• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Spritual Pesantren Dzikir dan Doa di Era Pandemi Covid-19: Melihat Spritualitas dari Perpektif Etno-Psikiatri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Terapi Spritual Pesantren Dzikir dan Doa di Era Pandemi Covid-19: Melihat Spritualitas dari Perpektif Etno-Psikiatri"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Terapi Spritual Pesantren “Dzikir dan Doa” di Era Pandemi Covid-19:

Melihat Spritualitas dari Perpektif Etno-Psikiatri

Atho’ilah Aly Najamudin Departemen Antropologi UGM [email protected]

Abstract

“Dzikir” and “Doa” is spiritual therapies carried out by a pesantren. “Dzikir” and “Doa” to make the heart calm. The heart is one of the characteristics of mental health. The object of the research is that the Santri Al-Kandiyas habit routinely every day, the goal is as a request, or a request for something from Allah subhanahu watalla to get good in this world and the hereafter. The remembrance of the Santri Al-Kandiyas with all the activity movements that are close to Allah subhahu wa talla.

“Dzikir” and “Doa” was social practices that are practiced continuously, daily to monthly practice.

The majority of Santri Al-Kandiyas are students who are active in the morning at university, and activities at night are students. The used of “Dzikir” and “Doa” becomes an identity of the Pesanten

"Al-Kandiyas". This paper focuses on how spiritual healing “Dzikir” and “Doa” to viewed from the perspective of Ethno-Psychiatry. In this context, the COVID-19 pandemic is a form of emotional stability for Santri. The impact starts from the economic and social problems experienced by every Santri Al-Kandiyas. The research method used is a qualitative approach based, namely looking for data based on participatory observations and in-depth interviews. The results of the show that the rituals “Dzikir” and “Doa” as practice of Santri Al-Kandiyas is part of ethno-psychiatry which sees the relationship between pesantren rituals and pesantren cultures that influences and forms the spiritual resilience of Santri. “Dzikir” and “Doa” as knowledge of Santri Al-Kandiyas is a scientific transmission that is handed down by "Kyai" to "Santri" who experience continuous reproduction as part of local wisdom efforts in Pesantren.

Keywords: “Dzikir dan Doa”, Ethno-Psychiatry, Santri Al-Kandiyas.

Abstrak

“Dzikir” dan “Doa” merupakan sebuah terapi spiritual yang dilakukan pesantren. Tujuan adalah membuat hati menjadi tenteram. Hati merupakan salah satu ciri dari kesehatan mental. Objek penelitian adalah Santri Al-Kandiyas setiap harinya melakukan amaliyah secara rutin, tujuannya untuk sebagai permintaan, atau permohonan sesuatu Allah subhanahu watalla untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Dzikir santri Al-Kandiyas dengan segala gerak-gerik aktivitas yang pada kedekatan kepada Allah subhahu wa talla. Dzikir dan Doa merupakan praksis sosial yang diamalkan terus menerus, amaliyah harian, mingguan hingga bulanan. Mayoritas santri Al-Kandiyas adalah mahasiswa yang aktivitas di pagi hari di perkuliahan, dan aktivitas di malam hari menjadi santri.

Pemanfaatan “dzikir” dan “doa” menjadi sebuah identitas pesantren “Al-Kandiyas”. Tulisan ini berfokus bagaimana terapi spiritual “Dzikir dan Doa” dalam tinjauan perpektif Etno-Psikatri. Dalam konteks ini, pandemi COVID-19, tingkat kestabilan emosi santri bervariasi. Dampaknya mulai dari persoalan ekonomi, sosial yang dialami setiap santri Al-Kandiyas. Adapun metode penelitian yang dipakai melalui pendekatan kualitatif berdasarkan profetik Islam, yaitu mencari data berdasarkan obersevasi partisipatoris dan mewancarai mendalam. Hasil dari penelitian bahwa praktek “Dzikir dan Doa” Santri Al-Kandiyas bagian dari etno-psikiatri yang melihat hubungan antara ritual pesantren dan budaya pesantren yang berpengaruh dan membentuk ketahanan spiritual Santri. “Dzikir dan Doa” sebagai pengetahuan santri Al-Kandiyas merupakan trasmisisi keilmuan yang diturunkan

“kyai” ke “santri” yang mengalami reproduksi secara terus menerus bagian upaya kearifan lokal di pesantren.

Kata Kunci : Dzikir dan Doa, Etno-Psikatri, Santri Al-Kandiyas

Pendahuluan

Terdapat hal yang paling menyentuh saya ketika pandemi COVID-19 yang pertama kali berlangsung pada awal tahun 2020. Pertama, sebagian aktivitas pesantren di Indonesia tetap melaksanakan beberapa aktivitas pembelajaran pengajaran keagamaan.

Mereka tidak memperdulikan dengan isu virus Corona yang berasal dari kota Wuhan, Tiongkok, dengan tetap menaati anjuran protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu cuci tangan, menggunakan masker dan jaga jarak. Di tengah sekolah- sekolah pada umumnya menerapkan pendidikan jarak jauh (PJJ) dengan menerapkan sistem online, yakni siswa belajar dari rumah. Sebagian dari pesantren tetap melaksanakan pendidikan tatap muka. Kedua, pesantren Al-Kandiyas, Krapyak Yogyakarta merupakan salah satu pesantren yang bertahan dan melaksanakan

(2)

pengajaran. Selama keadaan pembatasan sosial terbatas, aktivitas santri Al-Kandiyas tidak ada yang berubah. Kegiatan amaliyah “dzikir” dan “doa” sebagai terapi spiritual untuk menciptakan ketahanan spritualitas santri. Menurut pimpinan pesantren Kiai Haji Ridwan Em Nur praktek amaliyah mulai dari dzikir atau wirid harian yang dibaca setiap harinya merupakan upaya batiniyah dalam beriktikhar dalam menanggulangi sebuah wabah atau enyakit. Pesantren Al-Kandiyas sekaligus mencatat bahwa sampai hari ini, santri, pengurus hingga pengasuh tidak ada yang terkofirmasi positif COVID-19.

Mayoritas pesantren yang berasal dari berbagai latar belakang mulai dari mahasiswa yang menuntut di beberapa perguruan tinggi swasta dan negeri di Yogyakarta, santri Takhasus Al-Quran yang terfokus menghafalkan al-Quran, santri SMA/SMK yang mengenyam pendidikan dasar di beberapa sekolah di Yogyakarta. Pengurus pondok pesantren menyikapi dengan beberapa anjuran berupa protokol kesehatan, mulai dari pembatasan jam keluar santri, tidak ada jam kunjung tamu, dan kegiatan yang melibatkan masyarakat ditiadakan sementara.

Pesantren Al-Kandiyas di awal beradaptasi perubahan pola baru, dengan aktivitas santri hanya terbatas, santri tetap mempertahankan aktivitas rutin dalam pandemi COVID-19 yaitu dzikir dan doa. Praktek ini bukan sekedar ritual harian, mingguan atau bulanan. Namun, ini bagian dari pengetahuan sebuah pesantren dalam menghadapi setiap persoalan yang melanda dalam kehidupan kita, pandemi COVID-19 merubah segalanya, diantaranya persoalan ekonomi, sosial atau kesehatan. Saya membacanya dalam santri Al-Kandiyas mengamalkan aurod harian berupa dzikir dan doa merupakan suluk atau jalan keluar untuk mengatasi sejumlah persoalan kehidupan. Tiga pendapat saya untuk menjelaskan dzikir dan doa. Pertama, praktik santri Al-kandiyas menunjukkan sebuah pengetahuan pesantren. Rutinitas ini memberikan pola terhadap santri terhadap ketahanan spritualitas. Melalui aktivitas berdizikir dan berdoa merupakan proses kultural yang selama ini digunakan pesantren sebagai perisai diri dalam menghadapi berbagai macam persoalan. Kedua, dzikir dan doa merupakan proses trasmisi pengetahuan antara kiai kepada santri. Tujuannya untuk melanggengkan sebuah ritual pesantren secara terus- menerus. Ketiga, dzikir dan doa merupakan proses pendalaman kebatinan melalui meditasi spiritual sebagai metode etnopskiatri. Tujuan penulisan ini, karena saya ingin melihat sebuah praktek “dzikir” dan “doa” yang dilakukan oleh santri Al-Kandiyas sebagai terapi spiritual di era pandemi COVID-19 dalam pandangan etno-psikiatri.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian etnografis yang mempelajari secara mendalam dan holistik salah satu peristiwa yang terjadi dilakukan dalam budaya pesantren. Penelitian melalui pendekatan kualitatif deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui, meneliti, menyelidiki, dan menganalisa, peristiwa atau kejadian mengenai fenomena sosial seperti praktek dzikir dan doa.1 Penelitian ini meneliti tentang praktek dzikir dan doa sebagai kekuatan spritualitas melihat dari etno- pskiatri. Agar peneliti terhindar dari bias etnosentrisme dan dapat melukiskan suatu kebudayaan dalam bentuk thinck description maka perlu memperhatikan perpektif emik dan etik, perpektif emik merupakan deskripsi kebudayaan dari sudut pandang orang yang diteliti, sedangkan perpektif etik adalah jika mendeskripsikan kebudayaan berdasarkan konsep-konsep antropologis.2 Penelitian ini berfokus pada pengamatan santri Al- Kandiyas dengan melakukan observasi langsung dengan mencatat kegiatan di pesantren.

Sekaligus melakukan wawancara pada santri dan kiai sebagai data primer pada penelitian ini, sedangkan data sekunder diambil dari studi literature mengenai dzikir dan doa melalui etnopsikatri melalui berbagai artikel yang berasal dari jurnal.

1 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif R&D. Bandung Alfabeta, 227.

2 Seymour –Smit. Macmilan Dictionary of Anthropology. London: Macmilan Press, 186.

(3)

Hasil dan Pembahasan

Latar Belakang : Pesantren Al-Kandiyas

Jalan menuju lokasi pesantren Al-Kandiyas cukup mudah, lokasi tepat di jatung kota Yogyakarta. Bangunan panggung Krapyak atau orang banyak menyebutnya dengan istilah kadang menjangan yang menjadi identitas monumental jujugan para wisatawan yang ingin mengabadikan sebuah peninggalan historis. Ruangan itu menyerupai kubus, pada masa kesultanan Mataram, para raja-raja mataram sebagai tempat pengintaian untuk berburu binatang, khususnya rusa atau menjangan. Jaraknya dari panggung Krapyak menuju arah timur menuju arah di pemakaman umum Krapyak. Sebuah jalan yang bisa dilewati dengan kendaraan umum yang meliputi mobil dan sepeda, hingga nantinya kita berhenti di salah satu gang, ada sebuah gendung empat lantai di timur dan barat berbentuk rumah dua lantai. Ada tulisan papan nama yang bertuliskan Pondok Pesantren Al- Kandiyas dengan alamat di Jalan Buntu, Krapyak Wetan.

Di pagi hari sepeda motor lalu lalang disekitarnya, dengan para santri berangkat dari pesantren menuju sekolah atau perkuliahan. Jam siang hari yang merupakan jam istirahat. Banyak santri yang memanfaatkan waktu untuk duduk di beberapa warung atau angkringan sekitar pesantren. Di sore hari, waktu yang ramai banyak santri pulang dari sekolah atau kampus, dan beberapa santri SMA/SMK mengikuti kegiatan ektrakulikuler.

Malam harinya, krapyak tampak lebih lenggang, seluruh santri masing-masing di pesantren untuk mengikuti berbagai macam kegiatan.Pesantren Al-Kandiyas merupakan anak cabang dari pondok pesantren Al-Munawwir, Krapyak. Salah satu pesantren yang tertua yang diambil dari pendirinya KH. Munawwir bin Abdullah Rosyad. Seorang ulama kiai yang masyur dengan hafalan Al-Quran dan beberapa bacaanya qiroah sab’ahnya. Ia telah meninggal pada tahun 1942, namun demikian dari pesantren ini telah mencetak banyak alumni yang haffidz Al-Quran.

Pesantren Al-Kandiyas berdirik pada tahun 1996 yang berbentuk sebuah yayasan, meskipun berdiri sendiri, tetap berhubungan dengan Pondok Pesantren Al-Munawwir, ini dibuktikan hubungan pesantren pusat dengan cabang, ketika haul pendiri Kiai Haji Munawwir bin Abdullah Rosyad beserta masayayikh lainnya, pesantren Al-Kandiyas tetap berkontribusi dalam bentuk materi atau tenaga dalam menyukseskan semarak acara tersebut. Lingkungan Al-Kandiyas berdekatan dengan masyarakat Krapyak, disamping kanan – kiri merupakan pemungkiman rumah warga. Pelibatan pesantren terhadap pengembangan pesantren merupakan relasi harmonis, setiap harinya santri diajarkan untuk selalu bersosialisasi dengan baik diantaranya dengan melalui kerja bakti. Santri gotong royong dalam segala hal meliputi bersih-bersih lingkungan, jam ronda keliling hingga pemasangan pavingisasi. Pesantren didirikan oleh Kiai Haji Ridwan Em Nur yang mempersunting anak dari Kiai Haji Muhaimin bin Affandi bin Munawwir yaitu Nyai Hj.

Inast Tsuraya. Awal pembelajaran, pesantren berdiri secara bertahap, mulai dari proses pembangunan hingga penerimaan santri. Di masa awal pesantren ini berdiri bangunan berupa rumah Bapak3, dengan ukuran yang sederhana dan hanya memiliki sekitar tujuh orang santri di tahun angkatan pertama. Sekitar tahun 2001 jumlah santri Al-Kandiyas bertambah kurang lebih 50 santri yang kemudian menurun setelah bencana alam yang melanda berupa Gempa Jogjakarta pada dekade 27 Mei 2006, jumlah santri yang bertahan kurang lebih 20 santri.

Berkat ketekunan dan dakwah Kiai Haji Ridwan Em Nur, melalui pendirian majelis gerakan batin (GERBAT) merupakan mujahadah kubro yang diikuti masyarakat santri pada malam Kamis Kliwon. Selalain itu diselenggarakan pengajian setiap sabtu Sore. Fasilitas pesantren Al-Kandiyas terus bertambah, mulai dari pembangunan aula, gedung pembelajaran, asrama dan MWCK. Gayung bersambut banyak santri yang

3Panggilan sebutan santri terhadap KH. Ridwan Em Nur.

(4)

berdatangan dari luar daerah untuk menimba ilmu di pesantren ini. Pesantren Al- Kandiyas menyediakan program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yaitu program pendidikan kesetaraan paket A (SD), B (SLTA), C (SMU). Program ini merupakan aksi nyata dalam menyuseskan program wajib belajar Sembilan tahun, berkerjasama dengan Dinas Kementrian Agama dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bantul.

Dari kegiatan ini menyediakan bagi masyarakat ataupun santri yang belum mempunyai ijasah. Antuasias santri yang terfokus takhasus madrasah diniyah dan hufudz Al-Quran terakomodasi. Sehingga ketika lulus bisa mendapat pengakuan dari pemerintah dalam menuruskan ke jejang perkuliahan atau mendapatkan pekerjaan sesuai ijasah yang diberikan.

Mayoritas pesantren Al-Kandiyas adalah mahasiswa yang di pagi hari mengenyam pendidikan di beberapa perguruan tinggi negeri ataupun swasta di Yogyakarta. Mulai dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Universitas Al-Mata dan beberapa yang lainnya. Di malam harinya, mahasantri itu mengikuti kegiatan pesantren yang meliputi amaliyah, hingga madrasah diniyah. Sisanya, santri Al-Kandiyas merupakan takhasus Al- Quran, ia tidak mengikuti kegiatan pendidikan formal. Aktivitasnya, setiap hari menghafalkan dan memperbaiki bacaannya. Ia dituntut untuk khatam Al-Quran baik secara bacaan yang fasih maupun dengan hafalannya yang diluar kepala. Kegiatan pesantren Al-Kandiyas selalu diidentikan dengan dzikir atau wiridan dan doa setiap harinya setiap habis shalat Isya dan Shubuh. Sedangkan antara waktu Magrib dan Isya, santri diwajibkan untuk melaksanakan amaliyah Sholat Awabin dan disamping dengan beberapa bacaan dzikir. Setelah itu, aktivitas santri dengan madrasah diniyah dengan mengkaji kitab-kitab turadz dan takhasus hafalan Al-Quran. Ada beberapa aktivitas mingguan yang dilakukan santri, diantaranya majelis sholawat setiap malam selasa, dan rutinan muqadaman Al-Quran setiap malam Jum’at. Kegiatan ini terus berlangsung setiap harinya yang mengubah identitas pesantren Al-Kandiyas sebagai pesantren “dzikir”

sebagai sebutan di sekitar Krapyak Kiai Haji Ridwan Em Nur

Bapak4 dilahirkan di kota Tasikmalaya pada tahun 1965. Usianya menginjak 55 tahun yang mempunyai ghiroh semangat dalam berdakwah dalam mengembangkan pesantren Al-Kandiyas. Bentuk fisik yang rupawan, dengan gaya dalam berkomunikasi lembut dan santun. Gaya sederhana ini membuat orang jatuh hati dalam berdakwah.

Sewaktu kecil Bapak dibesarkan dikeluarga yang sederhana, tinggal di kota Taksimalaya.

Orang tuanya bernama Haji Eman Sarbini dan ibunya Siti Nur Jannah. Pekerjaan sederhana, dengan merawat sebuah ladang pertanian yang kelak membesarkan anak- anaknya.

Sewaktu kecil Bapak seperti anak-anak pada umumnya, paginya di sekolah umum dan malam mengaji di surau. Bapak juga sering mengikuti kegiatan di pesantren di sekitar rumahnya, untuk menimba ilmu agama. Dalam bidang akademik, Bapak terbilang pandai ilmu hitung. Kecerdasan diatas rata-rata, banyak orang mengakui ketelitian dalam soal olah angka itu. Pada lulus MTSN, Bapak mulai berhijrah di kota Yogyakarta. Tepatnya ia masuk pada tahun 1981 yang pada masa kepemimpinan Kiai Ali Maksum. Usia sekitar 15 Tahun, bapak mulai jauh dari orang tua. Ia mondok di salah satu kompleks Al- Munawwir, yaitu kompleks K-1. Disanalah Bapak mulai riyadhoh dalam menuntut ilmu agama, mulai menghafalkan bacaan – bacaan Al-Quran. Bapak tercatat sebagai salah satu

4Panggilan sebutan santri terhadap KH. Ridwan Em Nur.

(5)

alumni pertama yang diasuh oleh KH. Najib Abdul Qodir. Ia diwisuda pada tahun 1992 sebelum nyantri di pesantren Al-Munir, Situbondo.

Situbondo merupakan tujuan bapak selanjutnya, tepatnya di kota pelabuhan Besuki Jawa Timur. Ia nyantri kepada Kiai Haji Raden Abdul Muiz Idris pendiri pondok pesantren Al-Munir. Letak pesantren di pesisir laut pantai utara, niat Bapak Tabarukkan dengan salah satu ulama khaos di Jawa Timur. Ia dikenal sebagai ulama ilmu hikmah yang banyak para jamaahnya berkonsultasi berbagai macam persoalan, mulai dari penyakit, ekonomi dan lain sebagainya. Di Pesantren Al-Munir, Bapak dipercaya oleh pengasuh untuk menimba sebagai kepala Sekolah SMP dan MTSN dalam waktu yang cukup lama. Pengalaman yang mengabdi sebagai seorang kepala sekolah menjadi modal berharga yang kelak membangun sebuah pesantren sendiri.

Dalam rentang waktu menjadi seorang santri di Situbondo, Bapak diminta untuk kembali di Krapyak. Tujuannya untuk mempersunting salah satu putri Krapyak, yaitu Ibu Nyai Inast Tsuraya. Putri dari Kiai Muhaimin Affandi Munawwir. Pernikahan yang sederhana itu hingga kini dikaruniai empat orang anak dan satu cucu diantaranya, Ning Ahdiyatul Muna, Agus Khusna Ahmad Kandiyas Maulidina, Ning Rahmi Tursina Idvia Mazaya, dan Agus Muhammad Makki Ar-Razzan. Serta menantunya, Agus Muhammad Haidar bin Kiai Haji Khoer Asyiqin yang dikarunia sebuah cucu Ning Hizha Najeeba Maulidana. Latar belakang keilmuan Bapak adalah ahli dalam thoriqah karena beliau alumni Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya yang diasuh oleh Abah Anom. Ia merupakan mursyid Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsabandiyah, beliau merupakan putra dari Abah Sepuh yang kemudian melanjutkan estafet trasmisi keilmuan setelah Abah Sepuh wafat.5 Sementara di Pondok Pesantren Al-Munir Situbondo beliau mendapatkan Ijazah Ayat Kursi dari KH. Abdul Mu’is Idris yang sekarang menjadi amalan untuk semua santrinya. Bapak menjadikan pesantren Al-Kandiyas seperti sebuah thoriqoh karena berkutat dalam beberapa amalan. Berbeda dengan pesantren pada umumnya yang lebih mengutamakan ilmu-ilmu alat seperti nahwu dan shorof (pesantren salaf) di pesantren Al- Kandiyas justru mendidik santrinya untuk mengamalkan setiap amalan yang diberikan oleh Bapak salah satunya yaitu amaliyah pembacaan ayat kursi. Amaliyah ini hanya dipraktekkan di pesantren Al-Kandiyas. Selain itu dalam praktek pengamalanya amaliyah ini, masuk kedalam amaliyah keseharian atau dipraktekkan setiap hari yang telah ditetapkan jumlah dan waktunya. Ia juga mengamalkan amaliyah dalam dalam beberapa amaliyah dalam bentuk mujahadah setiap malam kamis kliwon, ia diikuti dengan beberapa jamaah dari luar pesantren. Rutinitas ini setiap 35 hari sekali dengan sholat sunnah meliputi sholat sunnah hajad, sholat sunnah tasbih, sholat sunnah istikharah yang menjadi amaliyah keseharian.

Praktik Dzikir dan Doa6

Praktek Dzikir dan Doa dipraktekan dalam aktivitas sehari-hari di pesantren Al- Kandiyas, kegiatan dzikir dan doa dimulai mulai aktivitas sholat maktubah, sholat Magrib, Isya dan Shubuh. Setiap sholat Bapak yang menjadi imam bagi santri-santri, jika kebetulan berhalangan sakit atau berpergian di luar kota. Ustad Mustain dan Ustad Mabrur7 yang menggantikan proses aktivitas amaliyah.

Praktek Dzikir atau wirid dan doa itu dimulai sholat magrib berlangsung, waktunya di pesantren Al-Kandiyas di penghujung waktu akhir menuju waktu Isya.

5 Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media : 2004), hlm. 263.

6 Dzikir dan doa Wirid Al-Kandiyas bersumber dari Wirid Aurod Al-Kandiyas

7 Seorang Santri Senior yang menggantikan Bapak, ia dipilih karena keilmuan diatas rata-rata oleh santri pada umumnya.

(6)

Tujuannya untuk mengakomodasi para santri yang berbuka puasa dan memberikan kesempatan bagi santri untuk persiapan di aula Al-Kandiyas. Sholat Magrib dimulai, diikuti beberapa santri. Setelah itu, Bapak memimpin beberapa bacaan yang dirangkum dalam bentuk wirid Al-Kandiyas sebagai berikut :

Gambar 1.1 Wirid Sesi Pertama

Setelah dzikir tahap pertama selesai, Bapak menyegerakan untuk melaksanakan shalat awwabin dan shalat Hadiyatan Lilmayyiti dengan tata cara 6 rakaat dan 3 kali salam. Tata cara shalat awabin diawali dengan niat sebagai berikut :

Gambar 1.2 Niat Sholat Awwabin

Kemudian membaca surat Al-Fatihah membaca dua rakaat pertama: Al-Iklas 6 kali, Al Falaq 1x dan surat An-Nas 1x, kemudian dilanjutkan dua rakaat kedua rakaat pertama Al- Qurays, rakaat kedua Al-Kautsar, terakhir dua rakaat ketiga membaca rakaat pertama, al-

(7)

Kafirun, rakaat kedua Al-Iklas 3 kali, Al Falaq 1x, An-Nas 1 X kemudian ditutup dengan bacaan doa sebagai berikut :

Gambar 1.3 Doa Sholat Awwabin

Selanjutnya, sholat hadiyatan lil mayyiti atau sholat yang pahala dihadiahkan untuk mayyit. Diawali dengan niat sebagai berikut :

Gambar 1.4 Niat Sholat Hadiyatan Lil Mayyiti

Dilanjutkan dengan rakaat pertama ayat kursi 1x, Al-Takasur 1x, Al-Iklas 11, rakaat kedua Ayat Kursi 1 x, Al-Takasur 1x, Al-Iklas 11 kemudian ditutup dengan doa sebagai berikut :

Gambar 1.5 Doa Sholat Hadiyatan Lil Mayyiti

Selepas dengan doa, Bapak biasanya memimpin dzikir singkat sampai adzan Isya berkumandang. Seperti biasanya santri yang di dekat mic yang memimpin melanjutkan bacaan – bacaan tampa meninggalkan tempat kegiatan.

(8)

Prosesi selanjutnya, Sholat Isya berjamaah berserta dzikir dan doanya, waktu kurang lebih hampir 60 menit, bacaan yang dibaca oleh santri Al-Kandiyas sebagai berikut :

Gambar 1.6 Wirid Sesi Kedua

(9)

Dilanjutkan dengan pembacaan Ratibul Al-Imam As-Sayyid Abdullah bin Alawi Al- Hadad sebagai berikut :

Gambar 1.6 Gambar Pembacaan Ratibul Hadad

Setelah pembacaan dzikir dan doa, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Qosidah Ibadallah, pembacaan asmaul husna dari kiai haji Ali Maksum Krapyak, qosidah dzikrul ghafilin dari gus miek dan ditutup dengan pembacaan doa sebelum mengaji Al-Quran.

(10)

Amaliyah ini dilakukan sama ketika pelaksanaan sholat shubuh berjamaah, Selain itu, santri Al-Kandiyas mempertahankan Shalat Shubuh dan diikuti berdzikir mengingat Allah Subhanahu Wa Ta Alla hingga waktu Syuruk yang fadilahnya sama dengan haji dan umroh dalam praktek pengamalanya amaliyah di pesantren Al-Kandiyas masuk kedalam amaliyah keseharian atau dipraktekkan setiap hari yang telah ditetapkan jumlah dan waktunya.

Namun ada beberapa amaliyah tambahan, diantara jadwal rutinitas membaca surat-surat pilihan sesuai dengan hari yang berlaku :

HARI SURAT PILIHAN

Senin Surat Al-Mulk

Selasa Surat Ad-Dukhan

Rabu Surat As-Sajdah

Kamis Surat Ar-Rahman

Jumat Surat Al-Kahfi

Sabtu Surat Al-Waqiah

Ahad Surat Al-Qiyamah

Adapun gambaran mengenai praktek Amaliyah Pembacaan Ayat Kursi sebagai berikut : Hari Bacaan Pagi Bacaan Sore

Senin 4 kali bacaan Ayat Kursi 8 kali bacaan Ayat Kursi Selasa 3 kali bacaan Ayat Kursi 6 kali bacaan Ayat Kursi Rabu 7 kali bacaan Ayat Kursi 14 kali bacaan Ayat Kursi Kamis 8 kali bacaan Ayat Kursi 16 kali bacaan Ayat Kursi Jum’at 6 kali bacaan Ayat Kursi 12 kali bacaan Ayat Kursi Sabtu 9 kali bacaan Ayat Kursi 18 kali bacaan Ayat Kursi Ahad 5 kali bacaan Ayat Kursi 10 kali bacaan Ayat Kursi

Praktek demikian, dilaksanakan secara berulang-ulang dilakukan setiap saat, tidak ada istilah libur. Bapak selalu menekankan kepada setiap santri untuk berkewajiban untuk melaksanakan amaliyah ini setiap hari. Pesantren Al-Kandiyas menempuh dengan beberapa pengamalan upaya thoriqoh kepada santri untuk menempuh proses pembelajaran selama di pesantren.

Trasmisi Pengetahuan Dzikir dan Doa “Kyai dan Santri”

Pesantren Al-Kandiyas sebagai lembaga pendidikan, melalui pengamalan dzikir dan doa memungkinkan terjadi proses aktivitas keagamaan untuk dipraktekan santri secara terus menerus atau continue. Peran Kiai Haji Ridwan sebagai agen of continue yaitu perantara atau penghubung antara santri dengan beberapa praktik amaliyah. Tahap transmisi atau proses peralihan praktek keagamaan ada dua metode yang digunakan terhadap santrinya.

(11)

Gambar 1.7 Skema Trasmisi Dzikir dan Santri “Kiai dan Santri”

Metode pertama menggunakan metode ceramah, Bapak memanfaafkan waktu sehabis kegiatan amaliyah shubuh atau Isya untuk tata cara mempraktekan beberapa hikmah atas bacaan yang bacakan. Ia selalu menyampaikan sebagai berikut :

“ Setiap santri akan merasakan sendiri, apa yang ia membaca dan pahala akan terus mengalir kepada orang tua kita baik

yang hidup atau telah meninggal”8

Nasehat seorang Kiai terhadap santri menunjukkan tidak ada pemaksaan untuk mengamalkan. Bapak selalu menekan kesadaran dalam mengamalkan setiap amaliyah yang ia berikan setiap saatnya. Ini menunjukkan relasi santri dan kiai harmonis dan menciptakan praktek amaliyah secara berulang-ulang. Selain itu metode ceramah ini bapak ingin menunjukkan sanad yang diperoleh dari beberapa guru-guru sewaktu ia mengeyam pendidikan di pesantren.

“ Laqod Ja akum, saya dapatkan dari Almagfurlah Kiai Najib AbdulQodir. Ia membacanya surat At-Taubah 7 kali selepas sholat Maktubah. Insyyallah yang saya

dapatkan bisa memperlancar segala urusan dan dijauhkan dari segala wabah”9 Lanjut Bapak juga proses penyusunan aurot Al-Kandiyas disusun atas beberapa amaliyah untuk mendapatkan keberkahan.

“ Beberapa amaliyah ini kita mengambil dari beberapa ulama, Ayat Kursi ini merupakan ijasah dari KH. Muiz Idris Situbondo, Dzikir sebagian dari Abah Anom

dari pesantren Suryalaya, Asmaul Husna tabarukkan dari Mbah Ali Maksum, Qossidah Dua’iyah dari Gus Miek, semuanya sedikit kita mendapatkan keberkahan

dari ulama besar. ”10

Secara tidak langsung proses trasmisi diberikan kepada santri, melalui ceramah merupakan proses pengizasah. Banyak sebagian santri tidak menyadari hal itu, sehingga santri hanya terfokus pada beberapa cerita hikmah yang dinarasikan oleh Bapak. Metode demikian dengan disisipi dengan humor, tetapi isi semuanya penting untuk diamalkan

8 Ceramah Kiai Haji Ridwan Em Nur

9 Ceramah Kiai Haji Ridwan Em Nur

10 Ceramah Kiai Haji Ridwan Em Nur

KIAI HAJI RIDWAN EM NUR ABAH ANOM ( Suryalaya) Kiai Ali Maksum ( Krapyak) Kiai Muiz Idris ( Besuki, Situbondo )

Gus Miek ( Ploso )

SANTRI

Metode Ceramah Metode Konseling

(12)

oleh seluruh santri. Dalam proses pengamalan beberapa dzikir dan doa di pesantren Al- Kandiyas. Kiai Ridwan selalu menekankan beberapa hal :

“ Pertama, amaliyah selalu mengingatkan hal yang baik maka akan meningkatkan energy positif dalam dirinya, kedua, di dalam tubuh saling bersinergi jika sering dikatakan berulang dalam kebaikan itu akan mudah diamalkan, ketiga mengatakan berulang-ulang secara langsung akan tersimpan didalam otak sehingga akan selalu

teringat”.11

Penjelasan secara rinci yang disampaikan Bapak menunjukkan bahwa proses dalam pengamalan begitu penting, tidak semudah kemudian merutinkan setiap amalan setiap harinya. Trasmisi praktek dzikir dan doa kepada santri Al-Kandiyas dibutuhkan proses berulang-ulang sehingga menemukan hikmah yang terkandung dalam setiap kandungan amaliyah. Tahap kedua, menggunakan metode konseling, bapak sebagai pembimbing menggunakan metode secara langsung atau tidak langsung. Metode langsung dimana bapak melakukan bertatap muka dengan santri. Baik secara komunal dengan ceramah yang merupakan pesan pengamalan untuk seluruh santri dan secara individu yang dilakukan secara face to face dengan beberapa keluhan dengan santri, sedangkan metode tidak langsung secara komunikasi tidak langsung yang dilakukan melalui media komunikasi. Hal ini dilakukan secara individual maupun kelompok, hal ini lazimnya dilakukan untuk jamaah ataupun alumni yang ingin berkonsultasi dengan bapak. Tahap konseling ini sebagai proses motivasi untuk selalu mengamalkan setiap amaliyah yang diajarkan. Bapak selalu mengatakan sebagai berikut :

“ Biasakan amalam setiap hari itu secara bertahap dimulai yang mudah kemudian sampai tingkatan yang paling sulit”

Proses pembiasaan amaliyah dilakukan melalui pendekatan secara pelan-pelan, untuk itu biasanya santri yang mengalami kesulitan atau prombelamatika untuk segera berkonsultasi secara tertutup dengan bapak. Lazimnya dilakukan setelah kegiatan berlangsung untuk mendiskusikan promblematika yang kerap ditemukan oleh sebagian santri Al-Kandiyas. Proses konseling juga bapak akan selalu menekankan setiap amaliyah dan faedah yang diamalkan. Artinya bahwa santri ditunntut untuk mengembangkan kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional dalam proses transmisi antara kiai dan santri.

Profetik Islam : Menjelaskan Dzikir dan Doa Sebagai Terapi Spritualitas

Ilmu sosial profetik dimaksukan sebagai kompas dan navigasi dalam pelayaran samudra masa depan umat Islam, sekaligus upaya meruhkan kekuatan mitos dam ideology yang selama ini mewarnai bahkan mendominasi kehidupan umat Islam.12 Ilmu sosial merupakan hasil perenungan Kuntowijoyo terhadap QS Ali Imran (3):110, yang berbunnyi sebagai berikut :

ِف ْو ُرْعَمْلاِب َن ْو ُرُمْأَت ِساَّنلِل ْتَج ِرْخُا ٍةَّمُا َرْيَخ ْمُتْنُك ْوَل َو ۗ ِ هللّٰاِب َن ْوُنِم ْؤُت َو ِرَكْنُمْلا ِنَع َن ْوَهْنَت َو

َن ْوُقِسٰفْلا ُمُه ُرَثْكَا َو َن ْوُنِم ْؤُمْلا ُمُهْنِم ۗ ْمُهَّل ا ًرْيَخ َناَكَل ِبٰتِكْلا ُلْهَا َنَمٰا

Artinya : Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.

11 Ceramah Kiai Haji Ridwan Em Nur

12 Arum, K. (2018). Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis Sosial Profetik (Analisis Terhadap Pemikiran Kuntowijoyo). Millah: Jurnal Studi Agama, 17(2), 177-196.

(13)

Kuntowijoyo mengemukakan empat tersirat pada ayat tersebut. Pertama, konsep umat Islam menjadi umat yang terbaik dengan syarat mengejarkan tiga hal berikutnya yang merupakan kelanjutan ayat tersebut. Artinya, umat Islam tidak secara otomatis menjadi the choosen people. Kedua, Aktivervisme sejarah. Bekerja ditengah-tengah manusia (ukhrijat linnasi) berarti bahwa ideal bagi umat Islam di dalam sejarah. Ketiga, pentingnya kesadaran. Nilai-nilai ilahiah (Ma’ruf, Munkar, Iman) menjadi tumpuan aktivisme Islam, keempat, etika profetik, artinya ayat ini berlaku umum untuk siapa saja baik individu atau kelompok yang bersifat kolektivitas.13 Berkenaan menjelaskan praktek dzikir dan doa sebagai terapi spritul, paradigma profetik Islam sebagai asumsi dasar, etos, nilai, dan model. Komponen dasar asumsi sebuah paradigma menjadi penting dalam memahami suatu fenomena. Pandangan-pandangan ini akan diambilkan dari sistem ajaran Islam. Dalam Islam, sumber utama sistem ajaran adalah Al Quran dan sunnah Rassullah Muhammad SAW, yang terhimpun dalam kitab-kitab hadist.14

Menurut Heddy Sri Ahimsa, basis epistemogi profetik yaitu tauhid, nabi dan ilmu.

Pertama, tauhid bahwa Tuhan atau Allah Subhanahu Wa Ta Alla adalah dzat yang maha kuasa, yang menciptakan alam seluruhnya, termasu manusia, kemudian memilih dan mengangkah salah seseorang untuk menjadi utusan bagi-Nya atau nabi guna menyampaikan pesan-pesannya- kepada umat manusia. Tauhid, merupakan kerangka pemikiran dan keyakinan yang di kalangan umat Islam, dan pengesahan Tuhan. Kedua, Nabi (Propehet), bahwa para nabi adalah manusia yang telah dipilih oleh Allah untuk menyampaikan pengetahuan dari Allah yang akan dapat menyelamatkan manusia di kehidupan dunia akherat dan pengetahuan yang diberikan Allah SWT, kepada para Nabi- nya kemudian harus diberikan kepada umatnya. Ketiga, Ilmu yang merupakan karunia yang diberikan Allah SWT kepada manusa, yang telah membuat mansia menjadi makluk mulia di antara segenap mahkluk ciptaaan Allah. Manusia diciptakan dengan kemampuan untuk memiliki pengetahuan, agar manusia dapat menerima pengetahuan yang dianugerahkan oleh Allah, atau mencari dengan upaya yang diperlukan.15

Dzikir atau wirid dan doa yang dipraktekan oleh santri Al-Kandiyas sebagai terapi spiritual. Mereka secara tidak langsung melaksanakan setiap harinya, berulang-ulang untuk mendampatkan hikmah setiap masing-masing yang mereka amalkan. Praktek ini merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa ta ala, karena dengan amaliyah ini selalu ingat pada Allah SWT sehingga ia pun juga dingat dan mendampatkan rahmat oleh Allah Subhanahu Wa ta ala. Ada beberapa landasan Al- Quran sebagai basis pengetahuan tentang dzikir dan doa sebagai berikut :

نو ُرُفْكَت َلَ َو يِل او ُرُكْشا َو ْمُك ْرُكْذَأ يِنو ُرُكْذاَف

Artinya : Karena itu, ingatlah kepada-ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukrlah kepada-ku, dan jangalah kamu mengingkari (nikmat)-ku (QS. Al- Baqarah:152)

Ayat ini menunjukkan bahwa dengan mengingat Allah Subhanahu Wa ta ala, maka Allah Subhanahu Wa ta ala akan mengingat kalian dengan rahmat. Sumber pengetahuan ini menjadikan bahwa dzikir dan doa menjadi sarana untuk hubungan antara makluk dengan Allah Subhahu wa ta alla.

13 Ibid

14 Ahimsa-Putra, Heddy Shri. Paradigma Profetik Islam: Epistemologi Etos dan Model. UGM PRESS, 2019.

15 Ibid

(14)

ا ًرۡيِثَك ا ًر ۡكِذ َ هللّٰا ا ۡو ُرُكۡذا اوُنَمٰا َنۡيِذَّلا اَهُّيَاـٰٰۤي

Artinya : Hai orang – orang yang beriman, berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, Zikir yang sebanyak-banyaknya. ( QS. Al-Baqarah : 200)

Ayat ini menunjukan dengan melaksanakan dzikir menganjurkan kepada setiap beriman untuk mengingat Allah Subhahu Wa ta ala. Sebab Allah Subhanahu wa ta alla melimpahkan segala nikmat mereka yang tidak tidak terhongga banyaknya. Mereka diperintahkan kepada-nya dengan pengertian membersihkan dan menyucikan diri.

ِهللّٰا ِر ۡكِذِب ۡمُهُب ۡوُلُق ُّنِٕٮَم ۡطَت َو ا ۡوُنَمٰا َنۡيِذَّلَا ِب َلََا ؕ

ُب ۡوُلُق ۡلا ُّنِٕٮَم ۡطَت ِ هللّٰا ِر ۡكِذ

Artinya : (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram (QS. Al-Ra’du: 28 ) Dalam ayat ini, Allah menjelaskan orang-orang yang mendapatkan tuntunan, yaitu orang- orang yang beriman dan hatinya menjadi tenteram karena selalu mengingat Allah.

Dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram dan jiwa menjadi tenang, tidak merasa gelisah, takut ataupun khawatir. Mereka melakukan hal yang baik, dan merasa bagaia dengan kebajikan yang dilakukan.

Sedangkan al-Quran menggunakan makna doa yang seakar dengannya disebutkan 212 kali dari 182 ayat dalam berbagai surah. Lafadz doa dalam al-Quran disebutkan dalam berbagai bentuk baik berupa fi’il maupun berupa Isim. Doa merupakan permohonan dari seorang hamba kepada Allah Subhanahu Wa ta Ala terkait dengan hajat-hajatnya yang dilakukan dengan menunjukkan rasa sangat butuh pada-Nya.

َل ْب ِجَتْسَأ يِنوُعْدا ُمُكُّب َر َلاَق َو يِتَداَبِع ْنَع َنو ُرِبْكَتْسَي َنيِذَّلا َّنِإ ۚ ْمُك

َني ِر ِخاَد َمَّنَهَج َنوُلُخْدَيَس

Artinya : Dan Allah Berfirman “ Berdoalah kepada-ku, niscaya akan kupernekan bagimu.

Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyebahku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina. ( QS. Al-Mukmin: 60 )

Ayat ini menjelaskan bahwa makna doa menunjukan meminta kemanfaatan dan meminta perlindungan dari kemudharatan. Hal itu termasuk ibadah, karena doa adalah inti dari ibadah. Sebagaimana dalam hadist sahih. Sesungguhnya orang-orang yang enggan menyembahku dan berdoa kepadaku akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dengan keadaan rendah dan hina. Ini adalah janji bagi setiap orang yang enggan menyembah Allah dan berdoa kepadanya.

اَبِع َكـَلَاَس اَذِا َو ِناَعَد اَذِا ِعاَّدلا َة َو ۡعَد ُبۡي ِجُا ؕ بۡي ِرَق ۡىِ نِاَف ۡىِ نَع ۡىِد

َن ۡوُدُش ۡرَي ۡمُهَّلَعَل ۡىِب ا ۡوُنِم ۡؤُيۡل َو ۡىِل ا ۡوُبۡي ِجَت ۡسَيۡلَف

Artinya : Dan Apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu ( Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.

Di dalam ayat ini, Allah Subhahu wa talla menyuruh hambanya agar berdoa kepada- nya. Dia berjanji akan memperkenalkannya, tetapi pada akhir ayat Allah menekan agar hambanya memenuhi perintah-nya agar mereka memperoleh kebenaran atau bimbingan dari Allah Subhahu Wa tala.

(15)

ا ۡوُتۡاَف اَنِد ۡبَع ىٰلَع اَنۡل َّزَن اَّمِ م ٍبۡي َر ۡىِف ۡمُتۡنُک ۡنِا َو ٖهِلۡثِ م ۡنِ م ٍة َر ۡوُسِب

َن ۡيِقِد ٰص ۡمُت ۡنُك ۡنِا ِ هللّٰا ِن ۡوُد ۡنِ م ۡمُكَءٓاَدَهُش ا ۡوُعۡدا َو

Artinya :Dan jika kamu meragukan (Al-Quran) yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu, selain Allah, Jika kamu orang – orang yang benar.

Kata doa yang berarti permintaan atau ajakan yang seperti terangkum dari ayat Al-Quran surat Al-Baqarah Ayat 23. Dari beberapa dasar yang bersumber dari Al-Quran praktek dzikir dan doa memuat aspek utama dalam menunjang kekuatan spiritualitas pada diri suatu individu. Pengamalan secara berulang-berulang sebagai cara untuk menunjukkan menjalankan perintah yang diturunkan dalam meningkatkan hubungan dengan Allah Subhahu wa tala. Basis sumber epistermologis dapat diuraikan untuk menjelaskan praktek dzikir dan doa dalam terapi spiritualitas sebagai berikut :

Allah Subhanahu Wa Ta Alla

Al-Quran Sumber

Pengetahuan Petunjuk

Nabi ( Hadist )

Ulama ( Kiai Haji Ridwan Em Nur)

Dzikir dan Doa Santri Al-Kandiyas

Terapi Spritualitas Dzikir

QS. Al-Baqarah 152 QS. Al-Baqarah 200

QS. Raudu 28

Doa QS. Al-Baqarah 23

QS. Mukmin 20 QS. Baqarah 186

Ketenangan Hati Perlindungan Permohonan Komunikasi

Promblematika COVID-19 Promblematika

COVID-19

(16)

Skema 1.8 tentang Proses Praktek Dzikir dan Doa Santri Al-Kandiyas

Praktek dzikir dan doa seperti yang di skemakan diatas menunjukkan bahwa metode pengetahuan santri dalam tindakan sehari-hari. Sebagai suatu yang awalnya bersifat abstrak, tetapi terwujud melalui beberapa simbol melalui perangkat Al-Quran dan Hadist sebagai sumber pengetahuan. Pandangan tentang dzikir dan doa melalui profetik yang meliputi tentang zahir dan alam batin sehingga mencari, mendapatkan, dan merasakan tentang dua alam tersebut. Pandangan Syekh Abdul Qodir Jaelani tentang manusia menjadi relavan. Beliau mengatakan bahwa manusia terbagi menjadi dua bagian, yakni

“jasmani” dan “rohani” atau fisikal atau badan dan ruh diri kebendaan dan diri kejiwaan.

Pada diri zahirnya. Manusia lebih kurang sama saja. Hukum-hukum yang umum terpakai pada segi zahirnya. Masing diri berbeda, tingkat seseorang diukur pengenalan dirinya kepada Allah subhanahu wa taala.

Penyesuaian aspek zahir dilakukan dengan cara mematuhi syariat dan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta ala. Sementara itu aspek batin, kita disarankan untuk mengharmoniskan melalui ilmu dan hikmah. Dalam konteks praktik di pesantren Al-Kandiyas, pengamalan secara berulang-ulang menunjukkan pendidikan yang diterapkan Bapak dalam menyatukan dua komponen tersebut. Secara tidak langsung, manfaat praktek dzikir dan doa yang diperoleh dari pola pendidikan pesantren Al-Kandiyas sebagai upaya terapi spritualitas yang memuat beberapa hal, diantaranya :

1) Ketenangan hati, praktek yang dilakukan santri Al-Kandiyas yang diamalkan dalam bentuk wirid dan beberapa doa akan menumbuhkan sikap optimisme dan percaya diri sehingga dapat mengusir kegelisahan jiwa. Merujuk Al- Quran QS Ar-Ra’ad/ 13-28, dari ayat dipahami zikir membawa pengaruh pada ketenangan jiwa, maka hal dapat dijelaskan dengan pendekatan termasuk diantaranya pendekatan secara pskologi. Artinya, setiap amaliyah dipraktekan santri Al-Kandiyas sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan mental terhadap santri.

2) Perlindungan, praktek dzikir dan doa yang diamalkan oleh santri Al-Kandiyas sebagai aspek perlindungan diri dari bahaya. Sebagaimana lazimnya beberapa amaliyah mengandung beberapa hikmah dalam membacanya untuk menjaga dari segala macam bahaya, dimana setiap santri ingin memulai aktivitas dan menutup aktivitas dengan mengamalkan praktek dzikir dan doa.

3) Permohonan, praktek dzikir dan doa menunjukkan sebagai upaya permohonan setiap keinginan dan agar tercapai cita-citanya. Ini mengacu pada QS Al- Mukmin 60. Di dalam realita kita sering menghadapi banyak cobaan yang dialami oleh setiap santri, untuk pengulangan secara berulang-berulang sebagai bentuk permohonan untuk melancarkan segala jenis hajad bagi setiap santri.

4) Komunikasi, praktek dzikir dan doa sebagai bentuk mengkomunikasikan antara Allah Subhanahu Wa Taala dan seluruh santri. Komunikasi trasanden dilakukan secara berulang-ulang, dengan beberapa sholat sunnah dan amaliyah. Pola komunikasi yang setiap hari dilaksanakan sebagai upaya untuk menjalin kekuatan batin sehingga dapat menjadi modal spritualitas dalam menutut ilmu.

Sebuah Etnopsikiatri di Pandemi COVID-19

Ganguan jiwa atau psikiatri merupakan sebuah perubahan pada fungsi jiwa seseorang yang menunjukkan sindrom atau perubahan perilaku yang berlebihan terjadi tanpa alasan masuk akal secara klinik bermakna dan dapat menimbulkan penderitaan atau hambatan di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Etnopskiatri merupakan perhatian dari enomedisin mana bidangnya biasanya dilihat disebut sebagai pskiatri

(17)

transkultur atau pskiatri lintas budaya atau etnopskiatri. Studi ini memandang cara pengetahuan santri Al-Kandiyas melalui dzikir dan doa yang memandang dapat menangani persoalan pskis, kestabilan emosi selama COVID-19. Pandemi COVID-19 berdampak dalam kehidupan santri Al-Kandiyas akan mendapatkan persoalan-persoalan dalam kehidupan santri. Saya merangkumnya setidaknya dua persoalan santri Al- Kandiyas16 :

a) Masalah ekonomi, merupakan mayoritas keluhan diantaranya santri Al- Kandiyas. Mulai dari wali santri yang mengalami keterbatasan dana sehingga untuk memenuhi kebutuhan santri selama di pesantren, sehingga secara tidak langsung banyak santri yang turut membantu persoalan ekonomi, dengan bekerja di beberapa lembaga.

b) Masalah sosial, kecemasan para santri Al-Kandiyas terutama pelaksanaan pendidikan jarak jauh (PJJ), bimbingan secara daring yang menyusahkan bagi setiap santri. Realita ini ditunjukkan ketika santri Al-Kandiyas yang tidak boleh keluar, hanya berdiam diri di pesantren. Secara tidak langsung memberikan sebuah prombelatika sosial.

Dua persoalan santri Al-Kandiyas ditanggapi dengan sederhana oleh Kiai Haji Ridwan Em Nur, beliau mengatakan :

“ Wiridan yang kita baca, merupakan iktiar kita untuk menjaga kondisi ini. Semuanya pahala akan mengalir kepada orang tua kita. Kita doakan dari sini, mudah-mudahan

mendapatkan reziki. Yang paling penting di pesantren, kita tidak memutuskan amaliyah".17

Pernyataan Bapak menjadi pendorong untuk melihat praktek dzikir dan doa di kalangan santri Al-Kandiyas. Terapi Bapak dengan menggunakan dzikir dan doa memandang bahwa keimanan dan kedekatan kepada Allah Subhanahu Wa talaa yang merupakan kekuatan yang sangat berarti bagi upaya perbaikan pemulihan diri dari gangguan problem-prombelem kejiawaan yang dialami setiap santri. Pada dasarnya terapi spiritual islami tidak hanya sekedar menyembuhkan gangguan pskiologis tetapi yang lebih substansial adalah bagaimana membangunan sebuah kesadaran diri (self aweners) agar manusia bisa memahami hakikat dirinya. Karena pada dasarnya mereka yang mengalami promblematika sosial tidak hanya sekedar mengingakan untuk mencari makna hidupnya, dan mengaktualisasi diri. 18

Pengalaman Spritual Santri

Spritualitas diarahkan kepada pengalaman subjektif dari apa yang relavan secara eksistensial untuk manusia. Spritualitas tidak hanya memperhatikan apakah hidup berharga, namun juga berfokus mengapa hidup berharga. Menjadi spiritual berarti memili ikatan yang lebih terhadap hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau materil. Dimensi spiritual menunjukan manusia menggangap dirinya kekuatan lain untuk dapat merealisasikan keinginannya. Kehidupan Santri Al- Kandiyas dalam sehari-hari selama Pandemi COVID-19 selalu mempertahankan amaliyah secara berulang-ulang. Mengingat, jadwal madrasah diniyah diliburkan. Kiai Haji Ridwan selalu mengingatkan pentingnya wiridan sebagai perisai diri, ia tak bosan selalu aktif untuk memberikan wejangan terhadap santri-santrinya untuk mempertahankan wirid setiap selepas magrib, isya, shubuh, dhuhur, dan ashar.

16 Hasil Observasi 11 September 2021

17 Ceramah Kiai Haji Ridwan Em Nur

18 Taufiq, Panduan Lengkap & Praktis Psikologi Islam. Jakarta, Gema Insani, 2006.

(18)

Dalam konteks pengamalan praktek dzikir dan doa, Setiap santri Al-Kandiyas merasakan pengalaman spritualitas yang berbeda terkait implikasi pengamalan amaliyah secara berulang-ulang. Artinya, setiap santri subjektif tidak bisa disamaratakan, ada yang menunjukkan pengalaman akan mengalami ketenangan setelah mengikuti praktek dzikir dan doa. Tetapi, ada beberapa santri tidak mengalami peristiwa apapun. Dari beberapa santri yang merasakan pengalaman spritualitas. Ustad Mabrur Barizi, berusia 25 tahun.

Laki-laki yang diantaranya penghafal Al-Quran merupakan santri aktif sejak tahun 2014.

Ia telah menghabiskan kuliah di jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir kurang lebih 7 tahun.

Selama menjadi santri, ia merasakan dampak yang dirasakan ketika mengamalkan.

“ Dilihat secara normatif wiridan sebagai solusi terutama masalah keberagaman, salah satu bersumber pada ayat Alladzi Tatmainul Qulub artinya dengan berdzikir hati akan tentram dan menyelesaikan sejumlah masalah”.

Jawaban, Ustad Mabrur menunjukkan bahwa al-Quran sebagai sumber pengetahuan untuk pengalamanan spritualitas. Berbeda, dengan kang Harist. Ia merupakan salah satu pengurus Al-Kandiyas. Jabatannya, wakil Lurah Pesantren. Usianya baru mengijak 20 tahun. Ia menyelesaikan hafalan Al-Quran dan sedang menempuh kuliah di teknologi pertanian di UVPN. Menurutnya pengamalan wirid di Al-Kandiyas.

“ Menurut saya dampak setelah membaca wirid sangat besar dampaknya, namun hal ini sukar dijelaskan. Pertama yang pernah saya rasakan saya lebih tenang yah walaupun jarang membca. Hehe. Kedua ini ada cerita jadi tahun kemaren saya ada suatu keinginan (nah) saya bacalah, yah walaupun sekedear ikutan bersama buya, eh ternyata terkabul melebiji yang saya inginkan. Entah ini memag dengan wasilah dzikir atau memang takdir. Walaupun saya ini usahanya hanya sedikit untuk keinginan itu.”

Pengalaman kang Harist memberikan penjelasan bahwa sedikit atau banyak membaca wiridan yang diselenggarakan di Al-Kandiyas mempunyai implikasi terhadap kehidupan sehari-hari. Persoalan COVID-19 juga mengalami hal yang sama.

“ Alhamdulilah ngak ada, ekonomi alhamdulilah lancar, di masalah pendidikan saya juga lebih senang, masalah kesehatan sampai saat ini diberikan kesehatan. Karena masalah lebih dimudahkan.”

Selanjutnya, pengalaman seorang santri yang bernama Rendi. Laki-laki yang berusia 23 tahun. Ia masuk di Al-Kandiyas pada tahun 2016. Saat ini ia menjadi mahasiswa Pertenakan di UGM. Santri berambut gondrong ini mempunyai cerita tentang aktivitas setelah membaca dzikir dan doa di Al-Kandiyas.

“ Kalau dari saya pribadi, dampak wirid di Al-Kandiyas menurut saya bukan efek yang secara langsung. Tapi entah kenapa menjalani hidup menjadi lebih tenang, tidak ambisius, dan selalu menemukan kemudahan atau istilah keberuntungan dalam keluarga khususnya bagi saya sendiri”.

Pernyataan, Rendi membuktikan pengalaman dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Di tengah COVID-19 yang promblematis, ia menemukan beberapa aspek untuk mengatasi promblematika kehidupan sehari-hari. Terkahir, pengalaman spiritual dari ustad Mustain.

Ia merupakan salah satu santri senior di pesantren Al-Kandiyas. Ia memulai nyantri tahun 2004, hingga sekarang ia telah mengabdi sebagai asatidz. Pria yang berusia 33 tahun menanggapi tentang praktek wirid di Al-Kandiyas.

“Yakin karo amalan kue, iso wasilaih yo wes gari ngomong masalah manfaate, wong iso ngroso manfaat kan karena yakin lan wes membuktikan artine wes membuktikan wes pernah ngalami, wong urung tau naglami tapi diuji dengan manfaat akhire dadi percoyo.

(19)

Artinya: Yakin dengan amalan itu dan bisa mewasilahkan ya sudah tinggal berbicara manfaatnya, orang bisa merasakan manfaat kan karena yakin dan sudah membuktikan artinya sudah membuktikan sudah pernah mengalami, orang belum pernah mengalami tetapi diuji dengan manfaat akhirnya menjadi percaya.

Ustad Mustain lebih menekankan kepercayaan dalam setiap mengamalkan di Al- Kandiyas. Ia menuturkan setiap yang dibaca tentunya ada manfaatnya. Terutama, persoalan yang dialami saat ini, mulai dari masalah kesehatan, ekonomi dan pendidikan.

Wirid dan aurod tentunya harus diamalkan secara terus-menerus untuk merasakan dampak setelah mengamalkan praktek sehari-hari.

Praktik dzikir dan doa memberikan perhatian terkait ciri-ciri psikologis dan sosial dalam upaya ketahanan spirtualitas. Dua sasaran yang dianggap penting yaitu qalbiyah yang menentukan kondisi kejiwaan santri dan akal manusia. Cara kerja diri manusia baik secara pskiologis maupun fisiologis saling terkait erat satu sama lain. Munculnya promblematika yang dialami santri Al-Kandiyas mulai dari stress, depresi dan ketidak bahagian adalah karena adanya keresahan, kegelisahan, ketidaktenangan dalam hati. Bila hati sedang sakit maka tindak perilaku manusia akan menyimpang atau mental tidak sehat karena hati merupakan pangkal segala perbuatan. 19

Lapisan pertama adalah Shadar, yaitu terjadi tempat dimana terjadinya Tarik- menarik antara kutub kebaikan dan kutub kefasikan. Lapisan kedua adalah qalbu, yaitu tempat memacarkan imaniah. Lapisan ketiga adalah fuad, yaitu wilayah qalbu yang lebih dalam tempat dimana terpancarnya cahaya makrifah sendangkan lapisan paling dalam adalah lubb, yaitu merupakan kekuatan spiritual manusia karena tersimpan kekuatan ilahiyah (spiritual power). 20Pola terapi spiritulitas Islami kepada konsep pensucian jiwa atau tazkiyatunnufus Imam Al-Ghazali. Ia membagi tiga tahap pensucian jiwa, yaitu takhali di tahap ini bertujuan untuk membersihkan diri dari sifat yang buruk dan negative thinking, dan segala kebiasaan buruk yang dilakukan manusia. Kedua, tahalli atau pengembangan diri. Pada tahap ini manusia dilatih untuk mengembangkan potensi positif ada dalam dirinya dengan membangun nilai kebaikan dan kebermanaan dalam hidupnya.

Ketiga, tajali atau penemuan diri. Pada tahap ini manusia telah mengenali dirinya.21 Penggalian sumber terkait membaca praktek dzikir dan doa yang dilakukan santri Al-Kandiyas ada potensi keterhubungan antara etnografi, antropologi agama, kebudayaan dan kepribadian. Hal ini ditemukan pada fenomena dzikir dan doa di pesantren Al- Kandiyas dalam pengamalan yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Menguak keterhubungan tentu dibutuhkan data yang lebih lengkap yang bisa memberikan gambaran yang utuh. Di satu sisi, munculnya fenomena setiap santri yang beragam aspek pengamalan menjadi tema riset setelahnya.

Penutup

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan santri Al- Kandiyas tentang dzikir dan doa merupakan suluk atau jalan atau metode untuk melaksanakan ibadah dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah Subhahu Wa Tala.

Bacaan yang berbentuk amaliyah dan doa melalui proses pengajaran secara transmisi keilmuan yang dilakukan oleh seorang Kiai Haji Ridwan Em Nur. Latar belakang yang menuntut ilmu di beberapa pesantren mulai dari pesantren Suryalaya, Krapyak, Besuki.

Metode yang diajarkan menggunakan ceramah dan konseling yang dilakukan untuk santri

19 Ahmad Razak, Terapi Spritual suatu model Penanggulangan Gangguan Depresi

20 Ibid

21 Ibid

(20)

Praktek “Dzikir dan Doa” Santri Al-Kandiyas bagian dari etno-psikiatri yang melihat hubungan antara ritual pesantren dan budaya pesantren yang berpengaruh dan membentuk ketahanan spiritual Santri. Melalui dzikir dan doa basis utama santri Al- Kandiyas dalam melaksanakan praktek berulang-ulang yang diajarkan di pesantren.

Sebagai penutup, saya menekankan kembali pentingnya dikembangkan kajian pesantren yang bersumber dari pesantren yang membongkar beberapa akar permasalahan terutama yang dapat menyelesaikan kejiwaan atau psikiatri dengan menghubungkan dimensi teologis dengan sosial kajian ini menempatkan pengembangan diskursus altenatif yang lebih berpihak cara penyelesaian setiap persoalan yang melanda setiap pesantren.

Penelitian yang bersifat mikro yang menghubungkan setiap amaliyah dengan hikmah dibalik itu, memberikan pengetahuan baru tentang cara pesantren bertahan ketika mendapatkan promblematika sosial.

Daftar Pustaka

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. Paradigma Profetik Islam: Epistemologi Etos dan Model.

UGM PRESS, 2019.

Arum, Khusni. "Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis Sosial Profetik (Analisis Terhadap Pemikiran Kuntowijoyo)." Millah: Jurnal Studi Agama 17.2 (2018): 177-196.

Asyqor, Umar Sulaiman, Asmaul Husna, Jakarta: Qisthi Press, 2010.

As’ad, Ali, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Menara Kudus, 2007.

As’ad, Ali, Manaqib al-Marhum KH. Muhammad Munawwir, Yogyakarta: Munawwir Press, 2011.

Ghony, M. Djunaidi, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.

Haedar, Amin, dkk., Masa Depan Pesantren : Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, Jakarta: IRD Press, 2004.

Hamid, Abd. Rahman dan Muhammad Saleh Majid, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2011.

Hasan, M.Rifai, Faidah-Faidah Al-Quran, Kediri: Darussalam Centre, 2017.

Izzan, Ahmad, Tafsir Pendidikan : Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan, Banten:

Pustaka Aufa Media, 2012.

Kandahlawi, M. Zakariya ,Kitab Fadhilah Amal, Jakarta: As-Shaff, 2009.

Mulyati, Sri, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media : 2004.

Sugiyono, Dr. "Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D." (2013).

Seymour-Smith, Charlotte. Palgrave dictionary of Anthropology. Macmillan International Higher Education, 1987.

Thouless, Robert H, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Taufiq, M. Izuddin. Panduan lengkap dan praktis psikologi Islam. Gema Insani, 2007.

Referensi

Dokumen terkait