BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diterima. Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Proses menua dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua mahluk hidup (Nugroho, 2008).
Penuaan adalah normal dan tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Namun demikian penuaan pada setiap individu akan berbeda tergantung pada stresor yang mempengaruhi penuaan itu sendiri (Stanley & Patricia, 2006).
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan
Menurut Miller (1995) dalam Tamher, S dan noorkasiani (2009) faktor yang mempengaruhi penuaan antara lain:
a. Psikologis
Komponen yang beperan adalah kapasitas penyesuaian diri yang terdiri atas pembelajaran, memory (daya ingat), perasaan kecerdasan, dan motivasi. Selain hal-hal tersebut, dari aspek psikologis dikenal isu yang erat hubungannya dengan lansia yaitu teori mengenai timbulnya depresi, gangguan kognitif, stress serta koping.
b. Biologis
Sebagaimana layaknya manusia yang tumbuh nsemakin lama semakin tua dan proses penuaannya bukan karena evolusi akan tetapi karena proses biologis dan keausan pada tubuh.
c. Sosial
Lingkungan sosial sangat mempengaruhi proses penuaan karena lingkungan sosial yang nyaman dan bebas dari penyakit menular akan meningkatkan derajat kesehatan.
2. Teori-teori proses menua
Menurut Nugroho (2008) secara individual tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda karena masing-masing lansia mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda dan tidak ada satu faktor pun ditemukan untuk mencegah proses menua.
Teori kejiwaan sosial 1) Aktivitas atau kegiatan
a) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
b) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan dan ke lanjut usia.
c) Lansia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas selama mungkin dan secara mandiri.
2) Kepribadian berlanjut
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori atas, pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personaliti yang dimilikinya.
3) Teori pembebasan
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya, pada lanjut usia pertama diajukan oleh Cumming dan Henry, teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepas diri dari kehidupan
sosialnya tahu menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni: kehilangan peran, hambatan kontak sosial, berkurangnya komitmen.
Triple loss akan mempengaruhi konsep diri karena lansia merasa tidak berarti
karena kehilangan peran dan cendeung menarik diri dari lingkungan yang menyebabkan lansia menjadi memiliki harga diri rendah.
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia
Perubahan yang terjadi pada lanjut usia menurut Nugroho (2003) yaitu : a. Perubahan fisik
1) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
2) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga menjadi katarak yang menyebabkan gangguan penglihatan, hilangnya daya akomodasi, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, menurunnya lapang pandang sehingga luas pandangnya berkurang luas. Penurunan sisstem penglihatan dan pendengaran akan mempengaruhi persepsi karena lansia tidak bisa membedakan objek dan mempengaruhi konsep diri karena lansia merasa tidak berguna dengan penurunan yang dialaminya.
b. Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih cenderung disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau penurunan kognitif berkenaan dengan proses menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini dianggap lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari penelitian ”Cross sectional” dan longitudional didapatkan bahwa kebanyakan, namun tidak semua lansia mengalami gangguan memori dan belajar dengan melanjutnya usia, terutama setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ (intelegentia quotien) tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
c. Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitas nya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan finansial, status, teman dan pekerjaan. Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia seseorang biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan lebih mementingkan tentang kematian itu sendiri serta kematian dirinya, kondisi seperti ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk, pada waktu kesehatannya memburuk mereka cenderung untuk berkonsentrasi pada masalah kematian dan mulai dipengaruhi oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung bertentangan dengan pendapat orang yang lebih muda, dimana kematian bagi mereka tampaknya masih jauh dan karena itu mereka kurang memikirkan tentang kematian.
d. Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement theory, yang berarti ada penarikan diri dari masayarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Pemisahan diri hanya dilakukan baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru. Karena telah lanjut usia mereka sering kali dianggap terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang lamban dan kesigapan dan kecepatan bertindak dan berpikir yang menurun. Daya ingat mereka memang banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan dimensia, biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal yang baru terjadi.
Hal-hal yang berpengaruh terhadap psikologis pada lansia yaitu : kognisi, moral dan konsep diri. Kognisi merupakan proses dimana input sensori ditransformasikan atau disimpan dan didapatkan kembali, beberapa komponen dari proses kognitif adalah persepsi, berfikir dan memori, semua bisa dipengaruhi oleh perubahan pada lansia, mitos yang terdapat pada lanjut usia, mereka tidak mampu atau tidak bisa untuk belajar, untuk mengingat dan untuk berfikir sebaik sewaktu mereka masih muda, tetapi kenyatannya kebanyakan orang tua masih bisa untuk belajar, berfikir dan mampu untuk menyimpan kecerdasan atau intelegensi mereka. Moral merupakan suatu pedoman dan pengendalian dalam berperilaku pada lansia, perilaku lansia semakin kekanak-kanakan, moral merupakan kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup, ini termasuk komponen emosional dari perilaku lansia itu sendiri sebagai gambaran dari perasaan lansia di masa lalu, sekarang dan masa depan. Dalam ulasan yang lebih luas tentang kesehatan dan penuaan tidak selalu dapat
disimpulkan bahwa penambahan usia dapat diterangkan dengan perubahan dari kepuasan hidup, moral, kebahagiaan atau stress psikologis. Konsep diri pada lansia dikaitkan dengan perilaku lansia, dimana akibat peningkatan umur lansia cenderung menjadi introvet (menarik diri), lansia ingin mengungkapkan pengalaman hidup yang selama ini ia alami, tetapi keluarga menganggapnya sebagai orang yang cerewet dan cenderung menghindari, sehingga lansia tersebut menjadi pendiam dan menarik diri, proses ini membentuk persepsi seseorang tentang tubuhnya, persepsi ini mencakup tentang perubahan fisik psikologis dan psikososial.
B. Konsep diri
1. Konsep diri pada lansia
Konsep diri didefinisikan sebagai semua ide, pikiran, perasaan keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart, 2006). Ide-ide, pikiran dan perasaan dan keyakinannya ini merupakan persepsi yang bersangkutan dengan karakteristik dan kemampuan interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai yang dikaitkan dengan pengalaman dan objek sekitarnya serta tujuan dan idealismenya (Sulistiyawati, 2005).
Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia. Konsep diri juga diartikan cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual (Sunaryo, 2004). Konsep diri pada lansia adalah cara pandang lansia melihat dirinya dan lingkungan di sekitarnya yang terbentuk dari lahir dan pengalaman lansia itu sendiri.
2. Komponen konsep diri
Menurut Stuart (2006) komponen konsep diri antara lain: a. Citra tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Citra tubuh dimodifikasi secara berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Agar individu mampu berrfungsi dan mendemonstraskan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, maka hendaknya ideal diri di tetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.
c. Harga diri
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
d. Performa peran
Serangkaian pula perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. e. Identitas pribadi
Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang.
Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus menerus berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
Menurut Stuart & Sudden (1998) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant other (orang yang terpenting atau orang yang terdekat) dan Self Perseption (persepsi terhadap diri sendiri).
a. Teori perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatan memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama pangilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai pada diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasikan potensi yang nyata.
b. Significant Other (orang yang terpenting atau terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain yaitu dangan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaaruhi orang yang terdekat, remaja dipengaruhi oleh orang yang terdekat dengan dirinya, pengaruh orang yang dekat atau penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi. c. Self Perseption (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaianya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya terhadap situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui penanganan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku indvidu.
Individu dengan perikaku yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat diihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
4. Pembagian konsep diri
Menurut Keliat (1992) konsep diri di bagi menjadi dua bagian yaitu: a. Konsep diri positif
Dasar dari perilaku individu yang lebih efektif terlihat dari kemampuan interpesrsonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan dan menunjukkan individu akan sukses dalam hidupnya.
b. Konsep diri negatif
Kebalikan dari konsep diri positif yang dilihat dari hubungan individu dan sosial yang cenderung memiliki harga diri rendah, dan kekecauan identitas.
C. Persepsi diri pada lansia
Persepsi diri adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang diri yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang integrated pada dalam diri individu yang merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera, proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, apabila waktu individu menerima stimulus melalui alat indera seperti mata, telinga, hidung, pengecap dan peraba yang digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu (Walgito, 2003). Persepsi diri juga dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui panca indera dengan didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan tentang hal yang di amati, baik yang ada di luar maupun dalam diri individu (Sunaryo, 2004). Persepsi diri pada lansia adalah proses pengorganisasian terhadap rangsangan yang diterima lansia melalui panca indera baik rangsangan dari luar maupun rangsangan dari diri lansia sendiri.
1. Macam-macam persepsi diri
Ada dua macam persepsi menurut Sunaryo (2004) yaitu :
a. External perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar individu.
b. Self perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari dalam individu, dalam hal ini yang menjadi obyek adalah dirinya sendiri
2. Syarat-syarat terjadinya persepsi diri
Menurut Sunaryo (2004) syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut : a. Adanya obyek yang di persepsikan
Obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga datang dari individu yang bersangkutan yang berlangsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus dapat dari luar individu. Kerusakan sistem penglihatan mempengaruhi lansia untuk membedakan objek yang ada.
b. Alat indera atau reseptor
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Pada lansia yang mengalami penurunan alat indera akan mempengaruhi persepsi terhadap objek yang ada.
c. Diperlukan adanya perhatian
Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan obyek. Lansia cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif cenderung sulit untuk konsentrasi.
d. Ada syaraf sensoris
Sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran). Dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diri
Menurut Notoatmodjo (2003) persepsi ditentukan oleh dua faktor: a. Faktor internal
Yaitu faktor dimana dalam diri individu akan mempengaruhi individu mengadakan persepsi.
b. Faktor eksternal
1) Faktor stimulus itu sendiri
Agar stimulus dapat dipersepsikan, maka stimulus harus cukup kuat, stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran yang sudah dapat dipersepsikan oleh individu. Kejelasan stimulus akan banyak berpengaruh dalam persepsi dan stimulus yang kurang jelas juga akan mempengaruhi dalam ketepatan persepsi.
2) Faktor lingkungan dimana persepsi berlangsung
Lingkungan atau situasi khususnya yang melatar belakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi, lebih-lebih bila obyek persepsi adalah manusia, obyek dan lingkungan yang sulit dipisahkan.
D. Posbindu
1. Definisi posbindu
Posbindu adalah pos pembinaan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah yang digerakkan oleh masyarakat, dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan dan di selenggarakan melalui program Puskesmas dengan
melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi, 2008).
2. Tujuan posbindu
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b. Mendekatkan pelayanan serta meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut,
c. Untuk memperoleh peningkatan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usia lanjut untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna bagi kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaanya di tengah-tengah masyarakat.
3. Sasaran Pembinaan posbindu
Menurut Depkes, RI (2001) Sasaran Pembinaan posbindu a. Sasaran langsung
Sasaran pembinaan langsung meliputi Kelompok usia 45-59 tahun, kelompok usia lanjut 60-69 tahun, dan kelompok usia lanjut resiko tinggi usia lebih dari 70 tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
b. Sasaran tidak lansung
Sasaran pembinaan tidak langsung meliputi Keluarga di mana usia lanjut berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut, masyarakat luas dan petugas kesehatan yang melayani kesehatan usia lanjut.
4. Upaya kegiatan usia lanjut
a. Pemeriksaan fisik yang meliputi: pemeriksaaan urin, darah, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan nadi pemeriksaan status gizi, pengukuran barat badan dan tinggi badan, pemberian makanan tambahan.
b. Pemeriksaan aktivitas sehari-hari seperti: makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil.
c. Pemeriksaan status mental: pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional
d. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila ditemukan ada kelainan.
e. Penyuluhan kelompok, konseling kesehatan sesuai masalah yang dihadapi lansia
f. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas kesehatan bagi anggota kelompok lansia yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat (public health nursing)
g. Kegiatan olah raga antara lain senam lanjut usia, gerak jalan santai, dan sebagainya untuk meningkatkan kebugaran.
h. Kegiatan non kesehatan berupa kegiatan kerohaniaan, arisan, forum diskusi kegiatan ekonomi produktif, penyaluran hobi.
i. Kegiatan inovatif: kegiatan yang bertujuan untuk mencegah kepikunan, yang pada dasarnya melatih fungsi syarat motorik seperti:bercerita, bernyanyi, pemainan kata, permainanan kata, permainan angka, permainan huruf, menggambar, catur, rekreasi.
5. Kendala pelaksanaan posbindu
a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posbindu
b. Jarak rumah dengan lokasi posbindu yang jauh dan sulit di jangkau
c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang di posbindu
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1 : Kerangka Teori (Nugroho, 2002: Sulistiyawati, dkk 2005) F. Kerangka Konsep
Variabel dependen Variabel independen
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Proses Menua: -Perubahan Fisik - Perubahan Mental - Perubahan Psikososial - Perubahan Psikologis Faktor konsep diri :
1. Teori perkembagan 2. Significant Other (orang
yang terpenting atau terdekat)
3. Self Perseption (persepsi diri sendiri)
Konsep diri 1. Citra tubuh 2. Ideal diri 3. Harga diri 4. Peran 5. Identitas pribadi
Persepsi lansia tentang
proses menua
Keikutsertaan lansia di
posbindu
G. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu : 1. Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah persepsi lansia tentang proses menua dan konsep diri
2. Variabel Indipenden (bebas)
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Keikutsertaan lansia di posbindu H. Hipotesis
Ada perbedaan antara persepsi lansia tentang proses menua dan konsep diri pada lansia yang mengikuti posbindu dan tidak mengikuti posbindu