• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DAN HUBUNGAN PANJANG BOBOT IKAN HIU TUPAI (Chiloscylium hasselti) DI PERAIRAN TANJUNG BALAI PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI DAN HUBUNGAN PANJANG BOBOT IKAN HIU TUPAI (Chiloscylium hasselti) DI PERAIRAN TANJUNG BALAI PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH :"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN HUBUNGAN PANJANG BOBOT IKAN HIU TUPAI (Chiloscylium hasselti) DI PERAIRAN TANJUNG

BALAI PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH :

WINI AAFINI J HARAHAP 140302071

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)

BALAI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

WINI AAFINI J HARAHAP 140302071

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(3)

IDENTIFIKASI DAN HUBUNGAN PANJANG BOBOT IKAN HIU TUPAI (Chiloscylium hasselti) DI PERAIRAN TANJUNG

BALAI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

WINI AAFINI J HARAHAP 140302071

Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(4)

Judul Penelitian : Identifikasi dan Hubungan Panjang Bobot Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) di Perairan Tanjung Balai Provinsi Sumatera Utara

Nama : Wini Aafini J Harahap

NIM : 140302071

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui oleh,

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

Amanatul Fadhilah S.Pi., M.Si Desrita, S.Pi, M.Si

NIP. 19890815 2017062001 NIP. 198312122015042002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Eri Yusni. M.Sc.

NIP. 195911161993032001

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Wini Aafini J Harahap NIM : 140302071

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “IDENTIFIKASI DAN HUBUNGAN PANJANG BOBOT IKAN HIU TUPAI (Chiloscylium hasselti) DI PERAIRAN TANJUNG BALAI PROVINSI SUMATERA UTARA” adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Medan, April 2018

Wini Aafini J Harahap NIM. 140302071

(6)

WINI AAFINI J HARAHAP. Identifikasi Hubungan Panjang Bobot Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) di Perairan Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara.

Dibawah bimbingan AMANATUL FADHILAH.

Ikan Hiu termasuk kedalam ikan bertulang rawan dari subkelas Elasmobranchi. Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) dan Ikan Hiu Putih (Carcharhinus menopterus) banyak di jumpai di perairan Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara. Sampai saat ini data mengenai Ikan Hiu di perairan Tanjungbalai belum didapatkan sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan di Tanjungbalai pada bulan Maret sampai April 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis apa saja yang terdapat di perairan Tanjungbalai, hubungan panjang bobot, rasio kelamin, frekuensi panjang dan faktor kondisi dari ikan hiu yang didapat. Data primer adalah Ikan Hiu Tupai yang di amati sebanyak 209 ekor sampel untuk dilakukan pengukuran panjang total dan bobot basah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa nilai b didapat dari hubungan panjang ikan hiu tupai 0,269.

Pola pertumbuhan ikan hiu tupai berupa allometrik negatif dengan persamaan pertumbuhan W=65,181L0,296. Rasio kelamin didapat dalam keadaan tidak seimbang dengan perbandingan 1:1,22. Frekunsi panjang yang didapat 48-96 cm.

Nilai terendah dan tertinggi faktor kondisinya adalah 0,0022 – 0,0175 secara morfologi memiliki kemontokan yang baik.

Kata Kunci : Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti), Ikan Hiu Putih (Carcharhinus melanopterus), Pertumbuhan, Perairan Tanjungbalai.

(7)

ABSTRACT

WINI AAFINI J HARAHAP. Identifying the correlation of long weight correlation of Tupai Shark (Chiloscylium hasselti) in Tanjungbalai Waters of North Sumatra Province. Under the guidance of AMANATUL FADHILAH.

Sharks belong to a cartilaginous fish from the Elasmobranchi subclass.

Tupai Shark (Chiloscylium hasselti) and White Shark (Carcharhinus menopterus) are often encountered in the waters of Tanjungbalai, North Sumatra Province. Until now data on the Sharks in Tanjungbalai waters have not been obtained therefore research needs to be done. This research was conducted in Tanjungbalai from March to April 2018. This study aims to find out what types are contained in Tanjungbalai waters, long weight correlation, sex ratio, long frequency and condition factor of the shark obtained. Primary data is Tupai Shark that observed as much as 209 samples to measure total length and wet weight. The results concluded that the value of b obtained from the long relationship of Tupai shark 0.269. The growth pattern of tupai shark in the form of allometrik negative with growth equation W = 65,181L0,296. The sex ratio was obtained in an unbalanced state with a ratio of 1: 1.22. Frequency of 48-96 cm. The lowest and highest value of the condition factor is 0.0022 - 0.0175 morphologically has a good hair loss.

KEYWORDS: Tupai Shark (Chiloscyllium hasselti), White Shark (Carcharhinus melanopterus), Growth, Tanjungbalai Waters.

(8)

Penulis dilahirkan di Kota Pematangsiantar pada tanggal 19 Juli 1996. Anak dari pasangan Bapak Dahyar Muda Harahap, SH. dan Ibu Dra.

Arifah, MA, yang merupakan putri kedua dari 3 bersaudara.

Pendidikan formal pertama diawali di TK Kesturi yang berakhir pada tahun 2003 dan dilanjutkan di SDN 1918033 Perumnas Bt VI pada tahun 2003-2008. Bersamaan dengan berakhirnya pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Pematangsiantar dan selesai pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Swasta Perguruan Sultan Agung Pematangsiantar dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan S-1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Mandiri.

Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Kawasan Konservasi Penyu Pantai Binasi-Sorkam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai wakil sekretaris Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) dan penulis pernah menjadi asisten Laboratorium Planktonologi, Ekologi Perairan, Dinamika Populasi Ikan dan Dasar Perikanan Tangkap di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyesuaikan usulan penelitian Yang Berjudul “Identifikasi Dan Hubungan Panjang Bobot Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) Di Perairan Tanjung Balai Provinsi Sumatera Utara”.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai satu dari beberapa syarat memenuhi kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Dahyar Muda Harahap, SH. dan Ibunda Dra. Arifah, MA yang telah membesarkan dan merawat penulis.

2. Kakak terkasih Dini Harahap, SH. yang selalu memberikan do’a, motivasi serta membantu dan memberi dukungan kepada penulis.

3. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

4. Ibu Amanatul Fadhilla, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing dan Ibu Desrita, S.Pi, M.Si. yang telah memberikan banyak sekali ilmu, masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis.

5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan pegawai tata usaha Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Kak Nur Asiah, A.Md.

6. Sahabat yang penulis sayangi khususnya Muhammad Luthfy Hajli, Angga Abdur Rohman Lubis, Tri Hartati Uyun Matondang, Nurhayati Rambe, Jeni

(10)

Sari, Ella Xena, Febya Hasibuan, Adenia Cahyatie, Sabila Barus, teman-teman seperjuangan MSP angkatan 2014 dan adik Tasya Paramadina Utami dan Indah Pertiwi.

7. Nelayan di Tanjungbalai Bapak Enun serta kepada seluruh pihak yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan kontribusi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang pengelolaan sumberdaya perairan dan perikanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2018

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ikan Hiu ... 5

Jenis-Jenis Ikan Hiu ... 6

Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) ... 7

Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) ... 8

Morfologi Ikan Hiu ... 9

Jenis Kelamin Pada Ikan Hiu ... 12

Habitat Ikan Hiu ... 13

Penyebaran Ikan Hiu ... 14

Alat Tangkap Pancing Rawai (Long line) ... 15

Pertumbuhan ... 16

Hubungan Panjang dan Bobot ... 18

Faktor Kondisi ... 19

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Alat dan Bahan ... 21

Prosedur Penelitian ... 21

Identifikasi Jenis Ikan Hiu ... 22

Pengamatan Morfologi ... 22

Analisis Data ... 22 v

(12)

Hubungan Panjang dan Bobot Ikan ... 24

Faktor Kondisi ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 27

Identifikasi Jenis Ikan Hiu Hasil Tangkapa Nelayan ... 27

Hasil Tangkapan Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti)... 27

Rasio Kelamin ... 28

Sebaran Frekuensi Panjang ... 29

Hubungan Panjang dan Bobot ... 33

Faktor Kondisi ... 35

Pembahasan ... 35

Identifikasi Jenis Ikan Hiu Hasil Tangkapan Nelayan ... 35

Bentuk Tubuh ... 35

Sirip ... 36

Kepala ... 38

Alat Kelamin ... 39

Rasio Kelamin ... 40

Sebaran Frekuensi Panjang ... 41

Hubungan Panjang dan Bobot ... 42

Faktor Kondisi ... 44

Pengelolaan Sumberdaya Ikan ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47

Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 4

2. Hiu Tupai (Chiloscyllium hasselti) ... 8

3. Carcharhinus melanopterus ... 9

4. Morfologi Ikan Hiu ... 9

5. Struktur Sirip Dorsal Ikan Hiu ... 10

6. Struktur Kepala Bgaian Bawah Ikan Hiu ... 10

7. Struktur Caudal Ikan Hiu ... 11

8. Alat Kelamin Jantan dan Betina Ikan Hiu ... 13

9. Pengoprasian Pancing Rawai ... 16

10. Peta Lokasi Penelitian ... 21

11. Hasil Tangkapan Ikan Hiu Tupai Berdasarkan Minggu Pengamatan .. 28

12. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai selama Pengamatan ... 28

13. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai Jantan dan Betina ... 29

14. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai Jantan dan Betina Minggu ke-1 Pengamatan ... 30

15. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai Jantan dan Betina Minggu ke-2 Pengamatan ... 30

16. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai Jantan dan Betina Minggu ke-3 Pengamatan ... 31

17. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai Jantan dan Betina Minggu ke-4 Pengamatan ... 32

18. Rasio Kelamin Ikan HIU Tupai Berdasarkan Minggu Pengamatan .... 33

19. Grafik Hubungan Panjang-Bobot Ikan Hiu Tupai ... 33

(14)

21. Morfologi Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) ... 36

22. Morfologi Hiu Sirip Hitam (Carcharhinus melanoptrus) ... 36

23. Sirip Bawah dan Sirip Anal Ikan Hiu Tupai ... 37

24. Sirip Ikan Hiu Sirip Hitam ... 38

25. Perbedaan Bentuk Kepala Hiu Tupai ... 38

26. Organ Reproduksi Ikan Hiu Jantan dan Betina ... 39

(15)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Klasifikasi Jenis-Jenis Ikan Hiu ... 6 2. Jenis Ikan Hiu Hasil Tangkapan Nelayan di Perairan Tanjungbalai ... 27 3. Rasio Kelamin Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) ... 32 4. Hubungan Panjang Bobot Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) ... 35 5. Nilai Faktor Kondisi Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) ... 35

(16)

No. Teks Halaman 1. Data Panjang dan Bobot Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) ... 49 2. Kegiatan Penelitian ... 53 3. Alat dan Bahan Penelitian ... 54

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara yang memanfaatkan sumber daya ikan bertulang rawan (Hiu dan Pari) terbesar di dunia, dengan dugaan hasil tangkapan sebesar 105,000 ton pada tahun 2002 dan 118,000 ton pada tahun 2003. Ikan Hiu dan Pari yang tertangkap bisa sebagai hasil tangkap sampingan maupun sebagai tangkapan utama. Beberapa alat tangkap yang digunakan untuk menangkap Hiu dan Pari sebagai tangkapan utama antara lain adalah berbagai jenis jaring insang, pancing rawai dan tombak. Sedangkan untuk hasil tangkap sampingan oleh nelayan yang menggunakan pukat dasar, pukat udang, jaring insang, pancing rawai dan bagan. Meskipun Indonesia memiliki kekayaan jenis Hiu dan Pari tertinggi di dunia, namun hampir tidak ada kajian atau pun publikasi mengenai aspek biologi maupun komposisi jenis tersebut. Pengetahuan mengenai pengenalan jenis Hiu dan Pari yang ada di Indonesia amatlah dibutuhkan seiring dengan tingkat pemanfaatan yang amat tinggi (Emiliya et al., 2017).

Hiu merupakan hewan predator yang hidup di sekitar terumbu karang dan bergerak disekitar dasar perairan. Hewan predator ini berada pada tingkat atas rantai makanan yang sangat menentukan dan mengontrol keseimbangan jaring makanan yang komplek. Hiu akan memakan ikan-ikan yang lebih kecil, dan secara alamiah Hiu akan memangsa hewan hewan yang lemah dan sakit, sehingga hanya akan menyisakan hewan-hewan yang masih sehat untuk bertahan hidup di alam. Karena itu Hiu memiliki peranan penting dalam menstabilkan ekosistem dalam menjaga komposisi populasi ikan. Selain itu, Hiu mempunyai tingkat pertumbuhan yang

(18)

lambat dan umur yang panjang, usia dewasa Ikan Hiu membutuhkan waktu sekitar delapan belas tahun lebih (Emiliya et al., 2017).

Diperkirakan lebih dari 75 jenis Hiu ditemukan di perairan Indonesia dan sebagian besar dari jenis tersebut potensial untuk dimanfaatkan. Hampir seluruh bagian tubuh Hiu dapat dijadikan komoditi, dagingnya dapat dijadikan bahan pangan bergizi tinggi (abon, bakso, sosis, ikan kering dan sebagainya), siripnya untuk ekspor dan kulitnya dapat diolah menjadi bahan industri kerajinan kulit berkualitas tinggi (ikat pinggang, tas, sepatu, jaket, dompet dan sebagainya) serta minyak Hiu sebagai bahan baku farmasi atau untuk ekspor. Tanpa kecuali gigi, empedu, isi perut, tulang, insang dan lainnya masih dapat diolah untuk berbagai keperluan seperti bahan lem, ornamen, pakan ternak, bahan obat dan lain-lain (Alaydrus et al., 2014). Status sumberdaya Hiu didunia terancam punah akibat kelebihan tangkap (overfishing).

Sebagian besar produk perikanan Hiu di Indonesia dihasilkan tangkapan sampingan (72%), dan hanya 28% perikanan dihasilkan sebagai target tangkapan utama. Saat ini sumberdaya perikanan Hiu di Indonesia mengalami penurunan, dengan penurunan “Hasil Tangkap Perunit Usaha” hingga 26-50% dibandingkan dengan hasil tangkapan 10 tahun yang lalu (Emiliya et al., 2017).

Kota Tanjungbalai merupakan salah satu daerah pesisir yang terletak di Pantai Timur Sumatera Utara. Perairan ini memiliki potensi yang sangat besar terutama dari hasil perikanan laut. Bagan Asahan merupakan salah satu desa penghasil kerang di Kecamatan Tanjung Balai Asahan. Wilayah pesisir Bagan Asahan berada didekat muara Sungai Asahan dan berhadapan langsung dengan Selat Malaka (Silalahi et al., 2014). Tanjung Balai khususnya Bagan Asahan juga

(19)

merupakan penghasil ikan-ikan besar sehingga memudahkan untuk melakukan penelitian terhadap ikan-ikan besar.

Dalam ilmu Biologi Perikanan, hubungan panjang bobot ikan merupakan pengetahuan yang signifikan dipelajari, terutama untuk kepentingan pengelolaan perikanan. Hubungan panjang bobot ikan dan distribusi panjangnya perlu diketahui, terutama untuk mengkonversi statistik hasil tangkapan, menduga besarnya populasi dan laju mortalitasnya (Emiliya dkk., 2017).

Rumusan Masalah

Hiu merupakan hewan predator yang berada pada tingkat atas rantai makanan yang sangat menentukan dan mengontrol keseimbangan jaringan makanan yang kompleks. Hiu terdiri dari beberapa jenis spesies, penyebaran yang berbeda dan merupakan biota langka yang harus dijaga kelestariannya demi masa mendatang sehingga diperlukan kebijakan yang dibuat untuk mengendalikan perburuan Hiu di Indonesia. Informasi sebagai landasan dibuatnya kebijakan pengelolaan penangkapan Hiu. Berdasarkan deskripsi di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pengukuran data panjang dan bobot yang dilakukan dapat memprediksi pola pertumbuhan Ikan Hiu ?

2. Jenis apa sajakah yang terdapat di Perairan Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pola pertumbuhan Ikan Hiu.

3

(20)

2. Untuk mengetahui identifikasi jenis-jenis Ikan Hiu yang terdapat di Perairan Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai jenis- jenis Ikan Hiu dan pola pertumbuhan Ikan Hiu sebagai acuan pelestarian dan pengelolaan Ikan Hiu di Perairan Tanjung Balai Provinsi Sumatera Utara.

Kerangka Pemikiran

Usaha penangkapan Ikan Hiu merupakan salah satu aktivitas umum yang dilakukan pengusaha-pengusaha perikanan tangkap di Tanjung Balai, sehingga perlu dilakukan pengelolaan sumberdaya Ikan Hiu agar tetap dapat dipertahankan keberadaannya baik kualitas maupun kuantitasnya, dengan melihat jenis Ikan Hiu yang tertangkap, pertumbuhan Ikan Hiu berupa hubungan panjang bobot, pola pertumbuhanIkan Hiusehingga dapat dilakukan pengelolaan yang tepat. Secara ringkas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Jenis dan Pola Pertumbuhan Ikan Hiu Perairan Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara

Hasil Tangkapan Ikan Hiu

Jenis Ikan Hiu

- Distribusi sebaran panjang Ikan Hiu - Hubungan panjang bobot Ikan Hiu - Pola pertumbuhan

Pengelolaan

Usaha Penangkapan Ikan Hiu

Pertumbuhan Ikan Hiu

- Morfologi Ikan Hiu - Kelamin Ikan Hiu

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Ikan Hiu

Berdasarkan studi dari berbagai literatur dan hasil penelitian hingga tahun 2010, telah mencatat setidaknya 218 jenis Ikan Hiu ditemukan di perairan Indonesia, yang terdiri dari 114 jenis Hiu dan tiga jenis Ikan Hiu hantu yang termasuk ke dalam 44 suku. Dari 44 suku ikan bertulang rawan tersebut, hanya sekitar 26 jenis Hiu dari 10 marga dan enam suku yang bernilai nilai ekonomi tinggi untuk diperdagangkan siripnya di pasaran nasional maupun internasional. Jenis- jenis Hiu dari suku Carcharhinidae, Lamnidae, Alopiidae dan Sphyrnidae merupakan kelompok Hiu yang umum dimanfaatkan siripnya karena anggota dari kelompok-kelompok Ikan Hiu tersebut umumnya berukuran besar. Selain itu terdapat beberapa jenis Pari yang memiliki bentuk tubuh seperti Hiu (shark like) seperti ikan-ikan dari suku Rhynchobatidae, Rhinobatidae, dan Rhinidae, yang banyak dimanfaatkan pula siripnya bahkan ada yang memiliki harga yang relatif lebih tinggi di pasaran dibandingkan sirip Ikan Hiu itu sendiri (Simeon et al., 2017).

Menurut Buku Dermawan (2015) klasifikasi Ikan Hiu sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Choedricthyes Ordo : Squaliformes Famili : Squalidae Genus : Sphyrna

Spesie : Sphyrna lewini, Sphyrna zygaena, Sphyrna mokarran

(22)

Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas Elasmobranchii. Kelompok Elasmobranchii terdiri dari Hiu dan Pari memiliki

tingkat keanekaragaman yang tinggi serta dapat ditemukan di berbagai kondisi lingkungan, mulai dari perairan tawar hingga palung laut terdalam dan dari daerah laut beriklim dingin sampai daerah tropis yang hangat. Hiu memiliki persebaran yang sangat luas dan hamper ditemukan diseluruh perairan samudra. Sebagian besar Hiu hidup pada perairan tropis yang hangat dan beberapa spesies Hiu hidup di perairan dingin. Hiu juga dapat ditemukan pada daerah pantai hingga laut dalam serta di ekosistem terumbu karang (Ayotte, 2005).

Jenis – Jenis Ikan Hiu

Menurut White et al (2006) berdasarkan data perikanan tangkap DKP dan List of Species Reef Fishes of the Bird’s Head Peninsula, West Papua Indonesia terdapat 19 Jenis Ikan Hiu yang ditemukan, disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi jenis-jenis Ikan Hiu

No Ordo Famili Nama Spesies Nama

Perdagangan

1 Carcharhiniformes

Carcharhinidae

Carcharhinus

Albimarginatus Silvertip Shark Carcharhinus

Amblyrhynchos

Grey reef shark Carcharhinus

falciformis Silky shark

Carcharhinidae

Carcharhinus

leucas Bull shark

Carcharhinus melanopterus

Blacktip reef shark

Galeocerdo

cuvier Tiger shark

Triaenodon obesus

Whitetip reef shark

Scyliorhinidae Atelomycterus marmoratus

Coral cat chark Sphyrnidae Sphyrna lewini Scalloped

hammerhead

(23)

Sphyrna mokarran

Great

hammerhead

2 Orectolobiformes

Ginglymostomatidae Nebrius ferrugineus

Tawny nurse shark

Hemiscylliidae

Chiloscyllium punctatum

Brownbanded bamboo shark Hemiscyllium

freycineti

Indonesian speckled carpetshark Hemiscyllium

galei Bamboo shark

Hemiscyllium

henryi Bamboo shark

Hemiscyllium ocellaturn

Epaulette shark Orectolobidae Eucrossorhinus

dasypogon

Tasselled wobbegong Rhincodontidae Rhincodon typus Whale shark Stegostomatidae Stegostoma

fasciatum Zebra shark Dari 19 jenis Ikan Hiu tersebut, terdapat 3 jenis yang dideskripsikan sebagai berikut:

a. Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti)

Chiloscylium hasselti banyak ditemukan di perairan dekat pantai dan

terumbu karang. Keberadaan Hiu Chiloscyllium hasselti sangat penting dalam menjaga ekosistem laut dan terumbu karang karena sifat Hiu sebagai predator utama. Hiu memegang peranan penting dalam sistem ekologi sebagai predator puncak (apex predator). Sebagai predator puncak, Hiu memangsa hewan-hewan yang berada pada tingkat tropik di bawahnya sehingga secara tidak langsung Hiu ikut menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem laut dengan melakukan seleksi dalam ekosistem dan mengatur jumlah populasi hewan-hewan di dalam tingkat tropik yang lebih rendah (Laili dan Mufti, 2017).

Informasi saat ini menunjukkan bahwa Chiloscyllium hasselti belum banyak diteliti. Ketersediaan data biologi Hiu dan kelompok ikan bertulang rawan pada

7

(24)

umumnya masih kurang memadai bila dibanding dengan data biologi dari jenis ikan bertulang keras (teleostei). Informasi data biologis Hiu sangat penting bagi pengelolaan perikanan dan sangat dibutuhkan untuk memperoleh data yang akurat dalam penentuan kebijakan. Penentuan kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan cara implementasi aturan CITES di Indonesia dengan cara menerapkan regulasi terkait penetapan status perlindungan Hiu, kuota tangkap, data ilmiah mengenai Hiu (Bangun, 2014).

Gambar 2. Hiu Tupai (Chiloscyllium hasselti) (Sumber : White et al., 2006) b. Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus)

Ikan Hiu karang sirip hitam atau blacktip reef shark merupakan jenis Ikan Hiu yang tersebar di perairan tropis dan hidup di daerah terumbu karang serta perairan dangkal. Ukuran Ikan Hiu jenis ini berkisar antara 70-142 cm.

Moncongnya sangat pendek dan berbentuk bundar melebar, gigi atas agak miring dengan taring tipis dan taring-taring kecil yang pangkalnya rendah. Antara sirip punggung tidak ditemukan gurat. Bagian belakang berwarna kuning coklat dan semua ujung siripnya berwarna hitam (Gambar 2). Makanan Ikan Hiu karang sirip hitam ini berupa ikan kecil, krustasea, moluska, dan kelompok cumi. Jenis Ikan Hiu ini tidak membahayakan perenang dan penyelam, tetapi pernah tercatat menyerang nelayan pencari kerang dan nelayan tradisional. Dalam daftar merah IUCN, Ikan Hiu ini termasuk dalam daftar hampir terancam (NT) (Raharjo, 2009).

(25)

Gambar 3. Carcharhinus melanopterus (Sumber: Hastuti, 2017)

Morfologi Ikan Hiu

Ikan Hiu merupakan vertebrata, memiliki tulang belakang, sirip yang berpasangan, sisik di kulit, rahan yag dapat digerakkan, dan banyak celah insang.

Sebagian besar spesies ini hidup di laut dan semua merupakan predator. Ikan Hiu termasuk kedalam kelas Chondrichthyes, memiliki tulang rawan karena memiliki endoskleton yang relatif lentur dan kulit tertutupi dengan sisik pipih. Ikan Hiu memiliki kelenjar pada kulit yang mensekresikan mucus, sehingga Ikan Hiu memiliki kulit licin yang khas. Ikan Hiu hidup di air yang dingin dengan kedalaman yang tinggi (Awanis, 2015).

Gambar 4. Morfologi Ikan Hiu (Raharjo, 2009).

Ikan Hiu termasuk ikan bertulang rawan (Elasmobranchii), dimana biasanya memiliki bentuk tubuh yang lonjong dan memanjang, ekor berujung runcing, dan celah insang yang terletak di sisi kepala yang berjumlah 5-7 celah (Gambar 2). Ikan Hiu harus terus menerus berenang agar tidak tenggelam karena tidak memiliki gelembung renang. Hal ini menyebabkan badan Ikan Hiu menjadi langsing dan 9

(26)

sisik dadanya besar yang berfungsi sebagai hidrofoil, sehingga memberidaya apung yang besar. Ikan Hiu berenang dengan gerakan berkelok-kelok dari badannya dan siripnya yang tidak lentur berfungsi sebagai pengendali arah. Tubuh Ikan Hiu ditutupi oleh sisik plakoid yang berupa duri halus dan tajam dengan posisi yang condong ke belakang. Bentuk gigi Ikan Hiu mirip dengan gigi biasa dengan struktur yang sama dalam beberapa deret. Gigi Ikan Hiu berganti secara terus menerus selama hidupnya (Raharjo, 2009).

Gambar 5. Struktur sirip dorsal Ikan Hiu (Sumber: White et al., 2006) Siri-sirip Hiu terdiri atas bagian pectoral, pelvic, anal, audal, dorsal dan secon dorsal. Sirip pectoral digunakan sebagai alat keseimbangan, sedangkan sirip dorsal sebagai alat stabilisator. Ikan Hiu memiliki tubuh memanjang dengan bentuk seperti cerutu dan ekornya berujung runcing. Pada umumnya Hiu memiliki tubuh berbentuk atau menyerupai torpedo disertai ekor yang kuat (Munandi, 2006).

Gambar 6. Struktur kepala bagian bawah Ikan Hiu (Sumber: White et al., 2006) Hiu memiliki mulut yang letaknya di bagian bawah dan agak ke belakang dari bagian moncongnya. Bagian mulut Hiu seperti tersebut diatas berfungsi untuk

(27)

mengarahkan arus air ke arah pharinx untuk menyaring makanan. Pada umumya, gigi hewan darat atau manusia tertanam dengan kuat pada rahannya. Berbeda halnya dengan Hiu, gigi Hiu tidak tertanam pada rahang melainkan pada kulitnya.

Gigi Hiu dapat mudah lepas, penyebab gigi Hiu mudah lepas adalah karena gigi tersebut tumbuh pada bagian rahang yang lunak seperti kulit (Munandi, 2006).

Gambar 7. Struktur caudal Ikan Hiu (Sumber: White et al., 2006)

Tubuh Ikan Hiu dilapisi kulit dermal denticles untuk melindungi kulit mereka dari kerusakan dan parasit. Hiu merupakan predator terbuas diseluruh perairan laut yang memiliki sistem sensor yang sangat berkembang. Indera penciuman pada Hiu sangat sensitif sehingga mampu mendeteksi mangsa pada jarak yang cukup jauh, berbeda halnya dengan indera penglihatan yang kurang mampu membedakan warna. Ikan Hiu bernapas dengan menggunakan 5 liang insang atau 6 dan 7 tergantung pada spesiesnya (Awanis, 2015).

Ikan Hiu memiliki tiga macam alat indera yaitu indera penciuman, indera penglihatan dan indera perasa. Indera yang paling berperan adalah indera penciuman. Sebagian besar otak Hiu digunakan untuk melayani indera penciuman, tidak heran jika Hiu memiliki indera penciuman yang sangat tajam. Rongga di dalam kantung organ penciuman yang berbentuk kapsul adalah tersusun rapat dan tampak mangandung sel-sel pendeteksi zat kimia pada lubang kapsul tersebut (Narsongko, 1993).

11

(28)

Banyak hal-hal yang menarik dan unik yang dimiliki Ikan Hiu bila dibandingkan dengan ikan lain, seperti kemampuan mengambang dimana Hiu tidak memiliki kantung udara, karena ikan-ikan pada umumnya memiliki kantong udara yang berfungsi sebagai alat untuk mengambang atau tenggelam. Bentuk tubuh yang khas dan ditunjang posisi sirip-siripnya, Hiu secara alami dapat membentuk gerakan hidrodinamik sehingga tubuhnya dapat terangkat. Selain itu cara berenang Hiu juga menjadi salah satu keunikan tersendiri yaitu dengan cara menggelengkan kekiri dan ke kanan. Cara berenang Hiu seperti tersebut diatas digunakan pada saat Hiu mencari dan melacak mangsanya (Munandi, 2006).

Jenis Kelamin Pada Ikan Hiu

Ikan Hiu betina memiliki ovarium internal yang ditemukan di anterior dalam rongga tubuh dan berpasangan. Ikan Hiu memiliki telur dan menetas di dalam rahim betina. Telur yang di hasilkan sangat bervariasi, ukuran diameter telur Hiu sekitar 60 atau 70 mm dan terbungkus dalam kulit yang diameter keseluruhannya dapat mencapai 300 mm (Sangadji, 2014).

Hiu memiliki perbedaan seksual antara Ikan Hiu jantan dan betina. Cara yang paling mudah untuk mengenali jenis kelamin Ikan Hiu adalah dengan melihat adanya claspers pada ikan. Claspers terdapat pada Ikan Hiu jantan. Ikan Hiu jantan memiliki panggul yang dimodifikasi menjadi claspers sirip pelvis yang digunakan untuk pengiriman sperma. Gulungan claspers terbentuk dari tulang rawan (Awanis, 2015).

(29)

Gambar 8. Alat kelamin jantan dan betina Ikan Hiu (Sumber: Awanis, 2015) Nisbah kelamin merupakan salah satu aspek biologi reproduksi yang berhubungan dengan kondisi puplasi ikan dalam perairan. Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, yang mana rasio 1:1 merupakan kondisi ideal. Namun menurut Nikolsky (1969) seringkali terjadi penyimpangan dari pola 1:1, antara lain karena adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombolan, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan antara jantan dan betina.

Habitat Ikan Hiu

Ikan Hiu terdapat diseluruh perairan indonesia, mereka umumnya ditemukan di perairan berkarang atau perairan yang dasarnya berpasir dengan kedalam bervariasi tergantung jenisnya. Selain dilaut, beberapa jenis Hiu ada yang hidup atau berenang ke daerah air tawar seperti Hiu sentani yang dijumpai di danau Sentani, Papua. Pada siang hari, Hiu sering dijumpai di perairan karang yang lebih dangkal, sedangkan di perairan yang lebih dalam Hiu lebih sering di temukan meski demikian, banyak juga jenis Hiu yang menyukai tempat-tempat seperti perairan dangkal, dasar perairan berpasir atau berlumpur, air payau bahkan ait tawar (Munandi, 2006).

Jenis-jenis Hiu menjadi dua populasi besar yaitu Hiu permukaan atau Hiu atas yang hidup di perairan dangkal dan Hiu perairan dalam atau Hiu dasar.

13

(30)

Perbedaan habitat ini sangat mempengaruhi sifat dan ciri-ciri Hiu. Hiu dasar akan mengalami tekanan air yang lebih kuat, suhu yang lebih rendah dan keterbatasan cahaya, sedangkan di perairan yang lebih dangkal tekanannya lebih kecil, suhu semakin mendekati permukaan dan cahaya melimpah. Faktor-faktor ini yang menentukan sifat biologis Hiu di setiap kedalaman perairan. Umumnya Hiu yang hidup di perairan dalam memiliki tubuh yang lebih ramping dari pada Hiu yang hidup di perairan lebih dangkal (Wibowo dan Susanto, 1995).

Perbedaan tekanan air juga berpengaruh pada sifat dan ketahanan kulit Hiu.

Biasanya kulit Hiu dasar lebih mudah rusak dibandingkan Hiu atas. Kekutan dan kelenturannya juga berbeda serta warna daging Hiu dasar lebih putih dari pada Hiu atas. Struktur kulit Hiu berupa serat-serat yang tersusun malang-melintang membentuk susunan seperti anyaman. Kulit Hiu dilapisi oleh sisik-sisik halus yang disebut dermal denticle (Munandi, 2006).

Penyebaran Ikan Hiu

Pada umumnya Hiu tersebar di berbagai jenis perairan dalam kondisi berkelompok maupun individual. Hiu merupakan jenis ikan soliter, namun ada juga spesies Hiu yang ditemukan berkelompok. Beberapa spesies Hiu bergerak pada perairan dalam area yang cukup luas, sementara spesies yang lain bergerak dalam area yang lebih kecil atau area yang sama dari permukaan hingga perairan yang lebih dalam dan sebaliknya. Hal ini berarti bahwa setiap indvidu Hiu memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainya berdasarkan habitatnya (Susanti, 1997).

Distribusi Ikan Hiu ditemukan di Afrika Selatan, Madagaskar, Mozambique, Tanzania, Aden, Laut Merah, Pakistan, India, Thailand, Vietnam, China, Australia, Dan Filipina. Ikan Hiu ini hidup di perairan tropis pada kedalaman

(31)

1 hingga 30 m. Panjang maksimum jenis Hiu mencapai 240 cm, dimana ukuran pada ikan jantan bekisar antara 73 – 106 cm dan pada saat dewasa mencapai 120 – 145 cm, sedangkan ikan betina pada saat dewasa berukuran antara 170 – 218 cm.

Ukuran pada saat lahir sekitar 45 cm (Compagno, 1984).

Menurut Munandi (2006), Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran Hiu adalah kedalaman perairan dan suhu, karena kedua faktor ini relatif tidak berubah. Kedalaman rata-rata dimana Hiu berada, berkisar antara 70 – 1000 meter. Bahwa walaupun demikian, ada beberapa Hiu yag hidup pada kedalaman lebih dari 1000 meter. Berikut ini jenis-jenis Hiu berdasarkan perubahan suhu air : 1. Jenis Hiu tropis aktif (Active ropical shark) : Jenis Hiu ini hidup pada perairan yang lebih hangat dengan suhu diatas 21OC. Biasanya Hiu ini sangat aktif dan ruaya musimnya mengikuti perubahan suhu air.

2. Jenis Hiu tropis penghuni dasar (Bottom dwelling shark) : Hiu jenis ini bukan merupakan pemangsa aktif. Mereka hidup bergerombol dan menghabiskan sebagian besar waktunya di perairan dalam.

3. Jenis Hiu perairan sub tropis (Temperate water sharks) : Hiu di perairan dengan suhu antara 10 – 21OC. Biasanya merupakan perenang aktif dan ruayanya mengikuti arus air yang disebabkan oleh perubahan suhu.

Alat Tangkap Long Line (Pancing Rawai)

Hasil tangkapan pancing rawai bisa berupa ikan kerapu, kembung, tongkol, pari dan lainnya. Pancing rawai adalah alat tangkap pancing yang berjumlah 400 mata pancing. Pengoperasian dilaksanakan pada siang dan malam, pada saat siang hari disebut perlakuan pertama, kemudian pada malam hari adalah perlakuan berikutnya, dilakukan secara bergantian siang dan malam. Sementara untuk 15

(32)

mengetahui perbedaan jenis umpan, pada waktu siang hari pengoprasian pancing menggunakan umpan ikan juwi dan cumi kemudian juga menggunakan umpan udang putih, begitu juga pada malam hari dilakukan perlakuan yang sama, sehingga dapat diketahui hasil tangkapan terbanyak dapat tertangkap dengan perbedaan waktu pengoprasian dan umpan yang sudah ditentukan. Umpan ikan juwi dan umpan udang putih kemudian diikatkan pada mata pancing (Rikza et al., 2013).

Pengoprasian alat tangkap rawai dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pengoprasian Pancing Rawai (Febrina, 2015).

Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan merupakan perubahan dimensi (panjang, bobot, volume, jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas, sehingga pertumbuhan ini banyak dipengaruhi faktor lingkungan seperti makanan, jumlah ikan, jenis makanan, dan kondisi ikan. Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai.

Widodo dan Suadi (2006) Berpendapat laju pertumbuhan ikan di tentukan oleh: (i) faktor genetik yang berbentuk dalam setiap spesies, (ii) jumlah pakan, (iii) temperature, (iv) siklus hormonal, dan (v) beberapa faktor lain seperti suasana berdesak-desakkan (crowding) yang menekan pertumbuhan ikan (Tutupoho, 2008).

(33)

Pola pertumbuhan dapat memberikan informasi tentang hubungan panjang bobot dan faktor kondisi ikan, merupakan langkah utama yang penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan. Pola pertumbuhan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan sangat bermanfaat dalam penentuan selektivitas alat tangkap agar ikan-ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap (Mulfizaret al., 2012).

Pertumbuhan merupakan proses utama dalam hidup ikan, selain reproduksi.

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran ikan dalam jangka waktu tertentu, ukuran ini bisa dinyatakan dalam satuan panjang, bobot maupun volume. Ikan bertumbuh terus sepanjang hidupnya, sehingga dikatakan bahwa ikan mempunyai sifat pertumbuhan tidak terbatas (Rahardjo et al., 2011).

Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut (Tutupoho, 2008).

Pertumbuhan sebagai salah satu aspek biologi ikan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kesehatan individu, populasi, dan lingkungan.

Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai. Selain itu, pengetahuan tentang struktur populasi dapat menjadi dasar pengelolaan yang lebih baik. Pengetahuan yang tepat tentang umur ikan merupakan hal penting untuk mengungkap permasalahan daur hidup ikan, seperti ketahanan hidup, laju pertumbuhan, dan umur ikan saat matang gonad (Syahrir, 2013).

17

(34)

Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan melakukan analisis hubungan panjang bobotnya. Bobot dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang.

Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang bobot dapat digunakan untuk menduga bobot dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan dan perubahan dari lingkungan (Effendie, 2002).

Hubungan Panjang dan Bobot

Dalam biologi perikanan, hubungan panjang bobot ikan merupakan salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumberdaya perikanan, misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan–ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap. Lebih lanjut pengukuran panjang bobot ikan bertujuan untuk mengetahui variasi bobot dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok–kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad. Analisa hubungan panjang bobot juga dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk

membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Mulfizar et al., 2012).

Hubungan panjang bobot sangat penting dalam biologi perikanan, karena dapat memberikan informasi tentang kondisi stok. Data biologi berupa hubungan panjang bobot melalui proses lebih lanjut akan menghasilkan keluaran terakhir berupa tingkat penangkapan optimum dan hasil tangkapan maksimum lestari.

Hubungan panjang bobot dapat menyediakan informasi yang penting untuk salah satu spesies ikan dari suatu daerah. Meskipun informasi tentang hubungan

(35)

panjang bobot untuk salah satu spesies ikan dapat menggunakan ikan dari daerah lain dalam pengkajian (Masyahoro, 2009).

Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik, yaitu bobot ikan merupakan hasil pangkat tiga dari panjangnya, nilai pangkat (b) dari analisis tersebut dapat menjelaskan pola pertumbuhan. Nilai b yang lebih besar dari 3 menunjukkan bahwa tipe petumbuhan ikan tersebut bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih besar dibandingkan petumbuhan panjang. Nilai b lebih kecil dari 3 menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan bersifat allometrik negatif, yakni pertumbuhan panjang lebih besar daripada pertumbuhan bobot. Jika nila b sama dengan 3, tipe pertumbuhan ikan bersifat isometrik yang artinya pertumbuhan panjang sama dengan petumbuhan bobot. Tipe pertumbuhan memberikan informasi mengenai baik atau buruknya pertumbuhan ikan yang hidup di lokasi pengamatan, sehingga akan ada gambaran mengenai ekosistem yang sesuai atau tidak untuk tempat ikan tersebut (Effendie, 1979).

Faktor Kondisi

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokkan ikan dengan angka. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi. Satuan faktor kondisi sendiri tidak berarti apapun, namun kegunaanya akan terlihat jika dibandingkan dengan individu lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain. Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan. Variasi nilai faktor kondisi bergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad. Faktor kondisi yang tinggi pada ikan betina dan jantan menunjukkan ikan dalam tahap perkembangan 19

(36)

gonad, sedangkan faktor kondisi yang rendah mengindikasikan ikan kurang mendapat asupan makanan (Effendie, 1979).

Faktor kondisi dari suatu jenis ikan tidak tetap sifatnya. Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak dari kondisi ikan dapat mempengaruhi ikan tersebut. Bila kondisinya kurang baik, mungkin disebabkan populasi ikan terlalu padat dan sebaliknya bila kondisinya baik, maka kemungkinan terjadi pengurangan populasi atau ketersediaan makanan di perairan cukup melimpah (Biring, 2011).

(37)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Sampel ikan diperoleh dari hasil penangkapan Ikan Hiu di Perairan Tanjung Balai Provinsi Sumatera Utara.Waktu pengambilan sampel ikan dilakuan dari bulan Maret sampai April 2018.

Gambar 10. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengambilan data primer antara lain alat tulis, meteran gulung, kamera digital, timbangan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan Hiu dan Program software excel.

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

Pengambilan sampel Ikan Hiu dilakukan di Perairan Bagan Asahan Kota Tanjung Balai. Pengumpulan data Ikan Hiu diperoleh secara visual untuk mengidentifikasi

(38)

jenis sampel yang diambil, diupayakan Ikan Hiu utuh yang diperoleh dari perairan Tanjung Balai. Pengambilan contoh sampel secara sensus dengan metode ini diharapkan dapat mewakili populasi yang sedang diteliti.

Sampel ikan tergantung kelimpahan ikan pada tiap waktu pengambilan dengan pengambilan satu bulan dengan interval pengambilan sampel 1 minggu, mulai dari bulan Maret sampai April 2018. Sampel ikan yang telah diambil kemudian diukur panjang total dan ditimbang bobot basahnya. Data primer yaitu meliputi data morfologi dan jenis kelamin ikandan data penujang.

Identifikasi Jenis Ikan Hiu Pengamatan Morfologi

Pengamatan morfologi ikan sesuai dengan buku pedoman identifikasi oleh White et al (2006). Ikan Hiu memiliki ciri – ciri mofologi umum sebagai berikut : 1. Bentuk tubuh seperti torpedo dan memiliki ekor yang kuat

2. Insang terletak di sisi kanan dan kiri bagian belakang kepala. Insang tidak memiliki tutup, tetapi berupa celah insang. Jumlah celah insang 5-7 buah.

3. Mulut terletak di bagian ujung terdepan bagian bawah.

4. Gigi triangular.

5. Ekor pada umumnya berbentuk cagak dengan cuping bagian atasnya lebih berkembang di banding bagian cuping bawah

Analisis Data Rasio Kelamin

Hiu secara seksual dimorfik dimana pada perbedaan visual antara jantan dan betina. Cara untuk mengidentifikasi jenis kelamin ikan Hiu dengan melihat adanya claspers pada bagian ikan tersebut. Kalau terdapat clasper maka ikan tersebut

(39)

adalah berkelamin jantan. Kalau tidak berarti ikan tersebut betina (Emiliya et al., 2017).

Menurut Satria (2015) Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jenis kelamin ikan yang ada di perairan. Pada statistika, konsep rasio adalah proporsi populasi tertentu terhadap total populasi dengan rumus rasio kelamin ialah :

Keterangan :

p = Rasio Kelamin (%).

A = Jumlah ikan jantan / betina.

B = Total individu ikan jantan dan betina (ekor).

Selanjutnya untuk menguji keseimbangan rasio kelamin digunakan rumus menurut Walpole (1992) sebagai berikut :

Keterangan :

X² = Chi Square (nilai peubah acak X² yang seberan penarikan contohnya mendekati Chi kuadrat).

oi = Frekuensi ikan jantan atau betina k – i yang diamati.

ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan ikan betina.

Sebaran Frekuensi Panjang

Dalam metode sebaran frekuensi panjang data yang digunakan adalah data panjang total dari Ikan Hiu. Dilakukan pengukuran Ikan Hiu dengan menggunakan meteran gulung yang memiliki ketelitian 1 cm . Adapun langkah- langkah untuk membuat sebaran frekuensi panjang adalah sebagai berikut (Walpole, 1992) :

p=

A

B

x100%.

X² =

(oi-ei)²

ei ni=1

23

(40)

1. Menentukan banyaknya selang kelas yang diperlukan dengan rumus:

Keterangan :

n = Jumlah kelompok ukuran N = Jumlah ikan pengamatan 2. Menentukan wilayah data tersebut

3. Bagilah wilayah tersebut dengan banyaknya kelas untuk menduga lebar selang kelasnya

4. Menentukan limit bawah kelas bagi selang yang pertama dan kemudian batas bawah kelasnya, kemudian tambahkan lebar kelas pada batas bawah kelas untuk mendapatkan batas atas kelasnya

5. Mendaftarkan semua limit kelas dan batas kelas dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit dan batas selang sebelumnya

6. Menentukan titik tengah kelas bagi masing-masing selang dengan merata- ratakan limit kelas atau batas kelasnya

7. Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas

8. Menjumlahkan kolom frekuensi kemudian periksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan.

Hubungan Panjang dan Bobot

Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot dapat diketahui dengan rumus (Effendie, 1979):

Keterangan:

W = Bobot (gram)

n = 1+3,32 Log N

W = a Lb

(41)

L = Panjang (mm)

a = Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang bobot dengan sumbu y) b = Penduga pola pertumbuhan panjang bobot

Untuk mengkaji dalam penentuan nilai b maka dilakukan uji T, dimana terdapat usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesis yang dibuat.

Keterangan:

SBi = Simpangan Baku ßi Bo = Intercept (3)

Bi = Slope (hubungan dari panjang bobot) Sehingga diperoleh hipotesis :

H0 : b = 3 (isometrik) H1 : b ≠ 3 (allometrik)

Setelah itu, nilai thitung di bandingkan dengan nilai ttabel sehingga keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

Thitung > Ttabel , maka tolak H0

Thitung < Ttabel , maka gagal tolak H0

Apabila pola pertumbuhan allometrik maka dilanjutkan dengan hipotesis sebagai berikut :

Allometrik positif H0 : b ≤ 3 (isometrik) H1 : b > 3 (allometrik) Allometrik negatif H0 : b ≥ 3 (isometrik)

Thit = B0 - Bi SBi

25

(42)

H1 : b < 3 (allometrik)

Keeratan hubungan panjang bobot ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari rumus √R2 : dimana R adalah koefisien determinasi. Nilai mendekati 1 (r > 0,7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan nilai menjauhi 1 (r < 0,7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole, 1992).

Faktor Kondisi

Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka untuk menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi. Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan. Faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) sebagai berikut :

Jika nilai b ≠ 3 (allometrik), Jika nilai b = 3 (isometrik), maka faktor kondisi ditentukan dengan rumus:

Keterangan:

FK = Faktor kondisi

L = Panjang total ikan (mm) W = Bobot ikan (gram) a dan b = Konstanta

FK = w a Lb FK =105W

L3

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Identifikasi Jenis Ikan Hiu Hasil Tangkapan Nelayan

Hasil penelitian Ikan Hiu berdasarkan buku White et al (2006) pada lokasi penelitian di jumpai sebanyak 2 spesies Hiu yang tertangkap oleh nelayan di perairan tanjung balai tertera pada tabel.

Tabel 2. Jenis ikan Hiu hasil tangkapan nelayan di perairan Tanjungbalai.

Klasifikasi Jenis Ikan Hiu

Nama Lokal Hiu Tupai Hiu Sirip Hitam

Kingdom Animalia Animalia

Filum Chordata Chordata

Kelas Choedricthyes Choedricthyes

Ordo Orectolobiformes Carcharhiniformes

Famili Hemiscyllidae Carcharhinidae

Genus Chiloscylium Carcharhinus

Spesies Chiloscylium hasselti

(Laili dan Mufti, 2017)

Carcharhinus melanopterus (Parluhutan dan ririn, 2015) Hasil Tangkapan Ikan Hiu

Jumlah keseluruhan ikan yang tertangkap selama peneitian berlangsung sebanyak 209 ekor. Jumlah ikan yang paling banyak secara beruntun tertangkap yaitu di Minggu ke-2 berjumlah 63 ekor, serta di minggu ke-3 berjumlah 58 ekor sedangkan di minggu ke-4 berjumlah 51 ekor dan minggu ke-1 berjumlah 37 ekor yang merupakan hasil tangkapan yang terendah dapat dilihat pada (Gambar 11)

(44)

Gambar 11. Hasil penangkapan Ikan Hiu Tupai berdasarkan minggu pengamatan.

Rasio Kelamin

Ikan Hiu yang diperoleh selama penelitian berlangsung berjumlah 209 ekor, terdiri dari 94 ekor ikan jantan dan 115 ekor ikan betina. Dengan nisbah kelamin 1:1,22. Nisbah kelamin Ikan Hiu berdasarkan minggu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rasio Kelamin Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti).

Minggu Pengamatan

Frekuensi Nisbah Kelamin

(J/B)

Jantan Betina

Minggu ke-1 13 24 0,54

Minggu ke-2 31 32 0,97

Minggu ke-3 25 33 0,76

Minggu ke-4 25 26 0,96

Total 94 115 3,32

Pada minggu pengamatan total ikan jantan yang paling banyak tertangkap pada minggu ke-2 berjumlah 31 ekor dan paling sedikit pada minggu ke-1 berjumlah 13 ekor. Ikan betina yang paling banyak tertangkap pada minggu ke-3 berjumlah 33 ekor dan paling sedikit tertangkap pada minggu ke-1 berjumlah 24 ekor dapat dilihat pada Gambar 18.

0 10 20 30 40 50 60 70

Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4

Jumlah Ikan (Ekor)

Minggu Pengamatan

(45)

Gambar 18. Rasio kelamin Ikan Hiu Tupai berdasarkan minggu pengamatan.

Sebaran Frekuensi Panjang

Jumlah ikan yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas 66- 71 cm berjumlah 23 ekor yang terdapat pada minggu ke-2 pengamatan dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 48-53 cm di minggu ke-3, 90-95 cm di minggu ke-1 dan ke-3 cm dan pada selang kelas 96-101 berjumlah 0 ekor. Dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai selama pengamatan.

Jumlah ikan betina yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas 66-71 cm berjumlah 44 ekor dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 96-101 cm berjumlah 0 ekor. Sedangkan pada ikan jantan paling banyak tertangkap

0 5 10 15 20 25 30 35

MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4

Frekuensi

Minggu Pengamatan

Jantan Betina

0 5 10 15 20 25

Frekuensi

Selang Kelas

Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4

29

(46)

pada selang kelas 78-83 cm berjumlah 25 ekor dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 96-101 cm berjumlah 0 ekor dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai jantan dan betina.

Pada minggu ke-1 pengamatan ikan jantan yang paling banyak tertangkap pada selang kelas 78-83 cm berjumlah 8 ekor dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 54-59 cm, 60-65 cm, 90-95 cm dan 96-101 cm berjumlah 0 ekor sedangkan ikan betina yang paling banyak tertangkap pada selang kelas 66-71 cm berjumlah 13 ekor dan paling sedikit tertangkap pada selang keas 48-53 cm, 84-89 cm, 90-95 cm dan 96-101 cm dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai jantan dan betina minggu ke-1 pengamatan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

48-53 54-59 60-65 66-71 72-77 78-83 84-89 90-95 96-101

Frekuensi

Selang Kelas (Cm)

Jantan Betina Total

0 2 4 6 8 10 12 14

Frekuensi

Selang Kelas (Cm)

MINGGU KE-1

Jantan Betina

(47)

Pada minggu ke-2 pengamatan ikan jantan yang paling banyak tertangkap pada selang kelas 66-71 cm berjumlah 9 ekor dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 84-89 cm dan 96-101 cm berjumlah 0 ekor, sedangkan ikan betina yang paling banyak tertangkap pada selang kelas 66-71 cm berjumlah 14 ekor dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 78-83 cm, 90-95 cm dan 96-101 cm berjumlah 0 ekor dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai jantan dan betina minggu ke-2 pengamatan.

Pada minggu ke-3 pengamatan ikan jantan yang paling banyak tertangkap pada selang kelas 66-71 cm berjumlah 7 ekor dan paling sedikit terdapat pada selang kelas 84-89 cm, 90-95 cm dan 96-101 cm berjumlah 0 ekor, sedangkan ikan betina yang paling banyak tertangkap pada selang kelas 66-71 cm berjumlah 11 ekor dan paling sedikit pada selang kelas 48-53 cm, 90-95 cm dan 96-101 cm berjumlah 0 ekor dapat dilihat pada Gambar 16.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Frekuensi

Selang Kelas (Cm)

MINGGU KE-2

Jantan Betina

31

(48)

Gambar 16. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai jantan dan betina minggu ke-3 pengamatan.

Pada minggu ke-4 pengamatan ikan jantan yang paling banyak tertangkap pada selang kelas 72-77 cm berjumlah 9 ekor dan paling sedikit tertangkap pada selang keas 48-53 cm, 90-95 cm dan 96-101 cm berjumlah 0 ekor, sedangkan ikan betina yang paling banyak tertangkap pada selang kelas 60-65 cm berjumlah 10 ekor dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 48-53 cm dan 96-101 cm berjumlah 0 ekor dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Hiu Tupai jantan dan betina minggu ke-4 pengamatan.

0 2 4 6 8 10 12

48-53 54-59 60-65 66-71 72-77 78-83 84-89 90-95 96-101

Frekuensi

Selang Kelas

MINGGU KE-3

Jantan Betina

0 2 4 6 8 10 12

Frekuensi

Selang Kelas

MINGGU KE-4

Jantan Betina

(49)

Hubungan Panjang dan Bobot

Hasil analisis hubungan panjang dan bobot seluruh data memperlihatkan bahwa hasil hubungan panjang dan bobot memiliki persamaan : Log W = 65,181 + 0,2698 log L atau dalam bentuk eskponensialnya adalah W = 65,181L0,2698 dengan nilai determinasi (R²) = 0,782 dan koefisien korelasi (r) = 0,884 dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Grafik Hubungan Panjang dan bobot Ikan Hiu Tupai

Hasil analisis hubungan panjang dan bobot jantan memperlihatkan bahwa hasil hubungan panjang dan bobot memiliki persamaan : Log W = 64,921 + 0,2974 log L atau dalam bentuk eksponensialnya adalah W = 64,921L0,2974dengan nilai determinasi (R²) = 0,8557 dan koefisien korelasi (r) = 0,925 dan pada ikan betina memiliki persamaan : Log W = 65,246 + 0,243 log L dalam bentuk eksponensial adalah W = 65,246L0,243dengan nilai determinasi (R2) = 0,7083 dan koefisisen korelasi (r) = 0,841 dilihat pada Gambar 20. Nilai b menggambakan pola pertumbuhan Ikan Hiu, nilai koefisien determinasi menunjukan hubungan nilai x (bobot) terhadap nilai y (panjang) sedangkan nilai koefisien menggambarkan besarnya hubungan antara panjang dan bobot Ikan Hiu.

y = 65,181x0,2698 R² = 0,782

n = 209

0 20 40 60 80 100

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Panjang (Cm)

Berat (Kg)

33

(50)

Gambar 20. Grafik hubungan panjang bobot ikan Hiu tupai jantan dan betina.

Secara umum hasil analisis pada Ikan Hiu jantan dan betina menunjukkan bahwa hubungan panjang dan bobot Ikan Hiu memiliki hubungan yang sangat erat (nilai koefisien korelasi (r) mendekati satu). Setelah di lakukan uji T (α=0,05) pada ikan jantan dan ikan betina serta total ikan Hiu memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (Tabel 4) dimana nilai b>3 yang memiliki arti bahwa pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobot.

Tabel 4. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti).

Jenis Kelamin Persamaan Hubungan Panjang Bobot

R² r Pola Pertumbuhan

Setelah Uji T (α=0,05) Jantan 64,921L0,2974 0,8557 0,925 Allometrik negatif Betina 65,246L0,243 0,7083 0,841 Allometrik negatif Total 65,181L0,2698 0,782 0,884 Allometrik negatif

y = 64,92x0,297 R² = 0,855

n = 94 0

20 40 60 80 100

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Panjang (Cm)

Bobot (Kg)

Jantan

y = 65,24x0,243 R² = 0,708

n = 115

0 20 40 60 80 100

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Panjang (Kg)

Berat (Kg)

Betina

(51)

Faktor Kondisi

Hasil perhitungan faktor kondisi (FK) Ikan Hiu di perairan tanjung balai berdasarkan pola pertumbuhan allometrik negatif berkisar antara 0,0022 – 0,0175 dengan nilai rata-rata 0,0067 (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai Faktor Kondisi Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti).

Minggu

Pengamatan Jumlah (n) Kisaran Rata-rata

Minggu ke-1 37 0,0175 – 0,0033 0,0093

Minggu ke-2 63 0,0146 – 0,0022 0,0065

Minggu ke-3 58 0,0117 – 0,0023 0,0062

Minggu ke-4 51 0,0090 – 0,0025 0,0048

Pembahasan

Identifikasi Jenis Ikan

Dari hasil pengamatan selama penelitian yang saya lakukan, jenis Ikan Hiu yang di dapat dan yang ada di perairan Tanjung Balai ialah Ikan Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti) dan Ikan Hiu Sirip Hitam (Carcharhinus melanopterus).

Bentuk Tubuh

Dari hasil penelitian yang dilakukan Ikan Hiu tupai (Chiloscylium hasselti) memiliki warna tubuh yang gelap dan polos dan bentuk tubuh yang ramping.

Menurut White et al (2006) Chiloscylium hasselti memiliki bentuk tubuh dan ekor yang ramping, tanpa guratan kulit di sepanjang tubuh serta memiliki warna tubuh polos (juvenil lebih gelap, kadang terdapat bintik hitam di sekitar kepala), dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Morfologi Hiu Tupai (Chiloscylium hasselti)

35

(52)

Ikan Hiu Sirip Hitam (Carcharhinus melanopterus) ini memiliki bentuk tubuh seperti torpedo warna tubuh bagian bawah yang putih dan bagian atas agak kecoklatan serta sama seperti Ikan Hiu tupai yang tidak memiliki gurat sesuai dengan Raharjo (2009) yang menyatakan antara sirip punggung Hiu Carcharhinus melanopterus tidak ditemukan gurat. Bagian belakang berwarna kuning coklat dan

semua ujung siripnya berwarna hitam. Menurut Munandi (2006) Ikan Hiu memiliki tubuh berbentuk dan menyerupai torpedo disertai ekor yang kuat dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Morfologi Hiu Sirip Hitam (Carcharhinus melanopterus) Sirip

Hasil pengamatan morfologi spesies Hiu tupai (Chiloscylium hasselti) yang ditemukan sangat mirip dengan Chiloscylium hasselti yang ditemukan oleh Ahmad dan Lim (2012). Chiloscylium hasselti memiliki ciri moncong pendek dan tumpul dengan sungut berdekatan dengan hidung, bagian permulaan sirip dorsal pertama bermula setengah setelah permulaan sirip pelvik. Jarak di antara kedua sirip dorsal pendek, permulaan sirip anal terletak setelah ujung sirip dorsal kedua yang tidak melekat pada badan. Menurut Laili dan Mufti (2017), Spesies Chiloscylium hasselti memiliki sisi sirip dorsal bagian belakang yang berbentuk cembung,

permulaan sirip pektoral terletak pada insang kedua atau ketiga, tidak ada pola warna pada dewasa.

(53)

Sirip ekor bagian bawah Ikan Hiu Tupai ini lebih panjang dari pada sirip anal dan terdapat dua sirip punggu yang besar dan terpisah sesuai dengan White et al (2006) yang juga menyatakan bahwa dasar sirip anal jauh lebih pendek dari pada

dasar cuping sirip ekor bagian bawah dan kedua sirip punggung besar dengan jarak yang terpisah satu sama lain.

Gambar 23. (a) Sirip bawah ekor (b) Sirip anal Ikan Hiu Tupai Hasil pengamatan pada ikan sirip hitam memiliki sirip dengan Ikan Hiu secara umum. Memilik Sirip dorsal pertama dan kedua, dua sirip pektoral,dua sirip pelvic dan satu sirip anal pendek dengan setiap ujung siripnya berwarna hitam sesuai dengan Munandi (2006) sirip-sirip Hiu terdiri atas bagian pectoral, pelvic, anal,audal, dorsal dan secon dorsal. Sirip pectoral digunakan sebagai alat keseimbangan, sedangkan sirip dorsal sebagai alat stabilisator. Raharjo (2009) menambahkan Bagian belakang berwarna kuning coklat dan semua ujung siripnya berwarna hitam dapat diihat pada gambar 23.

Gambar 23. Sirip Ikan Hiu Sirip Hitam (Carcharhinus melanopterus)

a b

37

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Jenis dan Pola Pertumbuhan Ikan Hiu Perairan   Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara
Tabel 1. Klasifikasi jenis-jenis Ikan Hiu
Gambar 2. Hiu Tupai (Chiloscyllium hasselti) (Sumber : White et al., 2006)  b. Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus)
Gambar 3. Carcharhinus melanopterus (Sumber: Hastuti, 2017)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dimana hubungan panjang bobot dapat dilihat dari faktor kondisi sedangkan reproduksi ikan kembung lelaki dapat dilihat dari nisbah kelamin, fekunditas, indeks kematangan