“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 460
Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Lama
Penyimpanan Terhadap Daya Awet Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)
pada Kondisi Suhu Kamar
Simatupang Maria Fransiska, Sri Purwati, Masitah Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman
Email: [email protected]
Abstrak
Daun beluntas (Pluchea indica L.) memiliki kandungan zat aktif fenolat, steroid, flavonoid dan tannin yang merupakan zat anti mikroba sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet pada bahan makanan, salah satunya adalah ikan nila (Oreochromis niloticus L.). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun beluntas dan lama penyimpanan terhadap daya awet ikan nila pada kondisi suhu kamar serta dosis ekstrak daun beluntas dan lama penyimpanan paling baik untuk mengawetkan ikan nila sesuai dengan SNI 01-2346-2006. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial serta dua kali ulangan. Perlakuan pertama (A) adalah dosis daun beluntas (Pluchea indica L.) (empat taraf: A0=0 gram; A1=30 gram; A2=40 gram; dan A3=50 gram) sedangkan perlakuan kedua (B) adalah lama penyimpanan (tiga taraf: B1=1 hari; B2=2 hari; dan B3=3hari). Selanjutnya data dianalisa dengan analisa non parametrik Spearman
Rank. Berdasarkan hasil analisis diperoleh ρhitung > ρtabel untuk semua spesifikasi uji organoleptik dan dilanjutkan dengan uji z juga diperoleh zhitung > ztabel mulai dari kenampakan mata, insang, lendir permukaan tubuh, daging, bau, dan tekstur sehingga pemberian ekstrak daun beluntas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya awet ikan nila pada kondisi suhu kamar. Daya awet ikan nila paling baik ada di perlakuan A3B2 (pemberian ekstrak daun beluntas 50 gram dan lama penyimpanan 2 hari).
Kata Kunci : ekstrak daun beluntas, lama penyimpanan, daya awet, ikan nila PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara yang dikelilingi oleh perairan yang sangat luas. Ada beranekaragam hasil yang dapat diperoleh di perairan Indonesia, salah satunya adalah ikan. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya mengandung protein, mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh yang telah rusak. Ikan memiliki kadar protein yang sangat tinggi dan mempunyai mutu yang baik, sebab sedikit mengandung kolestrol dan lemak.
Banyak masyarakat di Indonesia gemar mengkonsumsi ikan, tidak terkecuali masyarakat di wilayah Samarinda. Salah satu ikan yang digemari oleh masyarakat di Samarinda adalah ikan nila (Oreochromis niloticus L.) karena dagingnya yang lezat. Selain itu ikan nila juga mudah di dapat dan harganya terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Menurut Hidayah dkk (2015) ikan nila memiliki beberapa kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh manusia antara lain mengandung protein untuk meningkatkan tenaga serta stamina tubuh, omega 3 untuk menurunkan kadar kolestrol dan baik untuk perkembangan janin ketika dalam masa kandungan, fosfor untuk mencegah osteoporosis, meningkatkan dan menjaga kesehatan tulang, dan menguatkan tulang serta gigi, kalium dapat meningkatkan kemampuan kognitif individu, vitamin B12 untuk membantu proses pembentukan sel darah merah, vitamin B3 untuk mencegah kram dan kejang pada otot, vitamin B5 untuk memperlancar proses metabolisme, karbohidrat, protein, dan lemak serta antioksidan untuk menangkal radikal bebas dan meningkatkan imunitas atau daya tahan tubuh.
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 461
Ikan nila (Oreochromis niloticus L.) merupakan salah satu spesies ikan yang banyak dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Konsumsi ikan nila ini mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Produksi ikan nila di dunia terus mengalami peningkatan sekitar 769.936 ton tahun 2007 menjadi berkisar 2,3 juta ton tahun 2008, sedangkan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,5 juta ton (FAO, 2010). Dari sini terlihat ikan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi (David dkk, 2013).
Namun dari sekian banyak kelebihannya, ikan nila juga memiliki kelemahan yaitu mudah mengalami pembusukan. Tidak hanya ikan nila, ikan-ikan yang lain juga mudah mengalami pembusukan. Waktu pembusukan pada ikan berbeda-beda, tergantung pada jenis ikan. Menurut Suryawati dkk (2011) pembusukan ikan terjadi segera setelah ikan ditangkap atau mati. Pada kondisi suhu tropik, ikan membusuk dalam waktu 12-20 jam tergantung spesies, alat atau cara penangkapan. Pendinginan akan memperpanjang masa simpan ikan. Pada suhu 15-20°C, ikan dapat disimpan hingga sekitar 2 hari, pada suhu 5°C tahan selama 5-6 hari, sedangkan pada suhu 0°C dapat mencapai 9-14 hari, tergantung spesies ikan. Oleh sebab itu, teknik pengawetan sangat penting dilakukan untuk menjaga kesegaran ikan nila.
Pengawetan memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme atau mencegah proses peluruhan yang terjadi seiring dengan pertambahan waktu. Ada beberapa cara pengawetan yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas dari ikan nila, antara lain dengan memberikan es batu, memberi perasan jeruk nipis pada ikan, menyimpan pada lemari pendingin, dan bahkan ada yang memberikan zat kimia berbahaya sebagai pengawet yaitu formalin.
Dari sekian banyak cara pengawetan pada ikan, ada salah satu pengawet alami yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan nila yaitu dengan menggunakan daun beluntas. Tanaman beluntas banyak di temukan di Indonesia, tak terkecuali di Samarinda. Tanaman beluntas banyak ditanam oleh masyarakat di halaman rumah sebagai tanaman pagar ataupun tanaman sayuran. Banyak masyarakat yang menjadikan daun dari tanaman ini sebagai sayur atau lalapan. Ada juga yang memanfaatkannya sebagai obat penurun demam dan penghilang bau badan. Namun tidak banyak masyarakat yang mengetahui bahwa daun beluntas dapat dijadikan sebagai bahan pengawet alami karena mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, minyak atsiri, kalsium, asam klorogenat, natrium,magnesium, dan fosfor.
Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tanaman beluntas (Pluchea indica L.) diketahui kaya akan polifenol, yang mempunyai aktivitas terapi seperti antioksidan, antimikroba, dan antibakteri. Berkhasiatnya daun beluntas diduga diperoleh dari beberapa kandungan kimia seperti alkaloid, minyak atsiri, dan flavonoid (Ardiansyah dkk, 2003).
Penggunaan senyawa anti mikroba yang tepat dapat memperpanjang umur simpan suatu produk serta menjamin keamanan produk. Untuk itu dibutuhkan bahan alternatif lain sebagai anti mikroba yang alami sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan yaitu ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) untuk menghambat aktifitas mikroba. Daun beluntas yang digunakan merupakan daun beluntas yang masih muda. Hal ini dikarenakan pada daun beluntas yang masih muda, masih banyak terdapat senyawa kimianya seperti polifenol, alkaloid, minyak atsiri, dan flavonoid. Minyak atsiri
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 462
dan flavonoid inilah yang berperan sebagai zat antibakteri pada daun beluntas (Ardiansyah dkk, 2003).
Kejelian di dalam memilih bahan makanan yang sehat dan jenis pengawetan yang aman bagi tubuh manusia adalah langkah awal yang mempunyai andil sangat besar dalam menentukan mutu akhir dari suatu hidangan yang sekaligus pula menentukan derajat kesehatan manusia.
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat disimpulkan bahwa daun beluntas mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi ekstrak yang berfungsi sebagai pengawet bahan makanan, karena kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab pembusukan makanan dan bakteri penyebab kerusakan makanan sehingga peneliti menganggap perlu adanya penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan terhadap daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada kondisi suhu kamar. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian eksperimen. Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antar dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor yang bisa mengangggu.
Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama dua bulan mulai dari bulan April sampai Juni 2016 dan bertempat di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Mulawarman dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Samarinda, Kalimantan Timur.
Variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Yang menjadi variabel bebas yaitu banyaknya pemberian ekstrak daun beluntas pada ikan nila serta lamanya penyimpanan. Pemberian ekstrak daun beluntas yang dilakukan dalam proses pengawetan terdiri dari dosis 0 gr sebagai kontrol, 30 gr, 40 gr, dan 50 gr, sedangkan lama penyimpanan yang dilakukan yaitu selama 1 sampai 3 hari. Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini yaitu daya awet ikan nila yang diuji dengan menggunakan uji organoleptik.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ikan nila (Oreochromis niloticus L.) segar yang diambil langsung dari tambak ikan nila di daerah Lempake dengan kriteria berat kurang lebih 200 gr. Sampel dalam penelitian ini adalah ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diambil langsung dari tambak di daerah Lempake. Sampel yang diambil adalah sebanyak 30 ekor ikan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, timbangan, botol plastik, solasi bening, toples atau wadah, pisau, corong plastik, neraca digital, kertas label, kertas saring, vacuum rotary evaporator, baskom, talenan, alat tulis menulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun beluntas (Pluchea indica L.), ikan nila (Oreochromis niloticus L.), aquades, dan alkohol 96%.
Penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut. 1. Tahap pendahuluan
a. Diambil daun beluntas dengan kriteria daun yang masih muda. b. Ditimbang daun beluntas seberat 1000 gr atau 1 kg.
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 463
d. Daun dikeringkan pada suhu ruangan selama 3 hari atau lebih sampai daun beluntas benar-benar kering.
e. Setelah itu daun siap dibuat untuk menjadi ekstrak. 2. Tahap Pelaksanaan
a. Proses pembuatan ekstrak daun beluntas\
1) Daun beluntas yang telah kering diblender untuk mendapatkan bubuk daun beluntas.
2) Bubuk daun beluntas kemudian ditimbang menggunakan neraca digital sebanyak 30 gr, 40 gr, dan 50 gr.
3) Setelah ditimbang, bubuk daun beluntas tersebut dimasukkan ke dalam botol yang plastik yang sebelumnya telah diberi label.
4) Ekstrak daun beluntas didapatkan dengan cara mencampur bubuk daun beluntas dan alkohol 96% dengan perbandingan 1:10. Misalnya, untuk bubuk daun beluntas 30 gram dicampur dengan alkohol 96% sebanyak 300 ml.
5) Bubuk daun beluntas yang telah dicampur dengan alkohol selanjutnya direndam (maserasi) selama 48 jam sambil sesekali dilakukan pengocokan agar lebih banyak zat aktif yang terikat oleh pelarut.
6) Setelah 48 jam, dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring untuk mendapatkan filtrat.
7) Perendaman diulang sampai 3 kali untuk mendapatkan semua zat aktif yang terkandung pada simplisia.
8) Filtrat yang terkumpul terakhir selanjutnya diuapkan pelarutnya menggunakan rotary vacuum evaporator dan didapatkan ekstrak cair daun beluntas (Pasaribu, 2009).
9) Ekstrak cair daun beluntas didiamkan terlebih dahulu diruangan terbuka selama 4 sampai 5 hari hingga tidak ada lagi alkohol pada ekstrak daun beluntas.
b. Proses pemberian ekstrak daun beluntas pada ikan nila
1) Ikan nila yang telah diambil dari tambak, dibersihkan menggunakan air yang mengalir serta dibuang isi perutnya.
2) Disiapkan wadah-wadah yang akan digunakan untuk menyimpan ikan nila dan diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan.
3) Diletakkan ikan nila yang telah bersih kedalam wadah-wadah yang telah dipersiapkan.
4) Ikan nila tersebut lalu dilumuri dengan ekstrak daun beluntas. c. Proses penyimpanan ikan nila
1) Ikan nila yang telah dilumuri ekstrak daun beluntas, disimpan dalam wadah tertutup yang telah diberi label.
2) Ikan nila disimpan sesuai dengan variasi lama penyimpanan yaitu 1 hari, 2 hari, dan 3 hari.
d. Pengujian organoleptik
Uji sifat organoleptik dilakukan oleh 6 orang panelis yang berasal dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Samarinda, Kalimantan Timur. Enam orang panelis tersebut merupakan orang-orang yang sudah ahli dalam bidang uji organoleptik. Para panelis akan menilai keadaan ikan nila yang telah
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 464
disimpan berdasarkan pedoman penilaian sifat organoleptik sesuai dengan SNI 01-2346-2006.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu ekstrak daun beluntas (0 gr, 30 gr, 40 gr, dan 50 gr) dan lama penyimpanan ikan nila (1 hari, 2 hari, dan 3 hari). Dengan demikian pada penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial 4 x 3 sehingga banyaknya perlakuan adalah 12. Jumlah perlakuan dalam penelitian ini adalah 12 perlakuan dan jumlah ulangan dalam penelitian ini adalah 2 kali ulangan sehingga jumlah perlakuan yang akan diteliti adalah 24 perlakuan termasuk kontrol.
Pengumpulan data dilakukan setelah ikan nila yang diberi ekstrak daun beluntas disimpan selama 1 sampai 3 hari. Ikan nila yang telah disimpan, selanjutnya dilakukan uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan setelah diberi perlakuan berupa pemberian ekstrak daun beluntas 0 gr (kontrol), 30 gr, 40 gr, dan 50 gr. Berbagai spesifikasi dan kriteria yang diamati antara lain kenampakan mata, insang, lendir permukaan tubuh, warna dan kenampakan daging, bau, serta tekstur ikan nila.
Pengujian organoleptik dilakukan oleh 6 orang panelis terlatih dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Samarinda, Kalimantan Timur. Metode pengujian yang digunakan dalam standar ini adalah uji skor dengan menggunakan skala angka 1 sebagai nilai terendah dan angka 9 sebagai nilai tertinggi. Skala angka ditunjang dengan spesifikasi yang dicantumkan dalam lembar penilaian (Score Sheet) Organoleptik. Score sheet yang digunakan sesuai dengan SNI 01-2346-2006.
Nilai panelis didapat berdasarkan ketelitian, panelis juga harus peka terhadap rangsangan dan perubahan objek yang diamatinya. Setelah penelitian dilakukan, panelis memberikan nilai untuk 6 spesifikasi dan setiap nilai diambil rata-ratanya. Hasil dari rata-rata nilai yang diperoleh dari para panelis, dimasukkan ke dalam tabel penilaian rata-rata uji organoleptik yang selanjutnya data tersebut akan dianalisis.
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun beluntas dan lama penyimpanan terhadap daya awet ikan nila pada kondisi suhu kamar yaitu menggunakan Spearman Rank karena jenis data yang dihasilkan pada uji organoleptik adalah data ordinal. Data ordinal merupakan data yang berjenjang atau berbentuk peringkat. Karena salah satu syarat uji statistik parametris yaitu data harus berbentuk interval atau rasio, sedangkan hasil uji organoleptik termasuk data ordinal maka data dianalisis dengan metode statistik non parametris yaitu dengan menggunakan Spearman Rank (Santosa, 2001). Adapun rumus Spearman Rank adalah sebagai berikut:
ρ 6 n n Keterangan:
ρ = koefisien korelasi Spearman Rank bi2 = hasil kuadrat dari selisih ranking n = jumlah sampel
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 465
Jika hasil perhitungan menunjukkan adanya pengaruh, maka perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan uji z (uji signifikan).
ρ √n Keterangan:
zh = nilai z hitung
ρ = koefisien korelasi Spearman Rank n = jumlah sampel
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dimulai dari bulan April sampai Juni 2016. Pembuatan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Mulawarman dan pengujian organoleptik dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Samarinda.
Uji organoleptik dilakukan oleh 6 orang panelis terlatih. Metode pengujian organoleptik yang digunakan dalam standar ini adalah uji skor dengan menggunakan skala angka 1 sebagai nilai terendah dan angka 9 sebagai nilai tertinggi. Skala angka ditunjang dengan spesifikasi yang dicantumkan dalam lembar penilaian (Score Sheet) Organoleptik sesuai dengan SNI 01-2346-2006. Ada 6 spesifikasi yang diamati yaitu kenampakan mata, insang, lendir permukaan tubuh, warna dan kenampakan daging, bau, serta tekstur ikan nila (Oreochromis niloticus L.).
Kenampakan Mata
Hasil uji organoleptik kenampakan mata ikan nila (Oreochromis niloticus L.)
Tabel 1. Hasil Uji Organoleptik Pemberian Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Lama Penyimpanan Terhadap Kenampakan Mata Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)
Lama penyimpanan (hari) Ekstrak Daun Beluntas (gram)
0 30 40 50
1 4,33 6,50 8,08 8,67
2 2,17 3,83 6,83 7,58
3 1,83 2,50 4,17 5,33
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kenampakan mata ikan nila (Oreochromis niloticus L.) berkisar dari 1,83 – 8,67. Nilai standar yang ditetapkan berdasarkan SNI 01-2346-2006 adalah 7 dengan ciri-ciri warna agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, dan kornea agak keruh. Mengacu pada SNI 01-2346-2006, kenampakan mata ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dengan perlakuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram dan 50 gram yang disimpan selama 1 hari serta ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram yang disimpan selama 2 hari masih memenuhi syarat nilai organoleptik karena lebih dari 7 sedangkan kenampakan mata ikan nila pada perlakuan lainnya belum memenuhi persyaratan.
Berdasarkan analisis statistika Spearman Rank, diperole n la ρhitung (0,986) sedangkan ρtabel untuk 5% 0,59 se ngga ρhitung 0,986 > ρtabel (0,591), yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan berpengaruh pada kenampakan mata ikan nila (Oreochromis niloticus L.). Selanjutnya
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 466
dilakukan uji signifikansi mengggunakan rumus z dan diperoleh zhitung (3,27) sedangkan ztabel (2,58) sehingga zhitung (3,27) > ztabel (2,58) yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada kenampakan mata ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada kondisi penyimpanan suhu kamar.
Kenampakan Insang
Hasil uji organoleptik kenampakan insang ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Pemberian Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Lama Penyimpanan Terhadap Kenampakan Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kenampakan insang ikan nila (Oreochromis niloticus L.) berkisar dari 1,00 – 8,42. Untuk ikan nila (Oreochromis niloticus L.) segar, nilai standar yang ditetapkan berdasarkan SNI 01-2346-2006 adalah 7. Berdasarkan score sheet uji organoleptik pada spesifikasi kenampakan insang, nilai 7 memiliki ciri-ciri yakni warna merah agak kusam serta tanpa lendir. Mengacu pada standar mutu ikan segar yang ditetapkan oleh SNI 01-2346-2006 bahwa kenampakan insang ikan nila (Oreochromis niloticus L.) hasil perlakuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram dan 50 gram yang disimpan selama 1 hari serta ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram yang disimpan selama 2 hari masih memenuhi syarat nilai organoleptik yakni lebih dari 7 sedangkan kenampakan insang ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada perlakuan lainnya belum memenuhi persyaratan SNI karena nilainya kurang dari 7.
Berdasarkan anal s s stat st ka Spearman Rank, d perole n la ρhitung (0,986) sedangkan ρtabel untuk 5% 0,59 se ngga ρhitung 0,986 > ρtabel (0,591), yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan berpengaruh pada kenampakan insang ikan nila (Oreochromis niloticus L.). Selanjutnya dilakukan uji signifikansi mengggunakan rumus z dan diperoleh zhitung (3,27) sedangkan ztabel (2,58) sehingga zhitung (3,27) > ztabel (2,58) yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada kenampakan insang ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada kondisi penyimpanan suhu kamar.
Kenampakan Lendir Permukaan Tubuh
Hasil uji organoleptik kenampakan lendir permukaan tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dapat dilihat pada tabel berikut.
Lama Penyimpanan (hari) Ekstrak Daun Beluntas (gram)
0 30 40 50
1 4,00 5,67 7,67 8,42
2 1,67 3,50 6,42 7,50
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 467
Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Pemberian Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Lama Penyimpanan Terhadap Kenampakan Lendir Permukaan Tubuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kenampakan lendir permukaan tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus L.) berkisar dari 1,00 – 7,92. Untuk ikan nila (Oreochromis niloticus L.) segar, nilai standar yang ditetapkan berdasarkan SNI 01-2346-2006 adalah 7. Berdasarkan score sheet uji organoleptik pada spesifikasi kenampakan lendir permukaan tubuh, nilai 7 memiliki ciri-ciri yakni lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, dan kurang transparan. Mengacu pada standar mutu ikan segar yang ditetapkan oleh SNI 01-2346-2006 bahwa kenampakan lendir permukaan tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus L.) hasil perlakuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram dan 50 gram yang disimpan selama 1 hari serta ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram yang disimpan selama 2 hari masih memenuhi syarat nilai organoleptik yakni lebih dari 7 sedangkan kenampakan lendir permukaan tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada perlakuan lainnya belum memenuhi persyaratan SNI karena nilainya kurang dari 7.
Berdasarkan anal s s stat st ka Spearman Rank, d perole n la ρhitung (0,974) sedangkan ρtabel untuk 5% 0,59 se ngga ρhitung 0,974 > ρtabel (0,591), yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan berpengaruh pada kenampakan lendir permukaan tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus L.). Selanjutnya dilakukan uji signifikansi mengggunakan rumus z dan diperoleh zhitung (3,23) sedangkan ztabel (2,58) sehingga zhitung (3,23) > ztabel (2,58) yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada kenampakan lendir permukaan tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada kondisi penyimpanan suhu kamar.
Kenampakan dan Warna Daging
Hasil uji organoleptik kenampakan dan warna daging ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Hasil Uji Organoleptik Pemberian Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Lama Penyimpanan Terhadap Kenampakan dan Warna Daging Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai (Oreochromis niloticus L.) kenampakan dan warna daging ikan nila berkisar dari 1,00 – 8,17. Untuk ikan nila (Oreochromis niloticus L.) segar, nilai standar yang ditetapkan berdasarkan SNI
01-Lama Penyimpanan (hari) Ekstrak Daun Beluntas (gram)
0 30 40 50
1 3,83 6,17 7,67 7,92
2 1,17 3,67 5,75 7,33
3 1,00 2,67 3,50 4,58
Lama penyimpanan (hari) Ekstrak Daun Beluntas (gram)
0 30 40 50
1 2,83 4,67 7,50 8,17
2 1,33 4,17 5,83 7,42
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 468
2346-2006 adalah 7. Berdasarkan score sheet uji organoleptik pada spesifikasi kenampakan dan warna daging, nilai 7 memiliki ciri-ciri yakni sayatan daging sedikit kurang cemerlang, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, serta dinding perut daging utuh. Mengacu pada standar mutu ikan segar yang ditetapkan oleh SNI 01-2346-2006 bahwa kenampakan dan warna daging ikan nila (Oreochromis niloticus L.) hasil perlakuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram dan 50 gram yang disimpan selama 1 hari serta ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram yang disimpan selama 2 hari masih memenuhi syarat nilai organoleptik yakni lebih dari 7 sedangkan kenampakan dan warna daging ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada perlakuan lainnya belum memenuhi per syaratan SNI karena nilainya kurang dari 7.
Berdasarkan anal s s stat st ka Spearman Rank, d perole n la ρhitung (0,990) sedangkan ρtabel untuk 5% 0,59 se ngga ρhitung 0,990 > ρtabel (0,591), yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan berpengaruh pada kenampakan dan warna daging ikan nila (Oreochromis niloticus L.). Selanjutnya dilakukan uji signifikansi mengggunakan rumus z dan diperoleh zhitung (3,28) sedangkan ztabel (2,58) sehingga zhitung (3,28) > ztabel (2,58) yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada kenampakan dan warna daging ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada kondisi penyimpanan suhu kamar.
Bau
Hasil uji organoleptik bau ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik Pemberian Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Lama Penyimpanan Terhadap Bau Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)
Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai bau ikan nila (Oreochromis
niloticus L.) berkisar dari 1,33 – 8,08. Untuk ikan nila (Oreochromis niloticus L.) segar,
nilai standar yang ditetapkan berdasarkan SNI 01-2346-2006 adalah 7. Berdasarkan score sheet uji organoleptik pada spesifikasi bau, nilai 7 memiliki ciri-ciri yakni bau netral. Mengacu pada standar mutu ikan segar yang ditetapkan oleh SNI 01-2346-2006 bahwa bau ikan nila (Oreochromis niloticus L.) hasil perlakuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram yang disimpan selama 1 hari dan 2 hari masih memenuhi syarat nilai organoleptik yakni lebih dari 7 sedangkan bau ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada perlakuan lainnya belum memenuhi persyaratan SNI karena nilainya kurang dari 7.
Berdasarkan anal s s stat st ka Spearman Rank, d perole n la ρhitung (0,969) sedangkan ρtabel untuk 5% 0,59 se ngga ρhitung 0,969 > ρtabel (0,591), yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan berpengaruh pada bau ikan nila (Oreochromis niloticus L.). Selanjutnya dilakukan uji signifikansi mengggunakan rumus z dan diperoleh zhitung (3,21) sedangkan ztabel (2,58)
Lama penyimpanan (hari) Ekstrak Daun Beluntas (gram)
0 30 40 50
1 2,33 4,50 6,92 8,08
2 1,50 2,17 4,00 7,00
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 469
sehingga zhitung (3,21) > ztabel (2,58) yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada bau ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada kondisi penyimpanan suhu kamar.
Tekstur
Hasil uji organoleptik tekstur ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Pemberian Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Lama Penyimpanan Terhadap Tekstur Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.)
Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai tekstur ikan nila (Oreochromis
niloticus L.) berkisar dari 1,00 – 8,33. Untuk ikan nila (Oreochromis niloticus L.) segar,
nilai standar yang ditetapkan berdasarkan SNI 01-2346-2006 adalah 7. Berdasarkan score sheet uji organoleptik pada spesifikasi tekstur, nilai 7 memiliki ciri-ciri yakni agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, serta sulit menyobek daging dari tulang belakang. Mengacu pada standar mutu ikan segar yang ditetapkan oleh SNI 01-2346-2006 bahwa kenampakan insang ikan nila (Oreochromis niloticus L.) hasil perlakuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram yang disimpan selama 1 hari dan 2 hari masih memenuhi syarat nilai organoleptik yakni lebih dari 7 sedangkan tekstur ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada perlakuan lainnya belum memenuhi persyaratan SNI karena nilainya kurang dari 7.
Berdasarkan analisis statistika Spearman Rank, d perole n la ρhitung (0,998) sedangkan ρtabel untuk 5% 0,59 se ngga ρhitung 0,998 > ρtabel (0,591), yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan berpengaruh pada tekstur ikan nila (Oreochromis niloticus L.). Selanjutnya dilakukan uji signifikansi mengggunakan rumus z dan diperoleh zhitung (3,31) sedangkan ztabel (2,58) sehingga zhitung (3,31) > ztabel (2,58) yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada tekstur ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada kondisi penyimpanan suhu kamar.
Jika dilihat dari segi kenampakan mata, insang, lendir permukaan tubuh, kenampakan dan warna daging, bau, serta tekstur ikan nila (Oreochromis niloticus L.), maka dapat disimpulkan bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dapat bertahan selama 2 hari pada penyimpanan suhu kamar dengan perlakuan pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram.
PEMBAHASAN
Penelitian ini dimulai dari bulan April sampai Juni 2016. Pembuatan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Mulawarman dimulai dari
Lama Penyimpanan (hari) Ekstrak Daun Beluntas (gram)
0 30 40 50
1 2,83 4,33 6,75 8,33
2 1,00 3,67 3,83 7,42
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 470
bulan April sampai Juni 2016. Sedangkan pengujian organoleptik dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Samarinda tanggal 27 – 29 Juni 2016.
Hal pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) adalah memetik daun beluntas (Pluchea indica L.) yang masih muda sebanyak 1000 gram atau 1 kg. Lalu daun beluntas (Pluchea indica L.) dicuci bersih dan diiris halus, selanjutnya dijemur di suhu ruangan selama 3 hari atau sampai daun benar-benar kering. Kemudian setelah kering, daun tersebut dihaluskan dengan cara di blender hingga menjadi bubuk. Bubuk daun beluntas (Pluchea indica L.) inilah yang siap untuk dibuat menjadi ekstrak.
Bubuk daun beluntas (Pluchea indica L.) lalu ditimbang menggunakan neraca digital. Bubuk yang ditimbang adalah seberat 30 gram, 40 gram, dan 50 gram. Setelah itu, bubuk daun beluntas (Pluchea indica L.) yang telah ditimbang dimasukkan kedalam botol-botol yang telah disiapkan dan diberi label keterangan. Kemudian ditambahkan pelarut yaitu alkohol 96% dengan perbandingan 1:10, sehingga alkohol yang digunakan yaitu 300 ml. 400 ml, dan 500 ml. Daun beluntas (Pluchea indica L.) yang telah dicampur dengan alkohol 96% selanjutnya didiamkan selama 48 jam sambil sesekali dilakukan pengocokan agar lebih banyak senyawa yang terlarut dalam alkohol. Setelah 48 jam, daun beluntas (Pluchea indica L.) yang direndam dengan alkohol disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh filtratnya kemudian didiamkan lagi selama 48 jam setelah itu disaring kembali. Proses penyaringan yaitu sebanyak 2 kali dengan selang waktu 48 jam atau 2 hari. Setelah proses penyaringan kedua, filtrat didiamkan lagi selama 2 hari sebelum di uapkan menggunakan vacuum rotary evaporator. Tujuan dari penguapan ini adalah untuk memisahkan antara pelarut dengan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.). Ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) yang diperoleh dari proses penguapan tidak dapat langsung digunakan. Hal ini dikarenakan pada ekstrak tersebut masih mengandung alkohol sehingga perlu diangin-anginkan terlebih dahulu selama 5-7 hari sampai alkohol sudah tidak ada lagi.
Jika ekstrak sudah jadi, maka ekstrak tersebut sudah dapat digunakan untuk mengawetkan ikan. Ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dengan berat 200 gram dan memiliki kriteria untuk kenampakan mata yaitu cerah, bola mata rata, kornea jernih; untuk kenampakan insang warnanya merah kurang cemerlang, tanpa lendir; untuk kenampakan lendir permukaan tubuh yaitu lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna; untuk kenampakan daging yaitu sayatan daging cemerlang, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut utuh; baunya masih segar; dan teksturnya agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang.
Ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang telah dibersihkan, diletakkan dalam sebuah wadah. Kemudian ikan nila (Oreochromis niloticus L.) tersebut dilumuri dengan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) lalu wadahnya ditutup hingga rapat. Ikan nila tersebut disimpan selama 1 hari, 2 hari, dan 3 hari. Ikan-ikan yang telah disimpan tesebut selanjutnya akan diuji oleh 6 orang panelis yang berasal dari Balai Pengkajian Teknologi Pangan (BPTP) Samarinda. Para panelis tersebut menilai kualitas ikan berdasarkan score sheet uji organoleptik sesuai dengan SNI 01-2346-2006.
Uji organoleptik digunakan untuk mengetahui kualitas ikan nila (Oreochromis niloticus L.) ditinjau dari kenampakan mata, insang, lendir permukaan tubuh, bau, dan
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 471
tekstur. Tetapi pada uji organoleptik ini tidak dapat dilakukan pengujian rasa. Hal ini disebabkan karena waktu pengujian bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, sehingga para panelis tidak dapat mencicipi rasa ikan nila (Oreochromis niloticus L.) karena sedang berpuasa.
Ikan nila (Oreochromis niloticus L.) akan mudah mengalami kerusakan apabila hanya dibiarkan pada suhu kamar sehingga pada penelitian ini bertujuan untuk memperpanjang masa simpan ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dengan cara pengawetan alami atau secara biologis yaitu dengan menggunakan senyawa aktif antibakteri yang tedapat pada daun beluntas (Pluchea indica L.). Menurut Salim (2013), selain untuk memperpanjang masa simpan, pengawetan juga bertujuan untuk mempertahankan nilai gizi sehingga masih dapat dikonsumsi.
Kenampakan Mata
Pada hari pertama, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B1) memiliki nilai organoleptik 4,33, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B1) nilai organoleptiknya 6,50, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B1) nilai organoleptiknya 8,08, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B1) nilai organoleptiknya 8,67. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis
niloticus L.) yang masih bagus sesuai dengan SNI 01-2346 ada pada perlakuan A2B1
dan A3B1.
Pada hari kedua, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B2) memiliki nilai organoleptik 2,17, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B2) nilai organoleptiknya 3,83, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B2) nilai organoleptiknya 6,83, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) nilai organoleptiknya 7,58. Berdasarkan nilai organoleptik tersebut, daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang masih sesuai dengan standar SNI 01-2346-2006 ada pada perlakuan A3B2.
Pada hari ketiga, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B3) memiliki nilai organoleptik 1,83, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B3) nilai organoleptiknya 2,50, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B3) nilai organoleptiknya 4,17, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B3) nilai organoleptiknya 5,33. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa nilai organoleptik ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada semua perlakuan tidak ada yang melebihi 7 sesuai dengan SNI 01-2346-2006 sehingga dapat dikatakan bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram tidak dapat bertahan selama penyimpanan 3 hari serta tidak layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan hasil uji organoleptik kenampakan mata pada hari pertama, kedua, dan ketiga terlihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dari segi kenampakan mata paling lama dapat bertahan selama 2 hari dengan pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram. (A3B2) karena memiliki nilai 7,58. Nilai tersebut masih sesuai dengan standar kualitas ikan segar menurut SNI 01-2346-2006 yaitu 7. Nilai 7,58 pada kenampakan mata memiliki ciri-ciri cerah, bola mata rata, dan kornea jernih.
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 472
Kesegaran ikan dapat dilihat dari keadaan matanya. Standar mata ikan dikatakan segar memiliki ciri-ciri mata agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, serta kornea agak keruh. Sedangkan ikan yang tingkat kesegarannya mulai menurun, matanya sangat cekung dan kornea berwarna kuning. Penurunan kualitas mata ikan nila (Oreochromis niloticus L.) ini disebabkan karena setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan oleh adanya aktivitas enzim, kimiawi, dan bakteri. Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau, tekstur, serta kenampakan ikan termasuk kenampakan mata (David, 2013). Sehingga semakin lama ikan nila (Oreochromis niloticus L.) disimpan, khususnya pada kondisi suhu kamar maka daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dari segi kenampakan mata akan mengalami penurunan kualitas.
Kenampakan Insang
Pada hari pertama, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B1) memiliki nilai organoleptik 4,00, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B1) nilai organoleptiknya 5,67, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B1) nilai organoleptiknya 7,67, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B1) nilai organoleptiknya 8,42. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis
niloticus L.) yang masih bagus sesuai dengan SNI 01-2346 ada pada perlakuan A2B1
dan A3B1.
Pada hari kedua, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B2) memiliki nilai organoleptik 1,67, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B2) nilai organoleptiknya 3,50, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B2) nilai organoleptiknya 6,42, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) nilai organoleptiknya 7,50. Berdasarkan nilai organoleptik tersebut, daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang masih sesuai dengan standar SNI 01-2346-2006 ada pada perlakuan A3B2.
Pada hari ketiga, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B3) memiliki nilai organoleptik 1,00, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B3) nilai organoleptiknya 2,00, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B3) nilai organoleptiknya 3,83, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B3) nilai organoleptiknya 4,25. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa nilai organoleptik ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada semua perlakuan tidak ada yang melebihi 7 sesuai dengan SNI 01-2346-2006 sehingga dapat dikatakan bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram tidak dapat bertahan selama penyimpanan 3 hari serta tidak layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan hasil uji organoleptik kenampakan insang pada hari pertama, kedua, dan ketiga terlihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dari segi kenampakan insang paling lama dapat bertahan selama 2 hari dengan pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) karena memiliki nilai 7,50. Nilai tersebut masih sesuai dengan standar kualitas ikan segar menurut SNI
01-2346-“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 473
2006 yaitu 7. Nilai 7,50 pada kenampakan insang memiliki ciri-ciri berwarna merah kurang cemerlang dan tanpa lendir.
Insang ikan segar berwarna merah agak kusam dan tanpa lendir serta sisik melekat dengan kuat. Pada ikan tidak segar, insang menjadi cokelat gelap dan sisiknya mudah lepas dari tubuhnya. Insang merupakan pusat darah mengambil O2 (oksigen) dari dalam air. Kematian ikan dapat menyebabkan aliran darah (hemoglobin) berhenti, sehingga darah teroksidasi dan warna insang berubah menjadi merah gelap. Selain itu, insang merupakan salah satu organ yang disukai oleh bakteri untuk berkembang biak Oleh sebab itu, semakin lama ikan nila (Oreochromis niloticus L.) disimpan maka kualitas insang ikan nila (Oreochromis niloticus L.) akan semakin menurun (Moeljanto, 1984).
Kenampakan lendir permukaan tubuh
Pada hari pertama, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B1) memiliki nilai organoleptik 3,83, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B1) nilai organoleptiknya 6,17, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B1) nilai organoleptiknya 7,67, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B1) nilai organoleptiknya 7,92. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis
niloticus L.) yang masih bagus sesuai dengan SNI 01-2346 ada pada perlakuan A2B1
dan A3B1.
Pada hari kedua, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B2) memiliki nilai organoleptik 1,17, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B2) nilai organoleptiknya 3,67, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B2) nilai organoleptiknya 5,75, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) nilai organoleptiknya 7,33. Berdasarkan nilai organoleptik tersebut, daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang masih sesuai dengan standar SNI 01-2346-2006 ada pada perlakuan A3B2.
Pada hari ketiga, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B3) memiliki nilai organoleptik 1,00, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B3) nilai organoleptiknya 2,67, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B3) nilai organoleptiknya 3,50, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B3) nilai organoleptiknya 4,58. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa nilai organoleptik ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada semua perlakuan tidak ada yang melebihi 7 sesuai dengan SNI 01-2346-2006 sehingga dapat dikatakan bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram tidak dapat bertahan selama penyimpanan 3 hari serta tidak layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan hasil uji organoleptik kenampakan lendir permukaan tubuh pada hari pertama, kedua, dan ketiga terlihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dari segi kenampakan lendir permukaan tubuh paling lama dapat bertahan selama 2 hari dengan pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) karena memiliki nilai 7,33. Nilai tersebut masih sesuai dengan standar kualitas ikan segar menurut SNI 01-2346-2006 yaitu 7. Nilai 7,33 pada kenampakan lendir permukaan tubuh memiliki ciri-ciri lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, dan kurang transparan.
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 474
Penyebab penurunan kualitas ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dilihat dari kenampakan lendir permukaan tubuh adalah bakteri. Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan telah mati, suhu badan ikan menjadi naik mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Kemudian terjadi pengerusakan jaringan-jaringan tubuh ikan sehingga lama-kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging, mengakibatkan ikan menjadi busuk. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi target serangan bakteri adalah seluruh permukaan tubuh, isi perut, dan insang. Selain perubahan bau dan rasa, bakteri menyebabkan perubahan tampilan dan ciri fisik ikan. Lendir pada kulit dan insang dapat berubah dari yang biasanya tampak jernih dan berair menjadi keruh dan kehitaman. Warna kulit ikan hilang dan menjadi tampak pucat dan pudar (Moeljanto. 1984).
Kenampakan dan warna daging
Pada hari pertama, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B1) memiliki nilai organoleptik 2,83, ekstrak daun beluntas 30 gram (A1B1) nilai organoleptiknya 4,67, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B1) nilai organoleptiknya 7,50, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B1) nilai organoleptiknya 8,17. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang masih bagus sesuai dengan SNI 01-2346 ada pada perlakuan A2B1 dan A3B1.
Pada hari kedua, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B2) memiliki nilai organoleptik 1,33, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B2) nilai organoleptiknya 4,17, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B2) nilai organoleptiknya 5,83, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) nilai organoleptiknya 7,42. Berdasarkan nilai organoleptik tersebut, daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang masih sesuai dengan standar SNI 01-2346-2006 ada pada perlakuan A3B2.
Pada hari ketiga, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B3) memiliki nilai organoleptik 1,00, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B3) nilai organoleptiknya 3,00, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B3) nilai organoleptiknya 3,33, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B3) nilai organoleptiknya 4,17. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa nilai organoleptik ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada semua perlakuan tidak ada yang melebihi 7 sesuai dengan SNI 01-2346-2006 sehingga dapat dikatakan bahwa daya awet ikan nila yang diberi ekstrak daun beluntas 0 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram tidak dapat bertahan selama penyimpanan 3 hari serta tidak layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan hasil uji organoleptik kenampakan dan warna daging pada hari pertama, kedua, dan ketiga terlihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dari segi kenampakan dan warna daging paling lama dapat bertahan selama 2 hari dengan pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) karena memiliki nilai 7,42. Nilai tersebut masih sesuai dengan standar kualitas ikan segar menurut SNI 01-2346-2006 yaitu 7. Nilai 7,42 pada kenampakan dan warna daging memiliki ciri-ciri sayatan daging sedikit kurang cemerlang, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dan dinding perut daging utuh.
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 475
Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah diserang oleh bakteri antara lain karena ikan mengandung lebih banyak cairan dan sedikit lemak dibanding dengan jenis daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak. Struktur daging ikan tidak begitu sempurna susunannya dibandingkan dengan jenis daging lainnya. Kondisi ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri (Husni, 2014).
Penurunan daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dilihat dari aspek kenampakan dan warna daging dapat juga disebabkan oleh kerusakan lemak dalam daging selama penyimpanan. Kerusakan akibat reaksi amino dengan senyawa karbonil hasil oksidasi lemak menyebabkan terbentuknya pigmen coklat. Kerusakan daging ikan juga dapat disebabkan oleh komponen-komponen penyusun jaringan pengikat dan benang-benang dagingnya telah rusak sebagai akibat dari perubahan biokimiawi dan kerja mikroba terutama bakteri, sehingga tidak ada kekuatan lagi untuk menopang struktur daging dengan kompak (Hadiwiyoto; 1993 dalam Mulyono, 2010).
Bau
Pada hari pertama, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B1) memiliki nilai organoleptik 2,33, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B1) nilai organoleptiknya 4,50, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B1) nilai organoleptiknya 6,92, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B1) nilai organoleptiknya 8,08. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis
niloticus L.) yang masih bagus sesuai dengan SNI 01-2346 ada pada perlakuan A3B1.
Pada hari kedua, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B2) memiliki nilai organoleptik 1,50, ektrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B2) nilai organoleptiknya 2,17, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B2) nilai organoleptiknya 4,00, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) nilai organoleptiknya 7,00. Berdasarkan nilai organoleptik tersebut, daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang masih sesuai dengan standar SNI 01-2346-2006 ada pada perlakuan A3B2.
Pada hari ketiga, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B3) memiliki nilai organoleptik 1,33, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B3) nilai organoleptiknya 2,17, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B3) nilai organoleptiknya 2,67, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B3) nilai organoleptiknya 4,00. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa nilai organoleptik ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada semua perlakuan tidak ada yang melebihi 7 sesuai dengan SNI 01-2346-2006 sehingga dapat dikatakan bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram tidak dapat bertahan selama penyimpanan 3 hari serta tidak layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan hasil uji organoleptik bau pada hari pertama, kedua, dan ketiga terlihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dari segi bau paling lama dapat bertahan selama 2 hari dengan pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea
indica L.) 50 gram (A3B2) karena memiliki nilai 7,00. Nilai tersebut masih sesuai dengan
standar kualitas ikan segar menurut SNI 01-2346-2006 yaitu 7. Nilai 7,00 pada bau memiliki ciri-ciri bau netral.
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 476
Penurunan daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) berdasarkan aspek bau disebabkan oleh lemak dan protein yang dipecah oleh bakteri perusak yang mencemari ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dan menghasilkan bau yang tidak diinginkan. Bau ini berasal dari metebolit-metabolit sederhana yang dihasilkan oleh bakteri (Afrianto, 1994).
Tekstur
Pada hari pertama, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B1) memiliki nilai organoleptik 2,83, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B1) nilai organoleptiknya 4,33, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B1) nilai organoleptiknya 6,75, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B1) nilai organoleptiknya 8,33. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis
niloticus L.) yang masih bagus sesuai dengan SNI 01-2346 ada pada perlakuan A3B1.
Pada hari kedua, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B2) memiliki nilai organoleptik 1,00, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B2) nilai organoleptiknya 3,67, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B2) nilai organoleptiknya 3,83, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) nilai organoleptiknya 7,42. Berdasarkan nilai organoleptik tersebut, daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang masih sesuai dengan standar SNI 01-2346-2006 ada pada perlakuan A3B2.
Pada hari ketiga, ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram (A0B3) memiliki nilai organoleptik 1,00, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 30 gram (A1B3) nilai organoleptiknya 2,50, ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 40 gram (A2B3) nilai organoleptiknya 3,17, dan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B3) nilai organoleptiknya 4,33. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa nilai organoleptik ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada semua perlakuan tidak ada yang melebihi 7 sesuai dengan SNI 01-2346-2006 sehingga dapat dikatakan bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) yang diberi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 0 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram tidak dapat bertahan selama penyimpanan 3 hari serta tidak layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan hasil uji organoleptik pada hari pertama, kedua, dan ketiga terlihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dari segi tekstur paling lama dapat bertahan selama 2 hari dengan pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea
indica L.) 50 gram (A3B2) karena memiliki nilai 7,42. Nilai tersebut masih sesuai dengan
standar kualitas ikan segar menurut SNI 01-2346-2006 yaitu 7. Nilai 7,42 pada tekstur memiliki ciri-ciri agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, dan sulit menyobek daging dari tulang belakang.
Penurunan daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) berdasarkan aspek tekstur disebabkan oleh aktivitas enzim dan pertumbuhan bakteri sehingga tekstur daging ikan melembek atau melunak. Jika tidak dihambat, bakteri yang semula ada di insang dan permukaan kulit mulai masuk ke otot dan memecahkan senyawa-senyawa sumber energi termasuk jaringan ikat berupa serabut kolagen sehingga tenunan serat otot tidak lagi kuat dan membuat struktur jaringan otot berubah. Hal inilah yang menyebabkan tekstur otot menjadi lembek (Florensia, 2012).
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 477
Secara umum, penurunan daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) disebabkan aktivitas enzim, kimiawi, dan bakteri. Namun penyebab paling utama adalah pengaruh kegiatan enzim (autolisa). Enzim yang menjadi penyebab penurunan mutu ikan secara alami sudah terdapat didalam tubuh ikan itu sendiri, diantaranya yaitu enzim dari ikan (cathepsin), enzim pencernaan (tripsin, chymotrypsin, dan pepsin), serta enzim-enzim dari mikroorganisme itu sendiri. Karena ikan banyak mengandung protein dan hanya sedikit mengandung karbohidrat, maka yang berperan penting dalam proses penurunan mutu ikan nila (Oreochromis niloticus L.) adalah enzim-enzim yang menguraikan protein.
Dalam penelitian ini juga, penurunan daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) dapat dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya penyimpanan pada suhu kamar, tidak rapatnya tutup toples atau wadah yang digunakan dalam penelitian, serta kualitas ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) yang kurang maksimal. Sehingga secara keseluruhan terlihat bahwa daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) paling lama dapat bertahan selama 2 hari dengan pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea
indica L.) 50 gram (A3B2) pada penyimpanan suhu kamar.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Nahak (2007), diketahui bahwa ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) mempunyai potensi yang cukup besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri seperti Streptococcus mutans. Hal ini tidak disebabkan daun beluntas (Pluchea indica L.) memiliki kandungan zat aktif fenolat, steroid, flavonoid dan tannin yang merupakan zat anti mikroba.
Fenolat adalah suatu kelas senyawa hidroksil yang terikat secara langsung pada suatu kelompok hidrokarbon aromatik. Fenolat juga bersifat asam sehingga disebut juga asam karbolat yang mempunyai kemampuan untuk merusak dinding sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan bakteri (Susanti, 2006; Devi, 2011).
Steroid adalah suatu senyawa organik yang terdapat dalam metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan cara menyebabkan kebocoran membran sel yang banyak mengandung lipid yakni pada bagian aqueous (cair) dari phosphatidylethanolamine yang kaya akan liposome. Kebocoran membran sel akan menyebabkan kematian sel bakteri (Epand et al., 2007; Mohamed et al., 2010).
Flavonoid merupakan suatu substansi fenolik yang terhidroksilasi, yang mempunyai aktivitas antibakteri yang tidak diragukan lagi terhadap berbagai macam mikroorganisme (Mohamed et al., 2010). Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri melalui beberapa mekanisme yaitu menghambat sintesa dinding sel bakteri, membentuk ikatan kompleks dengan protein mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi kebocoran dinding sel, menghambat sintesis protein bakteri, dan menginterfensi fungsi DNA sel bakteri (Hussain et al., 2010; Mohamed et al., 2010).
Tannin menunjukkan aktivitas antibakterinya dengan cara berikatan dengan proline yang kaya akan protein membentuk suatu kompleks, menyebabkan protein leakage sehingga terjadi kerusakan dinding sel bakteri dan mengakibatkan kematian bakteri (Machado et al., 2003; Braga et al., 2005; Mohamed et al., 2010).
Berdasarkan hasil penelitian dan sifat-sifat yang dimiliki oleh daun beluntas (Pluchea indica L.), maka daun beluntas (Pluchea indica L.) dipastikan dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada ikan nila (Oreochromis niloticus L.) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba dan berpotensi untuk dijadikan bahan pengawet alami pada makanan khususnya pada ikan.
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 478
PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) pada kondisi suhu kamar.
2. Daya awet ikan nila (Oreochromis niloticus L.) paling lama dapat bertahan selama 2 hari dengan pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) 50 gram (A3B2) pada penyimpanan suhu kamar.
Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya agar dapat meningkatkan dosis ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) sehingga daya awet ikan dapat bertahan lebih lama lagi pada kondisi penyimpanan suhu kamar.
2. Pada saat penyimpanan sebaiknya menutup toples atau tempat ikan dengan rapat sehingga mikroorganisme tidak mudah masuk dan prose pembusukan ikan dapat terhambat.
3. Masyarakat dapat memanfaatkan daun beluntas (Pluchea indica L.) sebagai bahan pengawet alami untuk mengawetkan ikan.
4. Potensi daun beluntas (Pluchea indica L.) dapat dikembangkan lagi sebagai bahan pengawet alami untuk bahan makanan lain
DAFTAR RUJUKAN
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1994. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Ardiansyah, Nurida, L., dan Andarwulan, N. 2003. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Stabilitas Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat pH. Teknologi Industri Pangan, 4(2): 90-97 Braga, L.C., Shupp, J.W., Cummings, C., Jett, M.,Takahashi, J.A., Carmo, L.S.,
Chartone Souza, E., & Nasclmento, A.M.A. 2005. Pomegranate Extract Inhibits Staphylococcus aureus Growth and Subsequent Enterotoxin Production. Journal of Ethnopharmacology. 96 : 335-339
Dalimatra, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 4. Puspa Swara: Jakarta David, Wahyudi, dan Anwar, K. 2013. Uji Organoleptik Ikan Nila ((Oreochromis
niloticus) Asap dengan Suhu Destilasi dan Konsentrasi Berbeda. Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas, 1(3): 29-35
Devi, A.P. 2011. Korelasi Kadar Fenolat Daun Dendrophthoe petandra, Dendrophthoe falcata, dan Scurrula philippensis S. Skripsi.Univerversitas Muhammadiyah. Surakarta. p. 1-15
Dewi, F.K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Mengkudu (Morinda citrofolia L.) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. Jurusan Biologi MIPA Universitas Sebelas Maret, 2(2): 7-8
Epand, R.F., Savage, P.B., & Epand, R.M. 2007. Bacterial Lipid Composition and the Antimicrobial Efficacy of Cationoc Steroid Compounds (Ceragenins). Biochimica et Biophysica Acta. 1768(10): 2500-9
Florensia, S., Dewi, P., dan Utami, N.R. 2012. Pengaruh Ekstrak Lengkuas pada Perendaman Ikan Bandeng Terhadap Jumlah Bakteri. Life Science, 1(2): 114-117
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 479
Ginting, A.M. 2010. Pemanfaatan Matriks Nata de Coco Terhadap Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis. Universitas Sumatra Utara (USU), 5(1); 34-38
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid 1. Liberty, Yogyakarta.
Hariana, A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 1. Penebar Swadaya: Jakarta Hidayah,R.Y,Winarni,dan Susatyo,E.B,.2015. Pengaruh Penggunaan Lengkuas
Terhadap Sifat Organoleptik dan Daya Simpan Ikan Nila Segar. Indonesian Journal of Chemical Science. Indo.J.Chem.Sci 4(3)(2015): 203
Husni, Amir., Ustadi dan Andi Hakim. 2014. Penggunaan Ekstrak Runput Laut Padina sp. untuk Peningkatan. Daya Simpan Fillet Nila Merah yang disimpan pada Suhu Dingin. Jurnal. Yogyakarta: Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Gadjah Mada.
Hussain, A., Wahab, S., Zarin, I., & Sarfaraj Hussain, M.D. 2010. Antibacterial Activity of the Leaves of Cocconia indica (W. and A) Wof India. Advances in Biological Research. 4(5): 241-248
Kartasapoetra. G. 2004. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Rineka Cipta: Jakarta Kodri, G.H. 2013. Budidaya Nila Unggul. PT Agromedia Pustaka: Jakarta
Machado, T.B., Pinto, A.V., Pinto, M.C.F.R., Leal,I.C.R.,Silva, M.G.,Amaral, A.C.F., Kuster, R.M., & Netto-dos Santoz, K.R. 2003. In vitro Activity of Brazilian Medicinal Plants, Naturally Occuring Naphtoquinones and Their Analogues Against Methicilline Resistant Staphyloccoccus aureus. International Journal of Antimicrobial Agents. 21: 279-284
Moeljanto. 1984. Penanganan Ikan Segar. PT. Penebar Swadaya, Jakatra.
Mohamed, S.S.H., Hansi, P.D., & Thirumurugan, K. 2010. Antimicrobial Activity and Phytochemical Analysis of Selected Indian Folk Medicinal Plants. International Journal of Pharma Sciences and Research (IJPSR). 1(10): 430-434
Nahak,M.M., Tedjasulaksana,R. dan Dharmawati,I.G.G.A. 2007. Khasiat Ekstrak Daun Beluntas untuk Menurunkan Jumlah Bakteri pada Saliva. Interdental Jurnal Kedokteran gigi, Denpasar 5(3): 139-142
Pasaribu, S.P. 2009. Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder dari Daun Tumbuhan Babadotan (Ageratum conyzoides L.). Jurnal Kimia Mulawarman. 6(2): 1-7
Rahayu, S.S. 2009. Ekstraksi Kimia. Yayasan Pustaka Nusantara: Yogyakarta Standar Nasional Indonesia (SNI). 2006. Ikan Segar SNI 01-2346-2006. Badan Standarisasi Nasional: Jakarta
Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta: Bandung
Suryawati, A., Meikawati, W., dan Astuti, R. 2011. Pengaruh Dosis dan Lama Perendaman Larutan Lengkuas Terhadap Jumlah Bakteri Ikan Nila. Kesehatan Masyarakat Indonesia, 7(1): 112-119
Susanti, A. 2006. Daya Anti Bakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Plucheaindica. Less) Terhadap Escherichia coli Secara in vitro. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. p. 12
Sutanto, D. 2012. Budidaya Nila. Pustaka Baru Press: Yogyakarta
Sutedjo, M.M. 2004. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat. Rineka Cipta: Jakarta
Syamsuhidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 2011. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta
Warisno. 2008. Teknologi Pengelolahan dan Pengawetan Pangan Secara Sederhana. Yayasan Pustaka Nusantara: Yogyakarta
Yovita dan Yoanna. 2010. Tanaman Obat Plus Pengobatan Alternatif. Setia Kawan: Jakarta.