A
A90SIASI POLlTEKNIK INDONESIA Jurnal P Et PT Vol. IV, NO.1 (2006) 182.191
JURNAL
e"
DEHIDRASI ETANOL DENGAN TEKNIK PERVAPORASI
MENGGUNAKAN MEMBRAN POLl(VINIL ALKOHOL) TERMODIFIKASI
1HARYADI, ~OTO SUBROTO, dan
2YEN1 QODRIANI
2 1Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung(POLBAN)Program Ekstensi Kimia Industri, Jurusan Kimia FMIPA . UNPAD
ABSTRAK
Dalam penelitian ini, dehidrasi etanol pada kondisi azeotropik,
95
%, dengan teknik pervaporasi dilakukan menggunakan membran poli(vinil alkohol), PVA, yang dimodifikasi dengan asam malat (MA). Modifikasi dilakukan untuk menurunkan derajat pengembangan PVA dengan jalan pembentukan ikatan silang di antara rantai polimer. Morfologi membran diamati menggunakan SEM sedangkan kinerja proses diamati dengan melihat pengaruh komposisi PVA/MA, temperatur operasi, dan konsentrasi umpan, terhadap laju permeasi dan faktor pemisahan. Membran yang telah dibuatjuga diuji derajat pengembangannya dengan variasi komposisi etanol antara80-95
% pada
35°C.
Diperoleh hasil bahwa derajat pengembangan menurun dengan meningkatnya konsentrasi etanol. Rasio optimum PVA/MA diketahui berada pada komposisi85/15
(v/v) untuk campuran etanol95
%pada suhu35°C.
Faktor pemisahan55,92
dan laju permeasi0,151
kg/ m2jam diperoleh untuk komposisi membran PVA/MA85/15,
pada suhu35°C,
dan konsentrasi etanol umpan95
% dengan konsentrasi etanol retentat yang dihasilkan sebesar99,31
% dan konsentrasi etanol permeat sebesar24,59
%.Kata Kunci: PVA, Asam Malat, Pervaporasi
ABSTRACT
In this research, the pervaporation for dehydration of ethanol-water mixture was carried out using Poli(vinyl alcoho/), PVA, membranes modified using malic acid (MA). Modification has been done to reduce the degree of swelling of PVA by cross/inking formation within the polymer chains. Membrane morphology was observed by using SEM whereas process performance such as the effects of PVA/MA ratio, operating temperature, and feed concentration, on the membrane permeation rate and separation factor was investigated. The result indicates that degree of swelling decreased as ethanol concentration increased. Optimum PVA/MA ratio was determined as
85:15
(v/v) for95
% ethanol mixtures at35°C.
The prepared membranes were also tested for the degree of swelling with various compositions of ethanol-water mixtures between80 - 95
% ethanol content at35°C.
Typically, separation factor of55,92
and perme-i.Juon rate of0,151
kg/m2h was obtained for PVA/MA ratio as85/15,
temperature at35°C
and:; 5%
ethar. ...: concentration in the feed with retentate concentrationat 99,31
% and permeate, oncentration
at 24,59
%.Keywords: PVA, Malic Acid, Pervaporation
_____________________________ Vol. IV, No.1, Juni 2006
Dari
tabel
tersebut
dapat
dilihat
bahwa
pervaporasi
merupakan
pilihan yang paling
hem at energi
dalam
dehidrasi
etanol-air
(Huang, et al., 2006).
Dalam pervaporasi,
campuran
cairan yang
akan dipisahkan
dikontakkan
dengan salah
satu
sisi membran
dan
permeatnya
dike-luarkan pada tekanan
uap rendah dari sisi
membran yang lain. Berdasarkan sifat difusi
larutan, pervaporasi berlangsung
tiga tahap:
(1)penyerapan permean dari campuran cairan
ke dalam membran; (2)difusi permean melalui
membran, dan (3) desorpsi permean menjadi
fasa uap (Gambar 1.) (Durmaz-Hilmioglu,
et
al.,2001).
PENDAHULUAN
Membran merupakan suatu lapisan tipis yang
memisahkan
dua fasa dan bertindak
sebagai
pembatas
selektif
terhadap
perpindahan
materi.
Membran
tidak
hanya
bertindak
sebagai
material
yang
pasif,
tetapi
lebih
tepat dianggap
sebagai material fungsional.
Operasi membran merupakan
suatu operasi
yang membagi
umpan
menjadi
dua aliran
yaitu permeat
yang berisi material-material
yang dapat
melalui
membran
dan retentat
yang merupakan material yang tidak mampu
melewati
membran.
Operasi
membran
dapat
digunakan
untuk
memekatkan
atau
memurnikan
larutan
atau suspensi
(pelarut
zat terlarut
at au pemisahan
partikel)
dan
untuk memisahkan
suatu campuran (Bungay,
et al., 1983).Pemisahan berdasarkan membran
berpotensi
penting
karena
lebih
sedikit
energi yang digunakan
dan lebih ekonomis
dibandingkan
dengan
teknologi pemisahan
lainnya. Salah satu kemajuan terbaru dalam
pemisahan
berdasarkan
membran satu
dian-taranya adalah pervaporasi.
o
Dissolution-o
o
o
0 Feed 0 liquido
Membrane Permeate vaporo,~.
~
~. 0,> 0-0 EvaporationPervaporasi
adalah proses pemisahan
yang
mengontakkan
campuran
larutan
secara
langsung dengan salah satu sisi dari membran
(upstream side), sedangkan produknya
yaitu
permeat atau pervaporat,
dikeluarkan
dalam
fasa uap dari sisi membran yang lain (down
stream side) (Bungay, et al., 1983).Pervaporasi
merupakan
teknik pemisahan
menggunakan
membran
yang
saat
ini
berkembang
dan
dianggap dapat menjadi alternatif pengganti
proses
distilasi
pada
campuran
azeotropik
serta
dehidrasi
pelarut.
Hal
ini
terutama
terlihat dari penggunaan
energi yang sangat
efisien (Huang, et al., 2006). Tabel 1.
menun-jukkan
penggunaan
energi
oleh
berbagai
metode pemisahan dalam dehirasi etanol.
Tabell. Kebutuhan energi untuk dehidrasi etanol-air(Huang, et al., 2006) 8,0 99,5 95,0 99,5 95,0 - 99,5 10376 3305 423
Gambar 1.Prinsip kerja membran pervaporasi (Feng Huang, 1997)
Peningkatan
tekanan
pada
sisi
bawah
membran
dalam pervaporasi
dapat
menu-runkan faktor pemisahan. Tekanan pada sisi
bawah membran pervaporasi ini menentukan
parameter laju permeasi, tetapi tekanan pada
sisi atas membran hanya memberi pengaruh
yang sangat sedikit (Bungay, et al., 1983).
Ketika suhu operasi dinaikkan, laju permeasi
pervaporasi
meningkat
sesuai
dengan
per
samaan
Arrhenius.
Energi
aktivasi
yang
diperoleh
mencapai 50 kJ/mol yang
dapat
meningkatkan laju permeasi
20"lo/K.Pengaruh
ini sangat penting karena faktor pemisahan
menurun dengan meningkatnya
suhu operasi
(Bungay, et al., 1983).
Karena
kelarutan
dan
difusivitas
dari
campuran
yang
akan
dipisahkan
Haryadi, Toto Subroto, dan Veni Qodriani- Dehidrasi Etanol dengan Teknik Pervaporasi
pakan fungsi dari konsentrasi komponen yang terkandung di dalamnya maka laju permeasi dan faktor pemisahan tergantung pada komposisi umpan. Secara umum, laju permeasi akan meningkat jika campuran kaya akan permean (Bungay, et al., 1983).
Terdapat dua tipe membran pervaporasi untuk campuran etanol-air, yang pertama yaitu permselektif air dan kedua yaitu per mselektif etanol. Membran permselektif etanol baik digunakan untuk konsentrasi etanol rendah dan membran permselektif air baik digunakan untuk umpan dengan konsentrasi etanol tinggi seperti pada dehidrasi etanol dan turunannya. Khususnya dalam proses dehidrasi etanol umpan yang mengandung konsentrasi etanol tinggi atau kondisi azeo-tropik (95
%)
akan tertahan oleh membran yang memiliki karakter hidrofilik tinggi serta permselektif terhadap air sehingga pada bagian permeat akan mengandung konsentrasi air lebih banyak dibandingkan dengan bagian retentat (Feng & Huang, 1997). Untuk menye-suaikan membran dengan campuran yang akan dipisahkan, beberapa teknik seperti ikat silang, blending, dan kopolimerisasi dapat dilakukan (Huang, 1991).Dehidrasi dengan pervaporasi daTi asam dan basa organik dianggap penting karena sebagian besar dari campuran tersebut membentuk azeotrop atau menghasilkan pinch pada kurva kesetimbangan uap-cair. Pervaporasi juga merupakan metoda hemat energi untuk pemisahan senyawa dengan titik didih yang berdekatan dan campuran yang terdiri dari senyawa yang peka terhadap panas. Asam asetat adalah salah satu dari dua puluh-teratas senyawa organik antara yang digunakan dalam industri kimia dan campurannya dengan air ditemukan dalam preparasi beberapa zat antara, seperti asam asetat itu sendiri, vinil asetat, anhidrida asetat, anhidrida ftalat, dan sebagainya. Pemisahan asam asetat daTi air dengan distilasi biner biasa sulit dilakukan berkaitan dengan rendahnya volatilitas relatifnya, khususnya
184 • Jurnal PEtPT
pada asam asetat konsentrasi tinggi, dan oleh karena itu, lebih banyak digunakan distilasi azeotropik dengan lebih banyak energi yang dibutuhkan at au digunakan ekstraksi pelarut (Isiklan & Sanli, 2005).
Berdasarkan pertimbangan terse but, teknik pervaporasi dapat menjadi salah satu pilihan proses alternatif untuk menghemat energi. Proses ini memberi perolehan permeat yang efektif daTi media cair dan mencegah terjadinya pembatasan tekanan osmosis pada proses osmosis balik dengan menjaga permeat di bawah tekanan uap jenuhnya. Meskipun vaporasi daTi bagian tangki umpan dibu-tuhkan dalam proses ini, tekanan permeasi dapat dikurangi dengan menggunakan pompa vakum atau gas-sweeping. Pada umumnya, pervaporasi dapat digunakan secara praktis ketika faktor pemisahan membran jauh lebih tinggi daripada untuk vaporasi biasa dan ketika laju permeasi tinggi (lsi klan & Sanli, 2005).
Pada beberapa tahun terakhir, penelitian mengenai pervaporasi ditekankan pad a pengembangan membran polimer baru yang mempunyai faktor pemisahan tinggi dan laju permeasi yang optimum dengan stabilitas yang baik terhadap campuran yang akan dipisahkan. Beberapa membran perm-selektif untuk air telah dicoba dari polimer hidrofilik, seperti poli(asam akrilat)-nilon 6, poli (akr ila t-co-s tirena), po li(4-vinilpiridina-co-akrilonitril), nafion, dan poli(vinil alkohol) dicampur dengan poli(vinil pirolidon), untuk digunakan dalam pervaporasi, tetapi sangat sedikit yang efektif untuk digunakan pada dehidrasi asam asetat (Huang, et.al., 2006; Isiklan & Sanli, 2005).
Poli(vinil alkohol) adalah salah satu pilihan yang mungkin untuk proses pemisahan campuran asam asetat-air berkaitan dengan sifat-sifatnya, seperti hemat biaya, mempunyai stabilitas kimia, kemampuan membentuk film, dan sangat hidrofilik. Namun demikian, PYA
mempunyai suatu kelemahan yaitu stabilitas yang rendah dalam air. Dengan demikian, PYA harus dibuat tidak dapat larut dalam air dengan cara reaksi modifikasi seperti mencampur, grafting, atau ikat silang, untuk membentuk membran yang stabil dengan sifat mekanik yang baik dan mempunyai permea-bilitas yang selektif terhadap air (Isiklan & Sanli, 2005).
Pada studi lain dari Nguyen et aI., bagian yang memuat gugus karboksilat, terikat secara kovalen pada PYA dengan tujuan untuk menunjukkan peningkatan kinerja membran tanpa beresiko terekstraksi oleh campuran asam asetat-air. Grafting dari asam asetat telah dilakukan pada sisi radikal dari oksidasi Ce" pada membran PYA. Meskipun grafting dari asam asetat menghasilkan membran dengan permeabilitas tinggi, namun faktor pemisah-annya masih rendah (Isiklan & Sanli, 2005).
Pengenalan struktur ikat silang pada membran PYA untuk meningkatkan sifat dari pemisahan pervaporasi membran untuk sistI: m larutan asam asetat-air juga telah dilakukan. Ketidak larutan PYA dalam air dikarenakan adanya ikat silang dengan dialdehid, seperti glutaral-dehid (GA), telah dibuktikan dengan struktur ikat silang yang diperoleh dari reaksi antara gugus hidroksil pada PYA dan gugus aldehid pada GA dalam kondisi keasaman yang kuat (Isiklan & Sanli, 2005).
Selanjutnya, Isiklan dan Sanli telah mencoba untuk mengikat silang membran PYA dengan menggunakan asam malat yang meru-pakan asam dikarboksilat (asam suksinat) dengan gugus hidroksil dan bertujuan untuk mengikat silang membran PYA melalui reaksi antara gugus karboksil pada asam malat dan gugus hidroksil pada PYA tanpa kehilangan sifat hidrofiliknya. Membran yang dihasilkan, dengan konsentrasi MA yang bervariasi, dikarakterisasi melalui spektroskopi Fourier transform infrared, analisis termal, pengu-kuran derajat pengembangan, dan diterapkan pada pervaporasi dari campuran asam
Vol. IV, NO.1, Juni 2006
asetat-air. Dari penelitian tersebut diketahui pengaruh ketebalan membran, temperatur operasi, dan konsentrasi umpan terhadap kinerja pervaporasi (Isiklan & San Ii, 2005).
Dengan melihat struktur PYA yang memiliki banyak gugus hidroksil serta sifat hidro-filiknya, maka modifikasi membran PYA dengan asam malat dapat pula diaplikasikan untuk pemisahan campuran alkohol-air, seperti yang dilakukan didalam penelitian ini.
BAHAN DAN
METODA
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah poli(vinil alkohol) (PYA), asam malat (MA), etanol teknis, etanol pro analisis, dan aquades.
Alat-alat
yang
Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangkaian alat pervaporasi hasil rancang bangun (Gambar 2), refraktometer ATAGO-lT, Scanning Electron Microscopy (SEM) JSM - 35 C, perangkat casting membran yang terdiri atas pelat kaca ukuran 20 x 20 cm dan batang silinder perata, serta peralatan gelas yang umum digunakan dalam labora-torium. Penjebak dll'gin
o
0 Pompa Penangasairdengan pel1gendaliensuhuGambar 2. Ske11la alat pcrvaporasi
Haryadi, Toto Subroto, dan Veni Qodriani- Dehidrasi £tonal dengan Teknik Pervaporasi
---METODE
Penelitian ini dilakukan dengan mengadopsi metode yang telah dilakukan oleh Isiklan dan Sanli (Isiklan & Sanli, 2005) dengan sejumlah modifikasi yang meliputi preparasi membran dengan variasi komposisi poli(vinil alkohol) (PYA)/asam malat (MA). Analisis membran dilakukan dengan mengamati morfologi membran menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan kemudian meng-hitung derajat pengembangan (degree of swelling). Dehidrasi etanol melalui metode pervaporasi dengan variasi suhu umpan serta konsentrasi etanol umpan terhadap kinerja membran diamati sehingga dapat dihitung faktor pemisahan (ex) dan laju permeasi (J) serta analisis etanol yang dihasilkan melalui pengukuran indeks bias mengggunakan refraktometer.
PreparasiMennbran
Larutan PYA 10% (b/v) disiapkan dengan melarutkan sejumlah PYA padatan dalam air dan direfluks pada suhu 100°C sambil diaduk selama 6 jam. Lalu, larutan PYA tersebut dicampur dengan 7,5% (b/v) larutan MA dengan berbagai rasio PYA/MA (v/v) yang ditentukan dan diaduk selama satu hari pada suhu kamar untuk membentuk larutan homogen. Membran di-cast di atas pelat kaca kemudian diuapkan pada suhu kamar untuk membentuk membran. Membran yang sudah kering dipanaskan pada oven selama 1 jam pada suhu 150°C, lalu ditaruh dalam larutan etanol untuk penggunaan lebih lanjut.
Yariasi yang dilakukan pada preparasi membran ini adalah variasi komposisi PYA/ MA untuk membran, yang terdiri atas: a) PYA/MA 90/10, b) PYA/MA 85/15, c) PYA/ MA 80/20, d) PYA/MA 75/25.
Pengukuran
Derajat Pengennbangan
Sampel membran yang sudah kering dice-lupkan dalam campuran etanol-air dengan
186 • Jurnal P&'PT
konsentrasi 80, 85, 90, dan 95% pada suhu 35°C selama 48 jam, kemudian membran ditimbang secepat mungkin setelah dibersihkan dengan tissue pembersih. Lalu sampel dikeringkan dalam desikator pada suhu kamar hingga beratnya konstan. Derajat pengembangan atau swelling degrees, SD, dihitung sebagai berikut:
3D
=
M
s -M
dxlOO
(1)M
ddengan Ms adalah massa sampel yang mengembang dan Md adalah massa sampel kering.
Pervaporasi
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Sel pervaporasi berupa dua sel kompartemen (terbuat dari bahan PMMA) yang terikat bersama dengan pengikat. Membran ditempatkan di at as pendukung gelas berpori dalam sel. Daerah membran yang efektif adalah 2,83.10-3 m2. Tekanan pada bagian aliran bawah dijaga pada 50 cmHg (dibawah vakum) dengan bantuan pompa vakum. Campuran umpan disirkulasi untuk mencegah polarisasi konsentrasi dengan pompa peristaltik melalui sel dari tangki umpan, yang dijaga pada suhu konstan. Ketika mencapai kondisi aliran yang steady-state, uap permeat dikumpulkan dalam perangkap air es dan etilen glikol, kemudian ditimbang. Konsentrasi etanol permeat dihitung dengan mengukur indeks biasnya menggunakan refraktometer dengan bantuan kurva standar untuk campuran etanol-air yang telah diper-siapkan. Karakteristik membran ditunjukkan dengan faktor pemisahan (selektivitas) dan laju permeasi (fluks). Faktor pemisahan,
ex ,
diberikan oleh:
Y
llo() /Y
Coli Oil (2)(X= - - ,
XII,o / XC,ff,OIl
dengan XHzo' XCzH,OH' YHzO dan YCzH,OH
Vol. IV, NO.1, Juni 2006
dalam umpan dan dalam permeat. Air adalah komponen permeasi yang sangat istimewa.
Laju permeasi (J) ditentukan dengan menggu-nakan persamaan:
dengan laju permeasi berkurang dengan ber tambahnya kandungan MA dalam membran PYA, sedangkan faktor pemisahan meningkat dengan bertambahnya kandungan MA dalam membran PYA.
(3)
dengan Q, A, dan t berturut-turut menun-jukkan berat permeasi (kg), daerah membran efektif (m2), dan waktu operasi (jam).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Q 45 II) 40 c: 35 tel
g'
30 ~ 25 ~ 20 Cl a; 15 a. n; 10 .~ 5 CI> c 0 80 85 90 95Pengaruh Penambahan Zat Pengikat Silang pada Membran
Gambar 3. Pengaruh komposisi PVA/MA terhadap laju permeasi dan faktor pemisahan pada
suhu umpan 25°C (suhu kamar) dengan konsentrasi etanol umpan 95%
Pengaruh penambahan asam malat (MA) sebagai zat pengikat silang pada membran PYA dalam pervaporasi untuk konsentrasi etanol umpan 95% dengan variasi suhu umpan dapat dilihat pada Gambar 3,
75:25 -0- SO PVAlMA 90/10 ---+-SO PVAlMA85/15 ~ SO PVAlMA 80/20 ---+- SO PVAlMA 75/25 Konsentrasi Etanol (%) 90:10 85:15 80:20 Komposisi PVAlMA (v/v) -o-25C --+-35 C -o-45C --tl-55 C
Gambar 5. Pengaruh komposisi PVA/MA terhadap faktor pemisahan pada berbagai suhu umpan Gambar 4. Derajat pengembangan untuk berbagai
komposisi PVA/MA dengan variasi konsentrasi etanol
Gugus hidrofilik PYA merupakan penarik yang kuat untuk afinitas dan serapan air, sehingga PYA lebih menyerap air daripada etanol. Dengan demikian, air dapat diserap dan berdifusi secara selektif ke dalam membran dibandingkan etanol. Ketika MA ditambahkan, sehingga zat pengikat silang dalam PYA meningkat, maka lebih banyak gugus karboksil dari MA bereaksi dengan gugus hidroksil dari PYA, yang menyebabk~n kerapatan ikatan antara PYA dan MA semakm meningkat, seperti terlihat pada Gambar 4.
180 160 iii 140
m
1202:::
'E 100 ~ 80 ~ 60 ~_ .•=======~~__
-(E 40 ~'---~ 20 o 180 180 140 c..
120 -; 100 .~ m 80 0. 60 ~ 40 ~ 20 o 75:25 85:15 80:20 Komposisi PVAlMA (vlv) -Q-Laju Permeasi -+--Faktor Pemisahan 90:10 0.09 008 0.07 .~E0.06E
.!!!,005 ~N ~ ~ 0.04"
'"
'•• ~ 0.03 ...J 0.02 0.01 oPada pervaporasi yangmenggunakanmembran poli(vinil alkohol) (PVA) untuk dehidrasi etanol, zat pengikat silang memegang peranan yang sangat penting untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pengaruh yang pertama, zat pengikat silang ini memberikan ketahanan yang lebih terhadap membran, sehingga laju permeasinya lebih kedl. Yang kedua, zat pengikat silang dapat mengatur sifat hidro-filik atau hidrofobik dari material membran (Huang, et al., 2006).
"
Haryadi, Toto Subroto, dan Veni Qodriani- Dehidrasi Etanol dengan Teknik Pervaporasi
---Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak MA yang ditambahkan, maka semakin keeil derajat pengembangannya.
Hal ini dikarenakan meningkatnya kerapatan ikatan antara PYA dan MA yang menyebabkan penurunan kelarutan dalam air, sehingga difusifitas dari serapan air melalui membran menurun, yang akan menekan laju permeasi dan meningkatkan faktor pemisahan. Pengaruh komposisi PVA/MA terhadap faktor pemisahan dan laju permeasi dengan variasi suhu umpan masing-masing dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
E0.45 .!!. 0.4
'E
0.35 C, 0.3 ~ 0.25 .~.•
0.2 . E 0.15 ~ 0.1 " 0.05:5
a ~dalam pervaporasi ialah membran yang memiliki laju permeasi dan faktor pemisahan yang tinggi. Namun hal tersebut sulit diperoleh karena laju permeasi berbanding terbalik dengan faktor pemisahan. Membran dengan faktor pemisahan yang tinggi tetapi laju permeasinya rendah hanya baik digu-nakan dalam skala laboratorium, namun kurang menguntungkan bila diterapkan dalam skala industri. Oleh karena itu, dibuat membran yang memiliki faktor pemisahan yang paling tinggi yang dimungkinkan untuk mendapatkan laju permeasi yang tidak terlalu rendah (Huang, 1991).
90:10 85:15 80:20
Komposisi PVAlMA (v/v)
75:25 GambaI' 7. Hasil SEM membran PVA yang he/lim diikal silang
-0--25 C ---+-35 C
-o-45C --55C
GambaI' 6. Pengarllh kOl71posisi PVA/MA lerhadap lajll perl71easi pada berbagai slIhu wnpan
Selain itu, pengaruh penambahan zat pengikat silang pada membran juga dapat dilihat dari hasil
Scanning
Electron
Microscopy
(SEM) pada Gambar 7 dan 8. PYA larut dalam air, sehingga tidak dapat digunakan langsung sebagai membran untuk dehidrasi etanol. Oleh karena itu pada PYA ini dilakukan pengikatsilangan dengan asam amalat (MA), sehingga terbentuk membran tak berpori (Asman, G. & O. Sanli, 2003; Isiklan & Sanli, 2005). Dikatakan membran tak berpori tidak berarti membran tersebut benar-benar tak berpori, namun ukuran porinya sangat keeil, sehingga pemisahan tidak dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran partikel yang akan dipisahkan, tetapi berdasarkan perbedaan kelarutan dan difusi material dalam membran.Membran yang baik yang dapat digunakan
188 •
Jurnat PEtPTGambar 8. Hasil SEM memhran PVA.1vng lelah diikat silang dengan MA dengan rasio PVAIMA 85/15
Berdasarkan Gambar 3. diketahui bahwa rasio membran yang paling baik dalam hal ini adalah rasio membran PVA/MA
85/15
yang memiliki keseimbangan antara laju permeasi dan faktor pemisahan. Meskipun membran PVA/MA 75/25 mempunyai faktor pemisahan yang sangat tinggi, tetapi laju permeasinya sangat rendah.Pengaruh
Suhu Umpan pada Pervaporasi
Pengaruh suhu umpan terhadap faktor pemisahan dan laju permeasi dapat dilihat pada Gambar 9. Dengan meningkatnya suhu umpan, laju permeasi menjadi semakin meningkat, sedangkan faktor pemisahannya
Vol. IV, NO.1, Jun; 2006
Pengaruh Konsentrasi Etanol Umpan pada
Pervaporasi
Gombar 9. Pengaruh suhu umpan terhadap !aju permeasi dan faktor pemisahan dengan rasio PVA/MA 85/15 dan konsentrasi
etano! umpan 95% 50 1; .c: 40 :x 30 .~ 0.. 20 ~ 10 ~ 60 80 85 --0- Laiu Permeasi ___ Faklor Pemisahan 90
Kansenlrasi Elanal Umpan (%) 95 0.2 'iii ~ 0.15 m
i
E '-~ NE 0.1 0.._ ::l '"._'"
j ~005dijelaskan melalui pengujian derajat pengem-bangan yang terlihat pada Gambar 4. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa derajat pengembangan membran PVA/MA meningkat dengan berkurangnya konsentrasi etanol umpan. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh pemlastisan dari air dan etanol ke dalam membran. Pada konsentrasi etanol yang rendah, tindakan pemlastisan dari air akan meningkatkan permeasi etanol dengan cara menurunkan energi yang dibutuhkan untuk jalannya difusi etanol ke dalam membran, sehingga menghasilkan berkurangnya faktor pemisahan (Isiklan & San ii, 2005). Pada etanol dengan konsentrasi tinggi, pengurangan fraksi berat air dalam umpan, menyebabkan berkurangnya pengembangan pada membran. Dengan demikian, laju permeasi berkurang dan faktor pemisahan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi air dalam umpan, seperti terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pengaruh konsentrasi etano! umpan terhadap !aju permeasi dan faktor pemisahan dengan rasio PVA/MA 85/15
dan suhu umpan 35°C
Dari hasil penelitian, diperoleh hasil laju permeasi membran PVA/MA yang digu-nakan untuk dehidrasi etanol berkisar antara 0,038-0,388 kg/m2jam dan faktor pemisah-annya berkisar antara 8,69-158,92. Sedangkan Isiklan dan Sanli yang juga telah melakukan penelitian menggunakan membran PVA/MA untuk dehidrasi asam asetat-air, memperoleh hasil laju permeasi berkisar antara 0,05-0,29 kg/m2jam dan faktor pemisahan berkisar antara 121-670 (Isiklan & Sanli, 2005). Dari data terse but dapat terlihat bahwa pervaporasi etanol dengan membran PVA/MA dapat lebih menghasilkan laju permeasi yang lebih kecil. Asam asetat lebih nonpolar daripada etanol, sehingga sifat etanollebih mendekati sifat air
140 120 c: '" 100 .; 80 .~
•.
60 0.. 40 ~ '" 20 u. 55 35 45 Suhu(C) 25 0.35 0.3 .~E0.25E.!.
0.2 ~ ~ 0.15 ::l '" ~ Co 0.1 0.05 oDehidrasi campuran etanol-air dengan perva-porasi dilakukan dengan variasi konsentrasi etanol umpan 80%. 85%, 90%, dan 95% meng-gunakan membran PVA/MA rasio 85/15 pada suhu 35°C. Hasilnya dapatdilihatpada Gambar 10. Dari gambar tersebut terlihat bahwa faktor pemisahan berkurang dengan berkurangnya konsentrasi etanol umpan. Faktor pemisahan tertinggi terjadi pada konsentrasi etanol umpan 95%. Sedangkan pada laju permeasi terjadi sebaliknya. Fenomena ini dapat Meskipun faktor pemisahan yang diperoleh pada suhu 25°C (suhu kamar) tinggi, tetapi laju permeasinya rendah. Oleh karena itu, suhu 35°C merupakan suhu operasi terbaik yang memiliki keseimbangan antara laju permeasi dan faktor pemisahan (Gambar 9).
semakin berkurang. Hal ini berdasarkan pada teori volume bebas, yang mengatakan bahwa gerakan termal dari rantai polimer dibagian yang tak terbentuk membentuk volume bebas secara acak. Dengan meningkatnya suhu, frekuensi dan amplitudo dari rantai meningkat dengan cepat dan menghasilkan perbesaran volume bebas (Isiklan & Sanli, 2005). Pada pervaporasi, molekul yang menyerap dapat pula berdifusi melalui volume bebas tersebut. Jadi, ketika suhu tinggi, tingkat difusi molekul yang dapat menyerap, baik terisolasi maupun terasosiasi, akan tinggi pula, sehingga laju permeasi total menjadi lebih tinggi dan faktor pemisahannya menjadi lebih rendah.
Haryadi, Toto Subroto, dan Veni Qodriani- Dehidrasi Etanol dengan Teknik Pervaporasi _
dibandingkan dengan asam asetat. Dengan demikian dehidrasi etanol dengan teknik pervaporasi menggunakan membran PVA/ MA akan memberikan faktor pemisahan yang lebih kecil dibandingkan dengan dehidrasi asam asetat. Hal ini dikarenakall pemisahan ini dilakukan berdasarkan perbedaan polaritas. Membran PVA/MA bersifat hidro-fi]ik sehingga kepolarannya relatif mendekati air. Semakin jauh perbedaan kepolaran campuran yang akan dipisahkan, maka akan semakin mudah dipisahkan, sehingga akan menghasilkan faktor pemisahan yang tinggi. Sedangkan zat atau senyawa yang kepolarannya mendekati air akan lebih sulit dipisahkan karena kemungkinan terdapat zat atau senyawa tersebut yang ikut berdifusi ke dalam membran karena kepolarannya yang relatif berdekatan, sehingga faktor pemisahan yang dihasilkan pun lebih kecil (Asman, G. & O. Sanli, 2003; Isiklan & Sanli, 2005) .
KESIMPULAN
DAN
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disim-pulkan bahwa membran poli(vinil alkohol) (PVA)/asam malat (MA) dapat digunakan untuk dehidrasi etanol. Faktor pemisahan dari membran PYA pada proses pervaporasi ini dapat ditingkatkan dengan cara memodifikasi dengan MA. Dengan bertambahnya jumlahMA pada membran, kerapatan zat pengikat silang semakin meningkat dengan demikian faktor pemisahan juga meningkat. Faktor pemisahan berbanding terbalik dengan laju permeasi. Dari variasi komposisi membran PVA/MA diperoleh komposisi PVA/MA 85/15 sebagai komposisi optimum. Adapun peningkatan suhu umpan menunjukkan peningkatan laju permeasi dan menurunkan faktor pemisahan. Dengan rentang suhu umpan percobaan dari 25- 55°C, diperoleh suhu 35°C sebagai suhu umpan optimum proses pervaporasi.
Dari hasil penelitian ini, faktor pemisahan terbesar diperoleh pada komposisi membran PVA/MA 75/15 dengan suhu umpan 25°C dan konsentrasi umpan 95%. Pada kondisi
190 • Jurnal PEtPT
tersebut, konsentrasi etanol retentat yang diperoleh adalah 99,80 % dan konsentrasi etanol permeatnya adalah 10,30 % dengan faktor pemisahan 158,92 dan laju permeasi 0,038 kg/m2jam. Sementara itu, laju permeasi terbesar diperoleh pada komposisi membran PVA/MA 90/10 dengan suhu umpan 55°C dan konsentrasi umpan 95%. Pada kondisi ini, konsentrasi etanol retentat yang diperoleh adalah 96,16 'X,dan konsentrasi etanol perme-atnya adalah 41,88 % dengan faktor pemisahan 25,31 dan laju permeasi 0,388 kg/m2jam. Namun berdasarkan kondisi optimum yang dapat dilihat pada gambar, campuran etanol-air azeotropik dapat dipisahkan paling baik dengan membran PVA/ MA 85/15 denga n suhu umpan 35°C dan konsentrasi etanol umpan 95% yang menghasilkan faktor pemisahan cukup tinggi dengan laju permeasi yang tidak terlalu rendah.
Penelitian ini disarankan untuk dilanjutkan dengan mengamati proses dehidrasi senyawa turunan atau derivat senyawa alkohol yang lebih nonpolar dan banyak digunakan di industri seperti isopropanol dan butanol dengan teknik pervaporasi ini.
UCAPAN
TERIMA
KASIH
Terimakasih penulis ucapkan pada Jurusan Teknik Kimia Polban dan Laboratorium Kimia Bahan Alam dan Lingkungan Jurusan Kimia FMIPA Unpad atas dukungan fasilitas yang diberikan selama penelitian ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Asman, G. & O. Sanli (2003).
Characteristics
of permeation
and separation
for acetic acid
- water mixtures
through poly(vinyl
alcohol)
membranes
modified
with
poly(acrylic
acid).
J. Separation Science and Technology 38: 1963-1980.
Bungay, P.M.; H.K. Lonsdale; & M.N. de Pinho
(1983).
Synthetic
Membranes:
Science,
Engi-neering,
and Aplications.
Dordrecht: D.________ ~~_~_~~ __ ~~_~~~ ~_~_ Vol. IV, No.1, Juni 2006