• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETERPADUAN PASAR GULA PASIR DOMESTIK DAN INTERNASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KETERPADUAN PASAR GULA PASIR DOMESTIK DAN INTERNASIONAL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETERPADUAN PASAR GULA PASIR

DOMESTIK DAN INTERNASIONAL

Fuad Hasan 1 dan R Y Kun Haribowo P 2

1. Dosen Jurusan Agribisnis Fak. Pertanian Unijoyo

2. Pegawai Kantor Bea dan Cuka Departemen Keuangan Semarangi

ABSTRACT

The objectives of this research were to know: (a) the effect of international sugar price to domestic sugar price (domestic market); (b) integrated market and price transmission elasticity for international and domestic price. The data used in this research were sugar price data from 1985 to 2003. Analysis methods used were simple regression, Index of Market Connection (IMC) and transmission elasticity.

Before 1998, sugar import had been only conducted by BULOG, so the price fluctuation in international market could not be perfectly transmitted to domestic market. The analysis of market integration indicated that missing subject was not integrate in wholesaler and retailer for short term. The price in International market could be transmitted to domestic market (?). The long term integration indicated that Sumatra and Java island had integrated market for wholesaler and retailer, but not at short time. Neither wholesaler nor retailer did not show the short term integration tightly. The long term integration had just occurred at the retailer level between markets in Java and Sumatra but it had happen for the wholesaler in all markets.

Key word: integration, long term, short term

Pendahuluan

Mengingat pentingnya peran komoditas gula, pemerintah sering melakukan intervensi terhadap industri dan pasar gula. Seperti penetapan INPRES No. 9 tahun 1975 yang semula bertujuan untuk mencapai swasembada gula melalui pengusahaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), namun kemudian membebaskan kembali petani dari kewajiban untuk menanam tebu melalui Inpres No. 5 tahun 1998, sekaligus menghapuskan subsidi yang diberikan kepada industri gula di Indonesia. Dalam waktu yang sama, pemerintah juga menghapuskan peran Bulog dalam monopoli pengadaan dan distribusi gula dan membebaskan impor gula kepada peran swasta. Kebijakan pembebasan impor gula kepada pihak swasta berakibat membanjirnya gula impor di pasar domestik Sementara itu, ketika produksi tebu mengalami penurunan sebesar 9,81 persen per tahun pada periode 1996-2000, impor gula pada tahun 1999 sebesar 57,6 persen dari penyediaan dalam negeri (BPS, 2000).

Pola perdagangan gula domestik saat ini adalah dibukanya pasar domestik terhadap

pasar dunia yang tentunya melibatkan beberapa pelaku yang dulunya hanya di monopoli oleh BULOG (sekarang Perum BULOG) sekarang bebas siapa saja dapat memasukkan gula yang telah memenuhi persyaratan. Dengan kata lain swasta dapat melakukan impor. Ironisnya, adanya keterbukaan pasar domestik tersebut dimarakkan oleh berita banyaknya terjadi impor gula ilegal.

Pada tahun 1997, harga rata-rata di pasar domestik telah mencapai Rp 1.544/kg, sedangkan harga gula di pasar dunia hanya Rp 744/kg. Perbedaan harga yang demikian tinggi merupakan salah satu indikator terjadinya distorsi pasar gula di dalam negeri, dan dampak buruk dari proteksi berlebihan yang diterima pabrik gula, asosiasi dan pedagang pada zaman BULOG masih menguasai tata niaga gula. Akibatnya konsumen gula dalam negeri harus membayar harga beli yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga gula sesungguhnya di pasar dunia. Gula menjadi komoditas mewah dan hanya konsumen golongan menengah atas yang mampu secara teratur mengkonsumsi gula.

(2)

Dengan demikian, perekonomian gula Indonesia amat dipengaruhi oleh dunia luar sehingga pemahaman tentang pengaruh harga gula dunia terhadap pasar domestik serta pemasaran gula menjadi hal penting untuk dikaji. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh harga gula dunia dan marjin pemasaran serta integrasi pasar gula di Indonesia. Karena walaupun harga dasar (floor price=provenue) berada dalam pengawasan pemerintah, kami percaya bahwa keragaman dalam harga di pasar (harga konsumen) cukup besar karena masih dipengaruhi oleh mekanisme pasar dan peranan intervensi pemerintah ini tidak mempengaruhi keterpaduan pasar. Maka pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah : 1) pengaruh harga pasar internasional terhadap pasar domestik;dan 2) Seberapa besar tingkat integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga gula dunia terhadap pasar domestik.

Metode Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) yaitu data sekunder yang diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian ini, misalnya Perum Bulog/Dolog, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, Departemen Keuangan serta pustaka-pustaka yang terkait dengan penelitian ini. Periode waktu yang digunakan adalah bulanan dari tahun 1996 sampai dengan bulan September 2004 yang meliputi: harga gula pasir dunia (harga gula pasir di pasar Caribia dan Amerika Serikat), dan harga gula pasir dalam negeri (Pasar Induk Cipinang).

Data yang digunakan untuk margin pemasaran dalam negeri merupakan rata-rata harga gula tahunan di Sumatera, Jawa dan agregasi pulau lainnya sejak tahun 1985 sampai dengan 2003. Sedangkan untuk melihat pengaruh harga gula pasar dunia terhadap pasar gula domestik digunakan data bulanan sejak tahun 1996 sampai dengan bulan September tahun 2004.

Konseptualisasi dan pengukuran dari variabel-variabel adalah sebagai berikut :

a. Harga gula pasir pasar domestik (PDS),

didekati dengan rata-rata harga riil gula pasir di Pasar Induk Cipinang bulanan yang diukur dalam satuan Rp/kg.

b. Marjin pemasaran (MP) merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani yang diukur dalam satuan Rp/kg. c. Harga FOB adalah harga gula ditingkat

pelabuhan yang diukur dalam satuan Rp/kg.

d. Harga CIF adalah harga FOB ditambah 7,5% untuk biaya asuransi dan transpor yang diukur dalam satuan Rp/kg.

e. Harga border adalah harga CIF ditambah

5% untuk ongkos handling/transpor/ongkos pemasaran lainnya sampai tingkat wholesale (sejak Januari 2000 harga border ditambah dengan tarif sebesar 25%) yang diukur dalam satuan Rp/kg.

Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk melihat keterkaitan harga di tingkat domestik dengan harga di tingkat internasional dilakukan melalui hubungan regresi linier sederhana:

HGD = β0 + β1 HGC + β2 HGAS + µ

Dimana:

HGD = Harga gula dalam

negeri/domestik (Rp/kg)

HGC = Harga gula internasional di

pasar Caribia (Rp/kg)

HGAS = Harga gula internasional di

pasar Amerika Serikat (Rp/kg)

µ = Kesalahan

β0 = Konstanta (intercept)

β1&β2 = Koefisien regresi yang

mencerminkan transmisi harga

2. Melihat kelemahan dari penghitungan efisiensi harga terdahulu, maka Ravallion (1986) yang kemudian dikembangkan oleh Timmer (1987) mencoba membangun model yang dimulai dengan membangun hubungan lag bersebaran autoregresif yang disebut “autoregressive distributed lag” antara setiap harga suatu tempat dengan tingkat harga acuan yang

(3)

tepat. Lebih rinci model ditulis sebagai berikut:

α (L) Pt = β (L) Rt + γ (L)Xt + µt (1)

dimana:

t =1, 2,..,n

Pt = Lag dari harga dalam

negeri (domestik) pada bulan ke-t Rt = Lag dari harga tingkat

pasar sentral dunia (Carribian & AS) X = Faktor-faktor eksogen yang berpengaruh (negara)

D1 = Parameter estimasi

µt = Galat

α (L), β (L) dan γ

(L)menggambarkan polinomial dalam operator lag.

Untuk menggunakannya dalam penelitian empirik, persamaan (1) ditulis kembali sebagai perbedaan pertama dari harga setempat sebagai peubah tak bebas: penurunan dari persamaan (1) menjadi persamaan (2) adalah sebagai berikut.

Pt - Pt-1 = b0 + b1 (Pt-1 - Rt-1) + b2 (Rt

- Rt-1)+ b3 Rt-1 + b4 X + µt (2)

Secara umum model matematik Indeks Integrasi Pasar (IMC) menurut Heytens (1986) adalah sebagai berikut :

Pt = b0 +(1 + b1) Pt-1 + b2 (Rt - R

t-1)+ (b3 – b1) Rt-1 + b4 X (3)

atau dirubah menjadi :

Pt = β1 Pt-1 + β2 (Rt - Rt-1)+ β3 Rt-1 + b4 X (4) dimana: β1 = (1 + b1 ) β2 = b2 β3 = (b3 - b1 )

b2 menunjukan sejauh mana perubahan

harga di pasar sentral berpengaruh terhadap harga di tingkat petani. Jika b2 =

1, berarti perubahan hanya ditransmisikan secara proporsional. Tetapi jika biaya tataniaga dihitung secara absolut bukan persentase, maka b2 < 1. Jika b2 = 0,

berarti pasar sentral berada dalam keseimbangan.

Sedang Indeks keterpaduan pasar (Index of Market Connection) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

1 3 1 1 b b b IMC − + =

Jika IMC = 0 dan b1= -1, maka pasar

lokal tidak berpengaruh kepada pembentukan harga di tingkat pasar lokal. Jika IMC > 1, tidak ada koneksi dengan pasar sentral, maka disimpulkan pasar lokal sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga di pasar lokal. Dan jika IMC < 1, integrasi pasar di tingkat sentral tinggi.

Untuk menguji keterpaduan suatu pasar, selain digunakan metode Indeks Keterpaduan Pasar, juga dilakukan uji-F terhadap koefisien-koefisien dari persamaan umum IMC. Untuk integrasi pasar jangka pendek dilakukan uji hipotesa terhadap koefisien regresi β1=0

dan β3=1, sedangkan untuk integrasi

pasar jangka panjang dilakukan uji hipotesa terhadap koefisien regresi β3=1.

Kesimpulan hipotesa diambil dengan cara membandingkan antara nilai probabiliti dari uji-F.

3. Persamaan autoregresi berganda (Heytens, 1986 cit Simatupang, 1989). Alat analisis ini tidak hanya menguji integrasi pasar tetapi juga menunjukkan arah hubungan (causality) harga-harga antara pasar yang berbeda. Model autoregresi berganda dari harga pada dua buah pasar dapat ditulis sebagai berikut : P1t = α1 (L)P1t + β1 (L) P2t + γ1 (L)X1t +

µ1t (5)

P2t = α2 (L)P2t + β2 (L) P1t + γ1 (L)X2t +

µ2t (6)

dimana:

Pi = Harga pada pasar i, i=1,2

Xi = Vektor dari variabel lain yang

mempengaruhi harga pada pasar i

(4)

α1 (L), β1 (L) dan γ1 (L) adalah operator

log polinomial

HASIL DAN PEMBAHASAN Elastisitas Transmisi

Antar Pasar dalam Negeri

Penghitungan elastisitas di tingkat pedagang besar dan eceran pada tabel 1 berdasarkan asumsi bahwa jumlah volume gula di ke dua pasar adalah sama yaitu jumlah gula yang disalurkan oleh BULOG. Elastisitas harga di tingkat pedagang besar

berkisar antara 0,51 (Sumatera) sampai dengan 0,58 (Lainnya). Sementara itu, elastisitas eceran terendah terjadi di daerah pulau Jawa, yaitu sebesar 0,63 dan tertinggi di daerah pulau Sumatera yaitu 0,66. Elastisitas transmisi harga terendah yaitu 0,85 terjadi di pasar daerah pulau Sumatera, kemudian disusul oleh pulau Jawa sebesar 0,87 dan transmisi yang tertinggi terjadi di daerah lainnya yaitu 0,904. Dengan demikian, 90,4% kenaikan harga di tingkat pengecer langsung ditransmisikan ke pasar grosir.

Tabel 1. Elastisitas di Tingkat Pedagang Besar, Pengecer dan Transmisi Harga

Indikator Sumatera Jawa Lainnya Indonesia

Et 0.859 0,869 0,904 0,880 Er 0.660 0.638 0.642 0.644 Ew 0.513 0.579 0.583 0.580 Sumber: Data sekunder, diolah 2004

Antar Pasar Luar Negeri

Pasar luar negeri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah negara yang merupakan pusat perdagangan gula dunia dan negara selama ini masih dianggap sebagai pusat perdagangan gula dunia

adalah Carribian dan Amerika Serikat. Hasil analisis pengaruh harga pasar internasional terhadap pasar dalam negeri yang dapat menggambarkan transmisi harga pada dua pasar tersebut terhadap pasar dalam negeri terlihat pada table 2. Tabel 2. Transmisi Harga Pasar Internasional terhadap Pasar dalam Negeri

Pasar Elastisitas Transmisi t-hitung Signifikansi

Pasar Carribian 0,579 3,964 0,001

Pasar Amerika Serikat 1,437 12,683 0,001

Konstanta 1.026,439 9,121 0,001

Koefisien determinasi (R2) 0,807

F-hitung 217,417 0,001

Sumber: Data sekunder, diolah 2004

Berdasarkan hasil analisis pada diperoleh nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0,807. Hal ini berarti bahwa 80,70% variasi naik-turunnya harga gula dalam negeri dapat dijelaskan oleh variasi naik-turunnya harga gula di pasar internasional, dan sisanya 19,30% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model. Uji-F menunjukkan bahwa secara statistik gula di pasar Internasional secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga gula dalam negeri pada tingkat kepercayaan 99%.

Berdasarkan tabel 2, terlihat bahwa pasar Carribian secara statistik berpengaruh nyata terhadap harga gula dalam negeri pada tingkat kepercayaan 99%. Besarnya nilai koefisien regresi yang dapat mencerminkan elastisitas transmisi harga antara pasar Carribian dan pasar dalam negeri adalah sebesar 0,579. Pasar gula Amerika Serikat juga secara statistik menunjukkan pengaruh nyata terhadap harga gula dalam negeri pada tingkat kepercayaan 99%. Besarnya nilai elastisitas transmisi harga pasar Amerika Serikat terhadap pasar dalam negeri adalah

(5)

sebesar 1,437. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan harga gula 1% di pasar Amerika Serikat akan tertransmisikan secara langsung terhadap pasar gula dalam negeri sebesar 1,437%.

Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa dengan terbukanya pasar dalam negeri terhadap pasar internasional menyebabkan fluktuasi harga internasional berpengaruh langsung terhadap harga gula dalam negeri. Nilai elastisitas transmisi harga yang terjadi pada dua pasar (Carribian dan Amerika Serikat) terhadap pasar dalam negeri, menunjukkan bahwa pasar Amerika Serikat lebih dominan pengaruhnya terhadap fluktuasi harga dalam negeri dibanding dengan pasar Carribian sehingga pasar Amerika Serikat dapat dikatakan leader dalam pasar atau pasar Amerika Serikat bertindak sebagai oligopolis dalam pasar.

Jika membandingkan antara elastisitas pasar domestik dengan pasar internasional, terlihat bahwa elastisitas transmisi harga di pasar Carribian lebih rendah dari elastisitas pasar dalam negeri (domestik) kecuali elastisitas ditingkat pedagang besar. Sedangkan untuk pasar Amerika Serikat tingkat elastisitasnya jauh lebih tinggi dari tingkat elastisitas pada masing-masing pasar dalam negeri. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga gula di pasar Amerika Serikat sangat mempengaruhi perubahan harga gula dalam negeri.

Integrasi Pasar

Dua pasar dikatakan berintegrasi apabila harga yang terbentuk pada kedua

pasar tersebut berkorelasi positif. Namun dalam makalah ini tidak dilakukan uji korelasi karena koefisien korelasi tidak mampu membedakan suatu hubungan yang tercipta secara langsung atau secara kebetulan. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang digunakan oleh Ravallion (1985). Hubungan antara kedua pasar dapat dibedakan ke dalam hubungan jangka pendek dan jangka panjang.

Hasil pengujian beberapa hipotesis yang diajukan dicantumkan pada Tabel 3. Dari hasil perhitungan nilai probabiliti uji-F, semua nilai probabiliti uji-F integrasi pasar gula jangka pendek masih di bawah 0,05 (0,05 merupakan tingkat kesalahan). Dengan demikian, hipotesa bahwa harga di pasar eceran menjadi acuan harga di pasar grosir ditolak di semua wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan ketidakterpaduan pasar dalam jangka pendek antara pasar grosir dan pasar eceran.

Untuk mengetahui seberapa kuat dan lemahnya tingkat keterpaduan dapat dianalisa dengan menggunakan metode analisa keterpaduan pasar berdasarkan nilai IMC-nya. Tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh IMC berkisar antara 1,874 sampai dengan 4,311. Hal ini berarti ada ketidakterpaduan pasar gula grosir dan pasar gula eceran pada jangka pendek. Kesimpulan ini menunjukkan suatu hasil yang sejalan dengan kesimpulan yang dihasilkan oleh analisis uji-F. Dengan demikian, harga di pasar grosir tidak dipengaruhi oleh harga di pasar eceran, tetapi hanya dipengaruhi oleh harga di pasar grosir itu sendiri.

Tabel 3. Nilai Probability dari Uji-F Hitung dan IMC pasar Gula Jangka Pendek

Ukuran Sumatera Jawa Lainnya Indonesia

Probabilitas 0,0681 0.0681 0.0561 0.0871

Keterpaduan TI TI TI TI

IMC 4,311 2,327 1,874 2,460

Keterangan:

TI : Secara jangka pendek antara pasar grosir dan pasar eceran tidak terintegrasi secara kuat I : Secara jangka pendek antara pasar lokal dan pasar rujukan terintegrasi secara kuat.

Tabel 4 menunjukkan bahwa koefisien-koefisien b2 berbeda sangat nyata

dengan nol. Adanya keterpaduan jangka panjang dapat diukur oleh dekatnya nilai b2

ini dengan satu. Pengujian hipotesis ini terlihat pada nilai uji-F atau dengan menguji apakah nilai satu berada diantara selang nilai

(6)

koefisien dugaan ditambah dan dikurangi dua kali simpangan baku.

Hasil uji hipotesis keterpaduan antara pasar grosir di pulau Jawa dengan pasar grosir di daerah lainnya pada jangka pendek disajikan pada tabel 5. Dapat disimpulkan bahwa baik antara pasar grosir di Jawa dengan daerah lainnya maupun antara pasar

eceran di Jawa dengan daerah lainnya tidak menunjukkan adanya keterpaduan dalam jangka pendek. Fenomena yang sama sering ditemui pada perilaku pasar untuk komoditi pertanian lainnya, baik yang tataniaganya mendapat intervensi dari pemerintah, seperti beras (Kustiari, 1998), maupun yang tidak (Lancoln, 1996).

Tabel 4. Nilai Probability dari Uji-F Hitung dan Koefisien Keterpaduan Jangka Panjang

Ukuran Sumatera Jawa Lainnya Indonesia

Probabilitas 0.1408 0.4015 0.0001 0.0001

Keterpaduan I I TI TI

Koefisien keterpaduan

jangka panjang 1,1480*** 1,0732*** 1,2756*** 1,1778***

Ketererangan:

TI : Secara jangka panjang antara pasar grosir dan pasar eceran tidak terintegrasi secara kuat. I : Secara jangka panjang antara pasar lokal dan pasar rujukan terintegrasi secara kuat *** : signifikan pada tingkat kepercayaan 99%

Tabel 5. Nilai Probability dari Uji-F Hitung dan IMC antar pasar Gula Jangka pendek

Ukuran Pasar Eceran Pasar Grosir

Sumatera Lainnya Indonesia Sumatera Lainnya Indonesia

Probabilitas 0.0001 0.0001 0.0002 0.0001 0.0001 0.0001

Keterpaduan TI TI TI TI TI TI

IMC 2,200 2,649 3,173 2,025 3,119 2,226

Keterangan:

TI : Secara jangka pendek antar pasar tidak terintegrasi secara kuat (Jawa sebagai pasar acuan).

Keterpaduan dalam jangka panjang hanya terjadi antara pasar eceran di Jawa dengan pasar eceran di pulau Sumatera (pasar di pulau Jawa sebagai acuan). Keterpaduan jangka panjang terjadi di semua pasar grosir gula di pulau Jawa. Dengan demikian, upaya BULOG mengendalikan harga mata

dagangan gula hanya efektif sampai pada tingkat pasar grosir, sedangkan pada tingkat pasar eceran sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar. Hal ini terjadi baik di tingkat regional maupun nasional seperti terlihat pada tabel 6.

Tabel 6. Nilai Probability dari Uji-F Hitung dan Koefisien Antar Pasar Gula Keterpaduan Jangka panjang

Ukuran Pasar Eceran Pasar Grosir

Sumatera Lainnya Indonesia Sumatera Lainnya Indonesia Probabilitas 0,0711 0,0001 0,0001 0,8491 0,5725 0,1091

Keterpaduan I TI TI I I I Koefisien

Keterpaduan 0,9391 0,958 0,9593 0,9566 1,0181 1,0065

Keterangan. :

TI : Secara jangka panjang antar pasar tidak terintegrasi secara kuat (Jawa sebagai pasar acuan) I : Secara jangka panjang antar pasar terjadi integrasi secara kuat (Jawa sebagai pasar acuan).

(7)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Harga gula di pasar internasional berpengaruh nyata terhadap harga pasar domestik

2. Harga di pasar internasional (pasar Carribian dan pasar Amerika Serikat) dapat ditransmisikan kedalam pasar domestik. Keterpaduan jangka panjang menyimpulkan bahwa dua wilayah Sumatera dan Jawa memiliki angka keterpaduan yang tidak berbeda dengan satu, dengan demikian kedua daerah tersebut menunjukkan keterpaduan jangka panjang antara pasar grosir dan pasar eceran. Terlihat adanya keterpaduan pasar walaupun pasar grosir dan pasar eceran tidak berhubungan dalam jangka pendek. Keterpaduan dalam jangka pendek baik antar pasar grosir maupun antar pasar eceran tidak menunjukkan adanya keterpaduan secara kuat. Keterpaduan dalam jangka panjang hanya terjadi antara pasar eceran di Jawa dengan pasar eceran di Sumatera (pasar di Jawa sebagai acuan). Semetara itu, keterpaduan jangka panjang terlihat terjadi di semua pasar grosir gula dengan pasar grosir gula di Jawa.

Saran

1. Pemerintah perlu merancang kebijaksanaan produksi berdasarkan atas permintaan gula dalam negeri, kapasitas giling pabrik, ketersediaan areal pertanaman dan sarana penunjang.

2. Kebijaksanaan produksi harus realistis, berdasarkan total kebutuhan dan kemampuan produksi dalam negeri dengan perhitungan tingkat produktivitas

tertentu yang bisa dicapai, areal yang diperlukan dan tersedia, melibatkan sejumlah petani yang terorganisir, sarana irigasi, kesediaan sarana produksi, ketersediaan permodalan dari sumber yang pasti, paket teknologi usahatani, pemeliharaan dan hubungan kemitraan antara petani dan pabrik gula.

3. Kebijakan yang dikaitkan dengan tingkat harga yang dapat diperoleh petani, hubungannya dengan perdagangan internasional dan bea masuk impor (tarif impor) perlu mendapatkan perhatian segera oleh pemerintah.

Dafta Pustaka

Kustiari, R. dan R. N. Suhaeti, 1998. Rice Market Integration In Indonesia: Cointegration Analysis. JAE Vol 17 No 1

Lancoln, F and R. Kustiari. 1996. Price Formation For Food Crops: An Application of Cointegration Analysis. The CGGPRT Working Paper Series

Simatupang, P. 1989 Integrasi Harga Ubikayu dan Gaplek di Lampung. Forum Statistik, Jakarta.

Ravallion, M. 1986. Testing Market Integration, American Journal of Agricultural Economics (AJAE) 68 (1): 102-109.

Timmer, C.P. 1987. Corn Marketing. dalam C.P. Timmer (ed.), The Corn Economy of Indonesia. Cornell University Press. Ithaca, New York.

Gambar

Tabel 2. Transmisi Harga Pasar Internasional terhadap Pasar dalam Negeri
Tabel 3. Nilai Probability dari Uji-F Hitung dan IMC pasar Gula Jangka Pendek
Tabel 6. Nilai Probability dari Uji-F Hitung dan Koefisien Antar Pasar Gula Keterpaduan   Jangka panjang

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian statistik menunjukkan tingkat signifikansi VAIC sebesar 0,076 yang lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga tidak dapat membuktikan bahwa

Usahakan jangan membawa uang cash dengan nominal besar, selain tidak aman, transaksi belanja dan perbankan di Belanda akan lebih mudah dan praktis dilakukan dengan kartu ATM

12 M. Nu’am Yasin, Fikih Kedoktern di terjemahkan oleh Munirul Abidin, h.194.. bagi Donor yang hidup adalah bahwa organ yang disumbangkan bukan merupakan organ vital

Penulisan ini menjelaskan penggunaan ROR (Ruby On Rails) yang mendukung web untuk membuat Website E-learning mata pelajaran fisika untuk Sekolah Menengah Atas, sebagai suatu wadah

[r]

Namun yang dimaksud motivasi kerja yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai adalah, berupa setiap dorongan baik yang datangnya dari organisasi, lingkungan dan

Check your local classified listings for liquidation closeout sales, auctions for seized items from bankrupted businesses, and so on.. There you might be able to nab a brand new

Nilai Aset Neto Terikat Temporer dalam laporan posisi keuangan 2015 merupakan saldo akhir yang merupakan hasil dari perhitungan sumber daya terikat dikurangi penggunaan