• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstract. Osteoporosis merupakan penyakit yang tersembunyi (silent disease) tanpa adanya tanda-tanda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abstract. Osteoporosis merupakan penyakit yang tersembunyi (silent disease) tanpa adanya tanda-tanda"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

188

Hubungan Nilai Indeks Massa Tubuh Dengan Nilai Risiko Fraktur

Osteoporosis Berdasarkan Perhitungan Frax

®

Tool Pada Wanita Usia ≥ 50

Tahun Di Klub Bina Lansia Pisangan Ciputat Tahun 2015

Ahmad Khoiron Nashirin, Achmad Zaki, Nurmilasari, Djauhari Widjajakusumah, Marita Fadhilah

Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Pendahuluan

Osteoporosis merupakan penyakit yang tersembunyi (silent disease) tanpa adanya tanda-tanda khusus sampai pasien mengalami patah tulang akibat trauma minimal.1,2 Dinyatakan sebagai kelainan tulang metabolik terbanyak yang menimpa sekitar 28,7% pria dan 32,3% wanita di Indonesia.3 Prevalensi osteoporosis meningkat seiring dengan peningkatan usia, khususnya usia ≥ 50 tahun baik pada pria maupun wanita.4

Menurut International Osteoporosis Foundation, satu dari tiga wanita yang berumur lebih dari 50 tahun memiliki resiko fraktur karena osteoporosis. Sedangkan pada pria, satu dari lima pria dengan usia lebih dari 50 tahun memiliki resiko fraktur karena osteoporosis. Pengeroposan tulang pada wanita usia lanjut ini sebagai akibat dari menurunnya sekresi

Abstract

Assessment of the osteoporotic fracture risk factors is now become the recommendation when the usage of DXA is limited as the gold standard for diagnosis osteoporosis in Indonesia. WHO collaborating with centre for metabolic bone disease University of Sheffield have created a device count named FRAX® tool. FRAX® online-based tool is a device to calculate the osteoporotic fracture risk factors based on clinical risk factors that have been widely used. Calculation results in percentage of ten year probability of major osteoporotic fracture (proximal humerus, wrist, vertebrae) and femoral neck. Body mass index is one of the important risk factors for osteoporosis are also taken into account in the use FRAX® tool. To see the relationship between the body mass index (BMI) and osteoporosis fracture risk value based FRAX® tool, researcher using Spearman correlative hypothesis test. The results of the 55 respondents stated that there is relationship between the BMI value and the risk of major osteoporotic fractures and femur based FRAX®

calculation tool (p = 0.027; p = 0.000, r = 297; r = 0.467). These results have a negative correlation value means that the lower the value of a person's BMI, the greater the risk of fracture osteoporosis value. Keywords : IMT, fracture, osteoporosis, FRAX® tool

(2)

189

hormon estrogen pada masa pasca-menopause. Bagian tulang yang sering mengalami fraktur adalah tulang belakang (spine), proksimal femur (hip) dan distal lengan bawah (forearm). Resiko ini akan meningkat seiring dengan penambahan usia.4,5

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan faktor yang ikut berperan dalam terjadinya osteoporosis dan menjadi faktor risiko timbulnya fraktur akibat osteoporosis.6 Hasil dari beberapa studi menunjukkan penurunan densitas tulang lebih sering ditemukan pada individu lanjut usia dengan IMT yang rendah. Oleh karenanya, WHO menjadikan IMT sebagai faktor risiko klinis terjadinya osteoporosis.7,8,9,10

Identifikasi faktor risiko osteoporosis dan fraktur akibat osteoporosis merupakan hal penting mengingat penggunaan alat ukur BMD (bone mass density) saja dinilai kurang optimal.5 Asesmen faktor risiko ini bermanfaat dalam penghematan biaya dan penentuan terapi pada pasien yang diduga osteoporosis. WHO bekerjasama dengan Universitas Sheffield telah menciptakan perangkat hitung untuk menilai risiko yang dimiliki seorang individu serta prediksi terjadinya fraktur osteoporotik dalam 10 tahun ke depan dengan melihat data-data faktor risiko klinis seseorang.7,11,12 Penggunaan FRAX® tool menjadi rekomendasi yang luas

digunakan meskipun memiliki kekurangan tersendiri.11,12,13 Faktor risiko yang diperhitungkan dalam penggunaan FRAX® tool meliputi: usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, riwayat

fraktur sebelumnya, riwayat fraktur proksimal femur pada orang tua, penggunaan obat glukokortikoid oral, arthritis rheumatoid, osteoporosis sekunder, merokok dan minum alkohol.7,11,13

Prediksi terhadap terjadinya fraktur osteoporotik dalam 10 tahun ke depan dapat diperoleh melalui asesmen faktor risiko klinis osteoporosis baik disertai hasil pengukuran BMD pada

femoral neck maupun tidak.7,11,12 Hasil akhir meliputi nilai prediksi terhadap kemungkinan terjadinya fraktur (%) pada bagian tulang mayor (pergelangan tangan, proksimal humerus dan

(3)

190

tulang belakang) dan pada leher tulang femur (femoral neck) dalam 10 tahun kemudian yang telah dikalibrasikan di masing-masing negara (45 negara) termasuk Indonesia.11

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pendekatan uji korelatif. Bertujuan melihat korelasi antara nilai indeks massa tubuh (IMT) dengan nilai risiko fraktur osteoporosis berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina

Lansia Pisangan, Ciputat. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik consecutive

sampling.

Pengambilan data primer dilakukan pada 55 responden melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan serta melalui wawancara faktor risiko klinis yang lain (jawaban iya/tidak). Data responden kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan FRAX® tool dan dicatat hasilnya.

Penelitian ini menggunakan analisis korelatif numerik menggunakan uji hipotesis Spearmen pada software SPSS versi 22.

Hasil Penelitian

Responden terdiri dari usia 52 tahun sampai 90 tahun dengan rata-rata usia responden adalah 65,45 tahun (SD=7,852). Berdasarkan indeks massa tubuhnya, status gizi responden berdasarkan kriteria asia pasifik dapat digambarkan melalui tabel 1.1. Terdapat 6 responden yang mengaku memiliki riwayat fraktur sebelumnya dan yang lainnya menyangkal. (tabel 1.2) Berdasarkan riwayat fraktur tulang paha (leher femur), hanya terdapat 4 responden yang membenarkan hal tersebut. (tabel 1.3) Sedangkan pada faktor risiko lainnya, tidak ada responden yang mengaku memiliki faktor-faktor risiko tersebut (penggunaan obat glukokortikoid oral, arthritis rheumatoid, osteoporosis sekunder, merokok dan minum alkohol)

(4)

191

Tabel 1.1 Gambaran Status Gizi Responden di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat Berdasarkan Kriteria Asia-Pasifik

Status Gizi (IMT) Frekuensi (n) Presentase (%)

Gizi Kurang; <18,5 9 16% Gizi Normal ;18,5-22,9 17 31% Gizi Berlebih ; 23-24,9 11 20% Obesitas Grade I ;25-30 13 24% Obesitas Grade II ; >30 5 9% Jumlah 55 100%

Tabel 1.2 Gambaran riwayat fraktur pada responden di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat

Riwayat Fraktur Sebelumnya Frekuensi (n) Presentase (%)

Pernah mengalami fraktur sebelumnya 6 11%

Tidak pernah mengalami fraktur sebelumnya 49 89%

Jumlah 55 100%

Tabel 1.3 Gambaran riwayat fraktur femur pada orang tua responden di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat

Riwayat Fraktur Femur pada Orang Tua Frekuensi (n) Presentase (%)

Terdapat riwayat fraktur femur pada orang tua 4 7% Tidak terdapat riwayat fraktur femur pada orang tua 51 93%

Jumlah 55 100%

Hasil perhitungan risiko fraktur osteoporosis berdasarkan FRAX® tool ini dapat

diinterpretasikan ke dalam 3 kategori, yaitu risiko fraktur osteoporosis ringan, sedang dan berat. Distribusi hasil interpretasi 55 responden dapat dilihat di tabel 1.4.

Tabel 1.4 Interpretasi hasil perhitungan menggunakan FRAX® tool pada 55 wanita usia ≥50

tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat tahun 2015

Kategori Frekuensi (n) Presentase (%)

Risiko Fraktur Osteoporosis Ringan 49 89,1

Risiko Fraktur Osteoporosis Sedang 5 9,1

Risiko Fraktur Osteoporosis Tinggi 1 1,8

(5)

192

Uji korelasi Spearmen digunakan untuk melihat hubungan antara nilai indeks massa tubuh dengan nilai risiko fraktur osteoporosis pada tulang mayor (pergelangan tangan, proksimal humerus dan tulang belakang) dan pada leher tulang femur (femoral neck). hasil kedua korelasi sama-sama signifikan (p<0,05) dengan arah korelasi negative (tabel )

Tabel 4.6. Korelasi antara nilai IMT responden dengan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor dan femur (uji Spearmen)

Pembahasan

Hasil sebuah studi yang dilakukan oleh Montazerifar F dkk (2014) pada 80 wanita

post-menopause menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara indeks massa tubuh

dengan nilai BMD pada lumbar spine (p=0,02;r=0,31). Sedangkan korelasi antara indeks massa tubuh dengan nilai BMD pada femur neck bernilai tidak signifikan (p=0,128;r=0,209).14

Indeks massa tubuh menjadi salah satu faktor risiko osteoporosis yang diperhitungkan. dengan osteoporosis ini disebabkan karena berkurangnya efek protektif jaringan lemak subkutan terhadap densitas tulang pada wanita lanjut usia. Menurut International

Osteoporosis Foundation, seseorang dengan IMT 20 kg/m2 mengalami peningkatan risiko fraktur dua kali lipat dibandingkan dengan seseorang yang memiliki IMT 25 kg/m2.5

Sedangkan wanita dengan status gizi berlebih (overweight) atau obesitas memiliki status absorpsi kalsium yang lebih baik dan resorpsi tulang yang lebih rendah pasca menopause daripada wanita dengan IMT normal. Karena alasan inilah, dianjurkan bagi wanita lanjut usia memiliki status gizi sedikit berlebih selama tidak memiliki risiko terhadap penyakit kardiovaskular.15 Wanita dan pria obesitas juga akan mengalami peningkatan konversi

Korelasi P value Arah korelasi Koefisien korelasi (r)

Nilai IMT dengan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor

0,027 Negatif (-) -0,297

(korelasi lemah) Nilai IMT dengan nilai risiko fraktur osteoporosis

femur

0,000 Negatif (-) -0,467

(6)

193

hormon androgen menjadi estrogen. Di sisi lain, peningkatan jaringan lemak tubuh menyebabkan peningkatan beban dan berefek positif terhadap pembentukan tulang.10,16

Kesimpulan

1. Terdapat korelasi antara nilai Indeks Massa Tubuh dengan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina

Lansia Pisangan, Ciputat (p = 0,027) dengan arah korelasi negatif dan kekuatan korelasi lemah (r = 0,297)

2. Terdapat korelasi antara nilai Indeks Massa Tubuh dengan nilai risiko fraktur osteoporosis leher femur berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina

Lansia Pisangan, Ciputat (p = 0,000) dengan arah korelasi negative dan kekuatan korelasi sedang (r = 0,467)

Referensi

National Osteoporosis Foundation. Clician’s guide to prevention and treatment of osteoporosis. Washington DC: National Osteoporosis Foundation. 2010.

1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian osteoporosis. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008

2. Mithal A, Dhingra V, Lau Edith. The Asian audit epidemiology, cost and burden of osteoporosis in asia 2009. International Osteoporosis Foundation. 2009. p. 28-29.

3. U.S. Department of Health and Human Services. Bone health and osteoporosis: a report of the surgeon general. Rockville MD: U.S. Department of Health and Human Services, Office of The Surgeon General. 2004.

4. International Osteoporosis Foundation [internet]. [place unknown]: International Osteoporosis Foundation; [date unknown] [cited 2015 June 05]. Available from:

http://www.iofbonehealth.org/osteoporosis.

5. Mardas A K, Sulaf AH, Alkazzaz A. Effect of body mass index and physical activities on risk of osteoporosis in Babylon Iraq. Medical Journal of Babylon. 2014; 11(1): 173-187 6. World Health Organization. WHO scientific group on the assessment of osteoporosis at

primary health care level. World Health Organization. 2007.

7. Salter B. textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system 3th ed. Baltimore: Williams & Wilkins. 1990. Chapter 9, Generalized and disseminated disorder; p. 190-194.

8. Nguyen TV. Center JR, Eisman JA. Osteoporosis in elderly men and women: effects of dietary calcium, physical activity, and body mass index. Journal of Bone and Mineral Research. 2000; 15(2): 322-331

(7)

194

9. Salamat MR, Salamat AH, Abedi I, Janghorbani M. Relationship between weight, body mass index, and bone mineral density in men referred for dual-energy x-ray absorptiometry scan in Isfahan, iran. Hindawi Publishing Corporation. 2013; 2013: 1-7. doi: 10.1155.2013/205963

10. Kanis JA, McCloskey EV. Johansson H, Cooper C, Rizzoll R, Reginster JY. European guidance for the diagnosis and management of osteoporosis in postmenopausal women. Osteoporos Int. 2012 October 19. doi: 10.1007/S00198-012-2074-y.

11. Compston J, Cooper A, Cooper C, Francis R, Kanis JA, Marsh D, et al. Guideline for the diagnosis and management of osteoporosis in postmenopausal women and men from the age of 50 years in the UK. London: National Osteoporosis Guideline Group. 2014.

12. Kanis JA, Oden A, Johansson H, Borgstrom F, Strom O, McCloskey EV. Frax®, a new tool for assessing fracture risk: clinical applications and intervention thresholds. Medicographia. 2010; 1: 32

13. Montazerifar F, Karajibani M, Alamian S, Sandough M, Zakeri Z, Dashipour AR. Age, weight and body mass index effect on bone mineral density in postmenopausal women. Health Scope. 2014 May; 3(2): 1-5

14. Stransky M, Rysava L. Nutr ition as prevention and treatment of osteoporosis. Institute of Physiology Academy of Sciences of the Czech Republic. 2009; 58(1): 7-11

15. Ravn P, Cizza G, Bjarnason NH, Thompson D, Daley M, Wasnich RD, et al. Low body mass index is an important risk factor for low bone mass and increased bone loss in early postmenopausal women. Journal of Bone and Mineral Research. 1999; 14(9): 1622-1627

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dilakukan dengan bantuan model regresi lain yang memiliki variabel predictor dengan model yang telah dibentuk (dalam modul ini adalah model reg1 ) yang

Kelompok Perlakuan adalah kelompok yang menggunakan NaCl dan Madu alami (kandungan air kurang dari 18%), dimana apabila luka dirawat dengan menggunakan kombinasi

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dan untuk mengetahui penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana yang

Faktor faktor yang mempengaruhi kredit macet dalam pembiayaan murabahah adalah dua faktor yaitu faktor internal yang disebabkan oleh ketidaktaatan pihak kreditur dalam

Produktivitas dipengaruhi berbagai faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lainnya, seperti pendidikan, keterampilan,

100 = tingkat keberhasilan yang dicapai Analisis Korelasi Product Moment untuk menjawab pertanyaan nomor tiga yang bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel

Pada kenyataannya disekolah siswa mendapatkan efikasi diri yang rendah, misalnya: pada saat kegiatan belajar mengajar siswa tersebut menghindari pelajaran yang

Pada responden yang memiliki frekuensi berenang 3 kali seminggu terjadi perubahan peningkatan jumlah fibroblast pada tendon serta otot-otot tubuh serta pernapasan