• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Pembelajaran pada Sekolah Inklusi di SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T1 292008117 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Pembelajaran pada Sekolah Inklusi di SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T1 292008117 BAB I"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1.1Latar Belakang

Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan

yang layak. Sebagaimana tertera dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi

“setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Selain itu, pendidikan

termasuk di dalam konsepsi Hak Asasi Manusia, yaitu hak atas pendidikan yang

termasuk dalam wilayah hak atas ekonomi, social dan budaya. Dengan demikian,

maka siapapun warga Negara dari berbagai budaya, kalangan ekonomi tinggi

maupun rendah, baik itu yang terlahir normal maupun yang memiliki kebutuhan

khusus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

Hak untuk mendapatkan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus

tertera dalam UU No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional pasal

5 ayat (2) berbunyi: warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional,

mental, intelektual dan/atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.

Suparno (2007: 1-1) menyatakan anak berkebutuhan khusus adalah

anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis karakteristiknya, yang

membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.

Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) terselenggara di

Sekolah Luar Biasa (SLB), namun program tersebut mengalami kendala.

Istiningsih (2005: 12-13) menyatakan bahwa pendidikan bagi anak yang

berkelainan diselenggarakan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Lokasi SLB pada

(2)

berkelainan, karena faktor ekonomi terpaksa tidak disekolahkan oleh orang tuanya

karena lokasi SLB jauh dari rumahnya, sedangkan SD terdekat tidak bersedia

menerima karena tidak mampu melayaninya.

Memperhatikan hal tersebut di atas, dan juga guna menghindari adanya

deskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus, maka muncullah sekolah

inklusi yang merupakan model terkini dari model pembelajaran bagi anak luar

biasa yang secara formal. Kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca

pada konferensi dunia tentang pendidikan berkelainan pada bulan juni 1994.

Misyad (dalam Saputra: 2011) mengemukakan bahwa prinsip mendasar dari

pendidikan inklusi adalah selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar

bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada

pada mereka.

Abdurrahman (2003: 27) menyatakan bahwa tujuan pendidikan tidak

selamanya terprogram, terkontrol, dan terukur. Menjadikan anak-anak saling

menghargai, menjalin kerjasama, menghargai pikiran dan perasaan orang lain,

tenggang rasa adalah beberapa contoh dari tujuan pendidikan yang tidak

selamanya terprogram, terkontrol dan terukur. Untuk mencapai tujuan pendidikan

semacam itu, sering diperlukan integrasi antara anak luar biasa dengan

anak-anak lain pada umumnya atau yang sering disebut „anak-anak normal‟.

Salamanca (1994: pasal 2) menyatakan bahwa:

(3)

UNESCO (dalam Stubs 2002: 40 ) mengemukakan bahwa sebuah sekolah

yang mempraktekkan pendidikan inklusi merupakan sekolah yang memperhatikan

pengajaran dan pembelajaran, pencapaian, sikap, dan kesejahteraan setiap anak.

Sekolah efektif adalah sekolah yang mempraktekkan pendidikan inklusi.

Di dalam sekolah inklusi, anak normal dan anak berkebutuhan khusus

belajar di satu kelas. Menurut Smith pendidikan inklusi (2006: 18) adalah

program pendidikan yang mengakomodasi seluruh siswa dalam kelas yang sama

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, termasuk di dalamnya siswa yang

berlainan.

Rencana Strategis Depdiknas tahun 2010-2014 menyatakan bahwa dalam

rangka pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu,

program pendidikan untuk semua yang inklusi diselenggarakan pada jalur

pendidikan formal, nonformal dan informal dengan sistem pendidikan terbuka dan

demokratis serta berkesetaraan gender agar dapat menjangkau mereka yang

berdomisili di tempat terpencil serta mereka yang mempunyai kendala ekonomi

dan social. Paradigma ini menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang

memiliki hambatan fisik dan mental untuk mendapatkan pendidikan yang setara.

Menurut survey yang dilakukan penulis, sekolah yang menerapkan

sekolah inklusi masih sangat sedikit, hal ini disebabkan karena guru belum

mempunyai keterampilan khusus untuk menangani anak – anak yang mempunyai

kebutuhan khusus. Selain itu, manajemen pembelajaran yang diterapkan juga

(4)

Dari beberapa sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi ini, penulis

tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang manajemen pembelajaran sekolah

inklusi.

1.2Fokus Penelitian

Peneliti memfokuskan penelitian sekolah inklusi di SD Negeri Blotongan

03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

1.3Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana manajemen

pembelajaran yang diterapkan pada sekolah Inklusi di SD Negeri Blotongan 03

Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian yang hendak

dicapai adalah untuk mengetahui manajemen pembelajaran yang diterapkan pada

sekolah Inklusi di SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

1.5Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian dapat dibedakan menjadi kegunaan secara akademis

(5)

1.5.1 Manfaaat Akademis

1. Sebagai sumber informasi dan menambah pengetahuan baru bagi peneliti.

2. Dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dengan

permasalahan yang hampir sama.

3. Menambah jumlah referensi yang berkaitan dengan pengelolaan sekolah

inklusi.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi sekolah dan guru untuk meningkatkan wawasan dan ketrampilan

untuk mengelola sekolah inklusi.

2. Bagi calon guru, sebagai acuan dan pengetahuan tentang pengelolaan

Referensi

Dokumen terkait

adoption (mencoba), individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap

5.1.2 Sikap ibu hamil di Puskesmas Sidorejo Lor Kota Salatiga. sebanyak 48 orang (96%) memiliki sikap baik

Jawab: Yang dilakukan guru dalam pendidikan inklusi dalam mengajar harus ramah terhadap anak didik. 5) Apakah jumlah guru kelas sudah mencukupi? Jawaban: Mencukupi,

Tempat penelitian di Sekolah Dasar Kristen Satya Wacana Salatiga dengan metode pengumpulan data dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi.. Data dianalisa

berarti guru memiliki peran yang penting dalam.. menciptakan kondisi belajar yang harus

mengenai sikap subjek selama di sekolah. Subjek dikenal sebagai anak yang sedikit. nakal .Belum ada prestasi yang

mengadakan penelitian dengan judul “Kesiapan Sekolah Dasar Dalam Penerapan Pendidikan Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan

Peserta Didik Penerimaan siswa baru pada sekolah inklusi hendaknya memberi kesempatan dan peluang kepada anak luar biasa untuk dapat diterima dan mengikuti pendidikan di