• Tidak ada hasil yang ditemukan

modul uo 5-8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "modul uo 5-8"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

2 Teknik Pengadukan 2.1 Umum

Pengadukan dalam pengertian mekanika fluida adalah memasukkan daya ke dalam suatu reaktor air. Sehingga kaitan antara cara pengadukan dan gradien hidrolis yang dihasilkan harus jelas secara matematis. Dengan demikian, pengendalian terhadap proses pengadukan dapat dilakukan secara tepat.

Daya untuk pengadukan dapat dibangkitkan melalui cara :  Hidrolis

 Mekanik

 Media berlubang  Pneumatik

2.2 Pengadukan Secara Hidrolis

Dalam prakteknya, pengadukan secara hidrolis adalah yang paling sering dilakukan di Indonesia, dengan alasan sebagai berikut :  dapat dilakukan secara gravitasi

 tidak melibatkan peralatan mekanik

 pengendalian terhadap besaran gradien hidrolis G cukup mudah.

Pada prinsipnya pengadukan secara hidrolis menggunakan efek gravitasi, sehingga besaran yang mempengaruhi untuk dapat dihasilkannya nilai G yang sesuai, melalui pengadukan jenis ini adalah :

 besaran tinggi terjun untuk pengadukan cepat atau koagulasi dan  head loss (kehilangan tekanan) atau beda tinggi permukaan

pada proses pembentukan flok (flokulasi)

Secara mekanika fluida, daya yang mempunyai satuan Watt atau Joule per detik dapat diturunkan sebagai berikut:

ghQ

P  ……….………….(2.25).

Dimana:

(2)

P=daya (Watt)

g=percepatan gravitasi (9.81 m/dt2)

=massa jenis air (pada suhu 30oC adalah 995,7 kg/m3) Q=debit air (m3/dt)

h=kehilangan tekanan atau beda tinggi tekanan (m)

Apabila dikaitkan dengan gradien kecepatan yang dapat dihasilkan menurut persamaan 2.23, maka rumusan kehilangan tekanan dapat digambarkan sebagai berikut:

gQ VG h   2  ……….……….(2.26).

Sedangkan persamaan waktu detensi yang secara hidrolis merupakan volume reaktor dibagi dengan debit air yang mengalir adalah sebagai berikut.

Q V

Td………….……….……….(2.27)

Dimana :td= adalah waktu detensi dalam satuan detik

Dan apabila viskositas kinematik adalah viskositas dinamik dibagi dengan massa jenis air maka akan didapat persamaan sbb.: 

  ….……….……….(2.28)

Dengan menggabungkan persamaan 2.27 dengan persamaan 2.28 maka akan didapatkan rumusan kehilangan tekan sbb.

g G t h d 2   ……….……….….(2.29) Atau d t gh G   ……….……….….(2.30)

Dengan perumusan di atas, maka dapat direncanakan kebutuhan beda tinggi untuk melakukan pengadukan, baik pengadukan cepat (koagulasi) maupun pengadukan lambat (flokulasi)

(3)

1. Pengadukan Cepat (Koagulasi)

Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:  Terjunan

 Pengadukan dalam pipa

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengadukan cepat harus dilakukan dalam waktu yang singkat, merata dan dengan enerji yang dapat menghasilkan nilai G yang tepat.

a) Pengadukan dengan terjunan

Pengadukan dengan terjunan adalah pengadukan yang umum dipakai pada instalasi air minum dengan kapasitas>50 L/dtk. Pembubuhan dilakukan sesaat sebelum air diterjunkan, sehingga air yang terjun sudah mengandung koagulan yang siap diaduk. Pengadukan dilakukan setelah air terjun dengan energi (daya) pengadukan sama dengan tinggi terjunan. Tinggi terjunan untuk suatu pengadukan adalah tipikal untuk semua debit, sehingga debit tidak perlu dimasukkan dalam perhitungan. Dari persamaan 2.29 dapat diturunkan kebutuhan ketinggian terjun untuk masing masing tingkat gradien pengadukan G . Hubungan antara ketinggian dengan gradien pengadukan dapat dilihat pada gambar berikut.

b) Pengadukan dalam pipa

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan V-3

0 0.5 1 1.5 2 2.5 Nilai G (1/dt) K et in gg ia n te rju n (h = m ) 100 200 300 400 500 600 700 td =30 dt td = 60 dt td= 90 dt td = 120 dt td = 180 dt td 240 dt gambar 2.4.

(4)

Pengadukan dalam pipa juga mengikuti prinsip di atas, dimana h merupakan kehilangan tekanan yang terjadi pada saat pengadukan pipa sedangkan td adalah panjang pipa dibagi dengan kecepatan aliran.

V L

td………..…..(2.30)

Berdasarkan rumusan di atas, maka panjang pipa dengan pengadukan dalam pipa dapat dihitung dengan persamaan berikut ini. 2 G ghv L

……….…...(2.31)

Dengan kehilangan tekan 0,5, maka secara grafis perumusan 2.31 dapat dilihat pada gambar 2.5.

Contoh Soal 2.1: 0 5 10 15 Nilai G (1/dt) 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 v = 1 m/dt v = 1.5 m/dt v = 2 m/dt v = 2.5 m/dt Gambar 2.5.

(5)

a. Koagulasi dengan Terjunan Diketahui:

Q= 50 L/dt

Air yang diolah adalah air sungai yang keruh Ditanya:

Rencanakan pengadukan cepat dengan terjunan

1. Berapa volume ruang pengadukan cepat yang dibutuhkan? 2. Berapa tinggi terjunan?

Kriteria Perencanaan : 1. Dosing Koagulan :  Alum (Al3S04) : 25-40 ppm  PAC : 5-15 ppm 2. Kapasitas Perencanaan : 50 L/dt = 0.05 m3/dt 3. Gradien Kecepatan : 200-1000 1/dt

4. Kondisi Aliran : NRe>10000 5. Waktu Kontak = Gxtd = 104-105 6. Mixer tipe terjunan (td = 60 detik) Jawab :

1. Volume = debit aliran x waktu detensi V= Q x td V= 50x60 V= 3000 l V= 3 m3 2. Tinggi terjunan :h m= 0.798 x 10-3  = 995.7 kg/m3 G= 500 1/dt g= 9.81 m/dt2 maka g G t h d 2   = 1.22 m b. Koagulasi dalam Pipa

Diketahui: Q= 10 L/dt

Air yang diolah adalah air sungai yang keruh Diaduk dengan pipa spiral diameter 100 mm Ditanya:

(6)

Rencanakan pengadukan cepat dalam pipa dengan spiral Dan berapa panjang pipa?

Kriteria Perencanaan : 1. Dosing Koagulan :

 Alum (Al3S04) : 25-40 ppm  PAC : 5-15 ppm

2. Kapasitas Perencanaan : 10 L/dt = 0.01 m3/dt

3. Gradien Kecepatan : 1000-2000 1/dt (ambil 1800 1/dt) 4. Kondisi Aliran : NRe>10000

5. Waktu Kontak = Gxtd = 104-105 6. Mixer tipe terjunan (td = 60 detik) Jawab: Panjang pipa = L 2 G ghv L

 2

4

1

D

Q

A

Q

v

=1.27 m/det g G t hd 2 = 0.5 m L = 2.4 m

2. Pengadukan Lambat (Flokulasi)

Pengadukan lambat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:  dialirkan melalui penghalang penghalang secara horizontal

maupun vertikal

 dialirkan melalui media kerikil/pasir

Pada prinsipnya semua pengadukan secara hidrolis harus dilakukan dengan perencanaan kehilangan tekanan yang tepat. Kehilangan tekanan yang dihasilkan dapat di rencanakan dalam kondisi statik maupun dinamik (dapat disesuaikan menurut kebutuhan).

a). Pengadukan melalui penghalang secara horizontal maupun vertikal

(7)

 Buffle channel horizontal  Buffle channel vertikal

 Buffle channel vertikal yang melingkar (cyclone)  Pengadukan melalui plat berlubang

 Pengadukan dengan pulsator

i). Buffle Channel (Saluran Pengaduk) Horizontal

Pengadukan dengan saluran pengaduk memanfaatkan energi pengadukan yang berasal dari :

 Friksi pada dinding saluran pada saluran lurus  Turbulensi pada belokan

Kehilangan tekanan sepanjang saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning yaitu:

n S R A Q 2 1 3 2 ( ) ) (  ……….(2.32) Dimana :

A=luas penampang saluran (m2) R=Radius hidrolis

n=Koefisien Manning beton=0.12

S=Slope Hidrolis (h/Lt), dimana h=head loss & Lt= total panjang saluran pengaduk untuk 1 zone.

Saluran pengadukan umumnya berbentuk persegi dengan lebar saluran adalah B dan tinggi air dalam saluran adalah H sedangkan radius hidrolis A adalah B.H/(B+2.H) maka Perumusan di atas menjadi :

  

B

H

n

L

h

BH

Q

t 3 2 2 1 3 5

2

/

……….(2.33)

Maka h atau kehilangan tekanan hidrolis adalah:

2 3 5 2 1 3 2 2         BH nLt H B Q h ………(2.34)

(8)

Kehilangan tekanan pada turbulensi pada saluran membelok dapat dihitung dengan perumusan

g v K h 2 2  ………(2.35) Dimana K=koefisien kontraksi (1-2) V=kecepatan (Q/BH)

Berdasarkan dua persamaan di atas, maka total kehilangan tekanan untuk saluran sepanjang satu segmen Ls dengan jumlah belokan N adalah sbb.

2 2 2 3 5 2 1 2 1 3 2 2 2 BH g NKQ BH Ls nN H B Q h          ……… (2.36) atau

 

 

                gLs K BH n H B BH NLsQ h 2 2 2 3 4 3 2 2 2 ………(2.36)

Apabila disubstitusikan pada persamaan 2.29 dengan t = (L.B.H)/Q maka G yang dapat dihasilkan adalah ;

 

 

2 1 2 3 4 3 2 3 3 2 2                          gLs K BH n H B BH NgQ G

…………..(2.37)

Untuk menghindari endapan dalam saluran pengaduk kecepatan air dalam saluran tidak boleh kurang dari 0,2 m/dt. Sedangkan untuk mendapatkan hasil pengadukan yang baik maka pengadukan dibagi dalam 4 sampai 6 zone pengadukan dengan nilai G dari 100 1/dt pada buffle pertama kemudian menurun sampai 30 pada zone terakhir. Untuk lebih jelasnya, ilustrasi mengenai kondisi di atas dapat dilihat pada gambar 2.6.

(9)

Gambar 2.6 Flokulator buffle horizontal

Pengadukan lambat atau flokulasi dengan cara ini banyak diterapkan pada IPA yang dibangun pada tahun 1970-an. Salah satu contohnya adalah instalasi pengolahan di Depok.

Keunggulan pengadukan dengan cara ini adalah:  Pengendalian terhadap pengadukan mudah  Kapasitas dapat ditingkatkan dengan mudah

Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan lahan yang sangat luas.

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan V-9

denah

potongan

Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4

(10)

Pembangunan instalasi dengan pendekatan metode ini tidak lagi digunakan dengan pertimbangan luas lahan yang dibutuhkan cukup besar.

Contoh Soal 2.2.: Diketahui:

Q= 50 L/dt

Air yang diolah adalah air sungai yang keruh.

Setelah koagulasi dillanjutkan dengan flokulasi buffle channel 4 tahap dimana tahap 1 G= 100, td=5x60 dt tahap 2 G= 70, td=4x60 dt tahap 3 G = 50, td=4x60 dt tahap 4 G = 30, td=3x60 dt total td=16x60 dt V minimum=0,2 m/dt Q = 50 L/dt = 0.05 m3/dt  = 0.798x10-3  = 995.7 kg/m3  = 0.8x10-6 (30oC) G = 9.81 m/dt2 n = 0.012 K= 1.5 (Lihat rumus 2.35) Ls = 5m panjang jalur Ditanya:

tentukan dimensi buffle channel untuk koagulasi (untuk masing-masing zone)

Jawab:

Hasil perhitungan buffle channel untuk koagulasi pada masing-masing zone dapat dilihat pada tabel berikut.

(11)

Tabel 2.3.

Hasil Perhitungan Koagulasi dengan Buffle channel

Uraian Satuan formula Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4

H (tinggi air) m ditentukan 0.60 0.47 0.41 0.38

B (Lebar dasar buffle) m ditentukan 0.35 0.50 0.67 1.00

G (gradien kecepatan) m Rumus

2.37

72.56 55.60 41.12 23.52

h (beda tinggi muka air) m Rumus

2.29

0.13 0.06 0.03 0.01

v (Kecepatan) m/dt Q/(H.B) 0.24 0.21 0.18 0.13

td (waktu retensi) dt ditentukan 300.00 240.00 240.00 180.00

Gxtd total= 5.104 2.104 1.104 1.104 4.103

Lt = Ls x N m v x td 71.43 50.96 43.65 23.86

Ls m ditentukan 10 10 10 10

N (jumlah jalur) buah Lt/Ls 7 5 4 2

ii). Buffle Channel (Saluran Pengaduk) Vertikal

Pada pengadukan vertikal, titik berat pengadukan terletak pada kontruksi celah antar buffle yang tingkat pengadukannya diatur dengan pintu yang ada antar buffle. Gradien kecepatan yang dihasilkan dapat dihitung dengan perumusan 2.38. HA Qh G   ……….…… (2.38) Dimana: h=beda tinggi (m)

H=tinggi muka air dihilir pengatur (m) A=luas dasar

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

(12)

Penampang saluran pengaduk vertikal berbentuk segi empat, sehingga apabila pemerataan aliran tidak dilakukan dengan baik, akan mengakibatkan dead zone terutama di sudut-sudut kompartemen (dapat dilihat pada gambar 2.7)

Gambar 2.7 Flokulator buffle vertikal

IPA yang menggunakan sistem ini adalah Typical IPA Paket Maswandi yang dibangun diberbagai daerah, sebagai contoh di Perumahan Alam Sutra Tangerang yaitu Paket IPA Maswandi 50 L/dt yang dirancang oleh Ir Maswandi. Pengolahan jenis ini menghasilkan flok yang cukup baik karena sekat antar bak dapat di atur bukaannya untuk mendapatkan nilai G yang tepat.

(13)

Diketahui: Q= 50 L/dt

Air yang diolah adalah air sungai yang keruh. Setelah koagulasi dillanjutkan dengan flokulasi buffle vertikal channel 6 tahap dimana: tahap 1 G = 70, td=2x60 dt tahap 2 G = 60, td=2x60 dt tahap 3 G = 40, td=2x60 dt tahap 4 G = 30, td=2x60 dt tahap 5 G = 25, td=2x60 dt tahap 6 G = 20, td=2x60 dt total td=12x60 dt Q = 50 L/dt = 0.05 m3/dt m= 0.798x10-3 r = 995.7 kg/m3 g = 9.81 m/dt2 = 0.8x10-6 (30oC) Ditanya:

tentukan dimensi buffle channel untuk flokulasi (untuk masing-masing zone)

Jawab:

Hasil perhitungan buffle channel untuk flokulasi pada masing-masing zone dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.4.

Hasil Perhitungan Flokulasi dengan buffle vertikal

Uraian satuan formula Zone

1 Zone 2 Zone 3 Zone 4 Zone 5 Zone 6 H (tinggi air) m H2=H1-h1 3.00 2.50 2.20 2.05 1.95 1.90 B=L(lebar=panjang) m ditentukan 1.41 1.41 1.41 1.41 1.41 1.41

A (luas dasar) m2 ditentukan 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00

h (beda tinggi) m ditentukan 0.50 0.30 0.15 0.10 0.05 0.03

G (gradien m Rumus 72.10 61.18 46.12 39.01 28.28 20.26

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

(14)

kecepatan) 2.38

v (Kecepatan) m/dt Q/(H.B) 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03

td (waktu retensi) dt ditentukan 120.0 120.0 120.0 120.0 120.0 120.0

Gxtd total= 3.10 4 9.10 3 7.10 3 6.10 3 5.10 3 3.10 3 2.10 3

iii). Buffle Channel (Saluran Pengaduk) Vertikal dengan diputar (Sistem Hexagonal atau cyclone)

Jenis Pengadukan ini dikembangkan dari jenis aliran vertikal, dimana pengadukan dilakukan dalam kompartemen berbentuk bundar atau bersegi banyak (enam=hexagonal).

Pengadukan dengan cara ini memanfaatkan energi dari:  Beda tinggi antar ruang

 Air yang berputar dalam kompartemen akan membantu proses pembentukan flok

Putaran dapat dilakukan dengan mengatur keluaran air didasar kompartemen dengan arah melingkar.

Gradien kecepatan pada pengadukan dihitung dengan perumusan 2.39. 2 HD Qh G

………..…..(2.39)

Sedangkan putaran air (dengan satuan 1/dt) tergantung dari gradien kecepatan dan posisi titik pengamatan terhadap sumber. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Dengan kembali mengacu pada persamaan 2.22, dilakukan substitusi dy=dr (karena bersifat radial), sehingga

dr dv

G

(15)

r dr

d G   / ………..….(2.40) atau               dr d r dr dr G   ……….…….(2.40) Apabila K dr d   , maka 2 KD G   ……….(2.41) dengan batasan 0< K < 2.G/D

Apabila transfer energi untuk pengadukan sempurna, maka K mendekati 0. Sedangkan apabila semburan air dari lubang inlet kurang kuat dan air tidak berputar maka K mendekati 2.G/D.

Untuk mendapatkan putaran yang baik perbandingan antara diameter (2r) dan kedalaman air (H) didalam kompartemen adalah 1:3 sampai dengan 1:5.

Pengadukan dengan putaran dilakukan pada jenis Instalasi Kedasih yang dirancang oleh Ir Poedjastanto CES dimana flokulator berbentuk hexagonal. Jenis IPA ini sangat efektif dalam menghasilkan flok. Contoh IPA ini adalah di PDAM Cimahi dengan kapasitas 150 L/dt. (Lihat gambar 2.8).

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

V-15

inlet

outlet

(16)

Gambar 2.8 Flokulasi cyclone dengan bentuk hexagonal

Contoh 2.4. perhitungan untuk kasus diatas adalah sbb. : Diketahui :

Q= 50 L/dt. Air yang diolah adalah air sungai yang keruh. Setelah koagulasi dilanjutkan dengan flokulasi buffle vertikal dengan cyclone berbentuk hexagonal 6 tahap dimana

tahap 1 G = 70, td=2x60 dt tahap 2 G = 60, td=2x60 dt tahap 3 G = 40, td=2x60 dt tahap 4 G = 30, td=2x60 dt tahap 5 G = 25, td=2x60 dt tahap 6 G = 20, td=2x60 dt total td=12x60 dt m = 0.798x10-3  = 995.7 kg/m3 g = 9.81 m/dt2 = 0.8x10-6 (30oC) Ditanya:

tentukan dimensi buffle channel dengan cyclone hexagonal untuk flokulasi (untuk masing-masing zone)

Jawab:

Hasil perhitungan buffle channel dengan cyclone hexagonal untuk flokulasi pada masing-masing zone dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.5.

Hasil Perhitungan Flokulasi dengan cyclone hexagonal

Uraian satuan formula Zone

1 Zone 2 Zone 3 Zone 4 Zone 5 Zone 6

H (tinggi air) m Ditentukan 4.10 3.62 3.27 3.11 3.02 2.97

D=(Diameter) m Ditentukan 1.37 1.37 1.37 1.37 1.37 1.37

A (luas dasar) m2 D2 1.46 1.46 1.46 1.46 1.46 1.46

h (beda tinggi) m Ditentukan 0.48 0.35 0.16 0.09 0.05 0.03

(17)

kecepatan) 2.38

v (Kecepatan) m/dt Q/(H.B) 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03

td (waktu retensi) dt Ditentukan 120 120 120 120 120 120

Gxtd total= 3.104 8.103 8.103 5.103 4.103 3.103 2.103

iv). Pengadukan melalui plat berlubang

Pengadukan melalui plat berlubang memanfaatkan kontraksi pada waktu air melalui lubang. Kehilangan tekanan dapat dihitung dengan persamaan 2.35. Dan apabila jumlah lubang ada N dan diameter lubang adalah D maka persamaan 2.35 dapat dinyatakan sebagai berikut. 2 2 2 4 2        D gN KQ h……….…..(2.42)

Dengan menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan 2.29 maka akan diperoleh perumusan sbb.

2 1 3 2 8 1        ALNxNy K Q D G   ………..(2.43) Dimana :

A= adalah luas plat (m2) L=jarak antar plat (m)

Nx=jumlah lubang arah horizontal Ny=jumlah lubang arah verikal D= Diameter lubang (m) K=Koefisien Kontraksi 2-4 g= percepatan gravitasi (m/dt2)

Pengadukan flokulasi dengan cara ini diterapkan pada IPA Karang Pilang Surabaya 1000 L/dt, yang dirancang oleh Dr Sutiman; IPA Purwakarta 50 L/dt, yang dirancang oleh Ir Tamrin; dan Paket IPA Ruhak Pala ciptaan Ir.H.Tobing. Keunggulan pada pengadukan dengan cara ini adalah penggunaan ruang sangat ringkas tetapi mempunyai kelemahan yaitu sulit dilakukan pengaturan nilai G karena sifatnya statik. Untuk lebih jelasnya,

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

V-17

G a m b a r 2 .9 . F lo k u la to r m ela lu i m e d ia b e rlu b a n g L e b ar d e n g a n lu b an g 3 0 x 3 0

(18)

pengadukan flokulasi dengan menggunakan plat berlubang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.9 Flokulasi melalui media berlubang

Contoh 2.5. perhitungan untuk kasus diatas adalah sebagai berikut :

Diketahui : Q= 50 L/dt

Air yang diolah adalah air sungai yang keruh

Setelah koagulasi dillanjutkan dengan flokulasi plat berlubang dengan posisi aliran vertikal kebawah dengan 4 tahap yaitu: tahap 1 G= 70, td=3x60 dt tahap 2 G= 60, td=3x60 dt tahap 3 G = 40, td=3x60 dt tahap 4 G = 20, td=3x60 dt total td=12x60 dt Ditanya:

tentukan dimensi buffle channel dengan media berbutir untuk flokulasi (untuk masing-masing zone)

Jawab:

Hasil perhitungan buffle channel dengan media berbutir untuk flokulasi pada masing-masing zone dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.6.

(19)

Uraian satuan formula Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4

Lebar Plat m ditentukan 4.00 4.00 4.00 4.00

Panjang Plat m ditentukan 3.00 3.00 3.00 3.00

A (Luas Plat) m2 Panjang x

lebar

12.00 12.00 18.00 30.00

L (Jarak antar Plat) m ditentukan 0.75 0.75 0.50 0.30

Diameter lubang mm ditentukan 40.00 50.00 50.00 50.00

Diameter lubang m 1/1000.D 0.04 0.05 0.05 0.05

Nx (Jumlah lubang x) ditentukan 30.00 30.00 50.00 60.00

Ny (Jumlah lubang y) ditentukan 30.00 30.00 40.00 40.00

h (beda tinggi) m Rumus 2.29 0.10 0.10 0.10 0.10

G (gradien kecepatan) m Rumus 2.43 82.82 53.00 29.03 20.53

td (waktu retensi) dt ditentukan 180 180 180 180

Gxtd total= 3.104 1.104 1.104 5.103 4.103

v). Pengadukan dalam Cone

Pengadukan dalam cone umumnya dilakukan pada jenis sedimentasi dengan aliran vertikal (up flow), lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Flokulator melalui sludge blanket

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

V-19

Gambar 2.10. Flokulasi melalui sludge blanket

A=18 m 3, D=4,7m

(20)

Berdasarkan persamaan 2.25 daya pengaduk yang dibutuhkan adalah: 12 gQh P   ………(2.44) Dimana,

h12= kehilangan tekanan dari h1 sampai h2







1 2 12

1

h

h

h

c w s

………(2.44) Dimana,

s= massa jenis flok (+ 1 600 kg/m3)

w= massa jenis air (+ 1 000 kg/m3)

e= flok yang terapung/Volume cone

e= (v/vs)0,2 dengan:

v= kecepatan aliran vertikal ke atas (1-3 m/jam) vs= kecepatan pengendapan flok (3-6 m/jam), maka  e= (1/3)0,25sampai dengan (1/2)0,25

Sehingga gradien kecepatan yang dihasilkan adalah:



2 1 1 2

1

d c w w s

t

h

h

g

G

………….……….(2.35) atau,

2 1

1

c w s

w

v

g

G

………..(2.35) Contoh soal 2.6.:

Sebuah clarifier dengan sistem cone debit rencana adalah 20 L/dt. Tebal sludge blanket zone adalah 1 m. Penampang cone adalah 18m2. Dan diameter 4,74 m. Dengan demikian Loading rate atau kecepatan aliran ke atas adalah 4 m/jam. Lihat gambar 2.10

Berapa Gradien kecepatan G pengadukan dalam sludge blanket ? Diketahui :

Q = 20 L/dt = 0.02 m3/dt m = 0.798x10-3

(21)

 = 995.7 kg/m3 s = 1200 kg/m3 g = 9.81 m/dt2 = 0.8 x10-6 h2-h1= 1.00 m V = 4.00 m/jam Vs = 12.00 m/jam Ditanya :G Jawab : (V/VS)0.25= 0.76 A= 18 m2 Vcone = A.(h2-h1) = 18 m3 Td = 15 menit

2 1

1

c w w s

v

g

G

= 108 1/detik

vi). Pengadukan dengan Pulsator

Proses pengadukan dengan pulsator adalah dengan mengakumulasikan flok pada bagian dasar dari suatu bak pengendap. Untuk dapat memperbesar flok air yang sudah terkoagulasi tersebut, secara berkala flok disentakkan/dikejut dengan cara mengalirkan air baku secara tiba-tiba di inlet. Melalui sentakan ini, flok yang kecil tertumbuk satu sama lain kemudian menghasilkan flok yang lebih besar. Flok yang telah membesar dan jenuh dibuang secara kontinu ke saluran pembuang.

Flokulator jenis ini dirancang oleh De’ Gremont, yaitu perusahaan yang mengkhususkan diri dibidang pengolahan air. Instalasi pengolahan yang menggunakan flokulator jenis ini biasanya memiliki debit di atas 100 L/dt,

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

(22)

antara lain di Jakarta, Banjarmasin, Pontianak, Samarinda dan Balikpapan.

Namun sebagian besar proses pulsator dari instalasi yang ada sudah tidak berfungsi, umumnya disebabkan oleh kurangnya faktor pemeliharaan.

2.3 Pengadukan secara mekanik

Pengadukan dengan cara mekanik pada intinya merupakan proses memindahkan energi mekanik untuk keperluan pengadukan. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan blade, baik blade yang berbentuk menerus maupun blade yang hanya diujungnya, seperti yang tergambar dalam gambar 2.11.

(23)

Gambar 2.11 Koagulasi dengan motor pengaduk

Energi yang diberikan dapat diformulasikan sebagai berikut :

ef v F P  ………... (2.45) Dimana :

F= gaya gesek dari paddle (N)

Vef=kecepatan efektif paddle bergerak (m/dt) 2 2 1 CdAvef F   ………..………... (2.46) Dimana :

Cd=koefisien Gesek (drag coeficient) A=luas permukaan blade

massa jenis air

Dengan mensubsitusikan persamaam 2.46 ke dalam persamaan 2.45, maka diperoleh rumusan energi yang baru yaitu:

3 2

1 CdAvef

P   ………..………...

(2.4)

vef adalah kecepatan efektif yang bekerja antara blade dengan air. vef melaju lebih lambat dari pada vb (kecepatan blade) sebanyak k*vb.

Nilai k merupakan koefisien blade, yang nilainya disesuaikan menurut jenis blade yang digunakan, yaitu:

- Untuk blade pada ujung tangkai; k=0,25 - Untuk blade jenis menerus; k=0-0,15

Nilai Cd adalah sebesar 1,8 sedangkan untuk luas blade besarannya adalah 15 sampai 20% dari penampang basah air yang diaduk.

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

(24)

Rumusan kecepatan efektif dari ujung pengaduk adalah sbb.: b ef Vb k V V    ………..……... (2.48) atau ) 1 ( k Vb Vef   ………..…..…... (2.49)

Bila vb Dikaitkan dengan putaran blade maka r

Vb  ………...(2.50)

dimana,

putaran perdetik

r jarak blade dari pusat pemutaran

bila diketahui n= putaran per menit, maka :

60 /

n

………..…………..(2.51)

Jika persamaan 2.50 dan 2.51 disubstitusikan pada persamaan 2.49 maka diperoleh rumusan baru kecepatan efektif dari ujung pengaduk, yaitu:

k

n r Vef 60 1  ………... (2.52)

sedang rumusan Luas Blade (A) untuk lebar = dr adalah:

Hdr

A………...(2.53)

Dimana, H = tinggi blade

Jika persamaan 2.52 dan 2.53 disubsitusikan pada persamaan 2.47 maka rumusan daya yang dibutuhkan untuk menggerakan blade adalah :

3 60 1 2 1         CdHdr k n r dP……….……... (2.54) Atau

k

n r dr CdH dP 3 3 60 1 2 1          ……….……. (2.55)

(25)

Apabila r1 sampai r2 merupakan lebar blade untuk dua sisi maka rumusan daya yang dibutuhkan menjadi :

               CdH k n r dr P r r 3 3 2 1 60 1  ….……….… (2.56) Atau

                 4 1 4 2 3 4 1 60 1 k n r r CdH P……… (2.57)

Untuk koagulasi biasanya blade yang dipakai menerus dengan demikian r1=0 Dengan demikian,

                4 3 4 1 60 1 k n r CdH P………... (2.58) Sehingga,

3 4

13 3 1

4

1

60

/

1

k

r

CdH

P

n

……….…... (2.59)

Sedangkan untuk blade yang berada r1 dari pusat putaran sampai r2 adalah sebagai berikut :

                   CdH k n r r r r r P 22 12 2 1 3 4 1 60 1  ………... (2.60) Sehingga,

13 1 2 2 1 2 2 3 3 1

4

1

60

/

1

k

r

r

r

r

r

CdH

P

n

………….…... (2.61)

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

(26)

Dimana ,

r

2

r

1

r

Instalasi Pengolahan Air di Indonesia jarang sekali yang memakai sistem mekanik dengan menggunakan blade ini untuk flokulasi, salah satunya adalah Instalasi Sei Ladi di P Batam dengan debit 100 L/dt.

Contoh Soal 2.7.: Soal 2.7.1

Diketahui :

Koagulasi dengan menggunakan pengadukan mekanik untuk mengolah air baku dengan debit 50 L/dt; G=1000; dan td = 1 menit.

Ditanya :

1. Berapa daya pengadukan?

2. Berapa daya motor pengaduk yang dibutuhkan yang dibutuhkan bila efisiensi ( daya =0,6?

3. Berapa putaran motor yang dibutuhkan? Jawab: Q = 50 L/dt = 0.05 m3/dt = 0.798x10-3;  = 995.7 kg/m3 ;  s = 1600 kg/m3 g = 9.81 m/dt2; = 0.8x10-6 m2/dt; Td =1menit = 60 detik Cd = 1.8; k= 0.15; G = 1000 1/dt Volume = Qxtd = 3 m3

Kedalaman bak = 1.5 m, Luas dasar bak = Vol/kedalaman = 2 m2

m A d Diameter( ) 4  42 1.58  

Jari-jari blade (r ) = diameter/2 = 0.79 m Lebar blade = 0.3 m

Daya Pengadukan =P= V.G2 P =2.394 watt

Daya motor pengaduk =

3

.

990

6

.

0

394

.

2

P

P

motor

watt

(27)

3 4

13 3 1

4

1

60

/

1

k

r

CdH

P

n

= 252 rpm Soal 2.7.2: Diketahui :

Flokulasi dengan menggunakan pengadukan mekanik untuk mengolah air baku dengan debit adalah 50 L/dt terbagi dalam 4 tahap dengan perincian sebagai berikut:

Tahap 1 G=100 dan td = 4 menit. Tahap 2 G=60 dan td = 4 menit. Tahap 3 G=40 dan td = 4 menit. Tahap 4 G=20 dan td = 4 menit. Ditanya : Untuk masing masing tahap: 1. Berapa daya pengadukan?

2. Berapa daya motor pengaduk yang dibutuhkan bila =0,6? 3. Berapa putaran motor yang dibutuhkan?

Jawab :

Jawab: Hasil perhitungan flokulasi secara mekanik dengan menggunakan paddle pada masing-masing tahap adalah sbb.

Tabel 2.7. Perhitungan Flokulasi secara mekanik

Parameter Satuan Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

td= menit 4 4 4 4 detik 240 240 240 240 Volume= Qxtd Qxtd Qxtd Qxtd Volume= m3 12 12 12 12 Kedalam bak= M 2.5 2.5 2.5 2.5 Luas dasar= m2 4.8 4.8 4.8 4.8 Diamater bak m 2.45 2.45 2.45 2.45 Jari jari r1 m 0.8 0.8 0.8 0.8

Parameter Satuan Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

Jari jari r2 m 1.2 1.2 1.2 1.2 lebar blade= m 1.5 1.5 1.5 1.5 G= 1/dt 100 60 40 20 P= V.G2 Ppengadukan= Watt 110.4 39.744 17.664 4.416 Pmotor= Watt 184 66.24 29.44 7.36

3 4

13 3 1

4

1

60

/

1

k

r

CdH

P

n

Putaran blade RPM 37 26 20 13

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

(28)

Gambar 2.12 Pengadukan lambat dengan pengaduk mekanik

2.4. Pengadukan Melalui Media

Pengadukan media dilakukan melalui media kerikil di dalam rongga antar butir. Dengan demikian energi pengadukan diperoleh dari kehilangan tekanan selama melalui media tersebut. Volume pengadukan sama dengan volume rongga yang terdapat diantara butir. Arah aliran dari pengadukan jenis ini dapat vertikal dari bawah ke atas atau horizontal.

Kehilangan tekanan pada aliran vertikal dari bawah ke atas dapat dihitung dengan menggunakan rumus 2.62.



    L hf s  1 ………... (2.62) Dimana: Hf= kehilangan tekanan (m)

s= massa jenis butiran media kerikil (1 600 kg/m3)

 massa jenis air (1.000 kg/m3) porositas media kerikil

Gambar 2.12.

(29)

Sedangkan Gradien pengadukan yang terjadi adalah sebagai berikut:



2 1 1          td L g G s     ………...(2.63)

Jika L/td merupakan kecepatan aliran atau loading permukaan Q/A atau v, maka :



2 1 1              v g G s ………...(2.64) Atau



      



1 2 s g G v ……….………...(2.64)

Pengadukan jenis ini di Indonesia belum ada kecuali pada taraf laboratorium.

Contoh Soal 2.8.: Diketahui :

Flokulasi melalui media kerikil dengan porositas 0,4.

Debit rencana adalah 50 L/dt dan G pengadukan yang perlu dicapai adalah 60 1/dt dengan td pengadukan 7 menit.

Ditanya :

1. Berapa Volume kerikil yang dibutuhkan? 2. Berapa kecepatan filtrasi?

3. Berapa luaspermukaan filter? 4. Ketebalan media ? Jawab : Q = 50 l/det = 0.05 m3/dt 0.920x10-3 995.7 kg/m3;  s= 1600 kg/m3 g = 9.81 m/dt2 0.8x10-6 m2/dt  td = 420 detik G = 60 1/detik Volume air (V) = Qxtd = 5x10-2x420 = 21 m3

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

(30)

1. Volume kerikil (Vs) = V/ = 52.5 m3 2. Kecepatan filtrasi (v) :



      



1 2 s g G v =9.31x10-04 m/dt 3. Luas permukaan (A)

7 . 53 10 31 . 9 10 5 4 2       v Q A m2 4. Ketebalan media (L) 420 10 31 . 9 04   v tdL =0.39 m

2.5. Pengadukan Secara Pneumatik (dengan udara)

Pengadukan dengan udara dilakukan dengan cara melepaskan udara di dasar bak pengaduk sehingga selagi udara melewati air baku, udara melakukan pengadukan.

Udara yang melewati air mengalami ekspansi secara eksotermis. Pada proses ini:

tan kons PV………..(2.66) Dimana: P= tekanan (N/m2) V=Volume (m3)

Kerja yang dilakukan udara adalah:

P

V

V

P

E

……….. (2.67)

Selama udara naik, perubahan volume kecil dan dapat diabaikan:

0

P

V

………...(2.68)

Jadi energi yang bekerja adalah

P

V

P Pi

2

………... (2.69) Karena P.V=p1V1=p2V2=K maka

(31)

          o t Pt P Pt P P P K P P K P V ln 0 0

………... (2.70) atau        o t P P V P E

ln

………..………...(2.71)

Daya yang bekerja adalah Kerja/Usaha yang bekerja pada suatu satuan waktu, yaitu:

t E P    ………..………....(2.72) atau

t

P

P

V

P

P

o t





ln

………..………...(2.73)

Udara yang dialirkan adalah

t V Q    ………..………..………...(2.74) Sehingga,        o t o P P Q P P ln ………..……….…………... (2.75) Dimana: po= 1 atmosfir =10 336 N/m2

Qu = debit udara aerasi m3/dt

pt= po +gH, dimana H adalah kedalaman air yang ditempuh udara

Rumusan gradien kecepatan (G) yang dihasilkan dapat diperoleh dengan mensubstitusi persamaan 2.73 pada persamaan 2.25, yaitu:

2 1 ln              V P P Q P G o t o………..….. (2.76)

MODUL SATUAN OPERASI 5 Martin Darmasetiawan

(32)

Pengadukan dengan cara ini di Indonesia belum ada kecuali skala laboratorium.

Contoh Soal 2.9.: Diketahui :

Flokulasi melalui aerasi.

Debit rencana adalah 50 L/dt sedang G pengadukan yang perlu dicapai adalah 60 1/dt. Td pengadukan adalah 7 menit dan kedalaman bak adalah 2,5 m.

Ditanya:

1. Berapa Volume bak aerasi yang dibutuhkan? 2. Debit udara dan tekanan yang dibutuhkan? Jawab: Q = 50 l/det = 0.05 m3/dt 0.920x10-3 995.7 kg/m3;  s= 1600 kg/m3 g = 9.81 m/dt2  9.24x10-7 m2/dt td = 420 detik G = 60 1/detik Po= 10333 N/m3

1.

Volume air (V) = Qxtd = 5x10-2x420 = 21 m3 2. Debit udara (Qu) dan tekanan (P) yang diperlukan

P = .V.G2 = 70 watt        o t o P P Q P P ln Pt= Po +gH = 10333 + 995.7x 9.81x2.5 = 34.752 N/m3=3.35 atm Q= 0.0017 m3/dt =1.7 L/dt

(33)

3 SEDIMENTASI

3.1. Umum

Sedimentasi atau pengendapan adalah proses pemisahan partikel yang ada di dalam air secara gravitasi. Keberadaan partikel di dalam air dapat diukur dengan dua cara yaitu dengan melihat tingkat kekeruhan air atau dengan mengukur langsung berat zat padat yang terlarut. Beberapa metode dan satuan yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan yaitu :

 Kekeruhan diukur dengan satuan mg/L SiO2 atau dengan NTU diukur dengan turbidity meter Helige.

 Kandungan zat padat dalam air (solid) diukur dengan satuan mg/L Cara pengukurannya dilakukan dengan mengeringkan sampel air sehingga zat padat terpisah dan dapat diukur beratnya.

Pengendapan kandungan zat padat dalam air berdasarkan kadar solid dan kadar partikel dapat digolongkan dalam empat jenis, yaitu:

 Pengendapan diskrit (klas 1)  Pengendapan flokulen (klas 2)  Pengendapan zone

 Pengendapan kompresi/tertekan

Gambaran penggolongan kandungan zat padat dalam air dapat dilihat pada gambar 3.1

Dalam proses pengolahan air dengan sistem lengkap, pengendapan umumnya difokuskan pada pengendapan klas 1 dan klas 2.

3.2. Pengendapan Diskrit 3.2.1. Umum

Proses pengendapan diskrit dapat diumpamakan dengan proses pengendapan sebuah partikel berbentuk bola yang jatuh ke dalam air. Ilustrasi proses jatuhnya partikel ditunjukkan pada gambar 3.2.

(34)

Fg Fa

Fj Gambar 3.2. Gaya gaya yang bekerja pada saat

sebuah benda jatuh di dalam air

Metoda Perencanaan

Gambar 3.1 Penggolongan kadar solid dan bentuk partikel

Gambar 3.2 Gaya-gaya yang bekerja pada saat partikel jatuh dalam air

Keterangan gambar :

 Fj adalah gaya jatuhnya partikel akibat gaya garvitasi yang arahnya ke bawah  Fg adalah gaya gesekan yang bekerja pada permukaan bola yang arahnya ke atas  Fa adalah gaya archimedes yaitu gaya ke atas yang besarnya sebanyak jumlah zat

cair yang dipindahkan.

Dari gaya-gaya yang bekerja tersebut dapat dibentuk persamaan sbb.:

Fa Fg Fj ma   ………....3.1. Flokulen Diskrit Kompresi Zone Klas 1 Klas 2 Gambar 3.1.

Penggolongan kadar solid dan bentuk partikel

(35)

Metoda Perencanaan

Dimana:

m= massa partikel

a=percepatan jatuh partikel

dan rumusan dari masing-masing gaya Fj, Fg, dan Fa adalah sbb.:

Vg mg Fj  s ……….……...3.1. w dAv c Fg 2 2 1  ……….……….……....3.2. Vg Fa  w ……….………....3.3. Dimana : m = massa partikel g = percepatan gravitasi s = massa jenis partikel w = massa jenis air V = volume partikel A = luas permukaan bola

cd = Koefisien gesekan (Drag Coeficient)

Pada saat terjadi keseimbangan, percepatan (a) =0 sehingga,

Fa Fg

Fj   ………..…...3.4.

Bila partikel dianggap bola, maka berlaku: 3 6 1 D V   ………..…..…...3.5. dan 2 4 1 D A   ………..…..…...3.6.

Dengan mensubstitusi persamaan-persamaan di atas maka dapat dihitung kecepatan pengendapan dengan rumusan sbb.:

2 1 3 4         w w s d D c g v    ………..…..….3.7.

Nilai cd tidak selalu konstan melainkan bergantung dari bilangan

Reynold, yaitu bilangan yang menggambarkan turbulensi air di sekitar partikel. Bilangan Reynold itu sendiri tergantung dari diameter

(36)

Metoda Perencanaan

kecepatan dan viskositas kinematik atau secara matematis dapat ditulis seperti pada persamaan 3.8 berikut.

vD

Re ………..…..….…....3.8.

Dimana  adalah viskositas kinematik cairan yang sangat tergantung pada suhu. Pendekatan formulasi Cd berdasarkan nilai bilangan Reynold dapat dilihat pada persamaan-persamaan berikut.

1 Re , Re 24   untuk Cd ………..…..…...…..3.9.

50

Re

1

,

Re

24

3 1

untuk

Cd

………..…..…....….3.10.

1620

Re

50

,

Re

7

,

4

3 1

untuk

Cd

..………..…..…...….3.11. 1620 Re , 4 . 0   untuk Cd ………..…..…..3.12.

Dengan mensubtitusi persamaan 3.9, 3.10, 3.11, 3.12 ke persamaan 3.7. maka diperoleh rumusan kecepatan berdasarkan nilai bilangan Reynold yaitu:

1

Re

,

18

1

2

g

D

untuk

v

w w s

….………...3.9.

50

Re

1

,

10

1

1.4 8 . 0 6 . 0 8 . 0

g

D

untuk

v

w w s

….………….……..3.10.

1620

Re

50

,

23

1

0.8 6 . 0 2 . 0 6 . 0

g

D

untuk

v

w w s

…..………..…3.11.

1620

Re

,

83

.

1

1

0.5 5 . 0 5 . 0

g

D

untuk

v

w w s

….……….3.12.

3.2.2. Penyebaran Nilai Endap

Adanya variasi dalam ukuran, bentuk dan massa jenis partikel dalam air menyebabkan masing-masing partikel mempunyai kecepatan endap yang berbeda. Jadi sebenarnya kecepatan nilai endap dapat dihitung,

(37)

Metoda Perencanaan

jika volume berat dan bentuk dari masing masing partikel suspensi diketahui.

Perhitungan nilai endap ini diharapkan dapat menggambarkan sifat endap partikel dalam air. Sehingga berdasarkan sifat-sifat inilah dapat direncanakan suatu bak pengendap yang dapat mengendapkan sebagian partikel dalam air. Misal suatu air baku mempunyai distribusi kecepatan pengendapan seperti pada tabel 3.1. dan gambar 3.3

Tabel 3.1 Distribusi Kecepatan Partikel Dalam Air

Kecepatan pengendapan Jumlah partikel%

0 - 0.069 10-3 m/dt 0.0 0.069 - 0.093 10-3 m/dt 0.5 0.093 - 0.139 10-3 m/dt 2.4 0.139 - 0.185 10-3 m/dt 4.8 0.185 - 0.231 10-3 m/dt 9.6 0.231 - 0.278 10-3 m/dt 16.3 0.278 - 0.324 10-3 m/dt 16.3 0.324 - 0.37 10-3 m/dt 14.4 0.37 - 0.416 10-3 m/dt 12.0 0.416 - 0.462 10-3 m/dt 9.6 0.462 - 0.508 10-3 m/dt 7.2 0.508 - 0.556 10-3 m/dt 4.8 0.556 - 10-3 m/dt 2.4 100 0 5 10 15 20 kecepatan pengendapan x001 m/dt pr os en p ar tik el 0.069 0.093 0.139 0.185 0.231 0.278 0.324 0.37 0.416 0.462 0.508 0.556

dist partikel Partikel yg mengendap Gambar 3.3.

Distribusi Kecepatan Partikel

Partikel yg m engendap Partikel yg

(38)

Metoda Perencanaan

Gambar 3.3 Distribusi Kecepatan Partikel

Air dengan komposisi seperti di atas diendapkan dalam suatu tabung dengan ketinggian air 1 m. Dalam 3600 detik dapat dipastikan bahwa partikel dengan kecepatan 1/3600 m/dt (0,278x10-3 m/dt) sudah mengendap. Dengan kata lain yang sudah pasti mengendap adalah 16,3%+14,4%+12%+9.6%+7.2%+4.8%+2.4%=66.6% dari zat padat yang ada.

Sedangkan partikel dengan kecepatan pengedapan dibawah 0,278 x 103 m/dt, hanya sebagian saja yang mengendap. Bagian yang mengendap adalah partikel dengan posisi sedemikian rupa, yang berada pada posisi dibawah 1 m, sehingga setelah waktu pengendapan 3600 detik, partikel ini sudah berada di bawah tabung. Sedangkan bagian partikel yang tidak mengendap adalah partikel pada posisi sedemikian rupa, yang berada pada posisi dibawah 1 m, sehingga setelah waktu pengendapan 3600 detik partikel ini masih ada di atas dasar tabung. Banyaknya partikel yang mengendap dengan kecepatan pengendapan di bawah 0,278 x 10-3 m/dt dapat dirinci menurut tabel 3.2.

Tabel 3.2

Perhitungan Jumlah Partikel Yang Mengendap Dalam Air

Kecepatan pengendapan 10-3 Partikel Partikel

Distribusi Kec. Rata-Rata Kec dg yg ada Terendap

Pengendapan Kec. t=3600dt %Terendap ( % ) ( % )

0 - 0.069 0.035 0.278 12 0.0 0.0 0.069 - 0.093 0.081 0.278 29 0.5 0.1 0.093 - 0.139 0.116 0.278 42 2.4 1.0 0.139 - 0.185 0.162 0.278 58 4.8 2.8 0.185 - 0.231 0.208 0.278 75 9.6 7.2 0.231 - 0.278 0.255 0.278 92 16.3 14.9

Partikel yg sebagian mengendap Total 33.4 26.0

0.278 - 0.324 0.301 0.278 100 16.3 16.3 0.324 - 0.37 0.347 0.278 100 14.4 14.4 0.37 - 0.416 0.393 0.278 100 12.0 12.0 0.416 - 0.462 0.439 0.278 100 9.6 9.6 0.462 - 0.508 0.485 0.278 100 7.2 7.2 0.508 - 0.556 0.532 0.278 100 4.8 4.8

(39)

Metoda Perencanaan

0.556 - 0.278 0.278 100 2.4 2.4

Partikel yang mengendap semua Total 66.6 66.6

Merupakan suatu hal yang tidak mungkin untuk mendapatkan distribusi kecepatan seperti di atas secara langsung. Karena itu pendekatan yang digunakan adalah dengan cara laboratorium, yaitu dengan terlebih dahulu mencari besar persentasi partikel yang mengendap secara kumulatif.

Peralatan laboratorium yang digunakan untuk mencari nilai endap adalah alat berbentuk tabung silinder yang terbuat dari plastik tembus pandang dengan diameter 0,15-0,3 m dan tinggi 2 m, seperti yang terlihat pada gambar 3.4.

Sebelum digunakan, tabung silinder tersebut dimasukkan ke dalam lubang air yang lebih besar untuk menjaga temperatur agar tetap konstan. Mula mula tabung diisi air baku yang keruh, kemudian diaduk sampai merata. Setelah tenang, baru percobaan dapat dimulai.

Sampel air diambil pada kedalaman 1 m, selama selang waktu tertentu. Dan data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3

Hasil Percobaan Perhitungan Distribusi Partikel dalam Air

(H=1.00 m)

t (detik) No Uraian 0 1800 3600 5400 7200 10800 14400 1 Kecepatan (h/t) Vo (10-3) 0.556 0.278 0.185 0.139 0.093 0.069 2 Konsentrasi (C ) mg/L Co=70 68.3 23.4 5.4 2.0 0.3 0.0 3 C/Co Dist Komulatif (%) 100 97.6 33.5 7.7 2.9 0.5 0.0 4 Distribusi frekuensi (%) 2.4 64.1 25.8 4.8 2.4 0.5

Kesimpulan yang dapat diambil dari tabel di atas yaitu:

1. Baris 1 dan 2 adalah data dari sampel air yang diambil pada kedalaman 1 m (h=1m). Pada t = 0, konsentrasi zat padat adalah 70 mg/L sedang pada t = 1800 detik, konsentrasinya 68,3 mg/L.

(40)

Metoda Perencanaan

2. Baris ke 1 adalah kecepatan pengendapan, yaitu tinggi air dibagi dengan waktu pengamatan atau waktu pengendapan. Sebagai contoh, pada t = 1800 detik, maka kecepatan pengendapannya adalah : (h/t) = 1/1800 = 0,566 x 10-3m/dt.

3. Baris 2 adalah konsentrasi partikel dalam air dengan kecepatan pengendapan lebih kecil dari kecepatan pada baris 1. Sebagai contoh, konsentrasi partikel sebesar 68,3 mg/L memiliki kecepatan pengendapan 0,566 x 10-3m/dt, yang notabene kecepatannya lebih kecil dari konsentrasi awal, demikian seterusnya.

4. Karena konsentrasi menggambarkan jumlah berat partikel per satuan volume maka baris 3 menggambarkan prosen berat partikel dibandingkan dengan berat partikel pada t = 0 detik.

5. Baris 4 menggambarkan penyebaran (distribusi) partikel dalam berbagai kecepatan pengendapan. Sebagai contoh jumlah partikel yang memiliki kecepatan pengendapan 0.185-0.278 x 10-3 m/dt sekitar 20%.

Berdasarkan percobaan di atas, distribusi kecepatan pengendapan partikel yang ada di dalam air dapat diperkirakan. Gambaran distribusi pengendapan partikel dalam air dapat dilihat pada gambar 3.4.

Area dg luas yg sama P*

100% Gambar 3.4. Perhitungan Pengedapan Partikel

(41)

Metoda Perencanaan

Gambar 3.4 Distribusi Kecepatan Pengendapan Partikel dalam Air

Keterangan gambar 3.4:

1. (Vt.dp)=p* Dimana p* adalah titik pada sumbu p dengan daerah diarsir sebelah kiri sama dengan sebelah kanan.

2. Yang terendap langsung r=1-p* 3. Yang terendap sebagian adalah p*/V

4. Maka total yang terendapkan adalah (1-p*)+p*/V

Apabila air tersebut diendapkan selama waktu T sehingga partikel dengan kecepatan di atas Vo terendap semua (Vo adalah ketinggian tabung (H) dibagi dengan waktu endap T atau Vo=H/T), maka jumlah partikel yang terendap adalah :

Vo

Vtdp

p

R

1

*

….………3.13.

Hal ini juga digambarkan pada gambar 3.4 (keterangan :r adalah fungsi p(V) %).

3.3. Efisiensi Pengendapan

Efisiensi pengendapan adalah jumlah konsentrasi zat padat yang terendap di dalam suatu proses pengendapan dibagi dengan jumlah konsentrasi zat padat yang masuk, atau bentuk rumusannya adalah sbb.: 1 2 C C

……….………..3.14. Dimana :

C1 = konsentrasi influen atau air yang masuk ke dalam bak pengendap;

C2 = konsentrasi yang diendapkan

2 1 3 C C C   ………..……….3.15. Atau 3 1 2 C C C   ………..……….3.15 Dimana :

(42)

Metoda Perencanaan

Dengan mensubstitusikan persaman 3.15 dalam persamaan 3.14 maka diperoleh rumusan efisiensi pengendapan sbb.:

1 3 1 C C C  

………..………..…3.16 Atau 1 3 1 C C  

………..………..………..3.17 Contoh Soal 3.1:

Suatu bak pengendap mempunyai konsentrasi kekeruhan air yang masuk (influen) C1 = 80 mg/L SiO2 dan efluen C3 = 8 mg/L SiO2

Berapa efisiensi pengendapan ?

% 90 10 9 80 8 1 1 1 3   C C

3.4. Pengedapan Flokulen (Klas 2)

Beberapa asumsi yang digunakan untuk mempelajari teori pengandapan flokulen antara lain :

1. Partikel flokulen yang diendapkan tidak berbentuk bulat tetapi berbentuk tidak beraturan, yang disebabkan oleh pengaruh penggabungan beberapa partikel selama masa flokulasi.

2. Selama mengendap flok mengalami penggabungan, sehingga semakin lama semakin besar. Hal ini mengakibatkan berat flok semakin lama semakin berat dan flok semakin cepat mengendap.

(43)

Metoda Perencanaan

Gambar 3.5 Kecepatan pengendapan flok terhadap waktu

Efisiensi penyisihan dari pengendapan klas 2 dapat dihitung melalui sebuah percobaan tabung (seperti digambarkan pada gambar 3.6). Tabung ini terbuat dari kaca tembus pandang berbentuk silinder dengan diameter 0,3 m dan tinggi 2,00 m. Pada beberapa kedalaman z1 sampai z5, contoh air dapat diambil melalui selang yang dihubungkan ke tabung.

Gambar 3.6 Metode perhitungan penyisihan pengendapan Flokulen

z1 z2 z3 z4 z5 t1 t2 t3 t4 C(5,t1) C(5,t2) C(5,t3) C(5,t4) C(4,t1) C(3,t1) C(2,t1) C(1,t1) C(5,t2) C(5,t2) C(5,t2) C(5,t2) C(5,t3) C(5,t3) C(5,t3) C(5,t3) C(5,t4) C(5,t4) C(5,t4) C(5,t4) Gambar 3.6

Pengendapan flokulen Waktu (detik)

H Kec Pengendapan V Waktu pengendapan t Gambar 3.5.

(44)

Metoda Perencanaan

Sampel air kemudian diambil dari masing masing kedalaman selama selang waktu tertentu (t1 sampai dengan t4). Kemudian konsentrasi zat padat dalam masing masing sampel C(z,t) diplot dalam grafik seperti pada gambar 3.7. Garis yang ada dalam grafik menggambarkan isokonsentrasi kekeruhan.

Total pengendapan yang terjadi setelah waktu t adalah :

Konsentrasi partikel yang ada di dasar tabung setelah waktu t ditambah dengan partikel yang terkandung diatas dasar tabung.

Gambar 3.7 Kurva isokonsentrasi

Berdasarkan gambar 3.6, konsentrasi partikel yang ada di dasar tabung adalah C(5,t). Sedangkan konsentrasi partikel yang terendap di atas dasar tabung adalah :

 Untuk ketinggian antara z5 dan z4 = (V5+V4).(C(5,t)-C(4,t)

2.V5

 Untuk ketinggian antara z4 dan z3 = (V4+V3).(C(4,t)-C(3,t)

2.V4

 Untuk ketinggian antara z3 dan z2 = (V3+V2).(C(3,t)-C(2,t)

2.V3 70 50 30 10 1800 3600 5400 7200 35 25 20 15 32 30 25 20 17 12 20 23 8 15 17 18 3 5 8 10 Waktu (detik ) 90 Gambar3.7. Kurva iso-konsentrasi 2400

(45)

Metoda Perencanaan

 Untuk ketinggian antara z2 dan z1 = (V2+V1).(C(2,t)-C(1,t)

2.V2

 Untuk ketinggian antara z1 dan z0 = (V1+V0).(C(1,t)-C(0,t)

2.V1

Dimana: V = kecepatan pengendapan

t z

V

Berdasarkan formulasi di atas, maka konsentrasi partikel pada ketinggian z5 dan z4 adalah sbb.:

   

t

C

t

C

t

z

t

z

z

C

5

,

4

,

/

2

/

5 4 5 5 4

………..……….3.18. Atau

    

t

C

t

C

z

z

z

C

5

,

4

,

2

5 4 5 5 4

….…..………..….……….3.18.

Maka total pengendapan yang terjadi adalah:

  

    

 

    

 

    

    

 

    

C

t

C

t

z

z

z

t

C

t

C

z

z

z

t

C

t

C

z

z

z

t

C

t

C

z

z

z

t

C

t

C

z

z

z

t

C

C

total

,

0

,

1

2

,

1

,

2

2

,

2

,

3

2

,

3

,

4

2

,

4

,

5

2

,

5

5 0 1 5 1 2 5 2 3 5 3 4 5 4 5

Contoh soal 3.2.:

Percobaan pengendapan partikel flok adalah sebagai berikut :

Suatu air baku dengan konsentrasi 40 mg/L dimasukkan ke dalam tabung percobaan setinggi 1 m dan dialirkan melalui kran pengamatan dengan ketinggian sebagai berikut:

 Z1=0,1 m  Z2=0,3 m  Z3=0,5 m  Z4=0,7 m  Z5=0,9 m

Waktu pengambilan sampel adalah 1800, 3600, 5400, dan 7200 detik. Konsentrasi yang diambil dari masing masing kedalaman dalam waktu tersebut di atas, terinci dalam tabel 3.4 berikut.

(46)

Metoda Perencanaan

Tabel 3.4.Data Pengamatan Konsentrasi C(z,t) Satuan dalam mg/L SiO2 (Lihat gambar 3.7

)

1800 3600 5400 7200 Z1 20 12 8 3 Z2 25 17 15 5 Z3 30 20 17 8 Z4 32 23 18 10 Z5 35 25 20 15 Ditanya:

1. Berapa total konsentrasi yang terendapkan pada waktu 3600 detik 2. Berapa total konsentrasi yang terendapkan pada waktu 2400 detik

Jawab:

1. Total konsentrasi yang terendapkan pada t =3600 detik adalah:

 

 

 

 

 

 



12 0

9 , 0 . 2 0 1 , 0 12 17 17 20 9 , 0 . 2 3 , 0 5 , 0 20 23 9 , 0 . 2 5 , 0 7 , 0 23 25 9 , 0 . 2 7 , 0 9 , 0 25 3600                C l mg C3600  251,7821,331,110,6631,88 /

2. Sehubungan t=2400 tidak diamati secara langsung, maka konsentrasi pada waktu tersebut dicari dengan menggunakan grafik pada gambar 3.7, sehingga diperoleh :

 

 

 

 

 

 

 

17 0

9 , 0 . 2 0 1 , 0 17 20 20 25 9 , 0 . 2 3 , 0 5 , 0 25 28 9 , 0 . 2 5 , 0 7 , 0 28 30 9 , 0 . 2 7 , 0 9 , 0 30 2400                C l mg C2400 301,7822,220,670,9437,61 /

(47)

3.3. Pengedapan Flokulen (Klas 2)

Beberapa asumsi yang digunakan untuk mempelajari teori pengandapan flokulen antara lain :

1. Partikel flokulen yang diendapkan tidak berbentuk bulat tetapi berbentuk tidak beraturan, yang disebabkan oleh pengaruh penggabungan beberapa partikel selama masa flokulasi.

2. Selama mengendap flok mengalami penggabungan, sehingga semakin lama semakin besar. Hal ini mengakibatkan berat flok semakin lama semakin berat dan flok semakin cepat mengendap.

Distribusi kecepatan flok mengendap dapat dilihat pada gambar 3.5

Gambar 3.5 Kecepatan pengendapan flok terhadap waktu

Efisiensi penyisihan dari pengendapan klas 2 dapat dihitung melalui sebuah percobaan tabung (seperti digambarkan pada gambar 3.6). MODUL SATUAN OPERASI 7 Martin Darmasetiawan VII-1

z1 z2 z3 z4 z5 t1 t2 t3 t4 C(5,t1) C(5,t2) C(5,t3) C(5,t4) C(4,t1) C(3,t1) C(2,t1) C(1,t1) C(5,t2) C(5,t2) C(5,t2) C(5,t2) C(5,t3) C(5,t3) C(5,t3) C(5,t3) C(5,t4) C(5,t4) C(5,t4) C(5,t4) Gambar 3.6

Pengendapan flokulen Waktu (detik)

H Kec Pengendapan V Waktu pengendapan t Gambar 3.5.

(48)

Tabung ini terbuat dari kaca tembus pandang berbentuk silinder dengan diameter 0,3 m dan tinggi 2,00 m. Pada beberapa kedalaman z1 sampai z5, contoh air dapat diambil melalui selang yang dihubungkan ke tabung.

Gambar 3.6 Metode perhitungan penyisihan pengendapan Flokulen

Sampel air kemudian diambil dari masing masing kedalaman selama selang waktu tertentu (t1 sampai dengan t4). Kemudian konsentrasi zat padat dalam masing masing sampel C(z,t) diplot dalam grafik seperti pada gambar 3.7. Garis yang ada dalam grafik menggambarkan isokonsentrasi kekeruhan.

Total pengendapan yang terjadi setelah waktu t adalah :

Konsentrasi partikel yang ada di dasar tabung setelah waktu t ditambah dengan partikel yang terkandung diatas dasar tabung.

(49)

70 50 30 10 1800 3600 5400 7200 35 25 20 15 32 30 25 17 20 23 15 17 18 5 8 10 Waktu (detik ) Gambar3.7. Kurva iso-konsentrasi 2400

Gambar 3.7 Kurva isokonsentrasi

Berdasarkan gambar 3.6, konsentrasi partikel yang ada di dasar tabung adalah C(5,t). Sedangkan konsentrasi partikel yang terendap di atas dasar tabung adalah :

 Untuk ketinggian antara z5 dan z4 = (V5+V4).(C(5,t)-C(4,t)

2.V5

 Untuk ketinggian antara z4 dan z3 = (V4+V3).(C(4,t)-C(3,t)

2.V4

 Untuk ketinggian antara z3 dan z2 = (V3+V2).(C(3,t)-C(2,t)

2.V3

 Untuk ketinggian antara z2 dan z1 = (V2+V1).(C(2,t)-C(1,t)

2.V2

 Untuk ketinggian antara z1 dan z0 = (V1+V0).(C(1,t)-C(0,t)

2.V1

Dimana: V = kecepatan pengendapan

t z

V

Gambar

Gambar 2.6. Flokulator buffle horizontal
Gambar 2.8. Flokulasi cyclone dengan bentuk hexagonal
Gambar 2.10 Flokulator melalui sludge blanket
Tabel 2.7. Perhitungan Flokulasi secara mekanik  Parameter Satuan Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mekanisasi pertanian aktivitas pertanian dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan tepat waktu sehingga memberikan hasil yang lebih baik, di samping itu

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk menghasilkan dalam waktu yang cepat sebaiknya menggunakan media pupuk Growmore dengan konsentrasi 0,5 g/ L dengan

1. Alat atau bahan yang digunakan untuk membantu pelaksanaan pekerjaan kantor, sehingga menghasilkan suatu pekerjaan yang diharapkan selesai lebih cepat, lebih tepat, dan lebih

1. Alat atau bahan yang digunakan untuk membantu pelaksanaan pekerjaan kantor, sehingga menghasilkan suatu pekerjaan yang diharapkan selesai lebih cepat, lebih tepat, dan lebih

Dalam fatwa tersebut dijelaskan jika nasabah dalam transaksi mura&gt;bah}ah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah

&amp; Akan menghasilkan nilai 1 jika kedua elemen yang bersesuaian memiliki nilai true dan 0 untuk lainnya | Akan bernilai 1 jika salah satu elemennya true ~ Komplen dari elemen

Aspirasi kacang di saluran napas merupakan keadaan gawat yang memerlukan penanganan secara cepat dan tepat, karena dalam waktu singkat dapat menyebabkan sumbatan total sehingga

Dalam penerapan algoritma apriori pada data mahasiswa yang sudah lulus tepat waktu menghasilkan 1 itemset yaitu mahasiswa yang berasal dari IPA dan B memiliki nilai rata –