tetap berjalan.

Q : Siapa yang dapat menetapkan bahwa telah terjadi kegagalan bangunan?

(18)

adalah :

a. Memiliki SKK (sertifikat kompetensi kerja) jenjang jabatan ahli

b. Memiliki pengalaman sebagai perencana, pelaksana, dan/atau pengawas pada Jaskon

sesuai klasifikasi produk kegagalan bangunan

Hal yang diperiksa oleh Penilai Ahli adalah :

a. Kepatuhan terhadap pelaksanaan standar K4

b. Menetapkan penyebab terjadinya kegagalan bangunan

c. Menetapkan tingkat keruntuhan dan/atau tidak berfungsinya bangunan d. Menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan

e. Memberikan rekomendasi kebijakan kepada Menteri dalam pencegahan kegagalan bangunan

f. Laporan hasil penilalan diberikan 90 hari sejak tugas dilaksanakan kepada Menteri dan instansi pemberi IMB.

Bagi Penilai ahli yang tidak menjalankan tugas akan dikenakan sanksi administrative berupa peringatan tertulis, pemberhentian tugas dan/atau, dikeluarkan dari daftar penilai ahli yang terintegrasi.

Q : Apakah ada perubahan terhadap klasifikasi usaha dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017?

A : Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 klasifikasi usaha berdasarkan pada bidang arsitektur, sipil, mekanikal, kelistrikan dan tata lingkungan ( ASMET) yang sudah tidak sesuai dengan klasifikasi lapangan usaha saat ini. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 klasifikasinya berdasarkan pada Central Product Certification (CPC) bahwa klasifikasi didasarkan pada produk pekerjaan bukan pada jenis pekerjaan.

Q : Apakah akan ada sanksi bagi BU yang tidak memiliki sertifikat ?

A : Seluruh BU yang tidak memiliki sertifikat dalam menjalankan pekerjaan konstruksi tidak dapat melakukan pekerjaan konstruksi. Bagi BU yang tidak mempuyai sertifikat akan dikenakan sanksi adminitratif berupa :

a. denda admnistratif

b. pengehentian sementara kegiatan layanan jaskon, dan/atau pencantuman dalam daftar hitam

SIPJAKI

Q : Apakah Administrator wajib memiliki SK?

A : Ya. Setiap Administrator aplikasi SIPJAKI wajib ditunjuk melalui dan memiliki Surat Keputusan penunjukan yang bersangkutan sebagai Administrator SIPJAKI.

Q : Jika ingin mendaftar namun belum memiliki SK?

A : Silahkan mendaftar. Saat pengisian nomor SK, isi dengan “1234567890” lalu hubungi

Administrator Nasionaluntuk aktivasi.

Q : Apakah terdapat contoh SK?

(19)

(menu download - referensi).

Q : Berapa jumlah Administrator untuk setiap kabupaten/kota?

A : Jumlah Administrator untuk setiap kabupaten/kota tidak baku, idealnya setiap kabupaten/kota memiliki sedikitnya 2 Administrator yang bertanggung jawab pada pengisian aplikasi SIPJAKI

Q : Apakah Administrator SIPJAKI harus satu unit kerja?

A : Tidak, ketentuan tersebut tidak ada. Namun idealnya melihat dari keberagaman data yang dimasukkan dalamaplikasi SIPJAKI, unit kerja Administrator sebaiknya adalah unit teknis konstruksi dan unit pemberian izin

Q : Jika Administrator sudah ditunjuk melalui SK, namun belum memperoleh pelatihan

bagaimana?

A : Setiap tahun Dirjen Bina Konstruksi melaksanakan pelatihan Administrator SIPJAKI. Untuk Administrator SIPJAKI yang belum memperoleh pelatihan dapat mendaftarkan diri

untuk mengikuti pelatihan tersebutdengan menghubungi Administrator Nasional.

Q : Di luar pelatihan Administrator, apakah bisa Administrator ingin belajar langsung ke

Jakarta ?

A : Tentu bisa. Cukup menghubungi Administrator Nasional untuk menentukan jadwal, sehingga dapat dilakukan pelatihan secara khusus bagi Administratortersebut.

Q : Bagaimana agar bisa mengikuti TOT SIPJAKI?

A : Peserta TOT SIPJAKI dinilai berdasarkan keaktifan dalam pengisian data, sehingga semakin baik nilai pencapaian SPM, maka dapat dipertimbangkan untuk mengikuti TOT

SIPJAKI.

Q : Berapa kali kegiatan pelatihan Administrator dan TOT SIPJAKI?

A : Umumnya pelatihan Administrator dan TOT SIPJAKI dilaksanakan 2 angkatan setiap tahun anggaran.

Q : Apa punishment dan reward bagi pengisian aplikasi SIPJAKI?

A : Informasi pengisian di aplikasi SIPJAKI adalah untuk mencapai Standar Pelayanan Minimal Bidang Jasa Konstruksi, maka punishment dan reward disesuaikan dengan

penilaian pencapaian SPM oleh Kemendagri.

Q : Apakah boleh provinsi/kabupaten/kota melaksanakan pelatihan SIPJAKI di daerah?

A : Boleh, jika membutuhkan dukungan teknis dapat menghubungi Administrator Nasional.

Q : Untuk mengakses aplikasi SIPJAKI, peramban (browser) apa yang paling cocok?

A : Direkomendasikan menggunakan Mozilla Firefox atau Google Chrome.

Q : Apakah ada website untuk latihan/coba-coba aplikasi SIPJAKI?

A : Ada, kunjungi training.jasakonstruksi.net

(20)

A : Kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu aktivitas merujuk pada beberapa karakteristik, baik yang bersifat dasar, pengetahuan, keterampilan maupun perilaku dengan tingkat kemampuan yang dapat berubah-ubah, tergantung sejauh mana pengetahuan, keterampilan, maupun perilaku tersebut diasah.

Q : Apakah Standar Kompetensi itu?

A : Standar Kompetensi adalah pernyataan ukuran atau patokan tentang kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu aktivitas merujuk pada beberapa karakteristik, baik yang bersifat dasar, pengetahuan, keterampilan maupun perilaku dengan tingkat kemampuan yang dapat berubah-ubah, tergantung sejauh mana pengetahuan, keterampilan maupun perilaku tersebut diasah.

Q : Apakah pengertian Sistem Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional?

A : Tatanan keterkaitan komponen Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional yang Komprehensif dan Sinergis

Q : Bagaimana Alur Proses pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia?

A :  Tuntutan Kebutuhan SKKNI

 Perumusan Standar Dengan Melakukan FGD  Melakukan Verifikasi Internal

 Pra Konvensi  Verifikasi Eksternal  Konvensi

 Penetapan  Penerapan  Kaji Ulang

Q : Bagaimana Metode Perumusan SKKNI?

A :  Riset atau penyusunan standard baru

 Adaptasi dari standar internasional atau standar khusus  Adopsi dari standar internasional atau standar khusus Q : Sebutkan Prinsip-Prinsip dalam Pengembangan SKKNI ?

A :  Relevan  Valid  Aseptabel  Fleksibel  Mampu Telusur

Q : Siapa saja Pengguna SKKNI ?

A :  Institusi Pendidikan dan Pelatihan

 Dunia usaha dan industry

 Institusi penyelengara pelatihan dan sertifikasi Q : Apakah Materi Kompetensi itu?

(21)

pelatih/instruktur dan peserta latih untuk mendukung tercapainya kompetensi yang telah ditetapkan dalam pelatihan berbasis kompetensi tersebut.

Q : Terdiri dari apa saja Materi Kompetensi itu ?

A :  Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi (KPBK)  Indikator Unjuk Kerja (IUK)

 Materi Uji Kompetentsi (MUK)

 Modul Pelatihan berbasis Kompetensi  Buku Informasi

 Buku Kerja  Buku Penilaian

Q : Apakah konsekuensi bagi tenaga kerja yang bekerja di bidang jasa konstruksi tidak memiliki sertifikat kompetensi kerja?

A : Setiap tenaga kerja yang bekerja di bidang jasa konstruksi tidak memiliki sertifikat kompetensi kerja maka diberikan sanksi pemberhentian dari tempat kerja dan tidak berhak mendapatkan imbalan yang layak.

Bagi tenaga kerja yang tidak memiliki SKK akan dikenai sanksi administrative berupa pemberhentian dari tempat kerja.

Q : Bagaimana memperoleh sertifikat kompetensi kerja?

A : Sertifikat kompetensi kerja diperoleh melalui uji kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang diregistrasi oleh Menteri. LSP tersebut dapat dibentuk oleh asosiasi profesi terakreditasi dan lembaga pendidikan dan pelatihan.

Bagi LSP yang tidak menjalankan sesuai ketentuan dalam melaksanakan Uji Kompetensi akan dikenakan sanksi adminitratif berupa :

a. Peringatan tertulis b. Denda administrative

c. Pembekuan lisensi, dan/atau d. Pencabutan lisensi

PENETAPAN KOMPETENSI

Q : Apakah tujuan sertifikasi kompetensi?

A : Sertifikasi kompetensi untuk memberikan pengakuan dan penghargaan kompetensi serta penjaminan dan pemeliharaan mutu kompetensi.

Q : Apa yang dimaksud dengan Sistem Sertifikasi?

A : Sistem Sertifikasi ialah kumpulan prosedur dan sumberdaya untuk melakukan proses sertifikasi sesuai dengan skema sertifikasinya, untuk menerbitkan sertifikat kompetensi termasuk pemeliharaannya. (Pedoman BNSP 508, 2013)

Q : Bagaimana proses pelaksanaan sertifikasi sesuai ISO 17024:2012?

(22)

penetapan keputusan kompetensi

Q : Apa sajakah kualifikasi usaha jasa konstruksi?

A : Kualifikasi usaha jasa konstruksi dibagi menjadi kualifikasi usaha besar, kualifikasi usaha menengah dan kualifikasi usaha kecil (pasal 8 B Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 jo. Peraturan Pemerintah nomor 92 Tahun 2010)

Q : Apa yang dimaksud dengan kompetensi kerja?

A : Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan

Q : Apa yang dimaksud dengan Pelatihan Berbasis Kompetensi?

A : Pelatihan Berbasis Kompetensi yang selanjutnya disingkat PBK adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan di tempat kerja (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 24/PRT/M/2014)

Q : Bagaimana tahapan penyelenggaraan pelatihan?

A : Pelatihan diselenggarakan dengan tahapan: a) persiapan pelatihan, b) pelaksanaan pelatihan, c) penerbitan sertifikat pelatihan, d) evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan pelatihan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 24/PRT/M/2014)

Q : Apa yang dimaksud dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)?

A : Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor (Perpres Nomor 8 Tahun 2012)

Q : Apa yang dimaksud dengan Surat Tanda Registrasi Insinyur?

A : Surat Tanda Registrasi Insinyur adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia kepada Insinyur yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi Insinyur dan diakui secara hukum untuk melakukan Praktik Keinsinyuran (UU No. 11 Tahun 2014)

PENGEMBANGAN PROFESI JASA KONSTRUKSI

Q : Apa itu (manfaat) PKB/ CPD?

A : Menurut Peraturan Menteri PUPR no 45 Tahun 2015 tentang Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang selanjutnya disingkat PKB adalah upaya memelihara kompetensi Tenaga Ahli untuk menjalankan praktik Tenaga Ahli secara berkesinambungan.

(23)

tentang PKB adalah proses pembelajaran dalam rangka memelihara meningkatkan dan memperluas keahlian di bidang konstruksi yang dilakukan secara mandiri.

Q : Apakah PKB/CPD digunakan untuk tenaga ahli atau terampil saja?

A : Sebagaimana Peraturan Menteri PUPR no 45 Tahun 2015 pada pasal 4 ayat (2) program PKB diberlakukan bagi tenaga ahli yang memiliki SKA berdasarkan klasifikasi dan kualifikasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan lembaga.

Q : Apakah lingkup kegiatan PKB/CPD?

A : Kegiatan PKB meliputi kategori pembelajaran, pengabdian profesi dan masyarakat, publikasi, dan pengembangan ilmu.

Kegiatan tersebut meliputi pendidikan dan pelatihan formal (pendidikan S2 dan/atau pelatihan formal), pendidikan non formal (pembelajaran mandiri dan/atau pembelajaran terkait dengan penugasan kerja), partisipasi dalam pertemuan profesi (sebagai peserta atau panitia pertemuan profesi), sayembara/kompetisi, paparan, paten, hak atas kekayaan intelektual, dan karya tulis, dan atau penunjang (sebagai pakar/narasumber, pengurus organisasi profesi atau pimpinan lembaga, dan atau sebagai penerima tanda jasa, anugerah, atau sejenisnya)

Q : Mengapa tenaga ahli perlu melaksanakan CPD?

A : Perlu, sebab program PKB merupakan salah satu persyaratan perpanjangan SKA. Adding Value bahwa kepemilikan SKA tenaga kerja konstruksi dapat diajukan untuk mendapatkan pengakuan kualifikasi kompetensi insinyur dan arsitek di tingkat ASEAN

Q : Siapa penanggung jawab pelaksanaan program PKB/CPD?

A : Program PKB diselenggarakan dan dikoordinasikan oleh Lembaga. Lembaga mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan PKB kepada Asosiasi Profesi. Lembaga atau Asosiasi Profesi dapat membentuk unit kerja untuk menyelenggarakan PKB.

Q : Bagaimana prosedur penyelenggaraan PKB/CPD?

A : Prosedur penyelenggaraan PKB dalam rangka perpanjangan masa berlaku SKA dilakukan melalui tahapan:

a. Tenaga Ahli menyampaikan berkas permohonan perpanjangan masa berlaku SKA dilampiri dengan laporan Kegiatan PKB kepada Asosiasi Profesi;

b. Asosiasi Profesi melakukan penilaian laporan Kegiatan PKB; c. Asosiasi Profesi membuat berita acara hasil penilaian;

d. Asosiasi Profesi menyampaikan usulan perpanjangan masa berlaku SKA yang dilampiri berita acara hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada Lembaga; dan e. Lembaga menetapkan perpanjangan masa berlaku SKA

Q : Apa yang dimaksud dengan ASEAN MRA?

(24)

negara-negara anggota ASEAN, yang bertujuan untuk memfasilitasi mobilitas para profesional Insinyur/Arsitek sekaligus sebagai wahana pertukaran informasi dalam rangka mendorong adopsi praktrek terbaik guna mencapai suatu standar kualifikasi di lingkungan ASEAN.

Q : Apa yang menjadi urgensi seorang tenaga ahli memiliki sertifikasi regional ASEAN?

A : Mendapatkan pengakuan timbal balik tentang kesetaraan kompetensi profesi jasa insinyur/arsitek untuk menjalankan praktek keinsinyuran/kearsitekturan di ASEAN (sertifikat keahlian yang telah diregistrasi LPJKN akan diakui oleh 10 negara anggota ASEAN), dan telah memiliki bekal dalam menghadapi liberalisasi ASEAN (ASEAN Economic Community).

Q : Kemudahan apa saja yang didapat apabila bersertifikasi regional ASEAN?

A : Sertifikat regional diakui oleh seluruh negara anggota ASEAN sehingga tidak diperlukan uji sertifikasi kembali di negara tujuan

Q : Siapa saja yang dapat mendaftar sebagai ACPE/ AA?

A : ACPE

 Tamatan dari pendidikan tinggi teknik (S-1) yang program studinya telah terakreditasi oleh lembaga kewenangan di negaranya;

 Terdaftar di negaranya sebagai Tenaga Ahli yang berhak untuk berpraktek independen; bagi Tenaga Ahli bidang jasa konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) dari LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) dan bagi Tenaga Ahli bidang jasa non konstruksi memiliki sertifikat kompetensi dari asosiasi profesi dan mendaftar di BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi);

 Pengalaman kerja minimum 7 (tujuh) tahun setelah tamat pendidikan tinggi S-1;  Berpengalaman minimal 2 (dua) tahun pada pekerjaan keinsinyuran yang berbobot (in

responsible charge of significant engineering works);

 Memenuhi persyaratan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB/ Continuing Professional Development, CPD) pada tingkat yang memadai untuk perpanjangan masa berlaku sertifikat ACPE; dan

 Setuju untuk terikat / mematuhi kode tata laku dan kode etik professional

AA

 Tamat pendidikan program studi arsitektur 5 (lima) tahun penuh atau 4 (empat) tahun + 1 (satu) tahun pendidikan profesi arsitek dari perguruan tinggi yang terakreditasi;  Arsitek profesional, memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) yang telah diregistrasi;

 Pengalaman kerja minimal 10 (sepuluh) tahun secara terus-menerus setelah tamat pendidikan, lima tahun diantaranya setelah registrasi SKA

 Minimal selama 2 (dua) tahun di antaranya menangani proyek arsitektur dalam skala / besaran tertentu yang ditetapkan oleh ASEAN Architect Council (AAC);

 Untuk perpanjangan masa berlaku sertifikat AA perlu memenuhi persyaratan

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB/ Continuing Professional Development, CPD);

(25)

Memenuhi persyaratan lain yang ditentukan oleh AAC.

Q : Bagaimana proses pengajuan aplikasi AA?

A : ACPE

 Bagi engineer di sektor konstruksi:

Bila belum memiliki sertifikat, pemohon harus mengurus sertifikasi kompetensi kepada asosiasi profesinya,

Bila telah memiliki sertifikat kompetensi dari asosiasi profesi, dapat mengajukan aplikasi ke LPJKN untuk diregistrasikan secara nasional.

 Bagi engineer di sektor non-konstruksi: Bila telah memiliki sertifkat kompetensi dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) berlisensi, dapat mengajukan aplikasi ke BNSP untuk diregistrasikan secara nasional.

 Bagi engineer di sektor konstruksi maupun non-konstruksi yang telah memenuhi persyaratan / kriteria, dapat mengajukan permohonan sebagai ACPE dengan mengisi dan melengkapi form aplikasi ACPE yang ditujukan kepada Indonesia Monitoring Committee (IMC) untuk kemudian diregistrasikan kedalam ASEAN Chartered

Professional Engineer Register (ACPER) oleh ASEAN Chartered Professional Engineer Coordinating Committee (ACPECC).

AA

 Bila belum memiliki sertifikat, pemohon harus mengurus sertifikasi kompetensi kepada asosiasi profesinya,

 Bila telah memiliki sertifikat kompetensi dari asosiasi profesi, dapat mengajukan aplikasi ke LPJKN untuk diregistrasikan secara nasional,

Bila telah memenuhi persyaratan/kriteria, dapat mengajukan permohonan sebagai AA dengan mengisi dan melengkapi form aplikasi AA yang ditujukan kepada Indonesia Monitoring Committee (IMC) untuk kemudian diregistrasikan kedalam ASEAN Architect Register (AAR) oleh ASEAN Architect Council (AAC).

Q : Kapan pembukaan pendaftaran ACPE/ AA dilakukan?

A : Penerimaan pendaftaran dibuka sepanjang tahun dan pengajuan ACPE/AA dilakukan tiga kali dalam setahun

Q : Apakah sosialisasi MRA dapat dilaksanakan mandiri oleh asoasi profesi/ badan usaha?

A : Dapat dengan melibatkan narasumber dari Sekretariat IMC

Q : Apakah National Monitoring Committee (NMC)?

A : Komite yang ada di tiap negara anggota ASEAN untuk menerima, memproses dan mengelola Daftar Registrasi profesional nasional menjadi ASEAN Architect (AA)/ ASEAN Professional Engineering Chartered (ACPE). Di Indonesia bernama Indonesia Monitoring Committee (IMC).

Q : Apakah kebermanfaatan menjadi ACPE/ AA bagi tenaga ahli?

(26)

bahwa tenaga ahli asing harus berkolaborasi dengan tenaga ahli nasional yang setara.

PRODUKTIVITAS KONSTRUKSI

Q : Apakah yang dimaksud dengan Produktivitas Konstruksi?

A : DJBK, 2017 mendefiisikan produktivitas konstruksi adalah tingkat kemampuan industri konstruksi dalam menghasilkan bangunan atau konstruksi yang berkualitas dalam satuan waktu tertentu dengan memanfaatkan sumber daya konstruksi secara berkelanjutan.

Q : Bagaimanakah cara mengukur produktivitas konstruksi?

A : Produktifitas konstruksi dapat diukur berdasarkan pada tingkat tugas (task level), tingkat proyek (project level), tingkat perusahaan (corporate level) dan tingkat industri (industry level). Pada tingkat industri, produktifitas merupakan besaran produktifitas (ekonomi) yaitu sales (output) / expenses (input) dengan lingkup sektoral konstruksi. Pada tingkat perusahaan, produktifitas merupakan besaran produktifitas (keuangan) yaitu sales (output) / expenses (input) dengan lingkup perusahaan. Pada tingkat proyek, produktifitas merupakan besaran produktifitas berupa wujud fisik & keuangan sebagai output / input dengan lingkup proyek. Sedangkan pada tingkat pekerjaan, operasi dan prosess serta tugas, produktifitas merupakan besaran produktifitas yaitu ouput fisik / satuan waktu.

Secara garis besar produktivitas dapat dihitung dengan :

KERJA SAMA DAN PEMBERDAYAAN

Q : Mengapa diperlukan kerja sama dengan mitra kerja?

A : Kerja sama dilakukan untuk menggalang kekuatan bersama anatara Kementerian PUPR dengan seluruh mitra kerja untuk dapat bersinergi melaksanakan pembangunan jasa konstruksi di seluruh wilayah Indonesia yang lebih produktif, berkualitas dan berkelanjutan.

Q :

Bidang apa saja yang dapat dikerjasamakan?

A : Kerja sama yang dilakukan dengan mitra kerja meliputi bidang penyusunan regulasi, pola pembiayaan, penyelenggaraan dan mutu konstruksi, badan usaha, material dan peralatan konstruksi, SDM Konstruksi dan bidang-bidang lainnya yang mendukung pembangunan infrastruktur kawasan perbatasan, Proyek Infrastruktur Nasional 2015-2019, Infrastruktur Wilayah Pengembangan Strategis (WPS).

Q : Siapa saja yang menjadi target kerja sama?

A : Kerjasama ditujukan kepada mitra kerja yang terdiri dari Kementerian/Lembaga, LPJK,BNSP, Pemda/TPJKP/D, Asosiasi Badan Usaha, Asosiasi Profesi, Balai Satminkal, Lembaga Diklat Konstruksi, Badan Usaha, Unit Sertifikasi, Masyarakat, Lembaga Pendidikan, Media, Dewan Insinyur.

(27)

A : Koordinasi Kebijakan, Diseminasi regulasi, Penguatan Informasi Demand-Supply Jasa Konstruksi, Kerjasama Regulasi dan Monitoring Investasi Infrastruktur, Litbang, Diklat, Sertifikasi dan Registrasi (Standar Pembiayaan), Fasilitasi Peraturan Jakon Daerah, Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Internal, Pelatihan di Provinsi dan Kabupaten/Kota, Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Internal, Diseminasi, Pelatihan Anggota, Pencetakan Instruktur dan Asesor, Fasilitasi Pengembangan Pengusahaan, On The Job Training , Pemagangan, Capacity Building/Short Course, Litbang, Penguatan Kurikulum, Penguatan Informasi Demand-Supply Jasa Konstruksi, Pemagangan, Pencetakan Instruktur dan Asesor, Litbang, Publikasi, Informasi.

Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan kerja sama?

A : Pada tahapan awal dilakukan identifikasi potensi dan sasaran yang bertujuan untuk mendapatkan hasil pemetaan potensi serta rancangan kerja sama prioritas. Selanjutnya dilakukan inisiasi kerja sama dengan mitra kerja yang menghasilkan rancangan kesepakatan bersama/perjanjian kerja sama. Sementara itu, hasil rancangan kesepakatan bersama/perjanjian kerja sama akan di validasi oleh Sekretariat Jenderal untuk memastikan bahwa kerja sama yang dilakukan memang dibutuhkan dan mendukung program prioritas Kementerian. Apabila rancangan kerja sama telah disetujui, selanjutnya akan dilaksanakan penandatangan kerja sama yang akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kerja sama. Kerja sama yang telah dilaksanakan akan dipantau secara berkala dan akan terus dilakukan pengembangan kerja sama.

Q : Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan

A : Pemberdayaan kepada mitra kerja strategis dan masyarakat ditujukan sebagai upaya peningkatan kapasitas mitra kerja dengan cara menumbuhkembangkan potensi, pengembangan kekuatan, dan pembangunan dinamika individu/organisasi untuk mewujudkan mitra kerja yang mandiri dalam mendukung pembangunan di bidang jasa konstruksi di seluruh wilayah Indonesia.

Q : Siapa saja yang menjadi target pemberdayaan?

A : Pemberdayaan ditujukan kepada mitra kerja yang terdiri dari Kementerian/Lembaga,LPJK,BNSP, Pemda/TPJKP/D, Asosiasi Badan Usaha, Asosiasi Profesi, Balai Satminkal, Lembaga Diklat Konstruksi, Badan Usaha, Unit Sertifikasi, Masyarakat, Lembaga Pendidikan, Media, Dewan Insinyur.

Q : Bagaimana mekanisme pemberdayaan mitra kerja?

(28)

Q : Kepada siapa Pemerintah Daerah dapat berkonsultasi terkait pemberdayaan mitra kerja?

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas penulis mencoba untuk melakukan penelitian denga tema “ Penerapan model pembelajaran Think Pair Share dalam

Faktor dari nasabah (Faktor Eksternal) adalah faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah yang dipengaruhi dari luar perusahaan seperti:.. Penurunan

Pemisahan campuran berdasarkan titik didih dapat dilakukan dengan cara destilasi Pemisahan campuran berdasarkan titik didih dapat dilakukan dengan cara destilasi sedangkan

Nilai signifikan pengaruh hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan bagi belanja daerah senilai 0.976 > 0.05 dengan nilai thitung sebesar 0.032 < 2.571 sehingga

Simpulan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran TPS dan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa, yaitu nilai evaluasi siswa

Kementrian Luar Negeri dan Fakultas Hukum Undip bekerjasama menyelenggarakan sosialisasi tentang pembentukan Badan HAM ASEAN di selenggarakan di Gedung Notariat

Hari Kamis , Tanggal 21, Bulan Oktober , Tahun 2010, Halaman 3 Kolom --.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 35,