• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah yurisdiksinya masing-masing. Namun karena batas terluar wilayah negara senantiasa berbatasan dengan wilayah kedaulatan negara lain maka penetapan tersebut harus juga memperhatikan kewenangan otoritas negara lain melalui suatu kerjasama dan pernjanjian, misalnya dalam bidang survei dan penentuan batas wilayah darat maupun wilyah laut antara NKRI dengan negara lain yang selama ini tertuang dalam bentuk MoU maupun perjanjian-perjanjian penetapan garis batas laut.

UUD 1945 hasil amandemen dalam pasal 25A telah mengamanatkan pembuatan UU untuk menetukan batas wilayah negara yang dijadikan pedoman dalam mempertahankan kedaulatan NKRI, memperjuangkan kepentingan nasional dan keselamatan bangsa, memperkuat potensi, memberdayakan dan mengembangkan sumberdaya alam bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia. Dasar hukum wilayah negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara yang menjadi dasar hukum untuk diketahui masyarakat internasional, terutama negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia, bahwa wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti mengemukakan sejumlah simpulan, sebagai berikut :

(2)

(2) Hasil analisis menunjukkan bahwa penetapan batas wilayah menjadi prioritas utama dan dengan meningkatkan konsultasi regional dalam bidang ekonomi negara tetangga, serta meningkatkan intensitas pertemuan bilateral antar kedua negara (Indonesia dan Filipina), untuk mencari titik temu posisi titik dasar dan titik referensi di laut, sebagai acuan batas dalam peta wilayah negara, kemudian hasil kesepakatan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Pulau-pulau kecil terluar di perbatasan negara mempunyai tingkat kerawanan terhadap pertahanan dan keamanan negara, terutama terhadap kejahatan transnasional, namun fasilitas untuk menunjang sistem pengawasan masih kurang terutama sarana dan prasarana, termasuk personil yang terlatih khusus untuk menangkal aktivitas ancaman masuknya terorisme dan perdagangan illegal seperti senjata dan bahan makanan.

(4) Kondisi sosial ekonomi masyarakat masih tergantung pada hasil sumberdaya alam yang tersedia, sedangkan dalam musim-musim tertentu masyarakat terperangkap tidak bisa keluar dari pulau akibat cuaca dan musim gelombang laut yang tinggi. Sehingga ketergantungan masyarakat terhadap kebutuhan pangan harus di suplai dari negara tetangga karena jarak antar pulau terluar dan pulau ibukota kabupaten sangat jauh.

(5) Pelintas batas masih terus berlangsung karena hubungan kekeluargaan yang sudah terjalin sejak dahulu, sehingga para pelintas batas terutama masyarakat Pulau Marore dan Pulau Miangas yang telah kawin-mawin dengan penduduk / masyarakat Filipina hingga saat ini tetap melakukan perkunjungan. Ketidak mampuan pemerintah daerah untuk memulangkan masyarakat Indonesia yang tinggal di Pulau Mindanao, karena penghasilan mereka lebih memadai dan lebih banyak apabila dibandingkan dengan hasil pendapatan apabila bekerja di pulau-pulau di Kabupaten Kepulau-pulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulau-pulauan Talaud. (6) Karena penetapan kembali batas (delimitasi) ZEE sebagai konsep yang

(3)

sekaligus antara penetapan ZEE dengan wilayah landas kontinen, sebagaimana diatur dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982.

(7) Indonesia dan Filipina merupakan dua negara kepulauan yang berbatasan, dan telah meratifikasi UNCLOS 1982 sebagai perundang-undangan negara masing-masing, sehingga mensyaratkan adanya ZEE masing-masing negara kepulauan. (8) Wilayah ZEE yang terletak di antara negara Indonesia dan Filipina sering terjadi

pelanggaran, terutama pencurian ikan, penyeludupan, dan kejahatan transnasional, Oleh karenanya perlu dilakukan penanganan khusus oleh kedua negara.

(9) Dalam penentuan batas yang berdasarkan konvensi, yurisprudensi dan praktek negara tentang penetapan batas (delimitasi) maka penetapan batas wilayah ZEE antara Indonesia dan Filipina dapat dilakukan dengan persetujuan dan berpedoman pada prinsip sama jarak (equitable principles).

(10) Kendala-kendala akibat belum adanya penetapan batas wilayah ZEE antara Indonesia dan Filipina, adalah masalah teknis yuridis, hak -hak perikanan tradisional, rute navigasi (ALKI), faktor sosio-kultural. (11) Dalam bidang kelautan dihadapi (1) masih adanya konflik antar sektor

(4)

pulau-pulau kecil; (6) belum memadainya sarana dan prasarana di pulau-pulau-pulau-pulau kecil dan masih adanya kesenjangan sosial-ekonomi antara pulau besar dan pulau kecil, serta belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau kecil terdepan; (7) belum memadainya produk riset dan pemanfaatan hasil riset; serta (8) belum memadainya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia.

(12) Peraturan Daerah di Provinsi Sulawesi Utara belum diadopsi oleh Kabupaten Kelautan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud, khusus tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat, walaupun Peraturan Daerah tersebut sudah disahkan sejak tahun 2003.

6.2 Saran

Berdasarkan sejumlah simpulan tersebut, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

(1) Praktek illegal fishing sangat merugikan masyarakat nelayan setempat dan nelayan kapal perikanan Indonesia. Oleh karena itu perlu peningkatan pengawasan dan penegakan hukum oleh pihak TNI AL dan TNI AU termasuk peran serta pemerintah daerah dan masyarakat lokal.

(2) Menjaga kerukunan kekeluargaan antara masyarakat lokal pulau-pulau terluar dengan masyarakat lokal Pulau Mindanao dan sekitarnya yang telah menetap di Filipina, dengan mengindentifikasi jumlah dan status kewarganegaraan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah warga, pekerjaan, dan status kewarganegaraannya.

(3) Sebagai tindakan sementara menunggu ditetapkannya perjanjian batas wilayah ZEE antara Indonesia dan Filipina, pemerintah Indonesia dan Filipina memperketat penjagaan keamanan wilayah tersebut dari tindakan-tindakan pelanggaran yang terjadi.

(5)

negara lain, dengan tanpa alasan yang sah. Tindakan ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran di wilayah masing-masing negara. (5) Pelanggaran di wilayah ZEE tersebut sangat merugikan kedua negara, maka

jalan keluar atas kondisi tersebut adalah merintis kembali dilakukannya pembahasan tentang penetapan batas ZEE oleh pemerintah Indonesia dan Filipina.

(6) Apabila diperlukan untuk penyusunan naskah akademis dan rancangan undang-undangan khusus tentang pulau-pulau di perbatasan negara dan peraturan pelaksanaannya seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Menteri (KepMen), Peraturan Daerah (Perda) dan sebagainya, sebagai payung hukum yang berlaku secara vertikal maupun secara horizontal.

(7) Perubahan status hukum dari Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau Terluar menjadi Undang-Undang.

(8) Penyusunan Rencana Tata Ruang Pulau-Pulau Kecil terluar di perbatasan negara harus berdasarkan peta yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal, dan tidak mengacu pada peta elektronik yang disajikan lewat internet oleh Google yang salah mencantumkan informasi nama pulau Miangas dalam peta, padahal dalam peta seharusnya pulau Sarangani dan pulau Balut di Filipina (Gambar 12). Oleh karena itu perlu usulan perbaikan dari pemerintah supaya peta elektronik dari perusahan Google di Amerika Serikat agar di perbaiki sesuai yang benar, agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari karena data dan informasi yang salah.

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam akuisisi data yaitu metode seismik refraksi dengan interpretasi data menggunakan Metode Hagiwara untuk menentukan kedalaman suatu lapisan tanah

Sebagai contoh jika kita ingin mengukur rangkaian yang memiliki tegangan atau arus yang kecil dan kita menggunakan skala batas ukur yang besar maka kita akan

kekasaran pemukaan resin komposit nanofil dan giomer lebih tinggi dibanding karbamid peroksida 10%, proses bleaching dengan karbamidperoksida10%dan20% menyebabkan

Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan bagaimana dapat mendesain bangunan yang menggunakan struktur baja dengan metode SRMPK untuk mendapatkan penampang

14 Tingginya jumlah infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas sp ini kemungkinan karena bakteri ini telah berkoloni dengan lingkungan rumah sakit (seperti peralatan medis, udara

Dalam hal ini dimensi tangible (terjamah) berarti bagaimana petugas Kantor Pelayanan Masyarakat Satuan Intelijen dan Keamanan Polrestabes Surabaya memberikan pelayanan

Pengembangan pendekatan Website Usability Evaluation (WEBUSE) sebagai standar pengukuran usability, dengan metode evaluasi kuisioner berbasis web yang memungkinkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan