• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN BANJIR BANDANG DI BIMA MENGGUNAKAN DATA GSMAP (STUDY OF FLASH FLOOD IN BIMA USING GSMAP DATA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN BANJIR BANDANG DI BIMA MENGGUNAKAN DATA GSMAP (STUDY OF FLASH FLOOD IN BIMA USING GSMAP DATA)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

7

KAJIAN BANJIR BANDANG DI BIMA MENGGUNAKAN DATA GSMAP

(STUDY OF FLASH FLOOD IN BIMA USING GSMAP DATA)

Amalia Nurlatifah, Anis Purwaningsih

Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl. Dr. Djundjunan 133, Bandung 40173 Indonesia

e-mail: amalianurlatifah92@gmail.com

RINGKASAN

Banjir bandang yang melanda Nusa Tenggara Barat pada 21 Desember 2016 merupakan salah satu bencana yang mengakibatkan kerugian besar baik secara sosial, ekonomi, fisik maupun lingkungan. Penyebab utama bencana tersebut adalah adanya curah hujan ekstrem yang terjadi pada hari sebelum kejadian banjir bandang. Pada makalah ini, kondisi curah hujan ekstrem secara spasial saat dan sebelum terjadinya banir bandang ditunjukkan melalui data curah hujan satelit, yaitu data Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP). Hasil menunjukkan, curah hujan pada tanggal 20 Desember (sehari sebelum kejadian banjir) berada di kisaran 10-20 mm/hari. Sementara tanggal 21 Desember 2016, curah hujan mencapai lebih dari 80 mm/hari yang secara signifikan dapat menyebabkan terjadinya banjir. Kondisi yang sama terjadi kembali sehingga menyebabkan banjir pada tanggal 23 Desember 2016 dalam skala yang lebih besar. Analisis topografi menunjukkan besar kemungkinan genangan yang terjadi di Kota Bima bukan hanya berasal dari hujan di Kota Bima saja.

1 PENDAHULUAN

Banjir bandang merupakan bencana hidrometerologi yang didukung oleh berbagai faktor seperti kemiringan lahan/topografi, sumber air permukaan, adanya penyumbatan sungai dan lain-lain. Karakteristik banjir bandang di Indonesia disebabkan oleh intensitas curah hujan ekstrem disertai dengan longsor yang menyumbat aliran sungai dan membentuk bendungan, hingga tekanan aliran sungai membendung dan membawa partikel-partikel dengan kecepatan tinggi (Adi, 2013). Bencana ini termasuk dalam prioritas penanggulangan dan pengurangan resiko oleh pemerintah Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan penilaian indeks kerentanan dan indeks resiko terhadap bencana ini untuk setiap provinsi di Indonesia (BNPB, 2016).

Berdasarkan data Indeks Resiko Bencana Indonesia tahun 2016, sekitar 388.149 jiwa terpapar resiko bencana banjir bandang di Provinsi Nusa

Tenggara Barat (NTB), dimana 63.141 jiwa berada di Bima dan 26.136 jiwa berada di Kota Bima (BNPB, 2016). Angka tersebut meningkat dengan adanya banjir bandang di Provinsi NTB pada tanggal 21 dan 23 Desember 2016. Banjir bandang ini menimbulkan kerugian baik fisik, sosial, ekonomi maupun lingkungan. Kerugian fisik dan lingkungan yang terjadi yaitu terdapat 203 rumah yang hanyut, 652 rumah rusak berat, 742 rumah rusak sedang dan juga 18.294 rusak ringan/terendam (BNPB, 2017). Sejumlah lima kecamatan di Kota Bima terdampak oleh bencana ini hingga menyebabkan 105.754 jiwa terdampak (BNPB, 2017). Bencana ini dipicu oleh kondisi curah hujan ekstrem yang terjadi sejak tanggal 20 Desember 2016 (BNPB, 2017).

Saat ini kondisi spasial curah hujan ekstrem untuk menganalisis kejadian bencana dilakukan menggunakan data satelit karena kurangnya ketersediaan data observasi. Renggono dan Syaifullah (2011) melakukan

(2)

8

analisis kondisi curah hujan saat terjadinya banjir bandang di Papua Barat dengan menggunakan data TRMM. Dalam makalah ini, data GSMaP digunakan untuk mengetahui kondisi curah hujan pada saat dan sebelum terjadinya banjir bandang di Bima pada tanggal 21 dan 23 Desember 2016. Selain itu, dilakukan pula analisis topografi dengan tujuan untuk mengetahui faktor lain yang memungkinkan menjadi penyebab terjadinya banjir bandang.

2 DATA DAN METODE

Data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah data plot spasial GSMaP dengan resolusi spasial 0.1º dan resolusi temporal perhari di kawasan Bima (117.6-119.4 BT, 8-9 LS) yang diolah dan didapat dari http://sharaku. eorc.jaxa.jp/GSMaP_crest/html/data.ht ml pada tanggal 20-23 Desember 2016. GSMaP sendiri merupakan proyek dari Japan Science and Technology Agency (JST) dan didukung oleh tim sains JAXA Precipitation Measuring Mission (PMM), yang bertujuan untuk memproduksi data curah hujan global berbasis satelit dengan resolusi dan presisi yang tinggi (Okamoto, K. et al., 2005; Kubota, T. et al., 2007; Aonashi, K. et al., 2009; Ushio, T. et al., 2009). Data lain yang digunakan adalah data topografi berupa data DEM (Digital Elevation Model) SRTM90 dari USGS (https://earthexplorer.usgs.gov/) untuk menganalisis topografi wilayah terjadinya bencana. Sementara metode yang digunakan adalah adalah metode analisis deskriptif pemaparan kondisi curah hujan di Kawasan Bima berdasarkan plot data GSMaP dan kondisi topografi wilayah.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Peta Topografi Bima, Nusa Tenggara Barat

Tahun 2016 merupakan salah satu tahun dengan jumlah kejadian bencana yang paling tinggi di Indonesia, dengan 89% diantaranya adalah bencana

hidrometeorologi yang didominasi oleh banjir (BNPB, 2016). Salah satu yang paling menyita perhatian adalah bencana banjir bandang di Bima, Nusa Tenggara Barat pada Desember 2016. Hal ini disebabkan bencana banjir bandang ini terjadi dalam skala besar selama dua hari dalam seminggu yaitu pada 21 Desember 2016 dan 23 Desember 2016.

Beberapa faktor penyebab banjir adalah dapat berupa perubahan tata guna lahan, sistem pengendalian banjir yang tidak tepat, curah hujan tinggi, fisiografi sungai, kapasitas sungai yang tidak memadai, pengaruh air pasang, penurunan tanah, bangunan air, dan kerusakan bangunan pengendali banjir (Kodoatie dan Syarief, 2006). Sementara Doswell (1996) menyampaikan bahwa banjir bandang juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti meningkatnya curah hujan, ukuran drainase, dan topografi.

Jika dilihat dari karakteristiknya, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat termasuk kedalam kawasan dengan topografi rendah yang dikelilingi kawasan bertopografi tinggi (Gambar 3-1). Jika dilihat dari peta, Kota Bima berada di ketinggian 0-1.000 meter di atas permukaan laut, sementara di sebelah timur Kota Bima berbatasan langsung dengan Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima yang berada di ketinggian 1.500-2.000 diatas permukaan laut. Dalam hal ini, terdapat suatu kemungkinan bila terjadi curah hujan tinggi di Kecamatan Wawo, maka genangan air dapat mengalir ke Kota Bima. Hal ini disebabkan kondisi topografi kecamatan Wawo yang lebih tinggi dapat membuat air hujan mengalir ke tempat yang topografinya lebih rendah salah satunya ke Kota Bima. Oleh sebab itu, terdapat sebuah spekulasi bahwa banjir besar yang terjadi di Kota Bima bukan hanya disebabkan curah hujan di Kota Bima sendiri melainkan juga ada kiriman curah hujan dari kawasan lain yang topografinya lebih tinggi salah satunya dari Kecamatan Wawo.

(3)

9

Gambar 3-1: Peta Topografi Kawasan Bima, Nusa Tenggara Barat (lingkaran merah)

Analisis peta topografi di atas diperkuat dengan pernyataan Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengenai kondisi DAS Sari yang alirannya meliputi Kecamatan Wawo (hulu) dan Kota Bima (hilir) (Gambar 3-2). Tak hanya mempunyai topografi yang tinggi, Kecamatan Wawo juga mempunyai daerah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya serta pola usaha tani dan kurang memperhatikan kaidah konservasi tanah (PDASHL KLHK).

Gambar 3-2: Kondisi lingkungan di DAS Sari (sumber: http://www. wartantb. com/dirjen-pdashl-pimpin-rapat-penanganan-das-sari/ diakses 27 April 2018)

3.2 Analisis Curah Hujan Hasil Keluaran GSMaP

Banjir di Kota Bima terjadi pada tanggal 21 Desember 2016 dan 23 Desember 2016. Dari hasil pantauan GSMaP, pada tanggal 20 Desember atau sehari sebelum kejadian banjir, curah hujan di Bima berada masih di kisaran 10-20 mm/hari (Gambar 3-3a). Besaran curah hujan ini tidak menyebabkan banjir di Kota Bima. Sementara tanggal 21 Desember 2016, curah hujan di kawasan Kota Bima dan sekitarnya mencapai lebih dari 80 mm/bulan (Gambar 3-3b). Angka ini cukup besar, mengingat curah hujan tersebut terjadi dalam sehari. Sudewi, R. et al. (2015) menyatakan curah hujan sebesar 75-87 mm/hari termasuk dalam kategori siaga 1 yang berpotensi menimbulkan bencana. Jika dihubungkan dengan letak topografi, besar kemungkinan genangan yang terjadi di Kota Bima bukan hanya berasal dari hujan di Kota Bima saja. Hujan di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima kemungkinan besar turut berkontribusi dalam hal terjadinya genangan di Kota Bima.

Hal ini kemudian didukung dengan kondisi tata guna lahan di Kecamatan Wawo yang tidak sesuai dengan peruntukannya sehingga menyebabkan air limpasan cenderung lebih banyak mengalir ke daerah hulu DAS Sari atau ke arah Kota Bima.

(4)

10

(b)

Gambar 3-3: Plot curah hujan GSMaP pada (a) 20 Desember 2016 dan (b) 21 Desember 2016, di Bima (lingkaran merah)

Sementara pada tanggal 22 Desember 2016, curah hujan di Kota Bima hanya berkisar 24-50 mm/hari (Gambar 4a). Besar kemungkinan hujan ini turut memperparah banjir yang terjadi pada 21 Desember 2016 atau sehari sebelumnya.

(a)

(b)

Gambar 3-4: Plot curah hujan GSMaP pada (a) 20 Desember 2016 dan (b) 21 Desember 2016, di Bima (lingkaran merah)

Sementara saat banjir terjadi pada 23 Desember 2016, curah hujan di Nusa Tenggara Barat bagian timur termasuk Kota Bima dan Kabupaten Bima mencapai 60 hingga lebih dari 80 mm/hari (Gambar 4b). Tingginya curah hujan hampir di seluruh kawasan dataran tinggi yang mengelilingi Kota Bima menjadi salah satu penyebab cukup parahnya banjir yang terjadi di Kota Bima.

4 PENUTUP

Besarnya dampak yang ditimbulkan akibat banjir di Bima membuat spekulasi bahwa banjir ini tidak hanya ditimbulkan faktor tingginya curah hujan di Bima sendiri melainkan ada kiriman dari kawasan lain. Rendahnya topografi di Kota Bima serta tingginya topografi di kecamatan Wawo yang berbatasan langsung dengan Kota Bima memperkuat spekulasi ini. Hasil plot GSMaP menunjukan bahwa curah hujan relatif rendah pada hari sebelum kejadian bencana, sehingga tidak menimbulkan dampak yang signifikan pada hari sebelum kejadian bencana. Namun, curah hujan pada saat kejadian banjir baik pada tanggal 21 Desember 2016 dan 23 Desember 2016 tergolong tinggi di Kota Bima dan Kecamatan Wawo yaitu berkisar lebih dari 80 mm. Hal ini memperkuat dugaan bahwa banjir di Kota Bima tidak hanya berasal dari tingginya curah hujan di Kota Bima saja melainkan juga di Kecamatan Wawo yang berbatasan langsung dengan Kota Bima.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih pada Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, LAPAN yang telah memberikan dukungan dan fasilitasi sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

DAFTAR RUJUKAN

Adi, S., 2013. Karakterisasi Bencana Banjir Bandang di Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 15, No. 1, 42-51.

(5)

11

BNPB, 2016. Resiko Bencana Indonesia 2016. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. http:// inarisk. bnpb. go.id/ pdf/Buku%20RBI_Final_low.pdf. BNPB, 2017. Informasi Kebencanaan Bulanan

Teraktual Desember 2016. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. https://www.bnpb.go.id/uploads/public ation/info_bencana_desember_final.pdf. Doswell, C., Harold, E., Brooks, Robert, A.,

Maddox, 1996. Flash Flood Forecasting: An Ingredients-Based Methodology. https://doi.org/10.1175/1520-0434 (1996)011<0560:FFFAIB>2.0.CO;2. BAPPENAS, 2017. Penanganan Banjir Bima 9

Januari 2017. http:// kawasan. bappenas.go.id/images/data/Kegiatan/ Berita/20012017/Penanganan_Banjir_ Bima_9_Jan_2017.pdf.

K., Aonashi, J., Awaka, M., Hirose, T., Kozu, T., Kubota, G., Liu, S., Shige, S., Kida, S., Seto, N., Takahashi, and Y. N., Takayabu, 2009. GSMaP Passive, Microwave Precipitation Retrieval Algorithm: Algorithm Description and Validation. J. Meteor. Soc. Japan, 87A, 119-136. K., Okamoto, T., Iguchi, N., Takahashi, K.,

Iwanami and T., Ushio, 2005. The Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) Project, 25th IGARSS Proceedings, 3414-3416.

Kodoatie, Robert, J., dan Roestam, S., 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Penerbit Yarsif Watampone, Jakarta.

Renggono F., dan Syaifullah M.D., 2011. Kajian Meteorologis Bencana Banjir Bandang di Wasior, Papua Barat. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vol 12, No 1 (2011). Sudewi R., Sasmito A., dan Kurniawan R., 2015.

Identifikasi Ambang Batas Curah Hujan Saat Kejadian Banjir di Jabodetabek: Studi Kasus Banjir Jakarta Tanggal 9 Februari 2015. Jurnal Meteorologi dan Geofisika VOL. 16 NO. 3 TAHUN 2015: 209-215.

T., Kubota, S., Shige, H., Hashizume, K., Aonashi, N., Takahashi, S., Seto, M., Hirose, Y. N., Takayabu, K., Nakagawa, K., Iwanami, T., Ushio, M., Kachi, and K., Okamoto, 2007. Global Precipitation Map using Satelliteborne Microwave Radiometers by the GSMaP Project : Production and Validation, IEEE Trans. Geosci. Remote Sens., Vol. 45, No. 7, 2259-2275.

T., Ushio, T., Kubota, S., Shige, K., Okamoto, K., Aonashi, T., Inoue, N., Takahashi, T., Iguchi, M., Kachi, R., Oki, T. Morimoto, and Z., Kawasaki, 2009. A Kalman filter approach to the Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) from Combined Passive Microwave and Infrared Radiometric Data. J. Meteor. Soc. Japan, 87A, 137-151.

(6)

Gambar

Gambar 3-1: Peta  Topografi  Kawasan  Bima,  Nusa  Tenggara  Barat  (lingkaran  merah)
Gambar 3-3: Plot curah hujan GSMaP pada (a)  20  Desember  2016  dan  (b)  21  Desember  2016,  di  Bima  (lingkaran merah)

Referensi

Dokumen terkait

Modalitas epistemik ’keharusan’ dalam bahasa Minangkabau dialek Pariaman dinyatakan dengan keterangan menjelaskan verba, atau inti dari predikat, seperti kata aruih

Fasilitas ekonomi kreatif ini menjadi wadah kegiatan untuk mengembangkan dan melestarikan seni dan budaya Betawi, serta berinteraksi dengan wisatawan dari berbagai daerah

Jadi, bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada masa kehamilan dapat memperhatikan hak-hak wanita hamil sehingga asuhan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan

Adalah berhubungan dengan fakta bahwa hasil berbeda yang dihasilkan dalam pemasaran sebuah produk atau jasa disebabkan karena mereknya, bila dibandingkan dengan

Pada saat pengakuan awal, Perusahaan mengklasifikasikan instrumen keuangan dalam kategori berikut: aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba

Pada umumnya pipa hitam digunakan oleh para arsitektur untuk pekerjaan railing tangga dimana pipa hitam dilapis dengan cat untuk menambah estetika. PIPA

Kanus (2006) dan Kruszweski (2002) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat

Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang dapat digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail (x, y, z) pada setiap titik atau