• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI SUNGAI LEKOPANCING, KABUPATEN MAROS MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI SUNGAI LEKOPANCING, KABUPATEN MAROS MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

“PEMODELAN DEBIT BANJIR PADA DAERAH ALIRAN

SUNGAI LEKOPANCING, KABUPATEN MAROS MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS ”

Oleh:

MUH. SULKIFLI TAUFIK SITI FADHILAH BURHAN

105811128317 105811128017

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2022

(2)
(3)
(4)
(5)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan segala aktivitas dalam merampungkan proposal yang berjudul : ‘’Pemodelan Debit Banjir Pada Daerah Aliran Sungai Lekopancing, Kabupaten Maros Menggunakan Program HEC- RAS’’. Merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi untuk program strata

satu pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Berbagai kesulitan dan hambatan dalam penulisan karya ilmiah ini banyak dihadapi penulis, namun berkat bimbingan dan petunjuk serta dorongan dari pihak, baik moral maupun material sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Olehnya itu dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih kepada

1. Orang tua, yang selalu mendoakan, mendukung dan menjadi penyemangat untuk menyelesaikan pendidikan serta yang selalu memberikan bantuan materi selama pendidikan.

2. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ibu Dr. Ir. Hj. Nurnawaty, ST., MT., IPM. Selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak Ir. M Agusalim., ST., MT. Selaku Ketua Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Mkakassar.

(6)

ii

5. Ibu Farida Gaffar., ST., MM., IPM. Selaku pembimbing I atas bimbingan, arahan dan masukan dalam proses permuatan proposal ini.

6. Ibu Kasmawati, ST., MT. Selaku pembimbing II atas segala arahan, bimbingan dan petunjuk dalam proses pembuatan proposal ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar, Khususnya pada Program Studi Teknik Pengairan atas jasa-jasanya dalam membimbing penulis.

8. Kepada teman-teman kelas SIPIL F, saudara-saudara Akurasi 2017 dan kakanda senior yang selalu membantu selama menempuh pendidikan.

Akhirnya tiada harapan selain Ridha Allah SWT atas segala jerih paya dan jasa baik kita semua serta limpahan rahmat dan hidayah-Nya senantiasa tetap tercurah kepada kita sekalian, Aamiin.

“Billahi Fii sabilil Haq Fastabiqul khaerat”

Makassar, Juli 2022

Penulis

(7)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR NOTASI SINGKATAN ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Masalah ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Analisis Hidrologi ... 7

B. Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 9

C. Karakteristik DAS ... 11

D. Sungai ... 11

(8)

iv

E. Hidrolika dan Morfologi Sungai ... 12

F. Banjir ... 15

G. Analisa Curah Hujan Rerata ... 17

H. Curah Hujan Rencana ... 21

I. Intensitas Curah Hujan ... 30

J. Debit Banjir Rancangan ... 31

K. HEC – RAS ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Lokasi Penelitian ... 41

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 41

C. Variable Penelitian ... 43

D. Teknik Pengumpulan Data... 44

E. Bagan Alur Penelitian ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Analisis Hidrologi ... 52

a) Penentuan daerah aliran sungai ... 52

b) Perhitungan curah hujan rerata menggunakan metode aljabar ... 52

c) Perhitungan Dispersi ... 55

d) Perhitungan Curah Hujan Rencana………. 58

e) Distribusi Curah Hujan Efektif Jam-Jaman ... 60

f) Perhitungan Debit Banjir Rencana Menggunakan HSS Nakayasu ... 62

(9)

v

g) Perhitungan Debit Banjir Rencana Menggunakan HSS ITB-1

... 70

h) Perhitungan Debit Banjir Rencana Menggunakan HSS Snyder ...77

B. Analisis Penampang Sungai ... 85

a) Profil Melintang Sungai ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93

LAMPIRAN ... 95

(10)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema Daerah Aliran Sungai ... 10

Gambar 2.2. Hidrograf Satuan-Metode Nakayasu ... 32

Gambar 2.3. Hidrograf Satuan-Metode ITB-1 ... 35

Gambar 2.4. Hidrograf Satuan-Metode Snyder ... 37

Gambar 2.5. Analisis Kapasitas Penampang Sungai Menggunakan HEC-RAS ... 40

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian ... 41

Gambar 3.2. Tampilan Utama Program HEC-RAS ... 46

Gambar 3.3. Tampilan Pengisisan Nama File Program HEC-RAS ... 46

Gambar 3.4. Tampilan Pengaturan system satuan ... 47

Gambar 3.5. Tampilan Input Data Geometri Sungai Program HEC-RAS ... 48

Gambar 3.6. Tampilan Input Data Program Melintang Sungai Program HEC-RAS ... 48

Gambar 3.7. Tampilan Input Data Debit Rencana ... 49

Gambar 3.8. Tampilan Analisis Project Program HEC-RAS ... 50

Gambar 3.9. proses Run Project selasai pada HEC-RAS... 50

Gambar 3.10. Bagan Alur Penelitian ... 51

Gambar 4.1. Peta Daerah Aliran Sungai Lekopancing... 52

Gambar 4.2. Grafik HSS Nakayasu Lekopancing ... ....67

(11)

vii

Gambar 4.3. Rekap Grafik HSS Nakayasu Lekopancing...70

Gambar 4.4. Grafik HSS ITB-1 ... 75

Gambar 4.5. Rekap Grafik HSS ITB-1 ... 77

Gambar 4.6. Grafik HSS Snyder ... 81

Gambar 4.7. Rekap Grafik HSS Snyder ... 83

Gambar 4.8. Grafik Debit Banjir Tiap Metode….. ... 84

Gambar 4.9. Tampak Atas Sungai Lekopancing ... 85

Gambar 4.10. Tampilan XYZ Sungai Lekopancing ... 86

Gambar 4.9. Profil Melintang Sungai Dengan Debit Banjir Ulang 2,5,10,25,50,100, 200 Tahun ... 87

(12)

viii

DAFTAR TABEL`

Tabel 2.1. Pertimbangan Cara yang Dapat Digunakan ... 20

Tabel 2.2. Parameter Statistik untuk Menentukan Jenis Distribusi ... 24

Tabel 2.3. Nilai k Distribusi Pearson tipe III ... 26

Tabel 2.4. Hubungan reduksi Variat Rata (Yn) dengan jumlah data (n) ... 27

Tabel 2.5. Hubungan antara deviasi standar dan reduksi variat (Sn) dengan jumlah data (n) ... 29

Tabel 4.1. Curah Hujan Rerata menggunakan metode Aljabar ... 53

Tabel 4.2. Analisa frekuensi Curah Hujan ... 55

Tabel 4.3. Parameter Uji Statistik Pemilihan Jenis Distribusi ... 57

Tabel 4.4. Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Log Pearson Type III ... 58

Tabel 4.5. Curah Rencana Metode Log Pearson Type III ... 59

Tabel 4.6. Nilai Distribusi jam-jaman Metode Mononobe ... 61

Tabel 4.7. Perhitungan Hujan Netto ... 61

Tabel 4.8 Distribusi Curah Hujan Efektif Jam-jaman ... 62

Tabel 4.9. Perhitungan parameter Metode Nakayasu ... 65

Tabel 4.10. Tabel Rekap Perhitungan Nakayasu Di Setiap Kala Ulang Tahun ... 67

Tabel 4.11. Tabel Perhitungan HSS ITB-1 ... 72

Tabel 4.12. Hasil Dari HSS ITB-1 ... 74

(13)

ix

Tabel 4.13. Rekap Metode HSS ITB-1 ... 75

Tabel 4.14. Unit Hidrograf Metode Snyder ... 80

Tabel 4.15. Rekap Hidrograf Metode Snyder ... 81

Tabel 4.16 Rekap Keterangan aman dan meluap ... 88

(14)

x

DAFTAR NOTASI SINGKATAN

DAS = Daerah Aliran Sungai

HEC-RAS = Hydraulic Engineering Centre-River Analysis System DEMNAS = National Digital Elevation Model For Coastal Application HSS = Hidrograf Satuan Sintetik

n = Banyaknya Stasiun Hujan

Cv = Koefisien Variasi

X = Nilai Curah Hujan Rata-rata

Cs = Koefisien Skewness

Ck = Pengukuran Kurtosis

Ct = Koefisien waktu

Cv = Koefisien Keberagaman Sampel

Tl = Time Lag

Tp = Waktu Puncak

Tb = Waktu Dasar

Tr = Waktu Hujan

Qp = Perhitungan Debit Puncak

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungai merupakan salah satu aliran terbentuk secara alami dipermukaan bumi yang mengalir dari tempat yang lebih tinggi (hulu) ketempat yang lebih rendah (hilir), dan juga sebagai salah satu sumber air bagi kehidupan yang ada di bumi.

Sungai merupakan bagian di permukaan bumi yang menjadi tempat berkumpulnya air, dan air tersebut kemungkinan mengalir ketempat yang lebih rendah. Air tersebut mengalir dan membentuk saluran. Awalnya saluran tersebut hanya berukuran kecil, namun secara proses alamiah aliran ini mengikis daerah-daerah yang dilaluinya. Saluran air tersebut akan menimbulkan dampak seperti pengikisan, pengangkutan, penimbunan, dan pengendapan. Proses-proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sepeerti kemiringan sungai, volume atau jumlah air dan kecepatan aliranya.

Kemiringan yang lebih curam mengakibatkan tingkat pengangkutan dan pengikisan yang lebih tinggi. Akibatnya, saluran tersebut semakin lama akan semakin lebar dan panjang, dan terbentuklah sungai.

Salah satu masalah yang sering terjasdi di sungai iala banjir. Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia. Secara sederhana banjir dapat di depenisikan sebagai luapan air di dalam jumlah

(16)

2

besar. Kedatangan banjir dapat di prediksi dengan memperhatikan curah hujan dan aliran air. Namun kedatangan banjir dapat datang tiba – tiba akibat dari angin badai atau kebocoran tanggul biasa disebut banjir bandang.

Penyebab banjir mencakup curah hujan yang tinggi, permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air sungai atau laut, wilayah terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan sedikit resapan air.

pendirian bangunan di sepanjang bantaran sungai, aliran sungai tidak lancar akibat terhambat oleh sampah, serta kurangnya tutupan lahan didaerah hulu sungai. Meskipun berada di wilayah “bukan langganan banjir”

Dari uraian tersebut diatas perlu dilakukan usaha untuk mengantisipasi terjadinya banjir. Agar penanggulangan banjir dapat dilakukan secara efektif, maka setiap kondisi banjir sepanjang sungai haruslah dipelajari secara seksama, sehingga upaya penanggulangannya dapat disiapkan.

Hidrograf satuan sintesis (HSS) adlah salah satu perhitungan debit puncak yang menggunakan karakteristik DAS sebagai parameternya.

Terdapat banyak model HSS yang telah dikembangkan untuk mengatasi ketersedian data di Wilayah-wilayah yang akan dikaji. HSS Nakayasu merupakan salah satu metodde yang sering digunakan. HSS Nakayasu dikembangkan berdasarkan sungai di jepang.(soermono 1987) Hydraulic Engineering Center-River Analysis System atau HEC_RAS merupakan program yang di desain untuk memodelkan aliran di sungai, River Analysis

(17)

3

System (RAS) yang dibuat oleh Hydraulic Engineering Center (HEC) yang merupakan suatu devisi di dalam institute for water resources (IWR) di bawah US Army Corps of Engineering (USACE). HEC-RAS merupakan model suatu satu dimensi aliran permanen maupun tak permanen (stedy and unstedy one-dimesional flow model). Dengan menggunakan HEC-RAS kita bias menjalakan simulasi hidraulika pada aliran sungai dengan menggunakan data banjir yang ada di wilayah yang akan kita uji.(istiarto 2014)

Sungai Lekopancing adalah sebuah sungai yang terletak di wilayah Kabupaten Maros 1619,11 km2, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Sungai Lekopancing teleh di jadikan sebagai sumber air bersih baku dan air bersih dalam pemenuhan Kebupaten Maros, seperti Tompobulu, Tanralili, dan Moncongloe dan pemenuhan kebutuhan air bersih diwilayah Kota Makassar pada bagian Utara dan Timur.( wikipedia)

Di Kabupaten Maros untuk mengendalikan aliran air sungai Lekopancing agar dapat dipergunakan untuk kebutuhan masyarakat di bangunlah Bendung Lekopancing yang membentang di aliran sungai Lekopancing di desa Pucak Kecematan Tompobulu Kabupaten Maros. Air yang bersumber dari Bendung Lekopancing dipergunakan sebagai sumber air baku yang selanjudnya di olah sebagai air bersih. (wikipedia)

(18)

4

Berdasarkan permasalahan tersebut, kami akan melakukan penelitian dengan judul “PEMODELAN DEBIT BANJIR PADA DAERAH

ALIRAN SUNGAI LEKOPANCING, KABUPATEN MAROS

MENGGUNAKAN PROGRAM HEC – RAS. untuk mengetahui kemungkinan terjadi pada sungai dan lokasi yang mengalami kondisi banjir Sehingga dapat dilakukan penanggulangan dini untuk mencegah dampak yang terjadi ketika banjir.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Berapa besar debit banjir rencana menggunakan HSS Nakayasu, HSS Snyder, HSS ITB-1 pada Sungai Lekopancing

2. Berapa besar kapasitas penampang Sungai Lekopancing menggunakan software HEC-RAS?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis debit banjir rencana mengunakan HSS Nakayasu, HSS Snyder, HSS ITB-1 pada Sungai Lekopancing.

2. Untuk mengetahui kapasitas penampang Sungai Lekopancing menggunakan program HEC-RAS..

(19)

5

D. Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi pihak yang membutuhkan, serta hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi juga sebagai bahan referensi dan masukan untuk peneliti selanjutya khususnya yang berkaitan dengan penggunaan software HEC-RAS.

E. Batasan Masalah

Agar tujuan penulisan ini mencapai sasaran yang diinginkan dan terarah, maka diberikan batasan-batasan masalah, diantaranya sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan di DAS Tompobulu Kabupaten Maros.

2. Menggunakan software HEC- RAS.

3. Menggunakan data stasiun curah hujan yaitu stasiun Puca Lekopancig, Sta. Salojirang dan Sta. Bonto Kappong.

4. Perhitungan debit banjir rencana 2, 5, 10, 25, 50, 100 dan 200 tahun.

5. Perhitungan curah hujan rencana.

6. Menganalisa Simulasi aliran Banjir dengan metode steady flow menggunakan software HEC-RAS dengan kala ulang debir rencana 2, 5, 10, 25, 50, 100 dan 200 tahun.

F. Sistematika Penulisan

Bab I PENDAHULUAN, pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

(20)

6

Bab II KAJIAN PUSTAKA,memuat uraian sistematis tentang teori- teori dan hasil-hasil penelitian yang didapatkan dariliterature sebelumnya yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Kajian pustaka ini berisi teori-teori yang diperoleh dari buku-buku teks atau dari laporan penelitian sebelumnya yang diperoleh dari jurnal, skripsi, tesis, dan bentuk laporan lainny. Landasan teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis. Artinya,mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis relevan yang mampu menjelaskan masalah tersebut.

Bab III METODOLOGI PENELITIAN, menerapkan tentang bagaimana sebaiknya dan seharusnya penelitian itu dilaksanakan, pada bagian ini mencakup lokasi penelitian, jenis penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, tahapan penelitian dan prosedur penelitian.

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN, pada bab ini memuat tentang hasil keluaran atau output dari metedologi penelitian yang kemudian dibahas dan diulas dengan menggunakan metode maupun dengan bantuan software yang relevan.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN, pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan hasil analisis dan berbagai saran dari penulis untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

(21)

7

BAB II

LANDASAN TEORI A. Analisis Hidrologi

Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena). Data hidrologi merupakan bahan informasi yang sangat penting dalam pelaksanaan inventarisasi potensi sumber-sumber air, pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber air yang tepat dan rehabilitasi sumber-sumber alam seperti air, tanah dan hutan yang telah rusak. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah hujan, temperatur, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air sungai, kecepatan aliran dan konsentrasi sedimen sungai akan selalu berubah menurut waktu (Soewarno, 1995).

Dengan demikian suatu nilai dari sebuah data hidrologi itu hanya dapat terjadi lagi pada waktu yang berlainan sesuai dengan fenomena pada saat pengukuran nilai itu dilaksanakan. Kumpulan data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau tabel dan disertai dengan gambar-gambar yang biasa disebut diagram atau grafik, dan dapat disajikan dalam bentuk peta tematik, seperti peta curah hujan dan peta tinggi muka air dengan maksud supaya lebih dapat menjelaskan tentang persoalan yang dipelajari.

Secara umum analisis hidrologi merupakan suatu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung di dalamnya adalah bahwa informasi dan besar-besran yang

(22)

8

diperoleh dalam analisis hidrologi merupakan masukan penting dalam analisis selanjutnya. Bangunan hidraulik dalam bidang teknik sipil dapat berupa gorong-gorong, bendung, bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir, dan sebagainya. Ukuran dan karakter bangunan-bangunan tersebut sangat tergantung dari tujuan pembangunan dan informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi. Sebelum informasi yang jelas tentang sifat-sifat dan besaran hidrologi diketahui, hampir tidak mungkin dilakukan analisis untuk menetapkan berbagai sifat dan besaran hidrauliknya. Demikian juga pada dasarnya bangunan-bangunan tersebut harus dirancang berdasarkan suatu standar perancangan yang benar sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan rancangan yang memuaskan. Pengertian memuaskan dalam hal ini adalah bahwa bangunan hidraulik tersebut harus dapat berfungsi baik struktural maupun fungsional dalam jangka waktu yang ditetapkan.

Analisis hidrologi digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana pada suatu perencanaan bangunan air. Data untuk penentuan debit banjir rencana pada tuags akhir ini adalah data curah hujan, dimana curah hujan merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana.

Model hidrologi merupakan sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Model tersebut bertujuan untuk menggambarkan tanggapan suatu DAS terhadap proses hidrologi yang terjadi jika diberi masukan-masukan tertentu. Dalam penyusunan model

(23)

9

hidrologi, titik berat analisa dipusatkan pada proses pengalihragaman hujan menjadi aliran melalui satu sistem DAS. (Soewarno, 1995).

B. Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah atau kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkan melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau ke danau.( linsley 1980)

Menurut Asdak (1995), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung dan dialirkan melalui sungai kecil ke sungai utama. Sedangkan menurut Lubis dkk. (1993) Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi (punggung bukit) yang mempunyai curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau laut. (Asdak 1995)

Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. Daerah hulu merupakan daerah konservasi dengan percepatan drainase lebih tinggi dan berada pada kemiringan lebih besar (>15%), bukan merupakan daerah banjir karena pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase. Daerah hilir merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai sangat kecil (<8%), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi. Daerah tengah DAS merupakan darah transisi dari dua keadaan DAS yang berbeda tersebut di atas. (Asdak, 2010).

(24)

10

Gambar 2.1. Skema Daerah Aliran Sungai , Sumber : (Wordpress.com) DAS diklasifikasikan menjadi dearah hulu, tengah dan hilir, DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah permanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arnti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak didaerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit. Dalam perkataan lain ekosistem

DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap kesaluran DAS.

Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. (Asdak 2014)

(25)

11

C. Karakteristik DAS

Ada beberapa karakteristik DAS menurut Asdak (2010) yang mempengaruhi debit aliran antara lain yaitu:

a. Luas DAS menentukan besarnya daya tampung terhadap masukan hujan.

Semakin luas DAS makin besar pula daya tampung, maka makin besar volume air yang disimpan dan disumbangkan oleh DAS.

b. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS maka semakin cepat laju debit dan akan mempercepat respon terhadap curah hujan.

c. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju limpasan daripada DAS yang terbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari dua bentuk DAS tersebut sama.

d. Setiap jenis tanah memiliki kapasitas infiltrasi yang berbeda-beda, sehingga semakin besar kapasitas infiltrasi suatu jenis tanah dengan curah hujan yang singkat maka laju debit akan semakin kecil.

e. Pengaruh vegetasi dapat memperlambat jalannya air aliran dan memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah dengan demikian akan menurunkan lajur debit aliran dan memperkecil aliran permukaan air.( asdak 2010)

D. Sungai

Sungai adalah aliran air di permukaan yang besar dan berbentuk memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara).Sungai merupakan tempat mengalirnya air secara grafitasi menuju ke tempat yang lebih rendah, Sungai juga merupakan salah satu

(26)

12

wadah tempat berkumpulnya air dari suatu kawasan. Apabila aktivitas manusia yang berada di sekitar aliran sungai tidak diimbangi dengan kesadaran melestarikan lingkungan sungai, maka kualitas air sungai akan buruk. Tetapi jika sebaliknya aktivitas manusia diimbangi oleh kesadaran menjaga lingkungan sungai, maka kualitas air sungai akan relatif baik. Arah aliran sungai sesuai dengan sifat air mulai dari tempat yang tinggi ke tempat rendah. Sungai bermula dari gunung atau dataran tinggi menuju ke danau atau lautan.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.

(wikipedia.com)

E. Hidrolika dan Morfologi Sungai 1. Hidrolika Analisis

Hidrolika sungai dimaksudkan untuk menganalisis profil muka air banjir di sungai dengan berbagai kala ulang dari debit rencana. Dalam analisis hidrolika akan dianalisa seberapa jauh pengaruh pengendalian banjir yang terjadi. Untuk mendukung analisis hidrolika sungai maka dilakukan pengukuran topografi disepanjang sungai yang bersangkutan, yaitu pengukuran situasi, penampang memanjang dan melintang. Perhitungan hidrolika sungai, penelusuran aliran puncak dilakukan dengan kriteria bahwa : Hidrograf aliran masuk untuk setiap

(27)

13

sungai (lateral in flow) menggunakan hirdograf banjir dengan beberapa kala ulang, selanjutnya dianalisa pengaruh banjirnya.

Tahapan kegiatan yang dilakukan untuk analisa hidrolika sebagai berikut :

a. Penyiapan Skematik Sungai

b. Input data Geometri Sungai (Melintang dan memanjang)]

c. Input data Debit aliran Sungai (Flow data) d. Perhitungan elevasi muka air banjir

Data-data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

a. Data koordinat as sungai atau tebing sungai yang ditinjau untuk menyusun skema sungai

b. Posisi titik-titik percabangan sungai dan lokasi jembatan

c. Data potongan memanjang sungai yang meliputi :jarak memanjang pada as, tebing kiri dan tebing kanan, elevasi dasar.

d. Data cross section sungai yang diambil dari hasil pengukuran topografi sungai.

e. Posisi batas patung sungai (tebing kiri dan tebing kanan) pada data cross section

f. Angka kekasaran Manning (n) pada palung sungai dan bantaran sungai.

2. Morfologi Sungai

Secara umum bentuk sungai dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) bentuk, antara lain : meandering, lurus dan braided, namun

(28)

14

sesungguhnya banyak kondisi transisi dari klasifikasi yang disebutkan diatas.

a. Sungai Meandering Sungai yang berbentuk meander adalah sungai yang mempunyai belokan yang secara (kurang lebih) teratur membentuk fungsi sinus pada bidang datarannya. Biasanya terdiri dari beberapa seri belokan yang dihubungkan oleh bagian yang lurus yang disebut dengan "crossing".

Umumnya meander sungai akan mempunyai kemiringan dasar yang sangat landai. Dasar sungai pada sisi luar belokan umumnya akan lebih dalam karena adanya kecepatan yang lebih besar pada sisi luar belokan tersebut. Kemudian gaya centrifugal pada belokan akan menyebabkan timbulnya arus melintang sungai yang selanjutnya bersama-sama dengan aliran utama akan membentuk aliran

helicoidal. Erosi pada sungai yang bermeander akan terjadi pada sisi luar belokan dan pengendapan akan terjadi pada sisi dalam belokan.

b. Sungai Lurus (Straight)

Sungai yang lurus biasanya juga merupakan penghubung dari meandermeander (crossing), sehingga seolah-olah merupakan bagian dari meander satu ke meander berikutnya. Kedalaman air pada crossing relatif dangkal dibandingkan dengan bagian yang dalam pada meander. Sebagian material hasil erosi pada sisi luar belokan kadang juga terbawa ke crossing ini oleh arus melintang yang sesungguhnya belum hilang ketika memsuki bagian yang lurus. Hal yang perlu

(29)

15

dicatat bahwa arus melintang (biasa juga disebut arus sekunder) dapat terjadi pada sembarang bentuk saluran/sungai.

c. Sungai Braided

Bentuk sungai ini adalah sedemikian kompleksnya, sehingga pada debit kecil alur sungai kadang-kadang akan terdiri dari satu atau lebih alur sungai yang dipisahkan oleh pulau-pulau kecil di dalam sungai itu. Sungai biasanya lebar, 28 alur-alur kecil serta formasi garis sedimen sering berubah dengan berubahnya besar debit yang lewat, dan sulit untuk diramalkan. Sungai semacam ini biasanya mempunyai kemiringan yang relatif terjal sehingga membawa sedimen dengan konsentrasi tinggi.

F. BANJIR

Perisriwa banjir yang terjadi tentunya bermacam-macam tergantung pada penyebabnya. Oleh karena itu, terjadinya banjir dilihat dari penyebabnya terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain:

1) Banjir Air

Banjir air merupakan banjir yang sering sekali terjadi saat ini. Penyebab dari banjir ini adalah kondisi air yang meluap di beberapa tempat, seperti sungai, danau maupun selokan. Meluapnya ai dari tempat-tempat tersebut yang biasanya menjadi tempat penampungan dan sirkulasinya membuat daratan yang ada di sekitarnya akan tergenang air. Banjir ini niasanya terjadi karena hujan yang begitu lama sehingga sungai, danau maupun selokan tidak lagi cukup untuk menampung semua air hujan tersebut.

(30)

16

2) Banjir (Cileuncang)

Banjir ini hampir sama dengan banjir air. Tetapi banjir cileuncang ini terjadi karena hujan yang deras dengan debit/aliran air yang begitu besar.sedemikian sehingga air hujan yang sangat banyak ini tidak mampu mengalir melalui saluran air (drainase) sehingga air pun meluap dan menggenangi daratan.

3) Banjir Rob (Laut Pasang)

Banjir laut pasang atau dikenal dengan sebutan banjir rob merupakan jenis banjir yang disebabkan oleh naiknya atau pasangnya air laut sehingga menuju ke daratan sekitarnya. Banjir jenis ini biasanya sering menimpa permukiman bahkan kota-kota yang berada di pinggir laut, seperti daerah Muara Baru di Ibukota Jakarta. Terjaadinya air pasang ini di laut akan menahan aliran air sungai yang seharusnya menuju ke laut. Karena tumpukan air sungai tersebutlah yang menyebabkan tanggul jebol dan air menggenangi daratan.

4) Banjir Bandang

Banjir bandang merupakan banjir yang tidak hanya membawa air saja tapi material-material lainnya seperti sampah dan lumpur. Biasanya banjir ini disebabkan karena bendungan air yang jebol. Sehingga banjir ini memiliki tingkat bahaya yang lebih tinggi daripada banjir air. Bukan hanya karena mengangkut material-material lain di dalamnya yang tidak memungkinkan manusia berenang dengan mudah, tetapi juga arus air yang terdakang sangat deras.

(31)

17

5) Banjir Lahar

Banjir lahar merupakan jenis banjir yang disebabkan oleh lahar gunung berapi yang masih aktif saat mengalami erupsi atau meletus. Dari proses erupsi inilah nantinya gunung akan mengeluarkan lahar dingin yang akan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Air dalam sungai akan mengalami pendangkalan sehingga juga akan ikut meluap merendam daratan.

6) Banjir Lumpur

Banjir ini merupakan jenis banjir yang disebabkan oleh lumpur. Salah satu contoh identic yang masih terjadi sampai saat ini adalah banjir lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Banjir lumpur ini hampir menyerupai banjir bandang, tetapi lebih disebabkan Karen keluarnya lumpur dari dalam bumi yang kemudian menggenangi daratan. Tentu lumpur yang keluar dari dalam bumi tersebut berbeda dengan lumpurlumpur yang ada di permukaan.

Hal ini bisa dianalisa dari kandungan yang dimilikinya, seperti gas-gas kimia yang berbahaya.

G. Analisa Curah Hujan Rerata

Dalam penentuan curah hujan, data dari pencatat atau penakar hanya di dapatkan curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat di ambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.

Untuk mendapatkan harga curah hujan area dapat dihitung dengan beberapa metode:

(32)

18

1. Metode Rata – Rata Aritmatik (Aljabar)

Metode perhitungan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean) pengukuran curah hujan di stasiun hujan di dalam area tersebut.

Metode ini akan memberikan hasil yang dapat di percaya jika topografi rata atau datar, stasiun hujan banyak dan tersebar secara merata di area tersebut serta hasil penakaran masing-masing stasiun hujan tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh stasiun hujan di seluruh daerah. Metode rata - rata aljabar dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Rumus = Dengan:

𝑅̅ = Curah hujan rata - rata (mm)

R1, R2, Rn = Curah hujan pada stasiun hujan (mm) n = Banyaknya stasiun hujan.

(Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda,2003, hal : 27) 2. Metode Polygon Thiessen

Apabila tidak stasiun pencatat dengan jarak 10 – 20 km, maka digunakan stasiun hujan dengan jarak kurang dari 50 km, dengan syarat minimal 3 stasiun hujan. Dalam kasus ini, hujan rerata kawasan dapat dicari dengan metode Polygon Thiessen. Metode ini memperkirakan luas wilayah yang diwakili oleh masing – masing stasiun, tinggi curah hujan dan jumlah stasiun.

Metode polygon thiessen dapat dirumuskan sebagai berikut:

(33)

19

Dengan:

R = Curah hujan maksimum rata - rata (mm) R1, R2,…Rn = Curah hujan pada stasiun 1, 2, …., n (mm) A1, A2,…An = Luas daerah pada polygon 1, 2, …., n (km2) (C.D Soemarto, 1999. Hal : 11)

Persamaan di atas dapat ditulis menjadi persamaan dibawah ini:

R = 𝑅̅1 + 𝐶1 + 𝑅̅2 + 𝐶2 … + 𝑅̅𝑛. 𝐶𝑛

C = Koefisien Thiessesen = Dengan :

R = Curah hujan rata – rata DAS (mm)

𝑅̅1,𝐶2,…Rn = Curah hujan pada setiap stasiun hujan 1, 2, …., n (mm) A1, A2,…An = Luas daerah pada setiap stasiun hujan 1, 2, …., n (km2)

Metode Thiessen dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang mewakili. Akan tetapi metode ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak Nampak. Demikian juga apabila ada salah satu stasuiun hujan tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, maka polygon harus diubah.

(Sri Hartono, 1993) 3. Metode Isohyet

Isohyet adalah garis yang menggabungkan tempat kedudukan dari harga curah hujan yang sama. Isohyet ini di peroleh dengan cara interpolasi dari harga-harga curah hujan titik (point rainfall)

(34)

20

(𝑅̅1+𝑅̅2) (𝑅̅1+𝑅̅2) (𝑅̅𝑛+𝑅̅𝑛)

Rumus =

(C.D Soemarto, 1999. Hal : 11) Dengan:

R = Curah hujan maksimum rata - rata (mm) R1, R2,..,Rn = Curah hujan pada staiun 1, 2, …, n (mm) A1, A2,..,An = Luas area antara 2 (dua) Ihsoyet (km2)

Metode ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan daerah rata-rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat. Pada menggambar garis-garis Isohyet sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukti atau gunung terhadap distribusi hujan. (Sosrodarsono, 2003).

Dari ketiga metode diatas perlu dipilih metode yang sesuai pada suatu daerah tangkapan air. Ada ketentuan-ketentuan yang digunakan untuk menentukan metode apa yang akan dipakai seperti tabel dibawah ini.

Tabel 2.1. Pertimbangan Cara yang Dapat Digunakan

Parameter Kondisi Cara yang dapat digunakan

Cukup Aritmetika,ThiessenPolygon,

Ishoyet Jumlah

stasiun hujan

Terbatas Rerata Aritmetik, Thiessen Poligon

(35)

21

(Lanjutan Tabel 2.1)

Luas Das >5000 km2 (Besar) 501 – 5000 km²

(sedang)

Ishoyet

Thiessen Poligon

<500 km² (kecil) Rerata Aritmatik Kondisi

Topografi

Pegunungan Thiessen Poligon

Dataran Aljabar

Berbukit dan Tidak Beraturan

Ishoyet dan Thiessen Poligon

Sumber: Suripin, 1998

H. Curah Hujan Rencana

Distribusi probabilitas adalah suatu distribusi yang menggambarkan peluang dari sekumpulan variant sebagai pengganti frekuensinya. Ada beberapa fungsi distribusi yang dapat digunakan antara lain :

1. Pengukuran Dispersi

Pada kenyataannya bahwa tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya derajat atau besaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Cara mengukur besarnya dispersi disebut pengukuran dispersi (sumber Soewarno, 1995).

(36)

22

Adapun cara pengukuran dispersi antara lain:

a. Deviasi Standar (S)

Rumus = S =

(Soewarno, 1995. Hal: 75) Dengan:

S = standar deviasi curah hujan 𝑋̅ = nilai curah hujan rata-rata

Xi = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i n = jumlah data curah hujan

b. Koefisien Variasi (Cv ) koefisien variasi (variationcoefficient) adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi.

Rumus = Cv =

(Soewarno, 1995. Hal: 80) Dengan:

Cᵥ = koefisien Variasi

S = standar deviasi curah hujan X = nilai curah hujan rata-rata

Dari nilai-nilai diatas, kemudian dilakukan pemilihan jenis sebaran yaitu dengan membandingkan koefisien distribusi dari metode yang akan digunakan.

(37)

23

c. Koefisien Skewness (Cs)

Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi.

Rumus = Cs =

(Soewarno, 1995. Hal: 8) Dengan:

Cs = koefisien skewness

Xi = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i 𝑋̅ = nilai curah hujan rata-rata

n = jumlah data curah hujan S = deviasi standar curah hujan

d. Pengukuran Kurtosis pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai Cᴋ = 3 yang dinamakan mesokurtik, Cᴋ < 3 berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtik, sedangkan Cᴋ > 3 berpuncak datar dinamakan platikurtik.

Rumus = Ck =

(Soewarno, 1995. Hal: 89) Dengan:

Cᴋ = koefisien kurtosis n = jumlah data curah hujan

S = standar deviasi curah hujan

(38)

24

𝑋̅ = nilai rata-rata curah hujan

Xi = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i

Setiap distribusi memiliki syarat-syarat parameter statistik. Adapun syarat-syarat parameter statistik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.2. Parameter Statistik untuk Menentukan Jenis Distribusi

No Distribusi Persyaratan

1 Normal Cs = 0

Ck = 3

2 Log Normal Cs = Cv³ + 3 Cv

Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3

3 Gumbel Cs = 1.14

Ck = 5.4

4 Log Pearson III Selain dari nilai diatas / flexibel Sumber:Triatmodjo, 2010

2. Pemilihan Jenis Distribusi

Perhitungan curah hujan rencana dihitung dengan analisis distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi yang digunakan diantaranya adalah distribusi normal, distribusi gumbel, distribusi log pearson tipe III.

a. Destribusi normal

Distribusi nomal disebut pula Distribusi Gauss. Persamaan umum yang digunakan adalah:

(39)

25

Rumus = X = 𝑋̅ + k.S ... (2.8) Dengan:

X = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan besar peluang tertentu atau pada periode ulang tertentu.

𝑋̅ = Nilai rata-rata hitung variat. S

= Devinisi stander nilai variat.

k = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari pada peluang atau periode ulang dan tipe model matematik dari destribusi peluang yang digunakan untuk analisa peluang.

b. Destribusi log person type III

Keistimewaan metode log person type III adalah dapat digunakan untuk semua sebaran data. Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi log person type III yaitu harga rata-rata, standar devenisi koefisien kemencengan.

Secara garis besar langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:

1. Untuk data kecil kebesar dan ubah data curah hujan n 𝑋̅1, 𝑋̅2, 𝑋̅3…..𝑋̅𝑛

menjadi log 𝑋̅1,Log 𝑋̅2,Log 𝑋̅3,…..,Log 𝑋̅𝑛 ... (2.9) 2. Hitungan harga rata-rata dengan persamaan:

3. Hitung harga standar deviasi dengan persamaan:

(40)

26

4. Hitung koefisien kemecengan dengan persamaan:

Cs =

5. Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang (T) dengan persamaan:

Log Q = 𝑙𝑜𝑔𝑋̅

+ k. sd. ... (2.13) 6. Hitung anti Log Q dengan persamaan:

QT = Anti Log Q. ... (2.14) Tabel 2.3. Nilai k Distribusi Pearson tipe III

(CS)

Periode Ulang (tahun)

2 5 10 25 50 100 200 1000

Peluang (%)

50 20 10 4 2 1 0,5 0,1

3,0 -0,360 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250 2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600 2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200 2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,606 4,298 5,910 1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660 1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390 1,4 -0,225 0,420 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110 1,2 -0,195 0,420 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820 -0,1 0,017 0,836 1,270 1,761 2,000 2,252 2,482 3,950 -0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810 -0,3 0,05 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675 -0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400

(41)

27

(Lanjutan Tabel 2.3.)

(CS)

Periode Ulang (tahun)

2 5 10 25 50 100 200 1000

Peluang (%)

50 20 10 4 2 1 0,5 0,1

-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2, 016 2,275 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,035 -0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800 -1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625 -1,4 0,225 0,832 1,041 1,196 1,270 1,318 1,351 1,465 -1,6 0,245 0,817 0,994 1,116 1,161 1,197 1,216 1,280 -1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,063 1,087 1,097 1,130 -2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000 -2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910 -2,5 0,360 0,711 0,711 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802 -3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668

Sumber: Soewarno, 1995

Tabel 2.4. Hubungan reduksi Variat Rata (Yn) dengan jumlah data (n)

N Yn N Yn n Yn

10 0,4952 41 0,5442 72 0,5552

11 0,4996 42 0,5448 73 0,5555

12 0,5053 43 0,5453 74 0,5557

13 0,5070 44 0,5258 75 0,5559

14 0,5100 45 0,5463 76 0,5561

15 0,5128 46 0,5468 77 0,5563

16 0,5157 47 0,5473 78 0,5565

(42)

28

(Lanjutan Tabel 2.3.)

N Yn N Yn n Yn

17 0,5181 48 0,5447 79 0,5567

18 0,5202 49 0,5481 80 0,5569

19 0,5220 50 0,5485 81 0,5570

20 0,5235 51 0,5489 82 0,5572

21 0,5252 52 0,5493 83 0,5574

22 0,5268 53 0,5497 84 0,5576

23 0,5283 54 0,5501 85 0,5578

24 0,5296 55 0,5504 86 0,5580

25 0,5309 56 0,5508 87 0,5581

26 0,5320 57 0,5511 88 0,5583

27 0,5332 58 0,5515 89 0,5585

28 0,5343 59 0,5518 90 0,5586

29 0,5353 60 0,5521 91 0,5587

30 0,5362 61 0,5524 92 0,5589

31 0,5371 62 0,5527 93 0,5591

32 0,5380 63 0,5530 94 0,5592

33 0,5388 64 0,5533 95 0,5593

34 0,5396 65 0,5535 96 0,5595

35 0,5403 66 0,5538 97 0,5596

36 0,5410 67 0,5540 98 0,5598

37 0,5418 68 0,5543 99 0,5599

38 0,5424 69 0,5545 100 0,5600

Sumber: Soewarno, 1991

(43)

29 Tabel 2.5. Hubungan antara deviasi standar dan reduksi variat (Sn) dengan jumlah data (n)

N n N n n n

10 0,9497 41 11,436 72 11,873

11 0,9676 42 11,458 73 11,881

12 0,9833 43 11,480 74 18,900

13 0,9972 44 11,490 75 11,898

14 10,089 45 11,518 76 11,906

15 10,206 46 11,538 77 11,915

16 10,316 47 11,557 78 11,923

17 10,411 48 11,574 79 11,930

18 10,493 49 11,590 80 11,938

19 10,566 50 11,607 81 11,945

20 10,629 51 11,623 82 11,953

21 10,969 52 11,638 83 11,959

22 10,754 53 11,653 84 11,967

23 10,811 54 11,667 85 11,973

24 10,864 55 11,681 86 11,980

25 10,914 56 11,696 87 11,987

26 10,961 57 11,708 88 11,994

27 11,004 58 11,721 89 12,001

28 11,047 59 11,734 90 12,007

29 11,086 60 11,747 91 12,013

30 11,124 61 11,759 92 12,020

31 11,159 62 11,770 93 12,026

32 11,193 63 11,782 94 12,032

33 11,226 64 11,793 95 12,038

34 11,255 65 11,803 96 12,044

(44)

30

(Lanjutan Tabel 2.5.)

N 𝜎n N 𝜎n n 𝜎n

35 11,285 66 11,814 97 12,049

36 11,313 67 11,824 98 12,055

37 11,339 68 11,834 99 12,060

38 11,363 69 11,844 100 12,065

33 11,226 64 11,793 95 12,038

34 11,255 65 11,803 96 12,044

35 11,285 66 11,814 97 12,049

36 11,313 67 11,824 98 12,055

37 11,339 68 11,834 99 12,060

38 11,363 69 11,844 100 12,065

Sumber: Soewarno, 1991

I. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada suatu kurun waktu air hujan terkonsentrasi (Wesli,2008). Dalam perhitungan intansitas curah hujan ada beberapa metode diantaranya mononobe, ishiguro, sherman, talbot. Dalam penelitian ini digunakan metode mononobe. Rumus mononobe :

I =

(45)

31

Keterangan :

I = intensitas curah hujan (mm/jam) t = waktu curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (jam) J. Debit Banjir Rencana

Debit banjir rancangan adalah debit maksimum pada suatu aliran sungai dengan periode ulang tertentu. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung debit banjir rancangan. Dalam penelitian ini digunakan metode empiris yaitu hidrograf satuan yang digunakan untuk menghitung besarnya debit banjir. Dalam penelitian ini digunakan metode HSS nakayasu, HSS ITB-1, dan HSS Snyder.

HSS Nakayasu merupakan salah satu metode dalam perhitungan debit banjir rencana.Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Rumus waktu naik :

Qt = Qp x

Rumus waktu turun 1:

Qt = Qmax x Rumus waktu turun 2:

Qt = Qmax x Rumus waktu turun 3:

Qt = Qmax x

(46)

32

Gambar 2.2 . Hidrograf satuan – Metode Nakayasu-Sumber : (google.com) Perhitungan debit banjir rencana metode HSS ITB-1

Untuk menganalisis hidrograf satuan pada suatu DAS dengan cara ITB perlu diketahui beberapa komponen penting pembentuk hidrografsatuan sintesis yaitu :

a. Tinggi dan durasi hujan satuan.

Tinggi hujan satuan yang umum digunakan adalah 1 inchi atau 1 mm. durasi hujan umumnya diambil Tr = 1 jam, namun dapat dipilih durasi lain asalkan dinyatakan dalam satuan jam (misal 0.5 jam atau 30 menit = ½ jam). Jika durasi data hujan semula dinyatakan dalam 1 jam, jika diingikan melakukan perhitungan dalam interval 0.5 jam, maka tinggi hujan setiap jam harus dibagi 2 dan didistribusikan dalam interval 0.5 jam.

(47)

33

b. waktu puncak (Tp) dan waktu dasar (Tb) 1. time lag (𝑇𝐿)

Rumus standar untuk time lag yang digunakan adalah penyederhanaan dari rumus syder sebagai berikut :

𝑇𝐿 = 𝐶𝑡 0.81225 𝐿0,6. ... (2.20) Dimana: 𝑇𝐿 = time lag (𝑇𝐿)

Ct = koefisien waktu (untuk proses kalibrasi ) L = panjang sungai (Km)

2. Waktu puncak (Tp) waktu puncak Tp didefinisikan sebagai berikut :

𝑇𝑝 = 𝑇𝐿 + 0.5 𝑇𝑟. ... (2.21) Dimana : Tp = waktu puncak (jam)

𝑇𝐿 = time lag (jam)

Tr = satuan durasi hujan (jam) 3. waktu dasar (Tb)

Untuk DAS kecil (A < 2 km2), menurut SCS harga Tb dihitung dengan:

Tb . 83 Tp. ... (2.22) Untuk DAS berukuran sedang dan besar harga secara teoritis Tb dapat berharga tak berhingga (sama dengan cara Nakayasu), namun prakteknya Tb dapat dibatasi sampai lengkung turun mendekati nol, atau dapat juga menggunakan harga berikut Tb = (10 s/d 20)*Tp.

(48)

34

c. bentuk dasar hidrograf

Prosedur umum yang diusulkan dapat mengadopsi berbagai bentuk dasar HSS yang akan digunakan. Beberapa bentuk HSS yang dapat digunakan antara lain adalah SCS Triangular, SCS Cuvilinear, USGS Nationwide SUH, Delmarvara, Fungsi Gamma dan lain-lain. Selain itu kami telah mengembangkan dua bentuk dasar HSS yang dapat digunakan.yaitu.

bentuk .HSS.ITB 1.dan.HSS.IT2.sebagai.berikut.:

a. HSS ITB-1 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun seluruhnya yang dinyatakandengan satu persamaan yang sama yaitu:

Q(t) = exp

b. HSS ITB-2 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun yang dinyatakan dengan dua persamaan yang berbeda yaitu.

1. Lengkung naik (0 ≤ t ≤ 1 ):

Q(t) = 𝑡𝑎. ... (2.24 2. Lengkung turun (0 > 1s/d ∞ ):

Q(t) = exp {1 - 𝑡𝛽𝑎𝐶𝑝}. ... (2.25) dimana t = T/Tp dan q = Q/Qp masing-masing adalah waktu dan debit yang telah dinormalkan sehingga t=T/ Tp berharga antara 0 dan 1, sedang q = Q/Qp. Berharga antara 0 dan ∞ (atau antara 0 dan 10 jika harga Tb/Tp=10).

(49)

35

Gambar 2.3.hidrograf satuan – metode ITB-1- Sumber : (google.com)

Perhitungan debit banjir metode HSS Snyder.

Dalam permulaan tahun 1938, F. F. Snyder dari Amerika Serikat, telah mengembangkan rumus empiris dengan koefisien-koefisien empiris yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik daerah pengaliran. Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan.

A = Luas daerah pengaliran (km²)

L = panjang aliran utama (km)

LC = jarak antara titik berat daerah

pengaliran dengan pelepasan (outlet) yang diukur sepanjang aliran utama.

Dengan unsu unsur tersebut Snyder membuat rumus-rumusnya sebagai berikut:

(50)

36

𝑡𝑝 = 𝐶𝑡 (𝐿. 𝐿𝑐)^0.3. ... (2.26)

𝑡𝑟 = 𝑇𝑝/5.5. ... (2.27)

𝑄𝑝 = 2.78 𝐶𝑝. 𝐴/𝑡𝑝. ... (2.28)

𝑇𝑏 = 72 + 3𝑡 𝑝. ... (2.29)

Koefisien-koefisien Ct dan CP harus ditentukan secara empiris, karena besarnya berubah-ubah antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Besarnya Ct = 0,75 – 3,00 sedangkan CP = 0,90 – 1,40. Lamanya hujan efektif tr '= tp /5,5 dimana tr diasumsi 1 jam.

Jika tr’ > tr (asumsi), dilakukan koreksi terhadap tp

𝑡𝑝= 𝑡𝑝 + 0.25 (𝑡𝑟 − 𝑡𝑟). ... (2.29)

Maka :

𝑇𝑝 = 𝑡𝑝′ + 𝑡𝑟/2. ... (2.29)

Jika tr’ < tr (asumsi), maka :

𝑇𝑝 = 𝑡𝑝 + 𝑡𝑟/2... (2.30) Menentukan grafik hubungan antara Qp dan t (UH) berdasarkan persamaan Alexseyev sebagai berikut:

Q = Y. Qp .. . ... (2.31)

(51)

37

Dimana :

(1−𝑋̅ )2

Y = 10−𝑎 𝑥 . ... (2.32) X = t/Tr. ... (2.33) a = 1.32 λ^2 + 0.15 λ + 0.045... (2.34) λ = (Qp. Tr)/(h.A) . ... (2.33) setelah λ dan a dihitung, maka nilai y untuk masing-masing x dapat dihitung (dengan membuat tabel), dari nilai-nilai tersebut diperoleh :

t = x. Tp dan Q = y.Qp, selanjutnya dibuat grafik hidrograf satuan.

Gambar 2.4. Hidrograf satuan – metode Snyder-Sumber : (google.com) K. HEC-RAS

HEC – RAS adalah singkatan dari Hydraulic Engineering CenterRiver Analysis System). Program ini dibuat oleh Hydrologic Engineering Center

(52)

38

(HEC) yang merupakan satu divisi dalam Institute for Water Resources, di bawah US Army Corps of Engineers (USAGE). HEC-RAS merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun tak permanen (steady and unsteady one dimensional flow model). Program ini memiliki empat komponen model satu dimensi antara lain :

1. Hitungan profil muka air aliran permanen

Steady Flow Water Surface Component. Program ini berfungsi untuk menghitung profil muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually varied flow). Program mampu memodelkan jaring sungai, sungai dendritik, maupun sungai tunggal. Regime aliran yang dapat dimodelkan adalah aliran sub-kritik, super-kritik, maupun campuran antara keduanya. Langkah hitungan profil muka air yang dilakukan oleh modul aliran permanen HEC-RAS didasarkan pada penyelesaian persamaan energi. Kehilangan energi dianggap diakibatkan oleh gesekan (Persamaan Manning) dan kontraksi/ekspansi (koefisien dikalikan beda tinggi kecepatan). Persamaan momentum dipakai jika aliran berubah cepat (rapidly varied flow), misalnya campuran regime aliran sbu-kritik dan super-kritik (hydraulic jump), aliran memalui jembatan, aliran di percabangan sungai (stream junction).

HEC-RAS mampu menghitungkan pengaruh berbagai hambatan aliran, seperti jembatan (brigdes), gorong-gorong (culverts), bendung (weirs), ataupun hambatan di bantaran sungai. HEC-RAS pada aliran

(53)

39

permanen dapat pula dipakai untuk perkiraan perubahan muka air akibat perbaikan alur atau pembangunan.

2. Simulasi aliran tak permanen

Unsteady Flow Simulation. Program ini mampu menyimulasikan aliran tak permanen satu dimensi pada sungai yang memiliki alur kompleks. Bagian program yang menghitung aliran di penampang melintang, jembatan, gorong-gorong, dan berbagai jenis struktur hidraulik lainnya merupakan program yang sama dengan program hitungan yang ada.

pada modul aliran permanen HEC-RAS. Fitur special modul aliran tak permanen mencakup analisis dambreak, limpasan melalui tanggul jebol, pompa, operasi damnavigasi, serta aliran tekanan pipa.

Dalam HEC-RAS penampang sungai atau saluran ditentukan terlebih daluhu, kemudian luas penampang akan dihitung. Untuk mendukung fungsi saluran sebagai penghantar aliran maka penampang saluran dibagi atas beberapa bagian. Pendekatan yang dilakukan HEC-RAS adalah membagi area penampang berdasarkan dari nilai n (koefisien kekasaran manning) sebagai dasar bagi pembagian penampan. Setiap aliran yang terjadi pada bagian dihitung dengan menggunakan persamaan Manning.

Di dalam program HEC-RAS, kumpulan data tergabung di dalam proyek system sungai. Penggunaan program ini dapat dilakukan berbagai macam tipe analisa tentang pemodelan untuk formulasi beberapa rencana

(54)

40

yang berbeda. Masing-masing rencana mewakili kumpulan data geometri dan data aliran. Setelah data awal dimasukkan dalam HEC-RAS, pemodelan dapat dengan mudah memformulasikan rencana baru. Setelah simulasi selesai dibuat utuk berbagai macam rencana, hasil simulasi dapat dibandingkan dalam bentuk table dan grafik yang berbeda

Pada system permodelan ini, HEC-RAS mensimulasikan aliran unsteady pada jaringan saluran terbuka. Awalnya aliran unsteady hanya di disain untuk memodelkan aliran subkritis, tetapi versi terbaru dari HECRAS yaitu versi 6.2 dapat juga untuk memodelkan aliran superkritis, kritis, subkritis ataupun campuran,serta loncatan hidrolik. Selain itu penghitungan kehilangan energi pada gesekan saluran, belokan serta perubahan penampang juga di perhitungkan.

Gambar 2.5.Analisis Kapasitas Penampang Sungai Menggunakan HEC-RAS Sumber : (ntmeng.com)

(55)

41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian

Penelitian yang kami kerjakan berada pda Daerah Aliran Sungai (DAS) di Desa Puca,Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros tepatnya di aliran Sungai Lekopancing yang terdapat di koordinat 5*08’52,0’.

Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian B. Jenis Penelitian Dan Sumber Data 1. Studi literatur/pustaka

Studi literatur dimasukkan sebagai landasan teori dan arahan sehingga mempermudah dalam pengumpulan data, analisa data maupun dalam penyusunan hasil penelitian.

(56)

42

2. Survey lokasi

Survey lokasi dilakukan untuk mendapatkan gambar tentang lokasi penelitian.

3. Jenis Penelitian

Dalam perencanaan ini menggunakan metode kuantatif. Kuantitatif menurut Sugiyo (2015) adalah data yang berbentuk angka, atau data kuantitatif yang diangkakan (scoring). Jadi data kuantitatif merupakan data yang memiliki kecenderungan dapat dianalisis dengan cara atau teknik statistic. Data tersebut dapat berupa angka atau skor dan biasanya diperoleh dengan menggunakan alat pengumpul data yang jawabanya berupa rentang skor atau pertanyaan yang di beri bobot.

Untuk metode kuantitatif juga sering disebut metode discovery dikarenakan metode jenis ini bisa dikembangkan dan ditemukan berbagai IPTEK baru

4. Sumber Data

Dalam perhitungan menentukan debit banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Lekopancing kecematan. Tempobulu Kabupaten. Maros menggunakan beberapa data yaitu sebagai berikut:

a. Data geometri sungai

Data geometri di dapatkan dengan melakukan pengukuran dilapangan dan dengan menggunakan data peta DEMNAS dan peta lokasi dari google earth yang nantinya diolah menggunakan software Arc-GIS.

(57)

43

b. Data curah hujan dan debit sungai

Data curah hujan dan debit sungai di dapatkan tercatat di setiap stasiun curah hujan pada cakupan daerah aliran sungai yang akan di tinjau di dapat dari balai pompengang jene berang`

C. Variable Penelitian

Menurut silean (2018:69) mengungkapkan bahwa “Variabel penelitian adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai atau mempunyai nilai yang bervariasi, yakni suatu sifat, katakteristik atau fenomena yang dapat menunjukkan sesuat untuk dapat diamati atau diukur yang nilainya berbeda-beda atau bervariasi.”

1. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu: curah hujan, debit banjir, penampang sungai menggunakan HEC RAS 6.2

2. Operasional variable

Definisi operational variable menurut Sugiyono (2015,h.38) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Defenisi variabel-variabel penelitian harus di rumuskan untuk menghindari kesesatan dalam pengumpulan data. Maka berdasarkan variabel di atas maka gambaran mengenai operasional variable dalam penelitian ini yaitu:

a. Curah hujan, curah hujan dapat di artikan jumlah air hujan yang turun di daerah tertentu dalam satuan waktu tertentu. Jumlah curah hujan

(58)

44

merupakan volume air yang terkumpul di permukaan bidang datar dalam suatu periode tertentu (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan).

b. Debit banjir rencana menggunakan metode nakayasu yaitu digunaka untuk memperkirakan besaranya debit banjir yang akan terjadi pada suatu daaerah ketika curah hujan yang tinggi

c. HEC-RAS merupakan model suatu satu dimensi aliran permanen maupun tak permanen (stedy and unstedy one-dimensional flow model) (Istiarto, 2014). HEC-RAS juga mampu memperhitungkan penampang muka air aliran subkritis dan superkrikis. Sistem ini mengandung 3 komponen analisis hidrolik satu dimensi, yaitu perhitungan penampang muka air aliran tetap (steady flow), aliran tidak tetap (unsteady flow), dan perhitungan transportasi sedimen.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi data yang baik dan tepat agar tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik, pengumpulan data yang di kumpulkan sebagai berikut:

1. Data geometri sungai

Data geometri sungai didapatkan dari hasil olah peta DEMNAS dan peta dari google earth yang telah digitasi yang kemudian diolah menggunakan software Arc-GIS. Setelah diolah kemudian di import ke dalam aplikasi HECRAS untuk mendapatkan data cross section, long section, dan bentuk sungai dilokasi.

(59)

45

2. Data curah hujan

Dalam menghitung curah hujan ada beberapa stasiun yang dapat digunakan dalam menghitung debit air pertahun daerah aliran sungai (DAS) dengan menggunakan stasiun yaitu:

a. Stasiun curah hujan Puca Lekopancing b. Stasiun curah hujan Salojirang

c. Stasiun curah hujan Bonto kappong E. Prosedur Penelitian

a. Analisis hidrologi

1. Penentuan peta daerah aliran sungai di lokasi penelitian.

2. Pengumpulan data curah hujan di lokasi penelitian.

3. Perhitungan curah hujan rerata menggunakan metode Aljabar.

4. Perhitungan dispersi.

5. Perhitungan curah hujan rencana.

6. Perhitungan distribusi hujan jam-jaman.

7. Analisis hidrograf satuan sintetik debit banjir menggunakan HSS Nakayasu.

F. Analisis penampang sungai menggunakan HEC-RAS 1. Membuat File Project HEC-RAS

Tahap-tahap membuat file HEC-RAS baru adalah : a. Buka Program HEC-RAS

(60)

46

Gambar 3.2. Tampilan Utama Program HEC-RAS

b. Pilih New Project dari menu file

Gambar 3.3. Tampilan Pengisisan Nama File Program HEC-RAS.

(61)

47

c. Unit System

Sistem satuan yang dipakai dalam HEC-RAS dapat mengikut Sistem Amerika (US Customary) atau Sistem Internasional (SI).

Default satuan adalah US Costomary. Untuk mengubahnya klik pada menu Option│System International (Metric System) │ Set as default for new projects.

Gambar 3.4. Tampilan Pengaturan System Unit Pada Aplikasi HEC-RAS

2. Input Data Geometri Sungai

Tahap-tahap dalam input data geometri sungai :

a. Menggambar alur sungai dengan klik pada River Reach. Untuk dapat menggambar sesuai dengan peta aslinya, dapat digunakan file gambar peta untuk background menggambar dengan klik add/edit

(62)

48

background picture. Dalam menggambar alur sungai titik pertama yang dibuat adalah hulu sungai.

b. Input data penampang melintang dengan klik pada cross section, keluar tampilan seperti gambar 3.7. Pilih add a new cross section pada menu Option.

Gambar 3.5.Tampilan Input Data Geometri Sungai Program HEC-RAS

Gambar 3.6. Tampilan Input Data Program Melintang Sungai Program HEC-RAS

(63)

49

3. Input Data Debit

Pada menu Edit pilih Steady Flow Data. Tampilan yang keluar adalah seperti pada gambar 3.7 Data debit yang digunakan adalah debit rencana yang didapat dari hasil analisis hidrologi dengan menggunakan metode HSS Nakayasu. Dan selanjutnya pada reach boundary condition pilih Known W.S.

Gambar 3.7. Tampilan Input Data Debit Rencana

Ganti angka pada Enter/Edit Number of Profiles dengan banyaknya besaran debit banjir yang akan dipakai dalam analisis.

Lalu isi besaran debit pada Profil Names and Flow Rates.

(64)

50

4. Analisis Data-Data yang telah dimasukkan

Setelah semua data dimasukkan pada tampilan Gambar 3.8.

Pilih Steady Flow Analysis pada menu Run. Lalu klik Compute.

Gambar 3.8. Tampilan Analisis Project Program HEC-RAS

Gambar 3.9. Proses Run Project Selesai Pada HEC-RAS

(65)

51

5. Bagan Alur Penelitian

Gambar 3.10 Bagan Alur Penelitian

MULAI

HASIL ANALISA PENAMPANG SUNGAI INPUT DATA DAN RUN PROGRAM HEC-RAS 6.2

SELASAI STUDI PUSTAKA

DATA CURAH DATA GEOMETRI SUNGAI

ANALISA CURAH HUJAN RERATA

ANALISA CURAH HUJAN RENCANA

ANALISA DEBIT BANJIR RENCANA

(66)

52

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Hidrologi.

1. Penentuan daerah aliran sungai

Dalam penentuan ini peta daerah alira sungai ini kita menggunakan bantuan software Arc-GIS. Dalam peta daerah aliran sungai ini kita menggunakan beberapa stasiun curah hujan yang berada dalam DAS Lekopancing, yaitu stasiun curah hujan Puca, Stasiun Curah Hujan Salojirang, Stasiun Curah Hujan Bonto Kappong. Berikut adalah peta daerah aliran sungai yang yang telah di buat menggunakan bantuan software Arc-GIS:

Gambar 4.1 Peta Daerah Aliran Sungai Lekopancing (sumber Are-GIS) 2. Perhitungan curah hujan rerata menggunakan metode aljabar

Metode perhitungan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean) pengukuran curah hujan di stasiun hujan di dalam area tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Analisa pembahasan masalah debit banjir hanya pada daerah aliran sungai. sei sekambing, kabupaten

Berdasarkan permasalahan tersebut, kami akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kapasitas Penampang Sungai Pappa Dengan Menggunakan HEC-RAS 6.0”

Sedimentasi sungai yaitu proses pengendapan suatu material – material yang terangkut aliran air sungai dan dapat mengakibatkan terjadinya delta sungai, sedangkan

Dengan panjang total sungai mencapai 62 km dan luas penampang ratarata sungai berkisar antara 7 sampai 10 meter di daerah hulu dan 15 sampai 20 meter di daerah hilir sungai

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WAY SEPUTIH DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM

Debit banjir yang telah didapatkan digunakan untuk melakukan running Program Hec-Ras dengan hasil analisis mengenai tinggi muka air banjir pada bagian hilir Sungai Cimadur pada titik

Hasil running sedimen 3.2 Perbandingan Hasil Running HEC-RAS 5.0.7 dengan Kondisi Lapangan Untuk memudahkan dalam melakukan analisis, dilakukan pembagian pada alur Sungai Winongo,

Dalam analisis penampang eksisting, digunakan debit banjir rencana periode ulang 20 tahun Q20thn dan simulasi yang akan dilakukan adalah Steady Flow Analysis karena aliran sungai