• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL Q-BALL DALAM RUANG-WAKTU (1+1) DIMENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL Q-BALL DALAM RUANG-WAKTU (1+1) DIMENSI"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL Q-BALL DALAM RUANG-WAKTU (1+1) DIMENSI

KASYFIL ALBAR NRP 0111440000016 Dosen Pembimbing:

Dr.rer.nat Bintoro Anang Subagyo

DEPARTEMEN FISIKA Fakultas Ilmu Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018

▸ Baca selengkapnya: mengubah keadaan nilai hitungan ball dan strike merupakan tugas

(2)
(3)

MODEL Q-BALL DALAM RUANG-WAKTU (1+1) DIMENSI

KASYFIL ALBAR NRP 0111440000016

Dosen Pembimbing:

Dr.rer.nat Bintoro Anang Subagyo

DEPARTEMEN FISIKA Fakultas Ilmu Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018

(4)
(5)

MODEL OF Q-BALLS IN (1+1) DIMENSIONAL SPACETIME

KASYFIL ALBAR NRP 0111440000016

Supervisors:

Dr.rer.nat Bintoro Anang Subagyo

DEPARTMENT OF PHYSICS Faculty of Natural Science

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018

(6)
(7)

(1+1) DIMENSI Nama Mahasiswa : KASYFIL ALBAR

NRP : 0111440000016

Jurusan : Fisika FIA-ITS

Pembimbing : Dr.rer.nat Bintoro Anang Subagyo

Abstrak

Q-ball merupakan salah satu kelas dari soliton nontopologi dengan medan skalar kompleks dan distabilkan oleh konservasi muatan, Q. Pada penelitian ini dilakukan kajian dan pemodelan Q-ball pada ruang-waktu (1 + 1) dimensi. Model ini dapat dikonstruksi berdasarkan analogi model dalam ruang-waktu (3 + 1) dimensi. Dalam kasus ini, solusi Q-ball dapat diperoleh secara analitik. Mengaplikasikan ansatz sebagai fungsi cosinus hiperbolik, diperoleh solusi Q-ball dengan fitur-fitur yang sama seperti dalam ruang-waktu (3 + 1) dimensi. Hasil dari penelitian ini didapat solusi, rapat energi, total energi, muatan, stabilitas. Selain itu, juga dibahas interaksi dua Q-ball yang telah didorong oleh transformasi Lorentz. Kata-kunci: Medan Skalar, Q-ball, Soliton Nontopologi,

Stabilitas, Interaksi.

(8)
(9)

DIMENSIONAL SPACETIME

Name : KASYFIL ALBAR

NRP : 0111440000016

Department : Physics FIA-ITS

Supervisor : Dr.rer.nat Bintoro Anang Subagyo

Abstract

Q-balls are one type of non-topological soliton with a complex scalar field and their stability is maintain by charge conservation, Q. In this work, we studied Q-balls in (1 + 1) dimensional spacetime. This model can be constructed based on the analogy of model in (3 + 1) dimensional spacetime. In this case, Q-balls be analytically studied. We applied ansatz of solution as hyperbolic cosine function. We obtained the solutions and the features are similar to Q-balls in (3 + 1) dimensional. The results are solution, energy density, charge, and their stability. Furthermore, we also studied interaction of two Q-balls.

Keywords: Interaction, Non-topological Soliton, Q-ball, Scalar Field, Stability.

(10)
(11)

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat, hidayah, petunjuk, kekuatan, dan rejeki, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul:

MODEL Q-BALL DALAM RUANG-WAKTU (1 + 1) DIMENSI

sebagai salah satu syarat kelulusan Program Sarjana Fisika FIA ITS.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, dapat terselesaikan dengan baik berkat adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Disampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya Tugas Akhir ini:

1. Seluruh keluarga khususnya kedua orangtua beserta kedua adik, elit dan najla, yang telah memberikan dukungan, bimbingan, doa, nasihat kepada penulis, dan banyak hal lain yang telah diberikan.

2. Bapak Dr.rer.nat.Bintoro Anang Subagyo, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala arahan, bimbingan, dan motivasinya kepada penulis, sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

3. Ibu Dr. Dra. Melania Suweni Muntini, MT selaku dosen wali penulis yang telah membimbing, membantu, menasihati penulis selama studi.

(12)

Teori ITS, atas bimbingan, nasihat, motivasi, dukungan terhadap penulis agar menjadi fisikawan teoritis.

5. Bapak Heru Sukamto, M.Si selaku dosen Fisika Teori yang telah banyak memberikan bantuan fisik kepada penulis selama kuliah.

6. Ketua Departemen Fisika ITS beserta dosen pengampu mata kuliah yang telah mengajarkan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis selama studi S1.

7. Bapak Ibu karyawan bagian tata usaha khususnya pak Yudi, pak Parno, mbak Ismi, yang telah banyak membantu penulis dalam hal urusan yang harus terkait dengan Departemen.

8. Mr.Dionisio Bazeia yang telah memberikan bentuk solusi eksak medan dan Uzu yang telah memberikan format TA yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

9. Teman-teman dan dosen Laboratorium Fisika Teori (LaFTiFA), Bayu, Nusur, Doni, Fasya, Dittho, mas Bayu, mbak Rafika, mas afif, mas dwi, mas Fatih, mas Reza, pak Nengah atas canda tawa, diskusi, bantuan, semangat, dan pengalaman.

10. Kepada sahabat dan teman-teman seperjuangan Tugas Akhir khususnya Nusur, Bayu, Adit, mbok de, Herli, Baskoro, Syaiful, dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan yang telah memberikan semangat, bantuan fisik, dan mau direpotkan untuk membantu penulis mengerjakan tugas akhir.

(13)

memberikan masukan, solusi, semangat, dukungan kepada penulis.

12. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan saran, dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat dalam atas doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan, sehingga segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surabaya, 30 Juli 2018

Penulis

(14)
(15)

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR GAMBAR xv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang . . . 1 1.2 Rumusan Masalah . . . 3 1.3 Tujuan . . . 3 1.4 Batasan Masalah . . . 3 1.5 Metode Penelitian . . . 3 1.6 Sistematika Penulisan . . . 3

BAB II SOLITON DALAM TEORI MEDAN 7 2.1 Persamaan Medan Skalar . . . 7

2.2 Teorema Noether . . . 9

2.3 Tensor Energi Momentum . . . 10

2.4 Teorema Derrick . . . 12

2.5 Soliton . . . 15

2.6 Soliton Topologi . . . 18

2.7 Soliton Nontopologi : Model FLS . . . 26

(16)

3.1 Model Q-ball . . . 35

3.2 Q-ball Bersimetri Sferis . . . 37

3.3 Stabilitas Kuantum . . . 43

3.4 Stabilitas Klasik . . . 45

BAB IV MODEL Q-BALL DALAM DIMENSI (1 + 1) 59 4.1 Model Q-ball . . . 59 4.2 Model n = 1 . . . 64 4.3 Model n = 2 . . . 69 4.4 Interaksi Q-ball . . . 74 BAB V PENUTUP 79 5.1 Kesimpulan . . . 81 5.2 Saran . . . 82 DAFTAR PUSTAKA 85 LAMPIRAN A Model Q-ball dalam Dimensi (1 + 1) 87 A.1 Solusi Q-ball . . . 87

A.2 Bentuk Muatan . . . 89

A.2.1 Model n = 1 . . . 89

A.2.2 Model n = 2 . . . 91

A.3 Energi . . . 92

A.3.1 Model n = 1 . . . 92

A.3.2 Model n = 2 . . . 95

LAMPIRAN B Tumbukan Dua Q-ball 99 LAMPIRAN C Perhitungan dengan Mathematica 105 C.1 Solusi Q-ball . . . 105

C.2 Energi dan Muatan . . . 106

C.2.1 Model n = 1 . . . 106

C.2.2 Model n = 2 . . . 108

BIODATA PENULIS 111

(17)

Gambar 1.1 Alur penelitian tugas akhir . . . 5

Gambar 2.1 (a) potensial −U ketika memiliki satu titik minimu (b) Potensial U memiliki tiga degenerasi minimal diskrit [6] . . . 21 Gambar 2.2 Potensial U dengan λ = 1, m = 2 . . . 23 Gambar 2.3 plot skematik solusi statis model kink . 24 Gambar 2.4 Rapat energi dari kink yang terlokalisasi 25 Gambar 2.5 Fungsi 1/2(U − ω2φ2) terhadap φ

untuk ω2 < m2 [3] . . . 31 Gambar 2.6 −V vs φ untuk ω2 < m2. . . 32 Gambar 2.7 Bentuk solusi soliton [3] . . . 32

Gambar 3.1 Bentuk potensial effektif V (φ) dari Q-ball . . . 40 Gambar 3.2 Potensial nonrenormalisasi U (φ)

untuk λ = 1, a = 2, b = 1.1 . . . 43

Gambar 4.1 Bentuk potensial dengan n = 1 dan n = 2. . . 60 Gambar 4.2 Bentuk solusi φ untuk n = 1

dengan ω = 0.447 + 5,  = 10−5, 10−6, 10−7(kiri) dan ω2 = 1, 1.4, 1.7, 2 (kanan) . . . 64 Gambar 4.3 Rapat energi T00 untuk ω = 0.447 +

5,  = 10−5, 10−6, 10−7(kiri) dan ω2 = 1, 1.4, 1.7, 2 (kanan) . . . 66

(18)

n = 1 dengan beberap variasi β . . . 67 Gambar 4.5 Total muatan Q sebagai fungsi ω untuk

n = 1 dengan variasi parameter β . . . 68 Gambar 4.6 Rasio E/Q sebagai fungsi ω untuk n =

1 dengan tiga variasi parameter β . . . 69 Gambar 4.7 Bentuk solusi φ untuk n = 2

dengan ω = 0.447 + 5,  = 10−5, 10−6, 10−7(kiri) dan ω2 = 1, 1.4, 1.7, 2 (kanan). . . 70 Gambar 4.8 Rapat energi T00 untuk ω = 0.447 +

5,  = 10−5, 10−6, 10−7(kiri) dan ω2 = 1, 1.4, 1.7, 2 (kanan) . . . 71 Gambar 4.9 Total energi E sebagai fungsi ω untuk

n = 2 dengan beberap variasi β . . . 72 Gambar 4.10 Total muatan Q sebagai fungsi ω untuk

n = 2 dengan variasi parameter β. . . 73 Gambar 4.11 Rasio E/Q sebagai fungsi ω untuk n =

2 dengan tiga variasi parameter β . . . 74 Gambar 4.12 Tumbukan Q-ball untuk n = 1 dengan

muatan identik dan ω1 = 1, ω2 = 0.8 pada 0.76s ≤ t ≤ 5.08s . . . 77 Gambar 4.13 Tumbukan Q-ball untuk n = 1 dengan

muatan identik dan ω1 = ω2 = 1 pada 0.76s ≤ t ≤ 5.08s . . . 78

B.1 Tumbukan Q-ball untuk n = 1 dengan muatan identik dan ω1 = ω2 = 1 pada 0 ≤ t ≤ 4s . . . 99 B.2 Tumbukan Q-ball untuk n = 2 dengan

muatan identik dan ω1 = ω2 = 1 pada 0 ≤ t ≤ 4s . . . 100

(19)

muatan identik dan ω1 = 1, ω2 = 0.8 pada 0 ≤ t ≤ 4s . . . 100 B.4 Tumbukan Q-ball untuk n = 2 dengan

muatan identik dan ω1 = 1, ω2 = 0.8 pada 0.76s ≤ t ≤ 5.08s . . . 101 B.5 Tumbukan Q-ball untuk n = 2 dengan

muatan identik dan ω1 = 1, ω2 = 0.8 pada 0.76s ≤ t ≤ 5.08s . . . 102 B.6 Tumbukan Q-ball untuk n = 2 dengan

muatan identik dan ω1 = ω2 = 1 pada 0.76s ≤ t ≤ 5.08s . . . 103

(20)
(21)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Soliton pertama kali diamati oleh John Scott Russell pada tahun 1834 di kanal Edinburg-Glasgow. Russel mengamati adanya fenomena gundukan air yang bergerak dengan kecepatan konstan tanpa mengalami perubahan bentuk. Fenomena ini telah memberikan banyak terobosan seperti dalam bidang fiber optik, akustik, kosmologi, dan teori medan. [12]. Dalam teori medan klasik, soliton dengan keadaan stabil dapat dibentuk dengan menghadirkan suku nonlinear pada persamaan medan Klein-Gordon. Suku ini mampu melokalisasi solusi dan energi, sehingga soliton bergerak dengan kecepatan tetap dan tidak mengalami peluruhan atau disipasi. Perilaku soliton menyerupai partikel, meskipun partikel bukan solusi persamaan nonlinear, namun soliton tidak dibentuk dari super posisi banyak gelombang. Dalam teori medan, soliton dapat diklasifikasi menjadi dua tipe, yaitu soliton topologi dan soliton nontopologi.

Klasifikasi soliton topologi berdasarkan pada keadaan batas yaitu keadaan titik tak hingga berbeda dengan keadaan vakum. Tipe ini distabilkan oleh bilangan topologi seperti magnet monopole ’t Hooft, magnet monopole Polyakov, dan kink. Banyak dari solusi soliton dibentuk pada satu dimensi ruang dikarenakan teorema Derrick yang membatasi solusi statis tidak dapat dibentuk untuk dimensi lebih dari dua. Untuk memperoleh solusi dalam dimensi lebih dari dua, solusi harus bergantung waktu. Pada tahun 1976, Freidberg, Lee, dan Sirlin mencoba mengatasi permasalahan tersebut

(22)

dengan memperkenalkan tipe baru dari soliton yang memiliki keadaan batas yaitu keadaan pada titik tak hingga sama dengan keadaan vakum yang disebut soliton nontopologi. Tipe ini distabilkan oleh konservasi muatan. [3].

Pada tahun 1985, Sidney Richard Coleman memperkenalkan kelas baru dari soliton nontopologi dengan istilah Q-ball. Kelas baru ini dibentuk oleh medan skalar dalam simetri sferis dimensi (3 + 1) yang keberadaannya dibentuk oleh konservasi muatan, Q, diasosiasi dengan simetri internal yang tidak rusak [4]. Dalam model standar, Q-ball dikaitkan dengan fermion (baryon, lepton) dan dalam model supersimetri, superpartner skalar dari baryon dan lepton dapat dikondensasi dan akan melahirkan Q-ball. Kemungkinan pembentukan Q-ball terjadi selama fase transisi awal alam semesta, dan diprediksi berkonstribusi dalam materi gelap pada era sekarang [10].

Fitur-fitur Q-ball pada (3 + 1) dimensi [4] memiliki karakteristik solusi terlokalisasi. Namun, pada dimensi yang lebih rendah yaitu (1 + 1) dimensi, Q-ball dapat dikonstruksi dengan metode yang sama halnya dengan (3 + 1) dimensi beserta stabilitasnya [11]. Selain fiturnya, pada (1 + 1) dimensi, interaksi antar Q-ball dapat diketahui dengan baik [13]. Sebagai kosenkuensinya, Konstruksi Q-ball dapat dilakukan secara analitik dengan hasil yang sama baiknya dengan metode numerik seperti yang dilakukan pada (3 + 1) dimensi. Pada tugas akhir ini, akan dikonstruksi model Q-ball dari fitur-fitur seperti solusi, total energi, rapat energi, tumbukan antar Q-ball, dan total muatan secara analitik pada ruang-waktu (1 + 1) dimensi. Kemudian akan ditentukan kondisi stabil secara klasik dan secara kuantum beserta interaksi antar Q-ball.

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada tugas akhir ini yaitu: Bagaimana mengkonstruksi model Q-ball beserta fitur-fiturnya : solusi, total energi, rapat energi, dan total muatan pada dimensi (1 + 1)? Bagaimana kondisi Q-ball agar stabil secara klasik dan secara kuantum? Bagaimana keadaan Q-ball selama interaksi?

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah

1. Menentukan solusi Q-ball secara analitik

2. Menentukan bentuk rapat energi, total energi, dan total muatan secara analitik

3. Memodelkan evolusi Q-ball selama proses interaksi

4. Menentukan kondisi Q-ball agar stabil secara klasik dan secara kuantum

1.4 Batasan Masalah

Permasalahan pada tugas akhir ini hanya dibatasi pada Q-ball dalam ruang waktu (1 + 1) dimensi dengan metode analitik.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analitis dari studi literatur. Adapun skema pengerjaan tugas akhir ini seperti pada Gambar 1.1

1.6 Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun atas enam bab. Pada bab I akan diuraikan secara singkat motivasi sejarah munculnya Q-ball. Pada bab II akan diuraikan soliton dalam teori medan seperti fitur-fitur soliton, soliton, soliton topologi,

(24)

dan soliton nontopologi. Pada bab III akan diturunakan model Q-ball dimensi (3 + 1) beserta stabilitasnya. Pada V akan diturunkan model Q-ball pada dimensi (1 + 1), keadaan selama proses tumbukan antar Q-ball, dan stabilitasnya beserta pemodelannya. Bab V adalah kesimpulan dan saran.

(25)
(26)
(27)

SOLITON DALAM TEORI MEDAN

2.1 Persamaan Medan Skalar

Perubahan dari suatu sistem dinamika terhadap waktu dapat ditentukan dengan Lagrangiannya. Dalam mekanika klasik, sistem partikel dideskripsikan oleh koodinat umum, Lagrangian adalah fungsi differensial terhadap koordinat dan terhadap waktu. Sala satu medan yang paling sederhana adalah medan skalar φ, yang merupakan fungsi terhadap koordinat ruang dan waktu φ(~x, t). Ketika kita mengkonstruksi teori, pergerakan partikel diberikan oleh aksi S dalam bentuk rapat Lagrangian L

S = Z

d4xL(Φ∗, Φ, ∂µΦ∗, ∂µΦ). (2.1)

Prinsip aksi minimal mensyaratkan bahwa S harus stasioner terhadap variasi medan Φ dan turunan medannya ∂µΦ

δS = Z d4xδL = Z d4x δL δΦδΦ + δL δΦ∗δΦ ∗ + δL δ∂µΦ δ∂µΦ + δL δ∂µΦ∗ δ∂µΦ∗  . (2.2)

Bentuk δ∂µΦ dapat diuraikan menjadi

δ∂µΦ = ∂µ(Φ + δΦ) − ∂µΦ

= ∂µδΦ. (2.3)

(28)

Substitusi hubungan diatas ke suku tiga dan keempat, persamaan variasi aksi menjadi

δS = Z d4x δL δΦδΦ + δL δΦ∗δΦ ∗+ δL δ∂µΦ ∂µδΦ + δL δ∂µΦ∗ ∂µδΦ∗  . (2.4) Suku ketiga dan keempat merupakan uraian dari bentuk turunan ∂µ  δL δ∂µΦ δΦ  = ∂µ  δL δ∂µΦ δΦ  + δL δ∂µΦ ∂µδΦ δL δ∂µΦ ∂µδΦ = ∂µ  δL δ∂µΦ δΦ  − ∂µ  δL δ∂µΦ δΦ  (2.5)

dengan mensubstitusi bentuk tersebut ke persamaan variasi aksi, diperoleh δS = Z d4x δL δΦδΦ + δL δΦ∗δΦ ∗  + Z d4x  ∂µ  δL δ∂µΦ δΦ  − ∂µ  δL δ∂µΦ  δΦ  + Z d4x  ∂µ  δL δ∂µΦ∗ δΦ∗  − ∂µ  δL δ∂µΦ∗  δΦ∗  = Z d4x δL δΦ − ∂µ  δL δ∂µΦ  δΦ + Z d4x δL δΦ∗ − ∂µ  δL δ∂µΦ∗  δΦ∗ + Z d4x∂µ  δL δ∂µΦ δΦ + δL δ∂µΦ∗ δΦ∗  . (2.6)

Prinsip aksi mensyaratkan bahwa aksi harus bernilai stasioner dengan memenuhi δS = 0. Variasi aksi akan bernilai nol jika ketiga bentuk suku bernilai nol. Untuk suku ketiga

∂µ  δL δ∂µΦ δΦ + δL δ∂µΦ∗ δΦ∗  = 0 (2.7)

(29)

Untuk suku pertama dan suku kedua akan bernilai nol jika δΦ bernilai nol, artinya δS akan minimal jika menimalkan variasi dari medan δL δΦ − ∂µ  δL δ∂µΦ  = 0 (2.8) δL δΦ∗ − ∂µ  δL δ∂µΦ∗  = 0 (2.9)

kedua persamaan diatas adalah bentuk persamaan Euler-Lagrange dengan persamaan (2.8) merupakan bentuk persamaan Euler-Lagrange untuk medan imajiner dan persamaan (2.9) adalah bentuk persamaan Euler-Lagrange untuk persamaan medan riil. Bentuk eksplisit rapat Lagrangian medan skalar adalah

L = ∂µΦ∗∂µΦ − U (Φ∗Φ) (2.10)

dimana U (Φ∗Φ) merupakan potensial. Persamaan medan skalar dapat diperoleh dari persamaan Euler-Lagrange dengan mensubstitusi rapat Lagrangian diatas

∂µ∂µΦ −

∂U (|Φ|)

∂Φ = 0. (2.11)

Persamaan medan skalar diatas akan banyak digunakan dalam bahasan selanjutnya.

2.2 Teorema Noether

Noether membuktikan dua teorema. Teorema pertama berhubungan dengan simetri global dan menyatakan bahwa simetri global menyebakan adanya kekekalan muatan. Teorema kedua diaplikasikan pada simetri gauge lokal, yang mengandung fungsi ruang-waktu dan membuktikan bahwa simetri gauge yang mengarahkan ke hubungan pada persamaan medan. Keduan teorema dikenal dengan teorema

(30)

Noether. Kombinasi simetri dengan variasi aksi akan mengarahkan pada teorema Noether [7]. Sekarang kita mendiskusikan kembali variasi aksi pada bahasan sebelumnya. Untuk berbagai simetri, variasi δΦ yang dimiliki memenuhi variasi aksi stasioner, saat nilai medan Φ merupakan nilai sembarang. Kembali ke pers.(2.6), jika nilai medan Φ memenuhi persamaan Euler-Lagrange, suku pertama dan suku kedua akan bernilai nol sehingga menyisakan bentuk

δS = ∂µ  δL δ∂µΦ δΦ + δL δ∂µΦ∗ δΦ∗  = 0. (2.12)

Dari persamaan diatas, didefinisikan rapat arus jµ

jµ= δL δ∂µΦ

δΦ + δL δ∂µΦ∗

δΦ∗. (2.13)

δΦ dapat didefinisikan sebagai δΦ = δsΦ. Subskrip s menunjukkan simetri dimana aksi invarian. δsΦ mendeskripsikan bentuk simetri infinitesimal untuk Φ sembarang. Rapar arus (2.13) akan konservatif dengan memberikan simetri δsΦ dan ini adalah teorema Noether yang pertama. Untuk rapat muatan

j0= δL δ∂0Φ δΦ + δL δ∂0Φ∗ δΦ∗ (2.14) dan konservatif ∂0j0 = 0 (2.15)

dimana ∂0 merupakan turunan terhadap waktu. 2.3 Tensor Energi Momentum

Dalam bahasan teori medan relativistik, tensor energi-momentum dapat didefinisikan sebagai fungsi turunan dari aksi terhadap tensor metrik gµν [14]

Tµν = 1 √ g δS δgµν. (2.16)

(31)

Dari aksi S

S = Z

d4x√−gL, (2.17)

dimana g adalah determinan dari tensor metrik, variasinya adalah

δS = Z

d4x(δ√−gL +√−gδL. (2.18)

Persamaan diatas dapat diselesaikan secara terpisah. Untuk bagian pertama ruas kiri [14]

δ√−g = −1 2

g √

−gδg. (2.19)

Bentuk variasi g dapat diperoleh dari determinan tensor metrik g = det gµν = gµνGµν. (2.20) Turunan g terhadap gµν ∂g ∂gµν = ∂(gµνG µν) ∂gµν = Gµν.

Turunan dari g terhadap koordinat

∂g ∂xρ = ∂g ∂gµν ∂gµν ∂xρ = Gµν∂gµν ∂xρ = ggµν∂gµν ∂xρ.

Sehingga didapat bentuk variasi terhadap determinan tensor metrik

(32)

Dengan Substitusi pers.(2.21) ke pes.(2.19), variasi g menjadi δ√−g = −1 2 g √ −gggµνδg µν = −1 2 √ −gggµνδgµν. (2.22)

Substitusi hasil variasi g ke pers.(2.18), didapat

δS = Z d4x(−1 2 √ −ggµνδgµνL +√−gδL). (2.23)

Sehingga bentuk umum tensor energi-momentum (2.16) menjadi Tµν = 1 √ g −1 2 √ −ggµνδgµνL + √ −gδL δgµν = −gµνL + 2δL δgµν. (2.24)

Substitusi densitas Lagrangian (2.10), tensor energi-momentum untuk medan skalar adalah

Tµν = −gµνgαβ∂αΦ∗∂βΦ + 2∂µΦ∗∂νΦ + gµνU (|Φ|)

dengan tanda metrik ruang-waktu adalah (+, −, −, −). Rapat energi merupakan bagian dari tensor energi-momentum pada µ = ν = 0 T00 = −g00gαβ∂αΦ∗∂βΦ + 2∂0Φ∗∂0Φ + g00U (|Φ|) = −gαβ αΦ∗∂βΦ + 2∂0Φ∗∂0Φ + U (|Φ|) = ∂0Φ∗∂0Φ + ∂iΦ∗∂iΦ + U (|Φ|) = Φ + |∇Φ|¨ 2+ U (|Φ|). (2.25) 2.4 Teorema Derrick

Enz membuktikan bahwa persamaan gerak tersebut memiliki solusi stabil yang bebas waktu dengan energi yang

(33)

terlokalisasi sekitar titik pada sumbu x. Kemudian, Enz menginduksi kasus satu dimensi dan mengusulkan bahwa solusi tetap stabil. Namun, Derrick dalam artikelnya [1] menyatakan bahwa solusi bebas waktu tidak stabil pada kasus tiga dimensi. Dalam membuktikan hal tersebut, kita menggunakan teorema virial. Teorema ini sangat berguna dalam menjawab persoalan stabilitas solusi melalui kestabilan energi. Pada kasus ini bentuk energi total digeneralisasi pada dimensi D

E =

Z

dDx ( ˙Φ2+ |∇Φ|2+ U (Φ2) (2.26) = V1(Φ) + V2(Φ) + V3(Φ)). (2.27)

Dimana nilai dari V1, V2, V3 adalah

V1= Z dDx ˙Φ2 V2= Z dDx (∇Φ)2 V3= Z dDx (∇Φ)2, (2.28)

dan merupakan fungsi tidak negatif. Sekarang anggap bahwa medan Φ adalah solusi statis, sehingga fungsi V1 = 0. Dengan menggunakan parameter α, dilakukan scaling koordinat x dan medan Φ

x → αx Φα(x) = Φ(αx).

(2.29)

Scaling memberikan perubahan pada bentuk energi (2.27) yang bergantung pada parameter α

(34)

Ketika nilai Φ adalah nilai maksimum dari E0, nilai ini harus menghasilkan E0 yang stasioner terhadap α

dE0 dα α=1= 0. (2.31)

Dengan mensubstitusi persamaan (2.30), turunan orde dua dari E0 adalah d dαα 2−DV 2(Φ) + α−DV3(Φ) α=1 = 0 (2 − D)V1− DV2 = 0. (2.32)

Karena nilai V2, V3 adalah kuantitas tidak negatif, solusi trivial dapat diperoleh jika nilai medan Φ bernilai nol, namun solusi ini tidak diharapkan. Solusi yang diharapkan adalah solusi tidak trivial. Hubungan V2 dan V3 adalah

(2 − D)V1 = DV2. (2.33)

Kondisi untuk solusi menjadi stabil jika turunan orde dua d2E0

dα2 ≥ 0 untuk nilai α = 1 dan mensubstitusi persamaan

diatas, kita memiliki

d2E0

dα2 = (2 − D)(1 − D)V2+ D(D + 1)V3

= (2 − D)(2V2), (2.34)

dimana D merupakan suatu bilangan bulat (D = 1, 2, 3...) yang mengekspresikan tingkat dimensi spasial. Pada pembahasan ini hanya membatasi hingga nilai D = 3. Turunan orde dua energi terhadap parameter α pada tingkat dimensi D adalah d2E0 dα2 =      2V2, D=1. 0, D=2. −2V2 D=3. (2.35)

(35)

Pada kasus satu dan dua dimensi, solusi bersifat stabil karena bentuk turunan orde dua lebih besar dari nol. Namun untuk nilai D = 3 solusi tidak stabil. Untuk memperoleh solusi stabil pada dimensi D 6= 3, Derrick menyatakan bahwa solusi akan stabil jika solusi merupakan fungsi periodik terhadap waktu yang artinya solusi bergantung terhadap waktu ketimbang tidak bergantung waktu karena solusi yang periodik terhadap waktu mampu menglokalisasi energi. Teorema Derrick memberikan batasan untuk solusi persamaan gerak atau persamaan medan pada dimensi lebih dari tiga yang mensyaratkan solusi bergantung waktu.

2.5 Soliton

Soliton banyak muncul dalam teori klasik maupun teori medan kuantum, namun apa itu soliton sebenarnya? Soliton mengacu pada solusi persamaan gelombang yang tidak linear. Untuk memahami solusi ini, kita menggunakan persamaan gelombang relativistik yang paling sederhana tanpa ada pengaruh potensial [6]  1 c2 ∂2 ∂t2 − ∂2 ∂x2  Φ(x, t) = 0 (2.36)

dimana Φ(x, t) merupakan solusi gelombang dalam dimensi 1 + 1, dan c adalah kecepatan cahaya. Dengan mensubstitusi bentuk ansatz gelombang planar Φ = exp i(kx − ωt) ke persamaan gelombang (2.36) 0 =  1 c2 ∂2 ∂t2 − ∂2 ∂x2  exp i(kx − ωt) = −1 c2ω

2exp i(kx − ωt) + k2exp i(kx − ωt)

= −ω2+ k2c2 (2.37)

diperoleh relasi dispersi ω = kc. Karena persamaan gelombang linear, maka solusi merupakan superposisi dari

(36)

banyak gelombang

Φ(x, t) = Z

dk(a1(k) exp i(kx − ωt) + a2(k) exp −i(kx − ωt)) (2.38) Solusi Φ ini merupakan paket gelombang yang memiliki dua sifat yaitu terlokalisasi dengan kecepatan konstan c tanpa mengalami distorsi dalam ruang dan memiliki bentuk dan kecepatan yang sama setelah mengalami tumbukan dengan gelombang yang lain.

Dalam banyak cabang fisika, persamaan medan dapat lebih kompleks dimana mengandung suku nonlinear, suku dispersi, dan suku gandengan lainnya. Untuk mempelajari hal ini, kita mulai dengan persamaan Klein-Gordon [6]

 1 c2 ∂2 ∂t2 − ∂2 ∂x2 + m 2c2  Φ(x, t) = 0. (2.39)

Solusi pers.(2.39) masih bersifat linear dengan bentuk seperti pada pers.(2.38). Dengan ansatz yang sama Φ = exp i(kx − ωt), diperoleh relasi dispersi

ω2= k2c2+ m2c4.

Namun nilai ini membuat solusi bersifat dispersi dan tidak mampu mempertahankan bentuknya. Jika paket gelombang tidak mampu memepertahankan bentuknya, maka dapat dipastikan bahwa setelah tumbukan gelombang terseut mengalami distorsi.

Jika pada pers.(2.36) ditambahkan suku nonlinear [6]

 1 c2 ∂2 ∂t2 − ∂2 ∂x2  Φ(x, t) + Φ3(x, t) = 0 (2.40)

solusi yang bakal diperoleh merupakan paket gelombang yang menyebar dalam ruang. Meskipun mungkin suatu persamaan

(37)

memiliki suku dispersi dan suku nonlinear, namun solusi yang diperoleh akan memiliki bentuk yang tetap dengan kecepatan kosntan dan tidak mengalami perubahan bentuk setelah mengalami tumbukan karena efek dari suku dispersi diseimbangkan oleh suku nonlinear. Solusi ini disebut dengan soliton.

Berikutnya didefinisikan bentuk energi dari soliton. Persamaan medan seperti pada pers.(2.36),(2.39),dan (2.40) memiliki bentuk rapat energi (x, t) yang merupakan fungsi dari medan Φ(x, t). Total energi E(Φ) merupakan integral dari keseluruhan ruang dan memiliki nilai minimal sama dengan nol. Solusi medan terlokalisasi harus memiliki energi yang terlokalisasi dalam ruang yang artinya bahwa nilai energi berhingga pada titik tertentu dan bernilai nol pada posisi tak hingga. Energi kinetik dari persamaan medan pada pers.(2.40) d dt  ∂T ∂ ˙Φ  = 1 c2 ∂2Φ ∂t2 T = 1 2c2  ∂Φ ∂t 2 (2.41)

dan potensial bernilai

dV dΦ = Φ 3 V = 1 4Φ 4. (2.42) Energi total E = T + V = Z ∞ −∞ dx 1 2c2  ∂Φ ∂t 2 +1 2  ∂Φ ∂x 2 +1 4Φ 4 ! (2.43)

(38)

akan terlokalisasi jika nilai medan Φ = 0 untuk x → ±∞ pada waktu t. Jika diberikan persamaan medan

 1 c2 ∂2 ∂t2 − ∂2 ∂x2  Φ(x, t) + Φ3(x, t) − Φ(x, t) = 0 (2.44)

maka akan memiliki bentuk energi

E = Z ∞ −∞ dx 1 2c2  ∂Φ ∂t 2 +1 2  ∂Φ ∂x 2 + 1 4(Φ 2− 1)2 ! . (2.45) Energi ini akan memiliki nilai minimal untuk nilai Φ = ±1 saat x → ±∞. Keadaan ini memberikan lokalisasi pada rapat energi. Dari lokalisasi rapat energi ini, maka soliton merupakan solusi yang terlokalisasi dari persamaan medan nonlinear yang memiliki rapat energi terlokalisasi dalam ruang [6]. Soliton diklasifikasi menjadi dua tipe berdasarkan bentuk solusinya yaitu soliton topologi dan soliton nontopologi.

2.6 Soliton Topologi

Soliton topologi merupakan solusi soliton dengan kondisi pada titik tak hingga untuk keadaan soliton berbeda dengan keadaan vakum. Model kink merupakan salah satu soliton topologi pada dua dimensi (satu dimensi ruang + satu dimensi waktu). Kink dibangun oleh medan skalar dengan bentuk rapat Lagrangian [6]

L = 1 2∂µΦ∂

µΦ − U. (2.46)

Jika rapat Lagrangian diaplikasikan pada aksi, variasi aksi memberikan persamaan medan sebagai berikut

¨

Φ − Φ00= −∂U

(39)

dan energi total E = Z ∞ −∞ dx T00 = Z ∞ −∞ dx  1 2Φ˙ 2+ Φ02+ U  . (2.48)

Bentuk potensial U memberikan bentuk nonlinear pada persamaan medan (2.47). Minimum absolut potensial U terjadi pada banyak titik M, M ≥ 1 [6]

U ≡ U (Φ) = 0 ; Φ = gi (i = 1, ..., M ) (2.49)

yang kemudian membuat total energi (2.48) menjadi minimum saat nilai medan Φ bernilai konstan terhadap ruang ataupun waktu jika dan hanya jika

Φ(x, t) = gi (2.50)

dan pada titik ini potensial U bernilai nol, sehingga mengakibatkan

E(Φ) = 0. (2.51)

Adanya teorema Derrick yang membatasi solusi statis, maka pada kasus (1 + 1) dimensi, solusi dapat bebas waktu. Sehingga pers.(2.47) dapat direduksi menjadi

Φ00= ∂U

∂Φ. (2.52)

Disisi lain, solusi dapat dikategorikan sebagai soliton jika memiliki energi yang berhingga, rapat energi terlokalisasi, solusi terlokalisasi dengan kecepatan konstan. Dari pers.(2.49), menginformasikan bahwa nilai medan pada x → ±∞ mendekati salah satu nilai Φ → gi. Jika potensial memiliki beberapa degenerasi minimal seperti pada

(40)

pers.(2.49), maka Φ harus memiliki satu dari gi pada titik x → −∞ dan gi pada x → −∞.

Persamaan (2.52) memiliki analogi seperti pergerakan partikel dalam mekanika, dimana variabel Φ dianalogikan sebagai ’koordinat’ dan x sebagai ’waktu’. Solusi Φ analog dengan pergerakan partikel dengan energi

W = 1 2  dΦ dx 2 − U (Φ). (2.53)

Pada kondisi batas x → ±∞, U → 0, (∂φ/∂x) = 0, energi partikel W = 0. Untuk solusi statis, nilai energi sistem E diberikan E = Z ∞ −∞ dx " 1 2  dΦ dx 2 + U (Φ) # (2.54)

dan ini analog dengan total ’aksi’ pergerakan partikel. Dengan mengalikan pers.(2.52) dengan Φ0 dan mengintegrasikan terhadap koordinat x, diperoleh

Z dx  dΦ dx   d2Φ dx2  = Z dxdU (Φ) dΦ  dΦ dx  Z dΦ  d 2Φ dx2  = Z dΦ dU (Φ) dΦ 1 2(Φ 0)2 = U. (2.55)

Gambar 2.1 memberikan gambaran kepada kita pergerakan partikel yang memenuhi analogi pers.(2.52) dalam pengaruh potensial −U . Pada gambar (a) potensial U hanya memiliki satu titik minimum U = 0 pada Φ1. Partikel mulai bergerak dari ’posisi’ Φ1 setelah ’waktu’ x → −∞ dengan ’kecepatan’ dΦ/dx ke arah sembarang, maka pada ’waktu’ x → ∞ partikel tidak pernah kembali ke titik Φ1 karena

(41)

Gambar 2.1: (a) potensial −U ketika memiliki satu titik minimu (b) Potensial U memiliki tiga degenerasi minimal diskrit [6]

energi kinetik dan total energi yang terus bertambah. Hal ini mengakibatkan tidak ada solusi statis non-trivial. Dapat disimpulkan solusi statis tidak terjadi pada potensial yang memiliki satu titik minimum.

Selanjutnya, misalkan U memiliki dua atau lebih degenerasi minimal yaitu Φ1, Φ2, Φ3 seperti pada Gambar 2.1 (b). Kondisi batas menyatakan bahwa partikel harus meninggalkan satu titik minimal pada x → −∞ dan menuju titik minimal lainnya pada x → ∞. Misalkan partikel mulai bergerak dari puncak Φ1 pada x → −∞, kemudian bergerak menuju puncak Φ2 pada x → ∞, atau dari Φ2 menuju Φ3 atau partikel dapat bergerak dari arah sebaliknya. Sehingga ada empat kemugkinan solusi non-trivial. Namun Hal ini tidak diperbolehkan. Untuk mengatasi ini, misalkan partikel meninggalkan Φ1 kemudian bergerak menuju Φ2 dan kemudian kembali ke Φ1 atau menuju titik Φ3. Pada titik Φ2 nilai U dan dU/dΦ bernilai nol. Konsekuensinya, dari pers.(2.52 dan pers.(2.55), nilai ’kecepatan’ dan ’percepatan’

(42)

bernilai nol

Φ0 = 0

Φ00= 0. (2.56)

Dapat disimpulkan bahwa partikel bergerak dari Φ1 dan hampir mencapai titik Φ2 pada x → ∞ dan tidak kembali ataupun menuju titik Φ3 karena ’kecepatan’ dan ’percepatan’ bernilai nol sehingga energi total berhingga. Jadi, solusi statis tidak dapat terjadi pada potensial yang memiliki satu minimum absolut tetapi dapat terjadi ketika U memiliki n degenerasi minimal diskrit, sehingga memiliki 2(n − 1) tipe solusi non-trivial yang menghubungkan dua titik minimal, pada x dari −∞ ke +∞ [6].

Bentuk potensial U harus memiliki dua titik minimum absolut,U = 0, salah satu model paling sederhana adalah model Φ4 seperti pada Gambar 2.2 [8]

U (Φ) = λ 4  Φ2−m 2 λ 2 . (2.57)

Dengan mensubstitusi bentu U ke pers.(2.52), maka persamaan medan menjadi

Φ00= λΦ3− m2Φ. (2.58) Potensial U lenyap pada titik Φ = ±m/√λ. Konsekuensinya adalah lokalisasi solusi terjadi pada ±m/√λ saat x → ±∞. Solusi statis yang akan diperoleh terdiri dari 2 tipe. Solusi yang memulai pergerakannya dari Φ = −m/√λ pada x → −∞ dan berakhir dengan Φ = m/√λ pada x → ∞, dan sebaliknya. Untuk memperoleh solusi eksplisit, kita perlu mengintegralkan pers.(2.55) 1 2(Φ 0 )2 = λ 4  Φ2−m 2 λ 2 dΦ dx = ± s λ 2  Φ2m2 λ 2

(43)

Gambar 2.2: Potensial U dengan λ = 1, m = 2

pemisahan variabel memberikan,

Z x x0 dx = ± Z Φ Φ0 d ¯Φ r λ 2 ¯Φ2− m2 λ 2 x − x0 = ± Z Φ Φ0 d ¯Φ r λ 2 ¯Φ2− m2 λ 2 (2.59)

dengan pemilihan Φ0 = 0, integrasi persamaan diatas diperoleh solusi x − x0 = ± √ 2 m tanh −1 Φ(x) √ λ m !

yang memberikan solusi bagi medan

Φ(x) = ±√m λtanh  m √ 2(x − x0)  . (2.60)

(44)

Gambar 2.3: plot skematik solusi statis model kink

Solusi memberikan tanda plus disebut ’kink’ dan solusi tanda minus disebut ’antikink’ seperti pada Gambar 2.3 [8].

Ini jelas bahwa solusi kink tidak mengalami lokalisasi terhadap ruang sehingga kink bukanlah soliton. Rapat energi harus terlokalisasi, T00= 1 2Φ 02+λ 4  Φ2− m 2 λ 2 turunan Φ terhadap x Φ0 = √m 2λ 1 coshhm 2(x−x0) i 1 2Φ 02= m2 4λ 1 cosh4 h m √ 2(x−x0) i

(45)

Gambar 2.4: Rapat energi dari kink yang terlokalisasi

sehingga rapat energi

T00 = m2 4λ 1 cosh4h√m 2(x − x0) i + λ 4  m √ λtanh  m √ 2(x − x0) 2 −m 2 λ !2 = m 4 2λ 1 cosh4 h m √ 2(x − x0) i (2.61)

dan jika diplot seperti pada Gambar 2.4 yang terlokalisasi pada titik x0. Energi total kink disebut juga massa kink diberikan oleh M ≡ E = Z ∞ −∞ dx T00 = m 4 2λ Z ∞ −∞ dx cosh4h√m 2(x − x0) i = 2 √ 2 3 m3 λ (2.62)

(46)

dan bernilai berhingga. Walaupun rapat energi terlokalisasi dan energi total berhingga, kink bukan termasuk kategori soliton [8].

2.7 Soliton Nontopologi : Model FLS

Dalam artikel T.D.Lee dan Y.Pang [3] Soliton nontopologi dapat didefinisikan sebagai solusi soliton yang kondisi batasnya pada tak hingga sama dengan keadaan vakumnya. Salah satu sistem paling sederhana dari solus soliton nontopologi adalah medan skalar kompleks dalam ruang satu dimensi ruang-waktu. Untuk ruang datar, tensor metrik

gµν =

1 0

0 −1 

. (2.63)

Persyaratan dalam penambahan hukum konservatif dapat dilakukan dengan menambahkan invariansi transformasi gauge global

Φ → Φ0= Φ exp(−iα). (2.64) Rapat Lagrangian diasumsikan sebagai

L = ∂µΦ†∂µΦ − U (Φ†Φ) (2.65) dimana Φ† adalah hermitian konjugate Φ. Lagrangian invarian dibawah transformasi gauge global (2.64)

L0 = ∂µΦ0†∂µΦ0− U (Φ0†Φ) = ∂µΦ†exp(iα)∂µΦ exp(−iα) − U (Φ† exp(iα)Φ exp(−iα)) = ∂µΦ†∂µΦ − U (Φ†Φ)

= L. (2.66)

Persamaan medan didapat dengan cara mengaplikasikan rapat Lagrangian pada pers Euler-Lagrange, sehingga diperoleh

∂µ∂µΦ + Φ

∂U (Φ†Φ)

(47)

atau

¨

Φ − Φ00+ Φ∂U (Φ †Φ)

∂(Φ†Φ) = 0 (2.68)

Arus jµ untuk medan skalar kompleks didefinisikan sebagai

jµ= ∂L ∂(∂µΦ)

δΦ + ∂L

∂(∂µΦ†) δΦ†.

Substitusi rapat Lagrangian, rapat arus menjadi

jµ= ∂µΦ†δΦ + ∂µΦδΦ†. (2.69)

Karena simetri terhadap transformasi gauge global (2.64), maka nilai δΦ = iΦ. Sehingga bentuk arus

jµ= −i(Φ†∂µΦ − ∂µΦ†Φ). (2.70)

Densitas partikel j0 dan jumlah partikel sebagai integra keseluruhan ruang N = Z ∞ −∞ dx j0 = − Z ∞ −∞ dx i(Φ†∂0Φ − ∂0Φ†Φ) (2.71)

Berdasarkan teorema Noether, invarian terhadap simetri gauge global memberikan kekekalan jumlah partikel N

˙

N = 0 (2.72)

Fungsi potensial U (Φ†Φ) diasumsikan memiliki satu titik minimum absolut pada Φ = 0. Kita asumsikan bahwa potensial U memiliki pangkat dua, untuk φ → 0 [3] yang berbentuk

(48)

dengan parameter massa m > 0. Dari pers.(2.71)dan (2.72) memberikan persyaratan bahwa untuk N 6= 0, Φ harus bergantung waktu

Φ ∝ exp(−iωt) (2.74)

Untuk membuktikan ini, medan dapat ditulis

Φ = √1

2(ΦR+ iΦI) (2.75)

dimana ΦR dan ΦI adalah riil. Dengan mensubstitusikan persamaan diatas ke N (2.71) N = − Z ∞ −∞ dx i((√1 2(ΦR+ iΦI)) †0(1 2(ΦR+ iΦI)) −∂0(√1 2(ΦR+ iΦI)) †(1 2(ΦR+ iΦI))) = − Z ∞ −∞ dx i 2((ΦR− iΦI)( ˙ΦR+ i ˙ΦI) −( ˙ΦR− i ˙ΦI)(ΦR+ iΦI)) = − Z ∞ −∞ dx i 2(ΦR ˙ ΦR+ iΦRΦ˙I− iΦIΦ˙R+ ΦIΦ˙I − ˙ΦRΦR− iΦIΦ˙R+ i ˙ΦIΦR− ˙ΦIΦI) = Z ∞ −∞ dx (Φ1Φ˙R− ΦRΦ˙1). (2.76)

Energi sistem adalah

E = Z ∞ −∞ dx  ˙ Φ†Φ +˙ dΦ † dx dΦ dx + U (Φ †Φ)  = Z ∞ −∞ dx 1 2 ˙ Φ2R+ ˙Φ2I+ dΦR dx 2 + dΦI dx 2! + Z ∞ −∞ dx U 1 2(Φ 2 R+ Φ2I)  . (2.77)

Pada waktu t, diasumsikan bahwa nilai N tetap, kita dapat menentukan nilai ΦR dan ΦI yang membuat nilai E minimal

(49)

dengan penggali Lagrange ω [3] EN = Z ∞ −∞ dx 1 2 ˙ Φ2R+ ˙Φ2I+ dΦR dx 2 + dΦI dx 2! + Z ∞ −∞ dx U 1 2(Φ 2 R+ Φ2I)  +ω  N − Z ∞ −∞ dx (Φ1Φ˙R− ΦRΦ˙1)  (2.78)

solusi energi minimum dapat ditentukan melalui variasi EN terhadap variasi ˙Φ δEN δ ˙Φ . Sehingga diperoleh δEN δ ˙ΦR = 0 = ˙ΦR− ωΦI (2.79) δEN δ ˙ΦI = 0 = ˙ΦI+ ωΦR. (2.80)

Solusi ini mengarahkan pada bentuk medan

˙

ΦR= ωΦI Φ˙I= −ωΦR (2.81)

dan diperoleh bahwa

Φ = φ exp(−iωt) (2.82)

dimana φ bernilai riil dan ω adalah frekuensi yang bernilai konstan.

Dalam bentuk φ, persamaan gerak (2.68) menjadi

−ω2φ −d 2φ dx2 + φ

dU (φ2)

(50)

Persamaan diatas dikalikan dengan dφ/dx dan diintegralkan terhadap dx, diperoleh bentuk

Z 0dx = Z dx  dφ dx   d2φ dx2  + ω2φ dφ dx  − φdU (φ 2) dφ2  dφ dx   = Z dφ  d 2φ dx2  + ω2φ  − Z 1 2dU (φ 2) = 1 2  dφ dx 2 +1 2ω 2φ2 1 2U = 1 2  dφ dx 2 − V (φ) (2.84)

dimana V (φ) merupakan potensial efektif sistem dan  merupakan konstanta integrasi yang menunjukkan energi. Bentuk V (φ) adalah V (φ) = 1 2U − 1 2ω 2φ2. (2.85)

Berdasarkan bentuk potensial U (2.73), untuk mememiliki soliton nontopologi, fungsi V yang didefinisikan sebelumnya (2.85) harus memiliki bentuk seperti Gambar 2.5. Secara spesifik, kondisi (2.85) V (φ) = 1 2U − 1 2ω 2φ2 = 0. (2.86)

Memiliki solusi φ 6= 0 untuk ω2 kurang dari m2. Kondisi ini dapat terpenuhi minimal jika minimum global memiliki nilai nol yaitu pada kondisi φ = ±φ0 dengan nilai ω2 = ν2. sehingga diperoleh interval ω

ν2 ≤ ω2 < m2. (2.87)

Dalam usaha memperoleh solusi soliton pada satu dimensi ruang, sistem diatas dapat dianalogikan seperti pergerakan

(51)

Gambar 2.5: Fungsi 1/2(U −ω2φ2) terhadap φ untuk ω2 < m2 [3]

partikel pada mekanika dengan potensial −V . Medan φ dianggap sebagai ’posisi’ dan x sebagai ’waktu’, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.6 Persamaan (2.84) dapat dianalogikan sebagai hukum kekekalan dalam analogi mekanika. Pada ’waktu’ x = −∞, partikel pada ’posisi’ φ = 0. Dengan adanya gangguan, partikel bergerak menuju ke titik A dan kembali ke titik 0 pada ’waktu’ x = ∞. Karena kembali ke titik dengan potensial −V yang sama, maka energi partikel bernilai nol

0 = 1 2  dφ dx 2 − V (φ) 1 2  dφ dx 2 = V (φ) Z x ξ dx = Z φ A d ¯φ p 2V ( ¯φ) x − ξ = Z φ A d ¯φ p 2V ( ¯φ) (2.88)

dimana ξ dapat didefinisikan sebagai ’waktu’ awal ketika partikel memulai pergerakannya. Bentuk skema solusi seperti

(52)

Gambar 2.6: −V vs φ untuk ω2 < m2.

pada Gambar 2.7. Ketika x = ξ, nilai φ = A dan pada kedua

Gambar 2.7: Bentuk solusi soliton [3]

titik tak hingga, x → −∞ atau x → +∞, φ memenuhi kondisi yang sama

φ → 0 (2.89)

Jadi, ini merepresentasikan solusi soliton nontopologi [3] Saat φ → 0, potensial efektif V menjadi

V → 1 2(m

2− ω22 (2.90)

yang mana, ω2 < m2, membuat V cekung keatas pada titik φ = 0. Ketika |x| sangat besar, maka nilai φ menjadi kecil.

(53)

sehingga persamaan (2.88) menjadi x − x0 = Z φ A d ¯φ p (m2− ω2) ¯φ2 φ ∼ exp(−p(m2− ω2)|x|) (2.91)

(54)
(55)

MODEL Q-BALL DALAM DIMENSI (3 + 1)

Pada bab ini akan dijelaskan kelompok baru dari soliton yang dibangun dari teori medan dalam dimensi (3 + 1) dengan simetri global yang disebut Q-ball. Q-ball merupakan bentuk solusi dari soliton nontopologi yang terlokalisasi dalam ruang-waktu datar yang berenergi hingga, memiliki potensial interaksi diri, invarian terhadap simetri global U (1), dan stabilitasnya diberikan oleh konservasi muatan. Q-ball dalam simetri sferis hanya ada pada interval frekuensi tertentu yang akan dibahas pada bab ini.

3.1 Model Q-ball

Q-ball dijelaskan pertama kali oleh Coleman [4] dimana model ini dibangun dari medan skalar kompleks yang kuantitas fisisnya didefinisikan oleh rapat Lagrangian, L

L = ∂µΦ∗∂µΦ − U (3.1)

dimana U ≡ U (|Φ|2) merupakan potensial yang terdiri dari suku potensial massa dan suku potensial interaksi diri. Nilai potensial U diasumsikan memiliki minimum absolut pada Φ = 0, dimana U (0) = 0. Ketika U → ∞ untuk Φ → ∞ dan memiliki minimum lokal pada Φ0 dimana Φ0 6= 0. Simetri global U (1) memberikan transformasi medan Φ(x, t)

Φ → Φeiα (3.2)

Φ∗ → Φ∗e−iα. (3.3)

dimana α merupakan suatu konstanta sembarang. Transformasi medan oleh simetri global U (1) [4] diatas

(56)

memberikan transformasi rapat Lagrangian (3.1)

L → L0 = ∂µΦ∗e−iα∂µΦeiαΦ − U (ΦeiαΦ∗e−iα) = ∂µΦ∗∂µΦ − U (Φ∗Φ). (3.4)

Transformasi simetri global U (1) terhadap rapat Lagrangian diatas tidak memberikan perubahan kuantitas fisis

L0= L, (3.5)

artinya rapat Lagrangian medan skalar invarian terhadap simetri global U (1). Invarian terhadap simetri global U (1) memberikan konservasi rapat muatan

∂0j0 = 0 (3.6)

dengan rapat arus muatan j0 adalah

j0 = −i(∂0ΦΦ∗− ∂0Φ∗Φ) (3.7)

Total pada Q-ball dapat diperoleh dengan metode mengintegralkan kuantitas rapat muatan j0 terhadap keseluruhan ruang Q = Z d3x j0 = −i Z d3x (∂0ΦΦ∗− Φ∂0Φ) (3.8)

Energi Q-ball merupakan integrasi kuantitas rapat energi T00 yang memiliki bentuk

T00= −g00gαβ∂αΦ∗∂βΦ + 2∂0Φ∗∂0Φ + g00U (|Φ|2)

terhadap keseluruhan ruang Q-ball. Dengan ∂0 merupakan turunan terhadap waktu dan ∂i turunan terhadap ~r, rapat energi menjadi

(57)

Total energi E adalah E = Z d3x T00 = Z d3x ( ˙Φ2+ (∇Φ)2+ U (Φ2)) (3.10)

Persamaan medan dengan potensial U (|Φ|2) dapat diperoleh dari persamaan Euler-Lagrange

∂µ∂µΦ − ∂U

∂Φ∗ = 0. (3.11)

Substitusi rapat Lagrangian 3.1, diperoleh persamaan medan

¨

Φ + ∇2Φ − ∂U

∂Φ∗ = 0. (3.12)

3.2 Q-ball Bersimetri Sferis

Derrick memberikan batasan solusi statis bagi persamaan medan untuk sistem partikel dalam dimensi ruang lebih dari dua. Bagi sistem dalam dimensi (3 + 1) harus bergantung waktu. Oleh karena itu, ansatz yang diterapkan pada sistem ini harus memiliki bentuk [4]

Φ(r, t) = φ(r)e−iωt (3.13)

dimana φ(r) adalah fungsi yang meluruh secara monoton terhadap jarak r dari titik pusat ω adalah konstanta. Kajian bab ini, φ hanya bergantung pada nilai r saja atau Q-ball dianggap diam.

Setelah memperoleh model Q-ball dari subab sebelumnya, maka selanjutnya adalah membentuk Q-ball. Model yang akan dibentuk memiliki simetri sferis dengan bentuk matrik tensor gµν gµν =     1 0 0 0 0 −1 0 0 0 0 −r2 0 0 0 0 −r2sin2θ     (3.14)

(58)

dengan nilai determinan tensor matriks g

g = −r4sin2(θ). (3.15)

Dari bentuk ansatz (A.2) dan tensor metrik (3.14), total energi Q-ball pada persamaan (3.10) menjadi

E = Z d3x (ω2φ2(r) + (∇φ)2+ U (φ2)) = Z 4πr2dr (ω2φ2(r) + (∇φ)2+ U (φ2)),

karena menganggap Q-ball diam dan hanya bergantung pada fungsi r saja, maka energi total menjadi

E =

Z

4πr2dr (ω2φ2(r) + φ0(r)2+ U (φ2(r))), (3.16)

dimana tanda aksen ” ’ ” menunjukkan turunan terhadap r. Total muatan Q

Q = −i

Z

d3x (iωφeiωtφe−iωt− φeiωt(−iωφeiωt))

= Z d3x 2ωφ2 = 8π Z r2dr ωφ2. (3.17)

Persamaan medan pada persamaan (3.11) menjadi

0 = φ00+2 rφ

0∂U (φ(r))

∂φ + ω

2φ. (3.18)

Persamaan diatas adalah bentuk persamaan gerak partikel dalam potensial U . Integrasi persamaan medan (3.18) terhadap medan φ memiliki bentuk yang ekivalen yaitu

Z dφ 0 = Z dφ (φ00+2 rφ 0∂U (φ(r)) ∂φ + ω 2φ)  = 1 2φ 0 + 1 2ω 2φ2− U + 2 Z r 0 dr r φ 02 . (3.19)

(59)

dimana ε adalah konstanta integrasi yang bermakna sebagai total energi efektif. Persamaan ini secara efektif menjelaskan pergerakan partikel yang dipengaruhi oleh gaya gesek dalam potensial efektif satu dimensi V (φ).

V (φ) = 1 2ω

2φ2− U (φ). (3.20)

Setelah memperoleh bentuk potensial efektif, maka bentuk persamaan gerak dapat direnovasi menjadi

0 = φ00+2 rφ

0+ ∂V

∂φ. (3.21)

Q-ball akan terbentuk jika bentuk potensial efektif sistem seperti pada Gambar 3.1.

Kita analogikan sistem seperti kasus pada mekanika Newton, dimana φ adalah ’posisi’ dan r adalah ’waktu’ dari ’partikel’. Pada ’waktu’ r = 0 ’partikel’ berada pada posisi φ0 dan kecepatan nol, φ0(0) = 0. ’Partikel’ dapat memulai pergerakannya dari titik sembarang pada potensial V (φ) (Gambar 3.1). kemudian bergerak melalui potensial, akibat adanya disipasi oleh gesekan yang diberikan oleh suku kedua persamaan (3.18), energi total mengalami penurunan sepanjang lintasannya. Untuk memperoleh solusi soliton, pada r → ∞, partikel harus berhenti di maksimum lokal potensial V (φ = 0) dan total energi efektif adalah nol. Jika potensial titik awal V (φ0) < 0, maka partikel tidak akan mencapai titik φ = 0 dan energi efektif akan selalu negatif dan hal itu tidak diperbolehkan berhenti pada konfigurasi energi dengan energi kurang dari nol. Situasi ini disebut undershooting. Untuk menghindari ini, maka potensial V

(60)

Gambar 3.1: Bentuk potensial effektif V (φ) dari Q-ball harus max V (φ0) ≥ 0 max 1 2ω 2φ2 0− U  ≥ 0,

dan didapat nilai frekuensi minimum agar memenuhi syarat ini ω2≥ min φ06=0  2U φ0  . (3.22)

selain itu, jika φ0memulai geraknya pada titik yang mendekati titik maksimum global V, ’partikel’ akan diam di titik tersebut dengan ’waktu’ r yang lama, sehingga seuku disipasi 1r, akan menjadi sangat kecil, sebagai efeknya adalah partikel akan mulai bergerak dengan energi yang sangat besar, dan tidak akan mencapai titik energi efektif nol.Ssituasi ini disebut overshooting. oleh karena itu, agar melewati titik berenergi nol, maka titik φ = 0 harus cekung. Kondisi ini akan dipenuhi jika turunan kedua dari potensial efektif pada titik

(61)

nol bernilai positif. Nilai ini memberikan batasan maksimum pada frekuensi Q-ball. Sehingga

V ”(0) < 0 d2 dφ2  1 2ω 2φ2− U (0)  < 0.

Batas maksimal dari frekuensi harus memenuhi nilai

ω2 < d 2U (0)

dφ2 . (3.23)

Dengan mengkombinasikan dua syarat diatas, maka kondisi ω sebagai syarat eksitensi dari Q-ball

ωmin2 ≤ ω2 < ω2

max (3.24)

dimana ωmin2 = min(2Uφ

0) dan ω

2

max =

d2U (0)

dφ2 . Q-ball akan

terbentuk jika nilai ω berada pada selang ω yang dizinkan. Karena syarat ini bergantung pada bentuk potensial, maka tidak semua bentuk potensial dapat membentuk Q-ball. Jika nilai frekuensi ω lebih kecil dari batas minimum, Q-ball tidak terbentuk dan jika lebih dari batas maksimum, Q-ball akan menjadi gelombang bidang [2].

Potensial interaksi dalam teori medan yang diperbolehkan adalah potensial renormalisasi

U = 1 2µ

2φ2+ λφ4 (3.25)

dengan µ da λ adalah konstanta positif. Potensial interaksi ini akan mampu membentuk Q-ball jika memenuhi syarat eksistensi pada persamaan (3.24). Nilai frekuensi maksimum yang dihasilkan adalah

ωmax2 = d 2U (0)

dφ2

= µ2+ 12λφ2|φ=0

(62)

dan frekuensi minimum ωmin2 = min(2U φ0 ) = min(µ2+ 2λφ2) = µ2. (3.27)

Nilai frekuensi minimum dan maksimum adalah sama yaitu µ2, sehingga model potensial renormalisasi tidak akan pernah memenuhi syarat eksistensi. Salah satu potensial interaksi yang diizinkan adalah potensial nonrenormalisasi.

Potensial interaksi nonrenormalisasi dapat diperoleh dengan menambahkan satu suku φ6 pada potensial renormalisasi

U (φ) = λ(φ6− aφ4+ bφ2) (3.28) dimana λ, a, b adalah konstanta positif. Seperti pada (Gambar 3.2), potensial memiliki minimum mutlak U (0) = 0 pada φ = 0 dan satu minimum lokal pada tidak sama dengan nol [5]. Nilai frekuensi maksimum pada model potensial ini adalah

ω2max = d 2U (0)

dφ2

= λ(30φ4− 12aφ2+ 2b)|φ=0

= 2λb (3.29)

dan frekuensi minimum

ω2min = min 2U φ0  = min[2λ(φ4− aφ3+ b)] = 2λ  b − a 2 4  . (3.30)

(63)

Gambar 3.2: Potensial nonrenormalisasi U (φ) untuk λ = 1, a = 2, b = 1.1

akibat adanya suku ruas kedua λa22, jadi potensial interaksi nonrenormalisasi memenuhi syarat eksistensi. Potensial nonrenormalisasi memberikan bentuk potensial

0 = φ00+2 rφ

0− (6φ5− 4aφ3+ 2bφ) + ω2φ (3.31)

3.3 Stabilitas Kuantum

Ketika volume dari Q-ball sangat besar, V → ∞, dan frekuensi ω lebih besar dari batas maksimum syarat eksistensi (3.24), Q-ball menjadi gelombang planar dan ini terbentuk pada titik vakum potensial U . Volume yang besar diberikan oleh nilai r yang besar, r → ∞ dan nilai medan Φ → 0. Persamaan medan secara umum sebagai fungsi jejari r dengan potensial nonrenormalisasi (3.28)

0 = φ00+2 rφ

0− (6φ5− 4aφ3+ 2bφ) + ω2φ. (3.32)

Pada kondisi ini, nilai Φ yang memiliki pangkat tiga, lima, dan suku 1/r menjadi sangat kecil dan dapat diabaikan. Sehingga

(64)

pers.(3.32) menjadi

ω2φ + Φ00− bλΦ = 0. (3.33)

Persamaan medan untuk Φ diatas menjadi persamaan Klein-Gordon. Solusi Φ dapat diperoleh dengan mengambil bentuk Φ = φ(x)e−iωt sehingga solusi lengkap Φ

Φ = N ei(kx−ωt). (3.34)

dimana k2 = ω2−√bλ.

Energi dari Q-ball pada kondisi ini adalah

E =

Z

(ω2φ2+ (∇φ)2+ U (φ2))d3x

= V (ω2φ2+ (∇φ)2+ U (φ2)). (3.35)

Karena Q-ball sangat besar, maka suku kedua dapat diabaikan ∇Φ = 0.

Bentuk muatan Q adalah

Q = 2ωφ2V. (3.36)

Sehingga bentuk energi pada volume yang besar adalah

E = Q

2

4φ2V + U V. (3.37)

Untuk menimalkan nilai E terhadap Q konstan, maka nilai V harus minimum. Nilai minimum dari V0 adalah

V0 = Q p

4U φ2 (3.38)

sehingga nilai energi minimum E0 adalah

E0 = Q s

U

(65)

Untuk nilai φ(r → ∞) → 0, energi minimum Q-ball menjadi E0 = Q s λ(φ6− aφ4+ bφ2) φ2 ≈ Q√λb ≈ Qω2+ (3.40) ≈ Qµ (3.41)

dengan µ merupakan massa partikel skalar bermuatan Q bebas.

Energi ini merupakan energi dari gelombang bidang dari solusi persamaan Klein-Gordon diatas. Kondisi stabilitas mutlak untuk Q-ball menjadi

E

Q < ωmax= µ. (3.42)

Kondisi ini merupakan syarat paling dasar yang harus dipenuhi Q-ball agar tidak meluruh menjadi partikel skalar dasar bermassa µ dalam bentuk gelombang planar [2]. 3.4 Stabilitas Klasik

Stabilitas klasik dapat didefinisikan stabilitas Q-ball terhadap fluktuasi kecil pada konfigurasinya. Jika fluktuasi terus membesar secara eksponensial, maka solusi Q-ball menjadi tidak stabil. Pada pembahasan ini akan menunjukkan bahwa Q-ball secara klasik stabil terhadap fluktuasi linear [2]. Pertubasi terjadi pada keadaan terendah, Sehingga solusi Q-ball Φ menjadi

Φ = e−iθt(φ(r − R(t)) + χ(r − R, t)) (3.43)

dimana χ merupakan merupakan fluktuasi kompleks

(66)

Nilai Φ memenuhi persamaan Q-ball. χ dapat diekspansikan dalam fungsi kompleks fn(r)

χ = ∞ X n=5

qn(t)fn(r) (3.45)

sehingga nilai χ menjadi

χR= ∞ X n=5 <qn(t)fn(r) (3.46) χI = ∞ X n=5 =qn(t)fn(r) (3.47)

dan nilai fi memenuhi sifat orthonormal R fiifj = δij. Disini didefinisikan bahwa R = R d3x. Karena simetri U (1) dan invariansi terhadap transformasi Lorentz, maka harus memiliki kondisi [3] [2]

Z

φχI= 0, Z

χR∇φ = 0. (3.48)

Dengan menggunakan pers.(3.43) dan qk = Rk(t) dan q4 = θ(t), bentuk ini membuat Lagrangian, L = K(q, ˙q)−V (q) dapat diekspansikan dalam orde dua. Bentuk kinetik dan potensial menjadi K = Z 1 2|Φ| 2 = 1 2q¯˙iMijq˙j = K0+ K1+ K2+ . . . (3.49) V = Z 1 2|∇φ| 2+ U = V0+ V1+ V2+ . . . (3.50) disini, tanda bar merupakan bentuk invers dari vektor sebenarnya dan nilai q adalah

(67)

dimana k = 1, 2, 3 dan n = 5, 6, 7, . . . .

Turunan terhadap waktu dari pers.(3.43) adalah

˙

Φ = −i ˙θe−iθ[φ + χR+ iχI] − ˙Re−iθ  ∂φ ∂rk +∂χR ∂rk + i∂χI ∂rk  + ˙qne−iθ[fn+ if n]. (3.52)

Dengan mengkuadratkan φ,˙ dan mensubstitusikan ke persamaan Lagrangian, diperoleh bentuk baru dari persamaan Lagrangian L = 1 2( ˙θM44θ + ˙˙ θM4kR + ˙˙ θM4nq˙n + ˙RMkkR + ˙˙ RMkkq˙n+ ˙RMk4θ˙ + ˙qnMnnq˙n+ ˙qnMn4θ + ˙˙ qnMnkR)˙ −V (q) (3.53)

dengan bentuk M adalah

M44 = Z [φ2+ 2φχR+ χ2R+ χ2I] Mkk0 = Z [1 3(∇φ) 2δ kk0+ 2∂φ ∂rk ∂χR ∂rk + ∂χR ∂rk ∂χR ∂rk +∂χI ∂rk ∂χI ∂rk ] Mnn0 = δnn0 M4n= Mn4 = 1 2 Z [i(fn− fn∗)χR+ (fn+ fn∗)χI] Mkn= Mnk = −1 2 Z [(fn+ fn∗) ∂χR ∂rk − i(fn− fn∗)∂χI ∂rk M4k= Mk4 = Z [−2χI ∂φ ∂rk − χI∂χR ∂rk + χR ∂χI ∂rk ]

Matriks M dapat diekspans sebagai deret berdasarkan kuantitas kecil 

(68)

dimana M0 =   S0 0 0 0 I 0 0 0 1   M1 =   A B J ¯ B C E ¯ J E¯ 0   M2=   F G 0 ¯ G H 0 0 0 0  . (3.55)

Disini, didefinisikan komponen dari matriks diatas

S0= 1 3 Z (∇φ)2 , I = Z φ2 A = 2 Z ∂φ ∂rk ∂χR ∂rk0 , B = 2 Z χI ∂φ ∂rk E = Mn4 , J = Mkn F = Z (∂χR ∂rk ∂χR ∂r0k + ∂χI ∂rk ∂χI ∂rk0 ) , G = χI ∂χR ∂rk − χR∂χI ∂rk C = 2 Z φχR , H = Z (χ2R+ χ2I),

tanda bar mendenotasikan invers matriks dari matriks sebenarnya. Komponen energi kinetik K diberikan oleh

K0= 1 2q¯˙iM0ijq˙j, K1 = 1 2q¯˙iM1ijq˙j, K2 = 1 2q¯˙iM2ijq˙j. (3.56) Kita menggunakan bentuk pendekatan dari nilai Φ yaitu

|Φ| ≈ φ + χR+ χ 2 I 2φ+ O(

3) (3.57)

sehingga bentuk potensial dapat diaproksimasi

U (|Φ|) ≈ U (φ) + χR dU dφ + χ2I 2φ dU dφ χR 2 d2U dφ2 + O( 3). (3.58)

(69)

Dengan bentuk pendekatan suku potensial ini, bentuk suku energi potensial menjadi

V0 = Z 1 2(∇φ) 2+ U (φ) (3.59) V1 = ω2 Z φχR (3.60) V3 = 1 2 Z  χR  −∇2+d 2U dφ2  χR+ χI  −∇2+ 1 φ dU dφ  χI  (3.61) Dalam menganalisa mode fluktuasi χ, fomalisme Lagrange yang telah dirumuskan sebelumnya diubah kedalam bentuk formalisme Hamiltonian. Transformasi kanonik pers.(3.49) dan pers.(3.50) memberikan

pi= ∂L

∂ ˙q = Mijq˙j → ˙qi = M −1

ij pj. (3.62) Momentum pi per bagiannya adalah

p4 = ∂L ∂ ˙θ = M44 ˙ θ + M4kR + M˙ 4nq˙n (3.63) pk= ∂L ∂ ˙R = Mkk ˙ R + Mk4θ + M˙ knq˙n (3.64) pn= ∂L ∂ ˙qn = Mn4θ + M˙ nkR + M˙ nnq˙n. (3.65)

Jadi bentuk Hamiltonian H(q, p) diberikan oleh

H = ¯piq˙i− L = 1 2p¯iM

−1

ij pj− L = H0+ H1+ H2+ . . . , (3.66) yang mana Hamiltonian tidak bergantung pada qk dan q4. Kemudian, persamaan Hamiltonian untuk momentum Q-ball Pk dan muatan Q adalah konservatif : P˙k = −∂ ˙∂Hqk = 0 dan

˙

Q = −∂H∂ ˙q

4 = 0. Sehingga dapat diatur bahwa

Pk= ∂L ∂ ˙qk

= 0, Q = ∂L

(70)

M0 dapat didefinisikan sebagai pangkat nol dari matriks M, dapat ditulis sebagai

M = M0+ ∆ (3.68)

dimana ∆ mengandung O() pangkat tinggi. Invers dari M adalah M = M0+ ∆ M−1 = M−10 − M−10 (M−10 + ∆−1)−1M−10 = M−10 − M−10 ∆(M−10 ∆ + I)−1M−10 = M−10 − M−10 ∆(I + M−10 ∆(M0+ I)−1)M−10 = M−10 − M−10 ∆M−10 + M−10 ∆(M0∆−1+ I)−1M−10 = M−10 − M−10 ∆M−10 + M−10 ∆(M−10 ∆ −M−10 ∆(M−10 ∆ + I)−1)M−10 = M−10 − M−10 ∆M−10 + M−10 ∆M−10 ∆M−10 + . . . (3.69) dengan M0 =   S0 0 0 0 I 0 0 0 1  , M −1 0 =   S0−1 0 0 0 I−1 0 0 0 1  . (3.70)

Maka bentuk Hamiltonian pada pers.(3.66) menjadi

H = p¯iq˙i− L = 1 2p¯iM −1 ij pj− 1 2q¯˙iMijq˙j+ V (q) = 1 2  Q2 I + I ˙θ 2)  + −1 2 C ˙θ + 1 2C ˙θ  +1 2 X n |pn− ˙θM4n|2 +1 2 Z (∇φ)2+ U (φ) + 1 2 Z χRˆhRχR+ 2 ˙θ I Z φχR 2 +χIˆhIχI+ 2 ˙θ M Z χI∇φ 2 = H0+ H1+ H3 (3.71)

(71)

dengan masing2 bentuk H H0 = 1 2  Q2 I + I ˙θ 2)  +1 2 Z (∇φ)2+ U (φ) = 1 2  I ˙θ2+ I ˙θ2)  + 1 2 Z (∇φ)2+ 1 2 Z (∇φ)2 = I ˙θ + Z (∇φ)2 = I ˙θ + 3S0 (3.72) H1 = −1 2 C ˙θ + 1 2C ˙θ = 0 (3.73) H2 = 1 2 X n |pn− ˙θM4n|2+ VR+ VI (3.74) dimana VR = 1 2 Z χRhˆRχR+ 2 ˙θ2 I Z φχR 2 (3.75) VI = 1 2 Z χIˆhIχI+ 2 ˙θ2 M Z χI∇φ 2 . (3.76)

Disini, operator turunan ˆhR dan ˆhI didefinisikan sebagai

ˆ hR= −∇2+ d2U dφ2 − ˙θ 2 (3.77) ˆ hI = −∇2+ 1 φ dU dφ − ˙θ 2 (3.78)

Untuk membuktikan stabilitas klasik dari solusi Q-ball, kita perlu menentukan kondisi dari muatan dari Q-ball, yang berimplikasi pada semua nilai eigen ΛR dan ΛI untuk VR dan VI harus bernilai positif atau nol. Nilai eigen diberikan oleh

δVR δχR = ˆhRχR+ 4 ˙θ2 I φ Z φχR  = ΛRχR (3.79) δVI δχI = ˆhIχI+ 4 ˙θ2 I φ Z ∇φχI  = ΛRχI. (3.80)

(72)

Misalkan ψRidan ψIjmerupakan keadaan eigen ˆhRdanˆhI

ˆ

hRψRi= λRiψRi, ˆhIψIj = λIjψIj, (3.81)

dimana λRi dan λIj merupakan nilai eigen Deferensiasi persamaan medan (3.18)

d drk  d2φ dr2 k +2 r dφ drk −∂U (φ(r)) ∂φ + ˙θ 2φ  = 0 d2 dr2 k  dφ drk  + 2 r d drk  dφ drk  − d drk ∂U (φ(r)) ∂φ + ˙θ 2 dφ drk = 0 −∇2 dφ drk + dφ drk ∂2U (φ(r)) ∂φ2 − ˙θ 2 dφ drk = 0 ˆ hR  dφ drk  = 0, (3.82)

kita peroleh nilai eigen nol dari ˆhR. Bentuk fungsi eigen dφ/drk : ψRk ∝ dφ/drk, dan merupakan bentuk dari invariansi terhadap translasi, φ(r − η), dimana η merupakan kuantitas kecil yang berhubungan dengan translasi dari Q-ball. Jika ˆhR memiliki dua nilai eigen negatif λ−2 < λ−1 < 0 ≤ λ0, dan φ dapat diekspasi sebagai φ = φ−1ψ−1+ φ−2ψ−2 dan χR= c−1ψ−1+ c−2ψ−2, dimana indeks bawah merupakan

(73)

fungsi eigen dan nilai eigen λ−2, λ−1, sehingga VR menjadi VR = 1 2 Z χRˆhRχR+ 2 ˙θ2 I Z φχR 2 = 1 2(c−1ψ−1+ c−2ψ−2)ˆhR(c−1ψ−1+ c−2ψ−2) +2 ˙θ 2 I ((φ−1ψ−1+ φ−2ψ−2)(c−1ψ−1+ c−2ψ−2)) 2 = 1 2(c−1ψ−1+ c−2ψ−2)(c−1λ−1ψ−1+ c−2λ−2ψ−2) +2 ˙θ 2 I c 2 −1φ−1+ c2−2φ−22 = 1 2(c 2 −1λ−1+ c2−2λ−2) + 2 ˙θ2 I (c−1φ−1+ c−2φ−2) 2

karena nilai VR = 0 dan suku pertama bernilai nol dari pembuktian nilai eigen ˆhRnol, maka suku kedua harus bernilai nol, jadi 2 ˙θ2 I (c−1φ−1+ c−2φ−2) 2 = 0 c−1φ−1+ c−2φ−2 = 0 c−1 = − c−2φ−2 φ−1 sehingga diperoleh VR = 1 2 "  c−2φ−2 φ−1 2 λ−1+ c2−2λ−2 # < 0 (3.83)

Karena λ−2 < λ−1 < 0, dapat disimpulkan bahwa jika ˆhR harus memiliki satu nilai eigen negatif untuk memperoleh nilai VR≥ 0.

(74)

Dari persamaan medan (3.18), diperoleh φ00+2 rφ 0∂U (φ(r)) ∂φ + ˙θ 2φ = 0 ∇2φ −∂U (φ(r)) φ∂φ φ + ˙θ 2φ = 0  −∇2+∂U (φ(r)) φ∂φ − ˙θ 2  φ = 0 ˆ hIφ = 0 (3.84)

yang mengarah pada satu nilai eigen yaitu nol. ψI0 ∝ φ. Karena φ tidak memiliki node, maka nilai eigen lain dari ˆhI adalah positif.

Bagian ini akan menentukan semua nilai eigen VR dan VI harus bernilai positif atau nol

ΛR≥ 0, ΛI≥ 0. (3.85)

Diambil ΨRi dan ΨIj merupakan fungsi eigen dari VRdan VI. ΨRi dan ΨIj saling ortonormal. Kita akan memperoleh nilai eigen nol jika ΨRk ∝ dφ/drk dan ΨI0 = φ. Nilai χI dapat diekspansikan dalam bentuk ΨIj dengan qIj = =(qj), yang berimplikasi pada

χI = X

j

qIjΨIj, (3.86)

dan χR dapat diekspasikan dalam bentuk ΨRi dengan qIj = <(qi)

χR= X

i

qRiΨRi. (3.87)

Kita akan memperoleh nilai eigen nol ΛR = 0, ΛI = 0 ketika nilai fungsi eigen ΨI0 dan ΨRk.

Substitusi ΦRi, kita akan membuktikan positivitas dari ΛRi, dimana didefinisikan z ≡ ΛRi. Kita difinisikan ψisebagai

(75)

keadaan eigen dan memenuhi relasi ortonormal. ΨRi dapat diekspasikan dalam bentuk ψi dengan amplitudo ci dan φi

ΨRi= X i ciψi, φ = X i φiψi. (3.88)

Pers.(3.80) memberikan bentuk

zχR = ˆhRχR+ 4 ˙θ2 I φ Z φχR  zχR = ˆhR X i qRi X i ciψi+ 4 ˙θ2 I X j φjψj   Z X j φjψj X i qRi X i ciψi   zχR = X i qRiciλiψi+ 4 ˙θ2 I X j φjψj  φj X i qRici Z X j X i ψjψi   | {z } j→i zχR = X i qRiciλiψi+ 4 ˙θ2 I X i φiψi φi X i qRici ! zχR = λiχR+ 4 ˙θ2 I X i φ2iχR.

Sehingga nilai eigennya

λi− z + 4 ˙θ2 I X i φ2i ! = 0. (3.89)

Didefinisikan bentuk baru G(z) yang bergantung pada z

G(z) = 1 + 4 ˙θ 2 I X i φ2i λi− z = 0 (3.90)

dan bentuk diatas mengarah pada nilai eigen ΛRi. Dimana nilai G(0) G(0) = 1 +4 ˙θ 2 I X i φ2i λi . (3.91)

(76)

Kita akan menunjukkan hubungan antara muatan dan G(z). Dari jumlah muatan yang didefinisikan diatas [2], divariasikan Q = I ˙θ δQ = δ ˙θI + 2 ˙θ Z φδφ ˙ θ Q δQ δ ˙θ = 1 + 2 ˙θ I Z φ∂φ ∂ ˙θ (3.92)

dan turunan pers.(3.18) terhadap ˙θ, kita peroleh

d d ˙θ d2φ dr2k + 2 r d d ˙θ dφ drk − d d ˙θ ∂U (φ(r)) ∂φ + d d ˙θ( ˙θ 2φ) = 0 d2 drk2 dφ d ˙θ + 2 r d drk dφ d ˙θ − dφ d ˙θ ∂2U (φ(r)) ∂φ2 + dφ d ˙θ ˙ θ + 2 ˙θφ = 0 ˆ hR dφ d ˙θ = 2 ˙θφ (3.93) dengan mengalikanP

iφi pada persamaan eigen ˆhRψi = λiψi, kita peroleh X i ˆ hRφiψi= X i φiλiψi X i ˆ hR φi λi ψi = φ. (3.94)

(77)

Perbandingan kedua pers.(3.93) dan pers.(3.94) memberikan hasil ˆ hR dφ d ˙θ = 2 ˙θ X i ˆ hR φi λi ψi dφ d ˙θ = 2 ˙θ X i φi λi ψi X j φjψj dφ d ˙θ = 2 ˙θ X i φi λi X j φjψjψi Z φdφ d ˙θ = 2 ˙θ X i φ2i λi . (3.95)

Menggunakan persamaan diatas ke pers.(3.92), kita dapatkan

˙ θ Q δQ δ ˙θ = 1 + 4 ˙θ2 I X i φ2 i λi (3.96)

dan ketika membandingkan dengan pers.(3.91) diperoleh

˙ θ Q

δQ

δ ˙θ = G(0). (3.97)

Ketika nilai ΛR≥ 0,kita dapat menentukan bahwa

λ1 < 0 ≤ Λ1 < Λ2 < · · · ↔ G(0) ≤ 0, (3.98)

Didefinisikan bahwa ˙θ = ω yang mana ω sebagai konstanta positif yang mengintepretasikan frekuensi sudut. Sehingga, agar Q-ball stabil terhadap fluktuasi kecil

ω Q

δQ

δω ≤ 0, (3.99)

muatan total Q-ball harus menurun seiring bertambahnya nilai frekuensi [2].

(78)
(79)

MODEL Q-BALL DALAM DIMENSI (1 + 1)

Q-ball pada awalnya dibangun pada dimensi (3+1) dengan solusi bergantung waktu sebagai kosekuensi dari adanya teorema Derrick. Dalam kasus dimensi (1 + 1) Q-ball dapat direkonstruksi dengan mengambil analogi pada kasus dimensi (3+1). Pada bab ini akan dikaji secara analitik Q-ball dimensi (1+1) meliputi solusi persamaan medan, energi, serta muatan. Selain itu akan dikaji pula aspek stabilitas dan interaksi antara dua Q-ball.

4.1 Model Q-ball

Q-ball dibangun oleh medan skalar kompleks Φ = Φ(x, t) yang direpresentasikan oleh rapat Lagrangian

L = ∂µΦ∗∂µΦ − U (|Φ|2) (4.1)

dimana bentuk potensial U (|Φ|2)

U (|Φ|2) = λ(β|Φ|2+2n− a|Φ|2+n+ b|Φ|2), (4.2)

dengan λ, β, a, b merupakan konstanta parameter, dan n merupakan bilangan bulat positif (n = 1, 2, . . . ) [11]. Bentuk potensial U (|Φ|2) seperti pada Gambar 4.1. Pada tugas akhir ini akan dibahas hanya untuk model n = 1 dan n = 2.

Potensial U (|Φ|2) membuat rapat Lagrangian pada pers.(4.1) menjadi

L = ∂µΦ∗∂µΦ − λ(β|Φ|2+2n− a|Φ|2+n+ b|Φ|2). (4.3)

(80)

Gambar 4.1: Bentuk potensial dengan n = 1 dan n = 2.

Dengan mengaplikasikan rapat Lagrangian (4.3) ke persamaan Euler-Lagrange ∂L ∂Φ∗ − ∂µ  ∂L ∂(∂µΦ∗)  = 0

dan komponen tensor metrik (1, −1), maka diperoleh bentuk persamaan medan pada dimensi (1 + 1)

0 = ∂µ∂µΦ − ∂U (|Φ|2) ∂Φ∗ 0 = ∂0∂0Φ − ∂1∂1Φ + ∂ ∂Φ∗(λ(β|Φ| 2+2n− a|Φ|2+n+ b|Φ|2) 0 = Φ − Φ¨ 00+ λ[(2 + 2n)β|Φ|2n− a(2 + n)|Φ|n+ b]Φ. (4.4)

Untuk memperoleh solusi Q-ball, digunakan bentuk ansatz yang sesuai dengan kebergantungan terhadap waktu

Φ = φ(x) exp(iωt) (4.5)

dimana ω merupakan konstanta yang merepresentasikan frekuensi dan φ(x) fungsi yang bergantung pada x yang

(81)

memiliki kondisi batas

φ0(0) = 0 φ(±∞) = 0. (4.6)

Dengan ansatz ini, persamaan medan (4.4) menjadi

0 = −ω2φ exp(iωt) − φ00exp(iωt)

+λ[(2 + 2n)βφ2n− a(2 + n)φn+ b]φ exp(iωt) 0 = ω2φ + φ00− λ[(2 + 2n)βφ2n+1− a(2 + n)φn+1+ bφ]

(4.7)

Pers.(4.7) dapat ditulis dalam bentuk potensial efektif Vef f

φ00−dVef f dφ = 0 (4.8) dengan Vef f Vef f = 1 2ω 2φ2− λ(βφ2+2n− aφ2+n+ bφ2). (4.9)

Untuk memperoleh solusi Q-ball, nilai ω harus berada pada rentang ω yang diizinkan yaitu

ω2min≤ ω2 < ω2 max min φ06=0  2U φ20  ≤ ω2 < d2U dφ2 φ=0. (4.10)

ωmin dapat diperoleh dengan meminimumkan fungsi (2U/Φ). Nilai minimum fungsi tersebut terjadi pada titik φ0 dimana φ0 6= 0. Besar φ0 adalah

φn0 = a 2β sehingga nilai ωmin

ωmin2 = 2λ  b − a 2 4β  . (4.11)

Gambar

Gambar 1.1 Alur penelitian tugas akhir . . . . . . . . . . . 5 Gambar 2.1 (a) potensial −U ketika memiliki satu
Gambar 1.1: Alur penelitian tugas akhir
Gambar 2.1 memberikan gambaran kepada kita pergerakan partikel yang memenuhi analogi pers.(2.52) dalam pengaruh potensial −U
Gambar 2.2: Potensial U dengan λ = 1, m = 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

18 Grafik hasil simulasi tension maksimum kondisi surut Dari gambar 4.18 grafik tersebut dapat kita lihat sesuai dengan skenario desain pada kondisi perarirang

Sebelum melaksanakan tindakan, pene- liti melakukan kegiatan observasi dan membe- rikan tes pratindakan. Hasil tes pratindakan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar nilai

Identifikasi masalah -masalah Keluarga Dan individu Diagnosa Keperawatan?.

Saran yang dapat disampaikan untuk penelitian selanjutnya adalah menguji pohon keputusan yang dihasilkan pada data uji real untuk wilayah lain dan menerapkan algoritme

Namun demikian terdapat sedikit perbedaan yaitu bahwa pelaku usaha berpendapat bahwa Kabupaten Gianyar menjadi daerah tujuan wisata utama setelah Kabupaten Badung

Setelah melihat adegan-adegan pada the Year of Living Dangerously yang dilihat memunculkan penolakan terhadap kebijakan politik Soekarno, dapat dilihat adanya

(c) pengesahan ketidakupayaan kekal Orang yang Dilindungi untuk melakukan tiga (3) atau lebih daripada Aktiviti Kehidupan Harian tanpa bantuan. Hanya penyakit Parkinson

polyalkenoic acid akan masuk kedalam glass yang mengakibatkan dekomposisi dari partikel glass dan melepaskan ion metal, flouride dan asam silika.  Dengan meningkatnya pH