• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Jambu Biji (Psidium guajava L)

Jambu biji merupakan tanaman dari genus Psidium dan terbagi atas banyak spesies tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini pertama kali ditemukan di Amerika Tengah oleh Nikolai Ivanovich Vavilov saat melakukan ekspedisi ke beberapa negara di Asia, Afrika, Eropa, Amerika Selatan dan Uni Soviet antara tahun 1887-1942 (Rochmasari, 2011).

Berikut sistematika tumbuhan jambu biji Australia

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L. Nama Lokal : Jambu Australia

Jambu biji memiliki batang berkayu keras, liat dan tidak mudah patah. Batang tumbuh tegak dan memiliki percabangan serta ranting-ranting.Batang dan cabang-cabangya mempunyai kulit berwarna coklat keabu-abuan dan kulit mudah terkelupas dan setiap mata tunas tersebut tumbuh menjadi cabang-cabang yang menghasilkan buah. Daun tanaman jambu biji termasuk daun tunggal, berbentuk bulat panjang dan langsing dan bagian ujungnya tumpul atau lancip, berwarna hijau terang, hijau kekuning-kuningan, atau merah tua tergantung dari jenisnya. Misalnya , jambu Australia memiliki daun berwarna merah tua. (Cahyono,B. 2010)

(2)

2.1.3 Jenis Jambu Biji

Indonesia memiliki banyak koleksi jenis tanaman jambu biji atau dikenal dengan koleksi plasma nutfah jambu biji. Ada beberapa jenis atau varietas jambu biji yang banyak dikenal masyarakat antara lain sebagai berikut:

a. Jambu Australia

Jambu ini berasal dari Australia. Masuk ke Indonesia pada 80-an. Batang, daun, kulit dan buah berwarna merah. Bentuk buah sama dengan jambu biji lokal, tapi ukurannya kecil dan bijinya banyak.

b. Jambu Bangkok

Jambu bangkok hasil introduksi dari Thailand. Namun, ia sebenarnya bukan asli Thailand tetapi pendatang yang diintroduksi dari Vietnam pada 1974. Buahnya besar 0,6-1,1 kg/buah. Bentuk buah bulat sampai oval. Kulit buah hijau kekuningan dan kasar.

c. Jambu Farang

Jambu farang –dalam bahasa Thailand berarti jambu biji- tidak berbiji sama sekali. Di Thailand, jambu ini dikenal dengan jambu biji varietas kaisar. Bentuk buah bulat memanjang dan tidak beraturan. Bobot buah 500-800 gram. Kelamahannya ia sukar berbuah sehingga produktivitasnya rendah.

d. Jambu Getas

Jambu getas adalah jambu hasil silangan jambu bangkok dan jambu biji lokal pasar minggu berdaging merah. Daging buah berwarna merah, lembek jika digigit dan lunak jika dikunyah. Biji sedikit, aroma harum, rasa manis. Bobot 0,6-1,1 kg/buah.

(3)

e. Jambu Kim cam po

Jenis ini tergolong jambu bangkok asal Thailand. Diameter buah rata-rata 15 cm dengan bobot buah rata-rata lebih dari 1 kg. Bentuk buah agak lonjong, berlekuk, dan tampak jelas “belimbingnya”. Kulit buah kasar, tidak mengkilat dan warna kehijuan. Dimedan, Sumatera Utara, jambu ini dikenal sebagai jambu raksasa.

f. Jambu Pear

Jambu pear berbentuk memanjang bulat dibagian bawah dan agak mengecil dibagian atas hampir seperti buah pear. Rasanya manis dan renyah. Bijinya pun tidak terlalu keras. Bobot satu buah bisa mencapai 600 gram.

g. Jambu Kristal

Jambu kristal berasal dari taiwan. Masuk ke Indonesia pada 1998 dibawa oleh Misi Teknik Taiwan. Bentuk buahnya agak gepeng. Kandungan biji 3%. Permukaan buah ada tonjolan tidak merata. Bobot buah 250-500 gram/buah. Warna kulit luar hijau muda, sedangkan daging buah putih.

h. Jambu Mutiara

Jambu mutiara diintroduksi dari Taiwan pada 2007. Bentuk buah bulat dengan jumlah biji 8%. Bobot buah 200-400 gram. Rasa daging buah manis dan teksturnya renyah.

i. Jambu Pasar Minggu

Nama lainnya jambu tanjung barat. Sering pula disebut jambu lokal. Jenis ini hasil seleksi kultivar jambu biji kebun rakyat pada 1920-1930. Bobot buah 150 gram. Kulit buah tipis berwarna hijau kekuningan saat masak. Bentuk buah agak lonjong dengan bagian ujung membulat, sedangkan bagian pangkal meruncing. Jambu pasar minggu memiliki dua jenis, berdaging merah dan putih (Trubus, 2014).

(4)

2.1.4 Manfaat Tumbuhan Jambu Biji

Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya dapat dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan (terapi) bermacam macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan sariawan. Selain itu, buahnya yang masih muda juga berkhasiat obat untuk menyembuhkan disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, pingsan, radang lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut serta kulit terbakar sinar matahari (Cahyono B, 2010)

2.2 Senyawa Flavonoida

Istilah Flavonoid secara umum digunakan untuk menggambarkan secara luas kumpulan bahan alam yang memasukkan kerangka karbon C6-C3-C6, atau lebih

rinci yaitu yang memiliki phenilbenzopyran. Tergantung pada posisi hubungan cincin aromatik ke separuh benzopyrano, golongan bahan alam ini terbagi kedalam 3 kelas.

1.Flavonoid (2-Phenilbenzopiran) 2.Isoflavonoid (3-Benzopiran)

3.Neoflovonoid (4-Benzopiran) O 2 4 5 6 7 8 3 2' 3' 4' 5' 6' O 3 O 4

(5)

Golongan-golongan ini biasanya membagikan prekursor kalkon secara umum dan oleh karena itu secara biogenetik dan struktur mereka saling berkaitan.(Grotewold, 2006)

Flavonoida umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih gugus hidroksil fenolik. Gugusan hidroksil selalu terdapat pada karbon no. 5 dan no. 7 pada cinicin A. Pada cincin B gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon no. 3 dan no. 4 ( Sirait, 2007).

Adapun struktur dari flavonoida adalah struktur yang mempunyai dua cincin aromatik yang dihubungkan dengan tiga karbon yang membentuk suatu cincin yang terdapat gugus eter (C-O-C) dan satu karbonil (C=O) yang dinotasikan cincin C. Kedua cincin aromatik ini dinotasikan cincin A dan B. Pada cincin A dan B ada dijumpai atau terdapat substituen hidroksil (OH) atau metoksi, juga gugus gula yang bentuk C-glikosida atau O-glikosida. Tapi ada juga senyawa flavonoida tanpa adanya gugus C=O yang disebut senyawa flavan (Ikan, 1969).

Istilah flavonoida dikenakan pada suatu golongan besar senyawa yang yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum yaitu flavon. Suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto dan atom karbon benzil yang terletak di sebelah cincin B membentuk cincin baari tipe 4-piron. Senyawa heterosiklik ini pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi yang paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa ini (Manito, 1992).

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak. Flavonoida umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoida yang mana pun mungkin terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh, tetapi beberapa kelas lebih tersebar daripada yang

(6)

lainnya:flavon dan flavonol terdapat disemesta, sedangkan isoflavon dan biflavon hanya terdapat pada beberapa suku tumbuhan (Harborne, 1996).

Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavon memberikan warna kuning atau jingga, antosianin memberikan warna merah, ungu, atau biru. Secara biologis, flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan pada tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit hingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu (Sastrohamidjojo, 1996). Flavonoida tertentu juga mempengaruhi rasa makanan secara signifikan; misalnya beberapa tanaman memiliki rasa pahit dan kesat seperti flavanon naringin, pada kulit grapefruit (C. paradisi).

Dalam tubuh manusia, flavonoida dapat berguna untuk mengobati gangguan sirkulasi perifer, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan aquaresis. Banyak juga obat-obat mengandung flavonoid yang dipasarkan diberbagai negara sebagai obat anti-inflamasi, antispasmodik, antialergi dan antivirus. Senyawa flavonoida diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena, berupa senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Banyak kondisi penyakit yang diketahui bertambah parah oleh adanya radikal bebas seperti superoksida dan hidroksil. Dan flavonoid memiliki kemampuan untuk menghilangkan dan secara efektif „menyapu‟ spesies pengoksidasi yang merusak ini. Oleh karena itu, makanan yang kaya flavonoida dianggap penting untuk mengobati penyakit-penyakit, seperti kanker dan penyakit jantung (Heinrich et al, 2005). Manfaat lain lain flavonoida adalah melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai anti bioktik (Muhammad, 2011). Dalam dosis kecil flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler, flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).

(7)

2.2.1. Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Dalam tumbuhan, flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Keragaman struktur flavonoid ini disebabkan karena perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari struktur dasar flavonoid, antara lain:

1. Flavonoid O-glikosida.

Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida, pada senyawa tersebut satu gugus hidroksi flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (atau lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi meyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air (cairan). Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat, walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa sering juga terdapat. Gula lain yang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa dan asam glukuronat serta galakturonat.

O O OH OH O O OH ROH2C HO HO (R=H) Apigenin 7-O-β-D-glukopiranosida

(R=OCOCH3) Apigenin 7-O-β-D-(6”-O-asetil) glukopiranosida

2. Flavonoid C-glikosida.

Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Sekarang gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glikosida. Jenis aglikon flavonoid yang terlibat pun sangat terbatas. Jadi, walau pun isoflavon, flavanon, dan

(8)

flavonol kadang-kadang terdapat dalam bentuk C-glikosida, hanya flavon C-glikosida yang paling lazim ditemukan.

O O OH OH HO O HO HO HO CH2OH

Apigenin 8-C-β-D-glukopiranosida (Viteksin) 3. Flavonoid Sulfat

Gabungan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin ditemukan hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih, yang terikat pada hidroksil fenol atau gula.

4. Biflavonoid

Biflavonoid adalah flavonoid dimer, walau pun prosianidin dimer (satuan dasarnya katekin) biasanya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini. Flavonoid yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4‟ (atau kadang-kadang 5,7,3‟,4‟) dan ikatan antar-flavonoid berupa ikatan karbon-karbon atau kadang-kadang ikatan eter. Biflavonoid jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae. O O OH OH HO HO OH O OH O Amentoflavon

(9)

5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik

Aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonid ini ialah flavanon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan, rotenoid, dan beberapa biflavonoid (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan tahanan oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3 :

1. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol karena pada flavon tak terdapat penyulihan 3-hidroksi. Hal ini mempengaruhi serapan UV-nya, gerakan kromatografinya, serta reaksi warnanya, dan karena itu flavon dapat dibedakan dari flavonol. Flavon terdapat juga sebagai glikosida tetapi lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Jenis yang paling umum ialah 7-glukosida, contohnya luteolin 7-glukosida.

O

O

A C

B

2. Flavonol

Flavonol sangat tersebar luas di dalam tumbuhan, baik sebagai kopigmen antosianin dalam daun bunga maupun dalam daun tumbuhan tinggi. Dalam tumbuhan terdapat banyak sekali glikosida flavonol. Sampai saat ini yang paling umum adalah kuersetin 3-rutinosida yang dikenal sebagai rutin.

O

O

OH

A C

(10)

3. Isoflavon

Isoflavon merupakan senyawa yang tidak begitu mencolok, tetapi senyawa ini penting sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan untuk pertahanan terhadap penyakit. Isoflavon menunjukkan aktivitas sebagai estrogenik, insektisida, dan antifungi. Beberapa diantaranya berguna untuk racun tikus.

O

O

A C

B

4. Flavanon

Flavanon adalah senyawa tanwarna yang tak dapat dideteksi pada pemeriksaan kromatografi kecuali bila menggunakan penyemprot kromogen. Uji warna yang penting dalam larutan alkohol ialah reduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat. Diantara flavonoida hanya flavon yang menghasilkan warna merah ceri kuat.

O

O

A C

B

5. Flavanonol

Flavanonol (atau dihidroflavonol) barangkali merupakan flavonoid yang paling kurang dikenal, dan tidak dapat diketahui apakah senyawa ini terdapat sebagai glikosida. Senyawa ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai oleh udara (Harborne, 1987).

O

O

OH

A C

(11)

6. Antosianin

Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa, banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan tinggi kecuali fungus. Antosianin selalu terdapat dalam bentuk glikosida.

O OH A C B + 6. Katekin

Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai banyak kesamaan. Semuanya senyawa tanpa warna, terdapat pada seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama dalam tumbuhan berkayu.

O OH HO OH OH OH A C B 7. Leukoantosianidin

Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah apiferol, dan peltoginol.

O OH HO OH OH OH A C B HO

(12)

8. Kalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat tua dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air (Harborne, 1987).

A O

B

9. Auron

Seperti kalkon, senyawa ini tampak pada kromatogram kertas berupa bercak kuning. Dengan sinar UV akan tampak berbeda, warna auron berubah menjadi merah jingga bila diuapi ammonia.

O

O

CH

A B

2.2.2 Sifat Kelarutan Senyawa Flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia seperti fenol yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi bila didiamkan dalam larutan basa dan disamping itu terdapat banyak oksigen maka akan banyak yang terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar maka umumnya flavonoida larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air. Dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).

(13)

2.2.3 Biosintesa Flavonoid HOOC OH HO OH O OH O H O OH OH HO OH O OH HO OH O CH O OH O O HO OH OH O O HO OH OH O O OH HO OH O H OH H OH O HO OH O O O OH HO OH O OH H OH HO (OH) OH O OH OH HO OH OH O OH (OH) OH HO OH H O OH OH OH HO O Khalkon (-)-Flavanon Dihidrokhalkon Flavon Pterokarpan Rotenoid Flavonol (-)-Epikatin (+) -Katekin (+) -Dihidroflavonol Antosianidin Isoflavon Auron Alur Sikimat Sinamil alkohol LiIGNIN Alur asetat-malonat

Gambar 2.1. Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat-malonat dan alur sikimat (Markham, 1988).

(14)

2.3 Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam satu golongan (Muldja, 1995).

Biomassa (tanaman, mikroba, laut) Ekstraksi

Skrining

Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati Skrining silang

Elusidasi Struktur

Gambar 2.3 Diagram Teknik Pemisahan

2.3.1 Ekstraksi

Sampel yang berasal dari tanaman setelah diidentifikasi, kemudian digolongkan menjadi spesies dan famili, sampel kemudian dikumpulkan dari bagian arialnya (daun, batang, kulit kayu pada batang, kulit batang, dan akar). Sampel ini kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari penguraian komponen oleh udara atau mikroba.

(15)

Jika telah dikeringkan, biomassa kemudian digiling menjadi partikel-partikel kecil menggunakan blender atau penggilingan. Proses penggilingan ini penting karena ektraksi efektif pada partikel kecil, dikarenakan memiliki luas permukaan yang lebih besar.

Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut pandang etnobotani, ektraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional. Kegagalan mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan akses untuk mendapatkan zat aktif.

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya) dalam ektraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Heinrich et al, 2009).

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat, biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harborne, 1996).

2.3.2 Partisi

Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua pelarut tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak

(16)

bercampur yang kepolarannya meningkat. Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap:

1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di lapisan organik

2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat fraksi agak polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan yang mudah dan mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi fisik dengan medium lain (Heinrich et al, 2009).

2.3.3 Hidrolisis

Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah, sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6% sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 45 menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa.

Lapisan eter, setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid setelah diuapkan (Mabry et al, 1970).

2.3.4 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan

yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen

(17)

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (disebut juga kromatografi planar), kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang besar.

Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya. Nilai faktor retardasi solut (Rf) dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan dalam persamaan:

f= arak yang ditempuh solut arak yang ditempuh fase gerak

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam.

Proses Sorpsi

Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam, sementara itu proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak) disebut dengan desorpsi. Kedua proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara terus menerus selama pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis. Solut akan terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan distribusinya (D) untuk menjaga

(18)

keadaan kesetimbangan ini. Ada 4 jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2 atau lebih mekanisme ini terlibat dalam satu jenis kromatografi. Keempat jenis tersebut adalah adsorpsi, partisi, pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.

Adsorben

Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.

Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 1050C, meskipun demikian reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke dalam adsorben silika gel ini. Berikut merupakan kepolaran dari beberapa adsorben menurut Gandjar dkk (2007) yang disajikan pada tabel berikut: Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi

No Nama Adsorben Sifat Adsorben

1 Alumina Paling polar

Paling non polar

2 Karbon aktif

3 Silika gel

4 Selulosa

5 Resin-resin polimerik (stiren/difenil benzen)

2.3.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

KLT pada penelitian flavonoid ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan yang sangat sedikit. Menurut pengalaman pengarang, KLT terutama

(19)

a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom c. Isolasi flavonoid murni skala kecil

d. Identifikasi flavonoid secara ko-kromatografi (Markham, 1988)

Kromatografi lapis tipis merupakan metode fisikokimia yang didasarkan atas penyerapan, partisi (pembagian), atau gabungannya. Lapisan pemisah tipis yang terdiri atas butir penyerap atau penyangga dilapiskan pada lempeng kaca, logam dan lain-lain. Untuk mendapatkan kondisi jenuh dalam bejana kromatografi, dinding bejana dilapisi dengan lembaran kertas saring, fase gerak dituang kedalam bejana sehingga kertas saring basah dan dalam bejana terdapat fase gerak setinggi 5-10 mm. Bejana ditutup dan dibiarkan selama satu jam pada suhu 20-25 oC. (Harmita, 2009)

2.3.4.2 Kromatografi Kolom

Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kalinya. Ukuran kolom dan banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran sampel yang akan dipisahkan.

Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai jika pemisahan tidak terlalu sukar. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya lebih besar daripada untuk KLT. Walau pun banyak jenis penjerap telah dipakai untuk kolom, alumina dan silika gel adalah penjerap yang paling berguna dan mudah didapat.

(20)

Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama (diperiksa dengan KLT) atau tampaknya berasal dari satu puncak (memakai pendeteksian sinambung) digabungkan, dan pelarutnya diuapkan, lebih baik dengan tekanan rendah. Jika pelarut dan penjerap murni. Maka fraksi-fraksi pun murni (Gritter et

al, 1991).

2.3.4.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Sebagian besar pemakaian kromatografi lapis tipis preparatif hanya dalam jumlah miligram. Kromatografi lapis tipis preparatif bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, dijumpai sebagian besar dalam isolasi bahan alam. Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ukuran partikel dan porinya kurang lebih sama dengan ukuran tingkat KLT.

Cuplikan sebanyak 10-100 mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau aluminium oksida 20 x 20 cm yang tebalnya 1 mm. Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup ke dalam pengembang.

Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluorosensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung. Senyawa harus diekstraksi dari penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar yang mungkin (sekitar 5 ml pelarut untuk 1 g penjerap). Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian (Hostettmann et al, 1995)

(21)

2.4 Teknik Spektroskopi

Spektroskopi molekuler adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara gelombang elektromagnetik dan benda. Gelombang elektromagnetik atau sering pula disebut radiasi elektromagnetik (REM) adalah sejenis energi yang disebarkan oleh suatu sumber cahaya dan bergerak lurus kedepan (kecuali jika dibiaskan atau dipantulkan) dengan kecepatan yang sangat tinggi. Gelombang elektromagnetik dapat berupa cahaya tampak, panas radiasi, sinar X, sinar UV, gelombang mikro dan gelombang radio.

Molekul dapat memiliki berbagai jenis energi, antara lain sebagai berikut. 1. Energi rotasi (energi putaran). Energi ini disebabkan oleh perputaran molekul

pada pusat gaya berat molekul tersebut.

2. Energi vibrasi (energi getaran). Energi ini disebabkan oleh perpindahan periodik atom-atom molekul tersebut dari posisi keseimbangan.

3. Energi elektronik. Energi ini disebabkan elektron-elektron yang berhubungan dengan masing-masing atom atau ikatan selalu dalam keadaan bergerak.

4. Energi Translasi. Energi translansi adalah energi kinetik atom atau molekul yang dimiliki untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain

E

translansi

< E

rotasi

< E

vibrasi

< E

elektronik

(Harmita.2009)

2.4.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)

Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai macam golongan flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing-masing, karakteristik spektra UV dari masing-masing flavonoid yang mengandung jumlah

(22)

dari golongan hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil aromatik bahan alam.

Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan dalam aplikasi untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat mengurangi perbandingan informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang lainnya seperti NMR dan MS (Andersen, 2006).

Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol (MeOH, AR atau yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan sehingga pada umumnya pelarut metanol yang digunakan untuk menentukan serapan pita yang dihasilkan. Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas tercermin pada serapan pita I (Markham, 1988).

Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara disajikan pada tabel dibawah :

Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida

No Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoida

1 250-280 310-350 Flavon

2 250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)

3 250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas)

4 245-274 310-330 bahu Isoflavon

5 275-295 300-330 bahu Flavanon dan dihidroflavonol

6 230-270

(kekuatan rendah) 340-390 Khalkon

7

230-270 (kekuatan rendah)

380-430 Auron

(23)

2.4.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation) dengan cara serupa dengan dua bola yang terikat oleh suatu pegas.

Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi , energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi yang diserap juga beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini disebabkan sebagian oleh perubahan dalam momen dipol (µ≠0) pada saat energi diserap.

Ikatan nonpolar (seperti C-H atau C-C) menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar (seperti misalnya O-H, N-H, dan C=O) menunjukkan absorpsi yang lebih kuat.

Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:

1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi perpanjangan atau pemendekan ikatan.

2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.

Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu panjang gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330 cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang

(24)

ikatan O-H itu. Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe vibrasi yang berlain-lainan ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman, 2010).

2.4.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) adalah yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam spektroskopi inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi pada molekul, sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai jumlah dari masing-masing hidrogen.

Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan elektronik dari satu dan yang lainnya. Proton akan terlindungi oleh elektron yang mengelilingi mereka. Dalam daerah magnetik, peredaran elektron valensi dari daerah penghasil proton yang bertentangan dengan daerah magnetik yang berlaku. Pergeseran kimia dalam unit δ ditunjukkan dalam jumlah resonansi proton yang bergeser dari TMS dalam bagian per juta (ppm) dari frekuensi dasar spektroskopi

δ= pergeseran dalam

frekuensi spektrometer dalam

Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang tidak memiliki proton (biasanya CCl4) dan dalam

jumlah yang kecil dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal. Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan memiliki pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari TMS atau semua proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai resonansi yang berdekatan pada nilai δ. asing-masing komponen akan memiliki

(25)

kimia. Pada kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis perbedaan yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum nmr, daerah dibawah masing-masing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada peak tersebut (Pavia, 2009).

Tidak semua inti 1H membalikkan spinnya tepat sama dengan frekuensi radio karena inti-inti tersebut mungkin berbeda dalam lingkungan kimianya atau bahkan lingkungan elektroniknya. Kondisi ini menyebabkan adanya pergeseran kimia. Kebanyakan senyawa organik memiliki puncak bawah medan (dimedan rendah) dari T S/senyawa standar dan diberi δ positif. Nilai δ= 1,00 berarti bahwa puncak muncul 1 ppm dibawah medan dari puncak TMS. Cara umum untuk menetapkan puncak ialah dengan membandingkan pergeseran kimia dengan proton yang serupa dalam senyawa standar yang diketahui. Sebagai contoh, Benzena memiliki enam hidrogen ekuivalen dan menunjukkan satu puncak pada spektrum NMR 1H-nya pada δ = 7,24. Senyawa aromatik lain juga menunjukkan puncak didaerah ini. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan hidrogen cincin aromatik akan memiliki pergeseran kimia pada sekitar δ = 7. Demikian pula kebanyakan hidrogen CH3-Ar muncul pada δ = 2,2-2,5. Pergeseran kimia dari inti 1

H pada berbagai lingkungan kimia telah ditetapkan dengan mengukur spektrum NMR 1H dari sejumlah besar senyawa dengan relatif sederhana yang diketahui (Achmadi,2003).

Gambar

Gambar 2.1.   Biosintesa  hubungan  antara  jenis  monomer  flavonoida  dari  alur  asetat-malonat dan alur sikimat (Markham, 1988)
Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi
Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida  No  Pita II (nm)  Pita I (nm)  Jenis Flavonoida

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian rahmat Allah kepada umat ma- nusia adalah bahwa Dia tidak membaiarkan mereka dalam kebimbangan tentang hukum halal dan haram. Yang jelas-jelas halal tidak

Menurut Indriana (2011:27) dasar pertimbangan dalam memilih media adalah terpenuhinya kebutuhan dan tercapainya tujuan pembelajaran. Jika tidak sesuai dengan

• Sebagai sarana yang efektif untuk menunjukkan produk dan membangun kredibilitas industri besar dalam waktu yang relatif singkat. • Kehadiran di pameran juga dapat dianggap dari

Sehubungan dengan situasi pandemi Corona di mana kita masih harus membatasi diri untuk berjumpa satu dengan yang lain, Bidang Pengembangan Wilayah melalui Komisi Perlawatan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi permasalahan utama dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah dengan kemampuan penglihatan

Dalam teori ini dikatakan bahwa dalam belajar siswa harus mengalaminya sendiri sehingga mereka akan memperoleh pemahamannya sendiri, guru sebagai fasilitator

Untuk mengisi data rekening tidak dapat langsung mengisikannya pada form yang telah tampil, hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan klik tombol Tambah

Sementara itu kata “itsbat nikah” memiliki arti yaitu “penetapan pernikahan”.27 Itsbat nikah dapat juga dipahami dengan permohonan penetapan hakim atau permohonan pengesahan