• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam suatu usaha, terlebih dalam kondisi persaingan yang semakin kompetitif seperti sekarang ini. Maka fungsi pemasaran sangatlah penting untuk mengantisipasi adanya persaingan dan perubahan pasar, untuk kemudian diadakan kebijaksanaan di dalam perusahaan agar terus berusaha memuaskan pelanggan secara menguntungkan, efisien dan bertanggung jawab.

Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi

kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu dari definisi pemasaran terpendek

adalah memenuhi kebutuhan secara menguntungkan.

Pengertian pemasaran menurut American Marketing Association (AMA) yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2007;6) yang diterjemahkan oleh Benyamin Molan adalah sebagai berikut :

“Satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya”.

Sedangkan menurut Marketing Association of Australia and New Zealand (MAANZ) yang dikutip oleh Buchari Alma (2007;3), memberikan pengertian pemasaran sebagai berikut :

“Pemasaran adalah aktivitas yang memfasilitasi dan memperlancar suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan melalui penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga dari barang, jasa, dan ide”.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses penciptaan, penawaran dan pertukaran (nilai) produk dengan yang lain, dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang untuk

(2)

mendistribusikan barang-barang dari produsen kepada konsumen untuk mencapai sasaran serta tujuan organisasi.

2.2 Pengertian Jasa

Jasa terkadang cukup sulit dibedakan secara khusus dengan barang. Hal ini disebabkan pembelian suatu barang kerap kali disertai jasa-jasa tertentu dan begitu pula sebaliknya dengan pembelian jasa yang sering melibatkan barang-barang tertentu untuk melengkapinya. Untuk memahami hal ini, kita perlu membahas pengertian, karakteristik dan klasifikasi jasa.

Jasa (service) menurut Kotler dan Keller (2009;214) :

“any act or performance that one party can offer another that is essensially intangible and does not result in the ownership of anything. It’s production may or not be tied to a physical product. “

Kotler mendefinisikan jasa adalah setiap aktifitas, manfaat atau

performance yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang bersifat intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun dimana

dalam produksinya dapat terikat maupun tidak dengan produk fisik. Sedangkan Lovelock (2007;5) mendefinisikan terhadap arti jasa :

“ A service is an act or performance offered by one party to another. Although the process may be tied to aphsycal product, the performance a\ssentially intangible and does not normally result in ownership of any of the factors of production”.

Berdasarkan definisi-definisi diatas terlihat perbedaan yang cukup jelas antara produk yang berupa jasa dengan produk yang berupa barang. Jasa merupakan serangkaian tindakan atau aktivitas yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, dapat memberikan nilai tambah tanpa menyebabkan perubahan kepemilikan (transfer of ownership) walaupun dalam produksinya, jasa dapat melibatkan produk fisik untuk mendukungnya.

(3)

2.2.1 Karakteristik Jasa

Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang berfungsi untuk membedakan dengan produk barang.

Menurut Kotler dan Armstrong (2007) menerangkan empat karakteristik jasa sebagai berikut :

1. Tidak berwujud (intangibility)

Jasa bersifat abstak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ketidak pastian tersebut, maka para calon pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen mencari bukti kualitas pelayanan jasa berdasarkan enam hal berikut ini :

a. Tempat (place)

Tempat yang mendukung seperti kebersihan yang terjaga, kenyamanan untuk konsumen, dan suasana yang mendukung.

b. Orang (people)

Orang yang menangani mampu melaksanakan tugas dengan baik. Sudah terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain. c. Peralatan (equipment)

Peralatan penunjang seperti komputer, meja, mesin fax, dan lain sebagainya.

d. Komunikasi material (communication material)

Bukti-bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau hasil jadi dalam foto.

e. Simbol (symbol)

Nama dan symbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan kelebihannya dalam melayani konsumen.

f. Harga (price)

Harga yang masuk akal dan dapat pula dipadukan dengan berbagai macam promosi penjualan, seperti bonus, diskon dan lain-lain. 2. Bervariasi (variability)

(4)

Jasa bersifat nonstandard dan sangat variable. Berbeda dengan kualitas produk fisik yang sudah terstandar, kualitas pelayanan jasa bergantung pada siapa penyedianya, kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu diberikan. Oleh karena itu jasa sangat bervariasi dan berbeda satu dengan lainnya. 3. Tidak dapat dipisahkan (inseparability)

Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan dengan partisipasi konsumen di dalamnya.

4. Tidak dapat disimpan (pershability)

Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya ada pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh si penerimanya. Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud yang dapat diproduksi terlebih dahulu, disimpan dan dipergunakan lain waktu.

2.2.2 Klasifikasi Jasa

Klasifikasi jasa menurut Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono dalam (2006:8-12), terdapat tujuh kriteria sebagai berikut :

1. Segmen Pasar

Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa kepada konsumen organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi hukum).

2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility)

Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Rented Goods Service

Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif selama waktu tertentu pula. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang

(5)

menyewakan. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, vila dan apartement.

b. Owned Goods Service

Pada Owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan (untuk kerja), atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa, contohnya jasa reparasi (arloji, mobil dan lain-lain).

c. Non Goods Service

Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat

intangible (tidak berwujud) ditawarkan kepada para pelanggan

contohnya sopir, dosen, pemandu wisata, dan lain-lain. 3. Keterampilan Penyedia Jasa

Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas

profesional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum,

konsultan pajak) dan non profesional (misalnya sopir taksi, penjaga malam).

4. Tujuan Organisasi Jasa

Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial

service atau profit service (misalnya bank, penerbangan) dan non-profit

(misalnya sekolah, yayasan, panti asuhan, perpustakaan dan museum). 5. Regulasi

Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang, angkutan umum dan perbankan) dan non-regulated service (seperti katering dan pengecetan rumah).

6. Tingkat Intensitas Karyawan

Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service (seperti cuci mobil otomatis, ATM (automatic teller machine) dan

(6)

7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan

Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi

high-contact service (misalnya bank, dan dokter) dan low-contact service

(misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya tinggi, kecenderungan interpersonal karyawan harus diperhatikan oleh perusahaan jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak, misalnya keramahan, sopan santun, dan sebagainya. Sebaliknya pada jasa yang kontaknya dengan pelanggan rendah, justru keahlian teknis karyawan yang paling penting.

2.3 Kualitas Pelayanan Jasa

Definisi kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Pengertian kualitas pelayanan jasa menurut Wykof yang dikutip oleh Tjiptono (2007:59), yaitu kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan jasa yaitu dirasakan

expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan

(perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

Sedangkan menurut Menurut Tjiptono (2007;80) mengidentifikasikan lima gap (kesenjangan) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, mengungkapkan formulasi model kualitas pelayanan jasa yang diperlukan dalam

(7)

pelayanan jasa. Dalam model ini dijelaskan ada lima kesenjangan yang dapat menimbulkan kegagalan penyampaian jasa, kelima gap tersebut adalah :

1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

Pada kenyataannya pihak manajemen suata perusahaan tidak selalu dapat atau memahami apa yang di inginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya di desain, dan jasa-jasa pendukung atau sekunder apa yang diinginkan oleh pelanggan.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan spesifikasi kualitas pelayanan jasa.

Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga factor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas pelayanan jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan.

3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa.

Ada beberapa terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kinerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.

Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.

5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan.

Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas pelayanan jasa tersebut.

Kesimpulan dari model kualitas pelayanan jasa tersebut meliputi:

1. Penilaian pelanggan terhadap kualitas pelayanan jasa adalah hasil dari pertandingan antara harapan (sebelum menerima jasa) dan pengalaman

(8)

mereka (setelah menerima jasa). Jika harapannya terpenuhi, maka mereka akan puas dan persepsinya positif, dan sebaliknya jika tidak terpenuhi maka tidak puas dan persepsinya negatif.

2. Sedangkan bila kinerja jasa melebihi harapannya, mereka bahagia (melebihi dari sekedar puas).

3. Penilaian pelanggan pada kualitas pelayanan jasa dipengaruhi oleh proses penyampaian jasa dan output dari jasa.

4. Kualitas pelayanan jasa ada dua macam yaitu kualitas dari jasa yang normal dan kualitas dari deviasi jasa yang normal.

5. Apabila timbul masalah perusahaan harus meningkatkan kontaknya dengan pelanggan.

Gambar 2.1

(9)

Sumber : Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa (2007;82)

2.3.1 Pengertian Kualitas dan Kualitas pelayanan jasa

Kualitas atau mutu produk perlu mendapat perhatian besar dari manajer, sebab kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan.Apabila pelanggan merasa kualitas dari suatu produk tidak memuaskan, maka kemugkinan besar ia tidak akan menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi.

Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan yang berkualitas tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi daripada harapan pelanggan.

Kebutuhan personal Jasa yang diharapkan Jasa yang dirasakan Penyampaian jasa Penjabaran spesifikasi Persepsi manajemen Pengalaman yang lalu Komunikasi dari mulut ke mulut Komunikasi eksternal GAP 4 GAP 1 GAP 2 GAP 3 GAP 5 PEMASAR KONSUMEN

(10)

Menurut Goetsh dan Davis (1994) yang dikutip oleh Tjiptono (2007;51) yang dimaksud kualitas adalah :

“Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.”

Dengan kata lain, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan baik dan memuaskan.

Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

Menurut Wyckof yang dikutip Tjiptono (2007;59) menyatakan sebagai berikut :

“Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.”

2.3.2 Prinsip-prinsip Kualitas pelayanan jasa

Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungannya harus kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan manufaktur maupun perusahan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat barmanfaat tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan.

(11)

Enam prinsip pokok tersebut menurut Wolkins, yang dikutip oleh Tjiptono (2007:75), yaitu:

1. Kepemimpinan

Strategi kualitas perusahaan harus inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan.

2. Pendidikan

Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.

3. Perencanaan

Proses perencanaan strategi harus mencakup pengikuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai visinya.

4. Review

Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas.

5. Komunikasi

Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti : pemasok, pemehang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain. 6. Pengharapan dan pengakuan (Total Human Reward)

(12)

Penghargaan dan pengukuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasi tersebut diakui dengan demikian setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.

2.3.3 Mengukur Kualitas Pelayanan Jasa

Menurut Kotler yang dikutip oleh Alma (2009:284) mengungkapkan ada terdapat lima faktor dominan atau penentu kualitas kualitas pelayanan jasa, kelima faktor dominan tersebut diantarnya yaitu:

1. Berwujud (Tangible), yaitu berupa penampilan fisik, peralatan dan berbagai materi komunikasi yang baik.

2. Empati (Empathy), yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan. Misalnya karyawan harus mencoba menempatkan diri sebagai pelanggan. Jika pelanggan mengeluh maka harus dicari solusi segera, agar selalu terjaga hubungan harmonis, dengan menunjukan rasa peduli yang tulus. Dengan cara perhatian yang diberikan para pegawai dalam melayani dan memberikan tanggapan atas keluhan para konsumen.

3. Cepat tanggap (Responsiveness), yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan konsumen. Dengan cara keinginan para pegawai dalam membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap, kemampuan memberikan pelayanan dengan cepat dan benar, kesigapan para pegawai untuk ramah pada setiap konsumen, kesigapan para pegawai untuk bekerja sama dengan konsumen.

4. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat, serta konsisten. Contoh dalam hal ini antara lain, kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan yang terbaik, kemampuan pegawai dalam menangani kebutuhan

(13)

konsumen dengan cepat dan benar, kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan harapan konsumen. 5. Kepastian (Assurance), yaitu berupa kemampuan karyawan untuk

menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen. Contoh dalam hal ini antara lain, pengetahuan dan keterampilan pegawai dalam menjalankan tugasnya, pegawai dapat diandalkan, pegawai dapat memberikan kepercayaan kepada konsumen, pegawai memiliki keahlian teknis yang baik.

Sedangkan menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono (2007:68) terdapat delapan dimensi kualitas pelayanan jasa dan dapat digunakan sebagai kerangka dan perencanaan strategis dan analisis. Dimensi tersebut adalah:

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, konsumsi listrik, jumlah kapasitas yang dapat dipakai konsumen, kemudahan dan kenyaman dalam menggunakan jasa tersebut, dan sebagainya.

2. Ciri-ciri keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti AC,

sound system, kursi, meja, dan sebagainya.

3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya komputer yang tidak sering mengalami kendala dalam proses penggunaan.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakterisik desain dan opersai memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan ruangan penyedia jasa, apakah tersedia peralatan keamanan apabila terjadi suatu kejadian yang tidak diinginkan seperti kebakaran atau gempa bumi.

5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun ekonomis penggunaan komputer.

6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah diperbaiki, serta penanganan keluhan yang memuaskan.

(14)

7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik yang menarik, model desain yang artistik, warna, dan sebagainya. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi

produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Bery yang dikutip oleh Tjiptono (2007:69) mengidentifikasi ada sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan jasa.

Kesepuluh faktor tersebut adalah:

1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja

(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini

berarti perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai jadwal yang disepakati.

2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.

3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.

4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain.

5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, teller, operator telepon, dan lain-lain).

6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengar saran dan keluhan pelanggan.

7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik contact personnel, dan interaksi dengan pelanggan.

(15)

8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keraguan. Aspek ini meliputi keamana secara fisik, keamanan finansial, dan kerahasiaan.

9. Understanding, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bias berupa fasilitas fisik, peralatan

yang digunakan, representasi fisik dari jasa misalnya unit komputer yang digunakan.

2.4 Loyalitas Konsumen 2.4.1 Pengertian Loyalitas

Perilaku setelah pembelian suatu produk ditentukan oleh kepuasan atau ketidakpuasan akan suatu produk sebagai akhir dari proses penjualan. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana sikap pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk yang telah dirasakannya.

Setiap perusahaan pasti menginginkan konsumen yang loyal karena konsumen yang loyal akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Selain itu, konsumen yang loyal merupakan tujuan akhir dari setiap perusahaan.

Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Tjiptono (2007;23) yaitu:

“Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten”.

Griffin (2007:16) menyatakan bahwa loyalitas dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some

decision making unit“.

Griffin mendefinisikan loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan) Kuncinya adalah nonrandom,

(16)

artinya seorang pelanggan memiliki prasangka spesifik mengenai apa yang dibeli dan dari siapa dengan kata lain pembeliannya bukan peristiwa acak. Selain itu, loyalitas menunjukan tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali. Dan yang terakhir, unit pengambilan keputusan untuk membeli mungkin lebih dari satu orang, dimana keputusan pembelian dapat menunjukan kompromi yang dilakukan seseorang dalam unit dan dapat menjelaskan mengapa seseorang terkadang tidak loyal pada produk atau jasa yang disukainya.

Perusahaan saat ini selalu berusaha untuk mempertahankan pelanggannya. Perusahaan sadar bahwa biaya untuk menarik satu pelanggan baru bisa lima kali dari biaya mempertahankan pelanggan yang ada (Kotler, 2009;55). Pemasaran ofensif biasanya lebih mahal daripada pemasaran defensif, karena lebih banyak usaha dan biaya untuk mendorong pelanggan yang puas supaya meninggalkan pemasoknya sekarang. Perusahaan saat ini perlu lebih memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan dan mengambil langkah untuk menguranginya. Terdapat empat langkah dalam hal ini (Kotler, 2009;54) yaitu, Pertama, perusahaan perlu menetapkan dan mengukur tingkat bertahannya pelanggan. Kedua, perusahaan harus membedakan berbagai penyebab hilangnya pelanggan dan menentukan penyebab mana yang bisa dikelola lebih baik. Ketiga, perusahaan harus memperkirakan kehilangan keuntungan dari pelanggan yang hilang secara tidak perlu. Keempat, perusahaan perlu memperhitung biaya untuk mengurangi tingkat kehilangan pelanggan.

Menurut Schnaars (dalam Tjiptono, 2007;24), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word

of-mouth)

Kesimpulan dari karakteristik konsumen loyal adalah sebagai berikut (Griffin, 2007;31)

(17)

2. Membeli lini produk/jasa lainnya dari perusahaan 3. Mereferensikan produk/jasa tersebut kepada orang lain 4. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing

2.4.2 Jenis Loyalitas

Jenis-jenis loyalitas pelanggan menurut Griffin (2007;22) terdiri dari empat jenis, yaitu :

1. Tidak ada kesetiaan (no loyalty)

Tingkat keterikatan (attachment) dengan repeat patrionage yang rendah menunjukan absensinya suatu kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha harus menghindari kelompok no loyalty ini untuk dijadikan target pasar karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang setia.

2. Kesetiaan yang tidak aktif (inertia loyalty)

Suatu tingkat keterikatan yang rendah dengan pembelian ulang yang tinggi akan mewujudkan suatu inertia loyalty. Dasar yang digunakan untuk pembelian produk atau jasa biasanya karena sudah terbiasa memakainya atau karena faktor kemudahan situasional.

3. Kesetiaan tersembunyi (laten loyalty)

Suatu keterikatan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat pembelian yang rendah menggambarkan laten loyalty dari pelanggan. Bagi pelanggan yang memiliki sikap laten loyalty pembelian ulang banyak dipengaruhi oleh faktor situasional daripada faktor sikapnya.

4. Kesetiaan Premium (premium loyalty)

Jenis kesetiaan yang terjadi bilamana suatu tingkat keterikatan yang tinggi berjalan selaras dengan aktivitas pembelian kembali. Kesetiaan jenis inilah yang sangat diharapkan dari setiap pelanggan dalam setiap usaha. Pada tingkat persentase yang tinggi maka orang-orang akan bangga bilamana menemukan dan menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan senang hati membagi pengetahuan dari pengalaman mereka kepada teman atau keluarga mereka.

(18)

Menurut Griffin (2007:11) loyalitas pelanggan dapat menghasilkan pula beberapa keuntungan bagi perusahaan yaitu :

1. Mengurangi biaya pemasaran (biaya pengambilalihan pelanggan lebih tinggi daripada mempertahankan pelanggan.

2. Mengurangi biaya transaksi (seperti negosiasi kontrak dan proses order) 3. Costumer Turnover menjadi berkurang (lebih sedikit pelanggan hilang

yang harus digantikan)

4. Keberhasilan Cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa pelanggan yang lebih besar.

5. Pemberitaan mulut ke mulut (word of mouth) menjadi lebih positif.

6. Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim garansi, dsb)

Selain itu, loyalitas mempunyai dampak pada profitabilitas lebih jauh dari sekedar penghematan biaya. Ketika pemakaian meningkat, maka meningkat pula marjin labanya. Laba akan tumbuh dengan lancar jika pelanggan semakin setia pada perusahaan.

Untuk mewujudkan loyalitas yang diinginkan, kita harus memahami proses yang harus dilalui seseorang menjadi seorang pelanggan yang loyal. Proses ini melalui beberapa tahapan dimana dalam setiap prosesnya membutuhkan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahapan.

2.4.3 Tahapan Loyalitas

Menurut Griffin yang dikutip oleh Ratih Hurriyati (2008 : 140) membagi tahapan loyalitas pelanggan menjadi 7 tahapan, yaitu :

1. Suspect

Sekelompok orang yang mungkin atau diyakini akan membeli produk/jasa yang dihasilkan.

2. Prospect

Sekelompok orang yang tertarik atau membutuhkan perusahaan kita dan memiliki kemampuan membeli barang/jasa yang dihasilkan perusahaan, tetapi belum melakukan pembelian.

(19)

3. Disqualified Prospect

Prospek yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa dari perusahaan anda, tetapi tidak mempunyai kebutuhan dan kemampuan membeli barang/jasa tersebut.

4. First Time Customers

Orang yang telah melakukan satu kali pembelian barang/jasa yang perusahaan anda hasilkan, tetapi belum tentu loyal terhadap perusahaan.

5. Repeat Customers

Orang yang telah melakukan pembelian berulang (dua kali atau lebih) dari perusahaan anda dalam kesempatan berbeda.

6. Clients

Orang yang membeli semua barang/jasa yang dihasilkan perusahaan anda secara teratur. Hubungan dengan jenis konsumen ini kuat dan berlangsung lama.

7. Advocates

Klien yang secara aktif mendukung perusahaan anda, melakukan pembelian barang/jasa yang perusahaan anda hasilkan secara teratur dan merekomendasikannya pada orang lain.

Gambar 2.2. Piramida Loyalitas Advocates

Client Repeat Customers First Time Customers Disqualified Prospect

Prospect Suspect

(20)

2.4.4 Proses Evolusi Tahapan Loyalitas

Proses menumbuhkan pelanggan yang loyal akan mengarahkan perusahaan melalui tahapan dengan strategi, metode dan tantangan khusus pada masing-masing prosesnya. Masing-masing tahap perkembangan bertujuan untuk menumbuhkan hubungan ke tahap perkembangan selanjutnya. Tujuan berinteraksi dengan prospek adalah untuk mengubah prospek menjadi pelanggan pertama-kali, pelanggan berulang menjadi klien dan klien menjadi penganjur. Setelah mencapai tahap penganjur, tantangannya adalah untuk mempertahankannya. Kegagalan menumbuhkan pelanggan ke tahap selanjutnya akan berpengaruh terhadap penurunan laba, dan hilangnya referensi berharga yang dapat dimiliki perusahaan. Menurut Griffin yang dikutip oleh Ratih Hurriyati (2008 : 140) berikut ini adalah proses evolusinys :

1. Suspect ke Qualified Prospect

Untuk dapat mengidentifikasi qualified prospects di antara para suspect, perusahaan harus menjawab tiga hal berikut :

a. Siapa sasaran perusahaan?

Terdapat 10 langkah menyeleksi pasar yang paling menguntungkan perusahaan, yaitu : survey pasar keseluruhan, segmentasi pasar, analisa pasar, pelajari kondisi persaingan, menyusun peringkat pasar, lakukan analisa pasar yang mendalam untuk pasar peringkat atas, analisa alat pemasaran yang paling efektif, lakukan uji pasar, analisa hal-hal yang dapat dilakukan, dan terakhir adalah pilih pasar sasaran.

b. Bagaimana memposisikan produk/jasa perusahaan?

Setelah mengidentifikasi pasar sasaran, langkah berikutnya adalah merancang dan mengkomunikasikan pesan untuk para prospek. Memposisikan produk/jasa dapat dilakukan melalui iklan yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasar sasaran. Sebagian orang percaya iklan yang baik sanggup merubah persepsi orang mengenai sesuatu hal.

(21)

Prospek potensial adalah :

1) Mereka yang memiliki masalah yang dapat perusahaan selesaikan

2) Mereka yang memiliki keinginan untuk mengatasi masalahnya.

3) Mereka yang mempunyai kemampuan dan keinginan untuk membeli produk/jasa tersebut.

4) Mereka yang memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan pada saat tertentu.

2. Qualified Prospect ke First Time Buyers

Seorang prospek atau calon pembeli membutuhkan seorang sales yang jujur dan dapat dipercaya yang mampu mengenali masalah yang dihadapi dan menawarkan pemecahan untuk masalah tersebut.

Dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk membangun kepercayaan tersebut, namun bila telah tumbuh, maka akan membawa keuntungan jangka panjang bagi perusahaan Terdapat empat langkah yang perlu diperhatikan untuk mendorong prospek menjadi first time buyer, yaitu :

a. Mendengarkan segala keluhan mereka. b. Mengenali permasalahan mereka.

c. Menawarkan solusi bagi permasalahan mereka. d. Belajar dari kegagalan masa lalu.

3. First Time Buyer ke Repeat Customers

Tidak sedikit dari first time buyers yang tidak kembali untuk melakukan pembelian yang kedua. Terdapat empat hal yang dapat membuat first time

buyers tidak melakukan pembelian ulang, yaitu :

a. Mengalami masalah di awal.

b. Tidak ada sistem pelayanan yang formal.

c. Hilangnya komunikasi dengan pengambil keputusan. d. Mudah untuk kembali pada perusahaan lama.

Setiap perusahaan menimbulkan konsekuensi bagi seorang pembeli dimana akan muncul perilaku pengevaluasian kembali setelah pembelian

(22)

(post purchase evaluation). Setiap pembeli yang melakukan pembelian akan mempunyai harapan dan membandingkan apa yang diterima dengan apa yang diharapkan.

First time buyers dapat dikatakan trier atau pencoba, dan persepsi mereka

tentang kualitas dan tingkat kepuasan mereka akan mempengaruhi keputusan mereka untuk membeli kembali. Perasaaan puas dari first time

buyers memperbesar kemungkinan bahwa seseorang akan membeli

kembali. Pembeli kedua menjadi penting sebab menunjukan perubahan dari pembeli pertama. Pada pembeli kedua ini pembeli membuat keputusan pembelian mereka berdasarkan perilaku membeli non acak atau non random, artinya pembeli melangkah ke proses pembelian ulang dengan menunjukan preferensi mengenai apa yang dibeli dan dari siapa membelinya. Preferensi ini paling tidak diperoleh dari pengalaman pembelian pertama yang positif.

4. Repeat Customers ke Loyal Clients

Selama sepuluh tahun ke belakang, perusahaan yang berupaya untuk meningkatkan posisi kepemimpinan mereka telah mencapai keberhasilan melalui pendalaman atas fokus bisnis melalui salah satu dari tiga strategi yaitu:

a. Kecanggihan operasional (Operational exellence).

Perusahaan mampu menyediakan produk yang handal dengan harga bersaing dan dengan kesulitan pembelian yang minimum. b. Kedekatan dengan konsumen (Customer intimacy).

c. Melakukan segmentasi dan menetapkan pasar sasaran dengan presisi yang tepat dan kemudian menyesuaikan presisi tersebut dengan permintaan pasar. Dua faktor penting perusahaan adalah : pengetahuan tentang konsumen dan operasi yang fleksibel. Kombinasi kedua faktor tersebut memungkinkan respon yang cepat terhadap keinginan konsumen dan permintaan khusus mereka. d. Kepemimpinan produk (Product leadership).

(23)

Menyediakan konsumen dengan produk/jasa terbaik yang menyebabkan produk atau jasa pesaing menjadi tidak terpakai (obsolette).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan strategi untuk mengubah repeat customer menjadi loyal clients adalah :

1. Lindungi konsumen terbaik perusahaan dari serangan pesaing. 2. Buatlah pembeli terbesar menjadi prioritas utama perusahaan.

3. Buatlah ikatan dengan pemasok agar perusahaan dapat memberikan nilai pelanggan yang lebih baik.

4. Buatlah program pembelian konsumen.

5. Buatlah hambatan bagi konsumen untuk meninggalkan perusahaan, yaitu hambatan fisik, hambatan psikologis, hambatan ekonomis.

6. Merekrut dan melatih karyawan untuk loyalitas.

5. Dari Loyal Clients ke Advocates

Saat konsumen menjadi advocates bagi barang/jasa perusahaan. Berarti perusahaan telah mencapai hubungan yang saling dapat dipercaya. Hal ini merupakan aset perusahaan yang sangat berharga. Para konsumen yang telah menjadi advocates bagi perusahaan turut andil dalam memasarkan barang/jasa perusahaan. Mereka mempengaruhi rekan-rekan mereka untuk membeli barang/jasa dari perusahaan. Mereka melakukan semua itu melalui apa yang disebut dengan Word of Mouth (WOM). WOM ini sangat ampuh untuk menarik konsumen baru dan juga sangat efektif, karena dilakukan oleh pihak kedua yang objektif. Kata-kata dalam WOM tersebut berasala dari seseorang yang mengenal perusahaan dan barang/jasa perusahaan, serta tidak memiliki motif finansial dari kegiatan mempromosikan barang /jasa perusahaan.

Cara-cara untuk memperoleh seorang advocates adalah :

1. Membuat file konsumen yang puas. Catat nama, alamat, nomer telepon perusahaan, serta minta kesediaan mereka untuk dijadikan referensi. Saat perusahaan ingin mencuri prospek tersebut, dan undang mereka agar bertemu dengan para advocates secara langsung.

(24)

2. Meminta kepada konsumen yang puas agar mengirim surat kepada perusahaan. Surat-surat tersebut dapat digunakan sebagai bahan pemasaran untuk para prospek atau dimuat dalam brosur.

3. Memberi imbalan mereka yang membawa prospek. 4. Ucapkan terima kasih dalam setiap transaksi.

2.4.5 Dua Belas Hukum dari Loyalitas

Jill Griffin (2007:219) mengemukakan terdapat dua belas hukum dari loyalitas, yaitu sebagai berikut :

1. Build staff loyalty, dimana konsumen akan senang dengan staff yang dekat dengannya yang penuh perhatian, oleh karena itu prinsip “serve your

employees first to shey, in turn can serve your costumer” penting untuk

diperhatikan.

2. Practice the 80/20 rule, dimana 80% pendapatan perusahaan dapat datang dari 20% pelanggan, karena itu harus dipelihara sebaik-baiknya.

3. Know your loyalty stages and ensure your costumers are moving through

them, perusahaan harus selalu memperbaiki tingkat loyalitasnya, sehingga

pelanggan dapat dibentuk makin lama semakin loyal dari awal sampai akhir, setahap demi setahap.

4. Serve first, sell second, utamakan layanan penjualan belakangan, karena penjualan adalah hasil dari pelayanan yang baik.

5. Aggressively seek out costumer complain, dimana perusahaan harus mencari dan meneliti secara aktif, apa sebenarnya yang dikeluhkan pelanggan. Jaringan informasi harus dipasang seluas mungkin dan mendengarkan apa laporan mereka.

6. Get responsive, and stay that way, harus responsive dan mempertahankan sikap seperti itu.

7. Know your costumer’s definition of value, memahami dan mencari nilai-nilai apa yang diharapkan oleh pelanggan.

8. Win back lost costumer’s, mendekati dan mewawancarai konsumen yang lari, mengapa mereka berpindah sehingga mereka dapat ditarik kembali.

(25)

9. Use multiple channels to serve the same costumers well, pelanggan biasanya memperoleh berbagai pelayanan yang sama, artinya tidak ada pelayanan yang berbeda secara mencolok, apalagi layanan informasi yang berlawanan dari para pegawai, karena karyawan tidak mengetahui informasi yang harus disampaikan.

10. Give your front line the skill to perform, karyawan yang bekerja didepan harus terampil serta professional dalam melayani pelanggan, terutama dalam menjawab segala permasalahan yang diajukan.

11. Collaborate with your channel partners, menggunakan saluran yang dapat dimanfaatkan agar masyarakat lebih tertarik dan loyal terhadap perusahaan.

12. Store your data in one centralized data base, hal ini dilakukan untuk memudahkan akses informasi, apa saja yang dikehendaki serta dianalisis apa yang hendak dilakukan oleh manajemen.

2.4.6 Indikator Loyalitas Pelanggan

Konsumen yang loyal merupakan aset tak ternilai bagi perusahaan. Bagaimana menilai konsumen itu loyal atau tidak, (Tjiptono, 2007;24). mengemukakan beberapa karakteristik dari pelanggan yang loyal, diantaranya adalah:

1. Setia kepada produk perusahaan atau hotel itu.

2. Tidak terpengaruh dengan tawaran dari produk perusahaan lain. 3. Melakukan pembelian ulang secara continue.

4. Adanya word of mouth kepada pihak lain.

2.5 Pengaruh Kualitas pelayanan jasa terhadap Loyalitas Konsumen Konsumen yang menjadi loyal terhadap suatu barang dan jasa tertentu disebabkan oleh kualitas pelayanan jasa yang baik dan memuaskan. Jika kualitas pelayanan jasa yang diberikan baik dan memuaskan serta dapat memberikan

(26)

keuntungan yang maksimal bagi konsumennya maka konsumen pun akan merasa loyal dan akan memberikan sikap yang positif terhadap produsen (penyedia jasa) tersebut secara konsisten.

Kualitas pelayanan jasa menurut Wykof yang dikutip oleh Tjiptono (2007:59) yaitu:

“Kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”.

Dengan terciptanya kepuasan pelanggan maka akan memberikan banyak manfaat bagi kedua belah pihak antara lain membina hubungan yang harmonis antara konsumen dengan perusahaan, memberikan dasar bagi pembelian ulang dan terciptanya konsumen yang loyal, serta membentuk komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth).

Apabila kualitas pelayanan jasa yang diterima oleh konsumen lebih baik atau sama dengan yang konsumen bayangkan, maka konsumen cenderung akan mencobanya kembali.

Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Tjiptono (2007;23) yaitu:

“Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten”.

Dalam hal ini, para konsumen akan melakukan konsumsi/aktivitas yang sama dengan sebelumnya atau akan melakukan pemakaian jasa yang lebih besar lagi sehingga hubungan dengan konsumen yang bertahan lama untuk jangka panjang akan tercapai. Selain itu juga para konsumen akan cenderung menolak terhadap produk/jasa perhotelan dari para pesaing, serta memberikan referensi mengenai produk perusahaan kepada orang lain.

(27)

Adanya keterkaitan antara kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas konsumen diungkapkan oleh Zethaml yang dikutip oleh Ponirin (2005;30) bahwa:

Customer loyality depends on the level of customers services quality and they believe that there is a positive correlation between customer service quality and customer loyality.

Artinya bahwa loyalitas konsumen tergantung kepada tingkat dari kualitas pelayanan jasa yang diberikan kepada konsumen dan mereka meyakini bahwa ada hubungan yang positif antara kualitas pelayanan jasa konsumen dengan loyalitas konsumen.

Dari definisi diatas terlihat jelas akan adanya hubungan yang positif antara kualitas pelayanan jasa dengan loyalitas konsumen. Dimana dengan peningkatan kualitas pelayanan jasa yang dilakukan secara berkelanjutan oleh pihak perusahaan maka akan menimbulkan loyalitas dari para konsumennya terhadap perusahaan dan memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka ikatan seperti ini dapat membuat perusahaan untuk lebih memahami dengan seksama harapan konsumen serta kebutuhan mereka.

Pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas pelanggan telah diuji oleh Winarti Setyorini, dengan judul penelitian “Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Hotel Mahkota di Pangkalan Bun”

Gambar

Gambar 2.2. Piramida Loyalitas  Advocates

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks upaya memahami fenomena Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada komunitas Jawa, di wilayah Desa Kalangan, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, keberadaan

Sifat penata yang senang menyendiri, tidak percaya diri dan suka memendam perasaan merupakaan watak yang terdapat pada watak melankolis yang sempurna dan

Teori-teori dalam Kerangka Teori digunakan sebagai landasan pemecahan masalah mengenai penegakan hukum lalu lintas terhadap pengendara roda empat tidak menggunakan sabuk

Perbedaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu konflik yang terjadi tidak merembet ke yayasan akan tetapi hanya konflik yang terjadi pada senior dan

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia

Berdasarkan pada uraian yang telah diberikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa estimator linier dalam bentuk umum untuk model linier pada kasus homoskedastik dan

Selain letaknya yang strategis yaitu sebagai penghubung antara kota-kota besar di Jawa Barat seperti Bandung, Bogor, Sukabumi dan Jakarta, Cianjur juga memiliki

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Sungai Raya mengalami kesulitan koneksi