• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PELATIHAN KETERAMPILAN TATA CARA MAKAN DAN MINUM BAGI ANAK TUNANETRA DENGAN DISABILITAS TAMBAHAN: Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN PELATIHAN KETERAMPILAN TATA CARA MAKAN DAN MINUM BAGI ANAK TUNANETRA DENGAN DISABILITAS TAMBAHAN: Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PELATIHAN KETERAMPILAN TATA

CARA MAKAN DAN MINUM BAGI ANAK TUNANETRA

DENGAN DISABILITAS TAMBAHAN

(Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Khusus

Oleh :

HUSNA UMAKHIR GITARDIANA 0809046

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)

PELAKSANAAN PELATIHAN KETERAMPILAN TATA CARA MAKAN DAN MINUM BAGI ANAK TUNANETRA DENGAN DISABILITAS

TAMBAHAN

(Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung)

Oleh

Husna Umakhir Gitardiana

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Husna Umakhir Gitardiana 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

HUSNA UMAKHIR GITARDIANA

PELAKSANAAN PELATIHAN KETERAMPILAN TATA CARA MAKAN DAN MINUM BAGI ANAK TUNANETRA DENGAN DISABILITAS

TAMBAHAN

(Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

PEMBIMBING I

Dr. Didi Tarsidi, M.Pd.

NIP. 195106011979031003

PEMBIMBING II

Drs. Ahmad Nawawi, M.Pd.

NIP. 195412071981121002

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus

Drs. Sunaryo, M.Pd.

(5)

ABSTRAK

Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan Dan Minum Bagi Anak Tunanetra Dengan Disabilitas Tambahan (Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota

Bandung)

(Husna Umakhir Gitardiana, 0809046)

Pelatihan mengenai keterampilan kehidupan sehari-hari sangat penting diketahui oleh setiap anak berkebutuhan khusus, baik itu anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan terlebih bagi anak dengan hambatan majemuk/hambatan ganda, dalam hal ini adalah anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan, agar semua anak dapat dengan mandiri melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari tanpa adanya bantuan dari orang lain. Anak tunanetra dengan disabilitas tambahan mengalami keterbatasan salah satunya adalah dalam hal keterampilan kehidupan sehari-hari pada aspek tata cara makan dan minum, terlihat dengan jelas tata cara makan dan minum anak tersebut belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana tingkat keterampilan anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan dalam tata cara makan dan minum, pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan, kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan, dan upaya dalam menanggulangi kesulitan pada pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 3 orang anak tunanetra dengan disabilitas tambahan, dan 1 orang pembimbing asrama. Alat pengumpul data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi.

Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian diperoleh kesimpulan bahwa semua anak sudah mengenal peralatan makan dan minum. Dalam menggunakan peralatan makan, mengambil makanan, dan pada saat pelaksanaan makan dengan menggunakan tangan/jari, sendok, serta sendok dan garpu anak masih membutuhkan bimbingan dari pembimbing asrama karena tata cara penggunaannya belum sesuai dengan yang seharusnya. Selain itu dalam hal minum pun anak masih membutuhkan bimbingan dari pembimbing asrama seperti dalam hal memegang gelas dan menuangkan air dari teko ke dalam gelas.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Definisi Konsep ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Ketunanetraan ... 13

B. Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan ... 15

C. Keterampilan Kehidupan Sehari-hari (KKS) ... 20

D. Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan dan Minum ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Tempat Penelitian ... 32

B. Tahap-Tahap Penelitian ... 33

C. Instrument Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 36

D. Teknik Analisis Data ... 38

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data ... 40

a. Subjek ... 40

b. Hasil Wawancara ... 44

c. Hasil Observasi ... 51

2. Analisis Data ... 63

a. Subjek ... 63

b. Hasil Wawancara ... 63

c. Hasil Observasi ... 65

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 73

B. Rekomendasi ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT di dunia ini memiliki

hak dan kewajiban yang sama, terutama dalam bidang pendidikan, seperti

yang tertulis dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat 1, ”Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Semua anak, baik itu anak berkebutuhan khusus (ABK) maupun anak non berkebutuhan

khusus memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan dan

pengajaran, baik itu di sekolah maupun di lingkungan di mana anak

tinggal, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB IV Pasal

5 ayat 1, menyatakan “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak mendapat pendidikan khusus”.

Semua anak baik itu ABK maupun non ABK sangat membutuhkan

pelatihan dalam setiap pendidikan. Sehingga semua anak dapat

mengoptimalkan setiap kemampuannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan, dalam Instruksi presiden No.

15 tahun 1974 (Kamil M., 2010:4) menyatakan:

pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan menggunakan metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori.

Setiap pelatihan akan terjadi proses belajar, dimana belajar itu

menurut Slameto, (2003:2):

(9)

Selain itu menurut Sugandi, dkk (2000:25)di mana tujuan dari belajar itu

adalah:

agar seseorang memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan prilaku dapat tercipta dalam diri seseorang.

Dengan kata lain, tujuan belajar adalah tercapainya sebuah

perubahan pada diri seseorang, seperti perubahan pengetahuan,

pemahaman, sikap dan tingkah laku, terutama perubahan dengan

meningkatnya kecakapan dan kemampuan sehari-hari agar seseorang

memiliki bekal kemandirian dalam dirinya dan tidak bergantung lagi pada

orang lain.

Pelatihan bukan hanya proses pemindahan informasi, pengetahuan

dan mengingat saja, juga bukan pada penekanan penguasaan pengetahuan

tentang yang diajarkan, melainkan lebih pada penekanan pemahaman dan

aplikasi pada kehidupan nyata tentang apa yang telah didapatkan melalui

pelatihan. Sehingga setelah anak mendapatkan pengetahuan dan

pengalaman dalam pelatihan, akan tertanam dalam jiwa anak tentang

kecakapan hidup dan dapat dipraktekkan oleh anak dalam kehidupan

sehari-hari. Kecakapan hidup dalam kegiatan sehari-hari ini sangat

penting untuk diketahui oleh setiap anak berkebutuhan khusus, baik itu

anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan terlebih

bagi anak dengan hambatan majemuk/hambatan ganda, dalam hal ini

adalah anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan, dalam istilah Bahasa

Inggris menurut Mangunsong dkk (1998) disebut juga Multiple Disability

Visual Impairment (MDVI), dan yang terlihat di lapangan bahwa anak

Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan tersebut adalah anak dengan

hambatan tunanetra dan diduga disabilitas tambahannya adalah

tunagrahita.

Anak non ABK pada umumnya memiliki kesempurnaan baik secara

(10)

kehidupan sehari-hari (KKS) merupakan pembelajaran yang sangat mudah

dilatih dari sejak dini karena anak-anak non ABK belajar secara otomatis

melalui meniru apa yang dilihatnya. Berbeda halnya dengan ABK, yang

mengalami kesulitan dalam hal kegiatan kehidupan sehari-hari yang tidak

dapat secara otomatis belajar melalui meniru apa yang dilihatnya, sehingga

membutuhkan program latihan khusus dalam mengatasi kesulitan yang

mereka alami. Apalagi bagi anak tunanetra dengan disabilitas tambahan

yang memerlukan latihan secara khusus dan berulang-ulang. Tunanetra

dengan Disabilitas Tambahan merupakan salah satu bentuk kombinasi dari

tunanetra dengan ketunaan yang lain. Moor (1965 dalam Lowenfeld,

1973) menggambarkan anak-anak penyandang tunaganda-netra sebagai

individu yang membutuhkan bantuan khusus agar dapat berfungsi di

dalam program pendidikan. Dengan kata lain, anak-anak Tunanetra

dengan Disabilitas Tambahan membutuhkan pelayanan khusus yang

berbeda dari pelayanan untuk anak tunanetra.

Anak yang mengalami ketunanetraan, tidak dapat mempelajari

kegiatan kehidupan sehari-hari melalui penglihatannya, maka

ketunanetraan tersebut sangat berdampak pada kegiatan kehidupan

sehari-hari termasuk pada keterampilan tata cara makan dan minum. Ditambah

lagi apabila anak yang mengalami disabilitas tambahan selain tunanetra,

maka hambatan tersebut akan berdampak pula pada kegiatan kehidupan

sehari-hari termasuk pada keterampilan tata cara makan dan minum,

karena anak tersebut masih sangat membutuhkan bimbingan agar

keterampilan makan dan minumnya dapat sesuai dengan tata cara yang

seharusnya dan dilakukan secara mandiri tanpa tergantung pada orang lain.

Keterampilan tata cara makan dan minum merupakan bagian dari

KKS. Keterampilan tata cara makan dan minum ini dalam Depsos RI

(2003: 35) termasuk dalam ruang lingkup memelihara diri (Personal Care

Skills). Bagi setiap anak, baik itu ABK maupun non ABK termasuk juga

anak tunanetra dengan disabilitas tambahan sangat memerlukan pelatihan

(11)

dan minum, sehingga setiap anak dapat dengan mandiri melakukan

kegiatan makan dan minum dengan baik dan tepat sesuai dengan tata cara

makan dan minum yang seharusnya tanpa adanya bantuan dari orang lain.

Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan yang berada di Panti

Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna telah mendapatkan pelatihan

mengenai KKS. Pelatihan tersebut dilaksanakan guna mengoptimalkan

kemampuan keterampilan dari masing-masing anak termasuk anak

tunanetra dengan disabilitas tambahan, namun ternyata pelatihan tersebut

belum dapat mengoptimalkan kemampuan keterampilan anak, sehingga

anak tersebut masih belum mampu melakukan KKS pada aspek kegiatan

makan dan minum secara tepat dan sesuai dengan tata cara yang

seharusnya.

Berdasarkan hasil pengamatan awal di lapangan (pada saat Program

Latihan Profesi/PLP), anak tunanetra dengan disabilitas tambahan

mengalami kesulitan dalam hal keterampilan kehidupan sehari-hari pada

aspek tata cara makan dan minum, terlihat dengan jelas tata cara makan

dan minum anak tersebut belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya.

Mulai dari cara mengambil nasi dan lauk pauk yang masih

berantakan/berceceran di sekitar piring dan takarannya yang belum sesuai

dengan porsi yang seharusnya, kadang terlalu banyak atau bahkan terlalu

sedikit, kemudian cara memasukkan makanan ke dalam mulut dengan atau

tanpa sendok, terkadang ada sedikit makanan yang tercecer di sekitar

mulut dan sekitar meja makan dekat piring anak, selanjutnya cara

memegang sendok, cara menuangkan air ke dalam gelas, terkadang

menuangkan air terlalu berlebihan sehingga air terbuang, atau bahkan

menuangkan air terlalu sedikit. Jadi, pada aspek tata cara minumpun

terlihat anak tersebut masih mengalami hambatan.

Terlihat pula di lapangan bahwa kesulitan yang dialami

pembimbing asrama dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan

minum bagi anak tunanetra dengan disabilitas tambahan yaitu pembimbing

(12)

anak-anak tunanetra dengan disabilitas tambahan yang selalu merasa bosan

ketika melakukan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum

tersebut.

Berdasarkan temuan di lapangan tersebut, maka penulis tertarik

untuk meneliti dan mendapatkan informasi serta data yang lebih lanjut

mengenai pelaksanaan pelatihan KKS dalam hal makan dan minum (tata

cara makan dan minum) bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas

Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung.

B. Fokus Penelitian

Agar penelitian ini lebih fokus terhadap permasalahan yang akan

diteliti, maka fokus penelitian yang dipilih adalah “Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan dan Minum bagi Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung”.

Selanjutnya untuk mendapatkan data yang diperlukan, maka dibuat

beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana keterampilan anak Tunanetra dengan Disabilitas

Tambahan dalam tata cara makan dan minum?

2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan

minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan?

3. Apa kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelatihan keterampilan

tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas

Tambahan?

4. Bagaimana upaya dalam menanggulangi kesulitan pada pelatihan

keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan

(13)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara

makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan

di PSBN Wyata Guna Kota Bandung. Sedangkan secara khusus tujuan

dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mendeskripsikan keterampilan anak Tunanetra dengan Disabilitas

Tambahan dalam tata cara makan dan minum.

b. Mendeskripsikan pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara

makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas

Tambahan.

c. Mendeskripsikan kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelatihan

keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra

dengan Disabilitas Tambahan.

d. Mengetahui upaya dalam menanggulangi kesulitan pada pelatihan

keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra

dengan Disabilitas Tambahan.

2. Kegunaan Penelitian

Bila tujuan penelitian ini dapat dicapai, maka hasil penelitian

akan memiliki kegunaan, baik kegunaan teoritis maupun kegunaan

praktis, dimana kegunaan teoritis maupun kegunaan praktis adalah

sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

informasi dan titik tolak untuk mengembangkan lebih lanjut ilmu

pengetahuan profesi guru pendidikan khusus terhadap pembimbing

asrama yang memiliki anak asuh tunanetra bahkan anak tunanetra

(14)

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat

memberikan sumbangan pemikiran dan bahan evaluasi untuk

membina dan mengembangkan kemampuan dan potensi yang

dimiliki oleh anak tunanetra dengan disabilitas tambahan, sehingga

anak mampu dalam menyesuaikan dan menyiapkan diri dengan

lingkungan dan mampu untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi

dalam kehidupan sehari-hari.

D. Definisi Konsep

1. Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan dan Minum

a. Tata Cara Makan

Mempelajari aktivitas makan, anak harus didorong untuk

duduk dan berkonsentrasi untuk mengikuti materi yang diberikan.

Pembimbing asrama/guru harus memastikan anak berada dalam

posisi yang benar dan terjaga keseimbangannya. Pada umumnya

anak duduk di kursi pada meja makan dengan kaki berada di lantai

untuk menjaga keseimbangan mereka. Untuk anak yang berasal

dari pedesaan yang memiliki kebiasaan makan dengan duduk di

lantai, maka pembimbing asrama/guru dapat membantunya untuk

duduk di sebuah sudut dalam ruang makan sehingga anak dapat

bersandar di dinding.

Menurut Depsos RI (2003: 94) tata cara pembelajaran Tata

Cara Makan bagi anak tunanetra dengan tahapan sebagai berikut:

1) Makan menggunakan tangan/jari tangan

Makan menggunakan tangan/jari tangan merupakan cara

termudah bagi anak untuk mulai belajar berlatih agar dapat makan

sendiri. Pelajaran ini diberikan tidak pada saat jam makan, karena

(15)

frustasi. Latihan ini dilakukan dengan menggunakan makanan kecil

dan makanan lain yang disukai oleh anak, seperti aneka biskuit

kecil, buah-buahan dan makanan kecil lainnya. Hal tersebut

dilakukan untuk mendorong tumbuhnya motivasi anak mencoba

makan sendiri.

Untuk membimbing anak belajar makan sendiri menurut

Depsos RI (2003: 94) menggunakan jemari tangan, pembimbing

asrama/guru dapat melakukan cara-cara sebagai berikut:

a) Letakkan sepotong biskuit atau makanan kecil lainnya pada

tangan anak. Peganglah tangan anak dan bimbinglah tangannya

menuju mulutnya.

b) Tunjukkan pada anak tempat dimana makanan ditempatkan.

c) Pembimbing asrama/guru hendaknya membantu anak untuk

mengambil makanan tersebut dengan cara memegang dan

membimbing tangan anak ke piring tempat makanan.

Kemudian bimbing anak untuk mengambil makanan dan

menyuapkannya ke mulut anak.

d) Lakukan cara-cara di atas berulang-ulang sampai anak mampu

melakukannya sendiri tanpa dibimbing.

e) Apabila anak telah mampu menggunakan jemari tangannya

untuk makan sendiri, maka pembimbing asrama/guru dapat

mulai membantu anak untuk mempraktekkan keterampilan

tersebut dalam aktivitas sehari-hari. Pembimbing asrama/guru

dapat melaksanakan pelajaran tersebut ketika anak makan

makanan kecil atau buah setelah selesai makan pagi, siang,

atau malam.

Pelajaran makan menggunakan jemari tangan biasanya

diterapkan pada saat anak makan makanan kecil atau buah-buahan.

2) Makan menggunakan sendok

Pelajaran makan menggunakan sendok diberikan kepada anak

(16)

dan lauk pauknya sendiri. Pelajaran ini diberikan agar anak mampu

memegang sendok, menyendok makanan, dan makan

menggunakan sendok tanpa bantuan.

Untuk membimbing anak belajar makan sendiri menurut

Depsos RI (2003: 96) menggunakan sendok, pembimbing

asrama/guru dapat melakukan cara-cara sebagai berikut:

a) Latihan memegang sendok

Pembimbing asrama/guru membantu anak memegang sendok

dalam posisi tangannya berada di bawah tangan pembimbing

asrama/guru. Posisi demikian dilakukan saat pembimbing

asrama/guru menyuapi anak, sehingga anak dapat merasakan

pegangan sendok. Setelah itu pembimbing asrama/guru membantu

anak mendorong sendok berisi makanan ke arah mulut, dan

menyuapkannya.

b) Latihan menyendok makanan

Setelah mampu memegang sendok, anak harus berlatih

menyendok makanan. Latihan menyendok makanan diberikan

dengan bantuan alat makan seperti mangkok dan sendok. Mangkok

berisi makanan disediakan tepat di depan anak, sehingga anak

mudah mengarahkan sendok yang digenggamnya ke arah makanan.

Anak dibimbing untuk mendorong atau memindahkan makanan

dalam mangkok ke pinggir mangkok. Dengan demikian, makanan

dalam mangkok secara otomatis akan berpindah ke dalam sendok.

Anak perlu dilatih untuk menggerakkan sendok ke arah sekeliling

mangkok, sehingga tidak akan ada makanan tersisi.

c) Proses latihan diberikan dengan tujuan utama kemandirian anak

tunanetra sehingga pembimbing asrama/guru secara perlahan

harus mengurangi bantuannya. Jika anak sudah mampu

memegang sendok sendiri, pembimbing asrama/guru dapat

membantunya dengan hanya memegang pergelangan tangannya.

(17)

pembimbing asrama/guru dapat membantu anak dengan

memegang lengan atau sikutnya saja, dan seterusnya.

Jika dalam beberapa waktu anak telah dapat menguasai aktivitas

tersebut, maka pembimbing asrama/guru hanya perlu

memperhatikan dan memberikan arahan dengan suara saja.

Upaya yang lebih keras diperlukan dalam melatih anak

tunanetra dengan disabilitas tambahan dalam

mengkoordinasikan berbagai aktivitas tersebut.

d) Jika dalam proses latihan anak mengalami kesulitan untuk

memegang sendok, maka pembimbing asrama/guru dapat

membuat tangkai baru. Tangkai baru tersebut bahannya dapat

terbuat dari karet atau kayu. Bentuknya dibuat sesuai dengan

kemampuan anak dalam menggenggam sendok, misalnya

bentuk tube, bola, lilitan kain, dan bentuk lainnya.

e) Untuk anak yang mengalami kesulitan dalam melakukan latihan,

terutama dalam menggenggamkan tangannya pada tangkai

sendok, maka pembimbing asrama/guru harus memberikan

latihan khusus. Anak bersangkutan dibimbing untuk

menggenggamkan tangannya pada tangkai sendok, kemudian

pembimbing asrama/guru memegang pergelangan tangan anak

kuat-kuat. Berilah tekanan sedikit pada pergelangan tangan anak

dengan ibu jari, sehingga anak dapat memegang sendok dengan

mudah.

3) Makan menggunakan sendok dan garpu

Pelajaran makan menggunakan sendok dan garpu menurut

Depsos RI (2003: 98) diberikan kepada anak setelah mereka

mampu makan dengan menggunakan sendok. Anak dilatih untuk

mengenal fungsi garpu sebagai alat bantu dalam mengisi makanan

ke dalam sendok. Melalui latihan ini, anak belajar

mengkoordinasikan sendok dan garpu sebagai alat bantu dalam

(18)

pada saat bersamaan garpu bergerak dari arah depan ke belakang

sehingga makanan masuk ke dalam sendok.

b. Tata Cara Minum

Sebelum anak dapat membuat minum sendiri, mereka harus

dapat menuang air dari tempat air ke dalam gelas atau cangkir.

Latihan ini memerlukan koordinasi gerakan tangan yang baik dan

upaya yang cukup keras dari anak. Melalui pelajaran tata cara

minum, anak akan dapat mengetahui bentuk gelas dan seluk

beluknya dengan baik, menuangkan air ke dalam gelas dengan

tepat, mengetahui kapasitas gelas atau cangkir bila sudah penuh

dengan memegang tepi gelas dan sebagainya. Dalam proses latihan

tersebut pembimbing asrama menggunakan air dingin. Jika anak

telah mampu menguasai dan mempraktekkannya dengan baik,

maka pembimbing asrama dapat melatih anak untuk menuangkan

air panas ke dalam gelas.

Bagi anak tunanetra harus diberikan latihan tata cara

menuangkan air dingin dan air panas dengan langkah berbeda.

Berikut ini disajikan tata cara menuangkan air dingin dan air panas

ke dalam gelas menurut Depsos RI (2003: 98):

1) Cara menuangkan air dingin

a) Langkah Pertama

Anak dilatih untuk meletakkan pancuran teko dekat ke tepi

gelas. Dalam latihan ini pembimbing asrama sebaiknya

memilih teko yang kecil, kemudian isi dengan air dingin

setengahnya. Untuk mengisi gelas yaitu pembimbing asrama

asrama mengarahkan anak untuk memegang gelas dengan satu

tangan, dan satu tangan lainnya memegang teko. Posisi gelas

berada kira-kira setengah dari tinggi teko. Teko diangkat agar

air dapat mengucur keluar, dalam saat bersamaan anak

(19)

b) Langkah Kedua

Melalui latihan ini anak dilatih untuk mampu menuangkan air

ke dalam gelas. Setelah anak mampu meletakkan pancuran

teko dekat ke tepi mulut gelas dengan tepat, anak dibimbing

untuk menuangkan air dalam teko ke gelas. Pembimbing

asrama mengarahkan anak untuk memiringkan teko secara

hati-hati agar air tidak tumpah.

c) Langkah Ketiga

Latihan ini diberikan kepada anak agar anak dapat mengetahui

kapan air dalam teko berhenti memancur keluar. Untuk

melakukannya yaitu anak dapat mengukur volume gelas

dengan mendengarkan gemericik air yang menghilang ketika

air telah penuh.

2) Cara menuangkan air panas

Menuangkan air panas dapat dilakukan dengan tiga cara

sebagaimana cara menuangkan air dingin yang telah diuraikan

sebelumnya (Modul Depsos RI, 2003: 99). Namun, dalam latihan

ini untuk mengetahui volume gelas anak dapat merasakan

perubahan temperatur yang dirasakan melalui perabaan tangannya,

dan anak dapat mendengarkan gemericik air yang semakin lama

semakin menghilang.

Dalam proses latihan sebaiknya pembimbing asrama

menggunakan air yang tidak terlalu panas, agar anak tidak merasa

ketakutan tersiram air panas. Jika anak telah mampu menuangkan

air panas, maka pembimbing asrama dapat menaikkan

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara harfiah kata metode dapat diartikan sebagai cara yang telah

diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu

pengetahuan dan sebagainya. Sedangkan penelitian dapat diartikan suatu

kegiatan mengamati, menilai, mengolah, dan menyimpulkan terhadap satu atau

lebih permasalahan yang dilakukan dengan cermat, seksama, dan hati-hati.

Jadi, metode penelitian dapat diartikan sebagai urutan cara/langkah yang telah

dipersiapkan/direncanakan dengan baik untuk melakukan pemecahan satu atau

lebih masalah secara cermat dan seksama dalam ilmu pengetahuan dan sejenis.

Metode penelitian digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas

serta petunjuk bagaimana penelitian itu dilaksanakan. Untuk itu, perlu

mempertimbangkan penggunaan metode penelitian yang mencakup

pendekatan, strategi, subjek penelitian dan teknik-teknik pengumpulan data,

sehingga keilmiahan dan hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan

diyakini kebenarannya, objektif, dan akurat.

Secara umum metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena penelitian ini

bermaksud untuk memahami, mengungkap, dan menjelaskan berbagai

gambaran atas fenomena-fenomena yang ada di lapangan dan kemudian

dirangkum menjadi kesimpulan deskriptif berdasarkan data penelitian yang

dikumpulkan sendiri oleh peneliti.

A. Subjek dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung yang

beralamatkan di Jalan Pajajaran No. 52 Bandung. Pemilihan tempat

penelitian ini didasarkan pada kebutuhan data penelitian.

Subjek penelitiannya adalah pihak-pihak yang terkait dalam

(21)

dalam memberikan informasi-informasi berisi data dan keterangan

penting yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Subjek penelitian ini adalah tiga orang anak Tunanetra dengan

Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung. Ketiga anak

tersebut adalah anak yang mengalami hambatan majemuk tunanetra

dengan disabilitas tambahan yang diduga adalah anak tunagrahita sedang.

Selain itu subjek dalam penelitian ini adalah satu orang Pembimbing

asrama dalam kegiatan pelatihan Keterampilan Kegiatan Kehidupan

Sehari-Hari dalam hal tata cara makan dan minum di PSBN Wyata Guna

Kota Bandung.

B. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimulai dari tahap

pralapangan, tahap pekerjaan lapangan, sampai tahap pemeriksaan

keabsahan data menurut Moleong (2007: 127).

1. Tahap Pralapangan

a. Menyusun Rancangan Penelitian

Kegiatan ini merupakan tahap awal dari rangkaian proses

penelitian. Awalnya yaitu kegiatan penyusunan rancangan

penelitian yang harus diajukan dalam bentuk proposal skripsi,

dimana calon peneliti mengajukannya kepada Dewan Skripsi

Jurusan Pendidikan Khusus. Setelah disetujui oleh Dewan Skripsi

kemudian proposal penelitian tersebut diseminarkan. Untuk

melengkapi dan menyempurnakan rancangan penelitian, maka

peneliti melakukan konsultasi dan bimbingan dengan Dosen

Pembimbing. Setelah itu peneliti menyusun rencana untuk ke

lapangan yang sesuai dengan latar penelitian.

b. Memilih Lapangan Penelitian

Pemilihan lapangan penelitian ini diawali dengan adanya

informasi yang ditemukan mengenai keterampilan kegiatan

kehidupan sehari-hari pada aspek keterampilan tata cara makan dan

(22)

tersebut peneliti berkeinginan untuk mendapatkan deskripsi

mengenai pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum pada

anak Tunanetra dengan disabilitas tambahan di lembaga tersebut.

c. Mengurus Perizinan Penelitian

Pengurusan perizinan yang bersifat administrasi dilakukan

mulai dari tingkat Jurusan, kemudian ke Fakultas, dan Universitas.

Setelah itu, peneliti mendapatkan surat rekomendasi untuk

disampaikan kepada Kepala PSBN Wyata Guna Kota Bandung.

d. Menyiapkan Peralatan Penelitian

Pada tahap ini peneliti menyiapkan segala perlengkapan yang

dibutuhkan untuk mempermudah, memperlancar, dan memperjelas

kegiatan pengumpulan data yang diperoleh dari lapangan. Kegiatan

pada tahap ini adalah mempersiapkan instrumen penelitian yang

terdiri atas pedoman wawancara dan pedoman observasi.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

a. Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri

1) Pembatasan latar penelitian

Pembatasan latar penelitian ini sangatlah penting, sehingga

pengumpulan data akan menjadi efektif. Adapun latar

penelitian ini dibatasi pada lokasi PBSN Wyata Guna Kota

Bandung.

2) Penampilan

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus memperhatikan

penampilannya. Karena tempat penelitiannya adalah sebuah

panti atau lembaga sosial, maka peneliti juga berusaha untuk

tampil sopan dan bertutur kata dengan formal.

3) Pengenalan hubungan peneliti di lapangan

Penelitian ini bersifat pengamatan langsung tanpa adanya

peran serta peneliti. Oleh karena itu peneliti berusaha agar

(23)

tempat penelitian tanpa mempengaruhi berbagai kondisi dan

perilaku alami yang ada di tempat penelitian tersebut.

4) Jumlah waktu penelitian

Peneliti mengalokasikan waktu penelitian di lapangan kurang

lebih selama dua bulan, dengan harapan jumlah waktu yang

terbatas ini berbagai informasi dan data yang dibutuhkan dapat

terkumpul dengan baik.

b. Memasuki Lapangan

1) Keakraban hubungan

Keakraban hubungan peneliti dengan lingkungan di tempat

penelitian senantiasa selalu dijaga oleh peneliti, sehingga

mempermudah dan memperlancar dalam pengumpulan data

dan informasi penelitian yang dibutuhkan.

2) Mempelajari bahasa

Kegiatan penelitian ini sangat mudah dan nyaman dengan

menggunakan Bahasa Indonesia, maka sangat penting pula

untuk mempelajari bahasa agar mempermudah dan

memperlancar proses penelitian.

3) Peranan peneliti

Peranan peneliti dalam aktivitas yang ada di tempat penelitian

tidak beasr, karena penelitian melalui pengamatan langsung

tanpa adanya peran serta dari peneliti, sehingga sebisa mungkin

peneliti tidak terlibat dalam setiap aktivitas yang ada, karena

dikhawatirkan juga peneliti mempengaruhi berbagai kondisi

dan perilaku yang terjadi di tempat penelitian.

c. Berpartisipasi sekaligus mengumpulkan Data

1) Pengarahan batas studi

Kegiatan pembatasan studi ini dilakukan dengan

memperhatikan batasan pada fokus masalah yang akan diteliti.

Pengarahan batas studi ini sangatlah penting dalam proses

(24)

tidak akan terjebak oleh masalah-masalah di luar fokus masalah

yang akan diteliti.

2) Mencatat data

Kegiatan mencatat data ini dilakukan pada saat dan sesudah

pengumpulan data, baik pada saat kegiatan wawancara maupun

pada saat dan sesudah kegiatan observasi. Data yang dicatat

adalah data hasil wawancara dan observasi. Dalam penelitian

ini data yang dicatat dari wawancara dan observasi bersumber

dari subjek penelitian yaitu Pembimbng dan siswa PSBN

Wyata Guna Kota Bandung.

C. Instrument Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah ”alat penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data secara keseluruhan dalam proses penelitian agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dan juga tepat”, (Moleong, Lexy J., 2012: 168). Peneliti sebagai instrumen kunci. Jadi,

instrumen penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Jadi, peneliti sebagai

perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisis, penafsir data, dan

pada akhirnya sebagai pelapor hasil penelitiannya. Instrumen penelitian ini

berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada pembimbing

asrama.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan cara:

a. Observasi / Pengamatan

Peneliti mencatat segala sesuatu dari kondisi awal sebelum, saat

proses, dan sesudah proses pelatihan terjadi. Teknik observasi yang

digunakan adalah observasi langsung nonpartisipatori atau dengan cara

pengamatan langsung tanpa melibatkan diri secara langsung pada

kegiatan di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan secara

tersembunyi (covert). Nasution (1996: 62) menjelaskan “observasi

(25)

yang valid dan reliable dan dapat dipercaya karena tidak dibuat-buat”.

Pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada bagian lampiran II.

b. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat

terstruktur, yaitu wawancara yang menggunakan pedoman wawancara

yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan

datanya. Pedoman wawancara yang digunakan berupa garis-garis besar

permasalahan yang akan ditanyakan.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada pembimbing

asrama yang menangani anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan

dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum, untuk

memperkuat data dari hasil observasi. Data yang dikumpulkan melalui

wawancara bersifat verbal, artinya hasil wawancara ditulis dan

direkam agar data yang diperoleh lebih lengkap dan terperinci.

Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada bagian lampiran II.

c. Studi Dokumentasi

Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari

record (setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau

lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan

akunting), yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang

penyidik. (Guba dan Lincoln dalam Moleong, 2007: 216-217).

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan semua dokumen

yang berhubungan dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Dokumen

yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa hasil dokumentasi

pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum anak Tunanetra

(26)

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data ini menggunakan pola yang dikemukakan oleh

Miles and Huberman (1984) dalam Sugiyono (2010: 246) yang terdiri dari

Reduksi Data, Display Data, dan Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi.

a. Reduksi Data

Data atau informasi yang diperoleh dari lapangan sebagai bahan

mentah diringkas, disusun lebih sistematis, serta ditonjolkan

pokok-pokok penting yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga lebih

mudah untuk mendeskripsikan mengenai program keterampilan

memelihara diri anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan.

b. Display Data

Pengumpulan data dari hasil penelitian yang dilakukan secara

bertahap atau keseluruhan dengan cara mengklasifikasikan dan

menyajikan data sesuai dengan pokok permasalahan agar lebih mudah

dipahami. Karena teknik pengumpulan data seperti wawancara dan

observasi itu tidak cukup satu atau dua kali saja, diperlukan beberapa

kali sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.

c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan dibuat

kesimpulan dari semua data yang terkumpul dan yang diolah, untuk

kemudian dicari apakah semua data layak dimasukkan dan diterapkan

sesuai dengan rancangan penelitian.

E. Pengujian Keabsahan Data

Pengujian Keabsahan Data dalam penelitian ini menggunakan teknik

Triangulasi. Teknik Triangulasi menurut Moleong (2012: 330) adalah

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain

diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu. Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi

sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

(27)

Triangulasi dengan sumber (Patton 1987: 331 dalam Moleong 2012:

330) berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan

apa yang dikatakannya secara pribadi;

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu;

4. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang;

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

Bagan 3.1

Teknik Triangulasi (Moleong, 2012: 330)

Bagan di atas merupakan alur teknik triangulasi yang digunakan oleh

peneliti, data hasil observasi dibandingkan dengan di cek silang data hasil

wawancara dari berbagai sumber. Data hasil observasi juga dibandingkan

dengan di cek silang data hasil dokumentasi. Demikian pula data hasil

wawancara dari berbagai sumber dibandingkan dan di cek silang dengan data

dokumentasi. Langkah terakhir adalah mengambil dan membuat kesimpulan

secara keseluruhan. Data Hasil Wawancara

Data Hasil Observasi

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti,

maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Keterampilan anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan dalam tata

cara makan dan minum. Ketiga anak yang menjadi subyek dalam

penelitian ini sudah mampu untuk melakukan kegiatan makan sendiri,

tetapi belum sesuai dengan tata cara yang benar dan belum sesuai

dengan tata cara yang seharusnya. Dalam mengenal peralatan makan

dan minum semua anak sudah mengetahui dan memahami peralatan

yang digunakan untuk makan dan minum. Dalam menggunakan

peralatan makan, mengambil makanan, kemudian dalam pelaksanaan

makan dengan menggunakan tangan/jari, sendok, serta sendok dan

garpu, ketiga anak masih harus dibimbing oleh pembimbing asrama.

Subjek 1 dan 3 dalam memegang makanan menggunakan tangan/jari

masih harus dibimbing dan juga dalam memegang sendok pun ketiga

anak masih harus dibimbing, karena dalam memegang makanan dan

memegang sendok masih belum sesuai dengan tata cara yang

seharusnya dan yang sesuai dengan tata cara yang baik dan benar

dalam praktek makan. Selain itu dalam menggunakan peralatan minum

seperti menuangkan air ke dalam gelas dan dalam memegang gelas,

subjek 1 dan 3 masih harus memerlukan bimbingan dari pembimbing

asrama untuk melakukannya.

2. Pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi

(29)

keterampilan makan dan minum tersebut dilaksanakan rutin setiap

minggu yang dilakukan oleh pembimbing asrama dan semua jadwal

serta program diatur oleh pihak pembimbing asrama tersebut dengan

jadwal yang berubah-ubah, terkadang pada waktu makan siang dan

terkadang juga pada waktu makan malam dan dilaksanakan di ruang

makan umum atau ruang makan asrama. Sebelum pelatihan dimulai

terlebih dahulu pembimbing asrama meningkatkan kesiapan psikologis

anak-anaknya, apabila kesiapan psikologis anak tidak ditingkatkan

terlebih dahulu, maka anak tidak akan mau mengikuti pelatihan dengan

benar dan sungguh-sungguh. Selain itu, mental dan kesiapan

psikologis pembimbing asrama pun harus ditingkatkan ketika

berhadapan dengan anak-anak tunanetra dengan disabilitas tambahan,

karena diperlukan kesabaran yang cukup besar pada saat melatih

anak-anak tunanetra dengan disabilitas tambahan tersebut. Selanjutnya yang

dipersiapkan oleh pembimbing asrama sebelum pelatihan dimulai

adalah materi dan sarana prasarana pelatihan untuk mempermudah

proses pelatihan berlangsung yang sesuai dengan pelaksanaan kegiatan

pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum. Proses

penyampaian materi pelatihan yaitu dengan cara pembimbing asrama

menyesuaikan antara materi yang ada pada buku modul dengan

kondisi dan kebutuhan dari masing-masing anak. Selain itu teknik

yang dipergunakan pembimbing asrama dalam melaksanakan pelatihan

adalah dengan bimbingan secara langsung, memberikan

penjelasan/ceramah secara lisan, dan praktek/peragaan kepada anak.

Pendekatan yang dilakukan oleh pembimbing asrama yaitu

membimbing secara individual dalam memberikan pelatihan

keterampilan tata cara makan dan minum, sehingga anak dapat dengan

(30)

pelatihan tersebut, karena pembimbing asrama secara satu persatu

memberikan contoh, bimbingan, serta penjelasan kepada anak. Dan

untuk penggunaan media pembelajaran yaitu berupa sarana dan

prasarana dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum ini

sudah cukup menunjang dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

setiap anak dalam kegiatan pelatihan keterampilan tata cara makan dan

minum.

3. Kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelatihan keterampilan tata

cara makan dan minum pada anak Tunanetra dengan Disabilitas

Tambahan. Kesulitan/hambatan dalam pelaksanaan pelatihan

keterampilan tata cara makan dan minum tersebut antara lain

ketidakmampuan subyek 1 (subyek A) yaitu masih belum sesuai

dengan tata cara yang seharusnya dalam hal memegang dan

mengambil makanan menggunakan tangan/jari tangan, memasukkan

makanan ke dalam mulut menggunakan tangan/jari. Selanjutnya

ketidakmampuan subyek 2 (subyek PSR) yaitu masih belum sesuai

dengan tata cara yang seharusnya dalam hal memegang sendok dan

garpu, mengambil makanan menggunakan sendok, dan untuk

ketidakmampuan subyek 3 (subyek CB) yaitu masih belum sesuai

dengan tata cara yang seharusnya dalam hal memegang dan

mengambil makanan menggunakan tangan/jari tangan, memasukkan

makanan dalam mulut menggunakan tangan/jari tangan. Untuk makan

menggunakan sendok dan garpu ketiga anak masih harus dibimbing.

4. Upaya dalam menanggulangi kesulitan pada pelatihan keterampilan

tata cara makan dan minum pada anak Tunanetra dengan Disabilitas

Tambahan. Upaya pembimbing asrama yang dilakukan dalam

menanggulangi kesulitan/hambatan pada pelatihan keterampilan tata

(31)

mendampingi anak yang masih belum mampu dalam keterampilan tata

cara makan dan minum yang sesuai dengan tata cara yang seharusnya.

Selain itu anak terus diberikan latihan secara berulang-ulang tentang

tata cara makan dan minum yang sesuai dengan tata cara yang

seharusnya. Upaya mengikutsertakan rekan lain dari pembimbing

asrama (Pekerja Sosial dan pembimbing asrama lainnya) dan juga

orangtua anak menjadi salah satu bentuk upaya dari pembimbing

asrama dalam menanggulangi kesulitan/hambatan pada pelatihan

keterampilan tata cara makan dan minum tersebut. Dengan

diberikannya sebuah pelatihan dengan menggunakan teknik bimbingan

langsung secara individual, kemampuan dari masing-masing anak ada

perubahan ke arah lebih baik dalam hal tata cara makan dan minum.

B. Rekomendasi

1. Bagi pembimbing asrama

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan pertimbangan

bagi pembimbing asrama untuk dapat melaksanakan pelatihan

keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak tunanetra dengan

disabilitas tambahan secara lebih rutin lagi (tiga kali dalam seminggu

atau bahkan setiap hari), lebih terprogram, dan lebih intensif lagi.

Karena yang dihadapi adalah anak tunanetra dengan disabilitas

tambahan bukan hanya anak tunanetra dengan satu ketunaan saja.

Selanjutnya pembimbing asrama diharapkan bisa berkoordinasi dengan

pihak lembaga terkait dalam penyusunan program dan jadwal agar

lebih terarah dalam pelaksanaan pelatihannya.

2. Bagi PSBN Wyata Guna Bandung

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan pertimbangan

bagi pihak PSBN Wyata Guna Bandung untuk penyusunan kurikulum

(32)

dengan disabilitas tambahan. Dengan adanya kurikulum, pelaksanaan

pelatihan akan semakin terarah karena akan semakin jelas tujuan,

sasaran, isi dari setiap materi yang akan diberikan. Selain itu hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bahwa

pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak tunanetra

dengan disabilitas tambahan ini sangatlah penting dan bermanfaat

untuk dilaksanakan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini mengungkap tentang tingkat kemampuan anak tunanetra

dengan disabilitas tambahan dalam keterampilan tata cara makan dan

minum, pelaksanaan pelatihan, kesulitan/hambatan yang dialami dalam

pelaksanaan pelatihan, serta upaya yang dilakukan dalam

menanggulangi kesulitan/hambatan tersebut. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti akan pentingnya

pembekalan keterampilan pada anak tunanetra dengan disabilitas

tambahan. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan rujukan

untuk mengembangkan penelitian pada kegiatan pelatihan

keterampilan lainnya. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat

menggali secara lebih mendalam bagaimana penggunaan teknik yang

tepat dalam keterampilan tata cara makan dan minum maupun

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Moh. (1994). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tenaga Guru.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Bineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta:Rineka Cipta.

Delphie, B. (2005). Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama.

Departemen P dan K. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Sosial RI. (2003). Panduan Pelaksanaan Keterampilan Kehidupan Sehari-hari Penyandang Cacat Netra. Bandung: Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat 2003 (tidak diterbitkan).

Didi Tarsidi. (2011). Definisi Tunanetra. [online]. Tersedia: http://d-tarsidi.blogspot.com04/2011/10/definisi-tunanetra.html diakses 04 Oktober 2011

Duwi Santosa. (2013). Etiket makan-tata cara makan. [online]. Tersedia: http://www.galeripustaka.com08/2013/04/etiket-makan-tata-cara-makan.htmldiakses Senin, 08 April 2013

Fathoni, A. (2006). Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Mangunsong, F., Semiawan, C.R. (2010). Keluarbiasaan Ganda (Twice Exceptionality), Mengeksplorasi, Mengenal, Mengidentifikasi, dan Menanganinya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

(34)

Panduan Pengembangan Kurikulum dan Program Pembelajaran bagi Siswa MDVI/Deafblind. [online]. Tersedia: http://www.transitionplanningasia.org/sites/default/files/uploaded-

files/MDVI%2520Curriculum%2520Manual%2520-%2520Indonesia.doc diakses 2012

Pannen, Paulina, dkk. (1999). Cakrawala Pendidikan. Jakarta. Universitas Terbuka.

Pendekatan Pendidikan menurut paham. [online]. Tersedia: http://www.pendidikan-info.blogspot.com/2010/01/pendekatan-pendidikan- menurut-paham.html diakses Januari 2010

Rahmawati, D. (2009). Gambaran Resiliensi dan Kemampuan Remaja Tunanetra-Ganda. Skripsi pada FPsi UI Depok: tidak diterbitkan.

Setiawan, A. (2011). “Program Bina Diri bagi Anak Tunagrahita Ringan dan Sedang”. Makalah pada Pelatihan Bina Diri bagi Anak Tunagrahita Ringan dan Sedang, Bandung.

Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:Rineka Cipta.

Somantri, Sutjihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT.Refika Aditama.

Sugandi, Achmad, dkk. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang:IKIP PRESS.

Sugandi, Achmad, dkk. (2004). Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait