1
PARTISI CURAH HUJAN PADA TEGAKAN JATI (Tectona grandis)
OLEH :
FITRAH M111 14 360
FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
iii
ABSTRAK
FITRAH (M111 14 360). Partisi Curah Hujan pada Tegakan Jati (Tectona grandis) di bawah bimbingan Usman Arsyad dan Daud Malamassam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah partisi hujan pada tegakan Jati (Tectona grandis) di areal kampus Universitas Hasanuddin dengan mengukur curah hujan, air lolos, aliran batang dan intersepsi setiap kejadian hujan, dan mengetahui hubungan curah hujan dengan air lolos, aliran batang dan intersepsi.
Ada tiga sampel pohon yang digunakan dalam penelitian ini dengan mewakili kondisi kerapatan tajuk yang jarang, sedang, dan rapat. Penelitian ini dilakukan selama 54 hari dari tanggal 31 Desember 2017 hingga 22 Februari 2018. Selama penelitian tercatat sebanyak 47 kali kejadian hujan. Intersepsi diperoleh dari hasil pengurangan antara curah hujan dengan air lolos dan aliran batang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air yang lolos merupakan bagian terbesar sebanyak 58,94% yang mencapai permukaan tanah, diikuti dengan intersepsi 38,05% dan aliran batang 3,01%. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa ada hubungan linier (R2) antara curah hujan, air lolos, (98,77%), aliran batang (87,18%) dan intersepsi (84,15%) dari gabungan ketiga tajuk. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi curah hujan, semakin tinggi air yang lewat, batang alian dan intersepsi.
Kata kunci : Tegakan jati, curah hujan, air lolos, aliran batang dan intersepsi.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil „Alamin
Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata‟ala yang telah melimpahkan anugerah, rahmat, karunia dan izin-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian dengan judul “Partisi Curah Hujan pada Tegakan Jati (Tectona grandis)”. Shalawat dan salam juga penulis panjatkan kepada Baginda Rasulullah Shallallahu‟alaihi wa Sallam yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita semua.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :
1. Bapak Dr. Ir. H. Usman Arsyad, M.S. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Daud Malamassam, M.A.gr. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan perhatian dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Roland A Barkey., Dr. Ir. Beta Putranto, M.Sc. dan Wahyuni S.Hut, M.Hut. selaku dosen penguji atas segala masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
3. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Partner penelitian, Theresia Soari A.M yang telah menemani penulis mulai dari awal menjadi mahasiswa baru di Fakultas Kehutanan hingga penyusunan skripsi ini.
5. Sahabat – sahabat tercinta, Nur Azizah S, Athirah P Utami, Fitriani Indahsari, Nismayani, Syakura Ismah, St. Nurmayanti, atas motivasi, bantuan dan selalu sabar mendampingi penulis selama penulisan skripsi berlangsung.
6. Kepada Muh. Abror Hanif Paisal, Muh. Syafiq, Ummu Kultsum S.Hut, Zulqadri, Ahyari Rahman dan Gufriadi, atas bantuan dan dukungannya selama penulis melakukan penelitian.
v 7. Teman – teman “DAS 22” dan para kakak senior di Laboratorium Pengelolaan Daerah Aliran Sungai atas diskusi dan bantuannya kepada penulis.
8. Seluruh teman – teman “AKAR 2014” Fakultas Kehutanan, terima kasih atas kebersamaan yang telah terbina selama ini.
Ucapan terkhusus penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta Tamsil dan Bania, atas doa, kasih sayang, kerja keras, motivasi, semangat dan bimbingannya dalam mendidik dan membesarkan penulis, serta saudara – saudariku tersayang Hijrah Tamsil, Nila Puspita Sari, Muh. Rafi Fauzan atas semangat dan doanya.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
Fitrah
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan ... 2
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis)... 3
2.2 Siklus Hidrologi ... 4
2.3 Komponen Partisi Curah Hujan ... 5
III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 11
3.2 Alat dan Bahan ... 11
3.3 Prosedur Penelitian... 11
3.4 Analisis Data ... 16
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 18
4.2 Curah Hujan ... 19
4.3 Air Lolos ... 20
4.4 Aliran Batang ... 22
4.5 Intersepsi ... 24
4.6 Hubungan Curah Hujan dengan Partisi Curah Hujan ... 27
vii
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 32
5.2 Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN ... 36
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman 1. Persentase Kejadian Hujan Berdasarkan Kelas Hujan ... 19 2. Persamaan Regresi dan Nilai Koefisien Determinasi (R2) antara Curah
Hujan dengan Air Lolos, Aliran Batang dan Intersepsi ... 27
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1. Persentase Kerapatan Tajuk ... 12
2. Pengukuran Diameter Tajuk... 13
3. Pengukuran Curah Hujan ... 13
4. Pengukuran Air Lolos ... 14
5. Pengukuran Aliran Batang ... 15
6. Lokasi Penelitian pada Tegakan Jati ... 18
7. Grafik Tiap Kejadian Curah Hujan (mm) ... 21
8. Grafik Persentase Air Lolos tiap Kejadian Hujan ... 22
9. Grafik Persentase Aliran Batang Tiap Kejadian Hujan ... 23
10. Grafik Persentase Intersepsi tiap Kejadian hujan ... 25
11. Hubungan antara Curah Hujan (mm) dengan Air Lolos (mm) pada Pohon Tajuk Jarang, Sedang dan Rapat ... 28
12. Hubungan antara Curah Hujan (mm) dan Aliran Batang (mm) pada Pohon dengan Tajuk Jarang, Sedang dan Rapat ... 30
13. Hubungan antara Curah Hujan (mm) dan Intersepsi (mm) pada Pohon dengan Tajuk Jarang, Sedang dan Rapat ... 31
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Tabel Derajat Kecepatan Angin Beaufort ... 36
2. Data Curah Hujan, Suhu, Kelembapan dan Derajat Kecepatan Angin... 37
3. Data Luas Tajuk ... 38
4. Data Air Lolos Tiap Kejadian Hujan ... 39
5. Data Aliran Batang Tiap Kejadian Hujan ... 41
6. Data Intersepsi tiap Kejadian Hujan ... 43
7. Diameter dan Tinggi Pohon ... 46
8. Statistik Deskriptif Curah Hujan, Air Lolos, Aliran Batang, Intersepsi dan Persentasenya ... 50
9. Analisis Ragam Hubungan antara Curah Hujan dengan Air Lolos, Aliran Batang dan Intersepsi ... 52
10. Penduga Parameter Regresi Hubungan antara Curah Hujan dengan Air Lolos, Aliran Batang dan Intersepsi ... 56
11. Dokumentasi Penelitian ... 57
12. Peta Lokasi Penelitian ... 61
13. Peta Proyeksi Tajuk ... 62
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hujan adalah butir-butir air yang jatuh ke bumi dari atmosfer. Air hujan yang turun tidak semua menjadi air tanah, sebagian air hujan menguap ke atmosfer dan sebagian lagi mengalir melalui ranting, cabang dan batang pohon.
Air hujan yang terpartisi atau terbagi menjadi tiga, yaitu air hujan yang jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer (intersepsi), air hujan yang menetes pada daun atau ruang-ruang antar tajuk (air lolos) dan air hujan yang mengalir melalui ranting, cabang dan batang (aliran batang) (Asdak, 2010).
Partisi curah hujan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebaran air hujan ketika mengenai bagian-bagian pohon dalam bentuk intersepsi, air lolos dan aliran batang yang berbeda-beda pada setiap tegakan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor iklim dan faktor vegetasi. Faktor iklim yang menentukan intersepsi adalah jumlah dan jarak atau lama waktu antara satu kejadian hujan dengan kejadian hujan berikutnya, intensitas curah hujan, kecepatan angin dan perbedaan suhu antara permukaan tajuk dan suhu atmosfer.
Faktor vegetasi yang mempengaruhi intersepsi adalah perbandingan antara luas permukaan / penutupan / bagian vegetasi yang hidup dan yang mati, bentuk dan ketebalan daun serta percabangan vegetasi (Asdak, 2010). Selain itu, intersepsi juga dipengaruhi oleh umur pohon. Chairani dan Jayanti (2013) menyatakan bahwa, umur pohon berpengaruh secara sangat signifikan, karena umur pohon dapat berimplikasi pada tingkat kepadatan tajuk, dan semakin lebat tajuk pohon akan mengakibatkan intersepsi yang semakin besar.
Dalam kaitannya dengan upaya pengamanan tata air dan kenyamanan lingkungan, berbagai jenis vegetasi telah dikembangkan oleh masyarakat, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil. Pengembangan berbagai jenis vegetasi antara lain bertujuan untuk mengatur atau mempengaruhi partisi curah hujan, sehingga porsi curah hujan yang membahayakan lingkungan dapat ditekan serendah mungkin, dan sebaliknya porsi curah hujan yang dapat berdayaguna bagi kehidupan dapat dimaksimalkan. Hal ini juga yang ingin diwujudkan di
2 lingkungan Kampus Universitas Hasanuddin, Tamalanrea, melalui pengembangan sejumlah jenis tanaman yang salah satunya adalah Jati (Tectona grandis).
Tanaman Jati yang terdapat dia areal Universitas Hasanuddin sebagai salah satu bagian dari vegetasi wilayah perkotaan tersebut diharapkan dapat berperan dalam menambah keasrian kampus Universitas Hasanuddin pada khususnya, dan Kota Makassar pada umumnya. Disamping itu, tanaman Jati tersebut juga diharapakan dapat berperan dalam mendukung perbaikan tata air di lingkungan kampus Unhas, antara lain melalui perannya dalam mempengaruhi partisi curah hujan. Sehubungan dengan itulah, maka dinilai perlu untuk melakukan penelitian tentang “Partisi Curah Hujan Pada Tegakan Jati (Tectona Grandis) di kampus Universitas Hasanuddin.”
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui partisi curah hujan yang meliputi intersepsi, air lolos (troughfall) dan aliran batang (stemflow), untuk berbagai kondisi curah hujan pada tegakan jati (Tectona grandis) serta untuk mengetahui hubungan antara curah hujan dengan air lolos, aliran batang dan intersepsi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi tentang peranan tanaman Jati dalam mengintersepsikan air hujan dan memperbaiki tata air, khususnya di wilayah perkotaan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Jati ( Tectona grandis)
Jati (Tectona grandis.Linn. F) merupakan salah satu jenis pohon yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Iklim Indonesia yang adalah iklim tropis sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman ini.. Jenis jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India (Suryana, 2001). Berdasarkan hasil identifikasi Departemen Kehutanan R.I (1990), daerah penyebaran kayu jati di Indoneisa meliputi Pulau Jawa, Muna, Sumatera, Sulawesi, Pulau Sumbawa dan Buru yang terletaak di Bima. Di Sulawesi Selatan tersebar di Kabupaten Soppeng, Bone, Sidrap dan Enrekang. Klasifikasi jati menurut Suryana (2001) adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis Linn.f.
Secara umum, tanaman jati idealnya ditanam di dengan topografi yang relatif datar atau memiliki kemiringan lereng <20%. Selain itu, tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750 mm/ tahun, optimum 1000 – 1500 mm/ tahun dan maksimum 2500 mm/tahun. Walaupun demikian, tanaman jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 3750 mm/ tahun (Purwododo, 1992).
Secara morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai 45 m dengan bebas cabang 15-20 cm. Kondisi ini dapat ditemukan pada tapak yang bagus dengan percabangan yang kurang dan rimbun. Diameter jati dapat mencapai 220 cm, umumnya 50 cm, bentuk batang tidak teratur dan beralur.
Pohon tua sering beralur dan berbanir. Kulit batang tebal, abu-abu atau coklat muda keabu-abuan. Daunnya lebar mencapai 15-35 cm dan panjangnya 25-50 cm.
4 Bentuk daun ellips dan terletak bersilangan. Bagian bawahnya abu-abu dan tertutup bulu berkelenjar warna merah. Pohon Jati dewasa sering menggugurkan daun pada musin kemarau (Sulaksana dan Dadang, 2002).
Menurut Naemah (2012) riap pertambahan diameter jati sebesar 2,07006 cm/thn, sedangkan riap pertambahan tinggi sebesar 2,6666 cm/thn.
Jati (Tectona grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan dan keindahan seratnya merupakan faktor yang menjadikan kayu jati sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003). Menurut Supriatna dan Wijayanto (2011) jati digolongkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap serta jamur dan mampu bertahan sampai 500 tahun. Sampai sekarang jati masih menjadi komoditas mewah yang banyak diminati oleh masyarakat walaupun harga jualnya mahal.
2.2 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan gerakan air di permukaan bumi. Proses berlangsungnya siklus hidrologi yaitu, perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak akan pernah berhenti. Sebagian air hujan yang tiba di permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk – lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah – daerah yang rendah, masuk ke sungai – sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara (Asdak, 2010).
Suripin (2004) mengatakan bahwa, siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air yang terdiri dari, penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar (out flow). Penguapan terdiri dari evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi merupakan proses menguapnya air dari permukaan tanah, sedangkan transpirasi adalah proses menguapnya air dari tanaman. Uap yang dihasilkan akan mengalami kondensasi dan dipadatkan membentuk awan – awan yang nantinya dapat kembali menjadi air dan turun sebagai presipitasi. Sebelum tiba di permukaan bumi, presipitasi tersebut sebagian langsung menguap ke udara, sebagian tertahan oleh tumbuhan – tumbuhan (intersepsi) dan sebagian lagi akan
5 diuapkan dan sebagian lagi mengalir melalui dahan (stem flow) atau jatuh dari daun akhirnya sampai ke permukaan tanah. Air yang sampai ke permukaan tanah sebagian akan berinfiltrasi dan sebagian akan mengisi lekuk – lekuk permukaan tanah kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah (run off), masuk ke sungai – sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanan menuju laut, sebagian akan mengalami penguapan dan begitu seterusnya.
2.2 Komponen Partisi Curah Hujan 2.2.1 Presipitasi
Curah hujan atau presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang (Asdak, 2010).
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2006), presipitasi merupakan nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. Lee (1990) mengatakan bahwa presipitasi adalah istilah umum untuk produk – produk kondensasi atmosfer yang mencapai permukaan, misalnya hujan, salju, hujan batu es dan lapisan es.
Menurut Asdak (2010), mekanisme berlangsungnya hujan melibatkan tiga faktor utama, antara lain, kenaikan masa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer menjadi jenuh, lalu terjadinya kondensasi atas partikel partikel uap air di atmosfer, dan yang terakhir partikel – partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai hujan) karena adanya gaya gravitasi.
Proses terjadinya presipitasi diawali ketika sejumlah uap air di atmosfer bergerak ke tempat yang lebih tinggi oleh adanya beda tekanan uap air. Uap air bergerak dari tempat dengan tekanan lebih besar ke tempat dengan tekanan uap air lebih kecil. Uap air yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi (dengan suhu udara menjadi lebih rendah) tersebut pada ketinggian tertentu akan mengalami penjenuhan dan apabila hal ini diikuti dengan terjadinya kondensasi, maka uap air tersebut akan berubah bentuk menjadi butiran-butiran air hujan (Asdak, 2010).
Besarnya presipitasi diukur dengan menggunakan alat penakar curah hujan yang umumnya terdiri atas dua jenis yaitu, alat penakar hujan otomatis dan
6 penakar hujan tidak otomatis. Alat penakar hujan tidak otomatis pada dasarnya hanya berupa kontainer atau ember yang tidak diketahui diameternya. Untuk mendapatkan data presipitasi yang memadai dengan menggunakan alat penakar hujan tidak otomatis, maka alat penampung air hujan biasanya dibuat dalam bentuk bulat memanjang ke arah vertikal untuk memperkecil terjadinya percikan air hujan. Diameter dan ketinggian penakar air hujan bervariasi dari satu negara ke negara lainnya (Asdak 2010).
Anwar (2003) menyatakan satu hari hujan adalah periode 24 jam di mana terkumpul curah hujan setinggi 0,5 mm atau lebih dan bila curah hujan kurang dari ketentuan tersebut, maka hari hujannya dianggap nol. Munandar, dkk (2016) menyatakan penakar presipitasi biasanya ditempatkan pada tempat terbuka dan dengan demikian mengukur presipitasi yang sampai di tanah bukan berada di bawah suatu tajuk vegetasi.:
2.3.2 Intersepsi
Intersepsi adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi di atas permukaan tanah, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer (Prayogi, 2003). Menurut Lee (1990), intersepsi adalah bagian presipitasi yang tidak mencapai lantai hutan dan secara kualitatif dan merupakan perbedaan antara presipitasi dengan jumlah aliran batang dan lolosan tajuk.
Sedangkan menurut Salim (2008), intersepsi merupakan suatu proses dimana sebagian dari curah hujan tertahan oleh tajuk pohon dan sebagian besar diuapkan kembali ke udara. Apabila jumlah dan intensitas curah hujan rendah, maka sebagian besar dari air hujan akan tertahan oleh tajuk dan langsung diuapkan kembali ke udara. Untuk curah hujan yang kecil, presentase yang diintersepsikan lebih besar, sebaliknya apabila jumlah dan intensitas curah hujan besar, maka presentase yang diintersepsikan menjadi kecil. Intersepsi merupakan faktor penting dalam daur hidrologi karena berkurangnya air hujan yang sampai di permukaan tanah oleh adanya proses intersepsi adalah cukup besar. Dari keseluruhan evapotranspirasi, besarnya intersepsi bervariasi, yaitu antara 35%
hingga 75 %.
Intersepsi terbesar berada di dekat batang-batang pohon di mana luas permukaan total daun-daun dan cabang-cabang adalah terbesar, dan paling kecil
7 berada di dekat tepi-tepi tajuk. Intersepsi tajuk juga sangat penting secara hidrolik, karena intersepsi tersebut dapat memodifikasi neraca air, dan menaikkan kehilangan penguapan (evaporization) total dan mengurangi aliran sungai (Lee, 1990).
Besarnya intersepsi tidak dapat dihitung secara langsung karena morfologi tajuk tanaman yang beragam sehingga sulit dilakukan pengukuran. Namun, nilai intersepsi dari ekosistem hutan dapat dihitung dengan mengukur besarnya air lolosdan aliran batang pada vegetasi. Intersepsi dapat diketahui jika kedua nilai tersebut diperoleh. Nilai intersepsi merupakan perbedaan dari besarnya presipitasi total (Pg) dengan presipitasi bersih (Pn). Secara matematis dinyatakan sebagai berikut (Asdak, 2010) :
Ic = Pg – (Tf + Sf) Keterangan :
Ic = Intersepsi Tajuk (mm) Pg = Curah Hujan (mm) Tf = Air Lolos (mm) Sf = Aliran Batang (mm)
Menurut Asdak (2010), faktor – faktor yang mempengaruhi intersepsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu vegetasi dan iklim. Yang termasuk dalam kelompok vegetasi adalah luas vegetasi hidup dan mati, bentuk daun, dan cabang vegetasi. Sedangkan faktor iklim, seperti jumlah dan jarak lama waktu antara satu hujan dengan hujan berikutnya, intensitas hujan, kecepatan angin dan beda suhu antara permukaan tajuk dan permukaan.
Jenis vegetasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap besarnya intersepsi. Hal ini karena ada jenis vegetasi tertentu yang mempunyai intersepsi berbeda dari musim ke musim. Musim pertumbuhan memberikan nilai intersepsi lebih besar daripada musim tidak aktif (dormant season). Perbedaan intersepsi juga ditentukan oleh bentuk komunitas vegetasi seperti tegakan pohon, semak-belukar, padang rumput dan tanaman pertanian (Asdak, 2010). Dinata (2007) mengemukakan bahwa pohon pada hutan connifer mengintersepsikan air hujan lebih banyak dari pada tipe tegakan yang menggugurkan daunnya.
8 Kerapatan tegakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya intersepsi. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin rapat tajuk vegetasi, semakin besar intersepsi yang terjadi. Pengukuran besarnya intersepsi pada skala tajuk vegetasi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan neraca volume (volume balance approach) dan pendekatan energi (energy balance approach). Cara pendekatan yang pertama adalah cara tradisional yang paling umum dilakukan, yaitu dengan mengukur curah hujan, aliran batang, dan air lolos. Cara yang kedua adalah perhitungan besarnya intersepsi dengan memanfaatkan persamaan matematis dengan masukan parameter – parameter meteorologi dan sruktur tajuk serta tegakan yang diperoleh dari pengukuran di lapangan (Asdak, 2010).
Besarnya intersepsi hujan diengaruhi oleh umur vegetasi yang bersangkutan. Dalam perkembangannya bagian-bagian terstntu vegetasi akan mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Pertumbuhan bagian-bagian vegetasi yang mempunyai pengaruh terhadap besarnya intersepsi adalah perkembangan kerapatan/luas tajuk, batang dan cabang vegatsi. Semakin luas atau rapat tajuk vegetasi semakin banyak air hujan yang dapat ditahan sementara untuk kemudian diuapkan kembali keatmosfer (Asdak, 2010). Demikian juga halnya dengan jumlah percabagan pohon, dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tua, luas, dan kerapatan tajuk kebanyakan vegetasi akan semakin besar, jumlah percabangan pohon juga akan semakin banyak. Oleh kombinasi kedua faktor tersebut menyebabkan jumlah air hujan yang dapat ditahan sementara oleh vegetasi semakin besar sehingga kesempatan untuk terjadinya juga menjadi besar.
2.3.3 Aliran Batang (Steam Flow)
Aliran batang merupakan bagian presipitasi yang mencapai tanah dengan mengalir ke bawah melalui batang pohon. Percabangan pada pohon berpengaruh terhadap sisa air jatuhan yang tertahan pada posisi lebih atas. Semakin banyak percabangan, maka air hujan yang tertahan akan semakin banyak (Heryansyah, 2008).
Menurut Arsyad (2006), aliran batang merupakan air hujan yang jatuh di permukaan daun, cabang, dan batang, kemudian mengalir melalui batang menuju permukaan tanah. Selanjutnya, Seyhan (1990) mendefinisikan aliran batang
9 sebagai bagian presipitasi yang mencapai tanah dengan mengalir ke bawah melalui batang. Aliran batang secara ekologi dianggap penting sebab aliran ini diserap oleh tanah dari zona perakaran primer pada dasar pohon, selain itu volume aliran batang dapat dinyatakan sebagai suatu persentase presipitasi musiman atau tahunan untuk pembanding-pembanding hutan yang tumbuh pada iklim-iklim yang berlainan.
Besar kecilnya aliran batang sangat dipengaruhi oleh struktur batang dan kekasaran kulit batang pohon (Suryatmojo, 2006). Sebagaimana dikemukakan oleh Lee (1990), aliran batang secara konsisten lebih besar untuk pohon-pohon yang mempunyai kulit yang lebih rata (bertekstur halus). Hal ini juga dinyatakan oleh Rushayati (1999), aliran batang adalah air yang mengalir lolos ke bawah melalui batang, untuk batang yang licin aliran batang cepat, sedangkan pada kulit batang yang kasar dan merekah aliran batang lambat.
2.3.4 Air Lolos (Troughfall)
Air lolos adalah bagian dari curah hujan yang mencapai permukaan tanah melalui lapisan tajuk, sebelum mencapai permukaan tanah, air ini telah melalui suatu struktur lapisan tajuk yang rapat, mulai dari lapisan pohon – pohon yang dominan sampai pada lapisan semak belukar dan serasah. Dengan demikian, kecepatan dan besarnya butir – butir air hujan yang mencapai permukaan tanah sudah sedemikian kecil (Basri, dkk, 2012).
Air lolos adalah bagian presipitasi yang mencapai lantai hutan secara langsung atau dengan penetesan dari daun, ranting, dan cabang. Secara kuantitatif lolosan tajuk merupakan perbedaan antara presipitasi dan penjumlahan intersepsi tajuk dan aliran batang (Lee, 1990). Menurut Seyhan (1990) yang disebut sebagai air lolos atau lolosan adalah sebagian air dari presipitasi yang mencapai tanah secara langsung atau biasa disebut juga sebagai air tembus. Menurut Suryatmojo (2006), lolosan tajuk dalam lingkup hidrologi hutan didefinisikan sebagai air hujan yang jatuh di atas tajuk hutan yang jatuh langsung di lantai hutan melalui sela-sela tajuk. Lebih lanjut Heryansyah (2008), mengemukakan bahwa besarnya air lolos akan berbeda pada setiap jenis tegakan tanaman, tergantung dari kerapatan penutupan tajuk, ketebalan tajuk dan luas tajuk.
10 Air lolos atau lolosan tajuk terbesar berada pada bagian dekat tepi tajuk, atau pada bukaan-bukaan tajuk yang kecil. Sedangkan lolosan tajuk yang terkecil berada pada bagian tajuk yang dekat dengan batang pohon. Besarnya air lolosan tajuk dapat diperoleh dengan cara memasang alat penampung air hujan di bawah pohon yang ditempatkan secara acak, kemudian besarnya air lolos (through fall) dapat diketahui dengan cara mengukur volume air yang tertampung tersebut dibagi dengan luas penampang alat pengukur (Asdak 2010).
11
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Desember 2017 hingga Februari 2018 pada Tegakan Jati. Tegakan Jati ini terletak di depan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 12.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi penakar curah hujan tipe observatorium, jerigen, selang plastik, meteran atau pita meter, abney level, gelas ukur 250 ml, Global Positioning System (GPS), thermometer, hygometer, kompas, corong air dan parang. Bahan yang digunakan meliputi pohon jati, lem silikon dan tally sheet.
3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1 Persiapan Penelitian
Pada tahap awal penelitian, dilakukan persiapan yang meliputi kegiatan- kegiatan sebagai berikut :
a. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan penutupan tajuk pada tegakan jati.
b. Menghitung luas lokasi penelitian pada tegakan jati.
c. Penentuan titik koordinat pada setiap pohon dengan menggunakan GPS d. Pengukuran diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total pada setiap pohon.
e. Perakitan alat yang akan digunakan untuk mengukur Air Lolos (troughfall) dan aliran batang (stemflow).
f. Penentuan lokasi untuk penempatan alat penakar curah hujan.
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui sejumlah tahapan kegiatan, yaitu sebagai berikut :
a. Penentuan Pohon Sampel
Penentuan pohon sampel dilakukan berdasarkan metode purposive sampling dengan cara memilih tiga sampel pohon dengan kriteria pohon yang
12 tajuknya rapat, sedang dan jarang untuk mewakili seluruh objek pengamatan pada tegakan jati di areal kampus Universitas Hasanuddin. Untuk itu, perlu dilakukan pengukuran persentase kerapatan tajuk, luas tajuk dan memproyeksikan luas tajuk tersebut menggunakan kertas grafik dengan skala 1:100. Nilai kerapatan tajuk menggunakan skala ilustrasi persentase kerapatan tajuk pohon seperti pada Gambar 1 (Mahendra, 2009).
10% 30% 50% 70%
Gambar 1. Persentase Kerapatan Tajuk Klasifikasi kerapatan tajuk pohon:
Lebat: 70 - 100%
Sedang: 40 - 70%
Jarang: 10 - 40%
Sangat Jarang: 0 - 10%
b. Pengukuran Diameter Tajuk, Luas Tajuk dan Pemasangan Alat
Untuk memperoleh data luas tajuk, terlebih dahulu mengukur diameter tajuk. Diameter tajuk dikur berdasarkan “improvised technique” dengan cara memproyeksikan besarnya lingkaran tajuk ke permukaan tanah. Selanjutnya menetapkan suatu titik pusat tajuk yang berada di dekat batang. Dari titik ini dibuatkan garis diameter terpanjang dan terpendek, kemudian kedua hasil pengukuran tersebut dirata – ratakan untuk memperoleh diameter tajuk (Fellizar 1976, dalam Arsyad, 1983). Dengan mengetahui diameter tajuk, maka luas penutupan tajuk (L) dapat pula diketahui dengan rumus L = π R2. Setelah penentuan pohon sampel, selanjutnya dilakukan pemasangan alat-alat untuk mengukur air lolos dan aliran batang. Kegiatan pengukuran diameter tajuk dapat dilihat pada Gambar 2.
13 Gambar 2. Pengukuran Diameter Tajuk
c. Pengukuran Curah Hujan
Pengukuran curah hujan dilakukan dengan menggunakan alat penakar curah hujan tipe observatium. Penakar curah hujan diletakkan pada tempat yang datar dan tidak ada tutupan di sekitarnya yang dapat menambah atau mengurangi jumlah curah hujan yang masuk ke penakar. Curah hujan diukur setiap kejadian hujan. Kegiatan pengukuran curah hujan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pengukuran Curah Hujan
14 d. Pengukuran Air Lolos
Air lolos diukur dengan menempatkan tiga buah alat penakar yang dihubungkan ke jerigen penampungan air dibawah tajuk berturut dari tajuk terluar, tajuk bagian tengah dan tajuk dekat batang. Posisi alat penakar air lolos akan dipindah – pindahkan setiap pengamatan untuk satu arah mata angin yaitu, utara, selatan, timur dan barat dengan pertimbangan agar hasilnya lebih representatif. Data air lolos diukur setiap kejadian hujan. Kegiatan pengukuran air lolos dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengukuran Air Lolos e. Pengukuran Aliran Batang
Aliran batang diukur dengan melilitkan selang plastik yang sudah dibelah dari atas ke bawah bagian batang dan ujung selang bagian bawah dihubungkan ke jerigen penampungan air agar tidak terdapat rongga antara selang dengan batang, maka rongga tersebut ditutup dengan lem silicon untuk mencegah terjadinya kebocoran aliran batang . Aliran batang diukur setiap kejadian hujan. Kegiatan pengukuran aliran batang dapat dilihat pada Gambar 5.
Tajuk dekat batang Tajuk
Tengah Tajuk
terluar
15 Gambar 5. Pengukuran Aliran Batang
f. Pengukuran / penentuan Karakteristik Lokasi Penelitian
Karakteristik lokasi penelitian meliputi titik kordinat lokasi penelitian, kemiringan lereng, kecepatan angin, suhu udara dan kelembapan udara.
1) Titik koordinat lokasi penelitian ditentukan menggunakan GPS. Titik koordinat berguna untuk pembuatan peta lokasi penelitian.
2) Kecepatan angin diperkirakan dengan menggunakan tabel derajat kecepatan angin Beaufort (Sosrodarsono dan Takeda, 1999).
3) Suhu udara tiap kejadian hujan diamati dengan menggunakan Thermometer pada setiap kejadian hujan di tempat terbuka atau lokasi alat penakar curah hujan .
4) Kelembapan udara tiap kejadian hujan akan diukur dengan menggunakan Hygrometer pada setiap kejadian hujan di tempat terbuka atau lokasi alat penakar curah hujan.
16
3.4 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini meliputi : a. Pengukuran Curah Hujan
Curah hujan yang tertampung pada alat penakar hujan dihitung dengan menggunakan rumus :
CH (mm) =
× 10
b. Perhitungan Air Lolos (Troughfall)
Jumlah air lolos diukur dalam satuan milliliter (ml) kemudian dikonversi ke dalam satuan tinggi kolom air (mm) dengan menggunakan rumus (Kaimuddin, 1994) :
10
L Tfi vi
dimana :
Tfi = Air lolos pohon ke-i (mm)
vi = Volume air lolos pohon ke-i (cm3)
L = Luas penampang alat penampung air lolos (cm2) c. Perhitungan Aliran Batang
Jumlah alitan batang pada awalnya diukur dalam satuan volume, yaitu milliliter (ml) atau cm3, dan kemudian dikonversi ke satuan tinggi kolom air (mm) dengan menggunakan rumus (Kaimuddin,1994) :
10
i i
i L
Sf v
dimana :
Sfi = Aliran batang pohon ke-i (mm)
vi = Volume aliran batang pohon ke-i (cm3) Li = Luas tajuk pohon ke-i (cm2)
d. Perhitungan Intersepsi
Besarnya intersepsi dapat dihitung setelah diperoleh hasil pengukuran curah hujan, air lolos dan aliran batang, dengan menggunakan rumus Pendekatan Neraca Volume, sebagai berikut (Asdak, 2010) :
17 Ic = Pg – (Tf + Sf)
dimana : Ic = Intersepsi Tajuk (mm) Pg = Curah Hujan (mm) Tf = Air Lolos (mm) Sf = Aliran Batang (mm)
e. Untuk menduga hubungan besarnya intersepssi, aliran batang dan air lolos dengan curah hujan dilakukan dengan analisis regresi linier.
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian partisi curah hujan dilakukan pada tegakan jati (Tectona grandis) di depan Fakultas Ilmu Budaya dan di areal Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Secara geografis, tegakan jati ini terletak pada koordinat 5ᵒ 8' 3,6'' Lintang Selatan dan 119ᵒ 29' 27,2'' Bujur Timur, sedangkan untuk alat penakar curah hujan terletak pada koordinat 5ᵒ 7' 55,5'' Lintang Selatan dan 119ᵒ 29' 31,1'' yang terdapat dalam areal Kampus Universitas Hasanuddin. Luas wilayah penelitian pada tegakan Tectona grandis yaitu 0,11 ha dan terdiri atas 189 pohon.
Pengambilan data curah hujan, air lolos, aliran batang dan intersepsi dilakukan selama 54 hari mulai tanggal 31 Desember 2017 sampai 22 Februari 2018.
Gambar 6. Lokasi Penelitian pada Tegakan Jati
Pohon yang menjadi sampel dalam penelitian ini mewakili pohon dengan kerapatan tajuk jarang, sedang dan rapat. Diameter rata – rata pohon yaitu 23,9 cm dan rata – rata tinggi pohon yaitu 13,85 m dengan umur sekitar ± 5 tahun.
Tegakan ini terdiri atas 2 jenis pohon, diantaranya pohon (Tectona grandis) dan Mangifera indica. Permukaan tanah di bawah tegakan ini datar dan sedikit tertutup oleh serasah dari kedua jenis pohon, namun serasah yang paling mendominasi berasal dari tegakan Tectona grandis.
19 Setiap tajuk memiliki karakteristik yang berbeda – beda. Pada tajuk jarang memiliki luas sebesar 9,45 m2, tajuk sedang sebesar 12,43 m2, dan tajuk rapat sebesar 17,79 m2. Kondisi pohon dengan tajuk yang jarang memiliki persentase penutupan tajuk sebesar 31,89% dengan bentuk percabangan yang tidak beraturan dan memiliki banyak ruang antar celah karena tidak mengalami tumpang tindih dengan tajuk pohon lain, sehingga sebagian besar sinar matahari yang sampai pada permukaan tanah. Pada pohon dengan tajuk sedang memiliki persentase penutupan tajuk sebesar 63,56% dengan bentuk percabangannya yang tidak beraturan dan hanya sebagian kecil yang tumpang tindih dengan tajuk pohon lain.
Sedangkan pada tajuk rapat memiliki persentase penutupan tajuk sebesar 82,34%
dengan bentuk percabangan yang sangat tidak beraturan dan sebagian besar mengalami tumpang tindih dengan tajuk dari pohon lain sehingga sangat kecil ruang celah antar tajuk dan hanya sebagian kecil sinar matahari yang sampai pada permukaan tanah.
4.2 Curah Hujan
Berdasarkan hasil pengamatan curah hujan, terdapat sebanyak 47 kali kejadian hujan dengan jumlah total 654,7 mm dan rata – rata hujan sebesar 13,93 mm. Total lama hujan 4972 menit atau 83 jam dengan lama hujan terendah yaitu 13 menit dan tertinggi 302 menit. Curah hujan bervariasi mulai dari yang terendah 1 mm sampai tertinggi 43 mm. Berdasarkan data variasi curah hujan yang diperoleh, dapat dilakukan pengkategorian hujan dari sangat ringan sampai lebat berdasarkan kategori kelas hujan oleh Sosrodarsono dan Takeda (1999) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Tiap Kejadian Hujan Berdasarkan Kelas Hujan
Keadaan Curah Hujan Interval Curah
Hujan (mm)/jam Kejadian Hujan Persentase Kejadian Hujan (%)
Hujan sangat ringan <1 0 0
Hujan ringan 1 – 5 22 46,81
Hujan normal 5 – 10 14 29,78
Hujan lebat 10 – 20 10 21,28
Hujan sangat lebat >20 1 2,13
Total 47 100,00
Tabel 1 menunjukkan bahwa curah hujan yang paling sering terjadi adalah kategori hujan ringan dengan frekuensi 22 kejadian hujan dan persentase sebesar
20 46,81% dari total 47 kali kejadian hujan. Sedangkan frekuensi kejadian hujan sangat ringan tidak pernah terjadi selama penelitian dengan frekuensi 0 kali kejadian hujan dan persentasenya sebesar 0%. Variasi curah hujan tiap kejadian hujan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Tiap Kejadian Curah Hujan (mm)
Berdasarkan Gambar 7, dapat diketahui bahwa besarnya nilai curah hujan berbeda beda setiap kali hujan yang menyebabkan partisi curah hujan berupa air lolos, aliran batang dan intersepsi akan bervariasi. Variasi partisi curah hujan dapat dipengaruhi oleh curah hujan, sinar matahari, kecepatan angin dan kelembapan (Chairani, dkk, 2013). Selain itu, variasi partisi curah hujan berupa intersepsi, air lolos, dan aliran batang dapat dipengaruhi oleh karakteristik tanaman penutup yang meliputi, bentuk dan ukuran daun, bentuk dan kerapatan tajuk, kekasaran kulit batang dan keseluruhan batang pohon (Pramono,1997 dalam Munandar, dkk., 2016).
4.3 Air Lolos
Partisi curah hujan berupa air lolos pada tegakan Tectona grandis dibagi atas 3 jenis tajuk yaitu, tajuk jarang, sedang dan rapat. Pada tajuk jarang diperoleh rata – rata air lolos sebesar 11,2 mm atau sebesar 69,88 % dari total curah hujan.
Air lolos terendah yaitu 0,00 mm dan tertinggi sebesar 37,13 mm. Persentase air lolos maksimum sebesar 87,03 % diperoleh dari curah hujan 40 mm, sedangkan persentase air lolos minimum sebesar 0,00% diperoleh dari curah hujan 1 mm.
Pada tajuk sedang diperoleh rata – rata air lolos sebesar 9,32 mm atau sebesar
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
Curah Hujan (mm)
Kejadian Hujan ke-
21 58,44% dari total curah hujan. Air lolos terendah yaitu 0,00 mm dan tertinggi sebesar 34,18 mm. Persentase air lolos maksimum sebesar 79,49% diperoleh dari curah hujan 43 mm, sedangkan persentase air lolos minimum sebesar 0,00%
diperoleh dari curah hujan 1 mm.
Pada tajuk rapat diperoleh rata – rata air lolos sebesar 7,96 mm atau sebesar 48,49% dari total curah hujan. Air lolos terendah yaitu 0,00 mm dan tertinggi sebesar 30,17 mm. Persentase air lolos maksimum sebesar 72,30%
diperoleh dari curah hujan 24,80 mm, sedangkan persentase air lolos minimum sebesar 0,00% diperoleh dari curah hujan 1 mm. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andra (2015) di Daerah Tangkapan Air Binanga Jajang, nilai rata – rata air lolos yang diperoleh sebesar 11,61 mm atau sebesar 58,82%. Variasi air lolos tiap kejadian hujan dapat dilihat pada Gambar 8. Data pengamatan air lolos tiap kejadian hujan dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan kegiatan pengamatan air lolos dapat dilihat pada Lampiran 11.
Gambar 8. Grafik Persentase Air Lolos tiap Kejadian Hujan
Pada saat terjadi hujan, pohon dengan tajuk jarang memungkinkan air lolos yang jatuh di permukaan tanah tersebut besar karena tumpang tindih antar tajuk dengan tajuk lainnya yang berjauhan. Disamping itu, bentuk cabangnya yang tidak beraturan menyebabkan air lolos lebih banyak mencapai permukaan tanah. Pada pohon dengan tajuk yang sedang, air yang sampai dipermukaan tanah tidak terlalu besar karena tumpang tindih antar tajuk dengan tajuk lainnya yang hampir berdekatan. Sedangkan Pada pohon dengan tajuk rapat memungkinkan air
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
Persentase Air Lolos (%)
Kejadian Hujan ke-
Pohon Tajuk Jarang Pohon Tajuk Sedang Pohon Tajuk Rapat
22 lolos yang sampai ke permukaan tanah sedikit karena tumpang tindih antar tajuk dengan tajuk lainnya yang sangat berdekatan.
Faktor lain yang mempengaruhi besarnya air lolos adalah bentuk daun.
Tectona grandis memiliki daun berbentuk lebar dengan permukaan daun halus yang menyebabkan air hujan yang jatuh mengenai permukaan tajuk akan tertahan di daun, selanjutnya apabila daun jati tersebut jenuh akan air maka bentuk daunnya akan melengkung ke bawah sehingga air hujan dapat lolos dan terpecah menjadi lebih kecil dari ukuran sebelum mengenai tajuk. Ketika air hujan terus bergerak ke bawah, maka jumlah air hujan yang tiba di permukaan tanah akan berkurang karena adanya proses penguapan baik oleh suhu, kelembapan maupun angin yang terjadi pada saat itu.
4.4 Aliran Batang
Partisi curah hujan berupa aliran batang pada tegakan Tectona grandis dibagi atas 3 jenis tajuk yaitu, tajuk jarang, sedang dan rapat. Pada tajuk jarang diperoleh rata – rata aliran batang sebesar 0,88 mm atau 5,07% dari total curah hujan. Aliran batang terendah yaitu 0,00 mm dan tertinggi sebesar 2,96 mm.
Persentase aliran batang maksimum yaitu 12,54% dan minimum yaitu 0,00%.
Pada tajuk sedang diperoleh rata – rata aliran batang sebesar 0,51 mm atau 2,76%
dari total curah hujan. Aliran batang terendah yaitu 0,00 mm dan tertinggi sebesar 2,00 mm. Persentase aliran batang maksimum yaitu 8,46% dan minimum yaitu 0,00%. Pada tajuk rapat diperoleh rata – rata aliran batang sebesar 0,24 mm atau 1,2% dari total curah hujan. Aliran batang terendah yaitu 0,00 mm dan tertinggi sebesar 1,1 mm. Persentase aliran batang maksimum 4,23% dan minimum yaitu 0,00%. Nilai rata – rata aliran batang dari ketiga tajuk diatas sebesar 0,54 mm atau 3,01 % lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Andra (2015) pada tegakan Tectona grandis yaitu sebesar 0,67 mm atau 3,58%. Variasi aliran batang tiap kejadian hujan dapat dilihat pada Gambar 9. Data pengamatan aliran batang tiap kejadian hujan dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan kegiatan pengamatan aliran batang dapat dilihat pada Lampiran 11.
23 Gambar 9. Grafik Persentase Aliran Batang Tiap Kejadian Hujan
Nilai aliran batang merupakan besaran yang nilainya paling kecil bila dibandingkan dengan air lolos dan intersepsi (Lee, 1990). Bervariasinya nilai aliran batang yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh permukaan batang (Basri, dkk, 2012). Selanjutnya, Anwar (2003) menyatakan bawa besar kecilnya aliran batang, di samping dipengaruhi oleh besarnya curah hujan dan intensitas hujan, juga dipengaruhi oleh kekasaran batang, diameter batang, tinggi batang, dan bentuk percabangan (karakteristik vegetasi).
Pada tegakan Tectona grandis memiliki permukaan batang yang agak kasar. Pada Lampiran 14 menunjukkan permukaan batang yang menjadi pohon penelitian terdapat lumut sehingga mengurangi jumlah air hujan yang akan menjadi aliran batang. Hal ini sependapat dengan Puspita (2014) yang menyatakan bahwa adanya tumbuhan epifit dan lumut pada pohon akan mengurangi jumlah air hujan yang akan menjadi aliran batang, akibatnya aliran batang baru dapat terjadi setelah kemampuan menyerap air dari tumbuhan dan epifit dan lumut tersebut maksimal (jenuh).
Pada pohon dengan tajuk yang jarang menyebabkan air yang jatuh pada permukaan tajuk lebih cepat mengalir menuju ke batang. Selain itu pohon dengan tajuk jarang tersebut memiliki sedikit percabangan dan banyak ruang antar celah daun. Pada pohon bertajuk sedang memiliki percabangan yang tidak beraturan dan sedikit mengalami tumpang tindih dengan tajuk lain, hal ini menyebabkan air lebih lama menuju ke batang. Selanjutnya, pada pohon bertajuk rapat memiliki
0 5 10 15 20 25 30
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
Persentase Aliran Batang (%)
Kejadian Hujan ke-
Pohon Tajuk Jarang Pohon Tajuk Sedang Pohon Tajuk Rapat
24 memiliki percabangan yang banyak dan tidak beraturan serta saling tumpang tindih dengan tajuk lain. Hal inilah yang menyebabkan jumlah aliran batang yang dihasilkan oleh pohon bertajuk jarang lebih banyak apabila dibandingkan dengan pohon dengan tajuk sedang maupun rapat.
4.5 Intersepsi
Hasil pengukuran partisi curah hujan berupa intersepsi pada tegakan Tectona grandis dibagi atas 3 jenis tajuk yaitu, tajuk jarang, sedang dan rapat.
Pada tajuk jarang diperoleh rata – rata intersepsi sebesar 1,79 mm atau 25,05%, dengan intersepsi tertinggi sebesar 2,91 mm dan intersepsi terendah sebesar 0,94 mm dari total curah hujan. Persentase intersepsi maksimum adalah 100% yang diperoleh dari curah hujan 1 mm dan persentase intersepsi minimum adalah 5,63% yang diperoleh dari curah hujan 40 mm. Pada tajuk sedang diperoleh rata – rata 3,86 mm atau 38,8%, dengan intersepsi tertinggi sebesar 10,36 mm dan intersepsi terendah sebesar 1 mm dari total curah hujan. Persentase intersepsi maksimum adalah 100% yang diperoleh dari curah hujan 1 mm dan persentase minimum adalah 15,86% yang diperoleh dari curah hujan 43 mm. Sedangkan pada tajuk rapat diperoleh rata – rata 5,48 mm atau 50,31%, dengan intersepsi tertinggi sebesar 12,52 mm dan intersepsi terendah sebesar 1 mm dari total curah hujan. Persentase intersepsi maksimum adalah 100% yang diperoleh dari curah hujan 1 mm dan persentase intersepsi minimum adalah 25,48% yang diperoleh dari curah hujan 24,8 mm.
Variasi sebaran intersepsi tiap kejadian hujan pada tajuk jarang, sedang dan rapat memiliki persentase rata – rata sebesar 38,05% dengan persentase intersepsi maksimum 100% dan persentase minimum sebesar 16,64%. Presentase tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian (Andra, 2015) yaitu sebesar 37,48%. Variasi intersepsi tiap kejadian hujan dapat dilihat pada Gambar 10. Data variasi sebaran intersepsi tiap kejadian hujan dapat dilihat pada Lampiran 6.
25 Gambar 10. Grafik Persentase Intersepsi tiap Kejadian hujan
Berdasarkan Gambar 10, dapat dibandingkan hasil intersepsi pada masing – masing tajuk jarang, sedang maupun rapat yang mana intersepsi terbesar terjadi pada tajuk rapat, disusul oleh tajuk sedang kemudian tajuk jarang. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor vegetasi dan iklim.
Asdak (2010) menyatakan bahwa, air pada permukaan tajuk vegetasi lebih siap melakukan proses evaporasi dibandingkan dengan air yang ada di tempat lain.
Akibatnya bila daun basah, proses intersepsi akan berlangsung beberapa kali lebih cepat daripada transpirasi dari permukaan vegetasi yang tidak terlalu basah.
Besarnya nilai intersepsi pada suatu jenis tanaman tergantung pada karakteristik penutupan vegetasi yang terdiri dari permukaan cabang dan daun, letak/posisi cabang, bentuk tajuk dan kekasaran kulit kayunya (Brooks, et.al., 1991).
Faktor cuaca yang dapat berpengaruh terhadap intersepsi yaitu curah hujan (intensitas hujan), kecepatan angin, suhu, kelembapan udara dan radiasi matahari.
Selama penelitian berlangsung, keadaan curah hujan dengan kategori “ringan”
merupakan yang paling banyak terjadi dengan persentase 44,68% dari total kejadian hujan. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa potensi hujan yang terintersepsi oleh vegetasi cukup besar karena curah hujan dengan durasi yang singkat dan intensitas rendah menyebabkan air banyak yang menguap dan nilai intersepsi meningkat. Hal ini sesuai dengan penyataan Irmas (2010) bahwa intersepsi dipengaruhi oleh sifat hujan terutama intensitas dan lama hujan.
Selanjutnya, Wiersum, dkk., (1979) menyatakan bahwa jika hujan sangat kecil
0 20 40 60 80 100 120
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
Persentase Intersepsi (%)
Kejadian Hujan Ke-
Pohon Tajuk Jarang Pohon Tajuk Sedang Pohon Tajuk Rapat
26 atau intensitas hujan rendah, sebagian curah hujan akan ditahan oleh tajuk vegetasi dan langsung diuapkan, sehingga persentase intersepsi menjadi tinggi.
Tabel variasi curah hujan selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 2.
Selain faktor curah hujan, faktor lain yang mempengaruhi intersepsi adalah suhu. Selama penelitian berlangsung, suhu udara tiap kejadian hujan bervariasi antara 23,60ᵒ – 31,20ᵒC dengan rata – rata 21,40ᵒC. Suhu terendah yaitu 23,60ᵒC yang terjadi pada malam hari, tanggal 25 Januari 2018 dengan curah hujan sebesar 9,20 mm , sedangkan suhu tertinggi yaitu 31,20ᵒ C yang terjadi pada siang hari, tanggal 20 Januari dengan curah hujan sebesar 1 mm. Tabel variasi suhu selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 2.
Faktor cuaca yang lain adalah radiasi matahari. Selama penelitian berlangsung, sering terjadi hari cerah yang dapat menyebabkan semua permukaan daun menjadi lebih cepat kering. Hal ini sependapat dengan Arsyad (1983) yang menyatakan bahwa, permukaan daun lebih kering akan mempunyai kemampuan menahan air yang lebih besar. Sehingga pada hari cerah yang sering terjadi selama penelitian akan memperbesar jumlah air yang diintersepsikan oleh pohon ini.
Faktor cuaca lainnya yang juga berpengaruh adalah angin. Variasi derajat kecepatan angin selama penelitian yaitu antara 0 – 4ᵒ. Derajat kecepatan angin tertinggi yaitu 4ᵒ yang terjadi pada tanggal 16 Februari 2018, sedangkan derajat kecepatan angin terendah yaitu 0ᵒ yang terjadi pada tanggal 9 Januari 2018.
Linsley et al (1975) menyatakan bahwa bila hujan disertai angin, mula – mula kecepatan intersepsi rendah dan setelah daun jenuh, maka kecepatan intersepsi meningkat yang disebabkan oleh pengaruh angin terhadap penguapan. Tabel derajat kecepatan angin dapat dilihat pada Lampiran 1.
Faktor iklim lainnya yang mempengaruhi intersepsi adalah kelembapan udara. Variasi kelembapan udara selama penelitian yaitu, antara 67% – 92%.
Kelembapan udara tertinggi yaitu 92% yang terjadi pada tanggal 25 Januari 2018, sedangkan kelembapan udara terendah yaitu 67% yang terjadi pada tanggal 30 Januari dan 2 Februari 2018. Tabel variasi kelembapan udara selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 2.
27
4.6 Hubungan Curah Hujan dengan Partisi Curah Hujan
Untuk mengetahui hubungan antara curah hujan dengan partisi curah hujan berupa air lolos, aliran batang dan intersepsi, maka perlu dilakukan analis regeresi. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 9 yang menunjukkan bahwa curah hujan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap air lolos, aliran batang dan intersepsi. Hubungan curah hujan berdasarkan analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persamaan Regresi dan Nilai Koefisiesn Determinasi (R2) antara Curah Hujan Dengan Air Lolos, Aliran Batang dan Intersepsi
No
Komposisi Partisi Curah Hujan
Persamaan R2 (%)
Tajuk Jarang
Tajuk Sedang
Tajuk Rapat
Tjk Jrg
Tjk Sdg
Tjk Rpt
1. Air Lolos y = - 1,0698 + 0,8831x
y = - 1,1867 + 0,7677x
y = - 1,4536 +
0,6879x 99,87 98,91 97,55 2. Aliran
Batang
y = - 0,1241 + 0,0731x
y = - 0,1179 + 0,0455x
y = - 0,0841 +
0,0231x 90,68 87,85 83,01 3. Intersepsi y = 1,1939 +
0,0437x
y = 1,3046 + 0,1868x
y = 1,5377 +
0,289x 81,55 83,65 87,27
4.6.1 Hubungan Curah Hujan dengan Air Lolos
Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi curah hujan, maka semakin besar air lolos dengan persamaan regresinya pada pohon dengan tajuk jarang yaitu, y = - 1,0698 + 0,8831x, dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 99,87%.
Dari nilai tersebut dapat dijelaskan bahwa variabel air lolos (Y) dapat dijelaskan oleh variabel curah hujan (X) sebesar 99,87% atau dengan kata lain bahwa variabel air lolos sebesar 99,87% dipengaruhi oleh curah hujan sedangkan sisanya 0,13% dipengaruhi oleh variabel lain.
Pada pohon dengan tajuk sedang, persamaan regresinya yaitu, y = - 1,1867 + 0,7677x, dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 98,91%. Dari nilai tersebut dapat dijelaskan bahwa variabel air lolos (Y) dapat dijelaskan oleh variabel curah hujan (X) sebesar 98,91% atau dengan kata lain bahwa variabel air lolos sebesar 98,91% dipengaruhi oleh curah hujan sedangkan sisanya 1,09% dipengaruhi oleh variabel lain.
Pada pohon dengan tajuk rapat, persamaan regresinya y = - 1,4536 + 0,6879x, dengan koefisien determinasi (R2) 97,55%. Dari nilai tersebut dapat
28 dijelaskan bahwa variabel air lolos (Y) dapat dijelaskan oleh variabel curah hujan (X) sebesar 97,55% atau dengan kata lain bahwa variabel air lolos sebesar 97,55%
dipengaruhi oleh curah hujan sedangkan sisanya 2,45% dipengaruhi oleh variabel lain. Garis hubungan antara curah hujan dengan air lolos dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Hubungan antara Curah Hujan (mm) dengan Air Lolos (mm) pada Pohon Tajuk Jarang, Sedang dan Rapat
Jika membandingkan grafik pada masing – masing tajuk di atas, maka semua hubungan curah hujan dengan air lolos menunjukkan korelasi positif, yang berarti bahwa ketika curah hujan meningkat, maka air hujan yang menjadi air lolos juga akan meningkat. Adapun untuk persamaan regresi berlaku untuk suatu nilai air lolos jika Pg > 0, artinya bahwa pada saat hujan mulai turun tidak langsung terjadi air lolos atau memerlukan waktu sesaat agar lolos dapat terjadi.
Hal ini menggambarkan bahwa besarnya air lolos dipengaruhi oleh waktu terjadinya hujan (intensitas hujan). Apabila terjadi hujan dengan intensitas rendah dan waktu singkat, maka air lolos yang terjadi relatif kecil atau bahkan tidak tejadi air lolos. Hal tersebut dapat terjadi karena curah hujan yang jatuh pada pohon terlebih dahulu ditahan oleh tajuk yang membasahi tajuk sampai kapasitas penyimpanan tajuk penuh atau tajuk air kemudian terjadi air lolos (Rista, 2017).
y = - 1,0698 + 0,8831x
R² = 0,9987 y = - 1,1867 + 0,7677x R² = 0,9891
y = - 1,4536 + 0,6879x R² = 0,9755
-5 0 5 10 15 20 25 30 35 40
0 10 20 30 40 50
Air Lolos (mm)
Curah Hujan (mm)
Pohon Tajuk Jarang Pohon Tajuk Sedang Pohon Tajuk Rapat Linear (Pohon Tajuk Jarang) Linear (Pohon Tajuk Sedang) Linear (Pohon Tajuk Rapat)
29
4.6.2 Hubungan Curah Hujan dengan Aliran Batang
Besarnya aliran batang dipengaruhi oleh curah hujan. Pada pohon dengan tajuk jarang, koefisien determinasi (R2) 90,68% dengan persamaan regresinya y = -0,1241 + 0,0731x. Tingginya nilai koefiesien determinasi tersebut mengindikasikan bahwa variabel aliran batang (Y) dapat dijelaskan oleh variabel curah hujan (X) sebesar 90,68% atau dengan kata lain bahwa variabel aliran batang sebesar 90,68% dipengaruhi oleh curah hujan sedangkan sisanya 9,32%
dipengaruhi oleh variabel lain.
Pada pohon dengan tajuk sedang, koefisien determinasi (R2) 87,85%
mengindikasikan bahwa keragaman aliran batang dapat dijelaskan oleh besarnya curah hujan, persamaan regresinya y = - 0,1179 + 0,0455x. Tingginya nilai koefiesien determinasi tersebut mengindikasikan bahwa variabel aliran batang (Y) dapat dijelaskan oleh variabel curah hujan (X) sebesar 87,85% atau dengan kata lain bahwa variabel aliran batang sebesar 87,85% dipengaruhi oleh curah hujan sedangkan sisanya 12,15% dipengaruhi oleh variabel lain.
Pada pohon dengan tajuk rapat, koefisien determinasi (R2) 83,01%
mengindikasikan bahwa keragaman aliran batang dapat dijelaskan oleh besarnya curah hujan, persamaan regresinya y = - 0,0841 + 0,0231x. Tingginya nilai koefiesien determinasi mengindikasikan bahwa variabel aliran batang (Y) dapat dijelaskan oleh variabel curah hujan (X) sebesar 83,01% atau dengan kata lain bahwa variabel aliran batang sebesar 83,01% dipengaruhi oleh curah hujan sedangkan sisanya 16,99% dipengaruhi oleh variabel lain. Garis hubungan antara curah hujan dengan aliran batang dapat dilihat pada Gambar 12.
30 Gambar 12. Hubungan antara Curah Hujan (mm) dan Aliran Batang (mm) pada
Pohon dengan Tajuk Jarang, Sedang dan Rapat
Berdasarkan Gambar 12, menunjukkan bahwa persamaan regresi berlaku untuk suatu nilai aliran batang jika curah hujan (Pg) > 0, artinya bahwa pada saat hujan mulai turun tidak langsung terjadi aliran batang (memerlukan waktu sesaat.
Hal ini menggambarkan bahwa besarnya aliran batang dipengaruhi oleh waktu terjadinya hujan (intensitas hujan). Apabila terjadi hujan dengan intensitas rendah dan waktu singkat, maka aliran batang yang terjadi relatif kecil dan begitu pula sebaliknya (Rista, 2017).
4.6.3 Hubungan Curah Hujan dengan Intersepsi
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa besarnya intersepsi dipengaruh oleh curah hujan, pada pohon dengan tajuk yang jarang dinyatakan dalam persamaan y = 1,1939 + 0,0437x dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 81,55%. Dari nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa variabel intersepsi (Y) dapat dijelaskan oleh variabel curah hujan (X) sebesar 81,55% atau dengan kata lain bahwa variabel intersepsi sebesar 81,55% dipengaruhi oleh besarnya curah hujan sedangkan sisanya 18,45% dipengaruhi oleh variabel lain.
Pada pohon dengan tajuk yang sedang dinyatakan dalam persamaan y = 1,3046 + 0,1868x dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 83,65%. Dari nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa variabel intersepsi (Y) dapat dijelaskan oleh variabel curah hujan (X) sebesar 83,65% atau dengan kata lain bahwa variabel
y = - 0,1241 + 0,0731x R² = 0,9068
y = - 0,1179 + 0,0455x R² = 0,8785
y = - 0,0841 + 0,0231x R² = 0,8301 -0.5
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
0 10 20 30 40 50
Aliran Batang (mm)
Curah Hujan (mm)
Pohon Tajuk Jarang Pohon Tajuk Sedang
Pohon Tajuk Rapat Linear (Pohon Tajuk Jarang) Linear (Pohon Tajuk Sedang) Linear (Pohon Tajuk Rapat)
31 intersepsi sebesar 83,65% dipengaruhi oleh besarnya curah hujan sedangkan sisanya 16,35% dipengaruhi oleh variabel lain.
Pada pohon dengan tajuk yang rapat dinyatakan dalam persamaan y = 1,5377 + 0,289x dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 87,27%. Dari nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa variabel intersepsi (Y) dapat dijelaskan oleh variabel curah hujan (X) sebesar 87,27% atau dengan kata lain bahwa variabel intersepsi sebesar 87,27% dipengaruhi oleh besarnya curah hujan sedangkan sisanya 12,73% dipengaruhi oleh variabel lain. Garis hubungan antara curah hujan dengan intersepsi dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Hubungan antara Curah Hujan (mm) dan Intersepsi (mm) pada Pohon dengan Tajuk Jarang, Sedang dan Rapat
Berdasarkan Gambar 13 menunjukkan bahwa hubungan curah hujan dengan intersepsi adalah linier, artinya bahwa semakin tinggi curah hujan, maka jumlah air yang di intersepsikan juga semakin besar. Namun ketika curah hujan yang turun lebih besar dari kapasitas tajuk maka proporsi air hujan yang diintersepsikan akan semakin kecil, hal ini terjadi karena kapasitas penampungan air intersepsi yang telah jenuh air. Sebaliknya ketika curah hujan yang turun kecil maka seluruh curah hujan yang turun akan diintersepsikan. Di sisi lain,curah hujan juga mempengaruhi kelembaban udara. Dalam hubungannya dengan penguapan, semakin lembab udara maka semakin berkurang pula kemampuannya mengintersepsikan air.
y = 1,1939 + 0,0437x R² = 0,8155 y = 1,3046 + 0,1868x
R² = 0,8365 y = 1,5377 + 0,289x
R² = 0,8727
0 2 4 6 8 10 12 14 16
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Intersepsi (mm)
Curah Hujan (mm)
Pohon Tajuk Jarang Pohon Tajuk Sedang
Pohon Tajuk Rapat Linear (Pohon Tajuk Jarang) Linear (Pohon Tajuk Sedang) Linear (Pohon Tajuk Rapat)
32 V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulan sebagai berikut:
a. Partisi curah hujan pada tegakan Tectona grandis, sebagian besar menjadi air lolos, diikuti oleh intersepsi dan hanya sebagian kecil yang menjadi aliran batang.
b. Terdapat hubungan yang linear antara semua bentuk partisi curah hujan pada tegakan jati. Semakin tinggi curah hujan, maka semakin tinggi pula air lolos, aliran batang dan intersepsi yang terjadi.
5.2 Saran
Diperlukan adanya penelitian intersepsi pada tegakan Tectona grandis dengan mempertimbangkan LAI (Leaf Area Index).