• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN USULAN PERBAIKAN TERHADAP AKTIVITAS PENURUNAN PASIR DI DEPO PASIR MAKMUR MENGGUNAKAN PENDEKATAN POSTUR KERJA DAN ASSESSMENT TERHADAP FISIOLOGI KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RANCANGAN USULAN PERBAIKAN TERHADAP AKTIVITAS PENURUNAN PASIR DI DEPO PASIR MAKMUR MENGGUNAKAN PENDEKATAN POSTUR KERJA DAN ASSESSMENT TERHADAP FISIOLOGI KERJA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

RANCANGAN USULAN PERBAIKAN TERHADAP

AKTIVITAS PENURUNAN PASIR DI DEPO PASIR MAKMUR

MENGGUNAKAN PENDEKATAN POSTUR KERJA DAN

ASSESSMENT TERHADAP FISIOLOGI KERJA

(Studi Kasus: Depo Pasir Makmur, Surakarta)

Skripsi

MIFTAHUDIN

I1306054

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

Miftahudin. NIM : I1306054. RANCANGAN USULAN PERBAIKAN TERHADAP AKTIVITAS PENURUNAN PASIR DI DEPO PASIR MAKMUR MENGGUNAKAN PENDEKATAN POSTUR KERJA DAN ASSESSMENT TERHADAP FISIOLOGI KERJA (Studi Kasus: Depo Pasir Makmur, Surakarta). Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Januari 2011.

Pada aktivitas pengangkatan dan penurunan barang yang dilakukan operator dapat menyebabkan penyakit ataupun cedera tulang belakang terlebih jika pekerjaan tersebut tidak dilakukan dengan benar. Penelitian dilakukan di Depo Makmur dalam aktivitas Manual Material Handling (MMH) pada aktivitas penurunan pasir. Penurunan pasir diawali dengan cara menyerok dan mengangkat, kemudian pasir tersebut dilempar kebawah secara terus menerus dengan kapasitas beban ± 2 kg. Postur kerja selama proses penurunan pasir merupakan postur kerja yang berpotensi menyebabkan munculnya keluhan otot di beberapa bagian tubuh operator. Berdasarkan hasil kuesioner Nordic Body Map operator, diketahui keluhan tersebut terjadi di bagian leher bagian atas sebesar 90 %, organ tubuh bagian punggung dan pinggul kebelakang sebesar 60 %, pada bagian bahu, pergelangan tangan kanan dan pinggang kebelakang sebesar 50 %.

Penelitian diawali dengan identifikasi keluhan dan harapan operator melalui wawancara yang kemudian diinterpretasikan menjadi kebutuhan operator. Setelah itu, dilakukan pengambilan gambar postur kerja operator, pengukuran dan perhitungan sudut operator berdasar metode REBA (Rapid Entire Body Assessment). Tahapan berikutnya yaitu pengukuran denyut nadi operator sebelum dan sesudah melakukan aktivitas penurunan pasir.

Hasil penelitian ini adalah menghasilkan postur kerja yang memiliki level resiko kerja lebih rendah berdasarkan REBA, tingkat konsumsi energi lebih rendah dari kondisi awal berdasarkan metode energi expenditure dan energi cost dan rekomendasi waktu istirahat operator (work rest cycle). Rancangan usulan perbaikan ini dapat memperbaiki postur kerja operator sekaligus meningkatkan produktivitas kerja operator.

Kata kunci: usulan perbaikan aktivitas penurunan pasir, REBA, work rest cycle, produktivitas

(3)

commit to user

ii

Miftahudin. NIM : I1306054. IMPROVEMENT PROPOSED DESIGN OF SAND DROPPING ACTIVITY IN THE DEPO PASIR MAKMUR USING

APPROACH WORK POSTURE AND WORK PHYSIOLOGY

ASSESSMENT (Case Study: Depo Pasir Makmur, Surakarta). Thesis. Surakarta : Industrial Engineering Department, Engineering Faculty, Sebelas Maret University, Januari 2011.

On lifting and dropping goods activity that made by the operator can cause disease or spinal cord injury, especially when the job is not done correctly. The study was conducted on Depo Pasir Makmur in Manual Material Handling (MMH) when the operator lifting and dropping the sand. Dropping the sand begins with pick up the sand and lift, then the sand was thrown down continuously with load capacity of ± 2 kg. Working posture during the process of drop the sand is working postures which could potentially lead to the emergence of muscle complaints in some parts of the body. Based on the results of the Nordic Body Map questionnaire of the operator, known that the complaint occurred in the neck of the top 90%, internal organs behind their backs and hips by 60%, on the shoulder, right wrist and waist backward by 50%.

The study begins with the identification of complaints and expectations of the operator through the interviews and then interpreted into the needs of the operator. Furthermore, taken the picture of operator work posture, angle measurement and calculation methods based operator Reba (Rapid Entire Body Assessment). The next phase is pulse measurement of the operators before and after dropping sand activity.

The results of this study produce a working posture which a lower job risk levels based on the Reba, energy consumption level is lower than the initial conditions based on the method of energy expenditure and energy costs and service breaks recommendation (work rest cycle). The prposed design of this improvement can correct the working posture and increase work productivity.

Key words: improvement proposed design of sand dropping activity, REBA, work rest cycle, productivity

(4)

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan

masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan.

Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah, dan sistematika penulisan untuk

menyelesaikan penelitian.

1.1 LATAR BELAKANG

Pada aktivitas pengangkatan dan penurunan barang yang dilakukan

pekerja dapat menyebabkan penyakit ataupun cedera tulang belakang terlebih jika

pekerjaan tersebut tidak dilakukan dengan benar. Menurut Tarwaka (2004), jika

resiko tuntutan tugas lebih besar dari kemampuan seseorang, akan terjadi

ketidaknyamanan, overstress, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit atau tidak

produktif.

Kecenderungan resiko tugas lebih besar dari kemampuan seseorang,

terjadi pada operator pasir di Depo Makmur dalam aktivitas Manual Material Handling (MMH) pada aktivitas penurunan pasir. Aktivitas ini menggunakan sekop yang tangkainya pendek sehingga postur kerja operator terlalu

membungkuk dan kedua kaki menekuk. Penurunan pasir diawali dengan cara

menyerok dan mengangkat, kemudian pasir tersebut dilempar kebawah secara

terus menerus dengan kapasitas beban ± 2 kg. Apabila aktivitas tersebut dilakukan

secara berulang-ulang, resiko kerja terjadi pada bagian punggung. Pada saat

membungkuk, tulang belakang bergerak ke sisi depan tubuh sehingga otot perut

dan bagian depan invertebral disk pada bagian lumbar mengalami tekanan. (Bridger, 1995)

Hasil penyebaran kuesioner dengan menunjukkan Nordic Body Map kepada sepuluh operator pasir di Depo Makmur Surakarta, diperoleh hasil tingkat keluhan

terjadi pada organ tubuh leher bagian atas sebesar 90 %, organ tubuh bagian

punggung dan pinggul kebelakang sebesar 60 %, pada bagian bahu, pergelangan

tangan kanan dan pinggang kebelakang sebesar 50 %. Selain beban pekerjaan

(5)

commit to user

I-2

energi. Dengan demikian hasil pengukuran ini dapat memperkuat dugaan bahwa

terjadi resiko tugas yang besar pada aktivitas penurunan pasir sekaligus, dapat

dijadikan dasar perlunya perbaikan postur kerja operator pasir di Depo Makmur

Surakarta.

Dalam aktivitas penurunan pasir akan mengakibatkan perubahan pada fungsi

alat-alat tubuh, berdasar perubahan konsumsi oksigen, denyut jantung, peredaran

udara dalam paru-paru, temperatur tubuh, konsentrasi asam laktat dalam darah,

komposisi kimia dalam darah dan air seni, tingkat penguapan, dan faktor lainnya.

Aktivitas penurunan pasir mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan

erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya

ditentukan dengan cara langsung yaitu mengukur energi yang dikeluarkan (energy expenditure) berdasar asupan oksigen selama bekerja dan tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. (Astrand dan Rodahl, 1977) dan

(Rodahl, 1989)

Untuk memperbaiki postur dan metode kerja operator pasir dalam aktivitas

penurunan pasir dilakukan dengan pengambilan gambar postur kerja operator,

kemudian dilakukan pengukuran dan perhitungan sudut operator berdasar metode

REBA (Rapid Entire Body Assessment) karena metode ini dapat digunakan untuk

menilai faktor resiko gangguan tubuh keseluruhan operator pasir (McAtamney

dan Hignett, 2000), selanjutnya akan dievaluasi dengan perhitungan energi

expenditure dan energi cost dengan mengukur denyut jantung operator pasir. Perhitungan energi expenditure dan energi cost pada operator pasir digunakan karena saat tubuh operator melakukan aktivitas kerja fisik akan terjadi perubahan

denyut jantung dan konsumsi oksigen sehingga dapat diketahui tingkat kelelahan

kerja dan konsumsi energi yang dibutuhkan saat beraktivitas dengan cara

membandingkan denyut jantung sebelum beraktivitas dan setelah beraktivitas.

Berdasar permasalahan yang ada di atas, perlu adanya perbaikan pada

aktivitas penurunan pasir baik dari segi postur kerja maupun metode kerja

(6)

commit to user

I-3

penurunan pasir dan mengurangi tingkat konsumsi energi sesuai dengan harapan

mereka.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Bagaimana memperbaiki postur dan metode kerja berdasarkan metode

REBA, perhitungan energy expenditure dan energy cost berdasarkan pendekatan fisiologi kerja pada pekerjaan penurunan pasir di Depo Makmur Surakarta.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian dan

penulisan laporan ini adalah:

1. Merancang perbaikan postur kerja berdasarkan REBA pada aktivitas

penurunan pasir di Depo Makmur Surakarta.

2. Melakukan assessment metode kerja berdasarkan analisis energy cost dan energy expenditure pada aktivitas penurunan pasir di Depo Makmur, Surakarta.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Menghasilkan postur kerja operator dengan tingkat konsumsi energi yang

lebih rendah dibandingkan konsumsi energi sebelumnya pada aktivitas penurunan

pasir yang ada di Depo Makmur, Surakarta dengan pendekatan REBA.

1.5 BATASAN MASALAH

Agar dalam menyelesaikan masalah tidak menyimpang dari tujuan dan

menghindari kemungkinan meluasnya pembahasan dari yang seharusnya diteliti,

maka penulis memberi batasan masalah sebagai berikut :

1. Ditujukan pada pekerjaan Manual Material Handling (MMH), pada aktivitas penurunan pasir dari truk di Depo Makmur, Surakarta.

2. Pekerja yang diukur adalah 10 pekerja laki-laki yang terlibat langsung dalam

aktivitas penurunan pasir.

(7)

commit to user

I-4 I.6. ASUMSI

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Kondisi psikologis semua pekerja buruh pasir dalam keadaan normal dan

sehat saat dilakukan penelitian.

2. Lingkungan tempat bekerja tidak berpengaruh terhadap fisiologi pekerja.

3. Operator yang bekerja sudah terlatih dan sudah terbiasa.

I.7. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan penelitian dalam laporan tugas akhir ini mengikuti uraian yang

diberikan pada setiap bab yang berurutan untuk mempermudah pembahasannya.

Dari pokok-pokok permasalahan dapat dibagi menjadi enam bab seperti

dijelaskan, di bawah ini.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan permasalahan serta perumusan masalah yang

melatar belakangi penulisan ini. Selain itu, diungkapkan pula tujuan

penelitian, manfaat, batasan masalah, asumsi dan sistematika penulisan

penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini.

BAB II LANDASAN TEORI

Merupakan pembahasan secara terperinci mengenai metode maupun

teori-teori yang digunakan sebagai landasan untuk pemecahan

masalah. Beberapa di antaranya adalah penjelasan mengenai sistem

kerja, pengertian pemindahan Manual Material Handling (MMH), keluhan Musculoskeletal, REBA, Fisiologi, dan lain-lain.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang garis besar langkah– langkah pemecahan masalah

yang ditetapkan dalam penelitian. Bentuk metodologi penelitian

disesuaikan dengan masalah yang diteliti dan teknik pemecahan

(8)

commit to user

I-5

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Dalam bab ini berisi tentang data-data yang diperlukan yang

selanjutnya akan diproses melalui pengolahan data untuk

menyelesaikan masalah penelitian. Adapun data-data pokok yang

dikumpulkan antara lain: data sikap kerja pekerja Manual Material Handling (MMH), energy expenditure, dan lain-lain.

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI HASIL

Berisi tentang analisis hasil pengolahan data dan perancangan metode

kerja yang didapat dari rekomendasi perbaikan sikap kerja menggunakan

pendekatan energy expenditure (fisiologi kerja) dan postur kerja.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan berisi pokok-pokok hasil penelitian dan uraian singkat hasil

analisa yang dilakukan serta mengemukakan saran yang sekiranya dapat

(9)

commit to user

II-1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. PENGERTIAN ERGONOMI

Istilah Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergos (kerja) dan Nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia

dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,

engineering, manajemen dan perancangan/desain (Nurmianto, 1996). Perhatian ergonomi ditujukan pada kemampuan dan kesanggupan kerja tenaga kerja untuk

melakukan pekerjaannya (Vaughan, 1980), untuk itu Ergonomi perlu dukungan

dari berbagai disiplin ilmu seperti fisiologi, anatomi, biologi, psikologi, dan

kemasyarakatan (sosiologi). Terlihat jelas bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan

yang multi-disipliner.

Ergonomi sebagai ilmu yang bersifat multi-disipliner berhubungan dengan aspek manusia yang sedang bekerja. Perkembangan dan prakteknya bertujuan

untuk :

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban fisik dan mental,

mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,

mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan

jaminan sosial baik selama kurun waktu produktif maupun setelah tidak

produktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,

ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan

sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Perancangan stasiun kerja merupakan salah satu output studi ergonomi di

bidang industri. Inputnya dapat berupa kondisi manusia yang tidak aman dalam

bekerja, kondisi fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman, dan adanya hubungan

manusia-mesin yang tidak ergonomis. Kondisi manusia dikatakan tidak aman bila

(10)

commit to user

II-2

pada musculoskeletal merupakan salah satu indikasi adanya gangguan kesehatan dan keselamatan pekerja.

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang

apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot

masih terus berlanjut.

Ada beberapa aspek dari pendekatan ergonomi yang harus

dipertimbangkan untuk melakukan pendekatan ergonomi, antara lain :

1. Sikap dan Posisi Kerja

Pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap atau posisi kerja,

baik duduk ataupun berdiri merupakan suatu hal yang sangat penting.

Adanya sikap atau posisi kerja yang tidak mengenakkan dan berlangsung

dalam waktu yang lama, akan mengakibatkan pekerja cepat mengalami

kelelahan serta membuat banyak kesalahan.

2. Kondisi Lingkungan Kerja

Faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja, terdiri dari faktor yang

berasal dari dalam diri manusia (intern) dan faktor dari luar diri manusia

(ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi lingkungan

yang meliputi semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja

seperti temperatur, kelembaban udara, getaran mekanis, warna, bau-bauan

dan lain-lain. Adanya lingkungan kerja yang bising, panas, bergetar atau

atmosfer yang tercemar akan memberikan dampak yang negatif terhadap

kinerja operator.

3. Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja.

Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur

untuk membuat gerakan kerja yang memenuhi prinsip-prinsip ekonomi

gerakan. Gerakan kerja yang memenuhi prinsip ekonomi gerakan dapat

(11)

commit to user

II-3

2.2 PEMINDAHAN BAHAN SECARA MANUAL

Manual Material Handling berhubungan dengan pemindahan beban

dimana pekerja menggunakan gaya otot untuk mengangkat, menurunkan,

mendorong, menarik, membawa, menggenggam, objek (Swedish Nasional Board of Occupational Safety and Health (1998) didalam Prastowo dkk, 2006). Pengertian pemindahan beban secara manual, menurut American

Material Handling Society (AHMS) bahwa material handling dinyatakan sebagai seni dan ilmu yang meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving), Pengepakan (packaging), penyimpanan (storing) dan pengawasan (controlling) dari material dengan segala bentuknya (Wignjosoebroto, 1996). Lifting berarti menaikkan beban dari posisi yang rendah keposisi yang lebih

tinggi yang menunjukkan / menyatakan penggunaan gaya harus melebihi /

melampaui gaya grafitasi beban. Pemindahan bahan secara manual apabila

tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam

industri. Faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya nyeri punggung (back injury), adalah arah beban yang akan diangkat dan frekuensi aktivitas pemindahan. Beberapa pertimbangan / parameter yang harus diperhatikan

untuk mengurangi timbulnya nyeri punggung (Nurmianto,1996) antara lain:

1. Beban yang harus diangkat.

2. Perbandingan antara berat beban dan orangnya.

3. Jarak horisontal dari beban terhadap orangnya.

4. Ukuran beban yang akan diangkat (beban yang berdimensi besar akan

mempunyai jarak CG (Center of Gravity ) yang lebih jauh dari tubuh, dan bisa menggangu jarak pandangnya.

Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan

penanganan material bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual

memiliki beberapa keuntungan yaitu:

1. Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban

pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan.

2. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin.

(12)

commit to user

II-4

Akivitas manual material handling merupakan sebuah aktivitas memindahkan beban oleh tubuh secara manual dalam rentang waktu tertentu. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mengklasifikasikan kegiatan manual material handling menjadi lima yaitu :

1. Mengangkat/Menurunkan (Lifting/Lowering ) Mengangkat (Lifting) adalah kegiatan memindahkan barang ke tempat yang lebih tinggi yang masih dapat

dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah menurunkan barang.

Gambar 2.1 Kegiatan Mengangkat/Menurunkan (lifting/lowering) Sumber: OSHA, 1999

2. Mendorong/Menarik (Push/Pull) Kegiatan mendorong adalah kegiatan menekan berlawanan arah tubuh dengan usaha yang bertujuan untuk

memindahkan obyek. Kegiatan menarik, berkebalikan dengan itu.

Gambar 2.2 Kegiatan Mendorong/Menarik (pushing/pulling)

Sumber : OSHA, 1999

3. Memutar (Twisting) Kegiatan memutar merupakan kegiatan manual material handling yang merupakan gerakan memutar tubuh bagian atas ke satu ada dua sisi sementara tubuh bagian bawah berada dalam keadaan tetap. Kegiatan

(13)

commit to user

II-5

Gambar 2.3 Kegiatan Memutar (twisting)

Sumber : OSHA, 1999

4. Membawa (Carrying) Kegiatan membawa merupakan kegiatan memegang atau mengambil barang dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat total

pekerja.

Gambar 2.4 Kegiatan Membawa (carry)

Sumber : OSHA, 1999

5. Menahan (Holding) Memegang objek saat tubuh berada dalam posisi diam (statis).

Gambar 2.5 Kegiatan Menahan (holding)

Sumber : OSHA, 1999

2.2.1 Rekomendasi Batas Beban Yang Boleh Diangkat

Dalam rangka untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat

maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator. Berikut ini dijelaskan

(14)

commit to user

II-6

yang dipakai untuk industri. Batasan angkat ini dipakai sebagai batasan angkat

secara internasional (Suhardi dkk, 2008). Batasan angkat tersebut, yaitu:

1. Batasan angkat secara legal (legal limitations),

a. Pria dibawah usia 16 tahun, maksimum angkat adalah 14 kg.

b. Pria usia 16 – 18 tahun, maksimum angkat 18 kg.

c. Pria usia lebih dari 18 tahun, tidak ada batasan angkat.

d. Wanita usia 16 – 18 tahun, maksimum angkat 11 kg.

e. Wanita usia lebih dari 18 tahun, maksimum angkat 16 kg

Batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu pada

tulang belakang. Disamping itu akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada

tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat.

Komisi keselamatan dan kesehatan kerja di Amerika, pada tahun 1997

juga telah mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan cara pengangkutan

material/benda kerja.

Tabel 2.1 Tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan batas angkut

Batasan Angkat (Kg) Tindakan

Dibawah 16 Tidak ada tindakan khusus yang perlu diadakan

16 - 34

Prosedur administrasi dibutuhkan untuk mengidentifikasi ketidakmampuan seseorang dalam mengangkat beban tanpa menanggung resiko yang berbahaya kecuali dengan perantaraan alat bantu tertentu

34 - 50

Sebaiknya Operator yang terpilih dan terlatih. Menggunakan sistem pemindahan material secara terlatih. Harus dibawah pengawasan supervisor

Diatas 50

Harus memakai peralatan mekanis. Operator yang terlatih dan terpilih. Pernah mengikuti pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja dalam industri. Harus dibawah pengawasan ketat

(15)

commit to user

II-7

Menurut Lembaga the National Occupational Health and Safety Commission, 1997 membuat peraturan untuk pemindahan material secara aman. (Suhardi dkk, 2008).

Tabel 2.2 Tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan batas angkut

Level Batas Angkat (Kg) Tindakan

1 Dibawah 16 Tidak diperlukan tindakan khusus

2 16 - 34 Tidak diperlukan alat dalam mengangkat Ditekankan

pada metode angkat

3 34 - 50 Tidak diperlukan alat dalam mengangkat Dipilih job

redesign

4 Diatas 50 Harus dibantu dengan peralatan mekanis

Sumber : National Occupational Health and Safety Commission, 1997

2. Batasan angkat secara fisiologi,

Metode pengangkatan ini dengan mempertimbangkan rata-rata beban

metabolisme dari aktivitas angkat yang berulang (repetitive lifting), sebagaimana dapat juga ditemukan jumlah konsumsi oksigen. Hal ini haruslah benar-benar

diperhatikan terutama dalam rangka untuk menentukan batas angkat. Kelelahan

kerja yang terjadi dari aktifitas yang berulang-ulang (repetitive lifting) akan meningkatkan resiko rasa nyeri pada tulang belakang (back injures). Repetitive lifting dapat menyebabkan comulative trauma atau repetitive strain injures.

Gambar 2.6 Grafik level resiko dalam aktivitas pengangkatan pada lokasi beban horisontal dan berat pengangkatan dari lantai kepada ketinggian tertentu

(16)

commit to user

II-8 3. Batasan angkat secara psiko-fisik,

Metode ini berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berbahaya untuk

mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian yang berbeda-beda.

Ada tiga kategori posisi angkat yang didapat, yaitu:

a. Permukaan lantai ke ketinggian tangan ke ketinggian bahu (shoulder height).

b. Ketinggian bahu ke maksimum jangkauan tangan (vertikal).

c. genggaman tangan (knuckle height).

2.2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Manual Material Handling

Semua aktivitas manual handling melibatkan faktor-faktor sebagai berikut yaitu (Chaffin, 1991) :

1. Karakteristik Pekerja

Karakeristik pekerja masing-masig berbeda dan mempengaruhi jenis dan

jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan (Tarwaka, 2004), mendefinisikan

karakteristik pekerja sebagai berikut :

a. Fisik (physical), yang meliputi ukuran pekerja secara umum seperti usia, jenis kelamin, anthropometri, dan postur tubuh.

b. Kemampuan sensorik, ukuran kemampuan sensorik pekerja yang meliputi

penglihatan, pendengaran, kinestetik, sistem keseimbangan (vestibular) dan proprioceptive.

c. Motorik, ukuran kemampuan motorik/gerak pekerja yang meliputi

kekuatan, ketahanan, jangkauan, dan karakter kinematis.

d. Psikomotorik, ukur kemampuan pekerja menghadapi proses mental dan

gerak seperti memproses informasi, waktu respon, dan koordinasi.

e. Personal, ukuran nilai dan kepuasan pekerja dengan melihat tingkah laku,

penerimaan resiko, persepsi kebutuhan ekonomi, dll.

f. Training/pelatihan, ukuran kemampuan pendidikan pekerja dalam training formal atau keterampilan dalam menangani instruksi MMH.

g. Status kesehatan

(17)

commit to user

II-9

2. Karakteristik karakter material atau bahan, meliputi :

a. Beban, ukuran berat benda, usaha yang dibutuhkan untuk mengangkat,

maupun momen inersia benda.

b. Dimensi, atau ukuran benda seperti lebar, panjang, tebal, dan bentuk benda

baik itu kotak, silinder, dll.

c. Distribusi beban, ukuran letak unit dengan reaksi pekerja untuk membawa

dengan satu atau dua tangan.

d. Kopling, cara membawa benda oleh pekerja berkaitan dengan tekstur,

permukaan, atau letak.

e. Stabilitas beban, ukuran konsistensi lokasi. Aktivitas manual material handling banyak digunakan karena memiliki fleksibilitas yang tinggi, murah dan mudah diaplikasikan. Akan tetapi berdasar data diatas dapat

diambil kesimpulan bahwa aktivitas manual material handling juga diikuti dengan resiko apabila diterapkan pada kondisi lingkungan kerja yang

kurang memadai, alat yang kurang mendukung, dan sikap kerja yang

salah. Penelitian yang dilakukan NIOSH memperlihatkan sebuah statistik

yang menyatakan bahwa dua-pertiga dari kecelakaan akibat tekanan

berlebihan, berkaitan dengan aktivitas menaikkan barang atau lifting loads activity (Bernard dan Fine, 1997).

2.2.3 Faktor Resiko Sikap Kerja Terhadap Gangguan Musculoskeletal

Sikap kerja merupakan salah satu faktor resiko penyebab terjadinya

gangguan muscolosceletal. Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia antara la in berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-lain. Sikap kerja

dilakukan tergantung kepada jenis pekerjaan dan sistem kerja yang ada.

1. Sikap Kerja Berdiri

Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang paling sering dilakukan

saat bekerja. Berat tubuh akan ditopang oleh satu atau kedua kaki. Aliran berat

tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah karena adanya gaya gravitasi bumi.

Kestabilan posisi tubuh saat berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Posisi kaki

(18)

commit to user

II-10

sehingga tidak tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota

tubuh bagian atas dengan tubuh bagian bawah.

Sikap kerja berdiri memiliki beberapa kondisi permasalahan WMSDs.

Nyeri punggung bagian bawah (low back pain) adalah salah satu masalah pada sikap kerja berdiri dengan sikap punggung condong ke depan. Sikap kerja berdiri

terlalu lama akan mengakibatkan penggumpalan darah di vena, karena aliran darah berlawanan dengan gravitasi. Kejadian ini dapat mengakibatkan

pembengkakan pergelangan kaki.

2. Sikap Kerja Duduk

Sikap kerja duduk mengakibatkan munculnya keluhan pada punggung

bagian bawah, karena pada saat duduk maka otot bagian paha tertarik dan

bertentangan dengan bagian pinggul. Akibatnya tulang pelvis akan miring ke belakang dan tulang belakang bagian lumbar L3/L4 akan mengendor. Kondisi ini

akan membuat sisi depan invertebral disk tertekan dan sekelilingnya melebar. Hal ini menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian bawah dan menjalar ke kaki.

Gambar 2.7 Kondisi invertebratal disc bagian lumbar pada saat duduk

Sumber : Bridger RS, 1995

Ketegangan dan rasa sakit saat bekerja dengan sikap duduk dapa dikurangi

dengan merancang tempat duduk yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

posisi duduk tanpa sandaran menaikkan tekanan pada invertebral disk sebanyak

1

/3 sampai ½ lebih banyak daripada posisi berdiri (Bridger, 1995). Sikap kerja

duduk pada kursi membutuhkan sandaran untuk menopang punggung, yang

memungkinkan pergerakan maju-mundur untuk melindungi bagian lumbar. Sandaran harus dirancang dengan tonjolan ke depan untuk memberi ruang bagi

(19)

commit to user

II-11 3. Sikap Kerja Membungkuk

Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman dan juga sering menimbulkan

rasa sakit adalah sikap kerja membungkuk. Posisi ini menimbulkan

ketidaknyamanan karena tidak adanya keseimbangan dan tidak menjaga

kestabilan tubuh saat bekerja. Sikap kerja membungkuk yang dilakukan berulang

dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan pekerja mengalami nyeri pada

punggung bagian bawah ( low back pain ).

Gambar 2.8 Mekanisme rasa nyeri pada posisi membungkuk Sumber: Bridger RS, 1995

Pada saat membungkuk, tulang belakang bergerak ke sisi depan tubuh.

Otot perut dan bagian depan invertebral disk pada bagian lumbar mengalami tekanan. Pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebral disk justru mengalami regangan. Kondisi ini menyebabkan nyeri pada punggung bagian bawah (low back pain ).

Sikap kerja membungkuk akan mengakibatkan ”slipped disk”, bila diikuti dengan pengangkatan beban berlebih. Prosesnya sama dengan sikap kerja

membungkuk, tetapi karena beban yang berlebih menyebabkan ligamen pada sisi belakang lumbar rusak dan ada penekanan pembuluh syaraf. Kerusakan ini disebabkan keluarnya material pada invertebral disk akibat desakan lumbar. 4. Pengangkatan Beban

Kegiatan mengangkat beban memberikan kontribusi terbesar dalam

kecelakaan kerja pada bagian punggung. Penelitian yang dilakukan NIOSH

memperlihatkan sebuah statistik yang menyatakan bahwa dua-pertiga dari

(20)

commit to user

II-12

menaikan/mengangkat barang (lifting loads activity). Pengangkatan beban yang melebihi kekuatan manusia menyebabkan penggunaan tenaga yang lebih besar

pula atau over exertion (Bernard dan Fine, 1997). Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa over exertion menjadi penyebab cedera bagian punggung paling besar, presentasenya sekitar 64% - 74%. Adapun pengangkatan beban akan

mempengaruhi lumbar, dimana akan ada penekanan pada bagian L5/S1. Penekanan pada daerah ini mempunyai batas tertentu untuk menahan tekanan.

Invertebral disk pada bagian L5/S1 lebih banyak menahan tekanan dibandingkan tulang belakang. Bila pengangkatan ynag dilakukan melebihi kemampuan maka

akan menyebabkan disc herniation akibat lapisan pembungkus pada invertebral disc pada bagian L5/S1 pecah.

Gambar 2.9 Pengaruh sikap kerja pengangkatan yang salah Sumber: Bridger RS, 1995

Cara untuk mengurangi resiko cedera yang mungkin ditimbulkan saat

mengangkat beban adalah :

a. Pikirkan dan rencanakan cara mengangkat beban. Usahakan untuk tidak

mengangkat beban melebihi batas kemampuan dan jangan mengangkat

beban dengan gerakan cepat dan tiba-tiba.

b. Tempatkan beban sedekat mungkin dengan pusat tubuh. Karena makin

dekat beban, makin kecil pengaruhnya dalam memberi tekanan pada

punggung, bahu dan lengan. Makin dekat beban maka makin mudah untuk

menstabilkan tubuh.

c. Tempatkan kaki sedekat mungkin dengan beban saat mulai mengangkat

(21)

commit to user

II-13 jongkok sampai sudut paling nyaman.

d. Jaga sikap punggung dan bahu tetap lurus, artinya tidak membungkuk,

menyamping atau miring (bending and twist).

e. Turunkan beban dengan menekuk lutut dalam posisi setengah jongkok

dengan sudut paling nyaman.

5. Membawa Beban

Membawa beban merupakan pekerjaan manual handling yang sering dilakukan saat bekerja. Penentuan beban normal untuk tiap orang ada

perbedaannya. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi pekerjaan yang dilakukan.

Faktor yang paling berpengaruh dari kegiatan membawa beban adalah jarak. Jarak

yang ditempuh makin jauh akan menurunkan batasan beban yang dapat dibawa.

4. Mendorong Beban

Hal terpenting dari kegiatan mendorong beban adalah tinggi tangan saat

mendorong. Tinggi pegangan antara siku dan bahu selama mendorong beban

dianjurkan dalam kegiatan mendorong beban. Hal ini bertujuan untuk

menghasilkan tenaga maksimal untuk mendorong beban dan menghindari

kecelakaan kerja bagian tangan dan bahu.

7. Menarik Beban

Kegiatan menarik beban biasanya tidak dianjurkan dalam memindahkan

beban, karena akan sulit mengendalikan beban. Beban alan mudah tergelincir dan

melukai pekerja. Kesulitan lain yang timbul adalah pengawasan beban yang

dipindahkan dan perbedaan jalur lintasan. Menarik beban akan aman untuk jarak

pendek.

2.2.4 Penanganan Resiko Kerja Manual Material Handling

Kondisi berbahaya yang diakibatkan oleh sikap kerja manual material handling yang tidak tepat tentunya harus dicegah dan ditangani dengan baik. Penanganan dan pencegahan akan lebih mudah dilakukan setelah mengetahui

faktor resiko dari manual material handling diatas. Menurut laporan NIOSH, pada enam prosedur umum dalam menangani resiko kecelakaan/cedera akibat tindakan

(22)

commit to user

II-14

musculoskeletal tinggi dan rata-rata kepelikan tinggi dengan analisa statistik dari data medis.

2. Observasi pekerjaan yang dicurigai dan untuk tiap beban yang akan diangkat

harus diketahui berat serta metode pengangkatan.

3. Mengembangkan pengendalian keteknikan dengan peralatan manual handling, mengemas ulang beban dalam berat yang lebih ringan, mengatur ulang area

kerja.

4. Mengajukan pengendalian administratif. Hal yang dapat dilakukan adalah

dengan menambah pekerja untuk mengurangi frekuensi pengangkatan,

melakukan penjadwalan kerja, mengembangkan pelatihan untuk

mensosialisasikan teknik pengangkatan yang tepat, serta meningkatkan

prosedur seleksi dan penempatan pekerja dengan lebih baik.

5. Mengimplementasikan solusi paling mungkin dan mengevaluasi efektifitas

dengan pengecekan kesehatan.

2.3 NORDIC BODY MAP (NBM)

Salah satu alat ukur ergonomik sederhana yang dapat digunakan untuk

mengenali sumber penyebab keluhan musculoskeletal adalah nordic body map. Melalui nordic body map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai

sangat sakit (Corlett, 1992). Melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada

Gambar 2.4, maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana namun kurang teliti karena

mengandung subjektivitas yang tinggi.

Gambar 2.10 Nordic Body Map

(23)

commit to user

II-15 2.4 FISIOLOGI KERJA

Fisiologi kerja adalah studi tentang fungsi organ manusia yang

dipengaruhi stress otot. Saat seseorang melakukan kerja fisik diperlukan gaya

otot, dan aktivitas otot ini memerlukan energi dimana suplai energi memberi

beban kepada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskular. Sistem pernafasan dibebani oleh kerja fisik karena adanya peningkatan ventilation (inhalation dan exhalation) untuk mensuplai kebutuhan oksigen pada otot yang melakukan pekerjaan. Sedangkan pembebanan pada sistem kardiovaskular dikarenakan jantung harus memompa lebih cepat untuk memberikan oksigen pada otot yang

terlibat melalui pembuluh darah. Kesimpulannya bahwa saat tubuh melakukan

kerja fisik akan terjadi perubahan pada kecepatan denyut jantung dan konsumsi

oksigen. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan berat ringannya suatu

pekerjaan dalam hubungannya dengan perubahan konsumsi oksigen, kecepatan

denyut jantung dan energyexpenditure (Sanders dkk, 1993). Tabel 2.3 Kriteria pekerjaan berdasar konsumsi oksigen,

denyut jantung, dan energyexpenditure

Energy Expenditure

(kcal/min)

Light Work < 0.5 <90 <2,5

Moderate Work 0.5 – 1.0 90-110 2,5-5,0

Heavy Work 1.0 – 1.5 110-130 5,0-7,5

Very Heavy Work 1.5 – 2.0 130-150 7,5-10,0

Extremely Heavy Work > 2.0 150-170 >10,0

Work Severity

Heart Rate (beats/min) 2

VO

Sumber: Sanders dkk, 1993

Ketika seseorang mulai bekerja, denyut jantung dan tingkat konsumsi

oksigen meningkat sampai memenuhi kebutuhan. Peningkatan ini tidak terjadi

tiba-tiba, sehingga kebutuhan ini akan dipenuhi terlebih dahulu oleh energi yang

tersimpan di otot. Dengan cara yang sama, ketika seseorang berhenti bekerja,

kecepatan denyut jantung dan konsumsi oksigen akan menurun secara

perlahan-lahan sampai kondisi normal. Untuk melakukan penilaian beban fisik dalam

bekerja dengan metode fisiologi maka pengukuran harus dimulai sebelum pekerja

(24)

commit to user

II-16

sampai sebelum variable fisiologi kembali ke level awal.

Metode yang biasa dipakai untuk mengukur energi expenditure adalah mengukur denyut jantung dengan memakai omronmeter. Kemudian dilakukan penghitungan konsumsi energi (energi expenditure). Pengukuran seperti ini disebut pengukuran langsung.

Selain mengukur secara langsung dengan mengetahui tingkat konsumsi

oksigen, dapat juga dilakukan pengukuran secara tidak langsung yaitu dengan

mengukur kecepatan denyut jantung seseorang. Kecepatan denyut jantung akan

meningkat saat seseorang bekerja, karena jantung harus memompa lebih cepat

untuk memberikan oksigen pada otot melalui pembuluh darah. Dengan kata lain

denyut jantung seperti sinyal yang menunjukkan adanya beban pada tubuh, dan

dapat digunakan sebagai indeks untuk mengetahui fisiologi kerja.

Pengukuran energi expenditure dengan mengukur denyut jantung, lebih mudah dilakukan dibanding mengukur perubahan konsumsi oksigen. Penting

untuk diingat bahwa pengukuran harus dilakukan sebelum dan sesudah bekerja.

A. Konsumsi Eergi (Energy Expenditure)

Bilangan nadi atau denyut jantung merupakan peubah yang penting dalam

penelitian lapangan maupun penelitian laboratorium. Dalam hal penentuan

konsumsi energi, biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan

denyut jantung. Indeks ini merupakan perbedaan antara kecepatan denyut jantung

pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada waktu istirahat.

Untuk merumuskan hubungan antara energy expenditure dengan kecepatan denyut jantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara

energy expenditure dengan kecepatan denyut jantung dengan menggunakan analisis regresi. Menurut Marks, Sanders (1993) bentuk regresi hubungan energi

dengan kecepatan denyut jantung adalah regresi kuadratis dengan persamaan

dibawah ini:

Y = 1.80411 – (0.0229038)X + (4.71733 x 10

-4

)X

2

dimana :

(25)

commit to user

II-17

X = kecepatan denyut jantung (denyut per menit)

Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk

energi, maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan

dalam bentuk matematis sebagai berikut :

KE = Et - Ej

Dimana :

KE = konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu (kilokalori per menit)

Et = pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori per menit)

Ej = pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori per menit)

Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja tertentu merupakan

selisih antara pengeluaran energi pada waktu kerja dengan pengeluaran energi

pada saat istirahat.

B. Perhitungan Besarnya Pengeluaran Energi (Energy Cost)

Menurut Kamalakannan et al (2007) bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah regresi kuadratis dengan persamaan

dibawah ini:

E - Cost = -1967 + 8.58 HR + 25.1 HT + 4.5 A – 7.47 RHR + 67.8 G dimana :

E – Cost = Energy Cost (watt)

HR = Working Heart Rate (bpm) HT = Height (inch)

A = Age (yrs)

RHR = Resting Heart Rate (bpm) G = Gender (m = 0 ; f = 1) 1 watt » 0.0143 kcal / min

Berikut ini adalah tabel (nilai) dari pekerjaan fisik yang menunjukkan

berat ringannya suatu pekerjaan dalam hubungannya dengan perubahan konsumsi

(26)

commit to user

II-18

2.4.1. Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur

Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur

konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh

akan mendapatkan 4,8 kcal energi.

T(B – S)

Dimana :

R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (Recoveery) T : Total waktu kerja dalam menit

B : Kapasitas oksigen pada saat kerja (liter/menit)

S : Kapasitas oksigen pada saat diam (liter/menit)

2.4.2. Konsumsi energi berdasarkan denyut jantung (heart rate)

Jika denyut nadi dipantau selama istirahat, kerja dan pemulihan, maka

recovery (waktu pemulihan) untuk beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat

yang cukup sehingga mengalami kelelahan yang kronis. Murrel (1965) membuat

metode untuk menentukan waktu istirahat sebagai kompensasi dari pekerjaan

fisik:

(

)

5 , 1

-=

W S W T R

Dimana :

R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (Recoveery) T : Total waktu kerja dalam menit

W : Konsumsi energi rata-rata untuk bekerja dalam kkal/menit

S : Pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan dalam kkal/menit

(biasanya 4 atau 5 Kkal/menit)

(27)

commit to user

II-19

Gambar 2.11 Rest allowance

Sumber : Sanders dkk, 1993

2.5 POSTUR KERJA

Postur kerja adalah pengaturan sikap pada saat tubuh sedang melakukan

pekerjaan. Sikap kerja pada saat bekerja sebaiknya dilakukan secara normal

sehingga dapat mencegah timbulnya musculoskeletal. Rasa nyaman dapat dirasakan apabila pekerja melakukan postur kerja yang baik.

a. Korset bahu

Korset bahu memiliki macam-macam gerakan normal yaitu : abduction, adduction, elevation, depression.

(28)

commit to user

II-20

· Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi sumbu tengah tubuh (the median plane).

· Adduction adalah pergerakan ke arah sumbu tengah tubuh (the median plane).

· Elevasition adalah pergerakan kearah atas (bahu diangkat keatas)

· Depression adalah pergerakan kearah bawah (bahu diturunkan kebawah. b. Persendian bahu

Persendian bahu memiliki jangkauan gerakan normal yaitu : flexion, extension,abduction,adduction,rotation.

Gambar 2.13 Jangkauan persendian bahu

Sumber: Nurmianto, 2004

· Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan.

· Extension adalah gerakan merentangkan dimana terjadi peningkatan sudut antara dua tulang.

· Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah tubuh. · Adduction adalah pergerakan kearah sumbu tengah tubuh.

· Rotation adalah gerakan perputaran bagian atas lengan atau kaki depan.

(29)

commit to user

II-21 c. Persendian siku

Persendian siku memiliki gerakan normal yaitu : supination, pronation, flexion, extension.

Gambar 2.14 Jangkauan gerakan persendian siku

Sumber: Nurmianto, 2004

· Supination adalah perputaran kearah samping dari anggota tubuh. · Pronation adalah perputaran bagian tengah dari anggota tubuh.

· Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan.

· Extension adalah gerakan merentangkan dimana terjadi peningkatan sudut antara dua tulang.

d. Persendian pergelangan tangan

Persendian siku memiliki gerakan normal yaitu: flexion, ekstension, adduction, abduction, dan circumduction.

Gambar 2.15 Jangkauan gerakan pergerakan tangan

(30)

commit to user

II-22

· Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan.

· Extension adalah gerakan merentangkan dimana terjadi peningkatan sudut antara dua tulang.

· Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah tubuh. · Adduction adalah pergerakan kearah sumbu tengah tubuh.

· Circumduction adalah pergerakan pergerakan tangan secara memutar.

2.6 REBA (Rapid Entire Body Assesment)

REBA atau Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr.Sue Hignett dan Dr.Lynn McAtamney yang merupakan ergonomi dari universitas di

Nottingham (University of Nottinghan’s Institute of Occupational Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomic pada tahun 2002.

Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomic dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai postur kerja atau postur leher,punggung,lengan,pergelangan tangan dan kaki seorang

operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Penilaian dengan

menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu lama untuk melengkapi dan

melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu

adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator

(McAtamney,2000).

Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan

faktor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang-ulang. Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko

antara satu sampai lima belas, yang mana skor yang tertinggi menandakan level

yang mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja.

Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas

dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin. Pemeriksaan REBA dapat

dilakukan di tempat yang terbatas tanpa mengganggu pekerja. Pengembangan

(31)

commit to user

II-23

pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah

penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan

berat benda yang diangkat, penentuan coupling, dan penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur

yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level

resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja.

Penilaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan oleh Dr. Sue Hignett

dan Dr. Lynn McAtamney melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

Tahap 1 : Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video

atau foto.

Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher,

punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan

dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya

peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta

analisis selanjutnya.

Tahap 2 : Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja.

Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja

dilakukan perhitungan besar sudut dari masing-masing segmen tubuh yang

meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan

tangan dan kaki. Pada metode REBA segmen-segmen tubuh tersebut dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang

tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan

pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup

[image:31.595.112.512.244.483.2]

dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat

tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk

(32)

commit to user

II-24

Tabel 2.4 Skor pergerakan punggung (batang tubuh)

P

Peerrggeerraakkaann SSkkoorr PPeerruubbaahhaann S

Skkoorr

Tegak 1

+1 jika memutar atau kesamping 0⁰ - 20⁰ Flexion

2 0⁰ - 20⁰ Extension

20⁰ - 60⁰ Flexion

3 >20⁰ Extension

>60⁰ Flexion 4

Sumber : McAtamney dan Hignett, 2000

Pada Tabel 2.4 di atas, pergerakan punggung dapat ditunjukkan pada Gambar 2.18

berikut ini.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.16 Range pergerakan punggung (a) postur alamiah, (b) postur 0o– 20oflexion, (c) postur 20o - 60oflexion, (d) postur 60o atau lebih flexion

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Skor pergerakan leher dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2.5 di bawah ini.

Tabel 2.5 Skor pergerakan leher P

Peerrggeerraakkaann SkSkoorr PePerruubbaahhaann sskokorr

00 - 200 Flexion 1 + 1 jika memutar atau

miring kesamping > 200 Flexion atau Extension 2

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Pada Tabel 2.5 di atas, pergerakan leher dapat ditunjukkan pada Gambar 2.19

(33)

commit to user

II-25

(a) (b)

Gambar 2.17 Range pergerakan leher (a) postur 200 atau lebih flexion, (b) postur extension

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Skor postur kaki dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.6 Skor postur kaki

P

Peerrggeerraakkaann SkSkoorr PePerruubbaahhaann sskokorr

Kaki tertopang ketika berjalan atau duduk dengan bobot seimbang rata - rata

1 1 jika lutut antara 300

- 600

Flexion

Kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata

2 2 jika lutut > 600 Flexion

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Pada Tabel 2.6 di atas, postur kaki dapat ditunjukkan pada Gambar 2.20 berikut ini.

(a) (b)

Gambar 2.18 Range pergerakan kaki (a) kaki tertopang, bobot tersebar merata (b) kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Skor pergerakan lengan atas dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2.7 di bawah

[image:33.595.115.510.112.487.2]
(34)

commit to user

[image:34.595.113.514.128.579.2]

II-26

Tabel 2.7 Skor pergerakan lengan atas

Pergerakan

skor

Perubahan skor

60 Extension - 60 Flexsion

1

+ 1 jika lengan atas abduction > 20 Extension

20 - 45 Flexion

45 - 90 Flexion

3

> 90 Flexion

4

2

+ 1 jika pundak atau bahu ditinggikan

-1 jika operator bersandar atau bobot lengan ditopang

0 0

0

0 0

0 0

0

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Pada Tabel 2.7 di atas, pergerakan lengan atas dapat ditunjukkan pada Gambar

2.21 berikut ini.

(a) (b)

Gambar 2.19 Range Pergerakan lengan atas (a) postur 200flexion dan extension, (b) postur 200 atau lebih extension dan postur 20°-45° flexion, (c) postur 45°-90° flexion, (d) postur 90° atau lebih flexion

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

(c) (d)

(35)

commit to user

II-27

Skor pergerakan lengan bawah dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2.8 di bawah

ini.

Tabel 2.8 Skor pergerakan lengan bawah

P

Peerrggeerraakkaann SkSkoorr

600- 1000 Flexsion 1

< 600Flexsion atau > 1000Flexsion 2

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Pada Tabel 2.8 di atas, pergerakan lengan bawah dapat ditunjukkan pada gambar

2.23 berikut ini.

(a) (b)

Gambar 2.21 Range pergerakan lengan bawah (a) postur 600 - 1000 flexsion, extension, (b) postur 600 atau kurang flexsion dan 1000 atau lebih flexio.

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

[image:35.595.113.507.166.513.2]

Skor pergelangan tangan dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2.9 di bawah ini.

Tabel 2.9 Skor pergelangan tangan

Pergerakan Skor Perubahan Skor

0°-15° Flexion atau Extension 1 +1 jika pergelangan tangan

> 15° Flexion atau Extension 2 menyimpang atau berputar

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Pada Tabel 2.9 di atas, pergelangan tangan dapat ditunjukkan pada Gambar 2.24

(36)

commit to user

II-28

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.22 Range pergerakan pergelangan tangan (a) postur alamiah, (b) postur 0-15° flexion maupun extension, (c) postur 15° atau 1ebih flexion, (d) postur 15° atau 1ebih extension.

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Hasil penilaian

dari pergerakan punggung (batang tubuh), leher dan kaki kemudian digunakan

[image:36.595.114.510.109.534.2]

untuk menentukan skor A dengan menggunakan Tabel 2.10 di bawah ini.

Tabel 2.10 Tabel A

Trunk Legs 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6

2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7

3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8

4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9

5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Table A Neck

1 2 3

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan

tangan. Hasil penilaian dari pergerakan lengan atas, lengan bawah dan

pergelangan tangan kemudian digunakan untuk menentukan skor B dengan

(37)

commit to user

[image:37.595.115.510.107.540.2]

II-29 Tabel 2.11 Tabel B

Upper Arm Wrist 1 2 3 1 2 3

1 1 2 3 1 2 3

2 1 2 3 1 2 4

3 3 4 5 4 5 5

4 4 5 5 5 6 7

5 6 7 8 7 8 8

6 7 8 8 8 9 9

Table B

Lower Arm

1 2

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Hasil skor yang diperoleh dari Tabel A dan Tabel B digunakan untuk melihat

Tabel C sehingga didapatkan skor dari Tabel C.

Tabel 2.12 Tabel C

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7

2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8

3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8

4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9

5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9

6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10

7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11

8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11

9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12

10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12

11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12

12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Score A (score from teble A+load/force score)

Table C

Score B, (table B value + coupling score)

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Tahap 3: Penentuan berat benda yang diangkat, coupling dan aktivitas pekerja.

Selain skoring pada masing-masing segmen tubuh, faktor lain yang perlu disertakan adalah berat beban yang diangkat, coupling dan aktivitas pekerjanya. Masing-masing faktor tersebut juga mempunyai kategori skor.

Besarnya skor berat beban yang diangkat dapat ditunjukkan seperti pada tabel

(38)

commit to user

II-30

Tabel 2.13 Load atau force

0 1 2 1

<5kg 5-10kg >10kg shock or rapid build up Load/Force

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

[image:38.595.113.512.244.549.2]

Besarnya skor coupling dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2.14 di bawah ini. Tabel 2.14 Coupling

0 Good 1 fair 2 Poor 3 Unacepptable

Coupling

Well-fitting handle and a mid-range power grip

hand hold acceptable but not ideal, or coupling is acceptable via another part of the body

Hand hold not acceptable although possible

Awkward, unsafe grip, no handles;coupling is

unaceptable using other parts of the body

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Sementara itu besarnya skor activity dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2.15 di bawah ini.

Tabel 2.15 Activity

Activity

+1 1 more body parts static (held>1 min)

+1 repeated>4 per min in small range (not walking)

+1 rapid large changes in posture or unstable base

Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Tahap 4: Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan.

Setelah didapatkan skor dari Tabel A kemudian dijumlahkan dengan skor

untuk berat beban yang diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A. Sementara

skor dari Tabel B dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga didapatkan nilai bagian B. Nilai bagian A dan bagian B dapat digunakan untuk

mencari nilai bagian C dari Tabel C yang ada.

Nilai REBA didapatkan dari hasil penjumlahan nilai bagian C dengan nilai

(39)

commit to user

II-31

musculoskeletal dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi resiko serta perbaikan kerja. Lebih jelasnya, alur cara kerja dengan menggunakan metode

REBA dapat dilihat pada Gambar 2.25 di bawah ini.

Gambar 2.23 Langkah-langkah perhitungan metode REBA Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000

Level resiko yang terjadi dapat diketahui berdasarkan nilai REBA. Level

resiko dan tindakan yang harus dilakukan dapat dilihat pada tabel 2.16 berikut ini.

Tabel 2.16 Level resiko dan tindakan

Action Level Skor REBA Level Resiko Tindakan perbaikan

0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu

1 2 – 3 Rendah Mungkin perlu

2 4 – 7 Sedang Perlu

3 8 – 10 Tinggi Perlu segera

4 11 - 15 Sangat tinggi Perlu saat ini juga

[image:39.595.118.519.188.469.2]
(40)

commit to user

II-32

Pada Tabel 2.16 yang merupakan tabel resiko diatas dapat diketahui

dengan nilai REBA yang didapatkan dari hasil perhitungan sebelumnya dapat

diketahui level resiko yang terjadi dan perlu atau tidaknya tindakan dilakukan

untuk perbaikan. Perbaikan kerja yang mungkin dilakukan antara lain berupa

(41)

commit to user

III-1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang

dilakukan dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam

penelitian ditunjukan pada flow chart Gambar. 3.1.

Mulai

Studi Literatur

Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Perumusan Masalah

Studi Lapangan

Identifikasi Masalah

Tahap Pengumpulan dan

Pengolahan Data

Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Wawancara

-Aktivitas kerja, Biodata, jam kerja, 2. Data postur kerja

3. Data fisiologi (denyut nadi) 4. Data beban kerja

- Waktu penurunan pasir

Evaluasi kondisi awal 1. Perhitungan postur kerja

- Metode REBA

2. Perhitungan fisiologi (beban kerja) - Perhitungan Energy Expenditure -Perhitungan Energy Cost

Evaluasi hasil perbaikan 1. Perhitungan Fisiologi

-Perhitungan Energy Expenditure -Perhitungan Energy Cost

A

Usulan perbaikan postur kerja dan metode kerja

-Menggunakan sekop panjang -Penjadwalan siklus kerja

(42)

commit to user

[image:42.595.113.514.104.496.2]

III-2

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian (Lanjutan)

Langkah-langkah penyelesaian masalah pada flow chart Gambar 3.1,

diuraikan sebagai berikut :

3.1 TAHAP IDENTIFIKASI MASALAH

Tahap identifikasi masalah merupakan tahap awal dalam kegiatan penelitian

ini. Pada langkah ini dilakukan identifikasi mengenai kondisi umum Manual Material Handling di Depo Makmur selanjutnya melakukan perumusan masalah yang terjadi di Depo Makmur dalam upaya memecahkan masalah dengan

menggunakan metode REBA untuk mencapai tujuan penelitian. Identifikasi ini

bertujuan untuk memperbaiki postur kerja dan mengurangi konsumsi energi

(fisiologi kerja) dalam aktivitas Manual Material Handling terutama bongkar pasir dari truk.

3.1.1Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai teori-teori

dan konsep-konsep yang terkait dengan REBA dan fisiologi yang berkaitan

dengan permasalahan yang ada di Depo Makmur, seperti kuisioner Nordic Body Map, postur kerja dan fisiologi (beban kerja), sebagai landasan dalam tahap-tahap penelitian selanjutnya, sebagai kerangka berpikir untuk menyelesaikan

permasalahan yang ada.

3.1.2Studi Lapangan

Tahap ini merupakan observasi langsung di lapangan, yaitu di Depo

(43)

commit to user

III-3

mencari penyelesaian mengenai masalah tersebut. Kegiatan untuk mendapatkan

data awal dilakukan dengan cara pengamatan langsung, dokumentasi gambar,

wawancara, kuisioner Nordic Body Map, dan pengukuran denyut nadi operator sebelum dan sesudah melakukan aktivitas penurunan pasir. Pengamatan ini

bertujuan untuk memperbaiki postur kerja dan mengurangi konsumsi energi

(fisiologi kerja) dalam aktivitas Manual Material Handling pada aktivitas penurunan pasir dari truk.

3.1.3Perumusan Masalah

Permasalahan yang terjadi di Depo Makmur yaitu postur kerja operator pada

aktivitas penurunan pasir menyebabkan kesalahan postur kerja, tingkat konsumsi

energi (fisiologi kerja) yang berlebih pada operator, sepertikelelahan pada bagian

punggung, pergelangan tangan, lutut, betis dan leher operator.

Berdasarkan permasalahan diatas maka perumusan masalah pada penelitian

ini adalah bagaimana postur kerja operator pada aktivitas penurunan pasir di Depo

Makmur berdasarkan REBA.

3.1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ditetapkan agar penelitian yang dilakukan dapat

menjawab dan menyelesaikan rumusan masalah yang dihadapi. Adapun tujuan

penelitian yang ditetapkan dari hasil perumusan masalah adalah merancang

perbaikan postur kerja pada aktivitas penurunan pasir yang dilakukan operator di

Depo Makmur Surakarta dengan pendekatan REBA dan merancang perbaikan

metode kerja berdasarkan analisis energy cost dan energy expenditure pada aktivitas penurunan pasir di Depo Makmur, Surakarta.

3.1.5Manfaat Penelitian

Suatu permasalahan akan diteliti apabila di dalamnya mengandung unsur

manfaat. Agar memenuhi suatu unsur manfaat maka perlu ditentukan terlebih

dahulu manfaat yang akan didapatkan dari suatu penelitian. Adapun manfaat yang

diharapkan dari penelitian ini adalah menghasilkan postur kerja operator dengan

(44)

commit to user

III-4

sebelumnya pada aktivitas penurunan pasir yang ada di Depo Makmur, Surakarta

dengan pendekatan REBA.

3.2 TAHAP PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Tahap-tahap pengumpulan data yang diperlukan untuk mendukung

penelitian mengenai perbaikan sikap kerja di Depo Makmur Surakarta, sebagai

berikut:

3.2.1 Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara menggali informasi kondisi awal

mengenai aktivitas kerja, biodata , aktivitas jam kerja, identitas , dan lama bekerja

operator pasir. Kegiatan wawancara tersebut dilakukan pada hari Senin tanggal

23 April 2010 pukul 09.15 WIB.

3.2.2 Data postur kerja

Data ini digunakan untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh

operator pasir Depo Makmur yang terjadi pada aktivitas penyerokan pasir, dan

aktivitas menurunkan pasir. Pencatatan data postur kerja tesebut berupa

doumentasi foto-foto postur kerja , dan video saat melakukan aktivitas kerja.

3.2.3 Data Fisiologi

Pengumpulan data fisiologi tersebut meliputi, nama , umur, penggolongan

jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, pengukuran denyut jantung sebelum dan

sesudah bekerja melalui omron meter. Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan mengukur denyut jantung sebelum dan sesudah melakukan penurunan

pasir, agar diketahui selisih antara denyut jantung sebelum dan sesudah penurunan

pasir. Pengukuran denyut jantung tersebut dilakukan melalui beberapa tahap,

antara lain:

· Tahap pertama

Mengukur denyut jantung operator pasir pada saat sebelum dan sesudah

bekerja dilakukan pada pada hari Rabu tanggal 18 Mei 2010 pukul 09.00 s/d

11.00 WIB.

(45)

commit to user

III-5

Mengukur denyut jantung operator angkut pada saat sebelum dan sesudah

bekerja dilakukan pada pada hari Senin tanggal 20 Mei 2010 pukul 09.00 s/d

11.00 WIB.

Pengukuran tersebut dilakukan melalui beberapa tahap, karena diharapkan kondisi

operator pasir pada saat dilakukan pengukuran melalui omron meter tidak

Gambar

tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-
Gambar 2.17 Range pergerakan leher (a) postur 200 atau lebih flexion, (b) postur
Tabel 2.7 Skor pergerakan lengan atas
Tabel 2.9 Skor pergelangan tangan
+7

Referensi

Dokumen terkait