1
RINGKASAN EKSEKUTIF RENCANA UMUM
PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PLN 2012-2021
EXECUTIVE SUMMARY PLN’S ELECTRICAL POWER
SUPPLY BUSINESS PLAN (RUPTL) 2012-2021
Tujuan dan Lingkup RUPTL
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2012-2021 bertujuan untuk memenuhi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan untuk menjadi pedoman pengembangan sarana ketenagalistrikan dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik di wilayah usaha PLN secara efisien dan terencana guna menghindari ketidak-efisienan perusahaan sejak tahap perencanaan. RUPTL memuat proyeksi kebutuhan tenaga listrik, rencana pengembangan kapasitas pembangkit, rencana pengembangan transmisi dan gardu induk, serta pengembangan distribusi. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik dibuat rinci per provinsi dan per sistem tenaga listrik, termasuk sistem kelistrikan yang isolated di pulau-pulau tersebar. Rencana pengambangan kapasitas pembangkit, transmisi dan gardu induk juga dibuat rinci hingga proyek-proyeknya.
Proyeksi kebutuhan tenaga listrik (demand
forecast) disusun untuk memperkirakan energi
listrik yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan Pemerintah dan memperhatikan pertumbuhan penduduk.
Pengembangan kapasitas pembangkit
direncanakan untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik dan margin cadangan (reserve
margin) tertentu dan sedapat mungkin direncanakan
secara optimal dengan prinsip biaya terendah (least
cost). Pengembangan pembangkit juga
mengutamakan pemanfaatan sumber energi setempat, terutama energi terbarukan seperti panas bumi dan tenaga air. Beberapa proyek pembangkit telah dinyatakan akan dikerjakan sebagai proyek PLN atau proyek listrik swasta (IPP), sedangkan beberapa proyek lagi masih belum ditetapkan sebagai proyek PLN atau IPP. Hal ini dimaksudkan agar PLN nanti, atas persetujuan Pemerintah, akan memutuskan apakah suatu proyek dimple-mentasikan sebagai proyek PLN atau IPP.
Pengembangan sistem transmisi direncanakan untuk memperoleh keseimbangan antara kapasitas pembangkitan dan kebutuhan daya listrik secara efisien dengan memenuhi kriteria keandalan dan kualitas tertentu. Pada sistem kelistrikan yang sudah
Objectives and Scope of RUPTL
PLN’s Electrical Power Supply Business Plan (RUPTL) for the period 2012-2021 has been issued to comply with the mandate of the Government Regulation No.14/2012 on Electric Power Supply Business Activities and as guidance for a well planned and efficient development of electrical power infrastructure to supply the needs of electricity within PLN business areas in order to prevent company inefficiency starting from the planning stage. RUPTL covers electricity demand and supply projections, and development of related transmission, distribution and substation grids. Electricity demand projection has been prepared in details for every province and electrical power system, including isolated electrical power system in remote islands. Generating capacity development plan and transmission and substation development plan are also provided in details to their respective projects.
Electricity demand forecast has been composed to project electric energy needed to support economic growth targeted by government and to take into consideration the population growth.
Generating capacity development has been
optimally planned to meet electricity demand growth and certain reserve margin with due consideration on the least cost principle. The power generation development also prioritizes utilization of local energy resources, especially renewable energy such as geothermal and hydro power. Several projects have been confirmed to be constructed as PLN projects or Independent Power Producers projects (IPP); some other projects have not been determined whether they would be handled by PLN or given to IPP. This is intended for PLN to decide later, with government approval, whether a project will be implemented as PLN or IPP projects.
The development of transmission system has been planned to reach a balance between generating capacity and electricity demand in an efficient manner to meet certain reliability and quality criteria. In large electrical power systems such as Sumatera and Java grids, it has
2
besar seperti Sumatera dan Jawa, direncanakan pula satu sistem transmisi yang menjadi tulang punggung sistem kelistrikan (backbone) berupa saluran transmisi tegangan ekstra tinggi.
also been planned for a transmission system to become the back bone of the electrical power system in the form of extreme high voltage transmission line.
Pertumbuhan Usaha dan Kondisi
Kelistrikan Saat Ini
Dalam lima tahun terakhir, yaitu antara tahun 2007 dan 2011, usaha PLN terus mengalami pertumbuhan. Penjualan listrik meningkat dari 120 TWh pada 2007 menjadi 158 TWh pada 2011, jumlah pelanggan meningkat dari 37 juta pada 2007 menjadi hampir 46 juta pada 2011, dan rasio elektrifikasi meningkat dari 60,6% pada 2007 menjadi 71,2% pada 2011.
Kondisi kelistrikan pada akhir tahun 2011 dapat digambarkan sebagai berikut. Kapasitas terpasang pembangkit PLN dan IPP di wilayah operasi Indonesia Barat dan Timur sekitar 7.600 MW, tidak termasuk pembangkit sewa sebanyak 3.030 MW. Kapasitas pembangit tersebut pada dasarnya hanya pas-pasan dalam melayani kebutuhan masyarakat, sehingga dapat mengalami defisit manakala ada sebuah pembangkit yang terganggu atau menjalani pemeliharaan rutin. Sebagai ilustrasi, sistem kelistrikan Sumatera Bagian Utara hampir sepanjang tahun tidak mempunyai cadangan operasi, sering mengalami defisit dan mengoperasikan banyak pembangkit berbahan bakar BBM. Sistem Sumatera Bagian Selatan juga mengalami hal yang sama, yaitu hampir sepanjang tahun tidak mempunyai cadangan operasi yang cukup. Hal serupa terjadi di beberapa daerah lain, seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Minahasa-Gorontalo, Palu, Lombok, Ambon, Ternate dan Jayapura. Kondisi sistem kelistrikan yang lebih kecil juga banyak yang mengalami defisit.
Sedangkan di wilayah Jawa Bali, kapasitas pembangkit PLN dan IPP yang mencapai hampir 26.700 MW pada dasarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan daya. Hal yang menjadi masalah operasi selama tahun 2011 adalah tidak cukupnya pasokan gas ke pembangkit-pembangkit listrik PLN dan pembebanan banyak trafo yang sudah sangat tinggi, serta semakin besarnya transfer listrik dari Jawa bagian tengah/timur ke Jawa bagian barat yang berdampak pada penurunan tegangan di sistem transmisi pada perioda beban puncak.
Business Growth and Today’s
Electricity Conditions
In the last five years, within 2007 to 2011, PLN business had flourished significantly. Electric sales raised up sharply, from 120 TWh in 2007 became 158 TWh in 2011. Number of customers increased from 37 million in 2007 to become 46 million in 2011. And the electrification ratio increased from 60.6% in 2007 to 71.2% in 2011.
The electricity condition by the end of 2011 can be described as follows: PLN and IPP installed generating capacity in the West and East Indonesia was about 7.600 MW, excluding rental generating units of 3.030 MW. This condition was considered as “sufficient” to serve people’s needs as long as it runs well. However, should there be any generating malfunction or it was in routine maintenance, electricity shortage happened. For example, North Sumatera that almost all this year doesn’t have any operational reserve is quite often to suffer power supply deficit and in order to cover its deficit, PLN North Sumatera puts quite many liquid fuel generating units in operation. The South Sumatera system also suffers shortage of electricity the year round. This condition is also experienced in areas like East and South Kalimantan, Southeast Sulawesi, Minahasa-Gorontalo, Palu, Lombok, Ambon, Ternate and Jayapura. Electricity deficit also happens in many smaller electrical systems.
Java-Bali has 26.700 MW generated by PLN and IPP. Basically it is enough to serve power needs in those areas. However, in 2011, it still had operational problems because quite often PLN and IPP were unable to get enough gas supply for their power plants. Besides gas supply problem, over-loaded transformers had caused unstable electric supply. The increasing electricity transferred from Central/East Java to West Java, had resulted under voltage conditions in the transmission system especially during peak-load hours.
Upaya Penanggulangan Jangka
Pendek
Masalah penyediaan tenaga listrik yang mendesak adalah upaya memenuhi listrik pada daerah-daerah yang kekurangan pasokan listrik dan
Short-term Resolution Efforts
The urgent issues of to be resolved in te electrical power supply are efforts to overcome shortages of electricity in the regions, replacing oil fuel with non-oil
3
mengganti pembangkit berbahan bakar minyak dengan bahan bakar non minyak serta melistriki daerah yang belum mendapatkan pasokan listrik.
Tindakan yang telah dilakukan di wilayah operasi Indonesia Barat dan Timur meliputi sewa pembangkit, pembelian energi listrik dari IPP skala kecil, bermitra/kerjasama operasi pembangkit dengan Pemda setempat, pembelian excess power, percepatan pembangunan PLTU batubara PerPres 71/2006, membangun saluran transmisi, mengamankan kontinuitas pasokan energi primer dan memasang beberapa PLTS secara terbatas. Sedangkan tindakan jangka pendek di Jawa Bali berupa percepatan pengadaan trafo daya 150/20 kV dan trafo interbus 500/150 kV, menambah kapasitas pembangkit di Bali, mempercepat pembangunan kabel laut Jawa-Bali 150 kV sirkit 3 dan 4, dan memasang kapasitor shunt di sistem Jakarta untuk perbaikan tegangan.
fuel, and providing electricity in regions where there is no supply of electricity.
Actions taken in Indonesia Western and Eastern operating areas include renting generating units, purchasing electricity from small scale IPP, establishing partnership/joint operation with local government, purchasing excess power, accelerating construction of coal fired steam power plant (PLTU) projects as stipulated in Presidential Regulation No. 71/2006, built transmission lines, secure continuity of primary energy supply, and install limited solar power plants (PLTS). Short-term actions in the Java-Bali system include acceleration of procurement of power transformers 150/20 kV and inter-bus transformers 500/150 kV, adding generating capacity in Bali, accelerating installation of Java-Bali sub-marine cables third and fourth circuit, and installing shunt-capacitors in the Jakarta system to improve voltage.
Ketersediaan Energi Primer
Sumberdaya batubara Indonesia sebesar 105 milyar ton dan cadangan 21,1 milyar ton menjadi basis bagi RUPTL dalam merencanakan PLTU batubara, baik PLTU ‘pantai’ yang menggunakan batubara pada harga pasar, maupun PLTU mulut tambang yang menggunakan batubara berkalori sangat rendah pada harga cost plus margin.Untuk gas alam, walaupun Indonesia mempunyai cadangan yang cukup besar, yaitu165 TSCF, pada kenyataannya tidak tersedia gas yang cukup untuk pembangkitan tenaga listrik. Bahkan pasokan gas ke pembangkit PLN yang existing-pun telah dan akan mengalami penurunan hingga diperkirakan akan defisit jika tidak mendapat pasokan baru. Pada tahun 2012 telah dimulai pasokan LNG ex Bontang via FSRU Jakarta untuk mengoperasikan pembangkit di teluk Jakarta selama perioda beban puncak. Harga gas dalam bentuk LNG relatif tinggi, sehingga secara ekonomi LNG hanya layak digunakan pada pembangkit beban puncak. Pada situasi pasokan gas seperti ini, RUPTL hanya dapat merencanakan 1 blok PLTGU klas 750 MW dengan harapan akan mendapat pasokan gas dari lapangan Cepu, dan 1 blok lagi dengan pasokan gas yang belum diketahui sumbernya. LNG untuk pembangkitan tenaga listrik juga akan dikembangkan di Arun yang akan memasok pembangkit beban puncak di Arun dan Pangkalan Brandan serta pembangkit existing di Belawan.
Masih mengenai pemanfaatan gas, RUPTL merencanakan beberapa pembangkit beban puncak yang akan beroperasi dengan mini LNG atau CNG di kawasan Indonesia Timur. Dengan telah direncanakannya PLTU batubara, maka kebutuhan
Availability of Primary Energy
Indonesian coal resources of 105 billion tons and reserves of 21.1 billion tons become the basis of RUPTL in planning for coal fired PLTU, be they be “coastal” PLTU which use coal at market price as well as “mine-mouth” PLTU which utilize low caloric value coal at cost plus margin price.
For natural gas, although Indonesia has sufficiently large reserves, 165 TSCF, in reality there is not enough gas to fuel electric power generation. In fact, gas supply to existing PLN power plants has been and will be declining so that there will be gas deficit if there is no new gas supply. In 2012, LNG supply from Bontang through floating storage re-gasification unit plant (FSRU) in Jakarta was put in operation to operate power plants in the Jakarta bay during peak load period. The price of gas in the form of LNG is only economically viable if the gas is used for the peaking power plants. With this type of gas supply, RUPTL can only plan one block of Combined Cycle Gas Turbine Generator (PLTGU), Class 750 MW, with gas supply source from Cepu Field and one more block from another unknown LNG source. LNG for power generation will also be developed in Arun, which will supply peaking power plants in Arun and Pangkalan Brandan and existing power plant at Belawan.
Still on gas utilization, RUPTL plans a number of peaking power plants which will be operated using “mini LNG” or compressed natural gas (CNG) in the eastern part of Indonesia. With the planned coal fired PLTU, the base load requirements will be met by these
4
pembangkit beban dasar (base load) akan dipenuhi dari PLTU, sedangkan sumber gas sedapat mungkin digunakan untuk pembangkit beban puncak (peaker) untuk menghindari pemakaian minyak.
Energi terbarukan terutama yang skala besar, yaitu panas bumi dan tenaga hidro, telah direncanakan dalam RUPTL dalam jumlah banyak.
PLTU, whereas gas will be used mainly for the peaking power plants to substitute fuel oil utilization.
Large scale Renewable Energy such as geothermal and hydro power, have been included in the RUPTL in large numbers.
Kebijakan dan Kriteria Perencanaan
Sistem Kelistrikan
Perencanaan sistem pembangkit dilakukan dengan optimisasi keekonomian, bertujuan untuk mendapatkan konfigurasi pengembangan pembangkit yang memberikan nilai NPV total biaya penyediaan listrik yang terendah (least cost), dengan tetap memenuhi kriteria keandalan tertentu. Konfigurasi yang termurah diperoleh melalui proses optimasi suatu objective function yang mencakup biaya kapital, biaya bahan bakar, biaya operasi dan pemeliharaan dan biaya energy not served. Simulasi dan optimisasi dilakukan dengan menggunakan model yang disebut WASP (Wien Automatic System
Planning).
Sistem Interkoneksi
Kriteria keandalan yang dipergunakan adalah
Loss of Load Probability (LOLP) lebih kecil dari
0.274%. Hal ini berarti kemungkinan/probabilitas terjadinya beban puncak melampaui kapasitas pembangkit yang tersedia adalah lebih kecil dari 0.274%. Perhitungan kapasitas pembangkit dengan kriteria LOLP menghasilkan reserve margin tertentu yang nilainya tergantung pada ukuran unit pembangkit (unit size), tingkat ketersediaan (availability) setiap unit, banyaknya unit, dan jenis unit.
Pada sistem Jawa Bali, kriteria LOLP < 0.274% adalah setara dengan reserve
margin ≥ 25-30% dengan basis daya mampu netto.
Apabila dinyatakan dengan daya terpasang, maka
reserve margin yang dibutuhkan adalah sekitar
35%.
Sedangkan untuk sistem-sistem di wilayah operasi Indonesia Timur dan Barat, reserve margin ditetapkan sekitar 40% dengan mengingat jumlah unit pembangkit yang lebih sedikit, unit size yang relatif besar dibandingkan beban puncak, derating yang prosentasenya lebih besar, dan kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding Jawa Bali.
Pembangkit energi terbarukan, khususnya panas bumi dan tenaga air, dalam proses optimisasi diperlakukan sebagai ’fixed system’ (ditetapkan untuk masuk grid tanpa menjalani optimisasi keekonomian) pada tahun-tahun yang sesuai dengan
Electrical Power System Planning
Policy and Criteria
The electrical power system planning is carried out with economic optimization with the objective to obtain configuration of power generation development that will provide the least cost or the lowest total net present value of power generation cost whilst still meeting certain reliability criteria. The most inexpensive configuration is attained through optimization process, an objective function which covers capital cost, fuel cost, operating and maintenance cost, and the cost of
energy not served. The simulation and optimization are
carried out using a model known as WASP (Wien
Automatic System Planning).
Interconnection System
The reliability criteria used in the planning is Loss of Load Probability (LOLP) < 0.274%. This means that the probability of the occurrence of peak load exceeds the available generating capacity is less than 0.274%. Calculation of generating capacity based on LOLP results certain reserve margin which value depends on the size of the generating unit (unit size), the availability factor of each unit, number of units, and type of units.
In the Java-Bali system, LOLP criteria < 0.274% is equivalent to a reserve margin > 25-30%, of the net capacity. If expressed in term of installed capacity, the required reserve margin is approximately 35%.
Whereas for Eastern and Western Indonesia regions, the reserve margin has been determine at about 40% in view of less number of generating units, relatively large unit size compared to peak load, larger percentage de-rating, and higher growth rate as compared to the Java-Bali system.
Renewable energy generating units, particularly geothermal and hydro power, in the optimization process is assumed as a “fixed system” (determined to come into the grid without economic optimization scrutiny) at the year the respective project is put in
5
kesiapan proyek tersebut.
Perencanaan pembangkitan pada sistem-sistem yang masih kecil dan belum interkoneksi (isolated) tidak menggunakan metoda probabilistik maupun optimisasi keekonomian, namun menggunakan metoda determinisitik. Pada metoda ini, perencanaan dibuat dengan kriteria N-2, yaitu cadangan minimum harus lebih besar dari 1 unit terbesar pertama dan 1 unit terbesar kedua. Definisi cadangan disini adalah selisih antara daya mampu total pembangkit yang ada dan beban puncak.
Sistem Kecil Tidak Interkoneksi / Isolated
Perencanaan transmisi dibuat dengan menggunakan kriteria keandalan N-1, baik statis maupun dinamis. Kriteria N-1 statis mensyaratkan apabila suatu sirkit transmisi padam, baik karena mengalami gangguan atau menjalani pemeliharaan, maka sirkit-sirkit transmisi yang tersisa harus mampu menyalurkan keseluruhan arus beban, sehingga kontinuitas penyaluran tenaga listrik terjaga. Kriteria N-1 dinamis mensyaratkan apabila terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa yang diikuti oleh hilangnya satu sirkit transmisi, maka antara suatu kelompok generator dan kelompok generator lainnya tidak boleh kehilangan sinkronisasi.
Kriteria Perencanaan Transmisi
Kriteria yang pada umumnya diterapkan dalam RUPTL adalah kebutuhan penambahan kapasitas trafo di suatu GI ditentukan pada saat pembebanan trafo mencapai 70%-80%.
operation.
Power generation planning on small systems which have not been interconnected (isolated systems) does not apply the probabilistic method, nor the economic optimization, but use the deterministic method. In this method, the planning is based on N – 2 criteria, i.e. the minimum reserve shall be larger than one of the first largest units and one of the second largest units. By reserves it means the difference between total plant capacity and peak load.
Small Non-Interconnected/Isolated Systems
The transmission line planning has been executed by using the reliability criteria N – 1, static as well as dynamic methods. The static N -1 criteria requires that if a transmission line is down due to disruption or maintenance, the remaining transmission lines shall be capable to transmit power to all load, so that continuity of electric power transmission can be secured. The dynamic N – 1 criteria conditions that if disruption due to three-phase short circuit followed by the loss of one transmission circuit, then there shall be no loss of synchronization between a group of generators and other groups of generators.
Transmission Line Planning Criteria
Criteria which are generally applied in RUPTL is the need for additional transformer capacity in a substation determined when the transformer load reaches 70% to 80%.
Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik
Antara tahun 2012 dan 2021 pemakaian tenaga listrik Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 172 TWh menjadi 358 TWh dengan pertumbuhan rata-rata 8,5% per tahun. Jumlah pelanggan juga meningkat dari 46 juta menjadi 71 juta pada tahun 2021 atau bertambah rata-rata 2,7 juta per tahun. Penambahan pelanggan tersebut akan meningkatkan rasio elektrifikasi dari 72% menjadi 92%. Secara kewilayahan, kebutuhan listrik Jawa Bali diperkirakan akan meningkat dari 132 TWh menjadi 259 TWh, atau tumbuh rata-rata 7,9% per tahun. Indonesia Timur tumbuh lebih cepat, meningkat dari 14,2 TWh menjadi 36,7 TWh atau tumbuh rata-rata 11,4% per tahun. Wilayah Indonesia Barat tumbuh dari 26 TWh menjadi 62 TWh atau tumbuh rata-rata 10,5% per tahun.Electrical Power Demand Forecast
Between 2012 and 2021, electrical power demand in Indonesia is projected to increase from 172 TWh to 358 TWh with an average growth rate of 8% per annum. Total consumers will also increase from 46 million to 71 million in 2021 or is increasing by 2.7 million per annum. The additional customers will increase the electrification ratio from 72% to 92%. By area, the electricity demand in Java-Bali is projected to increase from 132 TWh to 259 TWh or grows at the rate of 7.9% per annum. The Eastern Indonesia regions will grow more rapidly from 14.2 TWh to 36.7 TWh or a growth rate of 11.4%. The Western Indonesia regions grow from 26 TWh to 62 TWh or a growth rate of 10.5% per annum.6
IB : 10,5% 26 TWh 62 TWh IT : 11,4% 14 TWh 37 TWh JB : 7,9% 132 TWh TWh259 2012 2021Gambar 1. Peta pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik Indonesia hingga tahun 2021 [Figure 1. Map of electrical power demand growth through 2021]
Rencana Tambahan Pembangkit
Untuk melayani pertumbuhan kebutuhan listrik tersebut, diperlukan tambahan kapasitas pembangkit sebanyak 57,3 GW untuk seluruh Indonesia, atau pertambahan kapasitas rata-rata mencapai 5,7 GW per tahun. Dari kapasitas tersebut diasumsikan PLN dan IPP akan membangun masing-masing 30,1 GW dan 27,2 GW.PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 37,7 GW atau 66,0%. PLTGU gas yang direncanakan berkapasitas 2,5 GW atau 4,4%. Untuk energi terbarukan, yang terbesar adalah panas bumi sebesar 6,3 GW atau 11,1% dari kapasitas total, disusul oleh PLTA sebesar 6,3 GW atau 11,0%. Dari kapasitas tersebut, tambahan pembangkit di Jawa-Bali adalah sekitar 32,6 GW, Indonesia Barat sekitar 15,3 GW dan Indonesia Timur sekitar 9,4 GW. Di Indonesia Barat terdapat proyek PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW yang akan dikembangkan oleh swasta, dan di Indonesia Timur juga terdapat sebuah proyek PLTA Karama 450 MW yang akan dikembangkan oleh swasta.
Plan of Additional Power Generation
To serve the additional power demand, additional
generating capacity of 57.3 GW is required for the entire Indonesia, or a growth rate of an average 5.7 GW annually. From this capacity, it is assumed that PLN and IPP will build 30.1 GW and 27.2 GW respectively.
Coal fired PLTU will dominate the types of power plant to be built, i.e. 37.7 GW or 66.0%. Combined Cycle Gas Turbine Power Plants (PLTGU) planned to reach 2.5 GW or 4.4%. For renewable energy, the largest one is geothermal power plants, 6.3 GW or 11.1% of the total capacity, followed by hydro electric power plants of 6.3 GW or 11.0%. From those power plant capacities, the additional generating capacity in Java-Bali is about 32.6 GW, Western Indonesia 15.3 GW and Eastern Indonesia 9.4 GW. In the Western Indonesia there is Hydro Electric Power Plant (PLTA) Batang Toru with capacity of 510 MW that will be developed by the private sector, and in the Eastern Indonesia there is PLTA Karama of 450 MW which will be developed by private sector.
7
Indonesia Jawa Bali
Indonesia Barat Indonesia Timur
Industrial Public Commercial Residential Industrial Public Commercial Residential Industrial Public Commercial Residential Industrial Public Commercial Residential
Gambar 2. Komposisi pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik berdasar kelompok pelanggan di wilayah Indonesia [Figure 2. Composition of electrical power demand growth base on customer groups in Indonesia regions]
Gambar 3. Rencana kebutuhan kapasitas pembangkit yang akan dikerjakan PLN dan IPP. Untuk proyek yang belum committed, status sebagai proyek IPP atau PLN berbasis asumsi
[Figure 3. Plan of power generation requirement to be carried out by PLN and IPP. For non-commited projects, the project status of IPP or PLN is based on asumption]
Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembang-kit adalah sepembang-kitar 32,6 GW atau rata-rata 3,3 GW per tahun, termasuk PLTM skala kecil tersebar sebanyak 180 MW dan PLT Bayu 50 MW. Tambahan pembangkit tersebut didominasi oleh PLTU batubara, yaitu mencapai 24 GW atau 73,6%, disusul oleh PLTGU gas dengan kapasitas 2,2 GW atau 6,9% dan PLTG 1 GW atau 3,1%. Sementara untuk energi terbarukan, telah direncanakan panas bumi sebanyak 2,9 GW atau 8,8%, PLTA/PLTM/pumped storage sebesar 2,5
For the Java-Bali system, the additional power generation of 32.6 GW or an average of 3.3 GW per annum, include Mini-hydro Power Plants (PLTMH) with total capacity 180 MW and 50 MW Wind Power Plant (PLTB). Coal fired PLTU dominated the additional power generations with total capacity of 24 GW or 73.6%, followed by Combined Cycle Gas Turbine Power Plant (PLTGU) with total capacity 2.2 GW or 6.9% and Simple Cycle Gas Turbine Power Plant (PLTG) of 1 GW or 3.1%. The plan for additional renewable energy power plants includes geothermal
8
GW atau 7,6%, dan pembangkit lainnya 0,05 GW atau 0,2%.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2021 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 62,7% batubara, 18,8% gas alam (termasuk LNG), 11,0% panas bumi, 6,5% tenaga
air, 1% minyak dan bahan bakar lainnya
.
power plant 2.9 GW or 8.8%; Large or Mini Hydro pump storage power plant 2.5 GW or 7.6%; and other power plants 0.05 GW or 0.2%.
The composition of energy mix for electricity production in 2021 for all Indonesia has been projected to consist of 62.7% coal, 18.8% natural gas (including LNG, 11.0% geothermal, 6.5% hydro-electric, 1% oil and other fuel.
Gambar 4. Rencana kebutuhan kapasitas berdasar jenis pembangkit [Figure 4. Additional Plant Capacity by type of power generation plant]
-50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 G Wh
Impor Biomass Surya/Hybrid HSD MFO LNG Gas Batubara Geothermal Hydro Hydro Geothermal Coal Gas LNG Oil
Gambar 5. Proyeksi kompisisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar se-Indonesia [Figure 5. Composition of energy mix for electricity production by fuel type for Indonesia]
9
Kebutuhan bahan bakar gabungan Indonesia dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2021 diberikan pada tabel 1.
Table 1 shows the energy mix for all Indonesia from 2012 through 2021
No. FUEL TYPE 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
1 HSD (juta liter ) 6.269 4.785 1.987 955 1.041 625 703 817 898 973
2 MFO (juta liter) 2.788 2.826 2.348 377 13 22 36 57 37 37
3 Gas (bcf) 388 407 534 515 465 321 312 304 299 334
4 LNG (bcf) 46 53 93 121 146 237 230 232 264 265
5 Batubara (juta ton) 51 61 66 79 91 101 108 114 123 134
6 Biomass (ribu ton) 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49
Tabel 1. Proyeksi kebutuhan energi primer [Table 1. Projected Primary Energy Consumption]
Rencana Pengembangan Transmisi
dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2012-2021 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu juga sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan untuk menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi 150 kV dimaksudkan untuk menjaga kriteria keandalan N-1 dan sebagai transmisi yang terkait dengan gardu induk 150 kV baru.
Pengembangan transmisi 500 kV di Sumatera dimaksudkan untuk membentuk transmisi
backbone yang menyatukan sistem interkoneksi
Sumatera pada koridor timur. Pusat-pusat pembangkit skala besar dan pusat-pusat beban yang besar di Sumatera akan tersambung ke sistem transmisi 500 kV ini. Transmisi ini juga akan mentransfer tenaga listrik dari pembangkit listrik di daerah yang kaya sumber energi primer murah (Sumbagsel dan Riau) ke daerah yang kurang
Transmission and Substation
Development Plan
The development of transmission line system for the period 2012-2021 includes the development of the 500 kV and 150 kV transmission system in the Java-Bali system and 500 kV, 275 kV, 150 kV and 70 kV in the Eastern and Western Indonesia system in general is directed to the attainment of synergy between generating capacity in the upstream side and power demand in the downstream side in efficient manner. Additionally, it is also aimed at overcoming the bottleneck of distribution and improvent of voltage served.
The development of the 500 kV transmission in Java in general is meeant to transmit power from new and expanded power generations and to maintain the reliability criteria N – 1, be it static or dynamic means. Whereas the development of the 150 kV transmission is to ensure reliability criteria N-1 and as transmission of power related to the new 150 kV substations.
The development of the 500 kV transmission in Sumatera is meant to create backbone transmission system which unit the Sumatera interconnection system in the east corridor. Large scale power plants and large scale load centers will be connected to this 500 kV system. This transmissionwill also transmit power from the regions with rich and inexpensive primary energy sources (South Sumatera and Riau) to regions which do not have significant and cheap primary energy (North Sumatera). Besides, the 500 kV
10
-2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 70 kV 150 kV 250 kV DC 275 kV 500 kV DC 500 kV AC • 500 kVAC: 5200 kms • 500 kVDC: 1100 kms • 275 kV AC: 6200 kms • 250 kVDC: 460 kms • 150 kV: 38.600 kms • 70 kV: 3560 kms Total sekitar 55.200 kmsGambar 6. Kebutuhan pengembangan saluran transmisi untuk berbagai tegangan [Figure 6. The need to develop transmission lines for various voltages]
• 500/275 kV: 3500 MVA • 500/150 kV: 35.200 MVA • 500 kVDC : 3.000 MVA • 275/150 kV: 11.400 MVA • 250 kVDC : 600 MVA • 150/70 kV : 460 MVA • 150/20 kV : 64.700 MVA • 70/20 kV : 3.400 MVA Total sekitar 122.000 MVA
-5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 70/20 kV 150/20 kV 150/70 kV 250 kV DC 275/150 kV 500 kV DC 500/150 kV 500/275 kV
Gambar 7. Kebutuhan pengembangan gardu induk dan trafo untuk berbagai tegangan [Figure 7. The needs for substation and transformer development at various voltages] Rencana pengembangan sistem penyaluran di
Indonesia hingga tahun 2021 diproyeksikan sebesar 55.234 kms jaringan transmisi tegangan tinggi/ekstra tinggi dan 122.261 MVA gardu induk dan trafo tegangan tinggi/ekstra tinggi.
Kebutuhan Investasi
Untuk membangun sarana pembangkitan,
The plan to develop the transmission system in Indonesia through the year 2021 projects 55,234 kms of the HV and EHV transmission grids and 122,261 MVA substation and HE/EHV transformer.
Investment Needs
To build the infrastructure of electrical power memiliki sumber energi primer murah (Sumbagut).
Selain itu transmisi 500 kV juga dikembangkan di Sumatera Selatan sebagai feeder pemasok listrik dari PLTU mulut tambang ke stasiun konverter transmisi HVDC yang akan menghubungkan pulau Sumatera dan pulau Jawa.
transmission will be developed in South Sumatera as a feeder for power from mine-mouth coal fired PLTU to the converter station of HVDC transmission which will be constructed to connect Sumatera island and Java island.
11
transmisi dan distribusi tenaga listrik diperlukan dana investasi sebesar US$ 64,9 miliar untuk proyek PLN saja dan total US$ 107,1 miliar jika digabung dengan proyek listrik yang diasumsikan akan dilaksanakan oleh swasta/IPP, dengan
disbursement tahunan sebagaimana diperlihatkan
pada gambar berikut ini.
generation, transmission and distribution, it requires investment fund of US$ 64.9 billion for just the PLN projects and a total of US$ 107.1 billion if combined with electrical power projects assumed to be carried out by private sector/IPP, with annual disbursement as shown in the following figure.
Pembangkit: 77.300 Transmisi: 16.000 Distribusi: 13.800
Total sekitar 107.100
Gambar 8. Kebutuhan investasi untuk pengembangan kelistrikan [Figure 8. Investment need for development electricity development] Selama ini sumber pembiayaan proyek-proyek
PLN banyak diperoleh dari penerusan pinjaman luar negeri (two step loan), namun setelah tahun 2006 peranan pinjaman semacam ini mulai menurun dan sebaliknya pendanaan dengan obligasi terus meningkat, baik obligasi lokal maupun global. Proyek percepatan pembangkit 10.000 MW sepenuhnya dibiayai dari pinjaman yang diusahakan oleh PLN dengan garansi Pemerintah. Akhir-akhir ini PLN kembali berupaya memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan multilateral dan bilateral untuk mendanai proyek-proyek kelistrikan yang besar, seperti Upper Cisokan Pumped Storage dan transmisi HVDC Sumatra – Jawa.
Rencana Pengembangan Sistem Jawa
Bali
Tambahan kapasitas pembangkit tahun 2012-2021 untuk sistem Jawa Bali adalah 32,6 GW atau penambahan kapasitas rata-rata 3,3 GW per tahun, termasuk PLTM skala kecil tersebar sebanyak 180 MW dan PLT Bayu 50 MW. Dari kapasitas tersebut PLN akan membangun sebanyak 16,8 GW atau 51,5% dari tambahan kapasitas keseluruhan. Partisipasi swasta direncanakan cukup besar, yaitu 15,8 GW atau 48,5%. PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 24,0 GW atau 73,6%, disusul oleh PLTGU gas dengan kapasitas 2,2 GW atau 6,9% dan PLTG 1 GW atau 3,1%.
So far, most PLN projects had been financed through the “two-step” foreign loan. However, since 2006 the role of this role has been declining and on the other hand financing through local and global obligations has been increasing. The 10,000 MW accelerated power plant project has been fully financed by PLN initiated loan with Government guarantee. Lately, PLN has taken efforts to obtain loan from multilateral and bilateral financial institutions to financed large electrical power projects, such as Upper Cisokan Pumped Storage and HVDC Sumatera – Java transmission projects.
Development Plan of the Java-Bali
System
The additional generating capacity for the period 2012-2021 for the Java-Bali system is 32.6 GW or 3.3 GW per year, including spread small scale PLTM (mini-hydro power plants with total capacity of 180 MW and Wind Power Plant of 50 MW. Out of afore mentioned capacity, PLN plan to build 16.8 GW or 51.5% of the overall additional capacity. Private participation has been planned large enough, i.e. 15.8 GW or 48.5%. Coal fired PLTU will dominate the type of power generation to be built, which is 24.0 GW or 73.6%, followed by gas fired PLTGU with total capacity of 2.2 GW or 6.9% and PLTG 1 GW or 3.1%.
12
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 Kebutuhan GWh 132,371 143,474 156,387 170,461 185,803 198,747 212,568 227,381 242,878 259,431 Pertumbuhan % 9.6 8.4 9.0 9.0 9.0 7.0 7.0 7.0 6.8 6.8 Produksi GWh 151,519 163,649 178,652 194,723 212,102 226,656 242,781 259,710 277,393 296,408 Faktor Beban % 77.9 78.1 78.3 78.5 78.7 78.9 79.1 79.3 79.5 79.7 Beban Puncak Bruto MW 22,207 23,923 26,050 28,321 30,770 32,798 35,043 37,392 39,837 42,461Pertumbuhan Beban Puncak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
KAPASITAS
Kapasitas Terpasang MW 22,506 22,306 22,282 22,282 22,282 21,450 21,250 21,450 21,250 21,450
PLN MW 18,471 18,271 18,247 18,247 18,247 17,415 17,215 17,415 17,215 17,415
Retired/Mothballed -51 -200 -25 0 0 -831 -200 0 0 0
IPP MW 4,035 4,035 4,035 4,035 4,035 4,035 4,035 4,035 4,035 4,035
PLN On-going dan Committed
Priok Ext Blok 3 PLTGU 740
Lontar PLTU 630
Pelabuhan Ratu PLTU 1,050
Pacitan PLTU 315 315
Paiton Baru PLTU 660
Tj. Awar-awar PLTU 700
Adipala PLTU 660
Tanjung Jati B #4 PLTU 660
Indramayu #4 (FTP2) PLTU 1,000
Peaker Semarang PLTG 150
Upper Cisokan PS (FTP2) PLTA 1,040
Sub Total PLN On-going & Committed 3,005 2,065 660 150 - 1,040 1,000 - - -IPP On-going dan Committed
Cirebon PLTU 660
Paiton #3 PLTU 815
Celukan Bawang PLTU 380
Banten PLTU 625 Sumsel-8 MT PLTU 600 600 Sumsel-9 MT (PPP) PLTU 1,200 Sumsel-10 MT (PPP) PLTU 600 PROYEK 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Cilacap exp PLTU 600
Madura 2x200 MW (FTP2) PLTU 400
Jawa Tengah (PPP) PLTU 950 950
Rajamandala (FTP2) PLTA 47
PLTP FTP-2 PLTP - - 55 - 295 380 515 750 -
-Sub Total IPP On-going & Committed 1,475 - 435 - 2,567 1,930 3,265 750 - -RENCANA TAMBAHAN KAPASITAS
Jawa-1 PLTGU 500 250
Jawa-2 PLTGU 750
Indramayu #5 PLTU 1,000
Lontar Exp #4 PLTU 315
Jawa-5 PLTU 1,000 1,000
Peaker Muara Karang PLTG 400
Peaker Grati PLTG 300
Peaker Pesanggaran PLTG 150
Karangkates #4-5 (Jatim) PLTA 100
Kesamben (Jatim) PLTA 37
Kalikonto-2 (Jatim) PLTA 62
Jatigede (Jabar) PLTA 110
Matenggeng PS PLTA 450 450 Jawa-1 PLTU 1,000 Jawa-3 PLTU 660 660 Jawa-4 PLTU 1,000 1,000 Jawa-6 PLTU 2,000 PLTP Non-FTP2 PLTP - - - 10 110 305 330 110
Sub Total Rencana Tambahan Kapasitas - - - 1,350 675 1,769 1,870 2,305 2,780 3,310
Total Tambahan 4,480 2,065 1,095 1,500 3,242 4,739 6,135 3,055 2,780 3,310
TOTAL KAPASITAS SISTEM MW 30,800 32,665 33,736 35,236 38,478 42,385 48,320 51,575 54,155 57,665
TOTAL KAPASITAS NETTO MW 29,568 31,433 32,503 34,003 37,245 41,153 47,088 50,343 52,923 56,433
PROYEK
Tabel 2. Rencana pengembangan pembangkit di sistem Jawa Bali [Table 2. Power generation development Plan in Java-Bali System]
13
Sementara untuk energi terbarukan khususnya panas bumi sebesar 2,9 GW atau 8,8%, PLTA/PLTM/pumped storage sebesar 2,5 GW atau 7,6%, dan pembangkit lainnya 0,05 GW atau 0,2%.
Pada tahun 2015 reserve margin diperkirakan akan sangat tipis karena beberapa proyek pembangkit skala besar yang dalam RUPTL direncanakan beroperasi pada tahun 2015 diperkirakan akan terlambat. Pembangkit dimaksud adalah PLTA Pumped Storage Upper Cisokan 1.000 MW dan PLTU Lontar unit-4 660 MW yang merupakan proyek PLN, serta proyek PLTU IPP Cirebon unit-2 660 MW, Cilacap unit-3 600 MW, Madura 2x200 MW dan PLTP Kamojang, Wayang Windu, Karaha, Dieng, Tangkuban Perahu sebesar 350 MW.
Untuk memperbaiki reserve margin menjadi minimum 25% pada tahun 2015, PLN berupaya untuk menambah kapasitas pembangkit tenaga listrik sekitar 1.500 MW secara cepat. Mengingat jenis pembangkit yang dapat diimplementasikan secara cepat adalah pembangkit listrik berbahan bakar gas seperti PLTG dan PLTGU, maka PLN akan mempercepat pembangunan PLTG 800 MW dan PLTGU 750 MW yang memang telah direncanakan dalam RUPTL 2011-2020. PLTG tersebut akan dipasang di Muara Karang 400 MW dan Pesanggaran 150 MW yang akan dioperasikan dengan LNG, serta di Grati 300 MW yang akan dioperasikan dengan CNG. Sedangkan 1 blok PLTGU 750 MW akan dibangun di Gresik untuk dioperasikan dengan gas lapangan yang ada, namun dengan capacity factor rendah sehingga diperlukan tambahan pasokan gas baru. PLN berharap akan mendapatkan alokasi gas dari blok Cepu.
Whereas for renewable energy, particularly geothermal planned capacity is 2.9 GW or 8.8% , PLTA/PLTM /pumped storage 2.5 GW or 7.6% and other energy fueled power plants 0.05 GW or 0.2%.
In 2015, the reserve margin has been estimated very thin due to the large scale power plants which had been planned in the RUPTL for completion by 2015 would be late. These projects are PLTA Pump Storage Cisokan 1,000 MW and PLTU Lontar Unit-4 660 MW, which are PLN projects, and PLTUs IPP Cirebon Unit-2 660 MW, Cilacap Unit-3 600 MW, Madura 2x200 MW and PLTP (geothermal power plants) Kamojang, Wayang Windu, Karaha, Dieng, Tangkuban Parahu with total capacity 350 MW.
To improve the reserve margin to be a minimum of 25% by 2015, PLN has taken efforts to accelerate adding generating capacity by 1,500 MW. Because the type of generating plant that can be accelerated is gas fired power plants such PLTG and PLTGU, PLN would accelerate the construction of 800 MW PLTG and 750 MW PLTGU which have been planned in the 2012-2021 RUPTL. The aforementioned PLTGs are 400 MW PLTG Muara Karang and 150 MW PLTG Pesanggaran, which will be operated on LNG and 300 MW PLTG at Grati which will be operated using CNG. Whereas one block of 750 MW PLTGU at Gresik will be operated using natural gas available from existing field, but with low capacity factor so that it requires additional supply of new gas. PLN expects to obtain gas allocation from the Cepu Block.
GITET 500 kV Kit 500 kV CIRATA SAGULING TASIKMALAYA BANDUNG SELATAN TANJUNG JATI B INDRAMAYU UNGARAN PEDAN MANDIRANCAN A CIBATU A U U U U PEMALANG PLTU ADIPALA RAWALO BANTUL UJUNG BERUNG
PLTU JAWA-1 PLTU JAWA-3 U PLTU CILACAP PLTU JATENG U U PS MATENGGENG ‒ Reinforcement MDRCN–UBRNG-BDSLN from 2cct to 3cct
‒ Connecting one of TASIK-DEPOK lines to BDSLN (single pi)
‒ Change of connection point: Jawa-1 CFPP connected to MDRCN and Jawa-3 CFPP to Switching Station between PMLNG-IDMYU ‒ Capacity increase for IDMYU– CBATU from 2cct
4xZebra to 4cct 4xDove
New 500 kV lines not connected to MDCRN
Gambar 9. Rencana perkuatan transmisi 500 kV di koridor utara pulau Jawa [Figure 9. Plan to strengthen 500 kV transmission in the north corridor of Java Island]
14
Sistem transmisi 500 kV akan mengalami perubahan topologi terkait dengan tambahan kapasitas PLTU skala besar, peningkatan keandalan dan fleksibilitas operasi sistem transmisi 500 kV Jakarta sebagaimana diilustrasikan pada gambar 11. SUTET Pemalang – Indramayu diubah menjadi tidak connect ke GITET Mandirancan. Selain itu terdapat sisipan switching station sebagai titik koneksi PLTU Jawa-3. PLTU Jawa-3 akan connect ke SUTET Pemalang-Indramayu pada switching
station yang akan dibangun, dan PLTU Jawa-1 connect ke GITET Mandirancan. Sejalan dengan
peningkatan power flow, dilakukan juga perkuatan SUTET 500 kV ruas Mandirancan – Ujung Berung – Bandung Selatan dari 2 sirkit menjadi 3 sirkit dengan memodifikasi salah satu menara sirkit tunggal menjadi menara sirkit ganda. Selain itu diperlukan juga pembangunan incomer single pi ke Bandung Selatan dari transmisi 500 kV Tasik – Depok eksisting. Kapasitas SUTET Indramayu – Cibatu juga diperkuat dari 2 sirkit dengan konduktor 4xZebra menjadi 4 sirkit dengan konduktor 4xDove terkait dengan pembangunan PLTU Jawa-4 dan pengembangan PLTU skala besar lainnya di masa yang akan datang
The 500 kV transmission system will undergo topological changes related to additional large capacity PLTU, inreased reliability and operational flexibility of the Jakarta 500 kV transmission system as illustrated in Figure 11. The EHV transmission line (SUTET) Pemalang – Indramayu will be changed to not-connected to EHV Substation (GITET) Mandirancan. Besides, there is an insertion of a switching station as a connecting point of PLTU Java-3. PLTU Java-3 will be connected to the EHV Pemalang-Indramayu at the switching station that will be built, and PLTU Java-1 will be connected to GITET Mandirancam. In line with the upgrading of power flow, the 500 kV SUTET portion of Mandirancam – Ujung Berung – Bandung will be upgraded from 2 circuits into 3 circuits by modification of one of the single circuit tower to become double circuit. Additionally, there is a need to build a single pi incomer to Bandung South from the existing 500 kV Tasik – Depok line. The capacity of SUTET Indramayu – Cibatu will also be strengthened from 2-cicuits with 4xZebra conductors to 4-circuits with 4xDove conductors with the construction of PLTU Java-4 and development of other large scale PLTU in the future. MLNIUM MGBSR II PGLNG II CLDUG III DKTASII MKRNG ANGKE ANCOL KTPNG MGBSR GBLMA GRGOL BDKMY Old New CKRNG KBJRK TGBRU TGRNG JTAKE PSKMS SPTAN TNAGA CKUPA KMBNG BLRJA CITRA TGRSA LKONG LEGOK SRPNG PTKNG PDNDH GNDUL CSW KMANG DEPOK III DPBRU CWANG JTNGN JTWRG MNTUR SGLNG CIBNG BGBRU CLGSI SCBNG PNCOL GDMKR JBEKA PDKLP CKRNG FAJAR KSBRU PGLNG PGSAN PLMAS CIPNG MTWAR MRNDA KLPGD KDSPI PLPNG PRIOK GMBRU GPOLA MGRAI KBSRH DKTAS STBDI TMRSD DRTGA DNYSA MPANG SMBRT KARET SNYAN CKNDE T E L U K J A K A R T A OldNew Old GDRIA ASPEK KMYRN BNTEN BNTRO TMBUN SNTUL TSMYA CMGIS MAXIM TTNGI AGP NSYAN PKRNG KDBDK ITP CSW II TMBUN II CLGSI II/ JONGGOL CIBNG II JBEKA II KSBRU II LAUTS GRGOL II NSYAN II CIPNG II MNTUR II KMYRN II TMRSD II DRKSB MKRNG TJBRT CMGIS II DMGOT DNYSA II JTWRG II KLPGD II GNSRI MKRNG III TGBRU II LKONG II TNAGA II SPTAN II TGRSA II SPTAN III PLTU LONTAR 3 x 300 MW TGRNG III CLDUG II DRKSB III PDNDH II CSW 3 CBTUBR BGORX CLGON RGNAN KDSPI II BKASI PGDNG CLDK SKMDI SMBRT II LIPPO LIPPO II AGP II CKG TWSHP LKONG BNTRO II BNTRO III PSMEDE CBATU TMBUN CWANGBR HRPDH CBATU CBBUR KAPUK CSENG GBLMA-2 PCRAN2 LKONG III HVDC
Gambar 10. Rencana perkuatan transmisi 500 kV di Jakarta [Figure 10. Plan to strengthen 500 kV transmission in Jakarta] Untuk memperkuat pasokan sistem Jakarta,
telah direncanakan pembangunan SUTET ruas Duri Kosambi – Muara Karang - Priok – Muara Tawar (looping SUTET jalur utara kota Jakarta). SUTET baru ini juga akan meningkatkan keandalan dan fleksibilitas operasi sistem kelistrikan Jakarta dan
To strengthen the incoming power to the Jakarta system, it has been planned to construct SUTET for the intersection Duri Kosambi –Muara Karang – Priok – Muara Tawar (looping SUTET for north Jakarta route). This new SUTET will increase the reliability and flexibility of the Jakarta and Bekasi electrical
15
Bekasi.
Pada gambar 11 terlihat bahwa batubara akan mendominasi energi primer yang digunakan, yaitu 65% dari seluruh produksi pada tahun 2021, disusul oleh gas alam (termasuk LNG) sebesar 21%, panas bumi 10%, PLTA 3% dan BBM dalam jumlah yang sangat kecil. Peranan BBM yang pada tahun 2012 masih sekitar 6% akan menurun dan menjadi sangat kecil pada tahun 2021. Penurunan ini dapat diwujudkan apabila bahan bakar tersedia dalam jumlah seperti yang direncanakan dan hal ini harus diusahakan secara maksimal dalam rangka menekan biaya pokok produksi. Kontribusi gas alam akan menurun dari 22% pada 2012 menjadi 11% pada 2021 karena diperkirakan tidak ada tambahan pasokan gas lapangan yang pasti. Sedangkan peran LNG akan meningkat dari 4% pada tahun 2012 menjadi 10% pada tahun 2021 untuk mengoperasikan pembangkit beban puncak dan pembangkit ’must run’. Kontribusi panas bumi yang pada tahun 2012 hanya 5% akan naik menjadi 10% pada tahun 2021.
power system operation.
Figure 11 shows that coal will dominate the utilization of primary energy by 65% of the entire electricity production by 2021, followed by natural gas (including LNG) at 21%, geothermal (PLTP) 10%, Hydro-electric 3%, and oil fuel at a very small fraction. The role of oil fuel in 2012 will still be 6%, but it will decline to very small percentage in 2021. This decline can be achieved if alternative fuels are available in sufficient quantity as planned; and this could be achieved with maximal efforts to suppress the basic production cost of electricity. The contribution of natural gas is expected to go down from 22% in 2012 to 11% by 2021 because there is no certainty of gas supply from the fields. The role of LNG will increase by 4% in 2012 to 10% in 2021 to operate peaking power plants and the “must-run” power plants. The contribution of geothermal energy in 2012 is only 5% and it will increase to 10% by 2021.
-50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 GWh
HSD MFO LNG Gas Batubara Geothermal Hydro
Gambar 11. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar di Jawa Bali [Figure 11. Projection of composition of electricity production by type of fuel in Java-Bali] Pasokan gas berdasarkan kontrak saat ini
diperlihatkan pada tabel 3. Untuk Tambak Lorok, diharapkan akan ada pasokan dari SPP (Lapangan Gundih) 50 mmscfd pada tahun 2013 dan Petronas (Lapangan Kepodang) 111 mmscfd pada tahun 2014 dan menjadi 116 mmscfd mulai 2016. Muara Karang dan Priok: PGN 27 mmscfd hingga tahun 2012; PHE ONWJ 120 mmscfd dan menurun
Table 3 shows the gas supply based on the prevailing contract. It is expected that:
a) Tambak Lorok will obtain gas from SPP (Gundih Field) at 50 mmscfd in 2013 and Petronas (Kapodang Field) 111 mmscfd beginning 2016. b) Muara Karang and Priok from PGN at 27 mmscfd
16
hingga 41 mmscfd pada 2016; PHE ONWJ (excess
capacity) 20 mmscfd hingga 2017; FSRU Jakarta
100 mmscfd sejak tahun 2012; meningkat menjadi 167 mmscfd pada tahun 2013 dan menurun hingga 133 mmscfd pada tahun 2021. Muara Tawar: Dari Pertamina 25 mmscfd hingga tahun 2013 dan dapat diperpanjang hingga 2016; PGN 79 mmscfd hingga tahun 2013 dan dapat diperpanjang hingga 2017; Jambi Merang 33 mmscfd tahun 2011 dan menurun menjadi 7 mmscfd pada tahun 2014-2018; Medco 20 mmscfd hingga tahun 2014; PHE ONWJ 15 mmscfd mulai akhir tahun 2014 hingga 2018.
Perpanjangan kontrak gas tersebut perlu dipastikan. Cilegon: CNOOC 80 mmscfd kontrak jangka panjang; PGN 30 mmscfd. Gresik: Kodeco 110 mscfd hingga 2013 (selanjutnya ada potensi 100 mmscfd mulai tahun 2014); Hess 50 mmscfd hingga 2021; KEI 110 mmscfd tahun 2012 dan naik menjadi 130 mmscfd tahun 2013-2014 (selanjutnya menurun menjadi 60 mmscfd); MKS 22 mmscfd hingga tahun 2013. Grati: Santos Oyong 30 mmscfd hingga 2015; Santos Wortel 30 mmscfd hingga 2017 dan menurun menjadi 20 mmscfd mulai 2018; Sampang Mandiri Perkasa (SMP) 17 mmscfd hingga tahun 2018; Pasuruan migas 3 mmscfd hingga 2018.
and down to 41 mmscfd in 2016; PHE ONWJ excess capacity at 20 mmscfd through 2017; FSRU Jakarta at 100 mmscfd since 2012, going up to 167 mmscfd in 2013 and declining to 133 mmscfd in 2021.
c) Muara Tawar: From Pertamina at 25 mmscfd through 2013 and can be extended through 2016; PGN at 79 mmscfd through 2013and can be extended to 2017; Jambi Merang at 33 mmscfd since 2011 and down to 7 mmscfd in 2014-2018; Medco at 20 mmscfd through 2014; PHE )NWJ 15 mmscfd beginning 2014 to 2018.
Extension of the gas contracts should be ensured for: a) Cilegon: long term contract with CNOOC for 80
mmscfd; PGN for 30 mmscfd
b) Gresik: Kodeco 110 mmscfd through 2013 (there is a potential supply of 100 mmscd starting 2014); Hess 50 mmscfd through 2021; KEI 110 mmscfd in 2012 increasing to 130 mmscfd in 2013-2014 and down to 60 mmscfd after 2014; MKS 22 mmscfd through 2013.
c) Grati: Santos Oyong 30 mmscfd through 2015; Santos Wortel 30 mmscfd through 2017 and down to 20 mmscfd beginning 2018; Sampang Madura Perkasa (SMP) 17 mmscfd through 2018; and Pasuruan Migas at 3 mmscfd through 2018.
bbtud
No Pembangkit Pemasok 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
PHE ONWJ (GSA) 100.0 100.0 80.0 50.0 41.0 PHE ONWJ (Excess capacity) 20.0
PGN - Priok (GSA-IP) 27.0
FSRU PT NR (proses GSA) 100.0 166.7 166.7 166.7 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3
Jumlah 247.0 266.7 246.7 216.7 174.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3
PERTAMINA - P Tengah (GSA) 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0
PGN (GSA) 79.0 79.0 79.0 79.0 79.0 79.0
MEDCO Eks Keramasan 20.0 20.0 20.0
Ex kontrak PLN Jambi Merang*) 33.0 25.0 7.0 7.0 7.0 7.0 7.0 PHE ONWJ 15.0 15.0 15.0 15.0
Jumlah 157.0 149.0 131.0 126.0 126.0 101.0 22.0 - -
-CNOOC (GSA) 80.0 80.0 80.0 80.0 80.0 80.0 80.0 80.0 80.0 80.0 PGN (GSA) 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0
Jumlah 110.0 110.0 110.0 110.0 110.0 110.0 110.0 110.0 110.0 110.0
Petronas (Approval GSA) 111.0 116.0 116.0 116.0 116.0 116.0 116.0 116.0 SPP (GSA-IP) 25.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 Jumlah - 25.0 161.0 166.0 166.0 166.0 166.0 166.0 166.0 166.0 Kodeco (GSA)* 110.0 110.0 Hess (GSA) 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 KEI (GSA) 110.0 130.0 130.0 60.0 60.0 60.0 60.0 60.0 60.0 60.0 MKS (GSA) 22.0 22.0 WNE (GSA)
Petronas-Bukit Tua (potensi-PJB)
Ext Kodeco 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Jumlah 292.0 312.0 280.0 210.0 210.0 210.0 210.0 210.0 210.0 210.0
Santos Oyong (GSA-IP) 30.0 30.0 30.0 30.0
Santos Wortel (GSA-IP) 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 30.0 20.0 20.0 20.0 20.0 Sampang Mandiri Perkasa (GSA-IP) 17.0 17.0 17.0 17.0 17.0 17.0 17.0
Pasuruan Migas (GSA-IP) 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0
Jumlah 80.0 80.0 80.0 80.0 50.0 50.0 40.0 20.0 20.0 20.0 Jumlah Pasokan Gas di Jawa 886.0 942.7 1,008.7 908.7 836.3 770.3 681.3 639.3 639.3 639.3
1 Muara Karang dan Priok
2 Muara Tawar
3 Cilegon
4 Tambaklorok
5 Gresik
6 Grati
Tabel 3. Situasi pasokan gas untuk pembangkit listrik Jawa Bali [Table 3. Gas supply situation for the Java-Bali electrical power generation]
17
No. Power Plant Role MW 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
1 Muara Karang 247 267 247 217 174 133 133 133 133 133
CC Blok 1 Medium 507 83 83 100 67 67 40 40 40 63 63
CC Blok 2 (Rep) Medium 720 90 69 68 73 73 70 70 70 83 83
STEAM Base 400 38 39 38
GT Baru Peak 400 20 20 20 20 20 20 20
2 Tanjung Priok
CC Blok 1 Medium 590 38 60 57 60 65 65 65 65 65
CC Blok 2 Medium 590 60 57 60 65 65 65 65 65
CC Blok 3 (Ext) Medium 743 36 76 80 86 82 67 55 66 67 67
Sum of Demand 3.950 247 267 367 398 400 326 314 326 362 362 Supply 147 100 80 50 41 Supply LNG 100 167 167 167 133 133 133 133 133 133 Surplus-Deficit 0 0 -120 -181 -225 -193 -181 -192 -229 -229 3 Muara Tawar CC Blok 1 Medium 640 83 75 108 108 74 77 77 77 97 97 GT Blok 2 Peak 280 37 37 29 30 30 30 35 35 GT Blok 3 Peak 429 22 22 74 74 32 34 34 34 45 45 GT Blok 4 Peak 429 22 22 49 49 32 34 34 34 45 45 CC Blok 5 Medium 234 29 29 35 35 33 34 34 34 36 36 Sum of Demand 2.012 157 149 303 303 200 209 209 209 257 257 Supply 157 149 151 146 146 121 42 20 20 20 Supply LNG Surplus-Deficit 0 0 -152 -157 -54 -89 -168 -189 -237 -237 4 Gresik CC Blok 1 Medium 526 64 70 55 58 58 57 59 57 56 56 CC Blok 2 Medium 526 64 70 55 59 59 59 59 59 59 59 CC Blok 3 Medium 526 64 70 55 59 59 59 59 59 59 59 STEAM Base 400 101 102 94 59 60 CC Jawa-5 Medium 750 35 72 72 72 72 72 72 Sum of Demand 2.729 292 312 260 270 308 247 249 248 246 246 Supply 292 312 280 210 210 210 210 210 210 210 Surplus-Deficit 0 0 20 -60 -98 -37 -39 -38 -36 -36
No. Power Plant Role MW 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
5 Tambak Lorok CC Blok 1-2 Medium 1.034 25 161 158 158 158 159 133 123 123 GT Peak 150 8 8 8 8 8 8 8 STEAM 200 Sum of Demand 1.384 25 161 166 166 166 166 140 130 130 Supply 25 161 166 166 166 166 140 130 130 Surplus-Deficit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Grati CC Blok 1 Medium 462 80 80 80 61 57 61 61 60 61 61 GT Blok 2 Peak 302 16 16 16 16 16 16 16 GT Baru Peak 300 15 15 15 15 15 15 15 CC Jawa-7 Medium 750 82 Sum of Demand 1.814 80 80 80 92 87 91 91 90 91 173 Supply 80 80 80 80 50 50 40 20 20 20 Surplus-Deficit -12 -37 -41 -51 -70 -71 -153 7 CC Cilegon Medium 740 110 110 110 110 110 110 110 110 110 110 Supply 110 110 110 110 110 110 110 110 110 110 Surplus-Deficit 8 GT Pesanggaran Peak 250 19 26 26 12 12 12 12 12 Supply Surplus-Deficit -12 -12 -12 BALANCE Total Demand 886 943 1.300 1.364 1.296 1.162 1.153 1.135 1.209 1.291 Total Supply 786 776 862 762 723 657 568 500 490 490 Surplus/Deficit -101 -166 -438 -602 -573 -505 -585 -635 -719 -801
Tabel 4. Neraca gas pembangkit listrik Jawa Bali Kebutuhan gas untuk pembangkit tenaga listrik
di Jawa-Bali ditunjukkan pada tabel 4. Pada tahun-tahun mendatang direncanakan akan ada tambahan kapasitas pembangkit berbahan bakar gas sebagai berikut: PLTG peaker 850 MW tahun 2015, PLTGU Jawa 1 (di Gresik) 750 MW pada tahun 2015/2016 menggunakan gas yang ada dan mulai tahun 2017 diharapkan akan menggunakan gas dari blok Cepu, PLTGU Jawa 2 (di Grati) 750 MW pada tahun 2021
Demand of gas for Java-Bali power generation is shown in Table 4. In the coming years, it is planned to have additional gas fired generating plant capacity as follows:
(i) PLTG peaker 850 MW in 2015;
(ii) PLTGU Java-1 (in Gresik) 750 MW in 2015/2016 using available gas and starting 2017 from Cepu Block;
18
perlu diupayakan pasokan gasnya.
Dari tabel 4 terlihat bahwa apabila volume LNG dari FSRU Jakarta adalah hanya 167 mmscfd, maka akan terjadi kekurangan pasokan gas untuk Muara Karang dan Priok mulai tahun 2014 karena kedua pembangkit tersebut harus beroperasi dengan output yang tinggi. Tabel tersebut juga menunjukkan adanya defisit pasokan gas untuk Muara Tawar yang cukup besar, karena sifat must run pembangkit ini dalam memasok Jakarta khususnya selama beban puncak yang berlangsung cukup lama. Dari tabel tersebut juga terlihat pasokan gas di Gresik akan berlebih dalam jangka pendek, yaitu pada 2012-2014.
Rencana Pengembangan Sistem
Sumatera
Neraca daya sistem Sumatera diberikan pada tabel 5. Rencana pengembangan pembangkit yang baru pada sistem Sumatera meliputi sebagai berikut: PLTU mulut tambang Riau Kemitraan dengan kapasitas sekitar 1200 MW dan rencana beroperasi pada tahun 2018. Proyek PLTU ini bekaitan dengan rencana interkoneksi antara Sumatera dan Semenanjung Malaysia melalui transmisi HVDC 250 kV. PLTA Batang Toru 510 MW merupakan proyek unsolicited yang didesain sebagai pembangkit peaking. PLTA Ketahun 3 61 MW direncanakan untuk beroperasi pada tahun 2018 untuk memenuhi kebutuhan pembangkit peaking di Bengkulu. PLTP Seulawah Agam berkapasitas 110 MW mengingat potensi panas bumi cukup besar dan untuk lebih meningkatkan daya tarik proyek bagi pengembang.
Rencana pengembangan penyaluran di sistem Sumatera meliputi proyek transmisi baru 150 kV terkait dengan proyek pembangkit PLTU fast track
program, PLTA, PLTU IPP dan PLTP IPP;
pembangunan transmisi baru 275 kV terkait proyek pembangkit PLTU fast track program dan IPP; pengembangan transmisi 150 kV tersebar di Sumatera dalam rangka memenuhi kriteria keandalan dan untuk mengatasi bottleneck penyaluran, perbaikan tegangan pelayanan dan fleksibilitas operasi; pembangunan transmisi 275 kV dan 500 kV sebagai tulang punggung transmisi interkoneksi Sumatera, pembangunan transmisi dan kabel laut Sumatera – Peninsular Malaysia yang bertujuan untuk mengoptimalkan operasi kedua sistem.
supply source has yet to be searched.
Table 4 reveals that if the LNG volume from FSRU Jakarta is only 167 mmscfd, then there will be shortage of gas for Muara Karang and Priok starting fro 2014, because both power plant should operate at high output. Table 4 also shows that there will be large gas supply deficit for Muara Tawar, because of the “must run” condition of this power plant to especially supply Jakarta during peak hours which last quite a long time. The table also reveals that there will be surplus gas supply for Gresik during a short period between 2012 to 2014.
Sumatera System Development Plan
Table 5 shows the power supply and demand balance of the Sumatera power system. Plan for new power plants in the Sumatera system includes the following: (i) Coal mine-mouth PLTU Riau Partnership (Public Private Partnership) with 1,200 MW capacity and commercial operating date 2018. This project is related to the plan of interconnecting Sumatera and Malaysia Peninsula through 250 kV HVDC. (ii) PLTA Batang Toru 510 MW is an unsolicited project designed as a peaking power plant. (iii) PLTA ransmission lines -3 61 MW planned to be in operation by 2018 to meet the peak load demand in Bengkulu. (iv) PLTP (geothermal) Seulawah 110 MW – in view of the large geothermal resource potential and to attract interest of developers.The transmission development plan in the Sumatera system include: (i) new 150 kV related to fast track program covering hydro electric, coal fired steam turbine and geothermal IPPs; (ii) construction of new 275 kV transmission line related to fast track coal fired PLTU program and IPP; (iii) spread out 150 kV transmission line development in order to meet system reliability criteria and to overcome transmission bottleneck, improvement of service voltages and operational flexibility; (iv) construction of the 275 kV and 500 kV backbone transmission lines of the Sumatera interconnection and construction of Sumatera – Malaysian Peninsula submarine cable to optimize operations of both systems.