Karakteristik dan
Cara Memainkan
Pada bab terdahulu telah dibicarakan mengenai pengklasifikasi-an alat dawai, baik melalui pendekatpengklasifikasi-an beberapa budaya masyara-kat yang ada di dunia maupun melalui pendemasyara-katan kriteria organo-logisnya seperti yang dikemukakan Sachs-Hornbostel. Di samping pendekatan klasifikasi yang telah didiskusikan, terdapat pula aspek-aspek penting lain dari keragaman alat dawai yang ada, yakni karak-teristik serta cara memainkan alat dawai. Tujuannya adalah untuk memperlihatkan bagaimana konsep maupun praktik permainan alat dawai di berbagai masyarakat dapat dipelajari dan dimengerti.
4.1 KARAKTERISTIK ALAT DAWAI
Hal apa saja yang dapat diperhatikan untuk mengamati karak-teristik alat dawai? Beberapa poin berikut dapat menjadi acuan, yakni dengan melihat:
1) jumlah dawai 2) kombinasi dawai
3) materi dawai
4) ada tidaknya pembatas nada
5) jembatan dawai (dapat berpindah atau tidak dapat berpindah/ permanen)
6) penggunaan dawai simpatetis.
Keenam poin di atas bukanlah hal yang baku dalam melihat karakterisitik alat dawai, karena masih banyak cara lain yang jauh jauh lebih detail dapat dilakukan. Namun pendekatan di atas setidaknya dapat membawa kita untuk mengenal berbagai alat dawai secara lebih luas lagi.
4.1.1 Jumlah Dawai
Penggunaan jumlah dawai (senar) dalam berbagai tradisi alat dawai cukup bervariasi. Di Asia Tenggara kita bisa melihat contoh-contohnya Dan bao Vietnam, misalnya memiliki satu buah dawai.
Tror (dawai gesek) di Kamboja terdiri dari dua jenis alat, yang kecil
menggunakan dua buah senar dan yang lebih besar memiliki tiga senar.
Dari kebudayaan musik di Asia Selatan, Asia Tengah dan Timur Tengah penggunaan jumlah dawai lebih beragam lagi. Sehtar di Iran dan tanbur di Turki, memiliki empat senar. Dua senar utama dipakai (dipetik) untuk menghasilkan nada-nada melodis, sedangkan dua senar lainnya dipakai sebagai nada-nada tetap. Santur, siter pukul yang umum terdapat di kebudayaan musik Arab dan memiliki 23 sampai 25 buah nada, masing-masing senar terdiri dari 3 buah nada.
Al ‘ud Arab, lut yang juga banyak digunakan di kebudayaan
musik Melayu di Nusantara, memiliki sembilan senar. Di Afrika, berbagai jenis alat dawai yang ada juga memiliki variasi jumlah senar. Sebagai contoh, kora memiliki 21 senar. Obukano di Zaire memiliki lima atau delapan buah senar.
Dalam tradisi musik Nusantara kita juga dapat melihat keragaman penggunaan jumlah dawai dari masing-masing alat musik. Hasapi Batak Toba dan kulcapi Karo di Sumatera Utara
me-miliki dua senar. Kacaping Sulawesi dan rebab Jawa juga meme-miliki dua senar. Gambus Melayu, baik yang ada di Riau maupun di Kali-mantan memiliki tujuh senar, berbeda halnya di Flores, gambusnya memiliki enam senar. Kacapi, jenis siter Sunda memiliki 15 dawai untuk jenis kacapi rincik (kecil) dan 18 buah senar untuk kacapi
indung (besar). Sasando di Nusa Tenggara Timur memiliki jumlah
senar bervariasi; tergantung konteks penggunaannya. Sasando
gong, misalnya, memiliki jumlah senar 9, 10, atau 11 buah. Sasando biola memiliki jumlah senar 24 atau 48 buah; sedangkan jenis sasando listrik memiliki jumlah senar lebih dari 48 buah.
Variasi jumlah dawai dapat juga terjadi pada jenis alat yang sum-ber asalnya sama, misalnya untuk gitar, gitar kroncong, selo, dan kontrabas. Dawai gitar pada umumnya berjumlah enam buah, seba-gaimana gitar lampung. Akan tetapi jumlah dawai gitar di wilayah Lombok, Sumbawa dan Timor, umumnya terdiri dari empat dawai. Dawai gitar kroncong umumnya berjumlah empat, sebagaimana yang juga dipakai di masyarakat Nias. Akan tetapi gitar dalam ensambel musik kroncong Jawa hanya memiliki tiga dawai. Dawai selo di Barat berjumlah empat buah. Dalam musik kroncong Jawa berjumlah tiga buah, dan dalam ensambel dawai Flores hanya satu buah. Demikian pula untuk jenis kontrabas, jika di Barat jumlahnya empat buah, dalam ensambel musik kroncong Jawa alat yang sama hanya memiliki tiga buah dawai. Di Papua, alat yang mirip kontrabas, yakni stembas, hanya memiliki satu buah dawai.
Alat Musik Dawai Dunia Alat Musik Dawai Nusantara Nama Alat Musik Jumlah Dawai Nama Alat Musik Jumlah Dawai
dan bao Vietnam 1 buah hasapi Batak Toba, kulcapi Karo, 2 buah tror Kamboja 2,3 buah dan kacaping Sulawesi
sitar India 6,7, 13 buah rebab Jawa dan Sunda 2 buah
sehtar Persia 4 buah gambus Melayu 7 buah
al ‘ud Arab 9 buah kecapi Sunda 15-18 buah
kora Afrika 21 buah sasando NTT 9, 10, 11, 24,
4.1.2 Kombinasi Dawai
Karakteristik lain dari alat dawai adalah kombinasi dawai. Ciri ini umumnya ditemukan pada jenis lut dan siter. Berdasarkan kombinasi dawainya, alat dawai dapat dikelompokkan pada ciri: 1) Dawai tunggal (single course);
2) Dawai ganda (double courses); dan 3) Dawai tripel/lapis tiga (triple courses)
Dawai tunggal memiliki pe-ngertian bahwa masing-masing dawai memiliki satu nada yang berdiri sendiri. Dawai ganda memiliki pengertian bahwa dawai terdiri dari dua buah senar yang dirangkap dan dilaras dengan nada yang sama. Dawai tripel, sebagian dawai atau ke-seluruhan dawai terdiri dari rang-kap tiga di mana ketiga dawai di-laras dengan nada sama, atau dengan nada sama dengan oktaf berbeda.
Kelompok alat musik yang berdawai tunggal adalah dan bao Vietnam, kacapi Sunda, sitar India, sehtar Persia, shamisen Jepang dan gitar. Dan bao me-miliki hanya satu buah dawai tunggal, sitar memiliki dua dawai tunggal—di samping dawai-dawai simpatetis dan dawai-dawai drone lainnya, shamisen memi-liki tiga dawai tunggal, dan gitar memiliki enam dawai tunggal.
Dawai Tunggal
Dawai Ganda
Dawai Tripel Gambar 4.1
Kelompok alat musik yang berdawai ganda di antaranya adalah mandolin, gambus Me-layu, al ‘ud Arab bouzouki lut petik Greek, gekkin lut petik Jepang, komun’go siter Korea, dan siter Jawa. Mandolin meng-gunakan empat buah dawai ganda, demikian pula bouzuki. Siter Jawa keseluruhan dawai terdiri dari kombinasi dawai
ganda. Kombinasi dawai ada juga yang disusun bervariasi, misal-nya gambus dan al ‘ud Arab. Gambus dan al ‘ud juga menggunakan dawai ganda, namun terdapat variasi dawai tunggal di dalamnya. Ketujuh dawai gambus—sebagaimana jumlah dawai yang umum terdapat pada jenis alat musik ini—tiga di antaranya merupakan dawai ganda dan satu dawai, nada yang terendah, merupakan dawai tunggal. Al ‘ud memiliki sembilan buah dawai yang empat di antaranya merupakan dawai ganda dan satu dawai, nada terendah, merupakan dawai tunggal.
Kelompok alat musik yang menggunakan dawai tripel misalnya
saz lut petik Asia Tengah, santir siter pukul Irak, dan piano Barat.
Keseluruhan dawai santir terdiri dari dawai kombinasi tripel. Tidak demikian halnya dengan saz dan piano. Dawai-dawai pada saz terdiri dari dua kombinasi, yakni dua dalam kombinasi ganda dan satu dalam kombinasi tripel. Sedangkan pada piano, dawai-dawai yang mewakili nada-nada rendah merupakan dawai tunggal, nada-nada tengah dalam kombinasi dawai ganda, dan nada-nada tinggi dalam kombinasi dawai tripel.
Jika kita membandingkan bunyi yang dihasilkan berbagai jenis alat musik dengan pengelompokan dawai berbeda, maka kesan serta warna suara yang ditimbulkan tentu berbeda pula. Pada alat dawai yang berdawai tunggal, nada-nada yang dihasilkan terkesan lebih bulat dan berdiri sendiri. Sedangkan alat dawai yang memiliki ciri dawai ganda atau lebih, kesan bunyi yang ditimbulkan lebih kolektif,
di mana satu petikan dawai menghasilkan dua atau lebih nada pada waktu yang bersamaan. Contoh dari hubungan nada-nada yang dihasilkan pada alat dawai dan kaitannya dengan susunan nada tunggal, ganda, maupun tripel, akan didiskusikan lebih lanjut pada bab 5 berkenaan dengan topik pelarasan.
4.1.3 Materi Dawai
Materi dawai sangat beragam, umumnya terbuat dari bahan metal atau logam. Contoh alat dawai dengan bahan metal atau logam adalah gitar, santur di Persia, saz dan tanbur di Turki, dan lain-lain. Alat-alat dawai di Nusantara yang menggunakan dawai logam di antaranya adalah kecapi Sunda, hasapi Toba, kulcapi Karo, rebab Jawa, dan biola Barat.
Di samping logam, materi dawai juga terbuat dari nilon. Untuk jenis alat dawai dunia yang menggunakan dawai nilon adalah al ‘ud Arabis dan kora Afrika. Alat dawai Nusantara yang menggunakan nilon adalah gambus Melayu. Gitar, selain memakai materi dawai logam, ada juga yang memakai nilon, khususnya gitar klasik.
Jenis materi dawai yang cukup khas tetapi relatif jarang diguna-kan adalah sutera. Contoh penggunaan sutera sebagai materi dawai bisa dijumpai pada masyarakat di wilayah Asia Timur, misalnya dawai siter kayagum di Korea, dan koto di Jepang.
Beberapa dawai lainnya ada yang terbuat dari bahan karet atau tali rami. Jenis dawai siter kotak yang umum dipakai oleh para pe-ngamen, di wilayah pulau Jawa, terbuat dari karet ban. Sedangkan materi dawai dari tali rami digunakan pada stembas Papua, atau
teren bas, sejenis selo di Flores.
Jenis bahan yang digunakan untuk materi dawai alat musik ten-tu akan mempengaruhi warna bunyi yang dihasilkan. Materi dawai dari bahan sutera atau nilon biasanya memiliki karakteristik bunyi yang lebih lembut, sedangkan alat dawai dari besi biasanya lebih keras dan tajam.
Gambar 4.6: Piano Barat (dawai tripel)
Gambar 4.5: Saz Turki Gambar 4.4: Siter Jawa (dawai ganda)
4.1.4 Batas Pemisah atau Tanpa Pemisah Nada
Karakteristik lain dari alat dawai adalah ada atau tidak adanya batas pemisah nada pada papan jari (fretted atau
unfretted/fretless). Istilah
populer yang sering kita gu-nakan sehari-hari adalah “pakai fret” atau “tanpa fret.” Ciri semacam ini umumnya dijumpai pada kategori lut.
Gitar dan mandolin ada-lah dua contoh alat dawai yang menggunakan pembatas nada atau fret. Jenis lut dunia yang pakai fret di antaranya adalah
charango di masyarakat
Indian di Amerika Selatan, sitar di India, pipa di Cina, gitar Hawaiian, dan biwa di Jepang. Di Nusantara contoh kategori lut yang pakai fret adalah kulcapi Karo, Sampeq Kenyah di Kalimantan, gambus Palembang, dan kecapi Makassar di Sulawesi.
Ciri lain dari alat dawai yang menggunakan pembatas nada adalah konstruksinya yang dapat digeser-geser. Posisi pembatas
A.
B.
Gambar 4.7:
Tipe Papan Nada Lut A: pakai Fret; B: Tanpa Fret
nada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan dari nada-nada yang diinginkan. Ciri alat dawai dengan konstruksi fret banyak ditemukan di wilayah Persia dan Arab, misalnya sehtar di Persia, tanbur di Turki, saz di Asia Tengah, dan sitar di India. Di wilayah Nusantara, jenis alat musik dengan fret yang dapat digeser-geser juga ditemukan, contohnya sampeq Kenyah.
Bahan yang digunakan sebagai pembatas nada umumnya terbuat dari besi, seperti pada gitar, mandolin, dan kulcapi Karo. Beberapa di antaranya terbuat dari kayu, seperti pipa Cina atau sape’ Kayan Kalimantan, atau jungga Sumba. Sebagian ada yang terbuat dari usus binatang, contohnya sehtar Persia, atau dari bahan nilon seperti yang terdapat pada dawai saz Turki.
Bentuk konstruksi pembatas nada pada alat dawai biasanya berupa lempengan pipih yang memanjang rata, disusun vertikal dan melekat pada bidang papan jari yang rata. Namun demikian, beberapa alat dawai memiliki kekhasan tersendiri. Sitar di India memiliki fret dengan bentuk melengkung, berlawanan dengan arah papan jari yang dikeruk. Jungga Sumba atau kacaping Makasar memiliki konstruksi fret yang berbeda, yakni tombol-tombol kayu yang melekat pada papan jari alat musik.
Alat dawai yang tidak menggunakan pembatas nada—tanpa fret—contohnya adalah biola, selo, atau kontra-bas di Barat. Di Nusantara contohnya adalah hasapi Toba dan gambus Melayu
Salah satu ciri yang membedakan produksi bunyi alat dawai yang menggunakan fret dengan tanpa fret adalah melihat meka-nisme penempatan jari penekan dawai. Pada alat dawai yang meng-gunakan fret, bunyi yang ditimbulkan berasal dari fret papan jari di mana jari penekan dawai berada. Tidak demikian halnya terjadi dengan alat dawai tanpa fret. Bunyi yang ditimbulkan berasal dari tekanan jari langsung dari posisi jari berada. Kecendrungan bunyi yang dihasilkan dari alat yang menggunakan fret dan tanpa fret sedikit berbeda. Bunyi nada alat dawai yang menggunakan fret terkesan lebih “stabil” dan “akurat”. Sedangkan pada alat dawai tanpa fret kesan bunyi yang ditimbulkannya sedikit lebih “fleksibel” dan “berayun.”
Gambar 4.9: Jungga Sumba
Gambar 4.12: Kacaping Makasar
Gambar 4.11: Sitar India Gambar 4.10: Gitar Hawaiian
Perhatikan dan dengarkan dengan seksama bagaimana bunyi yang ditimbulkan oleh alat dawai yang menggunakan fret dengan tanpa fret dari contoh-contoh audio maupun video yang ada!
Kemudian bandingkanlah kesan bunyi apakah yang terjadi di
antara keduanya. Gambar 4.14: Selo dan Kontrabas Gambar 4.13: Hasapi Toba
4.1.5 Jembatan Dawai
Ciri lain dari alat dawai dapat dilihat dari mekanisme jembatan dawai (kuda-kuda) yang dapat digeser/berpindah. Ciri seperti ini umumnya terdapat pada kategori siter.
Contoh dari alat dawai di dunia yang memiliki jembatan yang dapat digeser-pindah adalah kayagum di Korea dan koto di Jepang,
santur di Persia dan santir di Irak. Adapun di Nusantara sendiri
contohnya adalah kacapi Sunda, siter Jawa, dan sasando Nusa Tenggara Timur.
Berbeda halnya dengan jenis lut, tinggi rendah nada dawai dilakukan dengan cara mengencangkan atau mengendurkan dawai lewat mekanisme kupingan dawai. Pada alat dawai jenis siter, di samping melalui mekanisme kupingan, tinggi rendah nada ditemtukan dengan mengeser jembatan dawai yang disesuaikan
dengan ketegangan nada dawai yang diinginkan. Dengan kata lain, fungsi jembatan dawai tidak hanya untuk memberi ketegang-an dawai, tetapi juga untuk meng-atur keselarasan nada dari dawai. Jembatan dawai ada yang hanya berfungsi untuk pengatur laras. Laras diatur semata-mata lewat penempatan kuda-kuda pada posisi tertentu (misalnya pada santur Persia, kayagum Korea, koto Jepang, atau siter Jawa). Berbeda dengan peng-gunaan kuda-kuda, misalnya, pada kacapi Sunda. Ketegangan dawai pada kacapi Sunda pada dasarnya diatur melalui dawai yang diregangkan pada dua sisi. Sisi satunya adalah tempat dawai ditambatkan secara permanen, sedangkan sisi lain berupa kupingan yang berfungsi untuk mengatur ketegangan dawai hingga meng-hasilkan perkiraan tinggi-rendahnya laras dari nada-nada. Di samping sebagai jembatan dawai, fungsi kuda-kuda juga digunakan untuk mengatur akurasi laras dawai pada nada-nada yang semes-tinya (fine tuning). Kaitan fungsi kuda-kuda dengan proses pela-rasan nada akan didiskusikan lebih lanjut dalam topik pelapela-rasan dawai pada bab 5.
4.1.6 Dawai Simpatetis
Salah satu karakteristik yang cukup istimewa pada alat dawai adalah penggunaan dari dawai simpatetis. Dawai simpatetis adalah dawai-dawai lepas yang berbunyi karena getaran bunyi yang di-hasilkan oleh dawai utama (Untuk mengulang pemahaman menge-nai dawai simpatetis, lihat kembali diskusi yang sama pada bab 2).
Gambar 4.16:
Alat dawai dengan jembatan yang dapat bergeser
Yang penting untuk diingat adalah perbedaan prinsip bunyi yang dihasilkan oleh dawai utama. Umumnya dawai utama dipetik atau digesek, sedangkan dawai simpatetis sama sekali tidak dipetik atau digesek. Penggunaan dawai
simpatetis pada alat dawai merupakan ciri yang sangat jarang ditemukan di tradisi musik dunia. Contoh tradisi yang menggunakan dawai simpatetis adalah alat petik sitar dan alat gesek sarangi di India Utara dan hardingfele (biola Hardanger) di Eropa. Sitar, sebagai contoh, memiliki 6 atau 7 dawai utama, ditambah dengan 13 dawai simpatetis, meski senar utama yang dipetik untuk meng-hasilkan nada-nada melodis hanya dua dawai. Sedangkan dawai-dawai yang lain hanya berfungsi sebagai nada-nada tetap
(drone-strings). Alat dawai yang menggunakan dawai simpatetis ini tidak
kita jumpai pada kebudayaan musik di Nusantara.
Gambar 4.18: hardingfele
Gambar 4.19: Sitar India 4.2 Cara Memainkan Alat Dawai
Jika diperhatikan bagaimana cara memainkan alat dawai di berbagai kelompok masyarakat di dunia, maka kita akan
menemu-kan hal-hal yang khusus antara satu budaya dan budaya lainnya. Namun demikian, ada kecenderungan yang umum dari cara memain-kannya yakni:
1) dipetik dengan jari 2) dipetik dengan pemetik 3) digesek
4) ditarik/dicabik 5) dipukul
6) menggunakan tuts (keyed instruments) 4.2.1 Dipetik dengan Jari
Memainkan alat dawai dengan cara memetik sangat umum dijumpai di berbagai wilayah kebudayan musik di dunia. Ada banyak variasi dari teknik memetik yang digunakan untuk alat dawai yang berbeda. Misalnya, ada teknik memetik dengan menggunakan satu jari tangan beserta kuku jari. Cara memetik dawai dengan jari jempol atau jari telunjuk contohnya pada permainan gitar, atau bisa juga dengan menggunakan kelima jari tangan seperti pada permainan gitar klasik Barat. Cara memetik dawai juga bisa menggunakan kese-puluh jari tangan, contohnya pada permainan harpa.
Cara lain untuk memetik dawai kadangkala juga menggunakan alat bantu berupa kuku tambahan atau kuku palsu. Contoh ini dapat dilihat pada permainan sasando di NTT atau permainan sitar di India. Beberapa teknik lainnya ada juga yang menggunakan sebagian jari tangan kanan untuk memetik, sementara jari tangan kiri mene-kan dawai, contohnya pada alat koto Jepang atau kayagum Korea. Cara bermain seperti ini sangat berbeda dengan alat dawai harpa,
kacapi sunda, sasando, atau kora
Afrika. Untuk memainkan alat-alat musik itu jari-jari dari kedua tangan digunakan untuk memetik dawai.
VCD 1 Track 3
Cara memetik dawai dengan Jari-jari Ke dua tangan
4.2.2 Dipetik dengan Pemetik
Cara memainkan alat dawai ada juga yang menggunakan alat bantu pemetik. Alat bantu umumnya menggunakan plektrum, yaitu sejenis benda padat terbuat dari potongan kayu atau sejenis plastik fiber. Alat bantu pemetik digunakan dengan berbagai cara: ada yang digenggam di tangan, atau dipegang di antara dua jari yakni jari jempol dan jari telunjuk. Beberapa contoh alat dawai yang meng-gunakan alat bantu pemetik adalah pi’pa Cina, shamisen Jepang,
hasapi Toba, hitek Flores, dan kulcapi Karo.
Beberapa alat dawai lain ada yang dipetik dengan menggunakan potongan dawai nilon, seperti pada gambus Melayu, atau mengguna-kan tulang dari bulu sayap burung seperti al’ ud Arab.
Ada juga alat musik yang bisa dimainkan dengan cara dipetik dengan jari atau juga dapat
di-petik dengan alat bantu pemetik, misalnya gitar atau saz di Asia Tengah.
4.2.3 Digesek
Alat dawai yang digesek cukup banyak dijumpai, terutama untuk jenis lut. Biola, baik dalam konteks pertunjukan musik klasik Barat, maupun yang telah diadaptasi dalam gaya lokal, seperti rebab Pariaman, biola Lombok, dan biola Melayu, adalah jenis lut gesek yang cukup umum. Khusus permainan biola dalam tradisi musik klasik Barat, alat musik ini dimainkan juga dengan cara dipetik. Teknik permainan tersebut disebut dengan pizzicato.
Contoh alat dawai lut gesek lainnya adalah biwang Tibet,
sarangi India, rebab Jawa, rebab Sunda, dan teh yan Betawi. Jika biwang Tibet, sarangi India,
rebab Sunda dan rebab Jawa
digesek pada bagian permukaan atas dawai alat musik, teh yan Betawi digesek dengan cara
VCD 1 Track 4 Memetik Dawai dengan Pemetik
VCD 1 Track 21, 22, 35, 36, 37, 40 VCD 2 Track 7
menyelipkan tali bow penggesek persis ditengah-tengah di antara kedua dawai.
Contoh alat dawai gesek lain yang cukup unik ditemukan adalah
ajaeng Korea. Ajaeng merupakan jenis siter yang dimainkan dengan
cara digesek.
4.2.4 Ditarik/Dicabik
Permainan alat dawai dengan cara ditarik merupakan teknik yang khas dan jarang ditemukan. Contoh yang paling menonjol dari teknik permainan alat dawai seperti ini bisa ditemukan pada selo dalam ensambel musik kroncong Jawa. Berbeda halnya dengan teknik permainan selo pada musik Barat yang dimainkan dengan digesek atau dipetik, alat dawai
selo dalam musik kroncong justru dimainkan dengan ditarik/di-betot. Ciri ini juga ditemukan pada jenis alat “siter betot” yang umum
digunakan oleh para musisi pengamen yang ada di Jawa. 4.2.5 Dipukul
Cara memainkan alat dawai juga ada yang dengan menggunakan stik pemukul. Contoh alat dawai yang dimainkan dengan cara dipukul adalah dulcimer di Barat, santur di Persia dan yang qin di Cina. Ketiga jenis alat dawai ini termasuk dalam jenis siter pukul. Di wilayah Nusantara kita juga menemukan jenis alat dawai yang dimainkan dengan menggunakan stik pemukul, namun jenis alat dawai yang dipukul ada yang tergolong jenis lut yang dipukul dan ada juga jenis siter tabung yang dipukul. Contoh dari alat dawai Nu-santara yang dipukul adalah
keteng-keteng Karo, selo di
Mau-mere, dan stembas di Papua (stembas kadangkala juga dimain-kan dengan cara dipetik).
VCD 1 Track 5 Memetik Dawai dengan Ditarik/Dicabik VCD 1 Track 6 Memetik Dawai dengan Dipukul
4.2.6 Menggunakan Tuts (Keyed Instruments)
Jenis alat dawai yang dimainkan dengan menggunakan tuts (keyed instruments) cukup terbatas. Contoh untuk jenis alat dawai semacam ini adalah piano Barat dan mandaliong Sulawesi. Prinsip bunyi yang dihasilkan oleh dawai piano maupun mandaliong tidak secara langsung lewat petikan jari tangan, tetapi melalui mekanisme hentakan dari bilah-bilah tuts yang disusun dengan cara tertentu. 4.2.7 Teknik Menghasilkan Nada pada Alat Dawai
Teknik menghasilkan nada-nada pada alat dawai memiliki kekhasannya masing-masing. Teknik menghasilkan nada-nada pada busur musikal umum-nya dengan cara mengencang-kan dan mengendurmengencang-kan dawai. Cara mengencangkan serta mengendurkan dawai dapat dilakukan dengan memanipulasi kelenturan tiang penyanggah dawai yang ada sambil menekan dawai.
Teknik menghasilkan nada-nada pada alat dawai tergolong lira dan harpa adalah dengan memetik dawai-dawai yang ada secara langsung. Pada alat harpa dan lira masing-masing dawai diregangkan sesuai dengan nada-nada yang tertentu. Nada-nada harpa dihasilkan oleh pe-tikan kelima jari dari kedua tangan pemain. Sedangkan
Gambar 4.20: Teknik Menghasilkan Nada
pada Busur Musikal
Gambar 4.21: Kedua jari tangan memetik dawai untuk menghasilkan nada-nada lira
nada-nada lira biasanya dapat dimainkan oleh kelima jari dari salah satu tangan, sementara tangan yang lain memegang tubuh penyangga alat musiknya, atau dimainkan dengan kedua jari tangan.
Gambar 4.22:
A. Hasapi Toba; B. Rebab Jawa; C. Shamisen Jepang
A B C
Teknik menghasilkan nada-nada dawai jenis lut memiliki beberapa persamaan yang mendasar. Nada-nada lut umumnya dihasilkan melalui petikan dawai oleh jari pada salah satu tangan, sementara jari-jari tangan lainnya menekan dawai pada posisi papan jari. Alternatif nada-nada yang diinginkan tergantung pada wilayah papan jari di mana dawai ditekan. Hal yang demikian juga berlaku untuk jenis lut yang digesek. Berbagai jenis lut petik, seperti gitar,
hasapi Toba, shamisen Jepang, dan lainnya, dawai-dawai ditekan
hingga menyentuh permukaan papan jari untuk menghasilkan nada. Cara itu berbeda dengan jenis dawai gesek. Untuk jenis lut gesek misalnya, berbagai jenis rebab di Nusantara dan beberapa tempat lainnya, dawai-dawai yang ditekan untuk menghasilkan nada pada prinsipnya tidak sampai menyentuh permukaan papan jari alat musik. Jari-jari tangan yang menekan dawai terkesan menggantung di antara dawai yang ditekan dengan permukaan papan jari alat musik.
Perbedaan kontras lainnya dari proses bagaimana nada-nada dihasilkan pada alat dawai adalah dengan melihat bagaimana cara dawai ditekan. Pada umumnya cara menekan dawai di berbagai jenis lut adalah dengan menggunakan ujung jari tangan. Tidak demikian halnya dengan sarangi India atau shamisen Jepang. Dawai pada
sarangi dan shamisen ditekan dengan menggunakan kuku jari
pemainnya. Cara menekan dengan teknik menekan dengan telapak tangan juga dapat kita jumpai sebagai cara yang unik. Cara itulah yang dipakai untuk memainkan stembas Papua.
Teknik menghasilkan nada-nada dawai jenis siter cukup bervariasi. Beberapa di antaranya dilakukan dengan cara memetik dawai secara langsung, misalnya pada kacapi Sunda. Nada-nada juga dihasilkan dengan bantuan alat bantu pemetik atau dengan me-mukul dawai, misalnya
se-perti sasando dan dulcimer. Teknik menghasilkan nada pada kecapi, sasando dan
dulcimer berbeda dengan ajaeng Korea. Nanada
da-wai yang dihasilkan oleh per-mainan ajaeng adalah melalui kombinasi dawai yang digesek oleh tangan kanan dan tekan-an jari-jari oleh ttekan-angtekan-an kiri pemain.
4.3 Letak atau Posisi Alat Musik Ketika Dimainkan
Letak atau posisi alat dawai pada saat dimainkan juga beragam. Untuk harpa misalnya, pemainnya meletakkan alat musik tegak lurus sejajar dengan dirinya. Contoh posisi memainkan alat musik seperti ini dapat kita jumpai pada permainan harpa Barat dan kora Afrika. Sedangkan untuk jenis siter, umumnya pemusik meletakkan alat musik tepat di hadapannya. Contoh semacam ini dapat dilihat pada permainan kacapi Sunda, ajaeng Korea, atau santur Persia.
Gambar 4.23: Ajaeng Korea dimainkan dengan cara jari tangan kiri menekan dawai,
Berbeda dengan jenis siter tabung, seperti sasando Kupang dan
valiha Madagaskar. Pemain sasando umumnya menempatkan alat
musik menghadap dirinya dengan bagian bawah alat bertumpu pada bagian perut pemusik, yang berfungsi sebagai penopang. Penempatan seperti ini sama dilakukan, baik posisi pemain dalam keadaan berdiri atau duduk. Sedangkan valiha, para pemainnya umumnya mengepit bagian bawah alat musik pada ketiak, yang berfungsi untuk menjepit sekaligus mengontrol keseimbangan dari alat musik.
Untuk jenis lut umumnya pemain meletakkan dan menahan bagian resonator alat pada sisi atas paha dengan arah papan jari mengarah ke samping. Cara penempatan alat musik seperti ini dapat dijumpai pada permainan gitar, gambus Melayu, al’ud Arab atau
shamisen Jepang. Untuk jenis lut yang relatif kecil, seperti kroncong
atau cuk, umumnya pemain meletakkan alat musik pada bagian dada dan menjadikan lengan tangan untuk mendekap dan menjaga keseimbangan badan alat musiknya.
Letak atau posisi memainkan biola cukup berbeda. Pada tradisi biola Barat, cara menempatkan alat musik umumnya diletakkan sejajar pada sisi atas bahu kiri para pemainnya. Tidak demikian halnya alat musik dimainkan di budaya musik di luarnya. Di masyarakat Lombok, biola dimainkan tetap dengan meletakkannya di bahu namun pemainnya memainkan alat musiknya dengan posisi duduk bersila. Di India, biola dimainkan dengan cara meletakkan alat musik sebelah dada bagian kiri dengan posisi pemain duduk bersila. Cara dan posisi bermain biola yang sama juga dijumpai pada permainan biola di Timor. Di wilayah Arab-Moroko biola dimainkan dengan cara menyangga bagian bawah biola pada paha pemain dan meletakkan posisi biola tegak lurus ke atas.
Letak ataupun posisi memainkan rebab (biola) dalam tradisi masyarakat Pariaman di Sumatera Barat sedikit kontras dengan apa yang telah dideskripsikan sebelumnya. Pemain biola di Pariaman memainkan biola sambil duduk dengan meletakkan bagian bawah biola di antara kedua tumit kakinya dan papan jari biola mengarah vertikal dari pemainnya. Cara menempatkan alat musik di
masyarakat Pariaman sedikit memiliki persamaan dengan cara meletakkan lut sarangi di India Utara, yakni posisi alat dawai diletakkan vertikal. Perbedaannya adalah bagian bawah sarangi diletakkan secara keseluruhan di lantai dan bagian atas alat musik disandarkan pada dada pemainnya.
Beberapa Contoh Posisi Cara Meletakkan Biola Pada Saat Dimainkan:
Gambar 4.27: Biola Lombok Gambar 4.25: Biola Timor
Gambar 4.26: Rabab Pasisia
Gambar 4.28: Sarangi lut gesek India
Gambar 4.31: Biola Sumba
Gambar 4.30: Rebab Tunisia
Gambar 4.32: Rebab Maroko
Jika kita amati contoh gambar bagaimana pemusik menempatkan posisi biola pada saat dimainkan (seperti biola Moroko dan rabab
pasi-sia), adakah persamaannya
dengan cara memainkan jenis alat dawai gesek lain, seperti
rebab? Dari cara meletakkan
alat dawai mungkin saja ter-jadi kesamaan. Sebagai con-toh, di Minangkabau terdapat dua jenis alat dawai gesek yang sama-sama disebut rabab, yang pertama adalah rabab (sejenis rebab) yang terdapat di Pariaman, dan yang kedua
lagi disebut rabab pasisia (sebutan untuk alat biola).
Cara meletakkan alat seperti pada permainan biola Moroko juga terdapat kemiripan dengan permainan jenis-jenis rebab yang terdapat di wilayah Arab lainnya, seperti rebab yang terdapat di Moroko dan di Tunisia. Mengapa terjadi kemiripan cara menem-patkan pada alat musik yang berbeda? Diskusi mengenai fenomena semacam ini akan dibahas lebih lanjut pada bab 6.
Contoh lain yang cukup khas adalah stembas Papua. Stembas adalah alat musik yang mirip dengan kontrabas Barat yang umum-nya dimainkan dengan posisi berdiri. Cara memainkanumum-nya dengan meletakkan alat musik tersebut di tanah atau di lantai, lalu pemusik-nya bermain dengan posisi duduk atau jongkok. Meski cara me-mainkan alat musik seperti ini kurang lazim dijumpai, akan tetapi fenomena ini cukup umum dijumpai di wilayah Papua.
Berikut ini mari kita melihat persa-maan maupun perbedaan dari masing-masing alat dawai yang ada di dunia maupun yang ada di Nusantara sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Contoh-contoh alat musik dapat diambil dari bahan au-dio visual penunjang buku atau dari sumber mana saja. Kemudian coba bandingkan dengan antara satu dan lainnya, baik dari sisi tampilan alat musik, karakteristik alat, cara serta memainkan alat, hingga hal-hal lain yang dapat didiskusikan!
Mencari Persamaan dan Perbedaan pada Alat dawai