Bab 2
LANDASAN TEORI
2.1. Pandangan Umum Heat Exchanger
Heat exchanger / alat penukar kalor pada dasarnya adalah sebuah alat yang merupakan tempat pertukaran atau transfer energi dalam bentuk panas atau kalor dari suatu sumber atau fluida ke sumber yang lain. Adapun transfer energi atau perpindahan kalor yang terjadi didalam system ini berlangsung lewat 3 cara, dimana mekanisme perpindahan panas itu dapat dilaksanakan dengan :
1. Perpindahan panas konduksi 2. Perpindahan panas konveksi 3. Perpindahan panas radiasi
Khusus perpindahan panas yang kita bicarakan dalam kasus alat penukar kalor ini menyangkut butir 1 dan 2 yaitu secara konduksi dan konveksi.
Perpindahan panas disebut secara konduksi, jika panas / kalor mengalir dari tempat yang temperaturnya tinggi ke tempat yang temperaturnya lebih rendah, tetapi media untuk perpindahan panas tidak mengalir ke tempat yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung dengan media gas, cairan atau padatan. Perpindahan panas disebut konveksi jika cairan atau gas yang temperaturnya tinggi mengalir ke tempat yang temperaturnya lebih rendah, memberikan panasnya pada permukaan yang temperaturnya lebih rendah. Jadi pada perpindahan panas konveksi diperlukan media cairan atau gas.
Proses perpindahan panas yang terjadi didalam sistim heat exchanger dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, maksudnya adalah :
1. Heat exchanger secara langsung, dimana fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin ( tanpa ada pemisah ) dalam suatu bejana ( vessel ) atau ruangan tertentu.
2. Heat exchanger secara tidak langsung, dimana fluida panas tidak berhubungan langsung ( indirect contact ) dengan fluida dingin. Jadi
proses perpindahan panasnya itu mempunyai media perantara, seperti pipa, pelat atau peralatan jenis lainnya. Umumnya untuk jenis ini dibedakan atas dua jenis yaitu :
• Heat Exchanger jenis Heater ( pemanas ) • Heat Exchanger jenis Cooler ( pendingin )
Peralatan yang termasuk jenis pertama ( langsung ) adalah : jet condenser, pesawat desuperheater pada ketel ( water injection desuperheater) , pesawat deaerator ( yaitu air umpan ketel yang di injeksikan dengan uap ). Sedangkan jenis kedua ( tidak langsung ) adalah kondensor dan evaporator pada mesin refrigerator / chiller, pesawat pemanas uap lanjut pada ketel ( pemanasan uap basah menjadi kering dengan gas panas pembakaran ), pemanas air pendahuluan ( economizer ), pemanas udara pembakaran ( air pre
heater ) dan lain-lain.
2.2. Aliran Fluida dan Distribusi Temperatur Pada Heat Exchanger
Apabila ditinjau aliran fluida pada heat exchanger ini, maka dapat dibagi dalam 3 macam aliran yaitu :1. Aliran sejajar atau parallel flow
2. Aliran berlawanan arah atau counter flow
3. Aliran kombinasi, gabungan aliran sejajar dan berlawanan.
Aliran fluida diatas, terjadi pada heat exchanger konstruksi shell dan tubes atau biasanya disebut dengan Tubular Exchanger Equipment, sedangkan untuk heat exchanger yang kontak langsung, tidak ada pengelompokan jenis aliran ini.
Gambar 2.1. ( a ) Aliran sejajar, ( b ) Aliran berlawanan , ( c ) Aliran kombinasi
2.2.1. Aliran dan Distribusi Temperatur Heat Exchanger Tak Langsung. Pada heat exchanger jenis ini , tube berfungsi sebagai pemisah antara fluida panas dan fluida dingin. Untuk itu diperlukan pertimbangan yang matang , dalam menentukan fluida mana yang mengalir melalui pipa , apakah fluida panas atau fluida dingin.
Ditinjau dari perubahan fase yang terjadi pada heat exchanger , maka jenis ini dapat dikelompokan dalam 2 jenis, yaitu : a). Heat exchanger yang mengakibatkan perubahan fase dan b). Heat exchanger tanpa perubahan fase. Untuk jenis yang pertama seperti proses kondensasi uap di dalam kondensor dan proses penguapan larutan didalam evaporator. Jenis kedua biasanya terjadi pada proses pendinginan gas ( nitrogen, oksigen ) di dalam cooler.
2.2.2. Heat Exchanger Tanpa Perubahan Fase.
Heat exchanger jenis ini sangat banyak dipergunakan pada industri kimia, textile, pengolahan kayu dan lain sebagainya. Pada kasus ini , fluida panas memberikan panas pada fluida dingin , namun kedua jenis fluida itu tidak mengalami perubahan fase, tetapi akan mengalami penurunan temperature ( fluida panas ) dan kenaikan temperature ( fluida dingin ).
Aliran fluida panas maupun fluida dingin dalam HE saling melintas satu sama lain tidak hanya satu kali saja, tetapi dapat dibuat beberapa kali. Lintasan aliran fluida ( baik yang panas maupun yang dingin ) dalam HE disebut pass
atau lintasan. Biasanya shell pass ini lebih sedikit dari tube pass ( lintasan aliran melalui tube ), tetapi adakalanya lintasan ( tube pass dan shell pass ) itu sama, misalnya 1 – 1.
Berikut Gambar dibawah ini menunjukan distribusi temperature dari HE dengan 1- 1 pass, sedangkan aliran fluidanya ada yang parallel ( parallel flow ) dan yang berlawanan ( counter flow ) ( Gambar 2.2 dan 2.3 ).
Gambar 2.2. Distribusi temperature-panjang ( luas ) pipa pada HE dengan aliran parallel dan 1 – 1 pass
Gambar 2.3. Distribusi temperature-panjang ( luas ) pipa pada HE dengan aliran berlawanan dan 1 – 1 pass
2.3. Klasifikasi Heat Exchanger.
Melihat begitu banyaknya alat penukar kalor ( heat exchanger ), maka dapat diklasifikasikan berdasarkan bermacam-macam pertimbangan, yaitu : A. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas
Tipe kontak tidak langsung
o Tipe yang Langsung Dipindahkan • Terdiri dari satu fase • Tipe dari banyak fase
• Tipe yang ditimbun ( storage type ) • Tipe fluidized bed
Tipe yang kontak langsung
• Immiscible fluids • Gas Liquid • Liquid Vapor.
B. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir • Dua Jenis Fluida
• Tiga Jenis Fluida atau lebih
C. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas
• Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya.
• Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran.
• Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass aliran masing-masing.
• Kombinasi cara konveksi dan radiasi. D. Klasifikasi berdasarkan konstruksi
Konstruksi Tubular ( Shell and Tube ) • Tube Ganda ( Double Tube ) • Konstruksi Shell and Tube • Sekat plat ( Plate Baffle ) • Sekat batang ( Rod Baffle )
• Konstruksi Tube Spiral Kontruksi Tipe Plat
• Tipe plat • Tipe lamella • Tipe spiral • Tipe pelat koil
Konstruksi dengan Luas Permukaan Diperluas ( extended surface ) • Sirip pelat ( plat fin )
• Sirip pelat ( tube fin ) E. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran
Aliran dengan satu pass ( lintasan ) • Aliran berlawanan
• Aliran Paralel • Aliran melintang • Aliran split
• Aliran yang dibagi ( divided ) Aliran multipass ( banyak lintasan )
o Permukaan yang diperbesar ( extended surface ) • Aliran counter / berlawanan menyilang • Aliran parallel/ searah menyilang • Aliran Kompound
o Shell dan tube
• Aliran parallel yang berlawanan • Aliran split
• Aliran dibagi ( divided ) o Multipass plat.
• N parallel plat multi pass.
2.4. Heat Exchanger Tipe Shell dan Tube.
Heat exchanger tipe shell dan tube sejauh ini merupakan jenis yang paling banyak dipergunakan, karena konstruksinya yang relatif sederhana dan
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengoperasikan beragam fluida kerja. Selain itu heat exchanger ini telah memiliki metode desain dan kode mekanik ( mechanical code ) yang mapan dan telah diterapkan selama berpuluh tahun untuk berbagai keperluan. Konstruksi heat exchanger ini terdiri atas sebuah shell dan tube bundle yang diameternya lebih kecil. Satu fluida mengalir melalui shell dan satu fluida lainnya tersebar didalam tube bundle.
Keterangan :
1. Shell atau badan HE
2. Stationary head flangle – Channel or Bonnet 3. Channel cover ( tutup saluran )
4. Nozzle
A. Baffle ( sekat ) B. Tubes
C. Tie – rods D. Plat tube
Gambar 2.4. Bagian Utama Heat Exchanger Shell and Tube 1-1 Pass 1
2.5. Konstruksi Heat Exchanger Shell dan Tube.
Perancangan dan pembuatan heat exchanger shell dan tube merujuk kepada standar dari Tubular of Exchanger Manufacturers Association ( TEMA ). Standar ini telah menentukan bentuk, ukuran dan susunan dari heat exchanger shell dan tube.
_________________
1 Tunggul M Sitompul, Alat Penukar Kalor, hal 9 2
1 4
Konstruksi heat exchanger shell dan tube secara umum dapat dibagi dalam empat bagian utama, yaitu :
1. Bagian depan yang tetap atau Front Head Stationary ( Stationary Head ) 2. Shell, yang merupakan badan alat penukar kalor.
3. Bagian ujung belakang atau Rear End Head ( Rear Head ). 4. Berkas Tube atau Tube Bundle
2.5.1. Stationary Head dan Rear Head.
TEMA telah membuat suatu standar mengenai bentuk dari stationary
head dan rear head. Profil dari standar tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5
berikut ini, Stationary head merupakan salah satu bagian ujung dari heat exchanger. Pada bagian ini terdapat saluran masuk fluida yang akan mengalir melalui tube. Ada dua jenis Stationary yaitu : Bonnet dan Channel. Apabila fluida yang mengalir dalam tube bersih biasanya digunakan stationary jenis Bonet , B , yang terpisah dengan tube bundle. Sedangkan A dan C merupakan stationary head jenis Chanel dimana head menyatu dengan tube sheet dan untuk membersihkan ( cleaning ) bagian dalam tube dilakukan dengan melepas penutup ( removable cover ).
Rear head merupakan ujung yang lain dari heat exchanger. Rear head jenis L,
M dan B merupakan jenis yang paling sering dipergunakan dan dipasang pada
heat exchanger dengan tube sheet tetap ( fixed tube sheet ).
Pada saat perancangan dan penggunaannya perlu diperhatikan perbedaan koefisien ekspansi antara shell dan tube. Untuk mengatasi hal ini maka dipasang sambungan ekspansi ( expantion joint ). Pembersihan sisi shell atau sebelah luar tube dilakukan secara kimia. Sedangkan bagian dalam tube dapat dibersihkan baik secara kimia maupun mekanis.
Rear head jenis U merupakan konstruksi yang paling sederhana . Terdiri atas tube yang dibengkokan dan disusun pada tube sheet. Ekspansi thermal dapat diatasi dengan adanya bengkokan U. Dipergunakan untuk aliran fluida dalam tube yang bersih karena sulit membersihkannya akibat adanya bengkokan. Tekanan kerja relatif lebih tinggi dibanding dengan jenis L, M dan N.
Gambar 2.5. Jenis – jenis Stationary head dan rear head 2
2 Perry, Robert H, Don Green, Perry’s Chemical Enginnering Handbook, hal 11 - 5
Rear head P, S, T dan W termasuk kedalam jenis floating head yang didesain untuk bekerja pada tekanan dan temperature yang tinggi. Jenis P (
outside packed floating head ) direncanakan untuk menanggulangi adanya
ekspansi dari tube. Jenis B ( split ring floating head ) merupakan jenis yang digabung antara penahan dan penutupnya ( floating head backing device and
floating head cover ). Konstruksi ini mampu menahan ekspansi yang terjadi
dalam tube sebab dapat bergerak dalam rear head.
Pada jenis T ( pull through floating head ) tube bundle dapat dilepaskan dengan hanya melepaskan stationary head. Pada jenis W (
externally sealed
floating tube sheet ) dipergunakan latern ring diikat bersama-sama dengan
paking.
2.5.2. Shell ( badan heat exchanger )
Shell adalah bagian tengah head exchanger dan merupakan rumah untuk tube bundle. Antara shell dan tube bundle terdapat fluida yang menerima atau melepaskan panas sesuai dengan proses yang terjadi. Pertimbangan untuk memilih aliran yang dibelah dan aliran yang dibagi ( split
and devide flow ) ialah, untuk mengurangi penurunan tekanan ( pressure drops )
sisi shell, sebab pressure drops merupakan faktor kontrol pada perancangan dan operasi heat exchanger.
Bentuk dari shell dan klasifikasinya telah ditetapkan oleh TEMA , seperti dapat dilihat pada Gambar 2.6. berikut :
Gambar 2.6. Jenis shell dan klasifikasinya 3
________________
3
Shell jenis E merupakan bentuk yang paling sederhana dengan saluran masuk berada pada bagian ujung yang satu dari head exchanger dan saluran keluar berada pada bagian ujung yang lain dengan posisi saling berhadapan. Dipergunakan pada heat exchanger dengan single pass dan memiliki efisiensi thermal yang baik.
Jenis F memiliki dua laluan shell akibat adanya sekat longitudinal. Susunan ini dipergunakan dalam aplikasi dimana dibutuhkan temperatur keluar fluida panas mendekati temperatur masuk fluida dingin dan juga untuk menghindari laju aliran yang rendah pada penggunaan shell jenis E. Penurunan tekanan yang terjadi delapan kali lebih besar dari penurunan tekanan yang terjadi pada shell jenis E, akan tetapi masih dapat diterima untuk keperluan-keperluan khusus. Yang membatasi penggunaan jenis ini adalah kemungkinan kebocoran melalui celah antara sekat longitudinal dan
shell.
Untuk meningkatkan efektivitas thermal sering digunakan jenis G atau disebut juga jenis aliran split ( split flow ). Utamanya digunakan pada
reboiler, tetapi adakalanya dipergunakan pada aliran dimana tidak terjadi
perubahan fase. Penurunan tekanannya hampir sama dengan shell jenis E. Pada tekanan kerja yang rendah seperti pada pendingin gas ( gas
cooler ) dan pengembunan ( condensor ) dipergunakan shell jenis J, yaitu : divide flow dengan satu saluran masuk dan dua saluran keluar. Penurunan
tekanannya hampir delapan kali shell jenis E. Jenis terakhir yang diperkenalkan adalah shell jenis X, dimana aliran dalam shell menyilang murni ( pure cross flow ) terhadap tube bundle tanpa sekat menyilang. Penggunaan jenis ini memberikan penurunan tekanan yang sangat rendah.
2.5.3. Tube ( pipa ).
Kemampuan melepaskan atau menerima panas suatu alat penukar panas dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan ( heating surface ). Besarnya luas permukaan itu tergantung dari panjang, ukuran dan jumlah tubes yang dipergunakan pada alat penukar kalor itu. Susunan tubes ini dipengaruhi
besarnya penurunan tekanan aliran fluida didalam shell.
Penentuan susunan pipa-pipa ( tube ) pada alat penukar kalor sangat prinsip sekali, ditinjau dari segi operasi dan segi pemeliharaan. Berikut ini terdapat beberapa susunan tubes alat penukar kalor, yaitu :
1. Tube dengan susunan segitiga ( triangular pitch ) 2. Tube dengan susunan segitiga diputar 30o
3. Tube dengan susunan bujur sangkar ( in-line square pitch )
( rotated triangular atau in-line
triangular pitch ).
4. Tube dengan susunan berbentuk belah ketupat, atau bentuk bujur sangkar
yang diputar 45o
Susunan tube yang segitiga ini sangat populer dan baik dipakai melayani fluida kotor berlumpur atau yang bersih ( fouling or non-fouling ). Pembersihan tube dilakukan dengan cara kimia ( chemical cleaning ). Koefisien perpindahan panas lebih baik dibanding dengan susunan pipa bujur sangkar ( in-line square pitch ). Susunan tube segitiga banyak dipergunakan dan menghasilkan perpindahan panas yang baik per-satu satuan penurunan tekanan ( per unit pressure drops ), disamping itu letaknya tube lebih kompak ( Gambar 2.7a )
Tube yang disusun berbentuk sudut 60 ( diamond square pitch ).
o
atau 30o seperti Gambar 2.7d tidak sepopuler jenis pertama, mempunyai karakter yang lebih jelek. Koefisien perpindahan panasnya tidak baik, tetapi masih lebih baik bila dibandingkan dengan jenis susunan pipa yang bujur sangkar ( in-line square
pitch ). Besarnya penurunan tekanan yang terjadi kurang lebih sama dengan
susunan tube segitiga.
Susunan tube bujur sangkar membentuk sudut 90o
a. Apabila penurunan tekanan ( presuure drops ) yang terjadi pada alat
penukar kalor itu sangat kecil.
( in-line square pitch ) banyak dipergunakan dengan pertimbangan seperti berikut :
b. Apabila pembersihan yang dilakukan pada bagian luar tube adalah
dengan cara pembersihan mekanis ( mechanical cleaning ). Sebab pada susunan seperti ini , terdapat celah antara tube yang dipergunakan untuk pembersihannya.
c. Susunan ini memberikan perilaku yang baik, bila terjadi aliran turbulen,
tetapi untuk aliran laminar akan memberikan hasil yang kurang baik.
Gambar 2.7. Susunan tube. ( a ) Bujur Sangkar, ( b ) Bujur Sangkar diputar 45 o ( diamond ), ( c ) Segitiga ( triangular ), ( d ) Segitiga diputar ( in-line triangular ) 4
__________________
4
Ditinjau dari segi perpindahan panasnya, maka susunan ini mempunyai koefisien perpindahan panas yang lebih kecil dari susunan tube sebelumnya.
Susunan tube yang membentuk 45 o atau susunan belah ketupat (
diamond square pitch ) seperti Gambar 2.7b dan 2.7c merupakan jenis
kondisi menengah. Jenis ini baik dipergunakan pada kondisi operasi yang penurunan tekanan kecil, tetapi lebih besar dari penurunan tekanan jenis bujur sangkar. Pembersihan bagian luar tube dilakukan dengan pembersihan mekanis seperti jenis bujur sangkar. Susunan tube ini relatif lebih baik dibanding dengan susunan tube yang membentuk 30 o
a. Besarnya penurunan tekanan ( pressure drops )
terhadap aliran ( jenis segi tiga ) Gambar 2.7a.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemilihan susunan tube heat exchanger, ialah :
b. Aliran fluida luar tube, laminar atau turbulen
c. Fouling atau non-fouling yang mengalir diluar tube.
d. Cara yang dilakukan untuk pembersihan bagian luar tubes secara mekanis ( mechanical cleaning ) atau kimia ( chemical cleaning ).
A. Diameter
Diameter luar tube berkisar 0,5 sampai 2,0 inchi, sedangkan diameter dalamnya beragam tergantung kepada standar yang digunakan. Umumnya standar yang digunakan adalah BWG ( Birmingham Wire Gage ) suatu institusi yang melakukan standarisasi pipa. Misalnya tube dengan kode 1 BWG 14, angka 1 menunjukan diameter luar tube adalah : 1 inchi, BWG menunjukan standar yang dipakai dan 14 menunjukan kode diameter dalam menurut standar BWG mulai dari 0000 sampai 24 yang menunjukan tebal dinding tube dari 0,454 sampai 0,022 inchi.
Pertimbangan thermohidrolik menghendaki penggunaan tube dengan diameter kecil karena memberikan densitas permukaan perpindahan panas yang lebih tinggi, akan tetapi untuk kepentingan pembersihan tube, penggunaannya dibatasi hingga diameter minimum 20 mm.
B. Panjang
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan penukar kalor adalah ukuran panjang tube. Tidak banyak variasi ukuran panjang tube yang tersedia untuk dipasang. Standar yang sering dipasang adalah 6 ft ( 0,83 m ) , 8 ft ( 2,44 m ) , 12 ft ( 3,66 m ) dan 16 ft ( 4,88 m ).
Secara umum ukuran tube yang lebih panjang memberikan biaya yang lebih rendah dari pada memgunakan tube yang lebih pendek untuk luas permukaan yang sama. Hal ini diameter shell yang digunakan akan menjadi lebih kecil, flens dan tube sheet menjadi lebih tipis dan lebih sedikit lubang yang dibuat. Penambahan panjang lebih diminati manakala laju aliran dalam tube relative rendah dan diperlukan agar mencapai kecepatan yang ditentukan. Akan tetapi tube yang cukup panjang akan menimbulkan kesulitan pada saaat penyusunan sekat-sekat ( baffle ) didalam shell .
Untuk memperoleh unjuk kerja yang terbaik, umumnya dipakai perbandingan antara panjang tube dengan diameter shell adalah 5 sampai 10.
C. Tube Bundle
Tata letak tube bundle merupakan bagian yang penting dalam perancangan thermohidrolik penukar kalor. Perencanaan secara terinci meliputi perhitungan tekanan fluida dalam shell dan tube yang dapat mempengaruhi resiko kebocoran antara tube bundle dan sheet. Resiko kebocoran ini perlu diperhatikan karena untuk beberapa aplikasi kemurnian dari fluida yang mengalir dalam penukar kalor merupakan syarat utama yang tidak bisa ditoleransi.
Perancangan mekanik dari tube bundle meliputi pertimbangan secara seksama dari ekspansi thermal tube bundle dan penempatannya didalam
shell. Dalam proses perancangannya berkaitan erat dengan jenis rear head yang digunakan, seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
sheet , floating head dan U – tube bundle. Tube bundle jenis fixed
tube sheet menggunakan rear head jenis L , M, dan N. Jenis floating menggunakan rear head jenis U.
2.5.4. Komponen Pendukung
Komponen pendukung juga memegang peranan penting dalam merancang unit heat exchanger, karena setiap perubahan dari komponen-komponen tersebut akan mempengaruhi performa dari HE sendiri. Ada beberapa komponen pendukung yang sangat diperlukan seperti , baffle , tube sheet, nossel dan lain-lain.
A. Baffle ( Sekat )
Sekat ( baffle ) yang dipasang pada heat exchanger mempunyai beberapa fungsi , diantaranya yaitu :
1. Struktur untuk menahan tube bundle
2. Damper untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran ( vibration ) pada tube.
3. Sebagai alat untuk mrngontrol dan mengarahkan aliran fluida yang
mengalir diluar tube ( shell side ).
Ada beberapa jenis baffle untuk heat exchanger seperti , sekat pelat berbentuk segment ( segmental baffles plate ), sekat batang ( rod baffle ), sekat longitudinal dan sekat impingement. Tetapi umumnya yang sering dipergunakan adalah sekat segment. Pemilihan jenis baffle yang dipergunakan memerlukan pertimbangan tehnis dan operasional karena berpengaruh pada besarnya penurunan tekanan, pola aliran dan distribusi aliran dalam heat exchanger. Guna penurunan keperluan penurunan tekanan yang rendah dipergunakan jenis sekat disc and doughnut yang dapat mengurangi penurunan tekanan sampai 60 %.
Pemasangan sekat pada heat exchanger dibatasi oleh jarak ( spacing ) maksimum dan minimum antar sekat. TEMA telah merekomendasikan jarak minimum dan maksimum antar sekat , sebagai berikut :
a) Jarak minimum
Sekat segmental sebaiknya memiliki jarak antara sekat yang tidak kurang dari 1/5 dari diameter dalam shell atau 50 mm.
b) Jarak maksimum.
Penentuan jarak maksimum selalu memperhatikan kemampuan tube untuk menahan lendutan yang mungkin terjadi akibat beratnya sendiri untuk panjang tertentu. Dan panjang tube maksimum tanpa memerlukan penjangga untuk menghindari lendutan telah direkomendasikan oleh TEMA.
Gambar 2.8. Jenis Baffle Heat Exchanger, ( a ) Baffle segment tunggal , ( b ) Baffle disc and doughnut. 5
_____________________________
5
Tunggul M Sitompul, Alat Penukar Kalor, hal 84 - 85
( a )
B. Tube sheet ( pelat untuk tube )
Pelat yang berfungsi sebagai tempat untuk mengikat tube adalah pelat tube atau tube sheet. Pelat dilubangi dengan diameter lebih besar dari diameter luar tube. Tube dimasukan kedalam lubang tersebut, lalu di ikat. Umumnya cara pengikatnya, adalah : pengikatan roll dan pengikatan las (
welding ) . Selanjutnya tube sheet dapat dikelompokan dalam 2 jenis yaitu :
1. Pelat tube stationer ( stationery tube sheet ) 2. Pelat tube mengambang ( floating tube sheet ).
Biasanya tube sheet dibuat dari satu pelat saja, tetapi untuk bahan-bahan berbahaya dan bersifat korosi seperti, chlorine, hydrogen chloride, sulfur
dioxide dan lain-lain, dimana bisa terjadi percampuran akibat bocoran dari
sisi shell ke sisi tube atau sebaliknya yang menimbulkan bahaya, maka tube sheet sering dibuat dari pelat ganda ( double sheet ).
Susunan tube pada pelat tube berhubungan erat dengan susunan tube pada sekat ( baffle ). Yang menentukan banyaknya pass / lintasan aliran pada sisi tube adalah layout tube sheet. Dari bentuk dan susunan lubang pada tube sheet dapat diketahui berapa lintasan aliran yang terjadi pada sisi tube heat exchanger.
Mengingat pelat tube stationer dan floating akan saling melengkapi di dalam operasi, susunan tube pada kedua tube sheet ini tidak sama. Disamping itu susunan tube pada pelat tube yang jumlah pass nya berbeda, akan berbeda pula bentuknya.
C. Nozzle ( nossel )
Untuk jalan masuk dan keluar fluida di dalam heat exchanger dipasang nossel. . Minimal diperlukan 4 buah nosel, yaitu : 2 buah untuk fluida dalam tube dan 2 buah untuk fluida luar tube atau di dalam shell. Penempatan nossel ini dipengaruhi oleh jumlah lintasan atau pass aliran. Nossel dilengkapi dengan flens untuk menyambungkan pipa-pipa ke heat exchanger.
(
h i h o)
h p h hm
C
T
T
q
=
, ,−
,(
c i c o)
c p c cm
C
T
T
q
=
, ,−
,akan lebih memudahkan dalam pengadaan dan pemeliharaan. Flens standar dinyatakan ukuran dan serie nya yang dipengaruhi oleh temperature, tekanan kerja penukar kalor, serta jenis fluidanya.
2.6. Analisa Termal Heat Exchanger
Dalam menentukan nilai thermal dari sebuah heat exchanger, terlebih dahulu kita harus mengetahui laju energi yang dilepaskan / diterima oleh fluida panas maupun fluida dingin. Adapun persamaan yang dimaksud adalah :
a) Laju energi panas yang dilepaskan oleh aliran fluida panas,
q
h( W )
6)
( 2-1 }
Dimana :
m
h : laju aliran massa fluida panas ( kg/s )C
p,h : konstanta fluida panas pada tekanan constant ( J/kg.C )T
h,i : Temperatur aliran fluida panas masuk HE ( o C )T
h,o : Temperatur aliran fluida panas keluar HE ( ob) Laju energi panas yang diterima oleh aliran fluida dingin,
q
C ) c ( W ) 7) ( 2-2 ) Dimana :
m
c : laju aliran massa fluida dingin ( kg/s )C
p,c : konstanta fluida dingin pada tekanan constant ( J/kg.C )T
c,i : Temperatur aliran fluida dingin masuk HE ( oC )T
c,o : Temperatur aliran fluida dingin keluar HE ( oc) Apabila sistim dianggap adiabatic, maka :
C )
q
h= q
c= q
________________6
Frank Kreith, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, hal 555 7
x
T
A
k
q
k=
−
∂
∂
2.6.1. Laju Perpindahan Panas Keseluruhan
Sebagai pokok pembahasan pada perencanaan heat exchanger adalah masalah perpindahan kalor. Dianggap bahwa fluida panas berpindah ke fluida dingin, terjadi dengan sempurna. Bila laju aliran panas yang dilepaskan oleh fluida panas, besarnya q persatuan waktu, maka laju aliran panas yang diterima oleh fluida yang dingin sebesar q pula.
Kemampuan untuk menerima kalor itu dipengaruhi 3 hal yaitu :
1. Koefisien perpindahan panas keseluruhan ( the overall heat transfer
coefficient ), dinyatakan dengan
U
. ( W / m2 .K )2. Luas perpindahan panas dinyatakan dengan
A
. ( m2 )3. Selisih temperature rata-rata ( mean temperature difference, the driving
temperature force ), dinyatakan dengan ∆ Tm ( K )
Hubungan antara besaran tersebut adalah : 8)
q = U. A.
∆
T
m( 2-4 )
_______________
( 2-3 )
2.6.2. Perpindahan Panas Konduksi.
Adalah suatu perpindahan panas, dimana energi berpindah dari daerah bertemperatur tinggi ke daerah bertemperatur rendah yang terjadi dalam satu medium ( padat, cair atau gas ) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran panas konduksi , perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa ada perpindahan molekul yang cukup besar.
Persamaan laju perpindahan energi nya : 9)
8
Homan J.P, Perpindahan Panas, hal 481 9
r
T
A
k
q
k=
−
∂
∂
r
T
l
r
k
q
k=
−
.
2
.
π
.
.
.
∂
∂
Dimana : qk
= laju perpindahan panas konduksi ( Watt )
k = konduktivitas thermal ( W / m. K )
A
= luas penampang melalui mana panas mengalir dengan cara konduksi ( m2 )jT / jx = gradient suhu pada penampang tersebut, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x. ( K/m2
Konduksi Melalui Dinding Silinder
)
Aliran panas radial dengan cara konduksi melalui silinder berpenampang lingkaran yang berlubang merupakan satu lagi soal konduksi satu dimensi. Contohnya seperti konduksi melalui pipa dan isolasi pipa. Jika silinder itu homogen dan cukup panjang sehingga pengaruh ujung-ujungnya dapat diabaikan dan suhu permukaan dalamnya konstan pada Ti sedangkan suhu
luarnya dipertahankan seragam pada To
, maka persamaan 2-2 menjadi ,
10)
( 2-5 )
Dimana : jT / jr = gradient suhu dalam arah radial .
Untuk silinder berlubang , luasnya merupakan fungsi jari-jari dan 10)
A = 2.
π.
r. l
( 2-6 ) Selanjutnya ,r
adalah jari-jari danl
panjang silinder, maka laju aliran panas konduksi dinyatakan sebagai persamaan diatas 10 . Selanjutnya ,r
adalah jari-jari danl
panjang silinder, maka laju aliran panas konduksi dinyatakan sebagai berikut :( 2-7 ) _____________
10)
10
l
k
r
r
T
T
i o o i kq
π
2
)
/
l n (
−
=
c cq
T
r
=
∆
l
k
r
r
R
o i k.
.
2
)
/
(
ln
π
=
Pemisahan variabel-variabel dan integrasi antara
T
o padar
o danT
i pada ri menghasilkan :( 2-8 )
Selanjutnya tahanan thermal untuk silinder berlubang adalah :
11)
( 2-9 )
2.6.3. Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas disebut secara konveksi jika cairan atau gas yang temperaturnya tinggi mengalir ke tempat yang temperaturnya lebih rendah, memberikan panasnya pada permukaan yang temperaturnya lebih rendah. Jadi pada perpindahan panas konveksi diperlukan media cairan atau gas.
Adapun persamaan perpindahan panas konveksi yaitu :
11)
12)
q
c= h
c. A . ( T
w– T
a)
( 2-10 )Persamaan diatas disebut hukum Newton dan
h
c disebut koefisien perpindahan panas konveksi rata-rata, satuannya adalah panas persatuan waktu persatuan luas permukaan persatuan beda suhu ( W / m.2K )Tahanan thermal konveksinya dinyatakan dengan persamaan :
( 2-11 ) _____________ 13) 11 ibid, hal. 29 12
Sri Warnijati Agra, Perpindahan panas konduksi dan radiasi, hal. 3 13
A
h
r
c c.
1
=
1 . 0 3 / 1 3 / 1 3 / 1P
r
R
e
8
6
.
1
=
=
w i i i uL
d
k
d
h
N
µ
µ
µ
ρ
i eD
v
R
=
Selanjutnya dengan persamaan 2-3, di dapat penyederhanaan sebagai berikut : 14)
( 2-12 )
A. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi dalam Pipa,
h
iKoefisien perpindahan panas konveksi dalam pipa merupakan fungsi dari sifat fluida ( k, Cp dan lain-lain ), kecepatan fluida, skala panjang dan bentuk permukaan, adapun parameter performan nya sebagai berikut :
a. Aliran di dalam pipa adalah laminar ( Re < 2100 )
maka parameter persamaan-persamaan nya sebagai berikut :
( 2-13 ) Dimana :
Nu
: bilangan Nusselth
15)i : koefisien pp konveksi aliran fluida dalam pipa ( W / m2 .K )
d
i : diameter dalam tube ( m )k
: konduktifitas thermal fluida ( W / m.K )Pr
: angka Prandtl, berkisar 0,6 – 100µ
: viskositas fluida pada temperature kerja ( N. s/m2 )µ
w : viskositas fluida pada temperature dinding tube ( N. s/m2 )Re
: bilangan Reynolds, di dapat dari , ( 2-14 ) 16) __________________ 14 ibid, hal 25 15Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal 255 16
1 . 0 3 / 1 3 / 1 8 . 0
P
r
R
e
0
2
7
.
0
=
w i uL
d
N
µ
µ
n uN
=
0
.
0
2
R
3
0.8e
P
r
i cA
m
v
.
ρ
=
i iD
A
4
π
=
Dengan,ρ
: massa jenis fluida ( kg / m3 )v
: kecepatan rata-rata aliran fluida ( m / s )µ
: viskositas dinamik fluida ( N. s/m2
)
Selanjutnya , kecepatan rata-rata di dapat dengan persamaan :
17)
( 2-15 ) Dimana :
m
c : laju aliran massa fluida didalam pipa ( kg / s )A
i : luas penampang aliran di dalam pipa ( m2b. Dalam kondisi aliran turbulen (
Re
> 4000 )) 18) ( 2-16 ) Dimana :
d
iadalah diameter dalam pipa dan
L
adalah panjang pipa, keduanya dinyatakan dalam satuan meter.Persamaan diatas berlaku bagi : 0,7 < Pr < 17000
c. Bila perbedaan temperatur aliran utama – temperatur permukaan
besar, maka persamaan nya menjadi :
19)
( 2-17 )
Dimana :
n
= 0,4 untuk keadaan pemanasan ke dalam aliran di dalam pipan
= 0,3 untuk keadaan pendinginan ke dalam aliran di dalam pipa __________________17
ibid, hal 195 18
µ
ρ
µ
e s e s ed
u
d
G
R
=
=
s s sA
m
G
=
ρ
s sG
u
=
14 . 0 3 / 1.
Pr
.
.
=
w e h od
k
j
h
µ
µ
B. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi di luar Pipa,
h
o
Aliran fluida mengalir di sisi luar pipa mempunyai koefisien perpindahan panas yang tergantung dari aliran dan derajad turbulensi yang merupakan fungsi dari luas aliran, kecepatan fluida dan ukuran dan susunan dari tube.
Untuk perhitungan koefisien perpindahan panas di luar pipa atau di dalam shell menggunakan persamaan sebagai berikut :
a. Aliran fluida di sisi shell.
20)
( 2-18 )
Dimana :
J
h = faktor perpindahan panas( data eksperimental, fungsi Re, Baffle Cut, bentuk susunan berkas pipa )
h
o = koefisien pp konveksi aliran fluida di luar pipa ( W / m2 .K )d
e( 2-19 )
Dimana :
= diameter ekuivalen shell ( m )
b. Bilangan Reynolds aliran fluida di sisi shell :
23) 23) 23) dan ( 2-20 ) ________________________ 19
Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal 252 20
Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal 104 23
ibid, hal 104
(
2 2)
7
5
.
0
2
7
.
1
o t o ep
d
d
d
=
−
(
2 2)
9
1
.
0
1
0
.
1
o t o ep
d
d
d
=
−
(
)
B s o o t sD
l
d
d
p
A
=
−
.
Untuk susunan pipa segiempat, maka :
( 2-21 )
24
Untuk susunan pipa yang berbentuk segitiga, maka :
( 2-22 )
24
( 2-23 )
Dimana :
A
s = luas aliran pada isi shell ( m2 )G
s = laju aliran fluida persatuan luas pada bagian shell ( kg/m2.s )P
t = jarak antar tube ( m )m
s = laju aliran fluida ( kg /s )l
B = jarak antar sekat ( m )D
s = diameter dalam shell ( m )2.6.4. Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan (Global),
U
Perpindahan panas antara dua fluida yang dipisahkan oleh tebal tube terjadi secara konduksi dan konveksi. Jika konduksi dan konveksi secara ber urutan , maka tahanan panas yang terlibat ( konduksi dan konveksi ) dapat dijumlahkan untuk memperoleh koefisien perpindahan panas keseluruhan,
U.
a. Perpindahan panas konveksi : fluida panas – permukaan dalam pipa
maka dapat menggunakan persamaan : 12)
q
i= h
i. A
i. ( T
h– T
w,i)
( 2-24 )___________
23
Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal 150 24
(
)
(
wi wo)
i o kT
T
d
d
L
k
q
, ,/
l
n
2
−
=
π
(
)
o o i o i i c hA
h
L
k
d
d
A
h
T
T
q
1
2
/
ln
1
+
+
−
=
π
o o i o i i o ik
l
h
A
d
d
A
h
U
A
U
A
U
A
1
2
)
/
(
l
n
1
1
1
1
=
=
=
+
+
π
b. Perpindahan panas konduksi radial di dalam permukaan pipa.
dapat menggunakan persamaan :
( 2-25 )
c. Perpindahan panas konveksi permukaan luar pipa – aliran fluida dingin
q
11)
o
= h
o. A
o. ( T
w,o– T
c)
( 2-26 )d. Apabila sistemnya adiabatic, maka :
q
i= q
k= q
o
= q
25) ( 2-27 ) atauq = U. A
o. ( T
h– T
c ( 2-29 )2.6.5. Beda Temperatur Rata-Rata Logaritmik,
∆
T
)
( 2-28 )Selanjutnya dapat dijabarkan :
25)
m
Pada gambar dibawah ini menunjukan bahwa beda temperature rata-rata antara fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan pada waktu keluar keluar tidaklah sama, maka perlu menentukan nilai rata-ratanya ( LMTD, log
mean temperature difference )..
__________
25
(
.1 .2)
.
h h h hT
T
q
C
m
−
=
(
.1 .2)
.
c c c cT
T
q
C
m
−
=
(
) (
)
(
2 2) (
1 1)
1 1 2 2/
.
ln
.
c h c h c h c hT
T
T
T
T
T
T
T
A
U
q
−
−
−
−
−
=
Gambar 2.9. Profil temperatur untuk aliran berlawanan ( a ) dan sejajar ( b )
Laju pertukaran panas di dalam heat exchanger, 26)
q = U. A.
∆
T
mDimana : ∆Tm : beda temperature rata-rata logaritmik, o
• Laju aliran massa fluida panas, ditunjukan dengan persamaan :
C
• Laju aliran massa fluida dingin, ditunjukan dengan persamaan :
Dari kedua persamaan diatas disubstitusikan ke dalam persamaan sebelumnya, akan memberikan : __________ 27) 26 idem., hal. 490 27 idem., hal. 491 ( a ) ( b )
(
11/
22)
ln
(
2 2/
11)
ln
T
T
T
T
T
T
T
T
T
m∆
∆
∆
−
∆
=
∆
∆
∆
−
∆
=
∆
o o f i i f o o i o i iA
R
A
R
A
h
l
k
d
d
A
h
U
A
, ,1
2
)
/
(
l
n
1
1
+
+
+
+
=
π
o f i f fR
R
R
=
.+
.Selanjutnya persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :
2-30
2.6.6. Faktor Pengotoran ( fouling factor )
Dalam operasinya, permukaan perpindahan panas akan dilapisi beberapa endapan atau deposit yang biasanya terdapat dalam sistim aliran, atau permukaan mengalami korosi sebagai akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang digunakan dalam konstruksi penukar kalor. Dalam hal ini, lapisan akan memberikan tahanan termal tambahan terhadap aliran kalor dan pada akhirnya akan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Pengaruh dari hal diatas dinyatakan dengan factor pengotoran ( fouling factor ), atau tahanan pengotoran.
Untuk tahanan thermal terhadap permukaan bersih ( clean surface ) sudah ditunjukan pada persamaan 2-29, maka tahanan thermal untuk permukaan fouling adalah : 27) 2-31 Dimana : R 28)
f,i : tahanan thermal fouling-aliran di dalam pipa, m2K / W
Rf,o : tahanan thermal fouling-aliran di permukaan luar pipa, m2
K / W 28) 2-32 __________ 27 idem., hal. 490 28 idem., hal. 486
c d f
U
U
R
=
1 −
1
. max .q
q
act=
ε
max . min . maxC
. T
q
=
∆
Faktor pengotoran harus didapatkan juga dari percobaan, yaitu dengan menentukan
U
untuk kondisi bersih ( clean ) dan kondisi kotor ( design ) pada heat exchanger . Sehinggga dapat di definisikan berikut :28)
2-33
Untuk mengetahui factor pengotoran yang disarankan dapat dilihat pada lampiran 8 dan 9. Dari tabel dapat disajikan berbagai macam fluida yang saling berinteraksi di dalam heat exchanger.
2.6.7. Efektivitas
Adalah sangat penting untuk mengetahui seberapa besar nilai effisiensi efektifitas dari sebuah unit heat exchanger, karena ini menyangkut kemampuan dari unit untuk beroperasi secara kontinu tanpa adanya gangguan. Effektivitas dari heat exchanger merupakan perbandingan antara laju perpindahan kalor aktual / nyata dengan laju perpindahan kalor maksimum. Selanjutnya dapat didefinisikan sebagai berikut :
2-34
Dimana :
q
29)
act : laju perpindahan panas aktual / nyata, Watt
q
max
: laju perpindahan panas maksimum, Watt
30)
2-35
∆
T
max. : beda temperatur maksimum, oC
Temperatur fluida panas masuk dikurangi temperatur fluida dingin masuk.
C
min.: kapasitas panas minimum aliran fluida , Watt / oC
___________
29
Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal. 498 30
(
)
s e i s s s ssg
d
x
N
D
G
f
P
θ
.
.
.
10
22
,
5
1
.
.
.
10 . 2+
=
∆
c p c cm
C
C
=
.
. h p h hm
C
C
=
.
.C
min. Kapasitas panas aliran fluida dingin :
diambil nilai yang ter rendah dari kapasitas panas aliran fluida dingin atau fluida panas, yaitu :
Kapasitas panas aliran fluida panas :
Dimana :
m
c : laju aliran massa fluida dingin ( kg/s )C
p,c : konstanta fluida dingin pada tekanan constant ( J/kg.C )m
h : laju aliran massa fluida panas ( kg/s )C
p,ha)
Penurunan tekanan disisi shell.∆
P
: konstanta fluida panas pada tekanan constant ( J/kg.C ) 2.6.8. Penurunan Tekanan ( Pressure Drops )
Disetiap perencanaan heat exchanger selalu factor penurunan tekanan
( pressure drops ) sangat diperhitungkan, karena ini menyangkut performance
dari aliran fluida yang melewati heat exchanger. Faktor-faktor seperti baffle, belokan, diameter ( tube & shell ), panjang dan sebagainya sangat mempengaruhi terjadinya pressure drops. Ada 2 aspek penting didalam perhitungan pressure drops, yaitu : perhitungan penurunan tekan di sisi shell dan perhitungan penurunan tekanan di sisi tube.
Besaran pressure drops yang terjadi pada sisi shell dapat menggunakan persamaan berikut : s 2-36 Dimana :
f
31)s : koefisien gesek fluida pada sisi shell, ft2 / in2 ___________
31
14 , 0 .
=
o w c sµ
µ
φ
t i t t tsg
d
x
n
L
G
f
P
θ
.
.
.
10
22
,
5
.
.
.
10 2=
∆
14 , 0 .
=
i w h tµ
µ
φ
d
e : diameter ekuivalen , ftD
s.i : diameter dalam shell, ftsg : spesifik grafity fluida di dalam shell
N : jumlah sekat / baffle.
G
s : kecepatan rata-rata aliran dalam shell, lb/ft2φ
s : ratio viskositas dinamik fluida di dalam shell .hµ
c , viskositas dinamik fluida, lb/ft.h
µ
w.ob)
Penurunan Tekanan pada Sisi Tube,∆
P
, viskositas dinamik air pada temperatur permukaan tube, lb/ft.h
Besaran pressure drops yang terjadi pada sisi tube dapat menggunakan persamaan berikut : t 2-37 Dimana :
f
32)t : koefisien gesek fluida pada sisi tube, ft2 / in2
d
i : diameter dalam tube , ftsg : spesifik grafity fluida di dalam tube
n
: jumlah lintasan / passG
t : kecepatan rata-rata aliran dalam tube, lb/ft2.hφ
t
µ
: ratio viskositas dinamik fluida di dalam tube, lb/ft.h
h , viscositas dinamik fluida di dalam tube, lb/ft.h
µ
w.i , viskositas dinamik nitrogen pada temperatur dinding dalam tubepada , lb/ft.h
L
: panjang tube, ft ___________32
C
S
D
P
t
b i s i s=
+
.
2
.
.t
L
S
d
L
P
.
.
i=
2
b.
.
4.2. Perhitungan Kekuatan
Untuk perencanaan heat exchanger hal penting pula untuk diketahui adalah kekuatan bahan dari unit itu sendiri, dikarenakan menyangkut faktor keselamatan di dalam pengoperasian alat tersebut. Gari Gambar 2.10, dapat dijelaskan bagaimana tegangan yang terjadi pada shell atau tube .
Gambar 2.10. Tegangan yang terjadi pada shell / tube
Kesetimbangan gaya :
Fokus utama dari peninjauan untuk perhitungan kekuatan bahan yaitu : a) Perhitungan kekuatan shell.
33)
2-38
Dimana :
t
s: tebal minimum pelat shell yang di ijinkan, mm
P
i : tekanan kerja maksimum yang di ijinkan , bar ___________33
2 / mm N f S S s t b =
C
S
d
P
t
b i i m t=
+
.
2
.
.D
s.i : diameter dalam shell, mmS
b: kekuatan tarik ( tensile strength ) material shell , N / mm2
Kekuatan tarik ini, perlu dilakukan koreksi dengan factor keamanan ( safety factor )
S
f
C
: faktor korosi yang diijinkan ( corrosion allowance ), mm,
makab) Perhitungan kekuatan tube
33)
2-39
Dimana :