• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah memiliki keinginaan untuk bermakna. Ia selalu ingin memberi makna kepada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah memiliki keinginaan untuk bermakna. Ia selalu ingin memberi makna kepada"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Manusia adalah suatu ketunggalan yang mengalami, menghayati, dan pada dasarnya adalah aktif, punya tujuan serta harga diri (Sarwono, 2002). Pada manusia ada kebebasan yang tidak bisa dihancurkan bahkan oleh kawat berduri sekalipun, yaitu adalah kebebasan untuk mencari makna. Manusia merupakan makhluk spiritual yang memiliki makna intrinsik yang harus ditemukan dalam kehidupannya. Motivasi dasar manusia bukanlah untuk mencari kesenangan, kekuasaan, ataupun materi melainkan untuk menemukan makna. Kesenangan yang merupakan salah satu komponen dari kebahagiaan merupakan produk dari telah ditemukannya makna sedangkan kekuasaan dan materi berkontribusi dalam kesejahteraan manusia yang nantinya akan digunakan di jalan yang bermakna. Jika kehidupan manusia itu berisikan pengalaman hidup yang penuh makna, maka keputusasaan terjadi saat makna itu habis. Seseorang hidup selama dia merasakan bahwa hidupnya memiliki makna dan nilai, selama dia memiliki sesuatu dalam hidup. Frankl (dalam Takwin, 2007) berpendapat bahwa diantara sekian banyak kehendak manusia, yang terpenting adalah kehendak untuk bermakna. Setiap manusia secara alamiah memiliki keinginaan untuk bermakna. Ia selalu ingin memberi makna kepada setiap hal yang ada pada dirinya. Bermakna adalah keinginan manusia yang alamiah (Frankl, dalam Takwin, 2007).

(2)

Dalam berbagai ayatnya, Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah SWT, adalah tuhan yang menganugerahkan hidup dan menentukan mati. Diantaranya:Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu, dan diantara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun) supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi mahakuasa (Q.S.Al-Nhal, 16: 70)

Dari ayat ini kita mengetahui bahwa kematian “suatu saat” pasti datang entah itu dimasa kanak-kanak, muda, atau lanjut usia. Ayat ini menyinggung tentang ketidakberdayaan dimasa tua yang dialami oleh sebagian manusia ketika mereka dianugerahi umur panjang. Demikian halnya bila sebelum ajal tiba, seseorang dalam rentang waktu yang panjang tertimpa berbagai penyakit yang menyebabkan dia harus mendapatkan peraatan dan perhatian medis.

Di dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk ayat 2, di ingatkan bahwa hidup dan mati adalah ditangan Allah yang ia ciptakan untuk menguji iman, amalah, dan ketaatan manusia terhadap tuhan, penciptanya. Karena itu, Islam sangat memperhatikan keselamatan hidup dan kehidupan manusia sejak ia berada di rahim ibunya sampai sepanjang hidupnya. Dan untuk melindungi keselamatan hidup dan kehidupan manusia itu, Islam menetapkan berbagai norma hukum perdata dan hidup manusia itu, Islam menetapkan norma hukum perdata dan pidana beserta sanksi-sanksi hukumannya, baik di dunia berupa hukuman haddar qisas termasuk hukuman mati, diyat (denda) atau ta’zir, ialah hukuman yang ditetapkan oleh ulul amr atau lembaga peradilan, maupun hukuman diakhirat berupa siksaan Tuhan dineraka kelak

(3)

Frankl mengatakan bahwa setiap manusia memiliki keinginan untuk bermakna, bagaimanakah dengan pelaku percobaan bunuh diri? Bunuh diri adalah merupakan suatu tindakan individu yang menyebabkan kematiannya, namun hal tersebut tidak cukup untuk mengatakan bahwa tindakan tersebut adalah bunuh diri, orang yang melakukan tindakan tersebut haruslah memiliki intensi untuk mengakhiri hidupnya. Intensi pelaku bunuh diri bermacam-macam, ada yang mencoba untuk balas dendam, mendapatkan perhatian, mengakhiri penderitaan, atau mungkin kombinasi dari satu atau lebih intensi tersebut (Corr, 2003)

Bunuh diri Orang yang nekad bunuh diri, biasanya karena putus asa diantara penyebabnya adalah penderitaan hidup. Ada orang yang menderita fisiknya (jasmaninya), karena memikirkan sesuap nasi untuk diri dan keluarganya. Keperluan pokok dalam kehidupan sehari-hari tidak terpenuhi, apalagi pada jaman sekarang ini, pengeluaran lebih besar dari pemasukan.

Adapula orang yang menderita batinnya yang bertakibat patah hati, hidup tioda bergairah, masa depannya keliatan siuram, tidak bercahaya. Batinnya kosong dari cahaya iman dan berganti dengan kegelapan yang menakutkan. Penderitaan kelompok kedua ini, belum tentu karena tidak punya uang, tidak punya kedudukan, dan tidak punya nama, karena semua itu belum tentu dan ada kalanya tidak dapat membahagiakan seseorang, pada media masa kita baca ada jutawan, artis dan ada tokoh yang memilih mati untuk mengakhiri penderitaanya itu, apakah penderitaan jasmani atau penderitaan batin

Kalau kita perhatikan, mak tampak jelas, baik kelompok pertama maupun kedua, sama-sama tidak mampu menghadapi kenyataan dalam hidup ini. Mereka tidak mampu menghayati dalam memahami, bahwa dunia ini dengan segala isinya adalah pemberian Allah dan pinjaman yang akan dikembalikan, dan suka dukapun silih berganti dalam menghadapinya

(4)

Hidup dan mati itu ada ditangan Allah SWT dan merupakan karunia dan wewenang Allah SWT, maka Islam melarang orang melakuakn pembunuhan, baik terhadap orang lain (kecuali, dengan alasan yang dibenarkan oleh agama) maupun terhadap dirinya sendiri (bunuh diri) dengan alasan apapun.2 Dalil-dalil syar’i yang melarang bunuh diri dengan alasan apapun, ialah:Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 29-30 Artinya: dan janganlah kamu membunuh diri mu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepada kamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar dan aniaya, maka kami kelak akan memasukannya kedalam neraka yang demikian itu adalah mudah bagi Allah

Hadits Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari jundub bin Abdullah r.a: Artinya: telah ada diantara orang-orang sebelum kamu seorang lelaki yang mendapat luka, lalu keluh kesahlah ia. Maka ia mengambil pisau lalu memotong tangannya dengan pisau itu kemudian tidak berhenti-henti darahnya keluar sehingga ia mati. Maka Allah bersabda, ”Hambaku telah menyegerakan kematiannya sebelum aku mematikan.” aku mengharamkan surga untuknya.

Ayat Al-Qur’an dan Hadist tersebut di atas dengan jelas menunjukkan, bahwa bunuh diri itu di dilarang keras oleh Islam dengan alasan apapun. Dengan demikian keliru sekali, kalau ada anggapan, bahwa dengan jalan bunuh diri, segala persoalan telah selesai dan berakhir. Padahal azab penderitaan yang lebih berat, telah menyongsong di akhirat kelak.

.Menurut Frankl (dalam Charlys, 2007) manusia memiliki kebebasan berkehendak

(freedom of will), kebebasan yang bertanggung jawab. Setiap orang mencari makna dalam

hidupnya di dalam setiap profesi, ataupun perkerjaanya yang dijalani, namun terkadang rutinitas membuat orang kehilangan makna hidupnya, hal ini yang disebut dengan meaningless.

(5)

Sejak 6 tahun belakangan, WHO bekerja sama dengan ISAP ( the International

Association for suicide prevention) membangun kesadaran akan pentingnya usaha pencegahan

bunuh diri (suicide prevention). Usaha ini menjadi penting, karena semakin terpuruknya masyarakat. Hal itu disebabkan antara lain oleh dampak negatif globalisasi di negara berkembang keterpurukan kondisi finansial yang merambah pada masalah sosial dan ketidak pastian akan masa depan dalam masyarakat meruaknya berbagai bencana yang disebabkan oleh manusia sendiri. Secara umum, profil individu dewasa yang berisiko melakukan bunuh diri dikaitkan dengan gender (pria vs wanita dengan rasio 2,2 : 1), usia produktif (15-35 tahun), riwayat keluarga melakukan bunuh diri menderita penyakit kronis, mempunyai gangguan mental dan emosional, terisolasi dari sisi sosial, pengguna NAPZA, serta mempunyai riwayat kekerasan dalam rumah tangga.

Secara Psikologis, sebagian besar orang dewasa yang menderita gangguan psikiatrik memperlihatkan prilaku bunuh diri. Hal ini perlu dilakukan pemeriksaan yang mendalam mengenai faktor yang melatar belakangi. Seperti : faktor kontribusi, faktor kerentanan, faktor potensi dan faktor yang mempercepat usaha bunuh diri.

Menurut Muhdi dari Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa, RSU Dr. Soetomo FK. Universitas Airlangga, Surabaya, interaksi antara faktor biologik, psikologik, sosial kultural dan faktor-faktor konstektual memegang peranan sangat penting, yang akan mempengaruhi resiko perilaku bunuh diri.

Dari beberapa data, kebanyakan pria melakukan usaha bunuh diri dengan cara yang fatal (completed suicide). Sedangkan pada perempuan, lebih sering melakukan percobaan bunuh diri (attempted suicide). Yang perlu diwaspadai, perempuan pasca melahirkan mempunyai risiko tinggi terutama pada mereka yang mengalami depresi.

(6)

Eutanasia Pengertian Eutanasia Eutanasia berasal dari kata Yunani ”Euthanatos,” yang terbentuk dari kata eu dan thanatos yang masing-masing berarti ”baik” dan ”mati”3. Jadi, eutanasia artinya membiarkan seorang mati dengan mudah dan baik. Kata ini juga didefinisi sebagai ”pembunuhan dengan belas kasih”. Terhadap orang sakit, luka-luka, atau lumpuh yang tidak memiliki harapan sembuh dan didefinisikan pula seabagai pencabutan nyawa dengan sebisa mungkin tidak menimbulkan rasa sakit seorang pasien yang menderita penyakit parah dan mengalami kesakitan yang sangat menyiksa. Dengan demikian, eutanasia mencakup Kematian dengan cara memasukkan obat dengan atau tanpa permintaan eksplisit dari sipasien. Keputusan untuk menghentikan perawatan yang dapat memperpanjang hidup pasien dengan tujuan mempercepat kematiannya.

Penanggulangan rasa sakit dengan cara memasukkan obat bius dalam dosis besar, dengan mempertimbangkan timbulnya resiko kematian, tetapi tanpa ada niatan eksplisit untuk menimbulkan kematian pada pasien.

Pemberian obat bius dalam jumlah yang overdosis atau penyuntikan cairan yang mematikan dengan tujuan mengakhiri hidup pasien. Eutanasia pada hakekatnya adalah pencabutan nyawa seseorang yang menderita penyakit parah atas dasar permintaan atau kepentingan orang itu sendiri. Eutanasia masih menimbulkan problem keagamaan, hukum, dan moral disemua budaya dan tradisi agama. Sebelum membahas isu tentang eutanasia menurut tinjauan syariat ada baiknya untuk menguraikan sikap Islam tentang hak hidup.

Hak hidup sepertinya halnya agama-agama yang lain, Islam menjunjung tinggi hak hidup seseorang sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an (Al-Maidah, 5:32). Bagaimanapun, perlu dicatat bahwa peraturan pidana Islam menetapkan hukuman mati bagi orang yang melakukan tindak kejahatan berat tertentu. Dengan tujuan mencegah terjadinya kejahatan dan memelihara

(7)

kedamaian, keamanan, dan ketentraman, Islam menetapkan aturan-aturan preventif dan hukuman yang adil bagi tindakan-tindakan yang cenderung mengancam hidup orang lain tanpa ada yang adil bagi tindakan-tindakan yang cenderung mengancam hidup orang lain tanpa ada alasan yang sah. Al-Qur’an menetapkan hukuman mati untuk tindak pembunuhan yang disengaja

”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu pembelasan yang adil (Qishas) berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh (Q.S. Al-Baqarah 2:178)Hukuman bagi pelaku pidana pembunuhan dalam bahasa Arab disebut (pembalasan yang adil). Aturan ini memastikan bahwa ketika hukuman mati dilaksanakan maka hanya orang bersalahlah yang akan kehilangan nyawanya. namun, perlu dikemukakan disini bahwa keluarga si terbunuh juga memiliki dua pilihan lain yaitu memaafkan sipelaku, atau menerima uang tebusan. Menurut hukum pidana Islam, orang yang menganjurkan/menyetujui/membunuh seseorang yang membunuh diri adalah berdosa dan dapat dikenakan hukuman tasir. Demikian pula apabila orang gagal melakukan bunuh diri, sekalipun dibantu orang lain, maka semuanya dapat dikenakan hukuman ta’zir. Hukuman ta’zir, ialah hukuman terhadap suatu tindakan pidana yang ditentukan macam hukumnya oleh Al-Qur’an dan hadits. Buat/ riwayat hukum ta’zir itu diserahkan sepenunya kepada hakim yang mengadili perkara untuk menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan tindakan pidananya, pelakunya, dan situasi dan kondisinya dimana tindak pidana itu terjadi.

Macam-macam Eutanasia, a) Eutanasia aktif dan / atau diluar kehendak b) Eutanasia aktif adalah tindakan sengaja yang dilakukan oleh ahli medis untuk mengakhiri hidup pasiennya dengan menggunakan instrumen (alat). Beberapa contoh diantaranya: Seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga penderita sering pingsan. Dalam hal ini dokter yakin bahwa yang bersangkutan akan meninggalkan dunia. Kemudiaan

(8)

dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus.

Orang yang mengalami keadaa koma yang sangat lama, misal karena bagian otaknya, terserang penyakit atau bagian kepalanya mengalami benturan yang sangat keras. Dalam keadaan demikian ia mungkin dapat hidup hanya dengan memperjuangkan alat pernapasan. Sedangkan dokter berkeyakinan bahwa penderita tidak akan dapat disembuhkan. Alat pernapasan itulah yang memompa udara kedalam paru-parunya dan menjadikannya dapat bernapas secara otomatis jika alat itu dihentikan maka sipenderita tidak mungkin melanjutkan pernapasannya. Maka memberhentikan alat pernapasan itu sebagai cara yang positif untuk memudahkan proses kematiannya. Sedangkan eutanasia diluar kehendak adalah mengakhiri hidup pasien tanpa ada permintaan eksplisit dari si pasien. Euntanasia yang terbaik bagi penderita penyakit parah perlu dikemukakan disini bahwa Al-Qur’an memperingatkan: Dan janganlah membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan suatu (alasan) yang benar (Q.S Al-Isra, 17:33)

.Dari ayat di atas, jelaslah bahwa nyawa manusia adalah suci dan, karenanya, tidak boleh dilenyapkan kecuali atas dasar alasan yang dibenarkan, yaitu dalam ekseksusi hukuman mati, dalam perang suci, atau dalam pembelaan diri yang sah.

Pencabutan nyawa seorang penderita penyakit parah tidak termasuk dalam kelompok ”alasan yang dibenarkan” karenanya, jika seorang ahli medis secara sengaja mengakhiri hidup pasiennya, maka dia akan dianggap melakukan pembunuhan. Hidup dan mati adalah hak prerogatif Allah SWT, sebagaimana dinyatakan dengan tugas dalam Al-Qur’an: ”Allah yang menghidupkan dan yang mematikan, dan Allah mengetahui segala apa yang kalian lakukan.” (Q.S. Al-Imran, 3:156).

(9)

Dari ayat ini, kita dapat menyimpulkan bahwa kendati ahli medis tersebut hanya bermaksud mempertinggi dosis obat yang diberikan, sementara ia sadar sepenuhnya bahwa tindakan tersebut dapat mengakibatkan kematian, maka menurut syariat, ia akan diminta pertanggungjawaban karena telah mengakhiri hidup pasiennya yang sama saja dengan tindakan pembunuhan. Memang benar bahwa niat seorang ahli medis berada diluar yurisdiksi hakim atau pengadilan, tetapi niatnya, itu tidak akan luput dari pengawasan Allah yang maha melihat. Dalam hal ini, Al-Qur’an menyatakan: ”Dia (Allah) mengetahui khianatnya mata dan apa yang disembunyikan dalam hati (Q.S. Al-Mu’min, 40:19)

Dengan demikian, walaupun ahli medis tersebut tidak diadili dipengadilan dunia, ia tetap akan diminta pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT. Atas peranannya dalam mengakhiri hidup seseorang yang sakit parah.

Eutanasia Pasif Eutanasia pasif adalah ketidaan penanganan yang seharusnya diberikan oleh petugas medis, pada eutanasia pasif tidak mempergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya.7 Contohnya, ketiadaan penanganan oleh petugas medis untuk, misalnya, memasang alat bantu pernapasan pada pasien yang sakit parah seperti penderita kanker yang sudah keritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada bagian kepalanya atau terkena semacam penyakit pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh.

Dalam hal ini, jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematian. Dalam konteks ini, petugas medis tersebut tidak dikenai tanggung. Jawab atas tindakannya yang menyebabkan kematian sipasien berdasarkan pada kaidah hukum Islam la dharar wa la dirar (tidak ada kerusakan dan tidak ada pengrusakan). Prinsip ini membenarkan

(10)

seseorang untuk membiarkan kematian tidak ada pengrusakan) prinsipini membenarkan seseorang untuk membiarkan kematian terjadi secara alamiah. Lebih lanjutnya, perlu dikemukakan pelayanan medis sepanjang waktu, tetapi penanganan medis itu boleh dihentikan jika menurut pendapatnya, sebagai seorang ahli Al-Khibrah (ahli pengobatan), tipis atau nihil harapan bagi sipasien untuk sembuh. Argumen yang sama juga membenarkan dihentikannya penyaluran zat makanan dari tabung (infus) jika menurut pendapat ahli-ahli medis, pemberian zat-zat makanan buatan itu tidak berguna lagi bagi si pasien. Begitu pula, dibolehkan bagi petugas medis untuk mematikan alat bantu hidup begitu pasiennya di diagnosis mati otak dan si pasien tersebut tidak dapat dipulihkan lagi. Konsep mati dengan layak telah melahirkan gerakan perumahsakitan di Inggris, pasien-pasien berpenyakit parah yang dirawat di rumah sakit di seluruh dunia diberi kesempatan untuk memilih hidup dengan layak atau mati dengan layak. Artinya, para pasien yang sekarat itu diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menikmati apa yang mereka inginkan dari pada berbaring ditempat tidur.

Konsep tentang rasa sakit dan penderitaan menurut falsafah hidup Islam, ada dimensi transental dalam rasa sakit dan penderitaan. Al-Qur’an memberitahu kita bahwa orang-orang yang mengklaim dirinya beriman kepada Allah swt. Tidak akan dibiarkan begitu saja sesudah memproklamasikan keimanannya itu:

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan sesudah mengatakan, ”kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji lagi? (Q.S. Al-An-Kabut, 29:2) Al-Qur’an lebih lanjut mengatakan bahwa orang-orang yang beriman itu akan diuji dengan beragam cara:

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan dan berilah berita gembira kepada orang-orang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengatakan: ”sesungguhnya kami

(11)

adalah milik Allah dan kepadanyalah akmi kembali.” mereka itulah orang-orang yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Allah, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.S. Al-Baqarah 2:155)

Jadi, kita bisa menyimpulkan bahwa umat Islam, secara umum, memandang penderitaan akibat penyakit yang mematikan maupun yang ringan sebagai ujian atas keimanan dan kepasrahan mereka pada sang pencipta. Bahkan, penderitaan semacam itu dianggap dapat menghapus dosa-dosa kecil yang telah mereka perbuat. Hal ini diterangkan dalam hadis berikut:

Ketika seorang muslim diuji dengan suatu penyakit, maka dikatakan kepada malaikat: Tulislah baginya segala amal baik yang pernah ia lakukan. Jika Dia (Allah) menyembuhkannya, Dia memafkannya (dari segala dosa) dan jika ia mengambil hidupnya (sebagai akibat dari penyakti yang ia derita) maka dia mengampuninya dan membiarkan kasih sayang padanya.

Jadi, tidak ada justifikasi sama sekali untuk mengakhiri hidup seseorang dengan tujuan melepaskannya dari penderitaan. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan:

Allah tidak membebani seseorang melainkan untuk mengakhiri hidup seseorang dengan tujuan melepaskannya dari penderitaan. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya (Q.S. Al-Baqqarah, 2:286) Umat Islam mengimani keberadaan hari akhir, yaitu kehidupan yang sejati dan abadi dan keamanan inilah yang membuat mereka mau menahan rasa sakit dan penderitaan dengan penuh kesabaran.

Penanganan penderita harus komprehensif, serta memerlukan ketrampilan dan pemahaman yang baik. Dalam penanganannya, terdapat 3 area yang intervensi yang harus diidentifikasikan. Seperti : gangguan mental, situasi psikososial yang menekan, pola maladaptif pikiran yang menetap, emosi dan perilaku terutama yang berkaitan dengan cara menghadapi masalah.

(12)

Makna hidup menurut Frankl (1968) dapat diraih melalui tiga nilai yakni nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai eksperiensial (experiential values) dan nilai-nilai bersikap

(attitudinal values). Seseorang dapat memberikan sesuatu yang berharga dan berguna pada

kehidupan melalui berbagai kegiatan. Seseorang juga dapat mengambil sesuatu yang bermakna dari luar lingkungannya dan mendalaminya, dan menentukan sikap saat peristiwa tragis menghampirinya.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Frankl (dalam Manik, 2004), bahwa penderitaan sebagai “suatu nasib buruk bagi seseorang yang tidak dapat dihindari”. Sifatnya yang tidak dapat dihindari tersebutlah, maka seseorang tidak kuasa berbuat untuk mengubah apa yang terjadi atasnya. Frankl menjelaskan bahkan dalam situasi yang paling absurd, menyiksa dan mendehumanisasikan, kehidupan dapat bermakna dan bahkan penderitaan pun bermakna.

Makna hidup mempunyai karakteristik, yang pertama adalah unik dan personal. Makna hidup itu sifatnya pribadi dan temporer, artinya apa yang dianggap sebagai makna hidup bagi seseortang, belum tentu sama bagi orang lain. Mungkin pula apa yang dianggap bermakna bagi seseorang saat ini, belum tentu bermakna bagi orang tersebut pada saat lain. Kedua, makna hidup bersifat spesifik dan nyata, dalam artian makna hidup benar-benar dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, bersifat member pedoman dan arah, sehingga seseorang akan merasa tertantang untuk memenuhuinya (Bastaman, 2007).

Makna hidup juga mempunyai komponen-komponen. Terkandung beberapa komponen yang menentukan keberhasilan seseorang untuk mengubah orientasi makna hidupnya, yaitu pemahaman diri, makna hidup, pengubahan sikap, keikatan diri, kegiatan terarah dan dukungan sosial (Bastaman, 1996). Komponen-komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dalam konteks mengubah penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna. Terdapat

(13)

beberapa tahapan untuk menuju hidup yang bermakna, yaitu tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna dan yang terakhir tahap kehidupan bermakna (Bastaman, 1996).

Tahap derita terdiri atas pengalaman tragis dan penghayatan tanpa makna. Dalam tahap ini seseorang mengalami peristiwa-peristiwa yang tak terelakan, baik yang bersumber dari dalam diri sendiri maupun berasal dari lingkungan. Peristiwa tragis tersebut berlanjut kepada penghayatan tanpa makna. Penghayatan tersebut mengembangkan sikap mental dan citra negative terhadap diri sendiri dan lingkungannya.

Tahap selanjutnya adalah tahap penerimaan diri. Tahap ini merupakan upaya dalam mengenali dan memahami diri dari peristiwa tragis yang dialami secara positif dengan mengurangi hal-hal yang bersifat negatif. Pemahaman tersebut berlanjut pada perubahan sikap. Perubahan sikap merupakan perubahan atas diri seseorang atas hikmah yang didapatkan dengan menambah pengalaman baru dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan menyadari batasan-batasannya sehingga dapat menentukan sendiri sikap yang akan diambil (Bastaman, 1996).

Tahap selanjutnya, seseorang berusaha mendapatkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan dan perasaan yang tak menyenangkan akibat penderitaan. Usaha tersebut membuahkan komitmen terhadap sikap yang telah diambil terhadap makna hidup yang ditemukan, kemudian mengembangkan potensi pribadi yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup. Tercapainya makna serta tujuan hidup memunculkan perasaan bahagia pada diri seseorang (Bastaman, 1996).

(14)

Berdasarkan proses pencarian makna hidup diatas, makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life) (Bastaman, 2007).

Menurut Yalom (dalam Sartami, 2003) pengertian makna hidup sama artinya dengan tujuan hidup, yaitu segala sesuatu yang ingin dicapai dan dipenuhi. Jika seseorang berhasil menemukan makna hidupnya, maka ia akan merasakan kehidupannya penuh arti dan berharga, yang akhirnya akan mengalami penghayatan bahagia (happiness). Makna hidup tidak hanya merujuk kepada pemenuhan nilai agama semata-mata. Pada kaum yang tidak beragama menjadikan alam semesta, ekosistem pandangan filsafat dan ideologi tertentu sebagai sumber makna hidupnya. Atas dasar itu maka makna hidup tidak harus sesuatu yang rumit dan muluk-muluk, tetapi bisa sekedar makna berkorban, makna membantu sesama didalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan itu terutama dianggap penting dan dihayati oleh individu yang bersangkutan.

Penelitian terhadap makna hidup tersebut sudah dilakukan pada masyarakat Baduy. Orang Baduy menganggap hidup harus dijalani dengan sederhana, semampunya, dan sewajarnya. Pertama, hidup adalah untuk mencari kebahagian, bukan untuk mengejar materi.

Kedua, tercukupi kebutuhan fisik; makan cukup, pakaian ada, dan bisa berbakti kepada orang

tua. Ketiga, untuk mencari bahagia maka harus jujur, benar, dan pintar. Pintar saja tapi tidak benar, hal itu tidak indah. Oleh karenanya jangan ada syirik, licik, jangan memfitnah, jangan berbohong, jangan selingkuh. Percuma hidup kalau hanya jadi tukang menipu dan menindas orang lain. Makna hidup orang Baduy yang sederhana namun memiliki kualitas penghayatan yang dalam, kemudian menjadi satu panduan perilaku komunal. Pada saat bersamaan mengarah

(15)

pada kesetaraan dan saling menghargai antara sesama (Mulyanto, Prihartanti, & Moordiningsih, 2007).

Kehidupan yang memiliki makna yang sedemikian rupa, menjadi pertanyaan bagi penulis bagaimana para pelaku percobaan bunuh diri mereka mampu menemukan makna hidupnya? Dapatkah mereka menemukan makna hidupnya? Bertolak dari hal tersebut, penulis menganggap bahwa proses pencarian makna hidup merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti, mengingat kehendak hidup bermakna sebagaimana yang dialami oleh Frankl di kamp konsentrasi (Bastaman, 2007), merupakan sesuatu yang sangat esensial yang mampu membuat seseorang bertahan hidup. Dalam penelitian ini penulis ingin melihat bagaimana gambaran makna hidup pada pelaku percobaaan bunuh diri.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana gambaran makna hidup pada prilaku percobaan bunuh diri”. • Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian terhadap masalah ini adalah untuk menggambarkan secara menyeluruh mengenai proses pencarian makna hidup pada perilaku percobaan bunuh diri.

Manfaat Penelitian

Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian mengaplikasikan ilmu psikologi yaitu khususnya teori Fiktor Frankl yang berhubungan dengan makna hidup pada prilaku percobaan bunuh diri secara individual.

(16)

Praktis

Hasil Penelitian memberikan manfaat antara lain:

a. Dengan adanya penelitian tentang makna hidup ini, dapat menjadi bagi orang lain untuk menemukan makna hidupnya.

b. Memberikan wacana dan informasi bagi individu agar dapat memahami pentingnya proses pencarian makna hidup

• Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bila akan mengadakan penelitian lebih lanjut, khususnya masalah proses pencarian makna hidup.

1.5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan.

BAB II : Kajian pustaka, yang akan membahas mengenai konsep yang menjadi dasar teoritis dari penelitian ini.

BAB III : Metode penelitian, menguraikan tentang metode dan prosedur penelitian yang meliputi pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, subjek penelitian, karakteristik subjek, analisis data, keabsahan data, dan alat penelitian.

BAB IV : Hasil dan analisis data, merupakan hasil analisa data yang berisikan hasil pengolahan data penelitian dan interpretasinya dihubungkan dengan teori.

BAB V : Kesimpulan, diskusi dan saran, berisi kesimpulan dan diskusi tentang penelitian serta saran praktis dan teoritis bagi penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun juga gaya kepemimpinan yang juga berpengaruh dalam kinerja karywan, karenanya ada gaya kepemimpinan maka karywan peusahaan akan dapat berprestasi dan bersemangat

Profil komposisi biogas setelah proses adsorpsi menggunakan kolom beradsorben karbon aktif dengan dua variasi berat dapat dilihat pada a Gambar 2 dan 3.. Komposisi

Pada Balai Penelitian terjadi kekurangan pada tahun- tahun 1982/1983 - 1986/1987, sedangkan sejak tahun 1988/1989 sampai dengan akhir tahun proyeksi akan ter jadi kelebihan

tidak dikehendaki, misalnya klien membayangkan bersetubuh dengan pelacur yang menderita penyakit Aids yang sangat menjijikkan yang menyebabkan klien. membayangkan dirinya

Maknanya adalah; wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik5 membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti kebenaran berita tersebut6 agar kalian

Pada hari ini, Rabu tanggal 4 Februari 20L5, saya yang dengan Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor 2.2.39lUN}2lKPl2OL5 tanggal 2 Februari 20t5, dosen yang

Jika anda melakukan pembatalan, jika paket yang anda beli lebih dari 3(tiga) bulan maka paket setelah 3(tiga) bulan tersebut akan di kembalikan penuh 100 %, dan

Analisa biostratigrafi dilakukan untuk mengetahui umur dan lingkungan purba (paleo-environment) dari reservoir “A” yang terdapat pada Formasi Upper Arang. Data biostratigrafi