• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iteks P-ISSN , E-ISSN Intuisi Teknik dan Seni Vol. 12, No. 1, April 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Iteks P-ISSN , E-ISSN Intuisi Teknik dan Seni Vol. 12, No. 1, April 2020"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

103 |

Vol. 12, No. 1, April 2020

GMAW Terhadap Sifat Mekanis Baja ST 40

Effect Variation Of Coolant Welding Temperature GMAW To Mechanical Properties on Steel ST 40

Trio Nur Wibowo1, Warso2, Nurul Hidayati3

1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik Wiworotomo Purwokerto

2 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik Wiworotomo Purwokerto

3 Teknik Industri, Sekolah Tinggi Teknik Wiworotomo Purwokerto Email : [email protected]. No HP 081329887779

Abstrak

Pengelasan dengan metode GMAW banyak digunakan pada dunia industri, karena dalam pengoprasiannnya jauh lebih praktis dibanding dengan pengelasan metode SMAW. Pendinginan pasca proses pengelasan banyak diaplikasikan guna memperoleh kekuatan sambungan las yang lebih baik sesuai standar dunia industri. Penggunaan media pendingin juga sangat bervariasi, terutama media pendingin air, sehingga dalam penilitian ini difokuskan untuk menganalisa pengaruh variasi temperatur pendingin air pada pengelasan GMAW ( Gas Metal Arc Welding ) terhadap kekuatan tarik dan nilai kekerasan material baja ST 40. Variasi temperatur air pendingan yaitu 0ºC, 15ºC, 25ºC, 50ºC, 75ºC, 100ºC. Sebagai pembanding dilakukan pengujian dengan pendinginan udara bebas. Bahan tambah pengelasan menggunakan kawat las solid wire AWS A.5.18 ER70S-6 dengan ukuran diameter 1,2 mm.

Data hasil pengujian menunjukan kekuatan tarik tertinggi terdapat pada media air dengan temperatur 25º C dengan nilai tegangan tarik sebesar 452,33 N/mm2. Besarnya nilai kekuatan tarik tersebut hampir seimbang dengan pendinginan udara dengan nilai kekuatan tarik sebesar 452,03 N/mm2, dimana temperatur udara berkisar 250 C. Nilai regangan terbesar pada temperatur udara yaitu 8,99 %. Pada pengujian kekerasan, media pendingin air temperatur 15º C pada daerah lasan memiliki nilai kekerasan tertinggi dibandingkan daerah lain dimana nilai kekerasannya sebesar 213,48 HB. Pada daerah HAZ dan logam induk nilai kekerasan tertinggi terdapat pada media pendingin air temperatur 50º C dengan nilai kekerasan sebesar 174,74 HB dan 169,38 HB. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa, nilai tertinggi kekuatan tarik dan nilai kekerasan tidak terdapat pada satu temperature media pendingin yang sama, sehingga pada pengaplikasiannya sangat perlu memperhatikan nilai performance yang akan di improve sehingga diperoleh metode pendinginan yang optimum.

Kata Kunci : ST-40, GMAW, media pendingin, sifat mekanis.

ABSTRACT

Welding with the GMAW method is widely used in the industrial world because in operation it is much more practical than SMAW welding. Cooling after the welding process is widely applied to obtain better weld joint strength according to industry standards. The use of cooling media also varies greatly, especially water cooling media, so this research is focused on analyzing the effect of variations in water cooling temperature on GMAW welding (Gas Metal Arc Welding) on the tensile strength and hardness value of ST 40 steel material. The variation of cooling water temperature is 0ºC. , 15ºC, 25ºC, 50ºC, 75ºC, 100ºC. As a comparison, testing was carried out with free air cooling. Welding added material uses AWS A.5.18 ER70S-6 solid wire welding wire with a diameter of 1.2 mm. The test data show that the highest tensile strength is found in water media with a temperature of 25º C with a tensile stress value of 452.33 N/mm2. The magnitude of the tensile strength value is almost equal to air cooling with a tensile strength value of 452.03 N/mm2, where the air temperature is around 250 C. The largest strain value at air temperature is 8.99%. In the hardness test, the cooling medium water temperature of 15º C in the weld area has the highest hardness value compared to other areas where the hardness value is 213.48 HB. In the area of HAZ and the base metal, the highest hardness values were found in the water cooling medium with a temperature of 50º C with a hardness value of 174.74 HB and 169.38 HB. From these data, it can be concluded that the highest value of tensile strength and hardness value is not found at the same temperature of the cooling medium so that in its application it is very necessary to pay attention to the performance value to be improved so that the optimum cooling method is obtained.

Keywords: ST-40, GMAW, cooling medium, mechanical properties.

(2)

104 |

Vol. 12, No. 1, April 2020

1. Pendahuluan

Proses produksi pada industri manufaktur berbahan baku logam banyak menggunakan metode pengelasan untuk merakit komponen-komponen sehingga tercipta suatu produk [1]. Pengelasan dengan metode GMAW banyak digunakan pada dunia industri, karena dalam pengoprasiannnya jauh lebih praktis dibanding dengan pengelasan metode SMAW [2]. Pemelihan material untuk material induk produk juga sangat beragam. Baja ST-40 merupakan baja jenis mild steel yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan pembuatan produk [3]. Proses pengelasan menimbulkan panas yang tinggi pada area logam induk disepanjang jalur pengelasan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan logam [4]. Kemampuan logam akan berbeda antara daerah HAZ dan logam induk yang jauh dri jalur las. Sehingga pada pengelasan sering dilakukan Post Welding Heat Treatment (PWHT) guna menciptakan kondisi kemampuan logam sesuai dengan kebutuhan [5]. Pada penelitian ini akan membahas tentang bagaimana pengaruh perbedaan media pendingina pada proses las GMAW.

Uji struktur mikro spesimen hasil las ditreatment pendinginan pasca proses las berakibat pada

perubahan struktur mikro di area HAZ dan area logam lasan. Input panas las makin tinggi berakibat butiran perlit dan butiran ferit makin kasar dan makin merata[6].

Proses las variasi media pendingin berupa air, coolant, dan oli sae 40, memberikan data hasil uji yang berbeda meskipun tidak terlalu signifikan dimana kekerasan tertinggi diperoleh oleh spesimen uji dengan menggunakan media pendingin berupa air [7]. Aplikasi quenching menggunakan media pendingin dengan massa jenis kecil sehingga proses heat transfer kecil juga dan berakibat pula rendahnya tingkat ketangguhan dan nilai kekerasan juga kecil[8]. Pengelasan dengan proses pendinginan implikasi pada struktur mikro di area HAZ dan area logam lasan. Ketika input panas las makin tinggi berimplikasi butiran dari perlit dan butiran ferit bertambah kasar dan terjadi secara merata [9]. Dari pemaparan diatas pada dilakukannya riset ini guna mengakaji lebih dalam mengenai aplikasi pendinginan pada proses las pada material baja ST 40. Media pendingin air digunakan dengan temperatur berbeda dan dianalisa terhadap kekuatan tarik maksimum dan nilai kekerasan permukaan untuk aplikasi sambungan pada pisau pencacah plastik berpenggerak motor bakar 1 HP.

2. Metodologi

2.1. Preparasi Spesimen

Pembuatan spesimen dilakukan dengan cara dipotong menggunakan gergaji. Potong logam baja ST- 40 ukuran awal proses las 5 mm x 55 mm x 250 mm (tiap variasi). Bentuk sudut kampuh menggunakan mesin bubut dan frais dengan sudut yang sudah ditentukan pada sisi panjang logam.

Penggunaan alat secara manual pada proses pembuatan specimen dimaksudkan untuk meminimalisir terjadinya panas yang berlebih saat pengerjaan. Dengan kondisi tersebut diharapkan tidak terjadi perubahan struktur logam. Tahap berikutnya adalah proses pengelasan yang diikuti proses pendinginan secara konstan. Setelah benda kerja dingin, dilakukan pembuatan spesimen pengujian.

Gambar 1. Bentuk Kampuh “V” [12]

2.2. Las GMAW

GMAW (Gas Metal Arc Welding) adalah proses pengelasan atau penyambungan bahan logam

yang menggunakan sumber panas dari energi listrik searah yang selanjutnya dirubah menjadi panas.

(3)

105 |

Vol. 12, No. 1, April 2020

Pada proses pengelasan GMAW menggunakan kawat las yang digulung dalam suatu roll dan menggunakan gas sebagai pelindung cairan las yang mencair guna meminimalisir terjadinya proses oksidasi. Kelebihan yang paling diminati oleh welder adalah kawat las panjang yang digulung dalam rool dan bergerak secara otomatis sehingga dapat melakukan proses pengelasan tanpa putus, tanpa harus mengganti dalam jarak pengelasan yang panjang. Pengelasan GMAW lazim memakai gas Argon (Ar) untuk pelindung cairan las las tersebut dinamakan las MIG atau menggunakan gas Karbondioksida (gas CO2) dan dinamakan las MAG. Keuntungan tersebut merupakan alasan dunia industri banyak mengaplikasikan untuk proses perakitan produk

.

Gambar 2. Mesin Las GMAW [13]

Cara kerja las GMAW yaitu mencairkan logam dengan panas yang dihasilakan dari induksi benda kerja yang bermuatan negative dan kawat las yang bermuatan positif. Panas yang dihasilakan sangat tinggi sehingga mampu menairkan seluruh jenis logam dengan waktu yang cepat. Panas yang terjadi menyebabkan mencairnya kawat las dan logam induk. Mencairnya kedua logam tersebut menjadikan saat terjadinya proses pendinginan akan menyatu yang menjadikan terjadinya sambungan logam.. Bahan pengisi atau kawat las yang di pakai dalam penilitian ini kawat las jenis solid wire AWS A.5.18 ER70S-6 dengan ukuran diameter 1,2 mm.

2.3. Proses pendinginan

Media pendingin spesimen uji setelah pengelasan menggunakan air dengan variasi temperatur 0ºC, 15ºC, 25ºC, 50ºC, 75ºC, dan 100ºC. Material yang telah dilas kemudian dicelupkan kedalam air yang sudah diatur temperaturnya kemudian didiamkan sampai besarnya temperatur air sama dengan besarnya temperature suhu ruangan yaitu sebesar 250 C. kemampuan air dalam menyerap panas sudah diketahui sejak lama dan aplikasi air untuk menyerap panas juga banyak diterapkan dibanyak bidang, terutama bidang teknik. Pendinginan yang cepat berpengaruh terjadi martensit dan menyebabkan perbedaan serius dalam hal bentuk butiran pada area yang terkena panas tinggi dan area dengan panas rendah. Efektifitas yang tinggi saat proses pendingan yang dimiliki air dapat menyebabkan retak halus saat proses quenching. Hal tersebut menyebabkan pendinginan dengan air cocok diaplikasikan untuk logam baja karbon rendah. Uap air yang terjadi saat proses pendinginan juga memicu timbulnya korosi awal pada garis butir yang akan berkembang dengan cepat jika logam tidak langsung di coating Sebagai pembanding, dilakukan juga pendinginan secara alami, yaitu menggunakan udara bebas pada suhu ruangan 25 0c.

Tabel.1. Level suhu media pendingin

No Faktor Level

1 2 3 4 5 6

1

Suhu media pendingin

0

0

C 15

0

C 25

0

C 50

0

C 75

0

C 100

0

C

(4)

106 |

Vol. 12, No. 1, April 2020

2.4. Uji Tarik

spesimen yang dipilih dalam pengujian tarik ini mengunakan spesimen dengan dimensi pada tabel JIZ Z 2201 : 1998 ed. 2006 yang berbentuk persegi panjang.

Gambar 3. Specimen uji tarik [14]

2.5. Uji Kekerasan

spesimen yang dipilih dalam pengujian kekerasan ini mengunakan spesimen dengan dimensi panjang 30 mm, lebar 30 mm, dan tinggi 6 mm. Pemilihan pemotongan untuk uji kekerasan diambil tepat pada bagian tengah dari jalur las. Sehingga logam induk, daerah HAZ, dan area las dapat diteliti.

Pengambilan uji kekeran dilakukan pada ketiga bagian tersebut. Metode pengujian menggunakan metode kekerasan brinel.

Gambar 4. Spesimen uji kekerasan [15]

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil Uji Tarik

Data adalah hasil yang diperoleh dari proses penelitian, data-data tersebut berupa angka-angka yang menunjukan berapa harga Setelah dilakukan penelitian, maka diperoleh adanya data yang berupa hasil pengujian tarik baja ST 40. Adapun hasil pengujian tarik dapat di lihat pada tabel di bawah ini

Tabel 2. Hasil pengujiani tegangan tarik dan regangan tarik

Variasi Pendinginan Kode Spesimen Tegangan tarik (N/mm2) Regangan (%)

Temperatur Air 0º C A.0 368,08 5,46

Temperatur Air 15º C A.15 401,54 4,97

Temperatur Air 25º C A.25 452,33 8,21

Temperatur Air 50º C A.50 438,10 5,15

Temperatur Air 75º C A.75 442,98 8,67

Temperatur Air 100º C A.100 287,52 2,7

(5)

107 |

Vol. 12, No. 1, April 2020

Temperatur Udara U.25 452,03 8,99

Gambar 5. Grafik Hasil Tegangan Tarik Rata-Rata

Berdasarkan gambar 5. nilai tegangan tarik tempertur 0ºC sebesar 368,08 N/mm2, pada tempertur 15ºC sebesar 401,54 N/mm2, dibandingkan pada tempertur 15ºC memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dari pada tempertur 0ºC, pada tempertur 25ºC sebesar 452,33 N/mm2, dibandingkan pada tempertur 25ºC memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dari pada tempertur 15ºC, tempertur 50ºC sebesar 438,10 N/mm2 , di bandingkan pada tempertur 50ºC memiliki kekuatan lebih rendah dari tempertur 25ºC, pada tempertur 75ºC sebesar 442,98 N/mm2, di bandingkan pada tempertur 50ºC memiliki kekuatan tarik yang lebih rendah dari pada tempertur 75ºC, tempertur 100ºC sebesar 287,52 N/mm2 , di bandingkan pada tempertur 75ºC memiliki kekuatan lebih tinggi dari tempertur 100ºC, tempertur udara sebesar 452,03 N/mm2 di bandingkan pada tempertur 100ºC memiliki kekuatan lebih tinggi dari tempertur udara, dari hasil nilai grafik hubungan variasi pendingin dengan tegangan tarik di atas dimana untuk nilai pengujian tegangan tarik terbesar pada temperatur air 25º C yaitu 452,33 N/mm2 .

Gambar 6. Grafik Regangan Tarik Rata – Rata 0

50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

A.0 A.15 A.25 A.50 A.75 A.100 U.25

Kode spesimen Tegangan Tarik (N/mm2)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

A.0 A.15 A.25 A.50 A.75 A.100 U.25

Kode spesimen

Regangan (%)

(6)

108 |

Vol. 12, No. 1, April 2020

Berdasarkan grafik pada gambar 6, hubungan variasi temperatur 0ºC, 15ºC, 25ºC, 50ºC, 75ºC, 100ºC dan Udara di atas menunjukan bahwa nilai regangan tarik rata - rata dimana tempertur 0ºC sebesar 5,46 %, pada tempertur 15ºC sebesar 4,97 %,, dibandingkan pada tempertur 15ºC memiliki regangan tarik lebih rendah daripada specimen dengan media pendingin air 0ºC. media pendingan air 25ºC regangannya sebesar 8,21 %. Dan itu lebih besar dari spsimen uji dengan temperature 500 C. Tempertur media pendingin 75ºC sebesar 8,67 %, di bandingkan pada tempertur 50ºC memiliki kekuatan tarik yang lebih rendah dari pada tempertur 75ºC, tempertur 100ºC sebesar 2,7 %,, di bandingkan pada tempertur 75ºC memiliki kekuatan lebih tinggi dari tempertur 100ºC, tempertur udara sebesar 8,99 %,di bandingkan pada tempertur 100ºC memiliki kekuatan lebih rendah dari tempertur udara, dari hasil nilai grafik hubungan variasi pendingin dengan tegangan tarik di atas dimana untuk nilai pengujian regangan tarik rata-rata terbesar pada temperatur udara yaitu 8,99 %..

3.2. Hasil Uji Kekerasan

Data adalah hasil yang diperoleh dari proses penelitian, data-data tersebut berupa angka-angka yang menunjukan berapa harga Setelah dilakukan penelitian, maka diperoleh adanya data yang berupa hasil pengujian kekerasan baja ST 40. Adapun hasil pengujian kekerasaan dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3 Hasil Pengujian Kekerasan Rata-Rata

Variasi Pendinginan Kode Spesimen Area Las (HB) Area HAZ (HB) Area Logam Induk (HB)

Air (Temperatur 0º C) A.0 196,97 162,73 153,40

Air (Temperatur 15º C) A.15 213,48 163,98 159,02

Temperatur Air 25º C A.25 201,82 170,54 162,58

Temperatur Air 50º C A.50 206,03 174,74 169,38

Temperatur Air 75º C A.75 188,76 168,92 168,17

Temperatur Air 100º C A.100 202,10 167,84 164,30

Temperatur Udara U.25 199,05 167,29 167,29

Gambar 7. Grafik Hasil Pengujian Kekerasan Rata-Rata Pada Daerah Lasan

Berdasarkan grafik pada gambar 7. Hubungan variasi temperatur 0ºC, 15ºC, 25ºC, 50ºC, 75ºC, 100ºC dan Udara di atas menunjukan bahwa nilai uji kekerasan daerah lasan rata - rata dimana tempertur 0ºC sebesar 196,97 HB dan pada tempertur 15ºC nilai kekerannya lebih tinggi yaitu sebesar 213,48 HB. Tempertur 25ºC sebesar 174,74 HB, dan hal tersebut lebih kecil tempertur 15ºC, tempertur 50ºC sebesar 201,82 HB di bandingkan pada tempertur 50ºC memiliki kekuatan lebih besar dari tempertur 25ºC, pada tempertur 75ºC sebesar 188,76 HB , di bandingkan pada tempertur 50ºC memiliki uji kekerasan yang lebih besar dari pada tempertur 75ºC, tempertur 100ºC sebesar 202,10 HB, di bandingkan pada tempertur 75ºC memiliki kekuatan lebih tinggi dari tempertur

Kode spesimen 175

180 185 190 195 200 205 210 215 220

A.0 A.15 A.25 A.50 A.75 A.100 U.25

Nilai kekerasan (HB)

(7)

109 |

Vol. 12, No. 1, April 2020

100ºC, tempertur udara sebesar 199,05 HB, di bandingkan pada tempertur 100ºC memiliki kekuatan lebih tinggi dari tempertur udara. Grafik tersebut menunjukan penggunaan media pendingin pada daerah las justru memperkecil nilai kekerasan.

Gambar 8. Grafik Hasil Pengujian Kekerasan Rata-Rata Pada Dareah HAZ

Berdasarkan grafik pada gambar 8, membuktikan bahwa korelasi variasi temperatur media pendingin 0ºC, 15ºC, 25ºC, 50ºC, 75ºC, dan 100ºC serta pendingin udara menunjukan nilai uji kekerasan brinel pada area las rata - rata dimana tempertur 0ºC sebesar 162,73 HB pada tempertur 15ºC sebesar 163,98 HB dibandingkan pada tempertur 15ºC memiliki kekerasan daerah lasan yang lebih tinggi dari pada tempertur 0ºC, pada tempertur 25ºC sebesar 170,54 HB dibandingkan pada tempertur 25ºC memiliki kekerasan daerah lasan yang lebih tinggi dari pada tempertur 15ºC, tempertur 50ºC sebesar 174,74 HB di bandingkan pada tempertur 50ºC memiliki kekuatan lebih tinggi dari tempertur 25ºC, pada tempertur 75ºC sebesar 168,92 HB, di bandingkan pada tempertur 50ºC memiliki kekerasan daerah lasan yang lebih tinggi dari pada tempertur 75ºC, tempertur 100ºC sebesar 167,84 HB , di bandingkan pada tempertur 75ºC memiliki kekuatan lebih tinggi dari tempertur 100ºC, tempertur udara sebesar 167,84 HB di bandingkan pada tempertur 100ºC memiliki kekuatan lebih rendah dari tempertur udara, dari hasil nilai grafik hubungan variasi pendingin dengan kekerasan daerah lasan di atas dimana untuk nilai pengujian uji kekerasan daerah lasan rata-rata terbesar pada temperatur air 50º C yaitu 174,74 HB pada daerah HAZ.

Kode spesimen 156

158 160 162 164 166 168 170 172 174 176

A.0 A.15 A.25 A.50 A.75 A.100 U.25

Nilai kekerasan (HB)

(8)

110 |

Vol. 12, No. 1, April 2020

Gambar 9. Grafik Hasil Pengujian Kekerasan Rata-Rata Pada Dareah Logam induk

Berdasarkan grafik pada gambar 9, hubungan variasi temperatur 0ºC, 15ºC, 25ºC, 50ºC, 75ºC, 100ºC dan Udara di atas menunjukan bahwa nilai kekerasan daerah logam induk rata - rata dimana tempertur 0ºC sebesar 153,40 HB pada tempertur 15ºC sebesar 159,02 HB. Pada media pendingin tempertur 25ºC nilai kekerannya 162,58 HB dan lebih besar dari pada specimen dengan media pendingin tempertur 15ºC, tempertur 50ºC sebesar 169,38 HB di bandingkan pada tempertur 50ºC memiliki kekuatan lebih rendah dari tempertur 25ºC, pada tempertur 75ºC sebesar 168,17 HB di bandingkan pada tempertur 50ºC memiliki kekuatan tarik yang lebih rendah dari pada tempertur 75ºC, tempertur 100ºC sebesar 164,30 HB di bandingkan pada tempertur 75ºC memiliki kekuatan lebih tinggi dari tempertur 100ºC, tempertur udara sebesar 167,29 HB HB di bandingkan pada tempertur 100ºC memiliki kekuatan lebih rendah dari tempertur udara, dari hasil nilai grafik hubungan variasi pendingin dengan tegangan tarik di atas dimana untuk nilai pengujian regangan tarik rata-rata terbesar pada temperatur temperatur air 50º C yaitu 169,38 HB pada daerah induk logam.

4. Kesimpulan

Dari data hasil pengujian, dapat disimpulkan sebagai berikut:.

1. Hasil pengujian pada uji tarik, kekuatan maksimum terjadi pada spesimen dengan temperatur media pendingin 250 C dimana nilai kekuatan tariknya sebesar 452,33N/mm2. Nilai tersebut hampir sama dengan pendingin udara, dimana suhu ruangan yang digunakan berkisar 250 C. Data ini menunjukan bahwa, pendinginan dengan suhu 250 C dengan metode pengelasan GMAW seperti tersebut diatas memberikan efek yang paling maksimal terhadap kekuatan tarik.

2. Nilai kekerasan tertinggi pada area las terdapat pada spesimen dengan suhu pendinginan 1000 C, sedangkan pada are HAZ dan logam induk terdapat pada spesimen dengan suhu pendinginan 500 C. karakter spesifik dari uji kekerasan tidak dapat ditentukan karena nilai kekerasan tertinggi terdapat pada treatment yang berbeda.

3. Data keseluruhan menunjukan nilai maksimum terdapat pada spsesimen dengan treatment yang berbeda, sehingga dalam aplikasi perlu memperhatikan treatment yang digunakan untuk memperoleh nilai maksimum sesuai kebutuhan.

5. Referensi

[1] Sonawan, H dan Suratman, R. 2004. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam.

Cetakan Pertama. Bandung: Alfabeta

[2] Wiryosumarto, H., dan Okumura, T. 2000. Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan Kedelapan.

Jakarta: PT Pradnya Paramita

Kode spesimen 145

150 155 160 165 170 175

A.0 A.15 A.25 A.50 A.75 A.100 U.25

Nilai kekerasan (HB)

(9)

111 |

Vol. 12, No. 1, April 2020

[3] Surdia, T., dan Saito, S. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan keempat. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

[4] Sonawan, H., dan Suratman, R. 2004. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam.

Cetakan Pertama. Bandung: Alfabeta.

[5] Sukamto. 2019. Pengaruh Media Pendingin Terhadap Hasil Pengelasan TIG pada Baja Karbon Rendah.

[6] Indra Priyanto, 2019 , “Pengaruh Temperatur Media Pendingin (Air, Collant, Oli) Pada Pengelasan Gmaw Terhadap Struktur Mikro, Kekuatan Tarik Dan Kekerasan Pada Baja St 37”, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

[7[ Akhirudin Akbar Saridayat 2019 , “ Pengaruh Variasi Media Pendingin Terhadap Kekuatan Tarik, Bending, Dan Kekerasan Pengelasan Smaw Baja St 41”, Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal.

[8] Aris Januar, Joko Suwito 2020 , “Kajian Hasil Proses Pengelasan Mig Dan Smaw Pada Material St41 Dengan Variasi Media Pendingin (Air, Collent, Dan Es)” Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

[9] Furqon, S.G.R. et al. 2019. Analisis Uji Kekerasan Pada Poros Baja ST60 dengan Media Pendingin yang Berbeda. Jurnal Teknik Mesin Uniska.

[10] Januar, A., dan Suwito, D. 2019. Kajian Hasil Proses Pengelasan MIG dan SMAW pada Material ST41 dengan Variasi Media Pendigin (Air, Collent, dan Es) Terhadap Kekuatan Tarik.

[11] JIZ Z 2201 : 1998, Test pieces for tensile test for metallic materials.

[12] Maulana, Y. 2020. Analisis Kekuatan Tarik Baja ST 37 Pasca Pengelasan dengan Variasi Media Pendingin Menggunakan SMAW. Jurnal Teknik Mesin Uniska.

[13] Nurhidayat, A. 2020. Pengaruh Metode Pendinginan pada Perlakuan Panas Pasca Pengelasan Terhadap Karakteristik Sambungan Las Logam Berbeda antara Baja Karbon Rendah Ss 400 dengan Baja Tahan Karat Austenitik Aisi 304.

[14] Rachmadani, Suharno , Herman Saputro, 2019“Pengaruh Media Pendingin Pada Pengelasan Baja S45c Menggunakan Metode Pengelasan Gas Metal Arc Welding Terhadap Kekerasan Dan Struktur Mikro” Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

[15] Saputra, H. Et al. 2020. Analisis Pengaruh Media Pendingin Terhadap Kekuatan Tarik Baja ST 37 Pasca Pengelasan Menggunakan Las Listrik.

[16] Sultoni, Nurida Finahari, M. Agus Sahbana 2019 , “ Analisa Pengaruh Variasi Media Pendingin Air Dan Oli Pada Sambungan Lap Joint Terhadap Sifat Mekanik Menggunakan Las Smaw (Dc)

“ Jurusan Teknik Mesin Universitas Widyagama Malang

Gambar

Gambar 1. Bentuk Kampuh “V” [12]
Gambar 2. Mesin Las GMAW [13]
Gambar 4. Spesimen uji kekerasan [15]
Gambar 6. Grafik Regangan Tarik Rata – Rata 050100150200250300350400450500
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar 16 menunjukkan grafik pengaruh frekuensi gelombang air terhadap daya listrik bangkitan yang dihasilkan dari mekasisme PLTG-Air dengan variasi jumlah

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel yang diproksi oleh Altman Z-Score yaitu Working Capital to Total Asset, Retained Earning to Total Asset, Earning Before Interest

Perubahan Gradien Suhu Udara Di Danau Tondano Di Luar Lokasi Budidaya Ikan Gambar 6, menunjukan energi panas pada jam 05:00 pagi terlihat bahwa kurva di atas garis

Dari gambar tersebut maka pengaruh variasi pahat Insert, pahat HSS Bohler, pahat karbida terhadap hasil foto mikro mengalami perubahan struktur mikro namun tidak

Hasil uji R (Koefisien Determinan) penelitian membuktikan bahwa pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan secara parsial atau berpengaruh signifikan terhadap

siswa menjawab soal dengan benar. Pada pertemuan guru memberikan perlakuan yaitu menerapkan metode pembelajaran yaitu eksperimen melalui media audio visual yang

Pada gambar 14 menunjukkan grafik pengaruh frekuensi gelombang air terhadap arus listrik bangkitan yang dihasilkan dari mekasisme PLTG-Air dengan variasi jumlah cantilever

Dengan ditunjukkan oleh perbedaan panjang gambar tren grafik kompressor dan turbin yang berarti bahwa proses kompresi di kompresor ACM lebih pendek di darat dibanding di udara