• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Komunitas Cendawan Saprob Berspora Asal Serasah Meranti

Sebanyak 260 sampel serasah meranti yang terdiri dari 130 serasah daun dan 130 serasah ranting diamati keberadaan cendawan saprob bersporanya. Dari seluruh sampel serasah, hanya 71 (54.7%) sampel serasah daun dan 59 (45.3%) sampel serasah ranting yang terinfestasi cendawan saprob. Persentase serasah daun yang diinfestasi oleh cendawan lebih tinggi daripada persentase serasah ranting. Hal ini diduga berkaitan dengan kadar air subtrat dan kadar air tanah. Serasah daun memiliki kadar air (3.98%) yang sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar air (3.39%) serasah ranting (Tabel 1) dan kadar air kedua substrat ini relatif sangat rendah. Tumpukan daun yang lebih luas daripada ranting di permukaan tanah akan membentuk kondisi lingkungan mikro yang menunjang kehidupan cendawan di permukaan daun yang menghadap ke tanah. Kadar air dan kelembapan udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan cendawan terutama dalam proses perkecambahan spora, pertumbuhan miselium dan pembentukan spora (Yoder & Wood 1973). Beberapa cendawan seperti Aspergillus flavus, Aspergillus candidus dan Aspergillus glaucus tumbuh pada subtrat dengan kadar air sekitar 9.3-11.3% (Paderes et al. 1996). Oleh sebab itu kemungkinan lain adalah cendawan saprob yang ditemukan pada serasah tersebut merupakan cendawan yang berada dalam keadaan dorman.

Tabel 1 Parameter lingkungan pada lokasi pengambilan sampel

Parameter Nilai

pH tanah 6 Intensitas cahaya 120 Kadar air tanah 38.34% Kadar air serasah ranting 3.39% serasah daun 3.98% Rasio C/N serasah ranting 67.12 serasah daun 55.97

Jumlah sampel daun yang diperlukan untuk menggambarkan komunitas cendawan saprob berspora berbeda dari jumlah sampel ranting. Peningkatan jumlah sampel serasah yang diobservasi menyebabkan peningkatan jumlah spesies cendawan yang ditemukan dan mencapai maksimum pada titik asimtotnya (Gambar 2). Asimtot dicapai pada sampel ke 72 untuk serasah daun dan sampel ke 100 untuk serasah ranting. Oleh karena itu 130 sampel serasah daun dan 130 sampel serasah ranting yang digunakan dalam penelitian ini, dapat memberikan perkiraan yang layak mengenai komunitas cendawan saprob bersporanya.

(2)

Gam mera cend hifom ini te sebag Pesta ditem cend lima viren nilgir bysso theob porto myrs Gam Jumla h spe sie s c enda wa n mbar 2 Ku ter Sebanyak anti yang te dawan anam miset (34.5% elah dilapor gai penghu alotiopsis. mukan pada dawan sapro spesies ce ns, Ficus be rica, Lasi oides dan bromae me oricensis m sinaefolia. mbar 3 Kom ranti 0 5 10 15 20 25 1 9 17 urva spesies rhadap juml 29 spesies elah terinfe morf (75.9% %) (Gamba rkan sebelu uni serasah Cendawan a jenis inan ob ini bersi endawan ya enjamina, F iodiplodia Septonema emiliki FK> memiliki fre mposisi kelo ing meranti 17 25 33 41 49 Jumlah s area dari ah sampel y s cendawan stasi terdiri %) yang te ar 3). Beber umnya oleh h meranti saprob ya ng yang lain ifat host-re ang umum Ficus fistulos theobroma harknessi > 3%. Shiro ekuensi keb ompok cend i 49 57 65 73 81 sampel serasah Hifomise 34.5% jumlah sp yang diobse n ditemukan i dari 7 ask erdiri dari rapa genus Osono et a seperti Be ang ditemuk n. Oleh kar ccurence. W menginfest sa dan Ficu ae, Ophioc . Beltranie ouzu et al. beradaan y dawan yang 81 89 97 105 113 h meranti Askomis 24.1% Soelomiset 41.4% et pesies cend ervasi n pada sera komiset (24 12 soelom yang ditem al. (2009) d eltraniella, kan pada s rena itu, da Wang et al tasi daun F us semicord ceras lept ella nilgiric (2009) men yang tinggi g menginfes 113 121 129 et awan yang asah ranting 4.1%) dan miset (41.4% mukan pada dan Soni et Lophoderm serasah me apat dikatak l. (2008) m Ficus altissi data yaitu B tosporum, ca dan Las nemukan B pada daun stasi serasah serasah da serasah ra g diperoleh g dan daun 22 spesies %) dan 10 a penelitian al. (2011) mium, dan eranti juga kan bahwa menemukan ima, Ficus Beltraniella Periconia siodiplodia Beltraniella n Quercus h daun dan aun meranti anting merantti

(3)

Kelompok cendawan anamorf lebih dominan dibandingkan teleomorf (Gambar 3) seperti yang ditemukan oleh Osono et al. (2009) dan Soni et al. (2011). Pinruan et al. (2007) juga menemukan pertumbuhan anamorf yang lebih cepat dalam menginfestasi daun palem karena mampu menggunakan pati dan gula pada serasah daun palem tersebut.

Anggota-anggota komunitas cendawan pada serasah meranti memiliki pertelaan sebagai berikut:

1. Annulohypoxylon purpureonitens Hsieh, Ju & Rogers, Mycologia 97: 844-865 (2005) (Xylariaceae)

Annulohypoxylon purpureonitens memiliki stroma yang terdapat di

permukaan serasah ranting (Gambar 4a), tubuh buah semiglobos, menyerupai bantalan berwarna hitam karbon dengan ostiol. Askus silindris dengan 8 askospora (Gambar 4b), askospora uniseriat, satu sel, berwarna coklat (Gambar 4c) dan memiliki celah kecambah. Miselium pada media PDA (Gambar 5) berwarna putih.

Sebanyak 49 spesies Annulohypoxylon telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Annulohypoxylon purpureonitens pertama kali dilaporkan oleh Hsieh et al. pada tahun 2005 (Index Fungorum 2013). Keberadaan Annulohypoxylon purpureonitens di Indonesia belum pernah dilaporkan sebelumnya, oleh sebab itu tulisan ini merupakan laporan yang pertama. Selain pada serasah meranti, Annulohypoxylon tersebar pada beberapa inang diantaranya Alnus glutinosa, Betula pendula, Betula pubescens, Betula pubescens subsp. carpatica, Carpinus betulus, Corylus avellana, Fagus orientalis, Fraximus excelsior, Quercus acutissima, Quercus variabilis, Salix sp. dan Sorbus aucuparia subsp. glabrata (USDA fungus host database 2006).

Gambar 4 Stroma Annulohypoxylon purpureonitens di permukaan ranting (a), askus (b) dan askosporanya (c)

a c b a b c

(4)

Gam satu numb 100% purp Gam 2. D (Gam gada Asko halus (Inde A mbar 5 Kolo atas Annulohyp clade deng ber FM209 % (Gambar ureonitens. mbar 6 Ked poho Diatrype chlo Diatrype mbar 7a), p a dengan 8 ospora berb s. Sebanyak ex Fungorum A oni Annuloh (A) dan per

poxylon pur gan isolat A 9452, FM20 6). Hal ini dudukan An on filogenet orosarca B chlorosarca permukaan 8 askospor bentuk alan 495 spesies m 2013). D hypoxylon p rmukaan ba rpureoniten Annulohypo 09451 dan F i menegaska nnulohypoxy tik

erk. & Bro a memiliki stroma dat ra, unitunik ntoid, 2-3 s s Diatrype t Diatrype chlo purpureonite awah (B) ns IPBCC.13 oxylon purp FM209448) an pengama ylon purpur oome (Diatr i askoma y ar atau sed kat, dan m eriat, 1-sel telah tercat orosarca pe B ens pada me 3.1077 hasi pureonitens ) dengan ni atan morfol reonitens IP rypaceae) yang terben dikit cembu memiliki pe , sub hialin at dari berb ertama kali edia PDA, p il penelitian (GenBank ilai bootstra logi Annulo PBCC.13.1 nam di dala ung. Askus edisel (Gam n dan dind bagai wilaya dilaporkan permukaan n ini berada k accession ap sebesar ohypoxylon 077 dalam am stroma berbentuk mbar 7b). ding selnya ah di dunia oleh Berk.

(5)

dan Broome pada tahun 1873 (Index Fungorum 2013). Adanya Diatrype chlorosarca pada serasah meranti merupakan catatan baru bagi spesies ini di Indonesia. Diatrype chlorosarca tersebar pada beberapa inang yaitu Archontophoenix alexandrae, Archontophoenix sp., Parashorea plicata, Trachycarpus fortunei, dan Trachycarpus sp. (USDA fungus host database 2006).

Gambar 7 Stroma Diatrype chlorosarca yang terbenam pada ranting (a), askus (b) dengan askospora.

3. Didymosphaeria epidermidis Fuckel, Jb. nassau. Ver. Naturk. 23-24: 140 (1870) (Didymosphaeriaceae)

Didymosphaeria epidermidis memiliki askoma yang terbenam dalam serasah ranting (Gambar 8a). Askus silindris dengan 8 askospora (Gambar 8b). Askospora uniseriat, elipsoid, 2 sel dan berwarna coklat (Gambar 8c).

Gambar 8 Askoma Didymosphaeria epidermidis yang terbenam pada ranting (a), askus (b) dan askosporanya (c)

Didymosphaeria epidermidis pertama kali dilaporkan oleh Fuckel pada tahun 1870 dengan ciri-ciri yaitu memiliki askus silindris dengan 8 askospora, 2 sel, tersusun secara uniseriat. Sebanyak 511 spesies Didymosphaeria telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Didymosphaeria epidermidis yang menginfestasi serasah meranti belum pernah dilaporkan

a b c a b a

(6)

sebelumnya dan spesies ini ditemukan untuk pertama kalinya di Indonesia. Selain pada meranti, spesies ini tersebar pada beberapa inang yaitu Aster ericoides var. platyphyllus, Berberis sp., Berberis vulgaris, Calicotome villosa, Calicotome spinosa, Dalbergia melanoxylon, Erigeron canadensis, Eucalyptus globulus, Philadelphus caucasius, Ribes uva-crispa, Salix caprea, Salix purpurea dan beberapa inang lain (USDA fungus host database 2006).

4. Lophiostoma sp. (Lophiostomataceae)

Lophiostoma sp. memiliki askoma yang juga terbenam dalam ranting (Gambar 9a). Askoma akan berada di atas substrat setelah terjadi pelapukan jaringan epidermis inang. Askus berbentuk gada, bitunikat dengan 8 askospora (Gambar 9b) dan memiliki cincin apikal (Gambar 9c). Askospora sedikit fusiform, 2-seriat, eusepta dan hialin (Gambar 9d).

Sebanyak 441 spesies Lophiostoma telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Lophiostoma tersebar pada banyak inang diantaranya Abies sp., Acer campestre, Acer cinerascens, Acer negundo, Acer platanoides, Acer saccharum, Achillea millefolium var. alpicola, Aconitum napellus, Aconitium septentrionale, Aegiceras corniculatum, Agropyron sp., Alnus glutinosa, Alnus incana, Amaranthus graecizans, Amelanchier alnifolia, Andropogon sp., Anthriscus silvestris, Arbutus unedo, Archontophoenix alexandrae, Cocos nucifera, Phragmites australis dan pada beberapa inang yang lain (USDA fungus host database 2006). Lophiostoma yang menginfestasi meranti baru pertama kali dilaporkan di Indonesia.

Gambar 9 Askoma Lophiostoma sp. terbenam dalam ranting (a), askus (b), cincin apikal (c), dan askospora (d)

a b b

c d a

(7)

5. Lophodermium sp. (Rhytismataceae)

Lophodermium sp. memiliki askoma subkutikular atau subepidermal, berbentuk elipsoid-fusiform atau elipsoid-oblong, berwarna coklat muda sampai hitam, memiliki sel seperti bibir, askoma sering mengelompok dan dikelilingi atau tidak dengan garis daerah hitam yang tipis (Gambar 10a). Askus silindris, unitunikat dengan 8 askospora (Gambar 10b). Askospora berbentuk filliform, 1-2 sel, lurus, hialin dan memiliki dinding sel yang halus (Gambar 10c).

Sebanyak 342 spesies Lophodermium telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Lophodermium asal Indonesia telah dilaporkan sebelumnya sebanyak 5 spesies yang tersebar pada beberapa inang yaitu Calamus sp, Mangifera indica, Scirpus sp, dan Elettaria sp. (USDA fungus host database 2006). Lophodermium yang menginfestasi Shorea baru pertama kali dilaporkan.

Gambar 10 Askoma Lophodermium sp. di permukaan daun (a), askus (b), dan askosporanya (c)

6. Pemphidium sp.(Xyalariaceae)

Pemphidium sp. memiliki askoma yang terbenam dibawah pseudostroma, terlihat sebagai piringan berwarna hitam, mengkilap, soliter atau mengelompok (Gambar 11a). Askus silindris, unitunikat dengan 8 askospora (Gambar 11b), memiliki parafisis (Gambar 11c). Askospora silindris, 3-4 seriat, 1 sel dan hialin (Gambar 11d).

Dari 17 spesies Pemphidium telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013), tidak satupun spesies pernah dilaporkan sebelumnya di Indonesia, oleh sebab itu laporan ini merupakan yang pertama. Selain pada meranti, spesies ini tersebar pada beberapa inang yaitu Berlinia sp., Calamus

c a

(8)

australis, Calamus caryotoides, Calamus moti, Dipterocarpus sp., Jessenia bataua, Mauritia flexuosa, Mauritia sp., Maximiliana regia dan Phenakospermum guianense (USDA fungus host database 2006).

Gambar 11 Askoma Pemphidium sp. di permukaan daun (a), askus (b), parafisis (c) dan askospora (d)

7. Valsa sp. (Valsaceae )

Valsa sp. memiliki stroma erumpent yang mengandung banyak askoma. Askoma terbenam dalam substrat, berwarna hitam dengan leher ostiol panjang (Gambar 12a), mengelompok atau di dalam lingkaran dalam stroma. Askus berbentuk gada (Gambar 12b) dengan 8 askospora. Askospora alantoid, biseriat, 1-sel dan hialin (Gambar 12c).

Sebanyak 865 spesies Valsa yang telah tercatat di dunia (Index Fungorum 2013). Dua spesies Valsa yaitu Valsa eugeniae dan Valsa myrtagena, telah dilaporkan menginfestasi Eucalyptus grandis di Indonesia. Valsa yang menginfestasi Shorea merupakan catatan pertama. Selain itu, Valsa tersebar pada banyak inang diantaranya Abies alba, Abies balsamea, Acer saccharum, Betula alba, Cocos nucifera, Eucalyptus globulus, Fagus sylvatica dan pada beberapa inang lain (USDA fungus host database 2006).

Gambar 12 Stroma Valsa sp. di atas permukaaan ranting (a), askus (b) dan askospora (c) a b d c a b c

(9)

8. Soelomiset sp. 1

Soelomiset sp. 1 memiliki konidia oval, tidak bersepta, hialin, dindingnya halus (Gambar 13) dan konidiofor tidak teramati.

Gambar 13 Konidia Soelomiset sp.1

9. Coniella musaiaensis Sutton (Schizoparmaceae)

Coniella musaiaensis memiliki konidia fusiform, tidak bersepta, berwarna coklat tua, dengan ukuran 7-10 μm x 3-5 μm (Gambar 14), konidiofor tidak teramati. Coniella musaiaensis pertama kali dilaporkan oleh Sutton pada tahun 1969 dengan ciri-ciri konidia fusiform berukuran 11-16 µm x 3.5-5 µm. Coniella memiliki ciri-ciri miselium terbenam, hialin, bercabang dan bersepta. Konidioma dalam bentuk piknidia, terpisah, bulat, berwarna coklat muda, terbenam dalam substrat memiliki satu lokus dan berdinding tebal. Konidiofor tidak ada. Sel konidiogen enteroblastik, fialid. Konidia berbentuk fusiform, lurus atau falkat, berwarna kuning langsat sampai coklat, tidak bersepta, halus, dan dindingnya tipis atau tebal (Sutton 1980).

Sebanyak 26 spesies Coniella telah tercatat di dunia (Index Fungorum 2013). Coniella musaiaensis pertama kali dilaporkan ada di Indonesia. Selain pada meranti, spesies ini terdapat pada Bauhinia malabarica (USDA fungus host database 2006).

Gambar 14 Konidia Coniella musaiaensis

(10)

10. Coryneum cf. betulinum Schulzer

Coryneum ini memiliki konidia fusiform, 4-5 distoseptat, berwarna coklat muda dengan ukuran 18-23 μm x 8-10 μm (Gambar 15). Ukuran konidia ini kurang dari pertelaan yang pertama kali dilihat oleh Schulzer pada tahun 1882 berukuran 31-36 µm x 14-17 µm, lurus, 4-5 distoseptat, meskipun bentuknya sama, konidiofor tidak teramati.

Coryneum memiliki ciri-ciri miselium terbenam, bercabang, memiliki septa, dan berwarna coklat muda. Konidioma dalam bentuk aservulus, konidiofor silindris, septat, bercabang pada bagian dasar, berwarna hialin sampai coklat pucat, dibentuk dari pseudoparenkim atas. Konidia berbentuk fusiform atau globos, mengerucut pada bagian dasar, sel pada bagian ujung sering pucat (Sutton 1980).

Sebanyak 228 spesies Coryneum telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Catatan tentang Coryneum di Indonesia belum ada. Coryneum penginfestasi serasah meranti juga belum pernah dilaporkan sebelumnya. Selain pada meranti, spesies ini tersebar pada beberapa inang yaitu Betula pendula, Betula rubra, Castanopsis fissa dan Fagus sylvatica (USDA fungus host database 2006).

Gambar 15 Konidia Coryneum cf. betulinum

11. Hendersoniopsis thelebola Höhnel, Annls mycol. 16: 124 (1918)

Hendersoniopsis thelebola mempunyai konidia fusiform, bersepta, dengan ukuran 24-27 μm x 5-7 μm (Gambar 16).

Hendersoniopsis thelebola pertama kali dilaporkan oleh Höhn pada tahun 1918 dengan ciri-ciri konidioma berukuran 1200 µm x 950 µm, makrokonidiofor berukuran 40 µm x 4.5-6 µm, makrokonidia berukuran 31-53 x 10-12 µm, mikrokonidiofor berukuran 21 x 1.5-2 µm dan mikrokonidia berukuran 6.5-8 x 1.5-2 µm (Sutton 1980).

Hendersoniopsis memiliki miselium terbenam, bercabang, bersepta, berwarna coklat pucat sampai hialin. Makrokonidiofor hialin sampai coklat pucat, halus, bercabang dan bersepta pada bagian dasar, silindris, dibentuk dari sel bagian dalam dari dinding lokus. Makrokonidia berwarna coklat pucat, halus, fusiform, pada bagian dasar mengerucut, ujungnya tumpul sampai kerucut, memiliki 2-7 eusepta. Mikrokonidiofor hialin, halus, bercabang, memiliki septa

(11)

pada bagian dasar, meruncing sampai bagian ujung, dibentuk dari dinding sel pada bagian dalam lokus. Mikrokonidia berbentuk fusiform, falkat, hialin, tidak bersepta dan halus (Sutton 1980).

Gambar 16 Konidia Hendersoniopsis thelebola

Sebanyak 1 spesies Hendersoniopsis telah dilaporkan di dunia (Index Fungorum 2013). Hendersoniopsis thelebola yang ditemukan pada penelitian ini akan menambahkan informasi mengenai daerah distribusi dari Hendersoniopsis thelebola dan merupakan laporan pertama di Indonesia. Selain pada meranti, spesies ini tersebar hanya pada beberapa inang yaitu Alnus glutinosa, Alnus hirsuta, Alnus incana dan Alnus viridis (USDA fungus host database 2006).

12. Lasiodiplodia theobromae Griffon & Maubl. (Botryosphaeriaceae)

Lasiodiplodia theobromae memiliki konidia elipsoid, pada bagian ujungnya mengerucut, dengan satu septa pada bagian tengahnya, berwarna coklat, dinding selnya tebal dan berukuran17-23 μm x 8-11 μm (Gambar 17). Konidiofor tidak teramati.

(12)

Sebanyak 28 spesies Lasiodiplodia telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Lasiodiplodia theobromae pertama kali dilaporkan oleh Griffon dan Maubl. pada tahun 1909 (Index Fungorum 2013). Spesies ini tersebar pada banyak inang diantaranya Acacia crassicarpa, Allium sativum, Aloe vera, Areca catechu, Dipterocarpus sp., Eucalyptus urophylla, Pandanus utilis, Zea mays dan pada banyak inang lain (USDA fungus host database 2006).

13. Lasmeniella guaranitica Petr. & Syd.

Lasmeniella guaranitica memiliki konidia bulat, tidak bersepta, berwarna coklat tua, dindingnya tebal, halus, berukuran 6-8 μm x 3-5 dan memiliki pori pada bagian tengah (Gambar 18).

Lasmeniella guaranitica pertama kali dilaporkan oleh Petr. dan Syd. pada tahun 1927 dengan ciri konidioma mencapai ukuran 1200 µm, epidermal. Sel konidiogen berukuran 13-14 µm x 1-1.5, konidia 7-9 µm, coklat muda dengan bintik jernih pada bagian tengah nya (Sutton 1980).

Spesies Lasmeniella memiliki ciri miselium terbenam, bercabang, hialin, bersepta. Konidioma eustromatik, sub epidermal, sel konidiogen holoblastik, hialin sampai coklat pucat, membengkak pada bagian dasar, silindris sampai meruncing ke atas. Konidia berwarna coklat, berdinding tebal, halus, tidak bersepta, datar, meruncing pada bagian dasar dan sering dengan pori pada bagian tengah (Sutton 1980).

Gambar 18 Konidia Lasmeniella guaranitica

Sebanyak 13 spesies Lasmeniella telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Lasmeniella guaranitica yang menginfestasi Achatocarpus sp. telah dilaporkan sebelumnya dari Paraguay (USDA fungus host database 2006). Pada penelitian ini, diperoleh Lasmeniella guaranitica yang menginfestasi meranti di Indonesia dan ini merupakan laporan yang pertama, sehingga dapat menambah informasi mengenai penyebaran dari Lasmeniella guaranitica.

(13)

14. Leptodothiorella sp. (Botryosphaeriaceae)

Leptodothiorella sp. memiliki konidia silindris dan sedikit membengkak pada bagian ujung, hialin, tidak bersepta dan berukuran 7-8 μm x 2-3 μm (Gambar 19).

Leptodotiorella memiliki ciri miselium terbenam, bercabang, bersepta, berwarna coklat sampai coklat muda. Konidioma berbentuk pikinidium, globos sampai subglobos, coklat gelap sampai hitam, terpisah atau bergabung, immersed, dindingnya tebal, dindingnya hialin sampai coklat pucat. Sel konidiogen enteroblastik, fialid. Konidia hialin, tidak bersepta, halus, dengan bentuk silindris, atau sedikit membengkak pada bagian ujung dan terdapat guttulate (Sutton 1980).

Sebanyak 16 spesies Leptodothiorella telah tercatat di dunia (Index Fungorum 2013). Leptodothiorella yang berasal dari Indonesia belum pernah dilaporkan sebelumnya. Selain pada meranti, Leptodothiorella tersebar pada beberapa inang yaitu Cedrela toona, Eurycles amboinensis, Ficus pleurocarpa, Murraya exotica, Musa sp., Thymus pulegioides, Vitis vinifera dan Yucca aloifolia (USDA fungus host database 2006).

Gambar 19 Konidia Leptodothiorella sp.

15. Massariothea themedae Sydow, Annls mycol. 37: 249 (1939)

Massariothea themedae memiliki konidia fusiform, 7 distoseptat dengan ukuran 80 μm x 27 μm dan berwarna coklat muda (Gambar 20).

Massariothea themedae pertama kali dilaporkan oleh Sydow pada tahun 1939 dengan ciri konidioma datar berukuran 600 µm. Konidia fusiform, berlekuk, 6-7 distosepta, berukuran 31.5-44 x 10.5-12 µm (Sutton 1980).

Spesies Massariothea memiliki ciri miselium di atas permukaan substrat atau terbenam, bercabang, bersepta dan berwarna coklat. Konidiama eustromatik, terpisah atau bergabung, berbentuk globos sampai rostrate, berwarna coklat gelap sampai hitam, terbenam sampai superfisial, memiliki satu sampai banyak lokus, berdinding tebal dengan warna coklat tua. Sel konidiogen enteroblastik, fialid, dengan bentuk doliform sampai lageniform, hialin, halus. Konidia berwarna coklat, 3-7 distoseptat, pada bagian dasar mengerucut, ujungnya tumpul, halus dan berbentuk silindris (Sutton 1980).

Sebanyak 8 spesies Massariothea telah tercatat di dunia (Index Fungorum 2013) diantaranya di Cina, dan Australia. Di Indonesia, Massariothea belum

(14)

pernah dilaporkan sebelumnya, oleh sebab itu laporan ini merupakan laporan yang pertama. Selain pada meranti, Massariothea tersebar pada beberapa inang yaitu Heteropogon triticeus, Phragmites communis, Sorghum plumosum dan Shorgum vulgare (USDA fungus host database 2006).

Gambar 20 Konidia Massariothea themedae

16. Pestalotia guepinii Desm. (Amphisphaeriaceae)

Pestalotia guepinii memiliki konidia fusiform, 6 sel dengan empat sel sentral berwarna coklat, sedangkan sel pada bagian ujung hialin, berukuran 23-31 μm x 8-9 μm dan memiliki setula yang simpel (Gambar 21).

Pestalotia guepinii pertama kali ditemukan oleh Desm. pada tahun 1840 dengan ciri konidioma berukuran 200 µm, konidiofor berukuran 10-15 x 1-3 µm, konidia berukuran 21-27 x 6.5-8.5 µm, halus, memiliki 2-5 setula pada pada bagian ujung konidia, sebagian besar berjumlah 3 tidak bercabang, pada bagian ujung tumpul, setula berukuran 4-12 µm (Sutton 1980).

Spesies Pestalotia memiliki ciri miselium terbenam, bercabang, septat, coklat. Konidioma eustromatik, hitam atau coklat tua, terbenam kemudian menjadi erumpent. Konidiofor hialin, bercabang secara teratur, septat, halus, dibentuk dari sel pada bagian atas pseudoparenkim, sel konidiogen holoblastik, indeterminate, menyatu, silindris, hialin, halus. Bentuk konidia fusiform, lurus atau sedikit berliku, 6 sel dengan 4 sel sentral berwarna coklat, sel pada bagian ujung hialin dan memiliki setula yang simpel atau bercabang (Sutton 1980).

(15)

17. Pestalotiopsis sp. (Amphisphaeriaceae)

Pestalotiopsis sp. memiliki konidia fusiform, 5 sel dengan sel bagian dasarnya hialin dan bagian tengahnya berwarna coklat dengan ukuran 10-11 μm x 3-5 μm, dan memiliki setula yang simpel (Gambar 22).

Spesies Pestalotiopsis memiliki ciri miselium terbenam, bercabang, septat, hialin sampai coklat muda. Konidiofor hialin, bercabang dan bersekat pada bagian dasar. Konidia fusiform, 5 sel, pada bagian dasar sel berwarna hialin, sedangkan bagian tengah berwarna coklat dan memiliki setula yang simpel atau bercabang (Sutton 1980).

Sebanyak 250 spesies Pestalotiopsis telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Di Indonesia, Pestalotiopsis tersebar pada banyak inang diantaranya Ficus elastica, Myrica javanica, Cocos nucifera dan Elaeis guineensis (USDA fungus host database 2006). Pestalotiopsis yang menginfestasi meranti belum pernah dilaporkan sebelumnya dan ini merupakan laporan yang pertama.

Gambar 22 Konidia Pestalotiopsis sp.

18. Pseudolachnea hispidula Sutton

Pseudolachnea hispidula memiliki konidia fusiform sampai silindris, simpel, hialin, satu septa, berukuran 90-100 μm x 17-23 μm (Gambar 23a) dan pada bagian ujung memiliki satu setula (Gambar 23b).

Pseudolachnea hispidula pertama kali dilaporkan oleh Sutton pada tahun 1977 dengan ciri konidioma berbentuk mangkok dengan ukuran 260-850 µm, seta berukuran 400 x 3-5 µm, konidiofor berukuran 20-30 x 1.5-2 µm, konidia bersepta satu pada bagian tengah, eggutulate, pada bagian ujung dan dasar memiliki satu setula, tidak bercabang berukuran 2-3 µm (Sutton 1980).

Spesies Pseudolachnea memiliki ciri miselium terbenam, berwarna coklat muda sampai tua, bersekat, bercabang. Konidioma subkutikular atau superfisial, coklat tua sampai hitam. Konidiofor hialin, bercabang pada bagian dasar dan halus. Konidia hialin, fusiform sampai silindris, lurus sampai berliku secara tidak teratur (Sutton 1980).

(16)

Gambar 23 Konidia Pseudolachnea hispidula (a) dan setula (b)

Sebanyak 20 spesies Pseudolachnea telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Pseudolachnea asal Indonesia belum pernah dilaporkan sebelumnya, oleh sebab itu laporan ini merupakan laporan yang pertama. Selain pada meranti, spesies ini tersebar pada beberapa inang diantaranya Abies sp., Calamagrostis arundinaceae, Morus alba, Phytolacca sp., Robinia pseudoacacia, Salix sp. dan Syringa vulgaris (USDA fungus host database 2006).

19. Septoriella sp.

Septoriella sp. mempunyai konidia silindris, 8 eusepta dengan ukuran 9-14 μm x 71-88 μm, hialin, pada bagian dasarnya mengerucut dan bagian ujungnya tumpul, memiliki dinding yang tipis dan halus (Gambar 24).

Spesies Septoriella memiliki ciri miselium terbenam, hialin sampai coklat pucat, bercabang dan bersepta. Konidioma berbentuk piknidium, coklat gelap, terbenam pada substrat, sub epidermal, satu lokus, memiliki dinding yang tebal dan tidak terdapat konidiofor. Sel konidiogen holoblastik, silindris tetapi membengkak pada bagian ujungnya, hialin, halus, dibentuk dari sel bagian dalam dinding lokus. Konidia berwarna coklat pucat, 8 eusepta, ujungnya tumpul dan bagian dasar mengerucut, dindingnya halus, silindris, eguttulate, lurus atau beberapa bengkok tidak beraturan (Sutton 1980).

Gambar 24 Konidia Septoriella sp. a

(17)

Sebanyak 23 spesies Septoriella telah tercatat di dunia (Index Fungorum 2013). Di Indonesia, Septoriella belum pernah dilaporkan sebelumnya, oleh sebab itu laporan ini merupakan laporan yang pertama. Selain itu, Septoriella yang menginfestasi meranti juga belum pernah dilaporkan sebelumnya. Selain pada meranti, spesies ini tersebar pada banyak inang diantaranya Arundo donax, Bambusa sp., Euchlaena luxurians, Ficus alba, Ficus sp., Heteropogon contortus, Pinus montana, Phragmites australis dan pada beberapa inang lain (USDA fungus host database 2006).

20. Beltraniella portoricensis Piroz. & Patil (Hyponectriaceae)

Beltraniella portoricensis memiliki konidia amerospora, obovoid, hialin dengan ukuran 14-20 μm x 3-4 μm (Gambar 25a). Sel konidiogen simpodial, coklat muda (Gambar 25b). Seta berwarna coklat tua, tidak bercabang (Gambar 25c). Beltraniella portoricensis pada media PDA (Gambar 26).

Beltraniella portoricensis pertama kali dilaporkan oleh Piroz. dan Patil pada tahun 1970 (Index Fungorum 2013) dengan ciri seta lurus, konidiofor kadang-kadang muncul dari bagian dasar seta, simpel atau bercabang, sel konidiogen apikal, konidia lageniform sampai simbiform (navikular) berukuran 18-27 x 5-8.5 µm, pada konidia terdapat berkas hialin (Shirouzu et al. 2010).

Sebanyak 21 spesies Beltraniella telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Beltraniella portoricensis yang menginfestasi serasah meranti asal Indonesia belum pernah dilaporkan sebelumnya dan ini merupakan laporan yang pertama. Informasi ini berguna untuk mengetahui penyebaran dari Beltraniella portoricensis. Selain pada meranti, Beltraniella portoricensis banyak terdapat pada serasah daun dan tersebar pada banyak inang diantaranya Acacia aulacocarpa, Agathis loranthifolia, Areca catechu, Mangifera indica, Lithocarous edulis, Pinus khasya, Quercus acuta dan pada beberapa inang lain (USDA fungus host database 2006).

Gambar 25 Konidia Beltraniella portoricensis (a), sel konidiogen (b) dan seta (c)

a

c

(18)

Gam Beltr boots dari B Gam 21. C dan lagen (Gam Cryp Fung Khut fasci meru pada mbar 26 Kol (A Beltraniel raniella por strap sebes Beltraniella mbar 27 Ke filo Cryptophia Cryptophi berukuran niform, beru mbar 28b). ptophialoide Sebanyak gorum 2013

tub dan Naw iculata belu upakan lapo a beberapa  A loni Beltran A) dan permu lla portori rtoricensis ar 87% (Ga a portoricen edudukan B ogenetik aloidea fasc ialoidea fas 20-31 μm ukuran 6-8 Seta tidak b ea fascicula 5 spesies 3). Cryptop wawi pada um pernah d oran yang pe inang dian   niella portor ukaan bawa censis IPB (GenBank a ambar 27). nsis. Beltraniella p iculata Khu sciculata me x 1-2 μm μm x 2-3, bercabang, ata pada me s Cryptoph phialoidea tahun 1994 dilaporkan a ertama. Sel ntaranya Be ricensis pad ah (B) BCC.13.107 accession n Hal ini me portoricens utub. & Na emiliki kon (Gambar 2 5 μm, fiali simpel, dan dia PDA (G hialoidea t fasciculata 4 (Index Fun ada di Indon ain pada me ilschmiedia B da media PD 78 berada number GU enegaskan p sis IPBCC. awawi nidia falkat, 8a). Sel ko d tersusun n berwarna Gambar 29). telah tercat a pertama ngorum 201 nesia, oleh eranti, Cryp a pendula, DA, permuk satu clad U905993) de pengamatan 13.1078 dal hialin, tida onidiogen m dalam ikat coklat (Gam . tat di dun kali dilapo 13). Cryptop karena itu l ptophialoide Calyptranth kaan atas de dengan engan nilai morfologi lam pohon ak bersepta monofialid, an/ bundel mbar 28c). nia (Index orkan oleh ophialoidea laporan ini ea tersebar hes caroli,

(19)

Dipterocarpus sp., Eucalyptus urophylla, Licuala longicalycata dan Ocotea nemodaphne (USDA fungus host database 2006).

Gambar 28 Konidia Cryptophialoidea fasciculata (a), sel konidiogen (b), seta (c)

Gambar 29 Koloni Cryptophialoidea fasciculata pada media PDA, permukaan atas (A) dan permukaan bawah (B)

Cryptophialoidea fasciculata IPBCC.13.1079 berada satu clade dengan Lecanicillium saksenae dengan nilai bootstrap sebesar 68% (Gambar 30). Hal ini menegaskan bahwa isolat tersebut merupakan Lecanicillium saksenae. Tetapi berdasarkan pengamatan secara morfologi, Cryptophialoidea fasciculata memiliki seta tidak bercabang, simpel, dan berwarna coklat. Sel konidiogen monofialid, berbentuk lageniform, berukuran 6-8 μm x 2-3.5 μm, fialid tersusun dalam ikatan/ bundel. Konidia berbentuk falkat, hialin, tidak bersepta dan berukuran 20-31 μm x 1-2 μm. Sedangkan Lecanicillium saksenae memiliki hifa aerial, fialid, ramping ke arah apeks. Konidia dimorfik yaitu makrokonidia berbentuk falkat dengan ukuran 6-13 x 1.5-2 μm dan mikrokonidia berbentuk elipsoid sampai fusoid dengan ukuran 2.5-5 x 1.5-2 μm (Sukarno et al. 2009).

Adanya perbedaan hasil antara analisis molekuler dan pengamatan morfologi pada isolat ini, diduga karena tidak adanya data sekuen nukleotida dari Cryptophialoidea fasciculata di NCBI/Genbank, sehingga ketika dilakukan analisis filogenetik, sekuen dari Cryptophialoidea fasciculata akan me-alignment

  A B

c

b a

(20)

ke s cend sedan dalam Gam 22. H perm x 20-dunia oleh dilap Herm dari diant Pand pada sekuen yan dawan, peng ngkan anali m identifika mbar 30 K p Hermatomy Hermatom mukaan subs -23 μm (Ga Sebanyak a (Index Fu Hughes p porkan sebe matomyces spesies ini taranya Ac danus furca a beberapa in ng terdekat gamatan se isis moleku asi cendawa Kedudukan pohon filoge yces sphaer myces spha strat. Konid ambar 31). 4 spesies H ungorum 20 pada tahun elumnya da pada meran i. Selain pa cacia penn atus, Coffea nang lain (U Gambar 3 t yaitu Le ecara morfo uler dapat m an. Cryptophia enetik ricus (Sacc. aericus m dia bulat, be Hermatomy 13). Herma 1953. Di an ini meru nti akan me ada merant nata, Alch a liberica, USDA fung 31 Konidia ecanicillium ologi merup memperkuat aloidea fas .) S. Hughe memiliki m erwarna cok yces telah t atomyces sp Indonesia, upakan lapo emberikan ti, spesies hornea cor Smilax ca gus host data

Hermatomy m saksenae pakan hal atau mendu sciculata IP es miselium y klat tua den

tercatat dari haericus pe Hermatom oran yang p informasi m ini tersebar rdifolia, A mpestris, S abase 2006) yces sphaer . Dalam i yang sanga ukung data PBCC.13.10 yang bera ngan ukuran i berbagai w ertama kali myces belum pertama. Te mengenai p r pada ban Averrhoa c Syzygium ja ). ricus identifikasi at penting, a morfologi 079 dalam ada diatas n 22-23 μm wilayah di dilaporkan m pernah erdapatnya penyebaran nyak inang carambola, ambos dan

(21)

23. Hifo Hifo 6-9 μm x 4 Gambar 3 An bahwa iso nilai boots Gambar 3   A omiset sp. 1 omiset sp.1 4-7 μm (Ga 3 Koloni H permuka nalisis filog olat tersebu strap sebesa 34 Kedudu A 1 memiliki k ambar 32). H Gambar 3 Hifomiset sp aan bawah ( genetik dar ut berada sa ar 83% (Gam ukan Hifomi konidia glob Hifomiset sp 32 Konidia p. 1 pada me (B) ri hifomise atu clade d mbar 34). iset sp.1 IPB     B bos, berwarn p. 1 pada m a Hifomiset edia PDA, p et sp.1 IPB dengan Arth BCC.13.108 na coklat tu media PDA ( sp. 1 permukaan BCC.13.108 hropyreniac 81 dalam po ua dengan uk (Gambar 33

atas (A) dan 81 menunju ceae sp. de ohon filogen kuran 3). n ukkan engan netik

(22)

24. Kiliophora ubiensis Khutub. & Nawawi, Mycotaxon 48:241 (1993)

Kiliophora ubiensis memiliki konidia fusiform, hialin, tidak bersepta dengan ukuran 4-14 μm x 1-2 μm (Gambar 35a). Sel konidiogen globos sampai ampuliform, hialin, dengan 4-5 μm x 3-4 μm (Gambar 35b). Seta bersepta, berwarna coklat muda (Gambar 35c). Kultur Kiliophora ubiensis pada media PDA (Gambar 36).

Kiliophora ubiensis pertama kali dilaporkan oleh Khutub dan Nawawi pada tahun 1993 dengan ciri miselium sebagian terbenam pada substrat, bersepta, coklat muda sampai coklat, hifa bercabang dengan lebar 2-4 µm, konidiofor berdinding tebal, berbentuk seta, bersepta dengan ukuran mencapai 200 µm dengan lebar 5-7 µm ke arah dasar. Sel konidiogen dibentuk pada bagian tengah dan melalui pori kecil pada konidiofor, enteroblastik, sub hialin, globos sampai sub globos dengan ukuran 4-6 µm, halus. Konidia fusiform berukuran 18-25 µm, sub hialin, coklat muda, simpel dan tidak bersepta.

Sebanyak 2 spesies Kiliophora telah tercatat di dunia (Index Fungorum 2013). Kiliophora ubiensis yang ditemukan pada penelitian ini merupakan laporan pertama di Indonesia.

Gambar 35 Konidia Kiliophora ubiensis (a), sel konidiogen (b) dan seta (c)

Gambar 36 Koloni Kiliophora ubiensis pada media PDA, permukaan atas (A) dan permukaan bawah (B)

b

c

(23)

Berd berada sat bootstrap Kiliophora fusisaprop berbeda d konidiofor globos sam hialin, tid fusisaprop coklat puc sampai fus Gambar 3 25. Minim Min 11 μm x 3 bercabang Seba Fungorum pada tahun ada di Ind Minimidoc dan Samad dasarkan a tu clade den kurang dar a ubiensis phyticus. Be dari Subram r membent mpai ampu dak bersept phyticus me cat. Sel kon siform, halu 37 Kedud filogen midochium imidochium 3-6 μm (Gam g, berwarna anyak 8 s m 2013). M n 1970. Mi donesia dan chium terse dera indica analisis filo ngan Subram ri 50% (Ga memiliki h erdasarkan p maniomyces tuk seta, be uliform, hial ta dengan emiliki kon nidiogen ter us dan berw dukan Kili netik setosum Su m setosum m mbar 38a), coklat (Gam spesies Mi Minimidochiu inimidochiu n ini merup ebar pada be a (USDA fun ogenetik, K maniomyces ambar 37) s hubungan k pengamatan fusisaprop ersepta, be lin, dengan ukuran 4-1 nidiofor teg rintegrasi, p warna coklat iophora ub utton memiliki kon memiliki s mbar 38b). inimidochiu um setosum um setosum akan lapora eberapa ina ngus host d Kiliophora s fusisaprop sehingga tid kekerabatan n secara mo phyticus. Ki rwarna cok 4-5 μm x 14 μm x 1 gak lurus, h poliblastik, s t pucat. biensis IPB nidia hialin etula pada b um telah t m pertama k belum pern an yang per ang diantara database 200 ubiensis phyticus, tet dak dapat d n dengan Su rfologi, Kil iliophora ub klat muda. 3-4 μm. K 1-2 μm. Su halus, berse simpodial. K BCC.13.1080 n, amerospor bagian ujun tercatat di kali dilapor nah dilapor rtama. Sela anya Eucalyp 06). IPBCC.13 tapi dengan dikatakan b ubramaniom liophora ubi biensis mem Sel konid Konidia fusi ubramaniom epta 1, berw Konidia eli 0 dalam p ra berukura ngnya. Seta dunia ((I rkan oleh S rkan sebelum in pada me yptus teretic .1080 n nilai bahwa myces iensis miliki iogen form, myces warna ipsoid pohon an 10-tidak Index Sutton mnya eranti, cornis

(24)

Gambar 38 Konidia Minimidochium setosum (a) dan seta (b)

26. Monodisma fragilis Alcorn, Trans. Br. Mycol. Soc. 65: 140 (1975)

Monodisma fragilis memiliki konidia fusiform, pragmospora dengan 7 septa, hialin, dan berukuran 58 x 9 μm (Gambar 39).

Monodisma fragilis pertama kali dilaporkan oleh Alcorn pada tahun 1975 dengan ciri hifa berukuran 2-5 µm, panjang konidiofor 700 µm, lebar 4.5-7.5 µm, konidia 3-13 distosepta dengan ukuran 27-80 x 5-10 µm.

Gambar 39 Konidia Monodisma fragilis

Sebanyak 1 spesies Monodisma telah tercatat di dunia (Index Fungorum 2013). Monodisma fragilis sebelumnya telah dilaporkan dari Polandia yang menginfestasi Carex gracilis dan dari Papua Nugini pada Saccharum officinarum (USDA fungus host database 2006). Di Indonesia, Monodisma belum pernah dilaporkan sebelumnya, oleh sebab itu laporan ini merupakan laporan yang pertama.

27. Nodulisporium sp. (Xylariaceae)

Nodulisporium sp. memiliki konidia terdapat pada ujung, amerospora, hialin sampai subhialin kemudian berpigmen berukuran 2-3 μm x 1-2 μm (Gambar 40a). Konidiofor tegak lurus, bercabang, berpigmen (Gambar 40b).

b a

(25)

Sebanyak 44 spesies Nodulisporium telah tercatat dari berbagai wilayah di dunia (Index Fungorum 2013). Nodulisporium tersebar pada banyak inang diantaranya Abies beshanzuensis, Acca sellowiana, Acer rubrum, Mangifera indica, Pinus strobus, Oryza sativa, Thuja plicata dan pada beberapa inang lain (USDA fungus host database 2006).

Gambar 40 Konidia Nodulisporium sp. (a) dan konidiofor (b)

28. Stilbella fimetaria Lindau

Stilbella fimetaria memiliki konidia satu sel, tidak bersepta, hialin, berukuran 5-7 μm x 2-3 μm (Gambar 41a). Konidiofor berupa sinema (Gambar 41b).

Gambar 41 Konidia Stilbella fimetaria (a), konidiofor (b)

Sebanyak 94 spesies Stilbella telah tercatat di dunia (Index Fungorum 2013). Stilbella fimetaria pertama kali dilaporkan oleh Lindau tahun 1905 (Index Fungorum 2013). Spesies ini tersebar pada banyak inang diantaranya Acer circinatum, Acer rubrum, Allium cepa, Bambusa sp., Eucalyptus sp., Solanum tuberosum, Theobroma cacao dan pada banyak inang lainnya (USDA fungus host database 2006).

a b

a

(26)

29. Virgatospora echinofibrosa Finley, Mycologia 59: 538 (1967)

Virgatospora echinofibrosa memiliki konidia berbentuk fusiform, bersepta, berwarna hijau, 4 sel berukuran 36-44 μm x 9-11μm (Gambar 42a). Konidiofor berupa sinema (Gambar 42b) dan memiliki papila (Gambar 42c).

Virgatospora echinofibrosa pertama kali ditemukan oleh Finley pada tahun 1967 dengan ciri sinema, konidia bersepta, obovoid, alantoid sampai fusiform berukuran 39-50 x 9-15 µm dan pada bagian dasar mengerucut.

Sebanyak 2 spesies Virgatospora telah tercatat di dunia (Index Fungorum 2013). Selain pada serasah meranti, spesies ini juga terdapat pada ranting Inga goldmanii (USDA fungus host database 2006).

Gambar 42 Konidia Virgatospora echinovibrosa (a), konidiofor (b) dan papila (c)

Jumlah spesies cendawan yang ditemukan pada penelitian ini lebih sedikit dari jumlah spesies yang dilaporkan oleh Maria dan Sridhar (2003) dari serasah mangrove, oleh Pinruan et al. (2007) dari serasah palem dan oleh Osono et al. (2009) dari serasah Shorea obtusa (80 spesies). Perbedaan jumlah spesies ini diduga disebabkan oleh perbedaan pengambilan sampel (musim, frekuensi, jumlah dan metode pengambilan sampel). Maria dan Sridhar (2003) menemukan 91 spesies cendawan selama musim hujan-musim panas pada serasah 5 jenis mangrove, Pinruan et al. (2007) menemukan sebanyak 147 spesies cendawan dengan pengambilan sampel selama beberapa bulan. Osono et al. (2009) menggunakan dua metode yaitu metode disinfeksi permukaan serasah daun dan metode pencucian daun, sehingga peluang untuk mengisolasi cendawan yang tidak bersporulasi pada sampel serasah sangat besar. Sebaliknya, penelitian ini hanya menggunakan metode observasi langsung serasah pada satu kali pengambilan sampel. Isolasi dilakukan terbatas pada spora yang ditemukan pada serasah. Metode ini memiliki kelebihan yaitu dapat mengetahui dengan tepat cendawan yang menginfestasi serasah dan mampu membentuk spora pada serasah.

Faktor lain yang mempengaruhi jumlah spesies yang ditemukan kemungkinan adalah adanya metabolit sekunder. Shorea memiliki senyawa fenolik, seperti oligostilbenoid, flavonoid, fenil propanoid dan turunan asam fenolik yang dapat menghambat kolonisasi cendawan. Senyawa oligostilben

a

b c

(27)

memperlih et al. 200 (2011) tel E, (-)-hope Stru dari serasa kelimpaha oleh hifom individu). spesies da individu, individu) memiliki k Pada seras tertinggi. Gambar 4 Gambar 4 FK 16.9%. Be kategori c nya > 10% baru gugu Jum lah spesies Kel im pahan hatkan bioa 02) dan ant lah mengiso eaphenol da uktur komun ah daun. Pa an yang pal miset (6 sp Pada serasa an kelimpa askomiset ( (Gambar 43 keragaman sah daun, h 43 Distribus 44 Distrib spesi K cendawan eltraniella p cendawan y %. Beltranie ur dan fre 0 2 4 6 8 10 12 Asko 5 0 10 20 30 40 50 60 Asko 13 aktifitas yan ti cendawa olasi empat an shoreaph nitas cendaw ada serasah ing tinggi y pesies dan ah daun, cen ahan yang (2 spesies d 3 dan Gamb dan kelimp hifomiset m si kelompok busi kelom ies n saprob p portoricensi yang sangat ella adalah c ekuensinya omiset So 5 2 Kelomp omiset So 3 32 Kelomp ng signifika an (Kusuma t oligostilbe henol dari ek wan saprob h ranting, so yaitu sebany 28 individ ndawan dar paling ting dan 32 indi bar 44). Sec pahan spesie memiliki ker k cendawan mpok cenda penghuni se is (16.9%) d sering dite cendawan y menurun oelomiset 11 1 pok cendawan elomiset 36 1 pok cendawan an termasuk a & Tachib en yaitu (-) kstrak aseto berspora pa oelomiset m yak 11 spes du) dan ask

ri kelompok ggi yaitu se vidu) dan s cara umum es tertinggi ragaman da n berdasarka awan berda erasah mera dan Pemphi emukan pad yang umum sejalan de Hifomiset 6 4 n Hifomiset 28 55 n k sebagai an bana 2007) -e-viniferin on Shorea h ada serasah memiliki jum sies dan 36 komiset (5 k hifomiset ebanyak 4 soelomiset m, komunitas pada kelom an kelimpah an jumlah sp asarkan ke anti berkis idium sp. (1 da serasah d m ditemukan engan pros S S Se Se nti bakteri ( . Rohaiza n, (-)-ampel opeifolia. h ranting ber mlah spesie individu, d spesies da memiliki ju spesies da (1 spesies d s serasah ra mpok soelom han spesies pesies cend limpahan s ar antara 0 11.5%) term daun karena n pada daun ses pembus Serasah rantin Serasah daun  erasah ranting erasah daun  (Nitta et al. lopsin rbeda s dan diikuti an 13 umlah an 55 dan 1 anting miset. yang awan setiap 0.3%-masuk a FK-yang sukan g g

(28)

(Shirouzu et al. 2009). Cryptophialoidea fasciculata dan Lasiodiplodia theobromae penghuni serasah ranting memiliki FK berturut-turut sebesar 5.7% dan 6.5%, sehingga tergolong ke dalam spesies yang sering ditemukan pada serasah ranting. Cendawan lainnya termasuk kedalam kategori kadang-kadang dan jarang ditemukan (Tabel 2).

Tabel 2 Frekuensi keberadaan dari cendawan saprob berspora penghuni serasah meranti

Nama spesies cendawan Ranting Daun Total % FK

Askomiset

Annulohypoxylon purpureonitens (Aap) 2 0 2 0.7

Diatrype chlorosarca (Adc) 5 0 5 1.9

Didymosphaeria epidermidis (Ade) 3 0 3 1.1

Lophiostoma sp. (Als) 2 0 2 0.7 Lophodermium sp. (Ald) 0 2 2 0.7 Pemphidium sp. (Apd) 0 30 30 11.5 Valsa sp. (Avs) 1 0 1 0.3 Cendawan anamorf Soelomiset Coniella musaiaensis (Ccm) 3 0 3 1.1 Coryneum betulinum (Ccb) 1 0 1 0.3 Hendersoniopsis thelebola (Cht) 1 0 1 0.3 Lasiodiplodia theobromae (Clt) 17 0 17 6.5 Lasmeniella guaranitica (Clg) 1 0 1 0.3 Leptodothiorella sp. (Cld) 1 0 1 0.3 Massariothea themedae (Cmt) 2 0 2 0.7 Pestalotia guepinii (Cpg) 2 0 2 0.7 Pestalotiopsis sp. (Cps) 0 1 1 0.3 Pseudolachnea hispidula (Cph) 1 0 1 0.3 Septoriella sp. (Cst) 6 0 6 2.3 Soelomiset sp. 1 (Csp) 1 0 1 0.3 Hifomiset Beltraniella portoricensis (Hbp) 0 44 44 16.9 Cryptophialoidea fasciculata (Hcf) 15 0 15 5.7 Hermatomyces sphaericus (Hhs) 2 0 2 0.7

Kiliophora ubiensis (Hku) 0 2 2 0.7

Minimidochium setosum (Hms) 1 0 1 0.3

Monodisma fragilis (Hmf) 4 0 4 1.5

Nodulisporium sp. (Hns) 2 0 2 0.7

Stilbella fimetaria (Hsf) 0 8 8 3.0

Virgatospora echinofibrosa (Hve) 4 0 4 1.5

Hifomiset sp. 1 (Hh1) 0 1 1 0.3

Jumlah individu cendawan 77 88 165

Jumlah sampel serasah 130 130 260

(29)

Nama sp Indeks Sh Indeks M Evenness Kean lebih tingg Shannon-W sebesar 2 1.205 dan lebih tingg (Gambar 4 substrat d dibanding Kodsueb e pertumbuh bahwa din terutama Promputth yang lebi penghuni Sharma (2 daun yang Gambar 4 Ind dibanding relatif spe merata pa 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 Indeks Shannon-Wi ener esies cenda hannon-Wie Margalef DM s (E) nekaragama gi dibandin Wiener dan .608 dan 4 n 1.342 (Tab gi dibanding 47). Keanek dan ukuran gkan pada et al. (2008 han cendaw nding sel y selulosa d ha et al. (20 h besar da ranting leb 2006) juga g lebih tipis, 45 Keanek (H’) pad eks kemer gkan pada s esies-spesie da semua s 0 2 4 6 8 1 2 4 6 8 1 2 1.3 1.3 1 0 0.6 awan ener (H’) Mg) an spesies ngkan pada n indeks M 4.838, seda bel 2). Kean gkan pada s karagaman c n substrat. serasah da 8), tingginya wan pada k yang lebih dan pati ya 002) menga aripada dau bih tinggi mengataka , sehingga k karagaman da tigabelas ataan spes erasah daun s cendawan ampel darip 3 4 5 6 1 1.7 0 1 0 0 1.3 Titik L cendawan serasah dau Margalef yai angkan pada nekaragama serasah daun cendawan d Rasio C/N aun (Tabel a rasio C/N kayu. Pada tebal pada ang akan atakan bahw unnya meny daripada c an bahwa r kolonisasi c cendawan s titik penga ies pada s n (0.619). I n pada sera pada spesies 6 7 8 9 .2 0.6 0 0. 1 0 0.3 0 Lokasi samplin Ranting 2.608 4.838 0.869 saprob ber un. Hal ini itu pada ser a serasah d an cendawa n hampir di diduga ada k N pada ser 1). Menu N dan kepad palem, Pin kayu mem mendukung wa ukuran r yebabkan k cendawan p ranting lebi endawan le berdasarka ambilan sam serasah ran Indeks ini m asah rantin s-spesies ya 9 10 11 1 .8 1.2 1 1 0.6 0.6 0.9 0 ng g Daun 1.205 1.342 0.619 spora pada ditunjukkan rasah rantin daun bertur an pada sera i setiap titik kaitannya d rasah ranti urut Sheare datan kayu a nnoi et al. ( miliki lebih g pertumbu ranting Man keanekarag penghuni d ih tebal dib ebih baik. an indeks S mpel nting (0.86 menunjukka g terdistrib ang ditemuk 2 13 1 0 0.8 0.8 Total % a serasah ra n dengan in ng berturut rut-turut se asah ranting k lokasi sam dengan rasio ing lebih t r (1992) d akan mendu (2006) men h banyak nu uhan cenda nglietia gar aman cend daun. Hyde bandingkan Shannon-W 69) lebih t an bahwa s busi secara kan pada se Serasah rant Serasah dau FK anting ndeks -turut ebesar g juga mpling o C/N tinggi dalam ukung nduga utrisi, awan. rrettii dawan e dan pada Wiener tinggi secara lebih erasah ting un

(30)

daun. Karena indeks kemerataan kurang dari 1 maka pada masing-masing substrat terdapat spesies cendawan saprob yang dominan.

Analisis koresponden dari komunitas cendawan pada serasah ranting dan daun memperlihatkan bahwa spesies cendawan seperti Annulohypoxylon purpureonitens, Diatrype chlorosarca, Didymosphaeria epidermidis, Lophiostoma sp., Valsa sp., Soelomiset sp.1, Coniella musaiaensis, Coryneum betulinum, Hendersoniopsis thelebola, Lasiodiplodia theobromae, Lasmeniella guaranitica, Leptodothiorella sp., Massariothea themedae, Pestalotia guepinii, Pseudolachnea hispidula, Septoriella sp., Cryptophialoidea fasciculata, Hermatomyces sphaericus, Minimidochium setosum, Monodisma fragilis, Nodulisporium sp., dan Virgatospora echinofibrosa merupakan cendawan yang umum ditemukan pada serasah ranting. Pada serasah daun meranti, cendawan yang ditemukan yaitu Kiliophora ubiensis, Lophodermium sp., Pemphidium sp., Pestalotiopsis sp., Beltraniella portoricensis, Stilbella fimetaria dan Hifomiset sp. 1 (Gambar 46).

Gambar 46 Analisis koresponden yang memperlihatkan hubungan antara spesies cendawan (akronim) dengan organ tanaman meranti. (Untuk akronim lihat tabel 2)

Analisis koresponden memperlihatkan hubungan antara spesies cendawan dengan organ tanaman. Spesies tertentu hanya ditemukan pada serasah ranting meranti atau serasah daun meranti. Perbedaan komposisi komunitas cendawan pada tipe organ yang berbeda pada meranti, mengindikasikan bahwa cendawan pada meranti bersifat substrat spesifik. Informasi mengenai sifat-sifat organ dari tanaman meranti terbatas, sehingga sulit menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan komunitas pada setiap jenis organ.

1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 Component 1 Co m p o n e n t 1 Daun Ranting Hve Hsf Hns Hmf Hms Hku Hh1 Hhs Hcf Hbp Cst Cph Cps Cpg Cmt Cld Clg Clt Cht Ccb CcmCsp Avs Apd Ald Als Ade Adc Aap Symmetric Plot

Referensi

Dokumen terkait