• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koneksi fisik ke inherent dapat dilakukan sesuai dengan lokasi perguruan tinggi yang akan bergabung, yaitu satu kota dengan simpul lokal dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Koneksi fisik ke inherent dapat dilakukan sesuai dengan lokasi perguruan tinggi yang akan bergabung, yaitu satu kota dengan simpul lokal dan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TIJAUA PUSTAKA

Jaringan Perguruan Tinggi Indonesia (Inherent)

Sejalan dengan kebijakan pengembangan pendidikan tinggi yang tertuang dalam dokumen Higher Education Long Term Strategy 2003-2010, pada tahun 2006 Ditjen Dikti meluncurkan program pengembangan sistem dan jaringan informasi pendidikan tinggi yang direncanakan secara bertahap akan menghubungkan seluruh perguruan tinggi di Indonesia, yaitu dengan pengembangan inherent (Ditjen Dikti 2006).

Inherent dirancang untuk menghubungkan seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia pada masa yang akan datang. Pada awalnya, jaringan ini dimulai dengan menghubungkan tiga puluh dua perguruan tinggi yang berlokasi di setiap provinsi di Indonesia dan Ditjen Dikti Jakarta. Tiga puluh tiga simpul tersebut berfungsi sebagai simpul lokal pada tingkat provinsi. Simpul-simpul lokal tersebut diharapkan dapat memfasilitasi sambungan untuk universitas-universitas di sekitar lokasi dalam daerahnya masing-masing (Ditjen Dikti 2006).

Simpul lokal sebagai tahap pengembangan inherent yang dilakukan Ditjen Dikti terbagi menjadi tiga kategori, yaitu advanced networks, medium networks dan basic networks. Advanced etwork mengelola IP address sebesar 384 Kelas C dan 128 kelas C untuk cadangan. Advanced network terdiri atas delapan simpul, yaitu Ditjen Dikti, UI, ITB, UNDIP, UGM, UNIBRAW, ITS dan UT. Medium etwork mengelola IP Address sebesar dua puluh empat Kelas C. Medium etwork ini terdiri atas dua puluh satu simpul, yaitu Universitas Syiahkuala, Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Jambi, Universitas Bengkulu, Universitas Sriwijaya, Universitas Riau, Universitas Lampung, Untirta, Untan, Unmul, Unpar, Unlam, Unhas, Univ Taduloko, Univ Haluoleo, Unsrat, Univ Negeri Gorontalo, Unud, Unram dan Undana. Basic etwork mengelola IP address sebesar delapan kelas C. Basic network ini terdiri atas empat simpul, yaitu Uncen, Unpatti, UnKhair dan Unipa.

Koneksi ke inherent dapat dilakukan dengan menghubungkan perguruan tinggi asal (kota/provinsi) ke simpul lokal terdekat, yaitu dekat secara geografis. Koneksi ke inherent dilakukan melalui tiga tahapan yaitu koneksi fisik (layer satu dan layer dua), koneksi logik (layer tiga dan empat) dan layer lima (aplikasi).

(2)

Koneksi fisik ke inherent dapat dilakukan sesuai dengan lokasi perguruan tinggi yang akan bergabung, yaitu satu kota dengan simpul lokal dan antarkota dengan simpul lokal. Koneksi ke inherent bagi perguruan tinggi yang terletak satu kota dengan simpul lokal dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu wireless, multi protocol layer switch (MPLS), leased line atau fiber optics. Koneksi bagi perguruan tinggi yang terletak di luar kota dengan simpul lokal dapat dilakukan dengan cara wireless, MPLS, leased line, fiber optic atau satelit (Dirjen Dikti 2008b).

Setelah terhubungkan secara fisik dengan jaringan inherent, maka dibuat penyesuaian untuk interkoneksi antara jaringan perguruan tinggi yang akan menyambung ke inherent dengan jaringan di dalam inherent yang akan mengalokasikan IP address dan membuat kebijakan routing (routing policy). Alokasi masing masing perguruan tinggi yang terhubung ke inherent sangat bergantung dengan kondisi jaringan setempat. Inherent dibuat untuk dapat mengakomodasi keperluan dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Transaksi elektronik seperti e-mail, web dan aplikasi lainnya yang berbasis IP (IP based application) bagi perguruan tinggi yang telah terhubung dengan inherent dapat dan harus dilakukan melalui inherent (tidak melalui internet).

Ditjen Dikti (2006) menyatakan bahwa dalam pengembangan inherent tidak hanya perguruan tinggi saja yang dapat bergabung dan memanfaatkan jaringan inherent. Pihak yang dapat bergabung dengan inherent tersebut terbagi menjadi dua, yaitu pihak internal (Perguruan Tinggi dan Ditjen Dikti/Depdiknas) dan pihak eksternal (pemkab/pemkot/pemprov, internet atau lembaga pemerintah lainnya).

Ditjen Dikti/Depdiknas dan Perguruan Tinggi baik PTN maupun PTS sebagai pihak internal dapat memanfaatkan jaringan inherent ini untuk keperluan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Simpul lokal ataupun simpul lain yang terhubung melalui simpul lokal dilarang menjual koneksi inherent kepada institusi yang bukan lembaga pendidikan. Pihak eksternal yang terdiri dari pemkab/pemkot/pemprov, internet atau lembaga pemerintah lainnya di luar perguruan tinggi dapat memanfaatkan bandwidth inherent untuk tujuan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

(3)

Selain kedua pihak tersebut, lembaga penelitian khususnya yang berada di dalam Kementerian Riset dan Teknologi atau lembaga penelitian yang berada pada sekretariat negara dapat juga tergabung dan memanfaatkan inherent. Lembaga penelitian yang dimaksud, misalnya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional), LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa), Lembaga Eikman dan lembaga-lembaga penelitian lainnya yang sejenis.

Ditjen Dikti menerapkan empat kebijakan routing IP (IP Routing Policy) dalam inherent, yaitu routing antar inherent, routing antar inherent dengan NREN (National Research and Education Network) di luar negeri, routing antara inherent dengan internet, dan routing antara inherent dengan ISP Indonesia (Ditjen Dikti 2006).

Routing antar anggota inherent terbuka tidak ada filter, kecuali ada satu network yang membebani jalur, misalnya karena ada virus atau worm. Routing antar inherent dengan NREN di luar negeri dimungkinkan apabila ada salah satu anggota inherent mempunyai kerjasama dengan NREN di luar negeri, misalnya Internet2 (jaringan antar universitas di Amerika), GEANT (jaringan antar universitas di Eropa), Singaren (jaringan antar universitas di Singapore) dan AARnet (jaringan antar universitas di Australia). Routing inherent dengan internet tidak diperkenankan secara langsung, akan tetapi perguruan tinggi dapat menggunakan jalur internetnya sendiri atau sharing dengan yang lain melalui sharing bandwidth via proxy server. Routing antara inherent dengan ISP Indonesia dapat dilakukan melalui IIX (Indonesia Internet eXchange).

Teori Adopsi Inovasi

Inovasi adalah sebuah ide, hal yang praktis, atau obyek yang dipersepsikan sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau unit adopsi lainnya. Persepsi mengenai kebaharuan dari ide tersebut ditentukan oleh reaksi individu atau unit adopsi lainnya terhadap ide tersebut. Sebuah ide yang terlihat baru bagi seseorang, maka ide tersebut merupakan sebuah inovasi (Rogers 2003). Tingkat kebaharuan dari sebuah inovasi (innovativeness) tersebut diekspresikan dalam beberapa hal, yaitu pengetahuan (knowledge), persuasi (persuation) dan keputusan untuk mengadopsi (a decision to adopt).

(4)

Perbedaan kecepatan adopsi seseorang terhadap sebuah inovasi dapat dipengaruhi oleh persepsi seseorang terhadap karakteristik dari inovasi tersebut. Rogers (2003) menyatakan bahwa terdapat lima karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi seseorang terhadap suatu inovasi. Lima karakteristik tersebut adalah keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemudahan untuk dicoba, dan kemudahan dilihat hasilnya. Sebuah inovasi yang dipersepsikan seseorang memiliki kelebihan dalam hal relative advantage, compatibility, trialability, observability serta lebih sederhana (less complexity) akan diadopsi lebih cepat dibandingkan dengan inovasi lainnya. Definisi lima karakteristik inovasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keuntungan relatif (Relative Advantage) adalah derajat dimana inovasi dirasakan lebih baik dari pada ide lain yang menggantikannya. Derajat keuntungan tersebut dapat diukur secara ekonomis, tetapi faktor prestise sosial, kenyamanan dan kepuasan juga merupakan faktor penting. Semakin besar keuntungan relatif inovasi yang dapat dirasakan, tingkat adopsi inovasi juga akan menjadi lebih cepat.

2. Kesesuaian (Compatibility) adalah derajat dimana inovasi dirasakan sebagai sesuatu yang konsisten dengan nilai–nilai yang berlaku, pengalaman-pengalaman terakhir dan kebutuhan adopter. Ide yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sistem sosial tidak akan diadopsi secara cepat sebagaimana inovasi yang sesuai.

3. Kerumitan (Complexity) adalah derajat kerumitan inovasi untuk dipahami dan digunakan. Ide-ide baru yang lebih sederhana untuk dipahami akan lebih cepat diadopsi daripada inovasi yang mengharuskan adopter mengembangkan keahlian dan pemahaman baru.

4. Kemudahan untuk dicoba (Trialability) adalah derajat kemudahan inovasi untuk dicoba pada keadaan sumberdaya yang terbatas. Ide-ide baru yang dapat dicoba pada sebagian tahapan penanaman secara umum akan lebih mudah dan cepat diadopsi daripada inovasi yang tidak dapat diujicobakan dalam skala yang lebih kecil.

(5)

5. Kemudahan untuk dilihat (Observability) adalah derajat kemudahan inovasi untuk dilihat dan disaksikan hasilnya oleh orang lain. Kemudahan dalam melihat hasil inovasi oleh seseorang akan memudahkannya dalam mengadopsi inovasi.

Sistem sosial belum memiliki pengaruh penting lainnya dalam difusi ide-ide baru. Inovasi dapat diadopsi (adopted) atau ditolak (rejected) oleh seseorang sebagai anggota dari sebuah sistem atau keseluruhan sistem sosial, dimana keputusan adopsi ditentukan oleh keputusan bersama atau oleh kekuasaan. Dari dua hal tersebut, Rogers (2003) membagi keputusan inovasi menjadi tiga jenis, yaitu optional innovation-decisions, collective innovation-decisions dan authority innovation-decisions (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis keputusan adopsi inovasi

Keputusan Adopsi Inovasi Keterangan

Optional innovation-decisions

Pilihan untuk mengadopsi atau menolak sebuah inovasi yang dilakukan oleh seseorang secara bebas terhadap keputusan anggota lainnya dalam sebuah sistem sosial. Keputusan individu kemungkinan dipengaruhi oleh norma dan jaringan komunikasi antar individu.

Collective innovation-decisions

Pilihan untuk mengadopsi atau menolak sebuah inovasi yang dilakukan oleh konsensus antara anggota sebuah sistem sosial. Seluruh unit dalam sistem sosial biasanya harus mengkonfirmasi terhadap keputusan yang dibuat oleh sistem sosial tersebut.

Authority innovation-decisions

Pilihan untuk mengadopsi atau menolak sebuah inovasi yang dilakukan oleh beberapa orang yang relatif sedikit dari sebuah sistem yang memiliki kekuasaan, status atau keahlian teknik.

Sumber: Rogers (2003)

Proses keputusan inovasi adalah proses yang dilakukan oleh seseorang atau unit pengambil keputusan lainnya mulai dari pencarian informasi awal dari sebuah inovasi, penentuan sikap terhadap inovasi, pembuatan keputusan untuk mengadopsi atau menolak, penerapan ide baru, dan pengkonfirmation keputusan. Rogers (2003) menggambarkan bahwa proses keputusan inovasi terjadi dalam lima tahapan (Gambar 1).

(6)

Gambar 1 Tahapan proses keputusan inovasi

Kelima tahapan proses keputusan inovasi seperti tersaji pada Gambar 1 memiliki ciri yang khusus. Tahap pertama, Pengetahuan-Knowledge terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan lainnya diterpa informasi mengenai keberadaan sebuah inovasi dan memperoleh pemahaman mengenai bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Tahap kedua, Bujukan-Persuation terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan lainnya merasakan kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap inovasi. Tahap ketiga, Keputusan-Decisions terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan lainnya melakukan kegiatan yang mengarah pada sebuah pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi. Tahap keempat, Penggunaan-Implementation terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan lainnya menentukan untuk menggunakan ide baru tersebut. Tahap yang kelima, Konfirmasi-Confirmation terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan mencari penegasan kembali terhadap keputusan inovasi yang telah dibuat yang kemungkinannya dapat mengubah keputusan yang telah dibuat jika diterpa informasi yang berlawanan terhadap inovasi.

I. KNOW-LEDGE II. PERSUA-TION III. DECISION IV. IMPLEMEN-TATION V. CONFIR-MATION Kondisi Awal: 1. Kegiatan sebelumnya 2. Kebutuhan yang dirasakan/masalah 3. Kebaharuan ide (innovativeness) 4. Norma sistem sosial

Saluran-Saluran Komunikasi 1. Mengadopsi 2. Menolak Melanjutkan adopsi Mengadopsi kemudian Tidak melanjutkan Melanjutkan menolak Karakteristik Pengambil Keputusan: 1. Karakteristik sosial ekonomi 2. Variabel individu 3. Perilaku komunikasi Persepsi mengenai karakteristik inovasi: 1. Relative advantage 2. Complexity 3. Compatibility 4. Trialability 5. Observability

(7)

Hasil review teori difusi inovasi yang dilakukan Straub (2009) mengatakan bahwa dalam proses introduksi teknologi, teori difusi inovasi secara khusus dapat mempengaruhinya dalam tiga proses. Pertama, mengingat adopsi merupakan hal yang kompleks, maka proses pembangunan sosial merupakan hal yang pertama harus dilakukan. Kedua, setiap individu memiliki persepsi yang berbeda-beda berkaitan dengan teknologi yang dapat mempengaruhi proses adopsi. Ketiga/terakhir, keberhasilan pelaksanaan adopsi teknologi harus memperhatikan dengan serius berbagai hal yang berkaitan dengan aspek kognitif, emosi dan konteks.

Inherent dan Inovasi Pendidikan Tinggi

Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan jarak jauh sebagai pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lain.

Pembelajaran jarak jauh adalah proses pendidikan formal dimana mayoritas proses pembelajaran yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa terjadi pada tempat yang berbeda. Proses pembelajaran dalam hal ini dapat terjadi secara langsung (synchronous) maupun tidak langsung (asynchronous). Pertukaran informasi dan proses komunikasi melalui berbagai media (Proctor 2005).

Pembelajaran jarah jauh adalah proses pembelajaran yang dihasilkan dari penggunaan teknologi dimana pengajar dan yang diajar tidak perlu pergi ke suatu tempat untuk melaksanakan proses pembelajaran. Pengertian ini meliputi proses pembelajaran tidak bersamaan antara pengajar dan yang diajar baik tempat maupun waktu (asynchronous learning) dan pembelajaran yang terjadi pada waktu yang bersamaan namun pada tempat yang berbeda (synchronous learning) (Negash et al. 2008).

Perkembangan teknologi internet telah mengakibatkan perubahan yang sangat besar dalam metode pembelajaran khususnya dalam penyampaian materi dengan memanfaatkan teknologi internet. Pemanfaatan teknologi internet dalam proses pembelajaran telah memunculkan model baru proses pembelajaran yang berbentuk pembelajaran jarak jauh. Berdasarkan teknologi yang digunakan dalam

(8)

pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, Singh (2008) mengklasifikasi dua model pembelajaran jarah jauh yang dilakukan di India, yakni pembelajaran jarah jauh tradisional (Gambar 2) dan pembelajaran jarak jauh berbasis internet (Gambar 3).

Gambar 2 Pembelajaran jarak jauh tradisional

Gambar 3 Pembelajaran jarak jauh berbasis internet

Wilcox (2008) mengklasifikasikan model pembelajaran jarak jauh berdasarkan dua faktor, yaitu kehadiran (presence) dan proses komunikasi elektronik (e-communication) yang terjadi antara pendidik dan peserta didik. Kehadiran menerangkan bahwa antara dosen dan mahasiswa hadir secara fisik maupun maya (virtual) dalam suatu proses pembelajaran dalam waktu yang bersamaan. Komunikasi elektronik merupakan proses komunikasi antara dosen dan mahasiswa dalam suatu proses pembelajaran yang menggunakan media komunikasi elektronik atau tidak. Berdasarkan dua faktor tersebut, Negash dan Wilcox (2008) mengklasifikasikan pembelajaran jarak jauh menjadi enam tipe (Tabel 2).

Akses utama melalui Pos

Kebebasan dari konvensional

Interaksi terbatas pada pusat studi atau

pusat pembelajaran jarak jauh Pelajaran (Materi pembelajaran dicetak terlebih dahulu) Pelajar pasif mempelajari materi yang diterima

Akses utama melalui Internet

Fleksibilitas waktu, tempat, dan frekwensi

dalam belajar

Interaksi tidak terbatas pada isi, pengajar, maupun kelompok pelajar Pelajaran (Materi pembelajaran yang dihasilkan dihubungkan melalui hyper links) Pembelajaran oleh pelajar aktif

(9)

Tabel 2 Klasifikasi pembelajaran jarak jauh

Tipe Kehadiran Komunikasi Elektronik Nama

I Ya Tidak Tatap muka (Face to face)

II Tidak Tidak Belajar sendiri

(Self-Learning)

III Tidak Ya Pembelajaran dalam waktu

yang tidak sama (Asynchronous)

IV Ya Ya Pembelajaran dalam waktu

yang sama (Synchronous)

V

Kadang-kadang

Ya Campuran/Turunan dari Tipe III (Blended/Hybrid-asynchronous)

VI Ya Ya Campuran/Turunan dari

Tipe IV (Blended/Hybrid-synchronous)

Sumber: Negash dan Wilcox (2008)

Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 31 ayat 3) menjelaskan bahwa pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Bentuk pendidikan jarak jauh yang dimaksud mencakup program pendidikan tertulis (korespondensi), radio, audio/video, TV dan/atau berbasis jaringan komputer.

Perkembangan pemanfaatan ICT dalam pendidikan tinggi di Indonesia telah menimbulkan berbagai tantangan dan persoalan dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Pemecahan berbagai tantangan dan persoalan pendidikan tinggi memerlukan pemikiran yang mendalam dan pendekatan baru yang progresif. Gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali haruslah mampu memecahkan persoalan yang tidak terpecahkan hanya dengan cara yang tradisional atau komersial. Gagasan dan pendekatan baru yang memenuhi ketentuan inilah yang dinamakan dengan inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan adalah suatu perubahan baru, dan secara kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan (Sa’ud 2008).

(10)

Merujuk pemikiran Rogers (2003) dan Sa’ud (2008), meskipun teknologi pembelajaran berbasis ICT sejenis inherent telah lama dikembangkan di negara lain, namun bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia inherent dapat dianggap suatu inovasi karena merupakan suatu hal yang baru dikembangkan, khususnya dalam kegiatan pendidikan tinggi. Inherent merupakan suatu inovasi pendidikan tinggi berbasis ICT yang sengaja diciptakan untuk mengatasi berbagai persoalan guna meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.

Inovasi inherent di UBL yang menjadi kajian penelitian ini apabila dilihat dari keputusan adopsi inovasi (Rogers 2003) merupakan inovasi yang diputuskan atau diadopsi tidak secara langsung oleh individu dosen UBL (optional innovation-decisions), namun keputusan adopsi inovasi inherent ini pertama kali dibuat berdasarkan otoritas dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (authority innovation-decisions) yang berlanjut pada keputusan adopsi inovasi oleh pimpinan UBL (collective innovation-decisions) (Tabel 3).

Tabel 3 Pengambil keputusan adopsi inovasi inherent Keputusan

Adopsi Inovasi

Pengambil Keputusan Adopsi Inovasi Inherent

Authority innovation-decisions Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Collective innovation-decisions Pimpinan Universitas Bandar Lampung Optional innovation-decisions Dosen Universitas Bandar Lampung

Hasil Penelitian yang Relevan dan State of the Art

Berkaitan dengan pemanfaatan ICT dalam pendidikan tinggi, secara umum dosen dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu dosen yang memanfaatkan ICT dan dosen yang belum memanfaatkan ICT dalam proses pendidikan tinggi. Marwan (2008) mengungkapkan bahwa kasus dosen di Politeknik Negeri Pontianak yang memanfaatkan ICT dalam proses pembelajaran karena berbagai alasan, di antaranya adalah ketersediaan fasilitas ICT, dapat mengakses bahan ajar online secara lebih mudah, dapat meningkatkan kualitas komunikasi dengan mahasiswa dan dapat mengembangkan jejaring dengan rekan sejawat. Dosen yang belum memanfaatkan ICT memiliki berbagai alasan, yaitu kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan ICT, kurangnya tenaga

(11)

teknis ICT di perguruan tinggi, kurangnya insentif yang diberikan oleh perguruan tinggi apabila memanfaatkan ICT dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa belum semua dosen (100%) dapat mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi untuk keperluan proses pembelajaran di perguruan tinggi. Dosen yang mengadopsi teknologi informasi secara umum melakukan hal tersebut karena dorongan pribadi (faktor internal dosen), sedangkan dosen yang tidak mengadopsi disebabkan karena kebijakan lembaga pendidikan tinggi yang tidak mendukung (faktor eksternal dosen).

Universitas Terbuka di Hongkong telah mengembangkan proses pembelajaran online (Online Learning Environment – OLE) untuk menyampaikan berbagai mata kuliah kepada mahasiswa secara online dengan sistem asynchrounously. Sistem pembelajaran online ini memuat lima bidang utama yang disampaikan dalam berbagai mata kuliah, yaitu berita, jadwal, alat interaksi, bahan ajar dan tugas. Hasil penelitian mengenai persepsi mahasiswa terhadap keberadaan pembelajaran online (OLE) di Universitas Terbuka di Hongkong (Yang & Lau 2006) menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa menerima secara positif dan dapat menggunakan secara nyaman sistem pembelajaran online (OLE) yang dilakukan oleh Universitas Terbuka di Hongkong.

Pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu alternatif proses pembelajaran yang sangat menarik dan dapat menggantikan proses pembelajaran yang ada saat ini (traditional face-to-face instruction). Hasil penelitian terkait transformasi model pembelajaran yang dilakukan Holbein (2008) mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembelajaran jarak jauh kemungkinan tidak diperlukan oleh semua mahasiswa. Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh yang efektif memerlukan tahapan pemikiran antara dosen dan mahasiswa. Bagi mahasiswa yang masih memerlukan pertemuan tatap muka, struktur dan model pembelajaran yang disertai dengan interaksi baik verbal maupun nonverbal kemungkinan tidak nyaman dengan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran jarak jauh belum sepenuhnya (100%) dapat menggantikan model pembelajaran yang ada saat ini (traditional face-to-face instruction). Kompromi antara dosen dan mahasiswa

(12)

merupakan hal yang sangat penting untuk dapat diterapkannya proses pembelajaran jarak jauh di suatu perguruan tinggi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sooknanan et al. (2002) mengenai difusi inovasi dalam bidang pendidikan yang dilakukan di Trinidad dan Tobago menjelaskan bahwa pendidik (guru) yang memiliki kompetensi secara teknologi dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya dalam pembuatan keputusan pemerintah. Faktor kunci yang dapat dilakukan untuk mempercepat implementasi atau proses adopsi teknologi komputer dalam kegiatan pendidikan adalah dengan mengikutsertakan guru yang berkompeten dalam proses perencanaan pendidikan.

Hodge et al. (2006) mengatakan bahwa faktor yang berperan penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran jarak jauh adalah mahasiswa dan lingkungan sosial. Berkaitan dengan hal ini maka terdapat komponen penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, yaitu konsep kepercayaan, pengembangan kelompok masyarakat, kemahasiswaan dan sosialisasi.

Hasil penelitian mengenai adopsi dan difusi sistem informasi sumberdaya manusia di Singapura yang dilakukan Teo et al. (2007) mengatakan bahwa karakteristik organisasi memiliki peranan yang relatif penting dalam keputusan adopsi dibandingkan dengan dua variabel lainnya. Salah satu karakteristik organisasi yang paling dominan adalah dukungan pimpinan puncak (top management). Dua variabel selain karakteristik organisasi adalah karakteristik inovasi dan karakteristik lingkungan. Berkaitan dengan hasil penelitian tersebut maka secara garis besar inisiatif organisasi merupakan hal yang sangat diperlukan untuk mempercepat proses adopsi teknologi baru.

Berkaitan dengan adopsi pembelajaran jarak jauh dalam kegiatan pendidikan tinggi, Godschalk dan Lacey (2001) mengatakan bahwa mayoritas responden yakin bahwa pembelajaran jarak jauh akan menjadi suatu hal yang penting, namun hanya sedikit mata kuliah yang dapat dijalankannya. Hambatan penting yang terjadi dalam adopsi pembelajaran jarak jauh adalah kebutuhan fakultas yang sangat tinggi, kurangnya kompensasi untuk pengembangan mata kuliah, rendahnya daya tarik fakultas, ketidaksesuaian dengan isi mata kuliah dan kurang memadainya dukungan teknik yang diberikan. Peningkatan tingkat adopsi

(13)

pembelajaran jarak jauh perlu memperhatikan empat faktor, yaitu perubahan kepemimpinan (generational change), program survival, penyesuaian kelembagaan (institutional conformity) dan tuntutan kepraktisan (practice demand). Berkaitan dengan hasil penelitian ini, Godschalk dan Lacey (2001) mengatakan bahwa penerapan teknologi untuk memperbaiki pendidikan harus dimulai dan direncanakan oleh profesional yang berorietasi pada masa depan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor kepemimpinan yang profesional dari sebuah lembaga merupakan suatu faktor yang sangat menentukan kecepatan adopsi teknologi pembelajaran dalam sebuah perguruan tinggi.

Berdasarkan analisis berbagai hasil penelitian yang terkait dengan adopsi inovasi dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh, dapat disimpulkan bahwa dalam membuat keputusan mengenai adopsi suatu inovasi (mengadopsi atau tidak) banyak faktor yang menjadi pertimbangan oleh pengambil keputusan. Berdasarkan hasil telaah berbagai hasil penelitian diketahui bahwa secara umum keputusan adopsi inovasi oleh individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal (Marwan 2008, Chitanana et al. 2008) dan eksternal (Teo et al. 2007, Marwan 2008, Godschalk & Lacey 2001). Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam adopsi inovasi pada umumnya diteliti sendiri-sendiri baik faktor internal maupun eksternal sehingga sangat sulit untuk menentukan faktor manakah sebenarnya yang menjadi kunci utama yang dapat mempengaruhi adopsi inovasi.

Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini menganalisis secara simultan faktor internal dan eksternal dosen sebagai pengambil keputusan adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Hubungan berbagai faktor dan dominasi setiap faktor dalam mempengaruhi keputusan adopsi inovasi diharapkan dapat ditemukan dalam penelitian ini sehingga memudahkan dalam perumusan kebijakan guna meningkatkan dan mempercepat adopsi inovasi, khususnya adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran.

Gambar

Gambar 1  Tahapan proses keputusan inovasi
Gambar 2   Pembelajaran jarak jauh tradisional

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja jaringan umumnya ditentukan dari berapa rata-rata dan persentase terjadinya tundaan (delay) terhadap aplikasi, jenis pembawa (carriers), laju bit

Sistem informasi perpustakaan sekarang ini sangatlah penting untuk sekolah, instansi maupun pihak lainnya, dengan menggunakan sistem informasi perpustakaan, proses peminjaman,

Dapat menjadi sumber ilmu tambahan untuk berbagai pihak misalnya Aparatur penegak hukum seperti Polisi, Hakim, dan Jaksa yang mengawal jalannya penyelesaian kasus-kasus

 Dalam welfare state, hak kepemilikan diserahkan kepada swasta sepanjang hal tersebut memberikan insentif ekonomi bagi pelakunya dan tidak merugikan secara sosial,

Dengan menerapkan metode pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi komputer (seperti SPC) akan memberikan suatu model yang berbasis unjuk kerja, hal ini

Populasi sasaran dalam penelitian adalah nyamuk Ae. Populasi sumber dalam penelitian adalah nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis DBD di dataran

W, Sudarwanto, S., 2006, Potensi dan Tingkat Kerusakan Sumberdaya Lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah Tahun

Inkubasi tabung mikrosentrifus kedua selama 10 menit pada temperatur ruang (bolak-balikkan tabung 2-3 kali selama masa inkubasi) untuk melisis sel-sel darah