• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisa bata terbuang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "analisa bata terbuang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

r^i

*

-\d il,

c'i-t't/"

f "'/ '+r

v./

Jl, Letjen Jamin Ginting

No. 285 - 287 Pd, Bulan Medan Telp, 061 - 8218605, 8218589

Fax,061

- 8218605

Email : politeknikmbp@prestasi.ac,id

Homepage : http://www.prestasi.ac.id

C

trr

i!r

t*e

(2)

Nirwan Sinuhaji, S.T.,

M.T

Halaman 1 s.d.9 (Buku 1)

ANALISA JI]MLATI

BATU BATA TERBUAI\IG

PADA PEMBANGUNA}{

RUMAH

Partahi

IL

Lumbangaol Halaman 10 s.d. 19 (Buku 1)

Majalah Ilmiah Politeknik

Mandiri

Bina Prestasi ISSN:2301-797X

DAFTARISI

PENGAMAN

DATA

STEGAIYOGRAFI DENGAh{

KOMBINASI

LEAST

SIGNIFICANT BIT

DAN ALGORITMA

RC4

PERANCAI\IGAN SMART TELEVISION

MEMAI\FAATKAN

SENSOR PASSIVE

INFRA RED BERBASIS

MIKROKONTROLER

AT89S51

Saut Matedius Situmorang

Halaman 20 s.d.28 (Buku 1)

PENGARUH JENIS SEBARAI\I SERAT PADA KOMPOSIT SERAT TEBU DAN

RESIN POLIESTER

TERIIADAP

SIFAT

MEKA}IIS

Charles Manurung, ST.,

MT.')

Dr. Richard Napitupulu, ST., MT.2)

Halaman 29 s.d.37 @uku

t)

KONTRIBUSI TENAGA KERJA

DALAM

KELUARGA

TERIIADAP

PENDAPATAI\I

USAHATANI WORTEL

DI

DESA RAYA,

KECAMATAN

BERASTAGI,

KABUPATEN

KARO

Donny Ivan Samuel Simatupan& SPn M.Agb. Halaman 38

s.d.4l

(Buku

l)

LARUTAN HASIL

FERMENTASI

LIMBAII

KUBIS SEBAGAI PENGAWET

ALAMI

IKAN

SEGAR

Ir.

Lestina Tiarma lda Siagian, M.Si.

Halaman 42s.d.48 (Buku 1)

ANALISIS TINGKAT

ADOPSI PETANI

TERIIADAP

PENERAPAN

PEMANGKASA}I PADA

TANAMAI\ KAKAO DI

KECAMATAI\

STBOLANGIT

KABUPATEN

DELI

SERDAI{G

Helena Tatcher Pakpahan, SP, M.Si

Halaman 49 s.d. 57 (Buku

l)

(3)

ISSN:2301-797I(

Volume:

4No.l -

Mei2015

ANALISA

JUMLAI{

BATU BATA

TERBUAI\TG

PADA

PEMBAIIGT]NAI{ RUMAH

Partahi II. Lumbangaol

Dosen Fakultas Teknik Universitas HKBP Nommensen (partahi@yahoo.com)

ABSTRACT

Research on waste level

of

brick material used

for wall

construction was conducted

through

field

observations on one housing construction project

in

the

city of Medan.

Waste

level in this report is defined as the difference between material bought

/

delivered to the point

of

application and the theoretical amount

of

material needed

for

1 square meter

of

brick wall

constructed. Data collection is carried out by observing a worker who lay brick material on certain part of wall area. 8 (eight) observations have been conducted during the research period.

Percentage of wasted brick material found during this investigation varies from 9 to 24 % . Keywords

:

building wosle, construction waste

PEIIDAHULUAN

Industri

konstruksi beserta

industri

bahan

bangunan

yang

mendukungnya

merupakan pengguna

dominan

sumber-sumber

alam.

Produksi bahan

bangunan

membutuhkan sangat

banyak energt

dan

karenanya

juga

meng-hasilkan banyak gas

rumah

gas

kaca.

Adanya

kesadaran lingkungan dan gerakan "green construction"

(Kibert

1994) merupakan salah satu reaksi

terhadap besarnya pengaruh

industri

ini

terhadap tercapainya "pembangunan yang

berkelanjutan" (Sustainable Development) (Spence

&

Mulligan 1995, Ofori 1998 ).

Material

bahan bangunan merupakan

komponen yang pentng dalam menentukan

ksarnya biaya

suatu

proyek.

Lebih

dari separuh biaya proyek diserap oleh material

lang

digunaka.

Pada

t

hap

pelaksanaan

konstmksi

di

lapangan sering

terjadi

sisa m.aterial yang cukup besar.

Besarnya

persentase

limbah

rnenentukan berapa efisien penggunaan bahan bangunan dalam proyek konshuksi. Dapat dikatakan semakin kecil persentase limbah

ini

:raka akan semakin sustainable kegiatanyang -engha-silkannya.

Di

Indonesia

keberadaan

limbah i"''nstruksi

ini

baru diakui setelah UU

No.

18

rhun

2008 tentang '?engelolaan Sampah"

::enggolongkannya sebagai'sampah spesifik' herupa'puing bongkaran bangunan'.

Sebelumnya

limbah

konstruksi

ini

.i-:nggap merupakan limbah lain-lain bersifat

minor.

Walaupun

telah diakui

sebagai

'sampah

spesifik',

penanganan

limbah

konstruksi

ini

secara khusus

belum

diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

sebagaimana disebutkan dalam Pasal

5

UU No. 18 tahun 2008.

Dari

segi biaya konstruksi, semakin

besar

persentase

material

yang

berakhir

menjadi

limbah akan

memperbesar biaya

konstruksi.

Dalam

pelaksanaan konstruksi, perkiraan biaya konstruksi akan memasukkan

level persentase tertentu biaya untuk menutupi

kehilangan

material

ini.

Biasanya setelah

semua

biaya

konstruksi dihitung,

akan

ditambahkan persentase tertentudari biaya

untuk

menutupi biaya-biaya yang mungkin keluar namun diluar perhitungan. Mengingat material batu bata memiliki harga yang relatif

kecil

disbanding material

lain

seperti kayu,

ataupun besi, maka sering terjadi persentase batu bata yang berakhir menjadi limbah luput

dari

perhatian

kontraktor

/

pelaksana

konstruksi.

PERUMUSAIT

MASALAH

Banyaknya

material

yang dibutuhkan untuk membangun dinding bata secara teoritis dapat dihitung dengan membagi luas dinding batayang direncanakan dengan luas satu unit

batu-bata ditambah luasan spesi (mortar) yang dibutuhkan untuk merekatkan pasangan bata tersebut.

(4)

ISSN:2301-797X

Volume:

4No.1

-

Mei2015

Penelitian

ini

akan

membandingkan

jumlah batu

bata teoritis

tersebut dengan

jumlah bata yang

dibeli

/

didatangkan oleh kontraktor untuk pekerjaan pasangan dinding bata tersebut.

Rasio

antara material

yang

tidak

terpasang dengan material yang dibutuhkan secara

teoritis

dianggap sebagai persentase

material

batu bata yang

berakhir menjadi limbah.

Faktor-faktor penyebab

timbulnya

limbah

ini

akan diamati dan dibandingkan

dengan

studi

literatur

yang

telah

ada

sebelumnya (Nagapan et

al20l2,

Skoyles dan

Skoyles 1987, Wulandari 2001).

Ruang

lingkup

penelitian

ini

dibatasi

pada

pekerjaan

dinding

bata

proyek

konstruksi

bangunan

perumahan (bukan gedung).

Penelitian bertujuan

mengetahui persentase material batu bata yang menjadi

limbah pada pekerjaan pemasangan dinding proyek bangunan rumah bukan gedung. STUDI PUSTAKA

Latar

belakang penelitian

ini

adalah

penelitian

sebelumnya

terkait

limbah

konstruksi

oleh

Lumbangaol

(2013)

yang

membahas

kontribusi

industri

konstruksi dalam aliran sampah

perkotaan.

Selain itu perhatian pada bidang limbah konstruksi di lndonesia masih sangat

terbatas.

Material yang dibeli dan didatangkan ke lokasi proyek

konstruksi

tidak

semua

terpakai

menjadi

bagian dari bangunan.

Material

yang

digunakan

dalam

konstruksi

dapat

digolongkan

dalam

dua bagian besar yaitu:

a.

Consumable

materiol,

merupakan

material yang pada akhimya akan menjadi

bagian

dan

struktur

fisik

bangunan,

misalnya: semen, pasir, kerikil, batu bata,

besi tulangan, baja, dan lain-lain.

b.

Non-consumable

material,

merupakan

material

penunjang

dalam

proses konstruksi dan bukan merupakan bagian

fisik

dad

bangunan setelah bangunan

tersebut

selesai, misalnya:

perancah,

bekisting,

dan

dinding

penahan sementara.

Besarnya kuantitas sisa material yang

terjadi

sangat

berkaitan

erat

dengan

manajemen

material.

Kehilangan

banyak

terjadi karena bahan yang

dikirim ke

lokasi

konstruksi

tidak

digunakan sesuai tujuan semula. Hal

ini

disebut sebagai limbah. Bagi

kontraktor,

hal ini

akan

mengurangi keuntungan.

Limbah konstruksi dapat timbul akibat

berbagai macam kegiatan yang berlangsung

pada

suatu

proyek. Material

dapat hilang

akibat diletakkan begitu saja

di

tanah atau dapat rusak karena cara penyimpanannya yang

kurang baik, sehingga material tersebut tidak dapat digunakan lagi.

Proye

konstruksi

juga

dapat

menimbulkan dampak

tidak baik

bagi

lingkungan.

Hal

ini

berkaitan

dengan

penggun&rn

material

yang

tidak

ramah

lingkungan.

Ofori

(1992)

mengkategorikan dampak-dampak tersebut sebagai :

(a)

Kemunduran sumber daya alam seperti

kehabisan

sumber daya

hutan

yang

diakibatkan

oleh

penggunaan

kayu

;

kerusakan

tanah

karenan pengambilan

pasir, lempung

dan

kandungan lainnya seperti batu kapur

;

penggun:um energi

untuk produksi dan mengangkut bahan-bahan serta untuk melancarkan kegiatan

di suatu proyek konstmrksi.

(b) Gangguan

fisik

seperti

Dam

yang menyebabkan pengalihan aliran air alami,

hilangnya

beberapa

jenis

tumbuhan

disekitar lokasi, rusaknya keseimbangan

ekologi yang membahayakan kesehatan ; pembangunan gedung

di

area perumahan

menyebabkan kebisingan

;

konstruksi

jalan raya mengurangi kestabilan daerah berbukit-bukit yang rapuh ; secara umum,

pembangunan mengarah

ke

rusaknya daerah pertanian, hilangnya kemungkinan

penghutanan

kembali,

erosi

tanah,

berkurangnya

daerah

resapan

ak,

gangguan ekosistem dan perubahan iklim.

(c) Polusi

bahan

kimia

disebabkan oleh

partikel-partikel yang dilepaskan ke udara

akibat

produksi

dan

pengangkutan

material-material seperti semen

;

polutan yang terbentuk selama proses konstruksi

bangunan

;

serat-serat

yang

terlepas

selama proses

pengerjaan

yang menggunakan asbes

;

tumpahan bahan

kimia dan pembuangan bahan sisa yang sembarangan.

IEMS JEMS LIMBAH KONSTRUKSI

Skoyles

dan

Skoyles

(1987) menggolongkan limbah konstruksi dalam 4
(5)

ISSN:2301-797X

Volume:

4No.1

-

Mei2015

kategori, yaitu Limbah Alami (natural waste),

Limbah

Langsung

(direct

waste), Limbah Tidak Langsung (indirect woste), dan Limbah

Konsekuensi (cons equential w aste).

Limbah

Alami

(natural

waste)

terkait dengan pembentukan limbah yang kadangkala

tidak dapat dihindarkan, seperti pemotongan

kayu untuk penyambungan ataupun cat yang

menempel

pada

kalengnya.

Ada

suatu tingkatan dimana suatu limbatr

tidak

dapat

dikurangi

jika

biaya

pencegahannya lebih

besar dari harga material yang dihemat. Oleh

karena

itu

ada

suatu

level

dimana suatu

limbah harus

terjadi

dalam batas toleransi.

Batasan

yang

disebutkan

inilah

yang

dinamakan

limbah alami.

Permasalahannya adalah tingkat alami dari limbah yang timbul

tergantung

pada

keefektifan

biaya

yang

digunakan

dalam

pendekatan

untuk

mengontrolnya.

Untuk

menggambarkan

limbah

alami

dapat kita ambil contoh kasus kantong semen

yang diletakkan

di

tempat tertutup. Jumlah semen yang terbuang masih dapat ditoleransi

jika

dibandingkan dengan meletakkannya di

tempat terbuka

dengan

resiko

kerusakan

semen

yang

tersedia

dan

selanjutnya berhubungan dengan harga yang paling efektif

yang

masih dapat terkontrol. Contoh ini

menggambarkan maksud dari tingkat limbah yang masih dapat ditoleransi

jika

ada control

material

di

lokasi

proyek. Sehin$g4 biaya

untuk

menghindari kemungkinan timbulnya limbah lebih sedikitjika dibandingkan dengan biaya untuk memperbaiki akibat yang terjadi karena timbulnya limbah.

Limbah Langsung (direct waste) dapat

terjadi pada setiap tahap proses pembangunan.

Biasanya

limbah

ini

terjadi

pada

saat penyimpanan, pemindahan material, maupun

pada saat pengerjaan.

Hal

ini

dapat juga

te{adi sebelum

material mencapai lokasi kerja atau sesudah sesuatu pekerjaan selesai.

Jika pengecekan pada lokasi

tidak

berjalan

dengan

baik,

kerusakan ataupun penurunan

standar

material dapat terjadi.

Hal

ini

mengakibatkan

tambahan

biaya

untuk

membeli

material

pengganti.

Beberapa

kategori limbah

langsung

adalah

akibat kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

-

Limbah akibat adanya kegiatan pengiriman ;

Semua kehilangan

pada

saat

terjadinya pengiriman ke lokasi, penurunan barang dan

pada saat penempatan ke gudang.

-

Penyimpanan

di

gudang dan penyimpanan

sementara di sekitar bangunan ; Diakibatkan

oleh

penyimpanan

yang burulq

termasuk perpindahan dan proses penurunan material

di

sekitar

lokasi dan

peletakannya pada

tempat tujuan.

-

Limbah akibat

proses perubahan bentuk

material ; Yang termasuk dalam kategori ini

adalah akibat pemotongan menjadi bentuk

yang

tidak

ekonomis,

seperti

proses

pemotongan

kuyo,

penyerutan

dan

sebagainya.

- Limbah

selama proses perbaikan

;

Diakibatkan

tercecernya

bahan

yang digunakan, tumpah ataupun dibuang selama proses perbaikan berlangsung.

-

Limbah akibat

proses

pemotongan

;

Diakibatkan pemotongan material menjadi ukuran standar, sambungan maupun

bentuk-bentuk yang tidak beraturan.

-

Limbah sisa

;

Bahan-bahan dalam kaleng

seperti mortar

untuk

pekerjaan pasangan

batu

bata,

bahan

plester

dan cat

yang

tumpah, serta bahan-bahan dalam kaleng

yang

tidak

ditutup

kembali

setelah

digunakan.

-

Penggunaan bahan yang

tidak

ekonomis ;

Meliputi

bahan

yang

ditinggalkan begitu saja saat

tidak

digunakan, ataupun bahan

yang tidak digunakan seoptimum mungkin.

-

Manajemen yang kurang

baik

;

Kerugian

dapat terjadi akibat keputusan yang kurang tepat dan tidak berhubungan dengan yang lainnya akibat pengorganisasian yang buruk.

-

Limbah akibat pengguruum yang salah ; Hal

ini

timbul

akibat digunakannya

tipe

atau

kualitas material yang salah.

-

Limbah akibat

spesifikasi material yang salah

;

Hal

ini

berkaitan dengan adanya

kesalahan, khususnya pada rencana kerja

dan spesifikasi.

-

Timbulnya

limbah

akibat

kurangnya pelatihan

;

Biasanya dilakukan oleh orang

baru, buiuh yang tidak terlatih, serta buruh pada proses operasi yang baru.

Limbah tidak langsung (indirect woste)

unfuk

seorang kontraktor berkaitan dengan

masalah pembelian bahan.

Material

tidak

hilang secara

fisik.

Uang yang digunakan

untuk membeli material akan terbuang

jika

digunakan untuk satu kepentingan dimana ada material yang ternyata lebih murah. Kerugian

diakibatkan

oleh

adanya perbedaan harga

antara

material

yang

digunakan

dengan
(6)

ISSN:2301-797)( Volume:

4No.l -

Mei2015

material

yang mungkin

dapat digunakan.

Penyebab timbulnya limbah tidak langsung :

-

Adanya penggantian material (substitution

waste\;

Terkadang penggantian

suatu

material

merupakan

hal

yang

disengaja. Biasanya hal

ini

akibat menghindari limbah

langsung terkait kerusakan material ataupun

untuk menghindarkan keterlambatan waktu pengerjaan karena

umur

material murah

yang pendek. Oleh sebab

itu,

biaya akan

lebih

efektif

jika

menggunakan material yang tersedia

di

pasaran daripada mencari

material

lain

yang

lebih

murah

tetapi

mengakibatkan

tingginya

ongkos

pengangkutan, keterlambatan pekerjaan dan

kesulitan

lain

dengan

biaya

lebih

besar

daripada selisih harga material itu sendiri.

-

Limbah produksi Qtroduction waste); Ada beberapa

material

yang

digunakan oleh kontraktor yang tidak diperhitungkan dalam pembayaran. Hal

ini

dikarenakan pada saat

pengukuran

tidak

diperhitungkan biaya

untuk

ukuran lahan

yang digali,

tidak

ratanya permukaan yang perlu diplester dan

sebagainya.

Metode

pengukuran

yan9

digunakan kurang peka terhadap prakteknya

di

lapangan, dalam

hal

ketidak

sesuaian antara ukuran bucket dan penggalian yang dibutuhkan akan menuju kearah kelebihan

material.

-

Limbah yang

terbentuk

selama proses

konstruksi (operational woste)

;

Hal

ini

lebih

mengacu

kepada material

yang digunakan untuk operasi pelaksanaan tetapi

tidak

disebutkan

berapa

jumlah

yang

dibutuhkan

di

dalam

dokumen kontrak. Material-material

ini

biasanya merupakan

bagian

dari

pekerjaan sementara serta

material

yang

tidak

disebutkan seperti

bedeng tempat tinggal sementara pekerja.

-

Akibat adanya kelalaian (negligence waste)

; Disebabkan karena adanya kesalahan pada

lokasi

(site

errors),

contohnya

adalah

penggunaan material yang tidak diperlukan.

Bahkan kadang-kadang terjadi penggunaan

material

yang

melebihi

spesifikasinya

seperti kelebihan dalam memperhitungkan tinggi pondasi yang diperlukan. Hal ini akan

menyebabkan

terjadinya

penyesuaian

dengan ukuran

yang

diperlukan sehingga

perlu pembongkaran pada pekerjaan yang sudah

jadi,

oleh

karenanya material akan terbuang.

Limbah

Konsekuensi (consequential

waste)

;

Dalam limbah

langsung (direct

waste)

telah

disebutkan bahwa salah satu

penyebabnya adalah karena adanya kerusakan

yang

disebabkan

oleh

kesalahan penyimpanan. Kerusakan

ini

harus diperbaiki

atau

perlu

diadakan penempatan kembali

dengan

yang lebih

baik

dan tentu

saja membutuhkan biaya. Oleh sebab

itu,

limbah

jenis

ini

disebut

juga

limbah

konsekuensi

(consequential waste). Salah satu contoh dari

penyebab timbulnya limbah ini adalah karena adanya keterlambatan kerja yang disebabkan

oleh

tidak

cukupnya material

tersedia sehingga produktivitas kerja menjadi rendah.

Akibatnya

terjadi

braya

ekstra

karena keterlambatan tersebut.

Limbah

tidak

hanya

dilihat

sebagai kehilangan material s4ia atau sebagai jumlah

tenaga

kerja yang

dibutuhkan

untuk

mengangkut material,

tetapi

juga

sebagai

kehilangan sumber

daya

yang

digunakan dalam berproduksi, biaya pengiriman material

baru

ke

lokasi

dan

keuangan. Limbah

langsung

yarrg

ditimbulkan

oleh

sub-kontraktor dapat

mengakibatkan

'consequential waste' bagi kontraktor utama.

Hal ini

timbul karena adanya keterlambatan

pengiriman ataupun akibat adanya material yang ditinggalkan begitu saja di sekitar lokasi

pekerjaan

yang

membuat

lokasi

menjadi

semakin berbahaya.

FAKTOR

PE}IYEBAB

TIMBULNYA

LIMBAH

Faktor

penyebab

terjadinya

limbah ataupun

sisa

material dapat

dilihat

dalam

Tabel

1

dibawah. Diantara beberapa faktor

tersebut

yang

merupakan penyebab utama

terjadinya limbah terkait dengan faktor desain

dimana 'perubahan desain'

dan

'kesalahan

dalam

dokumen

kontrak'

merupakan penyebab yang dapat mengakibatkan besamya

persentase material yang menjadi limbah.

Tabel 1. Faktor Penyebab Timbulan Limbah Konstruksi

Io. iumber Penvebab

I Desain - Kesalahan dalam dokumen kontrak.

- Ketidak lengkapan dokumen kontrak.

- Perubahan desain.

- Memilih spesifikasi produk.

- Memilih produk yang berkualitas rendah.

- Kurang memperhatikan ukuran dar

produk yang digunakan.

- Desainer tidak meneenal densan bail

(7)

ISSN:2301-797){

Volume:

4No.1

-

Mei2015

jenis-jenis produk lain.

Pendatailan gambar yang rumit. Informasi gambar yang kurang.

Kurang berkoordinasi dengan kontrakto

&

kurang berpengalaman tentanl

konstruksi.

2 Penga daan

- Kesalahan pemesanarl kelebihau kekurangan, dsb.

- Pesanan tidak dapat dilakukan dalam jumlah kecil.

- Pembelian material yang tidak sezuai

dengan spesifikasi

- Pemasok mengirim barang tidak sesuai

dengan spesifikasi, Kemasan kurang

baik, menyebabkan terjadi kerusakan dalam perialanan.

J Pena- ngan-an

Material yang tidak dikemas dengan

baik.

Material yang terkirim dalam keadaan

tidak padat / kurang.

Membuang atau melempar material.

Penanganan material yang tidak hati-hati

pada saat

pembongkaran untuk dimasukkan ke dalam gudang.

Penyimpanan material yang tidak benar menyebabkan kerusakan.

Kerusakan material akibat transportasi ke/di lokasi orovek

4 Pela-ksana an

- Kesalahan yang diakibatkan tenagl

keda-- Peralatan tidak berfungsi dengan baik. - Cuaca yang buruk.

- Kecelakaan pekeda di lapangan. - Penggunaan material

yang

salah

sehingga perlu diganti.

- Metode untuk menempatkan pondasi. - Jumlah material yang dibutuhkan tidak

diketahui karena perencanaan yang tidak

sempuma-- Informasi tipe dan ukuran material yang akan digunakan terlambat disampaikan

kepada kontraktor.

- Kecerobohan mencampur, mengolah

dan

kesalahan dalam penggunaan

material sehingga perlu diganti.

- Pengukuran

di

lapangan tidak akurat

sehinssa teriadi kelebihan volume.

5

Resi-dual

Sisa pemotongan material tidak dapat

dipakai lagi.

Kesalahan

pada saat

memotong material.

Kesalahan pesanao barang, karena tidak

menguasai spesiflkasi.

Kemasan.

Sisa material katena nroses oemakaian.

a

L-ain-lain

- Kehilangan akibat pencurian

- Buruknya pengontrolan material di proyek dan perencanarm manajemen terhadap sisa material

-i,i-Jer : Bossinkdan Brorwer

P E \-E

LITIAN

SEBELUMI{YA

Penelitian sebelumnya berkaitan dengan

sumber

dan

banyaknya

material

yang rerhrang menjadi limbah dapat dilihat dalam

Dovia

et

al

Q0l0),

Gavilan

dan

Bernold (1994), Nagapan et al (2012a),Nagapan et

al

(2012b), Poon e, al (2001), Shen el al (2002),

Tam

(2010),

Wulandari

(2001).

Dari

penelitian tersebut dapat

dilihat

banyaknya

material bata yang terbuang berkisar antara

5% hngga

lebih

dari

55%o dan bervariasi

sesuai dengan

jenis

bangunan yang diteliti.

Penelitian tersebut

menunjukkan

bahwa penyebab utarna adanya limbah, antara lain :

kesalahan dalam dokumen kontralq perubahan

desain, kesalahan pemesanan, kecelakaan,

lrurangnya kontrol lokasi proyek, kurangnya

manajemen

limbah,

kerusakan

selama

pengangkutan dan pemotongan bahan.

METODOLOGI

PU\MLITIAN

Pengamatan pemakaian

bata

untuk

keseluruhan

proyek

pembangunan rumah

tinggal memerlukan waktu yang panjang. Dari sejak proyek pertama

kali

dikerjakan hingga

selesainya seluruh pekerjaan.

Hal ini

tidak

mungkin

dilakukan karena batasan waktu

penelitian

yang

hanya

sekitar

12

minggu.

Oleh karenany4 maka penelitian

ini

dibatasi

pada

proses

pembuatan

dinding

dan

banyaknya limbah yang timbul terkait proses

pembuatan dinding bata.

Penelitian dilakukan dengan mengamati

langsung kegiatan proses pembuatan dinding

yang menggunakan batu bata konvensional berukuran standar. Berapa jumlah bata yang dibawa ke

titik

lokasi pemasangan batadicatat

dan selanjutnya dibagi dengan luas dinding

yang dikerjakan (didapat dengan mengukur

langsung

di

lapangan).

Kegiatan

ini

menghasilkan

jumlah

bata yang dihabiskan

untuk

1 m2 dinding yang diamati.

Nilai

ini

dibandingkan dengan

jumlah teoritis

bata

yang dibutuhkan

oleh dinding

seluas yang

dikerjakan selama pengamatan langsung.

Jumlah

teoritis

batu bata

yang

dibutuhkan

setiap

mZ

dinding

dihitung sebagai berikut :

Ukuran batu bata yang digunakan : p =

18cm,l=9cm,t=5cm

Jarak spesi antar bata sebesar

2

cm.

Maka

luas

pennukaan

dinding

yang

dihasilkan pasangan

1

batu

bata

meqiadi

(0, 1 8+0,02) x (0,05+0,02) m2

:

0,014 m2

Dengan demikian setiap meter persegi

dinding bata

membutuhkan sebanyak

I

:

0,014

=

71,43 keping

batu

bata.

Jika

dibulatkan

menjadi

72

keping

bata.
(8)

ISSN:2301-797)(

Volume:

4No.1

-

Mei2015

Perhitungan teoritis

ini

mengasumsikan tidak ada batu bata yang terbuang menjadi limbah.

Dengan

kata

lain

efisiensi

pemakaian

mendekati 100%.

Penulis mengambil lokasi pengamatan

lapangan pada proyek pembangunan rumah

tinggal yang

berlokasi

di

daerah Helvetia Medan, yakni Jalan Beringin

I

no.

30.

Pada

saat pengamatan pembangunan rumah sudah mencapai

konstuksi

bangunan

lantai

dua

dimana sebahagian dinding pada lantai satu sudah terpasang. Pengamatan hanya sempat

dilakukan untuk pekerjaan dinding lantai2.

PENGAMATAI\I

Proses

pembangunan

yang

akan

diuraikan

hanya

dipusatkan

pada

proses

pembuatan dinding. Secara garis besar, proses

pembuatan dinding dapat digambarkan dalam diagram alir berikut ini :

Gambar 2. Bagan alir proses pembuatan

dinding

Bahan-bahan

yang

digunakan

pada proses pembuatan dan penyelesaian dinding terdiri dari: bata merah, semen, pasir, air, cat.

Berdasarkan wawancara dengan pihak

kontraktor,

kebutuhan

bata

merah

yang

digunakan dalam pembuatan dinding untuk satu meter persegi pekerjaan bata adalah 85

buah. Bata

tersebut diangkut

dari

toko material ke lokasi dengan menggunakan truk. Setelah sampai

di

lokasi, bata dipindahkan

secara

manual

dan

ditempatkan

secara

terbuka.

Semen yang digunakan pada umumnya

menggunakan semen type

I.

Semen yang tiba

di

lokasi

langsung dimasukkan

ke

dalam

tempat

penyimpanan

tersendiri

(semacam

gudang)

yang

sudah

diberi

alas.

Hal

ini

dilakukan agar semen tidak mudah mengeras dan tidak merubah mutu.

Pasir digunakan sebagai agregat halus

dalam campuran semen

untuk

merekatkan

bata, sebagai campuran plester serta sebagai bahan

untuk

pembentuk

kolom

(digunakan

bersama dengan semen). Pasir yang datang ke

lokasi biasanya diletakkan secara terbuka di

lahan kosong tanpa alas.

Air

yang dipakai berasal dari air tanah

(sumur

dangkal)

yang

dilengkapi pompa

listrik.

Sumur

dibuat

khusus

untuk

kepentingan proyek pembangunan ini.

Proses

akhir dari

pembuatan dinding

adalah

pengecatan.

Cat

yang

digunakan

tergantung letak dinding yang akan dicat. Cat

untuk

dinding

yang

terlindung

(dinding

dalam) berbeda

dari

cat untuk dinding luar

y ang terpapar cahay a matahai dan afu hujan.

PENGADUKAN SPESI

Untuk merekatkan bafir bata dibutuhkan

suatu campuran yang terdiri dari semen pasir dan air. Komposisi campuran dapat bervariasi sesuai dengan peruntukan ruangan, misalnya

saja untuk kamar mandi dan WC dibutuhkan campuran

yang rapat

air

agar

air

tidak merembes

ke

ruangan sebelahnya. Variasi campuran semen berbanding pasir biasanya berkisar antara

l:2

,l:3 ,l:4 ,l:5

.

PEMASANGAN BATA

Pemasangan dinding yang diamati dan

diambil

datarrya menggunakan pasangan 1/z

batu yang diperkuat kolom praktis sejarak 3 meter bila panjang dinding melebihi 3 meter.

Bata yang

digunakan

adalah

bata

yang

tersedia di pasaran dengan ukuran panjang 18

-

19

cm

dan

lebar

9

cm

serta ketebalan

berkisar antara

4

sampai

5

cm.

Sebelum

dipasang,

batu bata disiram

air

terlebih dahulu.

Hal

ini

bertujuan untuk mengurangi

penyerapan

air

campuran

semen

yang

digunakan sebagai perekat.

Dinding dipasang sesuai ketebalan dan

ketinggian

rancangan.

Setiap

pemasangan

dinding baru,

maka tingginya

tidak

boleh lebih dari

I

meter dan baru boleh dilanjutkan setelah bata dan spesi telah betul-betul terekat

dengan keras. Jarak antara satu bata dengan

bata lainnya berkisar antara 2

-3

cm. PLESTER KASAR

Setelah dinding selesai dipasang maka pekerjaan selanjutnya adalah melapisi dinding tersebut dengan campuran semen, pasir dan

air.

Komposisi

ini

sama

halnya

dengan

komposisi spesi yaitu tergantung peruntukkan

nrangannya. Ketebalan plesteran biasanya 1,5

(9)

ISSN:2301-797X

Volume:4No.1-

Mei2015

cm dengan demikian ketebalan dinding yang akan terbentuk menjadi 12 cm.

Plesteran

dilaksanakan

dengan

menggunakan

alat

hampar

dari kayu

dan

disebar

ke

pinggir-pinggir dengan memakai alat perata adukan sampai permukaan rata dan

lurus.

Ketika

udara

kering

dan

panas, plesteran

harus

drjaga

agar

tidak

terjadi penguapan terlalu banyak dan tidak rata. PLESTER HALUS

Untuk

memperhalus

permukaan

dinding, maka dinding perlu dilapisi dengan campuran semen

dan

air

(aci).

Sebelum

dinding

diaci,

plesteran

harus

dibasahi secukupnya. Plester halus dapat dilaksanakan

setelah

dinding dan

plester kasar berumur kurang lebih 7 hari. Permukaan dinding yang

dihasilkan pada pekerjaan plesteran dan acian

harus rata permukaannya, tidak melengkung

atau bergelombang.

PLAMUR

Setelah

plester

halus,

pekerjaan

selanjut-nya adalah

plamur.

Pekerjaan ini

bertujuan memperhalus permukaan dinding

agar pada saat pengecatan diperoleh hasil yang merata. Sebelum pengecatan dilakukan, mula-mula dilakukan pembersihan perrnukaan

tembok

terhadap

pengkristalan

atau pengapurm yang biasanya ditemukan pada

tembok baru. Pembersihan dilakukan dengan

amplas, kemudian dengan lap hingga

benar-benar bersih.

Setelah

itu,

dinding

diberi lapisan plamur. Setelah kering,

dinding

diampelas

ulang

dengan ampelas

halus.

PENGECATAN

Proses terakhir dari pembuatan dinding

adalah

pengecatan. Pengecatan

dapat

dilakukan dengan menggunakan

alat

bantu seperti kuas dan roll.

Setelah proses

plamur

selesai, dapat

dilakukan pengecatan untuk lapisan pertama.

Selanjutnya,

jika

ada

bagian-bagian yang

masih kurang

bail

maka

bagian tersebut

diplamur

lagi

dan

diampelas halus setelah kering. Kemudian dilakukan pengecatan akhir hingga

2

atau

3 kali

untuk mencapai warna dinding yang dikehendaki.

Cat yang

digunakan

untuk

dinding

bagian dalam

biasanya berbeda

dengan

dinding bagian luar, dimana untuk bagian luar

dipergunakan cat yang lebih tahan terhadap

panas matahari

dan

air

hujan

(lebih

memperhatikan faktor cuaca).

PENANGANAN

BA}IAN

BUANGAN Limbah yang mungkin

timbul

selama

proses pengerjaan

dinding

adalah

akibat

proses

penyimpanan

bahan,

pengadukan,

pemasangan bata serta pengecatan.

LIMBAH

BAI{AN

PROSES

PENTNMPANAN

Limbah dari proses penyimpanan bahan terkait dengan penyimpanan yang kurang baik antara lain sebagai berikut :

-

Peyimpanan pasir

;

biasanya disimpan di

lahan

terbuka

tanpa

diberi

alas.

Penyimpanan

seperti ini

dapat

menyebabkan kehilangan

jika

pada saat

pembangunan sering turun hujan, sehingga

butir-butir

pasir

akan

turut

terbawa air

hujan.

-

Penyimpanan

semen

;

pendistribusian

semen

dari

penyimpanannya

yang

tidak menggunakan cara

first

in

first

out

bisa menyebabkan

semen

yang lebih

dulu

diterima

tetapi

tidak

segera digunakan

mengeras

dan

tidak

dapat

digunakan

kembali.

-

Penyimpanan batu bata

;

Batu

bata yang

diletakkan sembarangan (tumpukan tidak

rapi)

akan meningkatkan

jumlah

material

yang rusak menjadi limbah.

LIMBAH PROSES PLESTER

Pada saat melapisi

dinding

dengan

plester, akan

ada

sebagian adukan yang tumpah. Adukan

ini

akan dikumpulkan dan

akan

digunakan

kembali

sebagai bahan

urugan.

LIMBAH PROSES PEMASANGAN

BATA

Selama masa pemasangan bata, material

ini

dipindahkan dari tempat penyimpanannya

dengan menggunakan kereta dorong untuk menuju lokasi pemasangan. Pada saat proses pengangkutan bata ke dalam kereta dan pada

saat penurunan

di

lokasi, ada kemungkinan terjadi kerusakan bata akibat perilaku pekerja

yang

memindahkan

secara

sembarangan.

Selain

pada saat

pemindahan tersebut,

pemasangan

juga

menghasilkan

limbah berupa sisa-sisa pemotongan material yang

dilakukan

pada

pertemuan

dua

dinding (sudut). Sisa limbah yang timbul dalam proses
(10)

ISSN:2301:797X

Volume:

4No.1

-

Mei2015

ini

biasanya

dapat

digunakan

untuk membentuk dinding pada bagian sudut yang

memerlukan potongan % bata.

LIMBAH PROSES PENGECATAN

Limbah proses pengecatan tergantung

pada keahlian tukang dan penggunaan alat pada proses tersebut. Selain

itu

kandungan

bahan

pembentuk

cat juga

turut mempengaruhi apakah

cat yaog

digunakan termasuk ke dalam kategori bahan berbahaya arau tidak.

DATA DAI\i

NALISA

Batu bata yang digunakan untuk seluruh

dinding adatah batu bata lokal yang umum

di

pasaran, terbuat dari tanah liat dengan ukuran:

p: 18-19 cm; l: 9 cm;

t:4-5

cm

Dinding

dipasang

/

didirikan

dengan

ketebalan

dan

ketinggian sesuai

gambar rencana serta diperkuat dengan kolom praktis apabila diperlukan. Masing-masing batu bata dipasang dengan jarak sekitar 2

-

3 cm yang

Ciberi adukan pengikat (campuran semen,

pasir dan

air).

Pemasangan

dinding

dibagi menjadi beberapa tahap, dimana ketinggian naksimal pada setiap tahap adalah 1 meter. Contoh perhitungan kebutuhan batu bata tiap

1 m2 : Ukuran batu bata

p:

18 cm;

l=

9 cm;

r

5 cm. Jarak spesi antar bata sebesar 2 cm.

\{aka

luas

permukaan

dinding

yang

dihasilkan pasangan

1

bata

menjadi

r0.18+0,02) x (0,05+0,02)

n2

= 0,014 m2

Dengan demikian setiap meter persegi

dinding bata

membutuhkan sebanyak

1

:

0.014

=

71,43 keping

batu

bata.

Jika

dibulatkan menjadi 72 keping bata.

Jumlah kebutuhan teoritis diatas didapat

dengan

asumsi

tidak

ada

limbah

yang

lihasilkan. Efisiensi

pemakaian

bahan

mendekati 100 o/o.

Pengamatan pekerjaan pemasangan bata

lang

dilakukan pada proyek pembangunan rumah ini menghasilkan data sebagai berikut:

Tabel2. Hasil Pengamatqn Pemakaian Batu

Selama pengamatan

terlihat

sumber

terjadinya limbah terkait hal-hal berikut:

-

Penangananbatubata

-

Pelaksanaan pemasangan batu bata

-

Residual

Penanganan

batu

bata

merupakan

kategori

penghasil

terbanyak.

Faktor penyebab adalah pemindahan batu bata dari

lokasi penumpukan

/

penyimpanan

ke

titik

lokasi kerja pada ketinggian dimana pekerja

harus bekerja diatas scaffolding (perancah).

Batu

bata harus dipindahkan

sedikit

demi

sedikit

ke

atas perancah. Lokasi kerja yang

sempit mengakibatkan batu bata tedatuh dan pecah.

Pelaksanaan pemasangan

batu

bata

merupakan

kategori

berikutnya

dalam

menghasilkan

volume

limbah.

Faktor penyebab adalah ku.ang terlatihnya pekerja

memasang

dan

memperlakukan material

selama pekerjaan. Akibatnya, batu bata sering

terjatuh

dan rusak.

Selain

itu,

beberapa

pekerja tidak terlihat berusaha memungut batu

bata yang tedatuh untuk digunakan kembali. Batu bata yang terjatuh lama kelamaan rusak dengan sendirinya walau sebenarnya batu bata

tersebut tidak pecah ketika baru saja terjatuh.

Residual adalah kategori terakhir yang

dapat diamati. Residual terkait dengan sisa potongan material yang mau tidak mau harus

terjadi

pada

lokasi

pertemuan

dua

bidang

dinding. Meskipun sisa potongan

ini

masih

dapat

dipergunakan,

usaha

untuk

menggunakan

potongan

ini

terkadang

membutuhkan

biaya

yang

lebih

mahal

ketimbang membiarkannya menjadi limbah sisa material.

Hal

ini

terkait dengan waktu yang diperlukan untuk menyimpannya dengan

baik hingga

tiba

saatnya digunakan kembali pada tempat yang sesuai.

Faktor-faktor

lain

sebagaimana disebut

dalam Tabel

I

diatas luput dari pengamatan

karena metode pengamatan yang dilakukan

hanya pada segmen-segmen pekerjaan dinding dan bukannya keseluruhan pekerjaan dinding

bangunan.

Setiap

segmen

hanya menghabiskan waktu sekitar

I

hingga 4 jam.

Pemakaian per

m2 (dihituns) 80 83 79 83 81 95 86 80

Selisih dengan kebutuhan teoritir T2keolrlrelrn2

8 1I 7 11 9 23 t4 8

Persentase

limbah (%) l0 l3 9 l3

ll

24 l6 l0

Bota:

Luas dinding

lang dikerjakan

Jrrmlah batu bata lang dibawa ke dnt lokasi kerja

(11)

ISSN:2301-797X

Volume:

4No.1

-

Mei2015

Pekerjaan bongkar akibat perubahan mBupun kesalahan pemasangan

tidak

dapat teramati

dengan metode

ini.

Selain

itu,

terjadinya

limbah akibat kesalahan penyimpanan juga luput dari pengamatan.

Secara umum, metode pengamatan yang

dilakukan

tidak

memungkinkan

unhrk

mengamati

sumber-sumber

limbah

sebagaimana dalam Tabel

I

diatas

-

terkait

dengan

kategori

pertama (Desain), kedua (Pengadaan), dan terakhir keenam (Lain-lain).

ANALISA

Berdasarkan

data dalam Tabel

2

diatas dapat

dilaporkan

bahwa

persentase limbah teoritis berkisar antara 9Yo hingga 24o/o

.

Hal

ini

sesuai dengan

pengamatan-pengamatan

sebelumnya

sebagaimana dilaporkan dalam Devie et

al

Q010), Gavilan

dan Bernold (1994), Nagapan et

al

(2012a),

Nagapan

et

al

(2012b), Poon

et

al

(2001),

Shen

er

al

(2002), Tam (2010), Wulandari

(2001) yang

mengindikasikan

limbah

bara

berkisar antara 5o/o hingga 5 5Yo.

Selisih perhitungan antara teoritis dan

pelaksanaan disebabkan karena :

-

Tidak mungkin menggunakan jumlah batu

bata yang tepat seperti kebutuhan, karena

pada sudut bangunan hanya dibutuhkan % batu bata saja, sehingga ada sebahagian batu

bata yang

terbuang

meskipun

ada

sebahagian lagi yang bisa terpakai.

-

Batu

bata

yang

dibawa

ke

lokasi

tidak semuanya dalam keadaan baik.

-

Dalam pencegahan limbah, terdapat level persentase

limbah

yang

apabila

ingin

dikurangi maka biaya

yang

timbul

akan

lebih

besar

dari

nilai

batu bata

yang terselematkan.

-

Membandingkan

dengan

penelitian sebelumnya dimana

limbah yang

timbul

dapat mencapai level 55Yo, maka persentase limbah pada proyek

ini

relative terkendali,

hal

ini

terjadi sedikit banyak

karena pengamatan yang dilakukan terbatas pada segmen-segmen pekerjaan

dinding

yang

tidak mencerminkan keseluruhan pemakaian

bata

dalam proyek

dan

tidak

meliputi

adanya kemungkinan perubahan ftmcangan

(design

changes) pembangunan ataupun kesalahan rancangan pembangunan (design

error)

yang

menurut

studi

pustaka

merupakan sumber dominan limbah batu

bata dalam proyek konstruksi.

KESIMPULAN

Banyaknya

limbah

konstruksi

yang

timbul

dalam

pekerjaan

konstruksi

berpengaruh pada keuntungan proyek. Selain

itu,

Iimbah

konstruksi

juga

menjadi

isu

lingkungan

yang terkait

dengan 'sustainabilitas' industri konstruksi. Semakin

rendah persentase

limbah

yang

dihasilkan

maka

industi

konstnrksi menjadi semakin 'sustainable'.

Hal

ini

dikarenakan produksi

material bahan bangunan seperti batu bata membutuhkan proses pembakaran yang akan

menghasilkan

gas rumah kaca.

Semakin

efisien

penggunaan

batu

bata

maka akan semakin sedikit produksi gas rumah kacayang terbentuk sia-sia.

Persentase

limbah bata yang

terjadi

dalam proyek

pembangunan

rumah

dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya

yang

merupakan

faktor

dominan

adalah

'perubahan rancangan' (design changes) dan

'kesalahan

rancangan/dokumen kontrak'

(design error).

Penelitian

ini

menemukan persentase

material

batu

bata

yang mer{adi

limbah berkisar antara 9% hngga 24o/o. Hal ini relatif rendah dibandingkan temuan

dalam

studi pustaka yang dapat mencapai lebih dari 55%.

Faktor

penyebab

timbulnya limbah

dalam

penelitian ini hanya bersumber dari :

-

Penaganan

:

pemindahan batu bata ke

titik

lokasi perancah pemasangan dinding

-

Pelaksanaan

:

kesalahan

pekerja

yang kurang terlatih

-

Residual : sisa potongan

Faktor-faktor

lain

sebagaimana dapat

dilihat

dalam

Tabel

I

diatas

tidak memungkinkan untuk diamati karena metode

pengamatan hanya dilakukan pada

segmen-segmen

pekerjaan

dinding

yang

tidak menyeluruh.

Penelitian selanjutnya disarankan untuk meliput semua tahap pembangunan dari awal

hingga

akhir

pekerjaan.

Selain

itu

juga disarankan untuk melakukan survey tentang

faktor

penyebab

timbulnya

limbah

sesuai

dengan pengalaman para pekerja konshuksi di

daerah

ini.

Informasi yang dihasilkan akan

sangant

bermanfaat

unfuk

meningkatkan

efisiensi penggunaan material pada indushi konstruksi.

(12)

ISSN:23A1-797)(

Volume:

4No.1

-

Mei2015

DAFTAR PASTAKA

Bossink, B.A.G., dan Brouwers,H.J.H. (1996)

'Construction

waste:

quantification

and

source evaluation',

Jottrnal

of

Construction Engineering

ond

Management, vol.l22, no. 1, pp.55-60

Devia,Y.P., Unas,S.E., Safrianto,R.W., dan

Nariswari,W. (2010)'Identifikasi Sisa

Material

Konstruksi

Dalam

Upaya Memenuhi Bangunan Berkelaqiutan',

Jurnal

Rekayasa

Sipil,

vol.4,

no.3,

pp.t95-203

Gavilan,R.M.

dan

Bernold,L.E.

(1994) 'Source Evaluation

of

Solid Waste in

Building

Construction',

Journal

of

Construction Engineering

ond

Monogemenr,vol. I 20,pp .536-5 52 Kibert

C.J. (ed)

(1994)

Sustainable

Construction

-

Proceedings

of

the First International Conference of CIB

TG

16,

Gainesville

:

Center

for

Construction and Environment. Lumbangaol,P. (2013)'Pengelolaan Limbah

Konskuksi

di

Jakarta',

Jurnal

P olipropes i,vol.VII,no.2,pp.5 6-67

Nagapan,S.,

Rahman,A.L,

dan

Asmi,A.

(2012a) 'Factors

Contributing

to

Physical

and

Non

Physical Waste

Generation

in

Construction Industry' International Journol oJ Advances in

Applied

Sciences

(UAAS),

vol.1,no.1,pp1-10

Nagapan,S., Rahman,A.I.,

Asmi,A., Memon,A.H., dan Zin,R.M. (2012b)

'

Identifring

Causes

of

Construction Waste

-

Case

of

Central Region

of

Peninsula

Malaysia'

International

Journal

of

Integrated Engineering,

vol.4,no.2,pp.22-28

Ofori,G. (1998) 'Sustainable Construction :

principles

and

a

framework

for

attainment

-

comment', Construction

Management

and

Econontics,

vol.16,pp.141-145

Poon,C.S., Yu,T.W., dan

Ng,L.H.

(200L) A

Guide

for

Monaging and Minimizing

Building and Demolition Waste. T}lre

Hong Kong Polytechnic University. Shen,L.Y., Tam,W.Y.V., Tam,C.M., dan Sam

Ho

(2002) 'Material

wastage in construction activities

-

a Hong Kong

survey',

CIB

W107

:

Creoting

a Sustainoble Construction Industry in

Developing Countries. South Africa.

I l-13 November 2002.Pp.125-132 Skoyles,E.R., dan Skoyles,J.R. (1987) Woste

Prevention on Site, London: Mitchell

Spence,R.,

dan

Mulligan,H.

(1995) 'Sustainable Development

and

the

Construction

Industry,

Hobitat Internat ional, vol. I 9,no.3, pp.27 9 -292

Tam,W.Y.V. (2010) 'Rate

of

Reusable and

Recyclable Waste

in

Construction', Second International Conference on

Sustainable Construction Materials

and Technologies. 28-30

hme

2010.

Universita Politecnica delle Marche,

Ancona,

Italy.

Special

Technical

Proceedings, ed.: P.Claise, E.Ganjian, F.Canpolat, dan T.Naik.

Tchobanoglous,G., Theisen,H., dan Vigil,S.A.

(1993)

Integrated

Solid

Waste It[anagement, McGraw-Hill International Editions, Singapore

UU no.

18 tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah

Wilson,E.J.,

McDougall,

F.R.,

dan

Willmore,J.

(2001)

'Euro-trash:

searching

Europe

for a

more

sustainable approach

to

waste

management'

Resources

Conservation

&

Recycling.

vol.3l,

pp.327-346

Wulandari,R.

(2001)'Minimisasi

Limbah

Konstruksi

pada

Proyek

Rumah

'

Tinggal',

unplubished

final

project report,

Civil

Engineering Department,

Faculty of Engineering, University

of

Indonesia.
(13)

W

LEMBAGA PENELITIAN DAN

JURI{AL

ILMIAH

POLITEKNIK

PET{GABDIAN

MBP

MASYARAKAT

Jl. Le{iend. D-jarnin Ginting 285

-287,

Telp. (061) 8218605-8218589 Medan 20I55

Fax. (061) 8218605

*

8218589" E-mail : politeknikrnbp@prestasi.ac.id

Judul

Penulis

SUR,A.T

KETERANGAN

Ncmor

.

129 /LPPM/.IiP/SK.T,A/I/20 15

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat cq. Penanggung Jawab

Ma.jalah Ilmiah Politeknik MBP, dengan

ini

menerangkan bahwa artikel ilmiah:

:

Analisa Jumlah Batu Bata Terbuang

pada Pernbangunan

Rumah

:

Partahi II.

Lumtlangaol

benar telah diterbitkan pada:

Nama

Jurnal

:

Majalah Ilmiah Politeknik

N{BP

{SSN

:

2307-797X

Vo.,Nornor

:

4

/

1

Mei

2015

Demikian surat keterangan

ini

diperbuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya

'Iembusan:

-

Yang bersangliutan

-

Arsip

Medan, 12 Juni 2015

Ketua LPPM

Penanggung Jawatr Majalah

Ilmiah

Politeknik

MBP

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jadi seseorang yang ingin berilmu manajemen, misalnya, maka ia harus mengumpulkan dulu pengetahuan-pengetahuan mnajemen yang telah disusun sampai hari kemarin oleh para ahli ilmu

5469 WARJITO Bantul - 5470 SURONO Bantul - Tamanan Tamanan Srimulyo Sidomulyo Sidomulyo Mulyodadi Pendowoharjo Bangunharjo Panggungharjo Palbapang Palbapang Potorono Girirejo

Pelayanan perawatan kesehatan rumah diberikan kepada individu dan keluarga sesuai kebutuhan mereka, dengan perencanaan dan koordinasi yang dilakukan oleh pelayanan kesehatan

Berdasarkan pernyataan - pernyataan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Pengaruh Kepemimpinan Demokratis terhadap Kinerja Karyawan

Dokumen yang harus dibawa sebagai bahan klarifikasi dan pembuktian adalah dokumen yang berhubungan dengan perusahaan saudara berupa asli dan foto copy sebanyak

cluster optimum pada metode FCM adalah pada saat menggunakan pengelompokkan 2 cluster dengan nilai index XB sebesar 0,2085877. Dari hasil pengelompokkan

Padahal bercak noda yang tampak jelas akan menunjukkan R f yang akurat dan sebenarnya dan menunjukkan kandungan suatu senyawa (tiap senyawa memiliki nila R f yang